Penyangkalan genosida Armenia
Penyangkalan genosida Armenia adalah pernyataan bahwa Kesultanan Utsmaniyah dan partai yang tengah berkuasa, Komite Persatuan dan Kemajuan, tidak melakukan tindakan genosida terhadap warga Armenia selama Perang Dunia I. Namun, ada banyak bukti yang menegaskan terjadinya kejahatan ini, dan sebagian besar ahli membenarkannya.[2][3] Para pelaku menyangkal telah melakukan tindakan genosida tersebut dengan mengklaim bahwa orang-orang Armenia dimukimkan kembali karena alasan-alasan militer, bukan untuk dimusnahkan. Setelah genosida berkesudahan, dokumen-dokumen yang memberatkan dihancurkan secara sistematis, dan penyangkalan telah menjadi kebijakan setiap pemerintahan Republik Turki hingga 2023[update].
Penyangkalan terhadap genosida Armenia bergantung pada argumen yang digunakan oleh Komite Persatuan dan Kemajuan untuk membenarkan tindakan mereka. Penyangkalan ini mengacu pada asumsi bahwa, "relokasi" orang-orang Armenia adalah tindakan sah yang dilakukan oleh negara dalam menanggapi pemberontakan Armenia secara nyata atau hal yang dianggap mengancam keberadaan kesultanan selama masa perang. Para penyangkal menegaskan bahwa Komite Persatuan dan Kemajuan bermaksud untuk memukimkan kembali orang-orang Armenia, alih-alih membunuh mereka. Mereka juga mengklaim bahwa jumlah korban tewas telah dilebih-lebihkan atau mengaitkan kematian dengan faktor-faktor lain, seperti dugaan perang saudara, penyakit, cuaca buruk, pejabat setempat yang nakal, atau gerombolan Kurdi dan para penjahat. Sejarawan Ronald Grigor Suny meringkas argumen utama para penyangkal sebagai "tidak ada genosida dan orang-orang Armenia yang mesti disalahkan."[4] Penyangkalan biasanya disertai dengan retorika yang menggambarkan orang-orang Armenia sebagai pengkhianat, agresif, kriminal, dan ambisius dalam hal wilayah.[5]
Salah satu alasan terpenting untuk menyangkal genosida Armenia adalah karena peristiwa tersebut memfasilitasi pendirian negara-bangsa Turki, dan pengakuan atas peristiwa tersebut akan bertentangan dengan mitos-mitos pendirian Turki.[6] Turki telah secara aktif berupaya sejak 1920-an untuk mencegah pengakuan resmi atas genosida tersebut atau bahkan penyebutannya di negara lain. Upaya-upaya ini termasuk menghabiskan jutaan dolar untuk melobi, membentuk lembaga penelitian, serta menggunakan intimidasi dan ancaman. Penyangkalan juga mempengaruhi kebijakan domestik Turki dan diajarkan di sekolah-sekolah. Beberapa warga Turki yang mengakui adanya genosida tersebut menghadapi tuntutan hukum, karena dianggap "menghina ke-Turki-an". Upaya negara Turki selama seabad untuk menyangkal genosida, membedakannya dengan kasus-kasus genosida lain dalam sejarah.[7] Azerbaijan juga menyangkal genosida dan berkampanye untuk menentang pengakuannya secara internasional. Sebagian besar warga Turki dan partai politik di Turki, mendukung kebijakan penyangkalan negara, dan penyangkalan ini berkontribusi pada konflik Nagorno-Karabakh serta kekerasan yang sedang berlangsung terhadap orang-orang Kurdi di Turki. Sebuah survei melibatkan 1.500 orang pada tahun 2014 yang dilakukan oleh EDAM, sebuah lembaga think-tank di Turki, menemukan bahwa hanya 9% warga Turki yang mengakui adanya genosida tersebut.[8][9]
Latar belakang
Keberadaan orang Armenia di Anatolia terdokumentasi sejak abad keenam SM, nyaris dua ribu tahun sebelum datangnya bangsa Turki ke wilayah tersebut.[11][12] Meskipun reformasi Tanzimat pada abad ke-19 bertujuan untuk menyetarakan status non-Muslim, Kesultanan Utsmaniyah memperlakukan orang Armenia dan non-Muslim lainnya sebagai warga negara kelas dua di bawah pemerintahan Islam.[13] Pada 1890-an, orang-orang Armenia mengalami pemaksaan untuk memeluk agama Islam dan meningkatnya perampasan tanah, yang mendorong segelintir orang untuk bergabung dengan partai-partai revolusioner seperti Federasi Revolusi Armenia, yang juga dikenal sebagai Dashnaktsutyun.[14] Pada pertengahan 1890-an, pemerintah Utsmaniyah melakukan pembantaian Hamidian yang disponsori oleh negara dan menewaskan sedikitnya 100.000 orang Armenia. Pihak berwenang Utsmaniyah gagal mencegah pembantaian Adana pada 1909, yang menewaskan sekitar 17.000 orang Armenia.[15][16][17] Otoritas Utsmaniyah menyangkal bertanggung jawab atas pembantaian ini, dan malah menuduh kekuatan Barat ikut campur dan orang-orang Armenia melakukan provokasi. Mereka menampilkan pihak Muslim sebagai korban utama dan gagal untuk menghukum para pelakunya.[18][19][20] Kiasan penyangkalan yang sama kemudian dilakukan untuk menyangkal genosida Armenia.[20][21]
Komite Persatuan dan Kemajuan berkuasa melalui dua kudeta pada 1908 dan 1913.[22] Sementara itu, Kekaisaran Utsmaniyah kehilangan hampir seluruh wilayah Eropa-nya dalam Perang Balkan, lalu Komite Persatuan dan Kemajuan mengaitkan kekalahan ini dengan pengkhianatan Kristen.[23] Perang tersebut menyebabkan ratusan ribu pengungsi Muslim melarikan diri ke Anatolia, dan banyak yang dimukimkan kembali di provinsi-provinsi timur yang didiami orang-orang Armenia. Para pengungsi ini menyimpan kebencian terhadap orang-orang Kristen.[24][25] Pada Agustus 1914, para perwakilan Komite Persatuan dan Kemajuan menghadiri konferensi Federasi Revolusioner Armenia dan menuntut jika terjadi perang dengan Kekaisaran Rusia, Federasi Revolusioner Armenia menghasut orang-orang Armenia di Rusia untuk berperang di pihak Utsmaniyah. Namun, Federasi Revolusioner Armenia menolak dan malah menyatakan agar orang-orang Armenia harus berperang untuk negara-negara tempat mereka menjadi warga negaranya.[26] Pada Oktober 1914, Kesultanan Utsmaniyah bergabung ke Perang Dunia I di sisi Blok Sentral.[27]
Genosida Armenia
Pada akhir 1914, selama invasi Utsmaniyah ke wilayah Rusia dan Persia, paramiliter Utsmaniyah melakukan pembantaian terhadap orang-orang Armenia setempat.[28] Beberapa tentara Armenia Utsmaniyah membelot ke pihak Rusia, yang kemudian ditangkap oleh Komite Persatuan dan Kemajuan, dan kemudian para penyangkal sebut sebagai bukti pengkhianatan Armenia. Meskipun demikian, para sukarelawan Armenia dalam angkatan bersenjata Rusia sebagian besar adalah orang Armenia Rusia.[29][30][31] Pembantaian meningkat menjadi genosida usai Utsmaniyah kalah telak melawan Rusia dalam Pertempuran Sarikamish pada Januari 1915, yang dituding sebagai pengkhianatan Armenia. Sebagai dampaknya, para tentara dan perwira Armenia dicopot dari jabatan mereka berdasarkan perintah 25 Februari yang dikeluarkan oleh Menteri Perang Enver Pasha.[28][32] Para pemimpin Utsmaniyah menganggap insiden-insiden perlawanan Armenia yang terisolasi sebagai bukti pemberontakan umum.[33]
Pada pertengahan April, setelah para pemimpin Utsmaniyah mengambil keputusan untuk melakukan genosida,[35] orang-orang Armenia membarikade diri mereka sendiri di kota Van di bagian timur.[36] Pertahanan Van digunakan sebagai alasan untuk aksi-aksi anti-Armenia pada masa itu dan masih menjadi elemen penting dalam karya-karya yang berusaha membenarkan atau menyangkal genosida.[37] Pada 24 April, ratusan intelektual Armenia ditangkap di Konstantinopel, dan deportasi sistematis terhadap orang-orang Armenia pun dimulai. Undang-undang hukum deportasi 27 Mei memberikan perlindungan legimitasi untuk deportasi tersebut. Organisasi Khusus bertanggung jawab untuk mengawal konvoi-konvoi deportasi, yang sebagian besar terdiri dari perempuan, anak-anak, dan orang tua. Orang-orang ini menjadi sasaran pemerkosaan dan pembantaian secara sistematis. Tujuan mereka adalah Gurun Suriah, di mana orang-orang yang selamat dari pawai kematian, dibiarkan mati kelaparan atau tewas karena penyakit di kamp-kamp darurat.[38] Deportasi hanya dilakukan di wilayah-wilayah yang jauh dari pertempuran aktif, sementara di dekat garis depan, orang-orang Armenia dibantai secara langsung.[39] Para pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan memerintahkan deportasi, dengan Menteri Dalam Negeri Talat Pasha memainkan peran utama, karena ia tahu bahwa ia mengirim orang-orang Armenia menuju kematian mereka.[40] Dalam telegram tertanggal 13 Juli 1915, Talat menyatakan bahwa "tujuan dari deportasi orang-orang Armenia adalah penyelesaian akhir dari Masalah Armenia."[41]
Para sejarawan memperkirakan 1,5 hingga 2 juta orang Armenia tinggal di Kekaisaran Utsmaniyah pada 1915, dan di antara 800.000 hingga 1,2 juta orang dideportasi selama berlangsungnya genosida. Pada 1916, gelombang pembantaian menargetkan orang-orang Armenia yang tersisa di Suriah, dan pada akhir tahun itu, hanya 200.000 orang yang masih hidup.[42] Sekitar 100.000 hingga 200.000 perempuan dan anak-anak digabungkan secara paksa ke dalam keluarga Muslim melalui kawin paksa, adopsi, dan pindah agama.[43][44] Negara menyita dan mendistribusikan kembali harta benda milik orang-orang Armenia yang dibunuh atau dideportasi.[45][46] Selama pendudukan Rusia di Anatolia timur, pasukan Rusia dan Armenia membantai sebanyak 60.000 Muslim. Penyangkalan seringkali membuat kesetaraan palsu antara aksi pembantaian ini dan genosida.[47][48]
