Saleh

Nabi dan Rasul dalam Islam

Shaleh[a] (bahasa Arab: صالح, translit. Shāliḥ) adalah seorang tokoh dalam Al-Qur'an, yakni seorang rasul yang diutus pada kaum Tsamūd.[1] Shaleh dikaruniai mukjizat berupa unta betina yang keluar dari batu sebagai bekal dalam berdakwah. Dalam daftar 25 nabi, Shaleh biasanya berada di urutan kelima, setelah Hud dan sebelum Ibrahim.

Shaleh
صالح
Kaligrafi Shaleh 'alaihis-salam (keselamatan atasnya)
Gelar
KerabatKaum Tsamūd

Ayat

"Dan kepada kaum Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Shaleh. Dia berkata,
'Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia.'"

— Al-A'raf (07): 73

Kisah

Nama Shaleh disebutkan sembilan kali dalam Al-Qur'an.[b] Kisahnya dan/atau kaum Tsamud disebutkan dalam surah Al-A'raf (07): 73-79, Hud (11): 61-68, Al-Hijr (15): 80-84, Al-Isra' (17): 59, Asy-Syu'ara' (26): 141-159, An-Naml (27): 45-53, Fushshilat (41): 17-18, Al-Qamar (54): 23-32, dan Asy-Syams (91): 11-15.

Silsilah

Sebagian ulama menyebutkan bahwa silsilah Shaleh adalah Shaleh bin Ubaid bin Masih bin Ubaid bin Hadir bin Tsamud bin Atsir bin Aram/Iram bin Sem/Sam bin Nuh.[2]

Dakwah

Shaleh diutus pada saudara sekaumnya sesama keturunan Tsamud yang berkuasa setelah kehancuran kaum 'Ad awal.[3] Disebutkan bahwa di tanah-tanah yang datar, kaum Tsamud membangun istana-istana, sedangkan bukit-bukit dan gunung-gunung mereka pahat untuk dijadikan rumah.[4][5][6] Di negeri kaum Tsamud juga terdapat kebun-kebun dan mata air.[7]

Shaleh menyeru kaum Tsamud agar menyembah Allah semata[8][9] dan bertakwa kepada-Nya.[10] Dia juga menegaskan tidak meminta imbalan pada mereka atas dakwahnya.[11]

Shaleh sebenarnya merupakan salah satu orang yang dihormati di kalangan kaum Tsamud dan diharapkan menjadi penerus tradisi mereka. Namun para pemuka kaum Tsamud kecewa setelah Shaleh menyeru agar mengesakan Allah dan mengharuskan untuk meninggalkan sesembahan yang sudah menjadi bagian adat mereka secara turun-temurun.[12] Sebagian dari kaum Tsamud beriman kepada Shaleh, sedangkan sebagian yang lain tidak menaatinya, bahkan menentangnya, sehingga kaum Tsamud terbelah menjadi dua kelompok yang saling bermusuhan.[13] Pemimpin dari pengikut Shaleh adalah Junda' bin Amru bin Mahlah bin Lubaid bin Jawwas dan dia merupakan salah satu pemuka kaum Tsamud. Beberapa tokoh lain juga berkeinginan untuk mengikuti Shaleh, tetapi Dzu'ab bin Amru bin Lubaid Al-Habbab dan Rabbab bin Sha'r bin Julmas yang merupakan pemuka kaum Tsamud penentang Shaleh menghalang-halangi niatan mereka. Shaleh juga mengajak sepupunya, Junda' bin Syihab, agar mengikuti ajarannya, tetapi Dzu'ab dan Rabbab mencegahnya.[14]

Oleh para penentangnya, Shaleh kemudian dituduh sebagai orang yang terkena sihir.[15] Mereka juga tidak menerima bila utusan Allah hanyalah manusia biasa seperti mereka, sehingga Shaleh dianggap pendusta dan orang yang sombong.[16] Para penentangnya juga menuntut agar Shaleh menunjukkan mukjizat sebagai bukti kerasulannya.[17]

Unta betina

 
"Shaleh mengajak kaumnya melihat unta betina". Salah satu koleksi iluminasi dari Kisah Para Nabi.

Para mufassir menyebutkan bahwa saat kaum Tsamud berkumpul di suatu lembah, Shaleh mendatangi mereka dan menyampaikan ajakannya untuk kembali ke jalan Allah. Para penentangnya kemudian menantang agar Shaleh bisa mengeluarkan seekor unta betina dari batu besar yang mereka tunjuk sebagai bukti kerasulannya, juga agar mereka mau mengimani ajarannya. Shaleh kemudian berdoa kepada Allah, kemudian keluarlah unta betina sesuai ciri-ciri yang dituntut kaumnya dari batu besar yang mereka tunjuk. Setelah melihat mukjizat tersebut, banyak yang beriman kepada Shaleh, tapi masih banyak pula yang tetap menentangnya.[18]

