Hieronimus (bahasa Latin: Eusebius Sophronius Hieronymus; bahasa Yunani: Εὐσέβιος Σωφρόνιος Ἱερώνυμος, Eusebios Sofronios Hieronumos; ca. 27 Maret 347 – 30 September 420) adalah seorang imam, konfesor, teolog, dan sejarawan. Ia lahir di Stridon, sebuah desa di dekat Emona, tapal batas antara Dalmatia dan Panonia.[3][4][5] Ia lebih dikenal karena karya terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Latin yang dikerjakannya (karya terjemahan ini dikenal dengan sebutan Vulgata), dan ulasan-ulasannya atas kitab-kitab Injil. Selain itu, ia juga menghasilkan banyak sekali karya tulis.[6]

Santo Hieronimus
Santo Hieronimus di Padang Gurun
Karya Bernardino Pinturicchio
Petapa dan Doktor Gereja
Lahirca. 27 Maret 347
Stridon (Strido Dalmatiae, tapal batas antara Dalmatia dan Panonia)
Meninggal30 September 420
(pada usia ca. 73 tahun)[1]
Betlehem, Palaestina Prima
Dihormati diGereja Katolik
Gereja Ortodoks Timur
Gereja Anglikan
Gereja Lutheran
Gereja Ortodoks Oriental
Tempat ziarahBasilika Santa Maria Maggior, Roma, Italia
Pesta30 September (Gereja Barat)
15 Juni (Gereja Timur)
AtributSinga, atribut kardinal, salib, tengkorak, sangkakala, burung hantu, buku-buku dan media tulis
PelindungArkeolog, petugas pengarsipan, pengkaji Alkitab, pustakawan, perpustakaan, murid sekolah, pelajar, penerjemah
Tradisi
Doa Santo Hieronimus[2]
KaryaVulgata
De Viris Illustribus
Chronicon

Di bawah pengayoman Paus Damasus I, Hieronimus tampil menjadi tokoh yang tersohor berkat ajaran-ajarannya tentang kehidupan moral Kristiani, khususnya di kalangan warga pusat-pusat kosmopolitan seperti Roma. Ia seringkali menyoroti kehidupan kaum perempuan, dan menuliskan wejangan-wejangan tentang cara hidup yang sepatutnya dijalani oleh seorang perempuan yang telah membaktikan diri bagi Yesus. Perhatiannya yang besar terhadap kaum perempuan tumbuh dari hubungan yang akrab dengan para pengayomnya, yakni para petarak perempuan yang berasal dari keluarga-keluarga senator.[7]

Hieronimus dihormati sebagai seorang Santo dan Doktor Gereja oleh Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, gereja Lutheran, dan gereja Anglikan.[8] Pestanya dirayakan setiap tanggal 30 September.

Riwayat hidup

Hieronimus lahir di Stridon, sekitar 347 M.[9] Ia berasal dari kaum Iliria, dan bahasa ibunya adalah bahasa Iliria.[10][11] Ia baru dibaptis antara 360–366 M, setelah berangkat ke Roma bersama sahabatnya, Bonosus (mungkin sama dan mungkin pula berbeda dari Bonosus yang disebut-sebut oleh Hieronimus sebagai sahabatnya yang menjadi petapa di sebuah pulau di Laut Adriatik), untuk mendalami ilmu retorika dan filsafat. Ia berguru pada Aelius Donatus, ahli tata bahasa yang mengajarinya bahasa Latin dan setidaknya sedikit bahasa Yunani,[12] namun agaknya pelajaran bahasa Yunani dari Aelius Donatus tidak mencakup pengetahuan mendalam tentang sastra Yunani yang menurut pengakuan Hieronimus telah ia terima ketika masih duduk di bangku sekolah.[13]

 
Santo Heronimus dalam studinya, karya Domenico Ghirlandaio

Setelah beberapa tahun lamanya di Roma, dia melakukan perjalanan bersama Bonosus ke Gallia dan menetap di Trier "pada tepian sungai Rhine yang setengah-liar" tempat dia mempelajari teologi untuk pertama kalinya, dan tempat dia menyalin, bagi sahabatnya Rufinus, komentar Hilarus mengenai Kitab Mazmur dan traktat De synodis. Kemudian dia tinggal selama sekurang-kurangnya beberapa bulan, atau mungkin beberapa tahun, dengan Rufinus di Aquileia tempat dia menjalin persahabatan dengan banyak orang Kristen.