Tindakan genosida terdokumentasi secara ekstensif dalam arsip Utsmaniyah, dokumen-dokumen yang dikumpulkan oleh para diplomat asing (termasuk dari negara-negara netral dan sekutu Utsmaniyah), laporan saksi mata dari para penyintas Armenia dan misionaris Barat, serta proses-proses Pengadilan Militer Khusus Utsmaniyah.[2] Talat Pasha juga menyimpan catatan statistiknya sendiri, yang mengungkap perbedaan besar antara jumlah orang-orang Armenia yang dideportasi pada tahun 1915 dan mereka yang selamat pada tahun 1917.[49][50] Sebagian besar cendekiawan non-Turki menerima genosida tersebut sebagai fakta sejarah, dan semakin banyak sejarawan Turki yang mengakui dan mempelajari genosida tersebut.[3]
Cikal bakal
Kekaisaran Utsmaniyah
Penyangkalan genosida melibatkan upaya minimisasi (meremehkan) sebuah peristiwa yang dinyatakan sebagai genosida, entah dengan menyangkal fakta-fakta yang ada, atau dengan mempertanyakan maksud dari para pelakunya.[51] Penyangkalan hadir sejak awal sebagai bagian penting dari genosida Armenia, yang dilakukan dengan kedok pemindahan tempat.[52][53] Penyangkalan timbul karena Kekaisaran Utsmaniyah ingin mempertahankan kenetralan Amerika Serikat pada perang tersebut dan mempertahankan dukungan keuangan dan militer Jerman.[54]
Pada Mei 1915, Rusia, Inggris, dan Prancis mengeluarkan komunike diplomatik bersama kepada pemerintah Utsmaniyah yang mengutuk "kejahatan terhadap kemanusiaan" Utsmaniyah dan mengancam bahwa pejabat Utsmaniyah yang terbukti bersalah akan dimintai pertanggungjawaban.[56] Namun, pemerintahan Utsmaniyah menyangkal bahwa pembantaian orang-orang Armenia telah terjadi, dan mengklaim bahwa orang-orang Armenia telah berkolusi dengan musuh. Mereka berargumen bahwa kedaulatan nasional memungkinkan mereka untuk mengambil tindakan terhadap orang-orang Armenia. Mereka juga menuduh bahwa orang-orang Armenia telah membantai Muslim dan menuduh Sekutu melakukan kejahatan perang.[57]
Pada awal 1916, pemerintah Utsmaniyah menerbitkan sebuah karya dua jilid berjudul The Armenian Aspirations and Revolutionary Movements, yang menyangkal bahwa negara tersebut telah berniat untuk memusnahkan bangsa Armenia.[58] Namun, pernyataan ini tidak dipercaya secara luas oleh dunia internasional pada saat itu.[59] Beberapa Muslim, yang sebelumnya merasa malu dengan kejahatan yang dilakukan terhadap orang-orang Armenia, mengubah pandangan mereka dalam menanggapi propaganda tentang kekejaman yang dituduh dilakukan oleh orang-orang Armenia.[60] Tema-tema penyangkalan genosida yang muncul pada masa perang, kemudian didaur ulang dalam penyangkalan genosida oleh Turki.[53][59]
Gerakan kebangsaan Turki
Genosida Armenia sendiri memainkan peran penting dalam keruntuhan Kekaisaran Utsmaniyah dan pendirikan Republik Turki.[6] Penghancuran Kristen kelas menengah, dan pembagian harta benda mereka, memberikan kesempatan pembentukan kaum borjuis Muslim/Turki baru.[61][62][63] Terdapat kelanjutan signifikan antara Kekaisaran Utsmaniyah dan Republik Turki, serta Partai Rakyat Republik menjadi penerus Komite Persatuan dan Kemajuan yang mendalangi genosida tersebut.[64][65] Gerakan kebangsaan Turki bergantung pada dukungan dari orang-orang yang melakukan genosida tersebut atau yang memperkaya diri mereka sendiri dari kejadian tersebut, menciptakan dorongan untuk pembungkaman.[66][67] Penyangkalan dan meremehkan kejahatan masa perang berdampak penting pada pembentukan watak kebangsaan Turki.[68]
Setelah genosida, sebagian besar penyintas memperjuangkan sebuah negara Armenia di timur Anatolia; perang antara golongan kebangsaan Turki dan Armenia menjadi kejahatan besar yang dilakukan kedua belah pihak. Tuntutan politik berikutnya dan pembunuhan Muslim oleh Armenia seringkali dipakai secara berulang untuk membenarkan genosida tahun 1915.[69][70] Perjanjian Sèvres memberikan wilayah besar kepada Armenia di timur Anatolia, namun tak pernah diimplementasikan karena invasi Armenia oleh Turki pada 1920.[71][72] Pasukan Turki melakukan pembantaian penyintas Armenia di Kilikia dan mengakibatkan sekitar 200.000 orang Armenia tewas menyusul invasi Kaukasus dan Republik Armenia Pertama. Sehingga, sejarawan Rouben Paul Adalian berpendapat bahwa "Mustafa Kemal [pemimpin gerakan kebangsaan Turki] merampungkan tindakan yang dimulai oleh Talaat dan Enver pada tahun 1915."[73][74][75]
Pemerintahan Utsmaniyah di Konstantinopel mengadakan pengadilan militer menangani para pelaku pada 1919 demi menenangkan blok Barat. Sehingga, bukti disabotase, dan banyak pelaku didorong untuk kabur ke pedalaman. kenyataan pembantaian massal yang didukung negara tak disangkal, namun banyak kelompok masyarakat menganggapnya dibutuhkan dan dibenarkan.[76][77] Sebagaimana yang dinyatakan dalam laporan Kantor Luar Negeri Britania Raya, "tak ada satu dalam seribu orang Turki yang dapat menyadari bahwa terdapat orang Turki yang diputuskan untuk digantung karena pembunuhan orang-orang Kristen."[78] Kemal berulang kali menuduh orang-orang Armenia merencanakan pemusnahan Muslim di Anatolia.[79] Ia membalikkan "orang Armenia pembunuh" dengan orang Turki, yang digambarkan sebagai bangsa yang sepenuhnya tak bersalah dan tertindas.[80] Pada 1919, Kemal membela kebijakan pemerintah Utsmaniyah terhadap orang-orang Kristen, dengen berkata "Apapun hal yang menimpa kalangan non-Muslim yang tinggal di negara kami, adalah hasil kebijakan separatisme yang dilakukan oleh mereka dengan cara yang keji, ketika mereka mengijinkan diri mereka sendiri untuk membuat alat-alat intrik asing dan menyalahgunakan hak-hak mereka."[81][82]
Di Turki
Penyebab
Sejarawan Erik-Jan Zürcher berpendapat bahwa, semenjak gerakan kebangsaan Turki bergantung pada dukungan koalisi besar dari para pihak yang mendapatkan keuntungan dari genosida tersebut, tak mungkin gerakan tersebut lekang dengan masa lalu.[66] Semenjak pembentukan republik, genosida tersebut dipandang sebagai kebutuhan dan raison d'état.[85][86] Kebanyakan pelaku utama, terutama Talat Pasha, dihormati sebagai pahlawan nasional Turki. Banyak sekolah, jalan raya dan masjid masih mengambil nama dari mereka.[87] Orang-orang yang didakwa dan dihukum mati oleh pengadilan pada masa setelah perang atas kejahatan melawan orang-orang Armenia, seperti Mehmet Kemal dan Behramzade Nusret, dihormati sebagai syuhada nasional dan mulia dan para keluarga mereka dianugerahi oleh negara dengan barang-barang Armenia yang disita.[78][88] Sejrawan Turki Taner Akçam menyatakan bahwa, "Tidak mudah bagi suatu bangsa untuk menyebut para bapak bangsanya sebagai pembunuh dan pencuri."[89] Kieser dan sejarawan lain berpendapat bahwa "alasan tunggal paling utama dari ketidakmampuan untuk menerima kekejaman adalah keutamaan pembantaian Armenia untuk pendirian negara-bangsa Turki."[6] Sejarawan Turki Doğan Gürpınar berkata bahwa pengakuan genosida akan berujung pada pertanyaan terhadap dugaan fondasi negara-bangsa Turki.[90]
Satu faktor dalam menjelaskan penyangkalan adalah Sindrom Sèvres, sebuah keyakinan populer bahwa Turki dikepung oleh para musuh bebuyutan.[91][92] Selain ketidaksukaan terhadap pengakuan yang akan berujung pada perubahan wilayah apapun, banyak pejabat Turki meyakini bahwa pengakuan genosida adalah bagian dari rencana untuk pemisahan Turki atau penyerahan ganti rugi lainnya.[93][94][95] Pengakuan genosida dianggap oleh negara sebagai ancaman keamanan nasional Turki, dan orang-orang Turki yang melakukannya dipandang sebagai pengkhianat.[96][97] Pada kerja lapangan di sebuah desa Anatolia pada 1980-an, antropolog Sam Kaplan menemukan bahwa "kekhawatiran besar terhadap orang-orang Armenia kembali ... dan merebut kembali tanah-tanah mereka masih mencengkeram khayalan lokal".[98]
Penghancuran dan penghilangan barang bukti
Sebuah edik pemerintah Utsmaniyah mencekal para warga asing dari pengambilan foto-foto para pengungsi atau jasad Armenia yang tergeletak di sisi-sisi jalan tempat kirab maut dilakukan. Para pelanggar diancam dengan penangkapan.[99] Hukum penyensoran yang diberlakukan secara ketat mencegah para penyintas Armenia untuk menerbitkan memoir, melarang "penerbitan apapun yang tak sesuai dengan kebijakan umum negara".[100][101] Orang-orang yang mengetahui genosida tersebut didakwa dengan hukum melawan "penghinaan orang Turki".[94] Talat Pasha mendekritkan bahwa "setiap hal harus dilakukan untuk meniadakan kata 'Armenia' di Turki".[102] Di republik Turki pada masa setelah perang, warisan budaya Armenia telah menjadi bahan penghancuran sistematis dalam upaya menghapus keberadaan Armenia.[103][102] Pada 5 Januari 1916, Enver Pasha memerintahkan agar segala tempat yang berasal dari nama Yunani, Armenia, atau Bulgaria diubah, sebuah kebijakan yang sepenuhnya diimplementasikan di republik tersebut pada masa berikutnya, sampai pada 1980-an.[104] Pemakaman massal korban genosida dihancurkan, meskipun banyak yang masih berdiri.[105] Setelah gencatan senjata tahun 1918, dokumen-dokumen yang tak diinginkan dalam arsip-arsip Utsmaniyah dihancurkan secara sistematis.[106] Catatan pengadilan militer pada masa setelah perang di Konstantinopel juga dihilangkan.[107][108] Mengakui bahwa beberapa dokumen arsip mendukung posisinya, pemerintah Turki mengumumkan bahwa arsip-arsip yang sejalan dengan "permasalahan Armenia" akan dibuka pada 1985.[109] Menurut sejarawan Turki Halil Berktay, diplomat Nuri Birgi melakukan pembersihan arsip kedua pada masa itu.[110] Arsip-arsip resmi dibuka pada 1989,[109] namun dalam penerapannya, beberapa arsip masih tersegel, dan akses ke arsip lain dibatasi pada para cendekiawan yang sepemahaman dengan penjelasan Turki resmi.[111][112]
