Manufaktur di Jepang

Revisi sejak 7 April 2016 15.56 oleh Rachmat-bot (bicara | kontrib) (cosmetic changes, replaced: kerjasama → kerja sama (2), added orphan tag)


Industri ekspor Jepang meliputi otomobil, elektronik konsumen (lihat industri elektronik konsumen Jepang), komputer, semikonduktor, tembaga, besi dan baja.

ASIMO adalah robot humanoid tercanggih buatan Jepang.

Industri kunci tambahan dalam ekonomi Jepang adalah petrokimia, farmasi, bioindustri, pembangunan kapal, dirgantara, tekstil, dan makanan terproses.

Industri manufaktur Jepang sangat bergantung pada bahan mentah dan bahan bakar impor.[1]

Pembangunan kapal

Jepang mendominasi industri pembuatan kapal dunia pada akhir 1980-an, berhasil mengisi lebih dari setengah pesanan dunia. Pesaing terdekatnya adalah Korea Selatan dan Spanyol, dengan penguasaan masing-masing 9% dan 5,2% pasaran dunia.

Industri pembuatan kapal Jepang dihantam resesi panjang sejak akhir 1970-an hingga sebagian besar 1980-an yang mengakibatkan pemotongan pemakaian fasilitas dan tenaga kerja secara drastis, namun berhasil bangkit dengan cepat pada 1989. Industri ini dibantu oleh peningkatan permintaan dari negara lain secara mendadak yang ingin mengganti armada mereka yang tua dan penurunan mendadak industri perkapalan Korea Selatan. Tahun 1988, firma-firma pembuatan kapal Jepang menerima pesanan sebanyak 4,8 juta ton kotor kapal dan berhasil naik hingga 7,1 juta ton kotor pada tahun 1989.

Meski mengalami persaingan dari Korea Selatan dan Cina, Jepang masih memiliki industri manufaktur pembuatan kapal terdepan dan tersukses.

Jepang kehilangan posisi puncaknya dalam industri ini karena direbut Korea Selatan pada tahun 2004 dan pangsa pasarnya turun tajam. Seluruh pangsa pasar negara-negara Eropa menurun menjadi sepersepuluh pangsa pasar Korea Selatan, dan keluaran Amerika Serikat dan negara lain menjadi tak berarti. Pembangunan kapal militer masih didominasi perusahaan-perusahaan AS dan Eropa.

Dirgantara

Industri dirgantara mengalami dorongan besar pada tahun 1969 dengan pendirian National Space Development Agency (sekarang Japan Aerospace Exploration Agency) yang ditugaskan untuk mengembangkan satelit dan kendaraan luncur.

Industri militer Jepang, meski hanya mewakili sebagian kecil PDB, adalah sektor utama ekonomi negara ini. Industri militernya sangat maju dan sukses secara teknologi, dan telah memproduksi pesawat tempur seperti milik Mitsubishi yang akan segera diluncurkan.

Lihat industri pertahanan Jepang.

Petrokimia

Industri petrokimia mengalami pertumbuhan sedang pada akhir 1980-an karena ekspansi ekonomi yang stabil. Pertumbuhan tertinggi ada pada pembuatan plastik, polistirena, dan polipropilena. Harga produk petrokimia masih tinggi karena permintaan yang tinggi di negara-negara ekonomi baru berkembang di Asia.

Tahun 1990, pembangunan komplek pabrik untuk membuat produk berbasis etilena di Korea Selatan dan Thailand diperkirakan mampu meningkatkan persediaan dan mengurangi harga. Dalam jangka panjang, industri petrokimia Jepang mungkin mengalami persaingan ketat sebagai akibat integrasi pasar domestik dan internasional dan upaya yang dilakukan negara-negara Asia laiin untuk menyamai Jepang.

Bioteknologi dan farmasi

Industri bioteknologi dan farmaseutikal mengalami pertumbuhan kuat pada akhir 1980-an. Produksi obat-obatan tumbuh 8% tahun 1989 karena peningkatan pengeluaran populasi tua di Jepang. Produsen terdepan terus mengembangkan obat-obatan baru, seperti untuk penyakit degeneratif dan geriatrik. Perusahaan farmasi menciptakan jaringan tripolar yang menghubungkan Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa Barat untuk mengkoordinasi pengembangan produk. Mereka juga meningkatkan aktivitas penggabungan dan pengambilan alih di luar negeri. Penelitian dan pengembangan bioteknologi berjalan stabil, termasuk peluncuran proyek-proyek bioteknologi laut, dengan komersialisasi berskala penuh dilaksanakan pada 1990-an.

Penelitian bioteknologi mencakup berbagai bidang, yaitu pertanian, peternakan, farmaseutikal, kimia, pemrosesan makanan, dan fermentasi. Hormon dan protein manusia untuk produk obat-obatan diambil melalui rekombinasi genetik menggunakan bakteri.