Beberapa sahabatnya itu menemaninya tatkala dia melakukan perjalanan sekitar tahun 373 melewati Trakea dan Asia Kecil menuju Syria Utara. Di Antiokhia, tempat dia menetap paling lama, dua dari rekan seperjalanannya meninggal dunia dan dia sendiri sakit parah lebih dari sekali. Pada waktu terbaring sakit inilah (sekitar musim dingin tahun 373-374) dia mendapat suatu penglihatan yang menyuruhnya untuk mengesampingkan studi-studi duniawi dan membaktikan dirinya untuk perkara-perkara Illahi. Tampaknya saat itu dia sudah cukup lama abstain dari studi klasik dan bersungguh-sungguh mendalami studi Alkitab, berkat dorongan Apollinaris dari Laodicea yang mengajarinya sampai benar-benar mahir dalam Bahasa Yunani.

 
St. Hieronimus sedang membaca di pingiran desa, oleh Giovanni Bellini

Karena hasratnya yang menggebu-gebu untuk hidup bermatiraga, selama beberapa waktu dia tinggal di Gurun Chalcis, arah Barat Daya dari kota Antiokhia, yang dikenal sebagai Thebaid Syria karena sebagian besar pertapa yang hidup di situ berasal dari Syria. Selama itu tampaknya dia masih sempat meluangkan waktu untuk studi dan tulis-menulis. ntuk pertama kalinya dia mencoba mempelajari Bahasa Ibrani di bawah bimbingan seorang Yahudi yang sudah beralih ke agama Kristen; pada saat itu rupanya dia telah menjalin hubungan dengan orang-orang Yahudi yang beragama Kristen di Antiokhia, dan mungkin saja sejak itulah dia tertarik pada Injil Umat Ibrani, yang menurut kaum Yahudi Kristen tersebut adalah sumber dari Injil Matius yang kanonik.

Setelah kembali ke Antiokhia pada tahun 378 atau 379, dia ditahbiskan oleh Uskup Paulinus. Rupanya dia tidak berkeinginan untuk ditahbiskan, dan oleh karena itu ia mengajukan syarat agar diperbolehkan melanjutkan pola hidup bermatiraga setelah ditahbiskan. Segera setelah itu dia berangkat ke Konstantinopel untuk melanjutkan studinya dalam bidang Kitab Suci di bawah bimbingan Santo Gregorius Nazianzus. Tampaknya dia menetap di kota itu selama dua tahun; tiga tahun berikutnya (382-385) dia di Roma lagi, berhubungan dekat dengan Paus Damasus dan para pemuka masyarakat Roma yang beragama Kristen. Keberadaannya di Roma mula-mula karena diundang untuk menghadiri sinode tahun 382 yang digelar dengan tujuan mengakhiri skisma di Antiokhia, dirinya menjadi sangat penting di mata Sri Paus dan mendapat tempat terhormat dalam dewan penasehatnya.

 
Hieronimus, karya Caravaggio.

Salah satu di antara berbagai tugas yang diembannya adalah melakukan revisi terhadap naskah Alkitab Latin ke Perjanjian Baru berbasis naskah Yunani dan Perjanjian Lama berbasis naskah Ibrani. Sebelum adanya karya terjemahan Hieronimus, seluruh terjemahan Kitab Perjanjian Lama didasarkan atas Septuaginta. Meskipun ditentang oleh warga Kristen lainnya termasuk Agustinus sendiri, dia memilih untuk menggunakan Kitab Perjanjian Lama Ibrani, bukannya Septuaginta.

Penugasan untuk menerjemahkan Alkitab ke dalam Bahasa Latin menentukan rentang kegiatan kesarjanaannya selama bertahun-tahun, dan merupakan pencapaian terpenting yang berhasil diraihnya. Alkitab yang diterjemahkannya dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa Latin disebut Vulgata (vulgar) karena menggunakan bahasa sehari-hari, atau bahasa kasar (vulgar), yang dituturkan masyarakat pada masa itu. Tak diragukan lagi dia menjadi sangat berpengaruh selama tiga tahun tersebut, bukan saja karena kadar keilmuannya yang luar biasa, melainkan juga karena karena pola hidup matiraga ketat dan realisasi cita-cita monastiknya.