Historiografi Turki
Ketika Mustafa Kemal berpidato pada tahun 1927, yang merupakan fondasi historiografi Kemalis, taktik pembungkaman dan penyangkalan dilakukan untuk menyepakati kekerasan melawan orang-orang Armenia. Dalam pidato lainnya, ia menghadirkan Turki sebagai pihak yang bersih dari segala tindakan yang salah dan sebagai korban kejahatan Armenia yang mengerikan.[113][114][115] Selama beberapa dasawarsa, historiografi Turki menghiraukan genosida Armenia. Salah satu pengecualian awal adalah pelaku genosida Esat Uras, yang menerbitkan The Armenians in History and the Armenian Question pada 1950. Buku Uras, yang kemungkinan ditulis dalam menanggapi klaim-klaim wilayah Soviet setelah Perang Dunia II, adalah novel sintetis dari argumen-argumen sebelumnya yang diberikan oleh Komite Persatuan dan Kemajuan pada masa perang, dan menghubungkan penyangkalan masa perang dengan "penjelasan resmi" mengenai genosida tersebut yang berkembang pada 1980-an.[116][117]
Pada 1980-an, menyusul Armenia mengupayakan pengakuan genosida dan gelombang pembunuhan oleh para militan Armenia, Turki mulai menyatakan penjelasan resmi dari "permasalahan Armenia", yang memandangnya sebagai masalah terorisme kontemporer alih-alih genosida masa lalu. Para pensiunan diplomat direkrut untuk menulis karya-karya denialis, yang dirampungkan tanpa metodologi profesional atau standar etika dan berdasarkan pada informasi arsip terpilah sesuai dengan Turki dan berseberangan dengan Armenia.[118][119][120] Dewan Perguruan Tinggi dibentuk pada 1981 oleh junta militer Turki, dan telah berperan penting dalam mengukuhkan "pembelajaran 'nasional' alternatif dengan sistem rujukannya sendiri", menurut Gürpınar.[121][109] Disamping penelitian akademik, Türkkaya Ataöv mengajarkan kursus universitas pertama tentang "permasalahan Armenia" pada 1983.[109] Pada abad kedua puluh satu, Perhimpunan Sejarah Turki, yang dikenal karena publikasi-publikasi yang memegang pandangan resmi pemerintah Turki, menjadikan salah satu utamanya melawan klaim-klaim genosida.[122][123][124]
Pada sekitar tahun 1990, Taner Akçam, yang bekerja di Jerman, menjadi sejarawan Turki perdana yang mengakui dan mempelajari genosida tersebut.[125] Pada 1990-an, universitas-universitas swasta mulai didirikan di Turki, yang diijinkan menantang pandangan yang didukung negara.[126] Pada 2005, para akademisi di tiga universitas Turki mengadakan sebuah konferensi akademik yang membahas tentang genosida. Dijadwalkan diadakan pada Mei 2005, konferensi tersebut tertunda menyusul kampanye intimidasi, namun kemudian diadakan pada bulan September.[127][128][129] Konferensi tersebut memajukan tantangan besar pertama terhadap mitos pendirian Turki dalam penjelasan umum di negara tersebut[129] dan menghasilkan pembuatan historiografi non-denialis alternatif oleh para akademisi elit di Istanbul dan Ankara, sebanding dengan historiografi denialis saat ini.[130][131] Para akademisi Turki yang menerima dan mempelajari genosida tersebut pada kenyataannya menerima ancaman kematian dan dakwaan karena menghina orang Turki.[132][133] Para cendekiawan Barat umumnya menghiraukan historiografi denialis Turki karena mereka menganggap metodenya tak ilmiah—khususnya dalam pemakaian sumber selektif.[134][135]
Pendidikan
Baik negeri maupun swasta, sekolah-sekolah Turki diwajibkan memakai buku-buku pelajaran sejarah yang disetujui oleh Kementerian Pendidikan.[136][137][139] Negara memakai monopoli ini untuk meningkatkan dukungan untuk posisi denialis resmi,[137][140] menyudutkan orang-orang Armenia dan memandang mereka sebagai musuh.[141][142] Selama berdasawarsa-dasawarsa, buku-buku pelajaran tersebut tak menyebut orang-orang Armenia sebagai bagian dari sejarah Utsmaniyah.[143][144][145] Sejak 1980-an, buku-buku pelajaran membahas "peristiwa tahun 1915", namun mengalihkan kesalahan dari pemerintahan Utsmaniyah ke pihak lain. Mereka menuduh kekuatan-kekuatan imperialis telah menghasut orang-orang Armenia mengacaukan kekaisaran, dan menuduh bahwa orang-orang Armenia melakukan perangai khianat atau menimbulkan ancaman. Beberapa buku pelajaran menyatakan bahwa deportasi tersebut terjadi dan orang-orang Armenia meninggal, namun menghadirkan tindakan tersebut sebagai kebutuhan dan pembenaran. Sejak 2005, buku-buku pelajaran menuduh orang-orang Armenia mendalangi genosida melawan Muslim Turki.[144][146][147] Pada 2003, para murid dari setiap kelas ditugaskan untuk menulis esai yang menyangkali genosida tersebut.[148]
Masyarakat
Selama berdasawarsa-dasawarsa, genosida tersebut menjadi hal tabu dalam masyarakat Turki.[149] Göçek menyatakan bahwa ini adalah interaksi antara negara dan masyarakat yang sangat gigih membuat penyangkalan.[150] Selain negara Turki, para intelektual dan masyarakat sipil Turki juga menyangkali genosida tersebut.[151] Karya-karya fiksi Turki yang menyinggung genosida tersebut seringkali menyangkalinya, sesambil mengklaim bahwa penjelasan fiksi tersebut berdasarkan pada kisah nyata.[152] Tak banyak orang di timur Turki yang menyatakan akan ingatan dari peristiwa tersebut, pakar genosida Uğur Ümit Üngör berkata bahwa "pemerintah Turki menyangkal sebuah genosida agar penduduknya sendiri mengingatnya."[153] Negara Turki dan kebanyakan masyarakat juga bertindak bungkam terhadap penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap etnis lain di Kekaisaran Utsmaniyah dan Republik Turki melawan orang-orang Yunani, Asiria, Kurdi, Yahudi dan Alevi.[56][154][155]
Kebanyakan Turki mendukung kebijakan negara terkait penyangkalan genosida. Beberapa orang sepakat bahwa pembantaian tersebut terjadi namun memandangnya sebagai tindak yang dibenarkan terhadap perangai khianat Armenia.[156][157] Kebanyakan orang masih menganggap orang-orang Armenia sebagai kolom kelima.[69] Menurut Halil Karaveli, "kata tersebut [genosida] mengutip reaksi yang sangat emosional di kalangan orang Turki dari sepanjang perjalanan masyarakat dan setiap kecenderungan ideologi".[158] Wartawan Armenia–Turki Hrant Dink berbicara terbuka dalam dukungannya dalam menghadapi kebenaran sejarah untuk mencapai masyarakat dan rekonsiliasi yang lebih baik antar kelompok etnis. Ia didakwa karena menghina orang Turki dan dibunuh pada 2007 oleh seorang ultranasionalis Turki.[159][160] Pada 2013, sebuah kajian yang menguji para mahasiswa Turki di Amerika Serikat menemukan bahwa 65% sepakat dengan pandangan resmi bahwa kematian Armenia terjadi akibat "perang antar-komunal" dan 10% lainnya menyalahkan orang-orang Armenia yang menyebabkan kekerasan.[161] Sebuah survei tahun 2014 menemukan bahwa hanya 9% warga Turki yang berpikir bahwa pemerintah mereka harus mengakui genosida tersebut.[8][9] Kebanyakan orang meyakini bahwa pengakuan semacam itu diberlakukan oleh orang-orang Armenia dan kekuatan asing agar tak memberikan keuntungan bagi Turki.[162] Kebanyakan orang Kurdi, yang juga mengalami penindasan politik di Turki, mengakui dan mengecam genosida tersebut.[163][164]
Politik
Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang beraliran konservatif Islam berkuasa pada 2002[165][166] dan memegang pandangan sejarah yang mengkritik Komite Persatuan dan Pembangunan dan era Republik awal. Pendirian tersebut awalnya berujung pada beberapa liberalisasi dan persebaran pandangan yang lebih luas yang dapat dinyatakan di ruang terbuka. AKP menyatakan kesepakatannya terhadap "peristiwa tahun 1915" sebagai alternatif untuk penyangkalan genosida dan pengakuan genosida, dengan menyatakan penderitaan bersama.[167][168] Sepanjang waktu, dan khususnya sejak kudeta gagal tahun 2016, pemerintahan AKP menjadi makin otoritarian. Penindasan politik dan penyensoran menjadikan orang-orang makin sulit untuk membahas topik-topik kontroversial seperti genosida Armenia.[169] Hingga 2020[update], seluruh partai politik besar di Turki, kecuali Partai Demokratik Rakyat (HDP) yang beraliran pro-Kurdi, serta sejumlah besar media pro- dan anti-pemerintahan dan organisasi perhimpunan sipil, mendukung penyangkalan. Pihak pemerintah maupun oposisi sama-sama sangat menentang pengakuan genosida di negara-negara lain.[170] Tidak ada anggota pemerintah Turki yang menganggap apa yang terjadi pada orang-orang Armenia sebagai kejahatan, apalagi genosida.[171][172][173] Pada 24 April 2019, perdana menteri Recep Tayyip Erdoğan bercuit, "Pemindahan geng-geng Armenia dan para pendukung mereka ... merupakan tindakan paling masuk akal yang dapat dilakukan pada periode semacam itu".[174]
Hubungan luar negeri Turki
Turki berupaya untuk menyatakan penyangkalan genosidanya di luar negeri semenjak 1920-an,[175][176] atau, dengan kata lain, terhadap genosida itu sendiri.[177][178] Upaya seabad Turki untuk menyangkal genosida Armenia dengan menjauhkan genosida tersebut dari pihak lain dalam sejarah. Menurut pakar genosida Roger W. Smith, "Tak ada contoh lain dari sebuah pemerintahan yang memiliki sikap ekstrim semacam itu untuk menyangkali sebuah genosida masif yang terjadi."[7] Keutamaan kemampuan Turki untuk menyangkali genosida tersebut dan mengecam pengakuannya adalah posisi strategis negara tersebut di Timur Tengah, aliansi Perang Dingin dengan Barat, dan keanggotaan NATO.[179][180] Para sejarawan menyebut peran lain dalam membolehkan penyangkalan genosida oleh Turki sebagai bentuk kolusi.[181][182][183]