Bioteknologi juga digunakan untuk meningkatkan properti enzim bakteri untuk memperbarui teknologi fermentasi asam amino, sebuah bidang yang dipimpin oleh Jepang. Pemerintah memperingatkan produsen Jepang terhadap overoptimisme mengenai bioteknologi dan bioindustri. Lomba penelitian di Jepang dan negara lain semakin berjalana ketat pada 1980-an, sehingga mendorong sengketa paten dan memaksa sejumlah perusahaan mengabaikan penelitian. Selain itu, peneliti mulai sadar bahwa pengembangan obat seperti itu akan memunculkan kerumitan yang baru, sehingga membutuhkan lebih banyak terobosan teknis daripada yang dibayangkan sebelumnya. Meski masalah-masalah seperti ini muncul, penelitian dan pengembangan ini diharapkan sukses dan mengakhiri komersialisasi produk dalam jangka menengah.

Tahun 2006, pasar farmasi Jepang adalah pasar individual terbesar kedua di dunia. Dengan penjualan $60 miliar, negara ini menguasai sekitar 11% pasar dunia.[2]

Industri dan Hukum Farmasi Jepang[3] memainkan peran penting. Mereka berada di bawah Kementerian Kesehatan, Buruh, dan Kesejahteraan. Kementerian ini dibentuk melalui penggabungan Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan dan Kementerian Buruh pada tanggal 6 Januari 2001 sebagai bagian dari program pemerintah Jepang untuk merombak ulang kementerian pemerintah.

Lihat pula daftar perusahaan farmasi

Kendaraan motor dan permesinan

Perusahaan-perusahaan kendaraan bermotor global Jepang adalah:

Denso adalah perusahaan pembuat komponen otomotif terbesar di dunia. Selain itu, Honda, Suzuki, Yamaha, dan Kawasaki adalah perusahaan sepeda motor global.

Industri kendaraan bermotor adalah salah satu industri paling sukses di Jepang, dengan pangsa pasar dunia yang besar dalam pembuatan otomobil, mesin elektrik, suku cadang, ban dan mesin.

Jepang adalah rumah bagi enam dari 10 pembuat kendaraan terbesar di dunia. Misalnya, Jepang adalah tempat berdirinya perusahaan-perusahaan multinasional seperti Toyota, Honda, Nissan, Suzuki, dan Mazda. Beberapa di antara perusahaan tersebut merambah sektor lain seperti elektronika untuk memproduksi peralatan elektronik sebagai bagian dari keiretsu. Otomobil Jepang dikenal luas karena kualitas, durabilitas, efisiensi bahan bakar dan fitur lainnya dengan harga yang relatif lebih murah daripada para pesaingnya.

Pembuat mobil Jepang, Mitsubishi dan Toyota, dilanggar patennya oleh pembuat mobil Myanmar, seperti UD Group (Mandalay) dan Kyar Koe Kaung (Yangon). Para pembuat mobil Myanmar ini memproduksi produk Mitsubishi dan Toyota seperti Mitsubishi Pajero, pick-up Toyota Town dan berbagai jenis mobil Jepang di bawah nama dagang mereka (Khit Tayar Pajero, Shwe Surf, UD Light Truck dan KKK Light Truck).

Ekspor dan pasar Jepang

Tahun 1991, Jepang memproduksi 9,7 juta mobil dan menjadikannya produsen mobil terbesar di dunia; Amerika Serikat pada tahun itu memproduksi 5,4 juta mobil. Kurang dari 46% keluaran Jepang diekspor. Mobil, kendaraan bermotor lain, dan suku cadang otomotif adalah kelas ekspor terbesar Jepang sepanjang 1980-an. Tahun 1991, mereka menguasai 17,8% ekspor Jepang, peningkatan pesat dari 1,9% saja pada tahun 1960 dengan Kaya menjadi salah satu eksportir terbesar.

Ketakutan akan proteksionisme di Amerika Serikat mendorong investasi asing langsung besar-besaran di AS oleh pembuat mobil Jepang. Pada akhir 1980-an, semua produsen besar Jepang memiliki jalur perakitan otomotif yang beroperasi di Amerika Serikat, yaitu Isuzu bekerja sama dengan Subaru, dan salah satu pabrik Toyota ada di Alabama. Setelah firma perakitan besar, produsen suku cadang mobil Jepang juga mulai berinvestasi di Amerika Serikat pada akhir 1980-an. Kebanyakan suku cadang mobil Jepang masih dibuat di Jepang.

Otomobil adalah permasalahan utama hubungan Jepang-Amerika Serikat selama 1980-an. Ketika harga minyak naik dalam krisis energi 1979, permintaan mobil kecil meningkat dan teratasi oleh ekspor Jepang ke pasaran Amerika Serikat. Ketika pangsa pasar Jepang meningkat menjadi 21,8% pada tahun 1981, tekanan muncul untuk membatasi impor dari Jepang. Akibat dari tekanan ini adalah serangkaian negosiasi pada awal 1981 yang menghasilkan perjanjian ekspor sukarela yang membatasi pengapalan Jepang ke Amerika Serikat selama satu dasawarsa, namun persaingan Jepang meningkat dengan pabrik-pabrik baru dibandun dan perjanjian ekspor yang bersifat sukarela.