Dia dikelilingi sekelompok wanita yang terpelajar dan berasal dari keluarga kaya, termasuk beberapa wanita dari keluarga bangsawan tertinggi, seperti dua orang janda Marcella dan Paula serta puteri-puteri mereka, Blaesilla dan Eustochium. Meningkatnya minat para wanita tersebut pada hidup membiara, dan kritik-kritik Hieronimus yang gencar terhadap kehidupan kaum klerus sekuler, membuatnya makin dijauhi oleh para klerus tersebut dan para pendukung mereka. Segera setelah kematian pelindungnya, Sri Paus Damasus (10 Desember 384), Hieronimus dipaksa melepas jabatannya di Roma setelah kaum klerus Roma membentuk dewan inkuisisi untuk menyelidiki kecurigaan akan adanya hubungan yang tidak senonoh antara dirinya dengan si janda Paula.

Pada bulan Agustus 385, dia kembali ke Antiokhia bersama saudaranya Paulinianus dan beberapa sahabatnya, dan beberapa waktu kemudian disusul oleh Paula dan Eustochium, yang telah memutuskan untuk meninggalkan lingkungan bangsawan dan menghabiskan masa hidup mereka di Tanah Suci. Pada musim dingin tahun 385 Hieronimus menyertai perjalanan dan bertindak selaku penasehat spiritual mereka. Bersama Uskup Paulinus dari Antiokhia yang menggabungkan diri kemudian, para peziarah ini mengunjungi Yerusalem, Betlehem, dan tempat-tempat suci di Galilea, lalu kemudian berangkat ke Mesir, markas para pahlawan dari hidup bermatiraga.

Di Sekolah Katekese Aleksandria, Hieronimus mendengarkan Seorang katekis tunanetra, Didymus Si Buta, mengulas tentang Nabi Hosea dan kenangannya tentang Santo Antonius Agung, yang telah wafat 30 tahun sebelumnya; dia tinggal sebentar selama beberapa waktu di Nitria, mengagumi kehidupan komunitas yang teratur dari banyaknya warga "kota Tuhan" itu, namun mendapati bahwa bahkan di tempat semacam itu sekalipun "bersembunyi ular-ular beludak" yakni pengaruh ajaran teologi Origenes. Menjelang akhir musim panas tahun 388 dia kembali ke Palestina dan menetap hingga akhir hayatnya di sebuah bilik pertapaan dekat Betlehem, dikelilingi beberapa sahabat, pria maupun wanita (termasuk Paula dan Eustochium), sebagai imam pembimbing rohani dan guru bagi mereka.

 
Lukisan karya Niccolò Antonio Colantonio, memperlihatkan St. Hieronimus mencabut duri yang tertancap di telapak kaki seekor singa.

Keperluan hidup sehari-hari dan koleksi buku Hieronimus yang terus bertambah disediakan berlimpah oleh Paula, hidupnya dibaktikan bagi produksi literatur. Pada masa 34 tahun terakhir dari kariernya ini muncullah karya-karyanya yang paling penting—Versi Perjanjian Lama hasil terjemahannya dari naskah asli, komentar-komentar terbaiknya mengenai Kitab Suci, katalog para penulis Kristen yang disusunnya, dan dialog melawan kaum Pelagian, yang kesempurnaan sastranya diakui bahkan oleh seorang lawan kontroversial sekalipun. Dalam periode ini pula terbit sebagian besar polemiknya yang panas, yang membedakannya dari para Bapa Gereja yang ortodoks, termasuk khususnya traktat-traktat sehubungan dengan kontroversi ajaran Origenes menentang Uskup Yohanes II dari Yerusalem dan teman lamanya Rufinus. Akibat dari tulisannya menentang Pelagianisme, sekelompok pendukung Pelagianisme yang marah menerobos ke dalam bangunan-bangunan biara, membakarnya, menyerang para penghuninya dan membunuh seorang diakon. Huru-hara yang pecah pada tahun 416 ini memaksa Hieronimus mengamankan diri di hutan sekitarnya.