Pada Konferensi Lausanne 1922–1923, para perwakilan Turki mengulang versi sejarah Armenia yang berkembang pada masa perang.[184] Pengesahan Traktat Lausanne membatalkan Traktat Sèvres yang sebelumnya telah memandatkan pendakwaan para penjahat perang Utsmaniyah dan pengembalian harta benda terhadap para penyintas Kristen. Sehingga, Lausanne memberikan kekebalan kepada seluruh pelaku.[185][186] Setelah kudeta militer Turki 1980, Turki mengembangkan cara melawan klaim-klaim genosida yang lebih terinstitusionalisasi. Pada 1981, kemenlu mendirikan sebuah jawatan terdedikasi (İAGM) yang secara khusus mempromosikan pandangan Turki terhadap genosida Armenia.[187] Pada 2001, sentralisasi lebih lanjut menciptakan Komite Mengkoordinasi Perjuangan terhadap Klaim-klaim Genosida Tak Berdasar (ASİMKK). Institut Riset Armenia, sebuah wadah pemikir yang secara khusus menyoroti masalah Armenia, dibentuk pada 2001 menyusul pengakuan Parlemen Prancis terhadap genosida tersebut.[188] ASİMKK dibubarkan setelah referendum konstitusional Turki 2017.[189]
Menurut sosiolog Levon Chorbajian, Turki memiliki "modus operandi yang masih sepenuhnya konsisten dan memperjuangkan pendirian maksimalis, tanpa menawarkan kompromi meskipun terkadang mengisyaratkannya, dan melakukan intimidasi dan ancaman."[190][179] Dimotivasi oleh kepercayaan akan konspirasi Yahudi global, kemenlu Turki merekrut Yahudi Turki untuk ikut serta dalam upaya denialis. Para pemimpin Yahudi Turki membantu mengurungkan resolusi-resolusi yang mengakui genosida tersebut, dan menghindarkan penyebutannya di konferensi-konferensi akademik dan museum-museum Holokaus.[191] Hingga 2015[update], Turki menggelontorkan jutaan dolar setiap tahun untuk melakukan lobi melawan pengakuan genosida tersebut.[192] Pada 2020, Akçam berkata bahwa Turki sepenuhnya kalah perang informasi atas genosida Armenia pada ranah akademik dan diplomatik. Penjelasan resminya diperlakukan seperti denialisme biasa.[189]
Jerman
Dari 1915 sampai 1918, Jerman dan Kesultanan Utsmaniyah mengadakan "upaya propaganda penyangkalan bersama."[194] Surat-surat kabar Jerman berulang kali menyangkal bahwa pemerintahan Utsmaniyah melakukan kejahatan dan mengisahkan dugaan pengkhianatan Armenia.[195][196] Buku panduan penyensoran pemerintah mewajibkan pembatasan ketat terhadap pernyataan tentang orang-orang Armenia, meskipun hukuman bagi para pelanggarnya bersifat ringan.[197] Pada 11 Januari 1916, deputi sosialis Karl Liebknecht menyatakan masalah genosida dalam Reichstag, mendapatkan pernyataan bahwa pemerintahan Utsmaniyah "telah memaksa, karena pergerakan sigap musuh mereka, untuk memindahkan penduduk Armenia ke wilayah tertentu, dan menjadikannya tempat tinggal mereka yang baru." Pernyataan Liebknecht tersebut disambut dengan tertawaan.[198][199] Pada pengadilan tahun 1921 terhadap Soghomon Tehlirian atas pembunuhan Talat Pasha, sangat banyak bukti yang menyatakan bahwa penyangkalan tersebut tak dapat dipertahankan. Golongan kebangsaan Jerman kemudian menggambarkan apa yang mereka ketahui sebagai pemusnahan intensional orang Armenia sebagai pembenaran.[200]
Pada Maret 2006, kelompok-kelompok kebangsaan Turki mengadakan dua kirab di Berlin yang ditujukan untuk memperingati "pembunuhan Talat Pasha" dan mengecam "kebohongan genosida." Para politikus Jerman mengkritik kirab tersebut, dan penindakannya rendah.[201] Ketika Bundestag memutuskan untuk mengakui genosida Armenia pada 2016, media Turki amat mengkritik resolusi tersebut dan sebelas deputi berdarah Turki mendapatkan perlindungan polisi karena ancaman pembunuhan.[202] Komunitas Turki besar di Jerman dikutip sebagai alasan kenapa pemerintah ragu-ragu[203] dan organisasi-organisasi Turki melakukan lobi terhadap resolusi tersebut dan mengadakan unjuk rasa.[204]
Amerika Serikat
Sejarawan Donald Bloxham menyatakan bahwa, "Dalam esensi paling nyata, 'penyangkalan genosida' diterima dan dilanjutkan oleh pemerintahan Amerika Serikat sebelum istilah genosida dicetuskan."[205][206] Di Turki pada masa antar-perang, para diplomat Amerika Serikat berpengaruh seperti Mark L. Bristol dan Joseph Grew memajukan pandangan golongan kebangsaan Turki bahwa genosida Armenia adalah perang melawan unsur-unsur imperialisme.[206][207] Pada 1922, sebelum menerima konsesi Chester, Colby Chester berpendapat bahwa umat Kristen dari Anatolia tak dibantai. Tulisannya menampilkan banyak tema dari penyangkalan genosida berikutnya.[208][209] Pada 1930an, kedubes Turki menghalangi rencana adaptasi film terhadap novel populer karangan Franz Werfel berjudul The Forty Days of Musa Dagh oleh perusahaan Amerika Serikat MGM, dengan mengancam akan memboikot film-film Amerika. Kedubes Turki, dengan dukungan Kemenlu AS, mengupayakan penurunan layar terhadap film tersebut pada 1950-an dan 1960-an.[205][210]
Turki memulai lobi politik pada sekitar tahun 1975.[211] Şükrü Elekdağ, dubes Turki untuk AS dari 1979 sampai 1989, bekerja keras untuk melawan tren pengakuan genosida Armenia dengan mempengaruhi para akademisi, kepentingan bisnis dan kelompok Yahudi.[212] Para anggota komite United States Holocaust Memorial Museum melaporkan Elekdağ berkata kepada mereka bahwa keselamatan Yahudi di Turki tak terjamin jika museum tersebut menyoroti genosida Armenia.[213] Pada masa penugasannya, Institute of Turkish Studies (ITS) dibentuk, didanai $3 juta dari Turki, dan negara tersebut menggelontorkan $1 juta setiap tahun untuk hubungan masyarakat.[212] Pada 2000, Elekdağ mengeluhkan bahwa ITS telah "kehilangan fungsinya dan keefektifannya."[211] Turki mengancam memotong akses Amerika Serikat ke pangkalan-pangkalan udara penting di Turki karena telah mengakui genosida tersebut.[179] Pada 2007, sebuah resolusi Kongresional untuk pengakuan genosida gagal karena tekanan Turki. Para penentang UU tersebut berkata bahwa genosida telah terjadi, namun menentang pengakuan resminya karena berdampak pada hubungan baik dengan Turki.[214] Setiap tahun sejak 1994, presiden Amerika Serikat mengeluarkan pesan peringatan pada 24 April. Turki terkadang melakukan tekanan-tekanan untuk menghindarkan presiden dari pemakaian kata "genosida".[192][215] Pada 2019, kedua dewan Kongres mengesahkan resolusi yang secara resmi mengakui genosida tersebut.[180][216] Pada 24 April 2021, bertepatan dengan Hari Peringatan Genosida Armenia, Presiden Joe Biden menyebut peristiwa tersebut sebagai "genosida" dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Gedung Putih.[217]
Britania Raya
Pada sekitar tahun 2000, pengacara HAM Geoffrey Robertson menyatakan, "penyangkalan genosida telah mengakar sendiri dalam Departemen Timur [dari Foreign and Commonwealth Office (FCO)] ... sedemikian rupa sehingga mengarahkan para menteri dengan mengabaikan fakta-fakta yang mudah dipastikan", seperti catatannya sendiri dari masa itu.[218] Pada 2006, dalam sebuah tanggapan terhadap debat yang dilakukan oleh anggota parlemen Steven Pound, seorang perwakilan FCO berkata bahwa Britania Raya tak mengakui genosida tersebut karena "buktinya tidak cukup tegas".[219]
Israel
Menurut sejarawan Rıfat Bali dan Marc David Baer, penyangkalan genosida Armenia menjadi faktor paling penting dalam normalisasi hubungan Israel dengan Turki.[220] Konferensi Holokaus dan Genosida Internasional tahun 1982, yang diadakan di Tel Aviv, meliputi enam ceramah tentang genosida Armenia. Turki mengancam bahwa jika konferensi tersebut diadakan, negara tersebut akan menutup perbatasannya terhadap para pengungsi Yahudi dari Iran dan Suriah, yang membuatnya nyawa mereka berada dalam bahaya. Akibatnya, Kementerian Luar Negeri Israel bergabung dalam upaya yang sepenuhnya gagal untuk membantalkan konferensi tersebut.[221]
Pada April 2001, sebuah surat kabar Turki mengutip menlu Shimon Peres berkata, "Kami menolak upaya menciptakan kemiripan antara Holokaus dan tuduhan Armenia. Tak ada yang mirip dengan kejadian Holokaus. Ini adalah tragedi yang dialami oleh orang-orang Armenia, namun bukan genosida."[222][223] Menurut Charny dan Auron, pernyataan ini menyilangkan garis penyangkalan aktif genosida Armenia.[224] Pakar Eldad Ben Aharon menyatakan bahwa Peres singkatnya menjelaskan apa yang telah menjadi kebijakan Israel sejak 1948.[223] Hubungan Israel dengan Turki merenggang pada akhir 2010-an, namun hubungan Israel dengan Azerbaijan bersifat dekat dan Asosiasi Internasional Azerbaijan–Israel telah melakukan lobi menentang pengakuan genosida tersebut.[225]
Referensi
Kutipan
- ^ * Marchand, Laure; Perrier, Guillaume (2015). Turkey and the Armenian Ghost: On the Trail of the Genocide (dalam bahasa Inggris). McGill-Queen's Press. hlm. 111–112. ISBN 978-0-7735-9720-4.
The Iğdır genocide monument is the ultimate caricature of the Turkish government's policy of denying the 1915 genocide by rewriting history and transforming victims into guilty parties.
- Hovannisian 2001, hlm. 803.