Tekanan sukarela sejenis terhadap ekspor Jepang juga datang dari Kanada dan beberapa negara Eropa Barat. Meski begitu, persaingan mobil Jepang juga meningkat karena pabrik-pabrik baru dibangun dan dengan perjanjian ekspor yang bersifat sukarela. Sejak itu, ketegangan semakin berkurang. Kanada dan Eropa Barat, seperti AS, menarik batasan atas impor mobil Jepang. Nissan memiliki pabrik perakitan di Sunderland di Inggris.

Impor

Penetrasi asing terhadap pasar otomotif di Jepang kurang sukses. Impor mobil asing sangat rendah selama 40 tahun sebelum 1985, tidak pernah melewati 60.000 unit per tahunnya, atau hanya 1% dari pasar domestik. Batasan perdagangan dan investasi membatasi impor mobil hingga mendapat pangsa pasar kecil pada tahun 1950-an, dan setelah batasan tersebut diturunkan, pengendalian kuat atas jaringan distribusi membuat penetrasi sulit dilakukan. Pembuat mobil utama di Amerika Serikat memperoleh saham minoritas di sejumlah firma Jepang ketika batasan investasi diperlonggar, Ford memperoleh 25% saham di Toyo Kogyo (Mazda), General Motors 34% di Isuzu, dan Chrysler 15% di Mitsubishi Motors. Kepemilikan ini tidak berarti apa-apa bagi mobil Amerika Serikat untuk menembus pasar Jepang, dan perusahaan mobil Amerika menarik kembali saham saham mereka dari perusahaan-perusahaan mobil Jepang.

Setelah kepercayaan kuat terhadap yen pada tahun 1985, permintaan Jepang untuk mobil asing meningkat, namun kebanyakan berasal dari Jerman. Tahun 1988, impor mobil mencapai 150.629 unit, 127.309 di antaranya dari Eropa, terutama Jerman Barat. Hanya 21.124 unit yang diimpor dari Amerika Serikat pada waktu itu.

Lihat pula Daftar pembuat mobil Jepang

Elektronika

Banyak dari perusahaan elektronik terbesar di dunia berpusat di Jepang, termasuk:

Jepang memiliki 7 dari 20 pembuat chip terbesar di dunia pada tahun 2005. Produk elektronik Jepang dikenal karena kualitas, durabilitas, dan kecanggihan teknologinya. Sejumlah perusahaan ini turut merambah sektor otomobil dan keuangan sebagai bagian dari keiretsu.

Industri komputer Jepang berkembang dengan kecepatan yang luar biasa dan bergerak ke pasar internasional. Teknologi komputer Jepang adalah salah satu yang termaju di dunia.

Pembuat bingkai utama komputer terdepan di Jepang pada akhir 1980-an (dalam pasar domestik) adalah:

Pembuat komputer pribadi terdepan adalah:

Pada tahun 1988, Jepang mengekspor US$1,5 miliar peralatan komputer, meningkat 12 kali lipat daripada US$122 juta pada tahun 1980. Firma-firma Jepang tidak begitu sukses dalam mengekspor komputer bingkai utama, namun berhasil dalam hal peralatan periferal, seperti pencetak dan tape drive. Dalam pasar komputer pribadi yang tumbuh cepat, Jepang memiliki pangsa pasar yang besar di Amerika Serikat pada 1980-an. Impor peralatan komputer tahun 1988 mencapai US$3,2 miliar (termasuk suku cadang).

Pertumbuhan ekonomi, terutama pengalihluaran dan globalisasi membuat masalah-masalah ini selesai pada 1990-an. Pengaruh Jepang dan AS dalam pasar komputer berlipat, dengan perusahaan-perusahaan Taiwan dan Tiongkok Daratan mengambil alih produksi komponen dan kemudian penelitian dan pengembangan.

Makanan

Nilai produksi industri makanan menempati peringkat ketiga di antara industri manufaktur setelah mesin elektrik dan transportasi. Jepang memproduksi berbagai macam produk, mulai dari barang tradisional Jepang, seperti pasta kacang kedelai (miso) dan saus kecap, hingga bir dan daging.

Industri makanan secara keseluruhan mengalami pertumbuhan ringan pada tahun 1980-an, terutama karena pengembangan produk-produk baru seperti "bir kering" dan makanan pramasak, yang terus menerus digunakan karena anggota keluarga cenderung makan secara terpisah, tren keluarga kecil, dan kenyamanan.

Fitur yang paling umum dari semua sektor industri makanan adalah internasionalisasinya. Karena bahan mentah domestik kehilangan sifat kompetitif harganya setelah liberalisasi barang impor, para pembuat makanan sering memproduksi bahan makanan di luar negeri, mempromosikan kerja sama dan membeli firma asing.

Tahun 2004, industri makanan Jepang senilai US$600 miliar, sementara pemrosesan makanannya senilai US$209 miliar. Nilai ini dapat disejajarkan dengan industri makanan Amerika Serikat dan UE.[4]

Lihat pula

Catatan kaki

Pranala luar