Setelahnya, penggunaan sumber air kaum Tsamud digilir setiap harinya antara penduduk dengan unta tersebut.[19][20] Saat para penduduk mendapat giliran mengambil air, unta tersebut tidak bisa meminum air. Saat hari giliran unta tersebut menggunakan sumber air, para penduduk tidak diperkenankan menggunakan sumber air. Sebagian pendapat menyatakan bahwa penduduk sudah mengambil air untuk persediaan mereka pada hari sebelumnya. Pendapat lain menyatakan bahwa saat penduduk tidak boleh menggunakan sumber air, mereka memeras susu unta tersebut sebagai gantinya.[21] Shaleh juga mengingatkan kaumnya untuk tidak mengganggu unta tersebut karena jika dilakukan, dapat mendatangkan siksa yang pedih.[22][23][24]

Pembunuhan

Keadaan tersebut berlangsung sangat lama dan para penentang Shaleh pada akhirnya bertekad membunuh unta tersebut. Di antara mereka terdapat dua orang perempuan yang mendorong rencana tersebut. Wanita pertama bernama Shaduq binti Mahya bin Zuhair Al-Mukhtar. Dia bersedia menyerahkan dirinya bagi sepupunya, Mishra' bin Mahraj bin Mahya, jika dia berhasil membunuh unta tersebut. Wanita kedua adalah istri Dzu'ab, 'Unaizah binti Ghunaim bin Mijlaz, sebutannya Ummu Ghunmah. 'Unaizah dan Dzu'ab memiliki empat anak perempuan dan menawarkan pada Qudar bin Salif agar dia memilih dari keempat anaknya jika berhasil membunuh unta Shaleh. Qudar dan Mishra' kemudian mengajak tujuh orang lainnya dan akhirnya membunuh unta betina tersebut. Al-Qur'an tidak menjelaskan mengenai keberadaan anak dari unta tersebut, tapi beberapa ulama menjelaskan bahwa saat induknya dibunuh, anak unta tersebut lari ke bukit dan melenguh dengan kencang sebanyak tiga kali.[25]

Azab

Setelah berhasil membunuh unta betina tersebut, para penentang Shaleh menantangnya untuk mendatangkan azab yang dia ancamkan.[26] Shaleh kemudian memberikan peringatan pada mereka untuk bersuka ria selama tiga hari.[27]

Meski telah mendapat peringatan, para penentangnya kemudian berusaha lebih jauh dengan berencana membunuh Shaleh dan keluarganya. Mereka berencana membunuhnya secara tiba-tiba pada malam hari, kemudian mereka akan mengelak dan mengaku tidak mengetahui apapun bila ahli waris dan kerabat Shaleh berusaha menuntut balas.[28] Allah kemudian mengirimkan batu-batu untuk membunuh mereka yang berencana membunuh Shaleh.[29]

Pada hari Kamis, hari pertama masa penangguhan, wajah para penentang Shaleh menjadi berwarna kuning. Sorenya mereka berkata, "Bukankah telah berlalu satu hari dari hari yang dijanjikan?" Hari kedua, wajah mereka menjadi merah. Sorenya mereka mengatakan, "Bukankah telah berlalu dua hari dari hari yang dijanjikan?" Pada hari ketiga, wajah mereka menjadi hitam. Sorenya mereka berkata, "Bukankah telah berlalu waktu yang ditentukan?"[29]

Azab yang diterima kaum Tsamud penentang Shaleh sebagaimana yang termaktub dalam beberapa ayat Al-Qur'an adalah:

Ada beberapa pendapat mengenai tepatnya waktu kedatangan azab yang menghancurkan kaum Tsamud penentang Shaleh. Hamka menjelaskan pada petang hari ketiga. Pada saat itu terdengarlah suara pekik yang amat hebat, pecahlahlah telinga dan perut yang mendengarnya.[35] Ibnu Katsir berpendapat bahwa azab datang pada hari keempat setelah matahari terbit. Wajah mereka menjadi gosong pada saat itu, kemudian datang suara keras dari langit dan goncangan dahsyat dari bumi. Para penentang Shaleh dari kaum Tsamud kemudian mati bergelimpangan dan menjadi mayat di rumah-rumah mereka sendiri.[36]

Disebutkan bahwa tidak ada penentang Shaleh yang selamat, kecuali seorang budak perempuan bernama Kalbah binti As-Salq. Tatkala melihat azab, dia kemudian lari sekencang-kencangnya hingga sampai ke salah satu perkampungan Arab dan menceritakan mengenai hal yang terjadi pada kaumnya. Namun setelah diberi minum salah seorang warga perkampungan tersebut, dia tewas seketika. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada seorang dari kaum Tsamud yang tidak terkena azab pada saat kejadian, yakni seorang laki-laki bernama Abu Righal yang sedang berada di Al-Haram Makkah. Namun saat keluar dari wilayah Al-Haram, dia juga ditimpa azab seperti kaumnya.[37][38]