- Cheterian 2015, hlm. 65–66
- Gürpınar 2016, hlm. 234
- ^ a b Dadrian 2003, hlm. 270–271; Chorbajian 2016, hlm. 168;
- Ihrig 2016, hlm. 10–11
- Gürpınar 2016, hlm. 234
- Cheterian 2018a, hlm. 189
- ^ a b konsensus akademik:
- Bloxham, Donald (2003). "Determinants of the Armenian Genocide". Looking Backward, Moving Forward (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 23–50. doi:10.4324/9780203786994-3. ISBN 978-0-203-78699-4.
Despite growing scholarly consensus on the fact of the Armenian Genocide...
- Suny 2009, hlm. 935
- Göçek 2015, hlm. 1
- Smith 2015, hlm. 5
- Laycock, Jo (2016). "The Great Catastrophe". Patterns of Prejudice. 50 (3): 311–313. doi:10.1080/0031322X.2016.1195548.
... important developments in the historical research on the genocide over the last fifteen years... have left no room for doubt that the treatment of the Ottoman Armenians constituted genocide according to the United Nations Convention on the Prevention and Punishment of Genocide.
- Kasbarian, Sossie; Öktem, Kerem (2016). "One Hundred Years Later: the Personal, the Political and the Historical in Four New Books on the Armenian Genocide". Caucasus Survey. 4 (1): 92–104. doi:10.1080/23761199.2015.1129787.
... the denialist position has been largely discredited in the international academy. Recent scholarship has overwhelmingly validated the Armenian Genocide...
- "Taner Akçam: Türkiye'nin, soykırım konusunda her bakımdan izole olduğunu söyleyebiliriz". CivilNet (dalam bahasa Turki). 9 July 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 January 2021. Diakses tanggal 19 December 2020.
- Bloxham, Donald (2003). "Determinants of the Armenian Genocide". Looking Backward, Moving Forward (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 23–50. doi:10.4324/9780203786994-3. ISBN 978-0-203-78699-4.
- ^ Suny 2015, hlm. xii–xiii
- ^ Bloxham 2005, hlm. 234.
- ^ a b c Kekerasan mendasar:
- Bloxham 2005, hlm. 111
- Kévorkian 2011, hlm. 810
- Göçek 2015, hlm. 19
- Suny 2015, hlm. 349, 365
- Kieser, Hans-Lukas; Öktem, Kerem; Reinkowski, Maurus (2015). "Introduction". World War I and the End of the Ottomans: From the Balkan Wars to the Armenian Genocide (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. ISBN 978-0-85772-744-2.
We are of the firm opinion, strengthened by the contributions in this volume, that the single most important reason for this inability to accept culpability is the centrality of the Armenian massacres for the formation of the Turkish nation-state. The deeper collective psychology within which this sentiment rests assumes that any move toward acknowledging culpability will put the very foundations of the Turkish nation-state at risk and will lead to its steady demise.
- Chorbajian 2016, hlm. 169
- ^ a b Kekhasan upaya penyangkalan Turki:
- Smith, Roger W. (2006). "The Significance of the Armenian Genocide after Ninety Years". Genocide Studies and Prevention. 1 (2): i–iv. doi:10.3138/G614-6623-M16G-3648.
The Armenian Genocide, in fact, illuminates with special clarity the dangers inherent in the political manipulation of truth through distortion, denial, intimidation, and economic blackmail. In no other instance has a government gone to such extreme lengths to deny that a massive genocide took place.
- Avedian 2013, hlm. 79
- Akçam 2018, hlm. 2–3
- Tatz, Colin (2018). "Why is the Armenian Genocide not as well known?". Dalam Bartrop, Paul R. Modern Genocide: Analyzing the Controversies and Issues (dalam bahasa Inggris). ABC-CLIO. hlm. 71. ISBN 978-1-4408-6468-1.
Uniquely, the entire apparatus of a nation-state has been put to work to amend, ameliorate, deflect, defuse, deny, equivocate, justify, obfuscate, or simply omit the events. No other nation in history has so aggressively sought the suppression of a slice of its history, threatening everything from breaking off diplomatic or trade relations, to closure of air bases, to removal of entries on the subject in international encyclopedias.
- Smith, Roger W. (2006). "The Significance of the Armenian Genocide after Ninety Years". Genocide Studies and Prevention. 1 (2): i–iv. doi:10.3138/G614-6623-M16G-3648.
- ^ a b Demirel & Eriksson 2020, hlm. 11.
- ^ a b "Only 9 Percent of Turks say Armenian Killings Genocide: Poll". The Daily Star. AFP. 13 January 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 November 2020. Diakses tanggal 31 December 2020.
- ^ Maranci, Christina (2002). "The Art and Architecture of Baghesh/Bitlis and Taron/Mush". Dalam Richard G. Hovannisian. Armenian Baghesh/Bitlis and Taron/Mush. Mazda Press. hlm. 120–122. ISBN 978-1-56859-136-0.
- ^ Suny, Ronald Grigor (1993). Looking Toward Ararat: Armenia in Modern History (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. hlm. 3, 30. ISBN 978-0-253-20773-9.
- ^ Suny 2015, hlm. xiv.
- ^ Suny 2015, hlm. 26–27, 43–44.
- ^ Suny 2015, hlm. 105.
- ^ Kévorkian 2011, hlm. 11, 71.
- ^ Suny 2015, hlm. 129, 170–171.
- ^ Göçek 2015, hlm. 204, 206.
- ^ Suny 2015, hlm. 127–129, 133, 170–171.
- ^ Göçek 2015, hlm. 62, 150.
- ^ a b Maksudyan, Nazan (2019). ""This Is a Man's World?": On Fathers and Architects". Journal of Genocide Research. 21 (4): 540–544 [542]. doi:10.1080/14623528.2019.1613816.
Kaum nasionalis Turki mengikuti pola yang telah ditetapkan dengan tegas setelah pembantaian Hamidian, meskipun penelitian baru, mungkin membawa kronologi kejahatan dan penyangkalan tanpa hukuman lebih jauh ke belakang, pada paruh pertama abad kesembilan belas. Dalam setiap kasus kekerasan terhadap non-Muslim, reaksi pertama negara, meskipun terjadi perubahan rezim bersama dengan tokoh-tokoh yang terlibat, adalah penyangkalan.
- ^ Göçek 2015, hlm. 246–247.
- ^ Suny 2015, hlm. 154–155, 189.
- ^ Suny 2015, hlm. 184–185.
- ^ Kévorkian 2011, hlm. 137.
- ^ Suny 2015, hlm. 185.
- ^ Suny 2015, hlm. 223–224.
- ^ Suny 2015, hlm. 218.
- ^ a b Suny 2015, hlm. 243–244.
- ^ Dadrian 2003, hlm. 277.
- ^ Kaligian 2014, hlm. 217.
- ^ Suny 2015, hlm. 236.
- ^ Kieser 2018, hlm. 225.
- ^ Suny 2015, hlm. 244–245. "Setiap insiden perlawanan Armenia, setiap penemuan gudang senjata, berubah menjadi visi pemberontakan Armenia yang terkoordinasi dan tersebar luas... Deportasi yang seolah-olah diambil karena alasan militer, dengan cepat menjadi radikal secara mengerikan menjadi kesempatan untuk menyingkirkan Anatolia sekaligus dan bagi semua orang, itu dianggap sebagai ancaman eksistensial yang mungkin segera terjadi untuk masa depan kekaisaran."
- ^ Akçam 2018, hlm. 158.
- ^ Akçam, Taner (2019). "When Was the Decision to Annihilate the Armenians Taken?". Journal of Genocide Research. 21 (4): 457–480 [457]. doi:10.1080/14623528.2019.1630893.
Most scholars placed the possible date(s) for a final decision at the end of March (or beginning of April).
- ^ Suny 2015, hlm. 256–257.
- ^ Ihrig 2016, hlm. 109.
- ^ Dadrian 2003, hlm. 274.
- ^ Kaiser, Hilmar (2010). "Genocide at the Twilight of the Ottoman Empire". Dalam Bloxham, Donald; Moses, A. Dirk. The Oxford Handbook of Genocide Studies (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 383. ISBN 978-0-19-923211-6.
Deportasi Armenia bukanlah hasil dari pemberontakan Armenia. Sebaliknya, orang-orang Armenia dideportasi ketika tidak ada gangguan bahaya dari luar. Jadi orang-orang Armenia dekat garis depan, sering dibantai di tempat dan tidak dideportasi. Deportasi bukanlah tindakan pengamanan terhadap pemberontakan, tetapi bergantung pada ketiadaan mereka.
- ^ Suny 2009, hlm. 945
Dadrian 2003, hlm. 275. - ^ Dadrian & Akçam 2011, hlm. 18.
- ^ Morris, Benny; Ze'evi, Dror (2019). The Thirty-Year Genocide: Turkey's Destruction of Its Christian Minorities, 1894–1924. Harvard University Press. hlm. 486. ISBN 978-0-674-91645-6.
- ^ Ekmekçioğlu 2016, hlm. 4.
- ^ Akçam 2012, hlm. 289–290, 331.
- ^ Dixon 2010b, hlm. 105–106.
- ^ Akçam 2012, hlm. 341. "Berdasarkan Makalah Kementerian Dalam Negeri dari periode tersebut, dapat dengan yakin ditegaskan bahwa tujuan Komite Persatuan dan Kemajuan bukanlah memukimkan kembali para penduduk Armenia di Anatolia dan kompensasi yang setara atas barang-barang dan harta benda yang terpaksa mereka tinggalkan. Sebaliknya, penyitaan dan penggunaan barang-barang orang Armenia, selanjutnya dengan jelas menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah Unionis dimaksudkan untuk sepenuhnya menghilangkan semua kemungkinan kelangsungan hidup orang Armenia."
- ^ Göçek 2015, hlm. 250. "Kesetaraan palsu dari kekerasan Armenia dengan versi kekerasan Turki tersebut, menutupi perbedaan antara dua penderitaan, dengan mengabaikan dua faktor. Secara skala, kedua penderitaan-penderitaan tersebut jelas jauh berbeda. Kekerasan yang diderita Muslim di wilayah timur, menyebabkan kematian paling banyak 60.000 Muslim, tetapi kekerasan kolektif yang dilakukan Komite Persatuan dan Kemajuan mengakibatkan kematian setidaknya 800.000 orang Armenia."
- ^ Avedian 2012, hlm. 814 fn. 102.
- ^ de Waal 2015, hlm. 51–52.
- ^ Cheterian 2018a, hlm. 189–190.
- ^ Definitions of denial:
- Hovannisian 2015, hlm. 244.
