Museum Keraton Solo

museum di Indonesia

Museum Keraton Surakarta Hadiningrat atau Museum Keraton Solo adalah museum khusus yang mengoleksi benda-benda budaya peninggalan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Museum Keraton terbagi menjadi dua bangunan utama di bagian barat dan timur. Kedua bangunan memiliki ruangan-ruangan yang memuat hasil kriya Karaton Surakarta. Di bagian depan museum terdapat ruangan Sasana Sumewa yang berisi sebuah meriam perunggu yang bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara raja dan para pesuruhnya. Di dalam ruangan bernama Siti Hinggil Lor terdapat singgasana raja yang bernama Dhampar Kencana. Benda-benda yang dikoleksi berupa peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa pecahan candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Bentuknya berupa alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan dan peralatan kesenian. Selain itu, terapat juga kereta kencana, topi kebesaran Pakubuwana VI, Pakubuwana VII, serta Pakubuwana X. Bangunan museum sebelumnya digunakan sebagai gedung perkantoran. Tiap ruangan kemudian dipugar menjadi ruang pamer museum. Pemugaran museum terakhir kali dilakukan pada tahun 2003. Pengelolaan museum diserahkan kepada Keraton Surakarta dan pemerintah Kota Surakarta. Alamat museum di Jalan Sidikoro, Baluwarti, Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Titik koordinatnya di 7°34’41.5” Lintang Selatan dan 110°49’39.6” Bujur Timur. Museum dapat diakses dari Bandar Udara Adi Sumarmo (17,8 km), Stasiun Solo Kota (2 km), Stasiun Solo Balapan (4,8 km), atau Terminal Tirtonadi (5,8 km).[1]

Foto bagian depan Keraton Kasunanan Surakarta

Arsitektur

Keraton Kasunanan Surakarta terletak di pusat kota Solo, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta. Pembangunan keraton dilakukan dari tahun 1743 hingga 1745. Konstruksi bangunan keraton menggunakan bahan kayu jati yang diperoleh dari Alas Kethu di dekat kota Wonogiri.

Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat Susuhunan (raja Surakarta) yang kelak memberontak dan berhasil mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan Hamengku Buwana I. Jadi tidak mengherankan jika bangunan kedua keraton memiliki banyak kesamaan. Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama Karaton Surakarta Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17 Februari 1745.

Bila ingin mengunjungi keraton ini, pengunjung harus mematuhi berbagai peraturan seperti tidak memakai topi, kacamata hitam, celana pendek, sandal, serta jaket. Bila sudah terlanjut bercelana pendek dapat meminjam kain bawahan untuk digunakan selama mengelilingi kawasan keraton.

Mengunjungi Karaton Surakarta dari arah depan bisa terlihat susunan kota lama khas Jawa: sebuah bangunan keraton yang dikelilingi oleh alun-alun, Pasar Klewer, dan Kagungandalem Mesjid Ageng Surakarta. Memasuki bagian depan keraton, terdapat bangunan Sasana Sumewa dan sebuah meriam berbahan perunggu bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara Raja dan para bawahannya. Di tempat ini pengunjung masih bisa melihat Dhampar Kencana (singgasana raja) yang terletak di Siti Hinggil Lor. Pengunjung tidak boleh menaiki area ini sebab tempat itu sangat dihormati dan dianggap keramat.

Dari Siti Hinggil, pengunjung akan memasuki Kori Renteng, Kori Mangu, dan Kori Brojonolo. Mereka yang melewati pintu-pintu ini diminta untuk meneguhkan hati, membuang rasa ragu, dan memantapkan pikiran untuk selalu waspada. Sesudah itu, pengunjung sampai di pelataran Kamandungan Lor, kemudian Sri Manganti, dan akhirnya museum keraton bernama Museum Keraton Surakarta Hadiningrat.

Koleksi

Dalam museum pengunjung dapat menyaksikan benda-benda peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa fragmen candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Koleksinya antara lain alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan, juga peralatan kesenian. Koleksi menarik lain adalah kereta kencana, topi kebesaran Paku Buwana VI, Paku Buwana VII, serta Paku Buwana X.

Selanjutnya pengunjung bisa ke Sasana Sewaka yang berada di samping museum. Pada halaman Sasana Sewaka wisatawan harus melepaskan alas kaki untuk berjalan di hamparan pasir halus yang diambil dari Gunung Merapi dan Pantai Parangkusuma. Di sini, pengunjung dilarang mengambil atau membawa pasir halus tersebut.

Terakhir, ada menara yang disebut Panggung Sanggabuwana. Konon, menara digunakan oleh Susuhunan untuk bersemadi dan bertemu Kanjeng Ratu Kidul (Kanjeng Ratu Kencana Hadisari), penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai tempat semadi, menara ini juga berfungsi sebagai menara pertahanan untuk mengontrol keadaan di sekeliling keraton.

Referensi

  1. ^ Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid I (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 432–433. ISBN 978-979-8250-66-8.