Shaleh dan kaum Tsamud yang beriman selamat dari kejadian tersebut.[39][40][41] Ada yang mengatakan bahwa mereka pindah ke daerah Ramlah di kawasan Palestina. Pendapat lain menyatakan bahwa mereka pindah ke Al-Haram Makkah.[42]

Kaum Tsamud

 
Qaṣr Al-Farīd (bahasa Arab: قَصْر ٱلْفَرِيْد), makam terbesar pada situs Mada'in Shaleh

Kaum Tsamud adalah salah satu peradaban kuno di Arab. Mereka adalah keturunan Tsamud, yang dikatakan merupakan cicit Sam/Sem, salah satu putra Nuh yang selamat dari banjir besar. Mereka tinggal di Al-Hijr (ٱلْحِجْر) atau Hegra (Ἔγρα) dalam sumber Yunani kuno.[43][44] Tempat tersebut terletak di kawasan pegunungan di semenanjung Arab bagian utara, antara Hijaz dan Tabuk.[2] Tempat tersebut kemudian dinamai Mada'in Shaleh ((bahasa Arab: مدائن صالح) yang bermakna "Kota Shaleh."

Ada beberapa bukti bahwa, sebagaimana kaum 'Ad, kaum Tsamud juga berasal dari semenanjung Arab selatan, tetapi kemudian mereka berpindah ke utara.[45][46] Setelah lenyapnya kaum Tsamud yang asli, Robert Hoyland berpendapat bahwa nama mereka kemudian digunakan oleh kelompok-kelompok baru lainnya yang mendiami wilayah tersebut.[47] Sisa-sisa arkeologis Mada'in Shaleh sering dibandingkan dengan Petra, ibukota Nabath yang terletak 500 km (310 mil) barat laut Mada'in Shaleh.[48]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Juga dieja Saleh, Shalih, Salih, Sholih, dan Sholeh dalam berbagai literatur bahasa Indonesia
  2. ^ Dalam Al-Qur'an, nama Shaleh disebutkan sembilan kali, yakni pada surah:
    • Al-A'raf (07): 73, 75, 77
    • Hud (11): 61, 62, 66, 89
    • Asy-Syu'ara' (26): 142
    • An-Naml (27): 45

Rujukan

  1. ^ Hamka 1982, hlm. 176.
  2. ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 163.
  3. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 169.
  4. ^ Al-A'raf (07): 74
  5. ^ Al-Hijr (15): 82
  6. ^ Asy-Syu'ara' (26): 149
  7. ^ Asy-Syu'ara' (26): 147
  8. ^ Al-A'raf (07): 73
  9. ^ Hud (11): 61
  10. ^ Asy-Syu'ara' (26): 144
  11. ^ Asy-Syu'ara' (26): 145
  12. ^ Hud (11): 62
  13. ^ An-Naml (27): 45
  14. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 172-173.
  15. ^ Asy-Syu'ara' (26): 153
  16. ^ Al-Qamar (54): 24-25
  17. ^ Asy-Syu'ara' (26): 154
  18. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 172.
  19. ^ Asy-Syu'ara' (26): 155
  20. ^ Al-Qamar (54): 27-28
  21. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 173.
  22. ^ Al-A'raf (07): 73
  23. ^ Hud (11): 64
  24. ^ Asy-Syu'ara' (26): 156
  25. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 174-175.
  26. ^ Al-A'raf (07): 77
  27. ^ Hud (11): 65
  28. ^ An-Naml (27): 49
  29. ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 178.
  30. ^ Al-A'raf (07): 78
  31. ^ Hud (11): 67
  32. ^ Al-Hijr (15): 83
  33. ^ Al-Qamar (54): 31
  34. ^ Fushshilat (41): 17
  35. ^ Hamka 1982, hlm. 177.
  36. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 178-179.
  37. ^ HR. Ahmad (3/296)
  38. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 179.
  39. ^ Hud (11): 66
  40. ^ An-Naml (27): 53
  41. ^ Fushshilat (41): 18
  42. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 182.
  43. ^ Stephanus of Byzantium, Ethnica, §E260.11
  44. ^ Strabo, Geography, § 16.4.24
  45. ^ "Encyclopædia Britannica, Thamūd". Thamūd probably originated in southern Arabia 
  46. ^ Matthew S. Gordon, Chase F. Robinson, Everett K. Rowson, Michael Fishbein. Works of Ibn Wāḍiḥ al-Yaʿqūbī (Volume 2): An English Translation. hlm. 277 ff. 
  47. ^ Hoyland, Robert G. (2001). Arabia and the Arabs: From the Bronze Age to the Coming of Islam. Routledge. hlm. 69. ISBN 0415195349. 
  48. ^ "ICOMOS Evaluation of Al-Hijr Archaeological Site (Madâin Sâlih) World Heritage Nomination" (PDF). World Heritage Center. Diakses tanggal 2009-09-16. 

Daftar pustaka

Pranala luar