- Smith 2015, hlm. 6
- Göçek 2015, hlm. 13
- Ihrig 2016, hlm. 12
- ^ Göçek 2015, hlm. 63
Hovannisian 2015, hlm. 229
Akçam 2018, hlm. 3
Cheterian 2018a, hlm. 195
Bloxham 2005, hlm. 111; Avedian 2013, hlm. 79. - ^ a b Mamigonian 2015, hlm. 61–62
- ^ Akçam 2018, hlm. 3.
- ^ Dundar, Fuat (2010). Crime of Numbers: The Role of Statistics in the Armenian Question (1878–1918) (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 132. ISBN 978-1-351-52503-9.
- ^ a b Chorbajian 2016, hlm. 170.
- ^ Chorbajian 2016, hlm. 171–172.
- ^ Varnava, Andrekos (2016). "Book Review: Denial of Violence: Ottoman Past, Turkish Present and Collective Violence against the Armenians, 1789–2009". Genocide Studies and Prevention. 10 (1): 121–123. doi:10.5038/1911-9933.10.1.1403 . ISSN 1911-0359.
- ^ a b Hovannisian 2015, hlm. 229.
- ^ Göçek 2015, hlm. 248–249.
- ^ Kévorkian 2011, hlm. 810.
- ^ Akçam 2012, hlm. 361–362.
- ^ Avedian 2012, hlm. 813.
- ^ Üngör, Uğur Ümit (2008). "Geographies of Nationalism and Violence: Rethinking Young Turk 'Social Engineering'". European Journal of Turkish Studies. Social Sciences on Contemporary Turkey (dalam bahasa Inggris) (7). doi:10.4000/ejts.2583 . ISSN 1773-0546.
- ^ Zürcher 2011, hlm. 308
- ^ a b Zürcher 2011, hlm. 316. "
- ^ Avedian 2012, hlm. 806; Cheterian 2015, hlm. 155; Baer 2020, hlm. 83; Dixon 2010a, hlm. 468
- ^ Kieser 2018, hlm. 385–386.
- ^ a b Ekmekçioğlu 2016, hlm. 7. "
- ^ Ulgen 2010, hlm. 376–377.
- ^ Suny 2015, hlm. 340–341.
- ^ Bloxham 2005, hlm. 101–102.
- ^ Adalian, Rouben Paul (1999). "Ataturk, Mustafa Kemal". Dalam Charny, Israel W. Encyclopedia of Genocide: A–H (dalam bahasa Inggris). ABC-CLIO. ISBN 978-0-87436-928-1.
- ^ Avedian 2012, hlm. 818.
- ^ Kieser 2018, hlm. 319–320.
- ^ Kévorkian 2011, hlm. 810–811.
- ^ Göçek 2011, hlm. 45–46. "First, none of these works, originally penned around the time of the events of 1915, question the occurrence of the Armenian "massacres" ("genocide" did not yet exist as a term)... The later ones, increasingly imbued with protonationalist sentiments, view the committed crimes as a duty necessary for the establishment and preservation of a Turkish fatherland."
- ^ a b Avedian 2012, hlm. 816.
- ^ Ulgen 2010, hlm. 378–380.
- ^ Ulgen 2010, hlm. 371.
- ^ Baer 2020, hlm. 79.
- ^ Zürcher 2011, hlm. 312.
- ^ Kieser 2018, hlm. 419.
- ^ Göçek 2015, hlm. 267.
- ^ Aybak 2016, hlm. 14.
- ^ Akçam 2012, hlm. xi.
- ^ Hofmann, Tessa (2016). "Open Wounds: Armenians, Turks, and a Century of Genocide by Vicken Cheterian". Histoire sociale/Social history. 49 (100): 662–664. doi:10.1353/his.2016.0046.
The foundation of the Turkish republic and the CUP's genocide perpetrators are to this day commemorated with pride. Mosques, schools and kindergartens, boulevards and public squares in Turkey continue to bear the name of high ranking perpetrators.
Kieser 2018, hlm. xii
Avedian 2012, hlm. 816 - ^ Kévorkian 2011, hlm. 811.
- ^ Arango, Tim (16 April 2015). "A Century After Armenian Genocide, Turkey's Denial Only Deepens". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 April 2015. Diakses tanggal 15 December 2020.
- ^ Gürpınar 2013, hlm. 420. "...the official narrative on the Armenian massacres constituted one of the principal pillars of the regime of truth of the Turkish state. Culpability for these massacres would incur enormous moral liability; tarnish the self-styled claim to national innocence, benevolence and self-reputation of the Turkish state and the Turkish people; and blemish the course of Turkish history. Apparently, this would also be tantamount to casting doubt on the credibility of the foundational axioms of Kemalism and the Turkish nation-state."
- ^ Bilali 2013, hlm. 29.
- ^ Dixon 2010b, hlm. 106.
- ^ Dixon 2010b, hlm. 107.
- ^ a b Akçam 2012, hlm. xii.
- ^ Avedian 2012, hlm. 799.
- ^ Akçam 2012, hlm. xi. "'National security' not only explained and justified the traumatic events of the past but would also support the construction of genocide denial in the future. Thereafter, an open and frank discussion of history would be perceived as a subversive act aimed at partitioning the state. Well into the new millennium, Turkish citizens who demanded an honest historical accounting were still being treated as national security risks, branded as traitors to the homeland or dupes of hostile foreign powers, and targeted with threats."
- ^ Gürpınar 2016, hlm. 224–225.
- ^ Dixon, Jennifer M. (2018). Dark Pasts: Changing the State's Story in Turkey and Japan (dalam bahasa Inggris). Cornell University Press. hlm. 42. ISBN 978-1-5017-3025-2.
- ^ Akçam 2018, hlm. 157.
- ^ Demirdjian 2018, hlm. 13.
- ^ Zürcher 2011, hlm. 316.
- ^ a b Chorbajian 2016, hlm. 173.
- ^ Cheterian 2015, hlm. 65.
- ^ Akçam 2012, hlm. 54–55; Cheterian 2015, hlm. 64–65; Chorbajian 2016, hlm. 174; MacDonald 2008, hlm. 121.
- ^ Üngör 2014, hlm. 165–166.
- ^ de Waal 2015, hlm. 54.
- ^ Akçam 2012, hlm. 6.
- ^ Akçam 2018, hlm. 8.
- ^ a b c d Dixon 2010a, hlm. 473.
- ^ Cheterian 2018a, hlm. 205.
- ^ Auron 2003, hlm. 259.
- ^ Dixon 2010a, hlm. 473–474.
- ^ Baer 2020, hlm. 82.
- ^ Göçek 2011, hlm. 43–44.
- ^ Ulgen 2010, hlm. 384–386, 390.
- ^ Mamigonian 2015, hlm. 63.
- ^ Gürpınar 2016, hlm. 219–220.
- ^ Baer 2020, hlm. 116–117.
- ^ Göçek 2011, hlm. 44.
- ^ Bayraktar 2015, hlm. 802.
- ^ Gürpınar 2013, hlm. 423.
- ^ Galip 2020, hlm. 153.
- ^ Gürpınar 2013, hlm. 421.
- ^ Göçek 2015, hlm. 293.
- ^ de Waal 2015, hlm. 182; Suny 2009, hlm. 938; Cheterian 2015, hlm. 140–141; Gürpınar 2013, hlm. 419.
- ^ Göçek 2015, hlm. 468.
- ^ Suny 2009, hlm. 942.
- ^ Bayraktar 2015, hlm. 804–805.
- ^ a b Gürpınar 2013, hlm. 419–420.
- ^ Gürpınar 2013, hlm. 420, 422, 424.
- ^ Erbal 2015, hlm. 786–787.
- ^ de Waal 2015, hlm. 182.
- ^ Freely, Maureen (23 October 2005). "'I Stand by My Words. And Even More, I Stand by My Right to Say Them...'". The Guardian (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 January 2021.
- ^ Göçek 2015, hlm. 2. "Because of this partial use of sources, the Western scholarly community finds the ensuing Turkish official discourse unscientific, propagandistic, and rhetorical and therefore does not address or engage it."
- ^ Erbal 2015, hlm. 786.
- ^ Ekmekçioğlu 2016, hlm. xii.
- ^ a b Göçek 2015, hlm. 63–64.
- ^ Kale, Yeliz (2018). "The Opinions of Author Related to Trade Books Published for Students in History Teaching". Tarih Kültür ve Sanat Araştırmaları Dergisi. 7 (3). ISSN 2147-0626.
- ^ Beberapa sekolah swasta dan sejumlah kecil sekolah negeri juga memakai buku-buku pelajaran alternatif yang tak diakui oleh Kementerian Pendidikan.[138]
- ^ Dixon 2010b, hlm. 105.
- ^ Aybak 2016, hlm. 13. "This officially distributed educational material reconstructs the history in line with the denial policies of the government portraying the Armenians as backstabbers and betrayers, who are portrayed as a threat to the sovereignty and identity of modern Turkey. The demonization of the Armenians in Turkish education is a prevailing occurrence that is underwritten by the government to reinforce the denial discourse."
- ^ Galip 2020, hlm. 186. "Additionally, for instance, the racism and language of hatred in officially approved school textbooks is very intense. These books still show Armenians as the enemies, so it would be necessary for these books to be amended..."
- ^ Cheterian 2015, hlm. 64.
- ^ a b Gürpınar 2016, hlm. 234.
- ^ Dixon 2010b, hlm. 104.
- ^ Dixon 2010b, hlm. 104, 116–117.
- ^ Bilali 2013, hlm. 19–20.
- ^ Dixon 2010b, hlm. 115.
- ^ Bilali 2013, hlm. 19.
- ^ Göçek 2015, hlm. 4, 10.
- ^ Erbal 2012, hlm. 52. "Turkish civil society and the academic and intellectual establishment within that civil society have also been either actively in denial or in some cases in service of a denialist state agenda or standing passively silent – another form of denial – for over 90 years."
- ^ Galip, Özlem Belçim (2019). "The Armenian Genocide and Armenian Identity in Modern Turkish Novels". Turkish Studies. 20 (1): 92–119 [99]. doi:10.1080/14683849.2018.1439383.
- ^ Üngör 2014, hlm. 147.
- ^ Galip 2020, hlm. 95.
- ^ Erbal 2015, hlm. 785.
- ^ Demirel & Eriksson 2020, hlm. 9. "Turkish people['s]... narratives were based on the idea that Armenians were the perpetrators and that the Turks were the 'real' victims... the dominant Turkish response is a rejection of genocide allegations. The massacres, when admitted, are justified by the Turkish narrative of an alleged Armenian betrayal and the slaughter of Turks by Armenians. Losses during the exile are excused via a narrative of disease, and the attacks of rogue gangs."
- ^ Göçek 2015, hlm. 1.
- ^ Karaveli, Halil (2018). Why Turkey is Authoritarian: From Atatürk to Erdoğan (dalam bahasa Inggris). Pluto Press. hlm. 27. ISBN 978-0-7453-3756-2.
- ^ Oranlı, Imge (2021). "Epistemic Injustice from Afar: Rethinking the Denial of Armenian Genocide". Social Epistemology. 35 (2): 120–132. doi:10.1080/02691728.2020.1839593.
- ^ Kasbarian, Sossie; Öktem, Kerem (2014). "Armenians, Turks and Kurds beyond denial: an introduction". Patterns of Prejudice. 48 (2): 115–120 [115–116]. doi:10.1080/0031322X.2014.910893.
- ^ Bilali 2013, hlm. 25, 28.
- ^ Göçek 2015, hlm. 477.
- ^ Cheterian 2015, hlm. 273–275.
- ^ Galip 2020, hlm. 162–163.
- ^ Galip 2020, hlm. 60.
- ^ Cheterian 2018a, hlm. 203–204.
- ^ (Gürpınar 2013, hlm. 425–426)
- ^ Palabiyik, Mustafa Serdar (2018). "Politicization of Recent Turkish History: (Ab)use of History as a Political Discourse in Turkey". Turkish Studies. 19 (2): 240–263 [254–255]. doi:10.1080/14683849.2017.1408414.
... unlike the CHP, some AKP sympathizers blamed the Unionist mentality for what had happened in 1915 to the Ottoman Armenians by labeling it as an inhumane incident or a crime against humanity; but similar to the CHP, they were hesitant to recognize 'this relocation' as genocide. This was presented as the third way between genocide denialism and genocide recognition. Davutoğlu labeled it as 'the common grief approach' that focused on the cumulative sufferings of the Ottoman peoples during World War I...
- ^ Galip 2020, hlm. 60–61, 84.
- ^ Galip 2020, hlm. 87, 163.
- ^ Mouradian, Khatchig (2019). "Mouradian on Dixon, 'Dark Pasts: Changing the State's Story in Turkey and Japan'". H-Net. Diakses tanggal 3 January 2021.
- ^ Akçam 2008, hlm. 121. "...the Turkish state... posits that the situation under review here does not warrant the use of the term 'crime'; even though there were some deaths, a state has the right to resort to such an operation."
- ^ Cheterian 2015, hlm. 305.
- ^ Koc, Cagan (24 April 2019). "Erdogan Says Deporting Armenians Was 'Appropriate' at the Time". Bloomberg.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 6 April 2021.
- ^ Mamigonian 2015, hlm. 62.
- ^ Chorbajian 2016, hlm. 174.
- ^ Bloxham 2005, hlm. 208.
- ^ Ihrig 2016, hlm. 163–164.
- ^ a b c Smith 2015, hlm. 6.
- ^ a b Ben Aharon 2019, hlm. 345.
- ^ Avedian 2013, hlm. 80.
- ^ Bloxham 2005, hlm. 207.
- ^ Cheterian 2018a, hlm. 207.
- ^ Chorbajian 2016, hlm. 172.
- ^ Avedian 2012, hlm. 812–813.
- ^ Scharf, Michael (1996). "The Letter of the Law: The Scope of the International Legal Obligation to Prosecute Human Rights Crimes". Law and Contemporary Problems. 59 (4): 41–61 [57]. doi:10.2307/1192189. ISSN 0023-9186. JSTOR 1192189.
- ^ Dixon 2010a, hlm. 470–471.
- ^ Dixon 2010a, hlm. 477–478.
- ^ a b "Taner Akçam: Türkiye'nin, soykırım konusunda her bakımdan izole olduğunu söyleyebiliriz". CivilNet (dalam bahasa Turki). 9 Juli 2020. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 January 2021. Diakses tanggal 2 January 2021.
- ^ Chorbajian 2016, hlm. 178.
- ^ Baer 2020, hlm. 21, 145. "The turn to Jews as lobbyists on Turkey's behalf was based not only on the old myth of Turkish–Jewish friendship, but also on the anti-Semitic conspiracy theory that Jews control world governments, finance, and media."
- ^ a b Göçek 2015, hlm. 2.
- ^ Ihrig 2016, hlm. 277–279.
- ^ Kieser 2018, hlm. 21.
- ^ Ihrig 2016, hlm. 185.
- ^ Anderson 2011, hlm. 206.
- ^ Anderson 2011, hlm. 206–207.
- ^ Anderson 2011, hlm. 210.
- ^ Ihrig 2016, hlm. 150–151.
- ^ Ihrig 2016, hlm. 293. "... while the mood and the overwhelming evidence were such that genocide could no longer be denied, many nationalist papers now both accepted the charge of genocide against the Turks and justified it at the very same time."
- ^ Fleck, André (2014). Machtfaktor Diaspora?: Armenische Interessenvertretung in Deutschland [Diaspora Power Broker? Representation of Armenian Interests in Germany] (dalam bahasa Jerman). LIT Verlag. hlm. 268–270. ISBN 978-3-643-12762-4.
von Bieberstein, Alice (2017). "Memorial Miracle: Inspiring Vergangenheitsbewältigung Between Berlin and Istanbul". Replicating Atonement: Foreign Models in the Commemoration of Atrocities (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. hlm. 237–265 [259]. ISBN 978-3-319-65027-2. - ^ Galip 2020, hlm. 97, 163. "The AKP government, a considerable number of Turkish groups, the opposition party in the Turkish parliament, institutions and both pro-government and anti-government Turkish media waged a war against [Cem] Özdemir and the German parliament expressing Islamic superiority, denial, hatred of Armenians and excusing the Armenian massacres by accusing Armenians of collaborating with Russia during the First World War."
- ^ Ben Aharon 2019, hlm. 343.
- ^ Eubel, Cordula; Haselberger, Stephan (28 Mei 2016). "Türken demonstrieren in Berlin gegen Resolution des Bundestages" [Turks demonstrate in Berlin against the Bundestag's resolution]. tagesspiegel (dalam bahasa Jerman). Diakses tanggal 22 Maret 2021.
- ^ a b Bloxham 2006, hlm. 44.
- ^ a b Suciyan 2015, hlm. 85.
- ^ Bloxham 2006, hlm. 41.
- ^ Chorbajian 2016, hlm. 175.
- ^ Bloxham 2006, hlm. 42.
- ^ Chorbajian 2016, hlm. 177–178.
- ^ a b Mamigonian, Marc (2 May 2013). "Scholarship, Manufacturing Doubt, and Genocide Denial". The Armenian Weekly. Diakses tanggal 4 January 2021.
- ^ a b Dixon 2010a, hlm. 474.
- ^ Baer 2020, hlm. 124. "President Jimmy Carter's Jewish aide, Stuart Eizenstat, reported that Turkish ambassador Şükrü Elekdağ (in office 1979–1989) told him that although Turkey had treated its Jews well for centuries and had taken in Jewish refugees from Nazi Germany, if the Armenian genocide were included in the new museum, 'Turkey could no longer guarantee the safety of the Jews in Turkey'." Elekdağ was also reported making a similar comment to another member of the Holocaust Memorial Museum Committee."
- ^ Mamigonian 2015, hlm. 66.
- ^ "U.S. Presidential Statements". Armenian National Institute. Diakses tanggal 22 March 2021.
- ^ Baer 2020, hlm. 296.
- ^ "Statement by President Joe Biden on Armenian Remembrance Day". The White House (dalam bahasa Inggris). 2021-04-24. Diakses tanggal 2021-04-24.
- ^ Robertson 2016, hlm. 75–76, 81.
- ^ Robertson 2016, hlm. 77.
- ^ Baer 2020, hlm. 145.
- ^ Ben Aharon 2015, hlm. 646–648. "From Charny's testimony and Arazi's statements in document 404, it is clear that the lives of Iranian and Syrian Jews were at stake; the Turkish Foreign Ministry did not hesitate to use this sensitive situation to exert pressure on Israel."
- ^ Auron 2003, hlm. 124.
- ^ a b Ben Aharon 2015, hlm. 638.
- ^ Auron 2003, hlm. 128.
- ^ Ben Aharon 2019, hlm. 366–367, 369.
Sumber
Buku
- Akçam, Taner (2012). The Young Turks' Crime against Humanity: The Armenian Genocide and Ethnic Cleansing in the Ottoman Empire. Princeton University Press. ISBN 978-0-691-15333-9.
- Akçam, Taner (2018). Killing Orders: Talat Pasha's Telegrams and the Armenian Genocide (dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan. ISBN 978-3-319-69787-1.
- Auron, Yair (2003). The Banality of Denial: Israel and the Armenian Genocide (dalam bahasa Inggris). Transaction Publishers. ISBN 978-0-7658-0834-9.
- Avedian, Vahagn (2018). Knowledge and Acknowledgement in the Politics of Memory of the Armenian Genocide (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-0-429-84515-4.
- Baer, Marc D. (2020). Sultanic Saviors and Tolerant Turks: Writing Ottoman Jewish History, Denying the Armenian Genocide. Indiana University Press. ISBN 978-0-253-04542-3.
- Bloxham, Donald (2005). The Great Game of Genocide: Imperialism, Nationalism, and the Destruction of the Ottoman Armenians (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-922688-7.
- Cheterian, Vicken (2015). Open Wounds: Armenians, Turks and a Century of Genocide (dalam bahasa Inggris). Hurst. ISBN 978-1-84904-458-5.
- Dadrian, Vahakn N.; Akçam, Taner (2011). Judgment at Istanbul: The Armenian Genocide Trials (dalam bahasa Inggris). Berghahn Books. ISBN 978-0-85745-286-3.
- de Waal, Thomas (2015). Great Catastrophe: Armenians and Turks in the Shadow of Genocide (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 978-0-19-935069-8.
- Ekmekçioğlu, Lerna (2016). Recovering Armenia: The Limits of Belonging in Post-Genocide Turkey (dalam bahasa Inggris). Stanford University Press. ISBN 978-0-8047-9706-1.
- Galip, Özlem Belçim (2020). New Social Movements and the Armenian Question in Turkey: Civil Society vs. the State. Springer International Publishing. ISBN 978-3-030-59400-8.
- Göçek, Fatma Müge (2015). Denial of Violence: Ottoman Past, Turkish Present and Collective Violence Against the Armenians, 1789–2009. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-933420-9.
- Ihrig, Stefan (2016). Justifying Genocide: Germany and the Armenians from Bismarck to Hitler. Harvard University Press. ISBN 978-0-674-50479-0.
- Kévorkian, Raymond (2011). The Armenian Genocide: A Complete History (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. ISBN 978-0-85771-930-0.
- Kieser, Hans-Lukas (2018). Talaat Pasha: Father of Modern Turkey, Architect of Genocide. Princeton University Press. ISBN 978-1-4008-8963-1.
- MacDonald, David B. (2008). Identity Politics in the Age of Genocide: The Holocaust and Historical Representation (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 978-1-134-08572-9.
- Suciyan, Talin (2015). The Armenians in Modern Turkey: Post-Genocide Society, Politics and History (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. ISBN 978-0-85772-773-2.
- Suny, Ronald Grigor (2015). "They Can Live in the Desert but Nowhere Else": A History of the Armenian Genocide. Princeton University Press. ISBN 978-1-4008-6558-1.
Bab
- Anderson, Margaret Lavinia (2011). "Who Still Talked about the Extermination of the Armenians?". Dalam Suny, Ronald Grigor; Göçek, Fatma Müge; Naimark, Norman M. A Question of Genocide: Armenians and Turks at the End of the Ottoman Empire (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 199–217. ISBN 978-0-19-979276-4.
- Cheterian, Vicken (2018a). "Censorship, Indifference, Oblivion: the Armenian Genocide and Its Denial". Truth, Silence, and Violence in Emerging States. Histories of the Unspoken (dalam bahasa Inggris). Routledge. hlm. 188–214. ISBN 978-1-351-14112-3.
- Chorbajian, Levon (2016). "'They Brought It on Themselves and It Never Happened': Denial to 1939". The Armenian Genocide Legacy (dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan UK. hlm. 167–182. ISBN 978-1-137-56163-3.
- Erbal, Ayda (2012). "Mea Culpas, Negotiations, Apologias: Revisiting the "Apology" of Turkish Intellectuals". Reconciliation, Civil Society, and the Politics of Memory. Transcript Verlag. hlm. 51–94. ISBN 978-3-8376-1931-7. JSTOR j.ctv1xxswv.5.
- Göçek, Fatma Müge (2011). "Reading Genocide: Turkish Historiography on 1915". Dalam Suny, Ronald Grigor; Göçek, Fatma Müge; Naimark, Norman M. A Question of Genocide: Armenians and Turks at the End of the Ottoman Empire. Oxford University Press. hlm. 42–52. ISBN 978-0-19-979276-4.
- Hovannisian, Richard G. (2001). "Denial: The Armenian Genocide as a Prototype". Remembering for the Future: The Holocaust in an Age of Genocide (dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan UK. hlm. 796–812. ISBN 978-1-349-66019-3.
- Lattanzi, Flavia (2018). "The Armenian Massacres as the Murder of a Nation?". The Armenian Massacres of 1915–1916 a Hundred Years Later: Open Questions and Tentative Answers in International Law (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. hlm. 27–104. ISBN 978-3-319-78169-3.
- Robertson, Geoffrey (2016). "Armenia and the G-word: The Law and the Politics". The Armenian Genocide Legacy (dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan UK. hlm. 69–83. ISBN 978-1-137-56163-3.
- Zürcher, Erik Jan (2011). "Renewal and Silence: Postwar Unionist and Kemalist Rhetoric on the Armenian Genocide". Dalam Suny, Ronald Grigor; Göçek, Fatma Müge; Naimark, Norman M. A Question of Genocide: Armenians and Turks at the End of the Ottoman Empire. Oxford University Press. hlm. 306–316. ISBN 978-0-19-979276-4.
Artikel jurnal
- Akçam, Taner (2008). "Guenter Lewy's The Armenian Massacres in Ottoman Turkey". Genocide Studies and Prevention. 3 (1): 111–145. doi:10.1353/gsp.2011.0087.
- Avedian, Vahagn (2012). "State Identity, Continuity, and Responsibility: The Ottoman Empire, the Republic of Turkey and the Armenian Genocide". European Journal of International Law. 23 (3): 797–820. doi:10.1093/ejil/chs056 .
- Avedian, Vahagn (2013). "Recognition, Responsibility and Reconciliation: The Trinity of the Armenian Genocide". Europa Ethnica. 70 (3/4): 77–86. doi:10.24989/0014-2492-2013-34-77. ISSN 0014-2492.
- Aybak, Tunç (2016). "Geopolitics of Denial: Turkish State's 'Armenian Problem'" (PDF). Journal of Balkan and Near Eastern Studies. 18 (2): 125–144. doi:10.1080/19448953.2016.1141582.
- Bayraktar, Seyhan (2015). "The Grammar of Denial: State, Society, and Turkish–Armenian Relations". International Journal of Middle East Studies. 47 (4): 801–806. doi:10.1017/S0020743815001014.
- Ben Aharon, Eldad (2015). "A Unique Denial: Israel's Foreign Policy and the Armenian Genocide". British Journal of Middle Eastern Studies. 42 (4): 638–654. doi:10.1080/13530194.2015.1043514.
- Ben Aharon, Eldad (2019). "Recognition of the Armenian Genocide after its Centenary: A Comparative Analysis of Changing Parliamentary Positions". Israel Journal of Foreign Affairs. 13 (3): 339–352. doi:10.1080/23739770.2019.1737911 .
- Bilali, Rezarta (2013). "National Narrative and Social Psychological Influences in Turks' Denial of the Mass Killings of Armenians as Genocide: Understanding Denial". Journal of Social Issues. 69 (1): 16–33. doi:10.1111/josi.12001.
- Bloxham, Donald (2006). "The Roots of American Genocide Denial: Near Eastern Geopolitics and the Interwar Armenian Question". Journal of Genocide Research. 8 (1): 27–49. doi:10.1080/14623520600552843.
- Cheterian, Vicken (2018b). "The Uses and Abuses of History: Genocide and the Making of the Karabakh Conflict". Europe-Asia Studies. 70 (6): 884–903. doi:10.1080/09668136.2018.1489634.
- Dadrian, Vahakn N. (2003). "The Signal Facts Surrounding the Armenian Genocide and the Turkish Denial Syndrome". Journal of Genocide Research. 5 (2): 269–279. doi:10.1080/14623520305671.
- Demirdjian, Alexis (2018). "A Moving Defence: The Turkish State and the Armenian Genocide". Journal of International Criminal Justice. 16 (3): 501–526. doi:10.1093/jicj/mqy035.
- Demirel, Cagla; Eriksson, Johan (2020). "Competitive Victimhood and Reconciliation: the Case of Turkish–Armenian Relations". Identities. 27 (5): 537–556. doi:10.1080/1070289X.2019.1611073.
- Dixon, Jennifer M. (2010a). "Defending the Nation? Maintaining Turkey's Narrative of the Armenian Genocide". South European Society and Politics. 15 (3): 467–485. doi:10.1080/13608746.2010.513605.
- Dixon, Jennifer M. (2010b). "Education and National Narratives: Changing Representations of the Armenian Genocide in History Textbooks in Turkey". International Journal for Education Law and Policy. 2010 Special Issue: 103–126.
- Eissenstat, Howard (2014). "Children of Özal: The New Face of Turkish Studies". Journal of the Ottoman and Turkish Studies Association (dalam bahasa Inggris). 1 (1–2): 23–35. doi:10.2979/jottturstuass.1.1-2.23. ISSN 2376-0702.
- Erbal, Ayda (2015). "The Armenian Genocide, AKA the Elephant in the Room". International Journal of Middle East Studies. 47 (4): 783–790. doi:10.1017/S0020743815000987.
- Ertür, Başak (2019). "Law of Denial" (PDF). Law and Critique. 30 (1): 1–20. doi:10.1007/s10978-019-09237-8.
- Finkel, Evgeny (2010). "In Search of Lost Genocide: Historical Policy and International Politics in Post-1989 Eastern Europe". Global Society. 24 (1): 51–70. doi:10.1080/13600820903432027.
- Gürpınar, Doğan (2013). "Historical Revisionism vs. Conspiracy Theories: Transformations of Turkish Historical Scholarship and Conspiracy Theories as a Constitutive Element in Transforming Turkish Nationalism". Journal of Balkan and Near Eastern Studies. 15 (4): 412–433. doi:10.1080/19448953.2013.844588.
- Gürpınar, Doğan (2016). "The Manufacturing of Denial: the Making of the Turkish 'Official Thesis' on the Armenian Genocide Between 1974 and 1990". Journal of Balkan and Near Eastern Studies. 18 (3): 217–240. doi:10.1080/19448953.2016.1176397.
- Gutman, David (2015). "Ottoman Historiography and the End of the Genocide Taboo: Writing the Armenian Genocide into Late Ottoman History". Journal of the Ottoman and Turkish Studies Association. 2 (1): 167. doi:10.2979/jottturstuass.2.1.167.
- Hovannisian, Richard G. (2015). "Denial of the Armenian Genocide 100 Years Later: The New Practitioners and Their Trade". Genocide Studies International. 9 (2): 228–247. doi:10.3138/gsi.9.2.04.
- Kaligian, Dikran (2014). "Anatomy of Denial: Manipulating Sources and Manufacturing a Rebellion". Genocide Studies International. 8 (2): 208–223. doi:10.3138/gsi.8.2.06.
- Mamigonian, Marc A. (2015). "Academic Denial of the Armenian Genocide in American Scholarship: Denialism as Manufactured Controversy". Genocide Studies International. 9 (1): 61–82. doi:10.3138/gsi.9.1.04.
- Quataert, Donald (2006). "The Massacres of Ottoman Armenians and the Writing of Ottoman History". The Journal of Interdisciplinary History. 37 (2): 249–259. doi:10.1162/jinh.2006.37.2.249. ISSN 0022-1953. JSTOR 4139548.
- Smith, Roger W.; Markusen, Eric; Lifton, Robert Jay (1995). "Professional Ethics and the Denial of Armenian Genocide". Holocaust and Genocide Studies. 9 (1): 1–22. doi:10.1093/hgs/9.1.1.
- Smith, Roger W. (2015). "Introduction: The Ottoman Genocides of Armenians, Assyrians, and Greeks". Genocide Studies International. 9 (1): 1–9. doi:10.3138/gsi.9.1.01.
- Suny, Ronald Grigor (2009). "Truth in Telling: Reconciling Realities in the Genocide of the Ottoman Armenians". The American Historical Review. 114 (4): 930–946. doi:10.1086/ahr.114.4.930.
- Ulgen, Fatma (2010). "Reading Mustafa Kemal Atatürk on the Armenian Genocide of 1915". Patterns of Prejudice. 44 (4): 369–391. doi:10.1080/0031322X.2010.510719. PMID 20857578.
- Üngör, Uğur Ümit (2014). "Lost in Commemoration: the Armenian Genocide in Memory and Identity". Patterns of Prejudice. 48 (2): 147–166. doi:10.1080/0031322X.2014.902210.
Bacaan tambahan
- Turan, Ömer; Öztan, Güven Gürkan (2018). Devlet aklı ve 1915: Türkiye'de "Ermeni Meselesi" anlatısının inşası [Raison d'État and 1915: Turkey's "Armenian Question" and the Construction of Narratives] (dalam bahasa Turki). İletişim Yayınları. ISBN 978-975-05-2349-6.