Hieronimus meninggal dunia di dekat kota Betlehem pada tanggal 30 September 420. Tanggal kematiannya diperoleh dari kitab Chronicon karya Santo Prosper dari Aquitaine. Jenazahnya mula-mula dimakamkan di Betlehem, dan konon kemudian dipindahkan ke gereja Santa Maria Maggiore di Roma, meskipun berbagai tempat di Barat mengaku memiliki relikui Hieronimus—katedral di Nepi, Italia mengaku menyimpan kepalanya, yang menurut tradisi lain tersimpan di Biara Kerajaan Spanyol, San Lorenzo de El Escorial, Madrid.

Karya tulis

Terjemahan

Surat

Karya tulis teologis

Penerimaan atas Hieronimus dalam Kekristenan di kemudian hari

 
Santo Hieronimus, karya Peter Paul Rubens, 1625–1630

Tak dapat disangkal lagi Hieronimus menempati peringkat yang sama dengan Bapa-Bapa Gereja Barat yang paling terpelajar. Dalam Gereja Katolik Roma, dia diakui sebagai santo pelindung para penerjemah, para pustakawan dan para ensiklopedis.

Dia lebih unggul dari Bapa-Bapa Gereja Barat lainnya teristimewa dalam penguasaan Bahasa Ibrani yang dicapainya berkat belajar keras, dan yang dipertuturkannya dengan lancar. Memang benar bahwa dia sungguh-sungguh menyadari keunggulannya, dan tidak sepenuhnya bebas dari godaan untuk kurang menghargai atau meremehkan saingan-saingannya dalam bidang sastra, khususnya Ambrosius.

Kata-kata mutiara

Penyangkalan terhadap Kitab Suci adalah penyangkalan terhadap Kristus. (Prolog Hieronimus untuk “Komentar mengenai Kitab Yesaya”)
Baik, lebih baik, terbaik. Janganlah beristirahat, sampai yang baik darimu menjadi yang lebih baik, dan yang lebih baik darimu menjadi yang terbaik."

Hieronimus dalam seni rupa

 
Patung Santo Hieronimus, Betlehem, Otoritas Palestina, Tepi Barat

Dalam seni rupa, Hieronimus seringkali ditampilkan sebagai salah satu dari empat doktor Gereja Latin, bersama-sama dengan Agustinus dari Hipo, Ambrosius, dan Paus Gregorius I. Sebagai rohaniwan yang terkemuka dari Gereja Roma, ia seringkali secara anakronistis digambarkan dalam busana khas kardinal. Bahkan saat digambarkan sebagai seorang anakorit (petapa) setengah telanjang yang hanya memiliki salib, tengkorak, dan Alkitab sebagai perlengkapan biliknya, topi merah atau benda-benda lain yang menunjukkan statusnya sebagai seorang kardinal senantiasa ditampilkan dalam gambar itu. Semasa hidupnya, jabatan kardinal belum ada. Akan tetapi pada Abad Pembaharuan dan Zaman Barok, lazimnya panitera Sri Paus adalah seorang kardinal (Hieronimus adalah panitera Paus Damasus), dan oleh karena itulah benda-benda yang menjadi ciri khas seorang kardinal ikut pula ditampilkan dalam karya-karya seni rupa yang menggambarkan sosok Hieronimus.

 
Santo Hieronimus di ruang kerjanya karya sanggar lukis Pieter Coecke van Aelst, Walters Art Museum

Ia juga kerap digambarkan bersama seekor singa, mengacu pada hagiografi populer yang meriwayatkan bahwa Hieronimus pernah menjinakkan seekor singa di padang gurun dengan mengobati luka di kaki satwa buas itu. Riwayat ini mungkin bersumber dari cerita rakyat Romawi abad ke-2 tentang Androkles, atau mungkin pula bersumber dari riwayat Santo Gerasimus yang keliru dianggap sebagai orang yang sama dengan Hieronimus (nama "Gerasimus" mirip dengan "Geronimus", yakni nama Hieronimus menurut ejaan bahasa Latin periode akhir).[14][15][16] Hagiografi-hagiografi Hieronimus meriwayatkan bahwa ia hidup selama bertahun-tahun di padang gurun Suriah, dan para seniman kerap menggambarkan sosoknya dengan latar belakang "alam liar", yang bagi para pelukis Eropa dapat saja berwujud hutan atau rimba.[17]

Santo Hieronimus juga sering digambarkan bersama-sama dengan motif vanitas, lambang kesia-siaan kehidupan duniawi serta kefanaan harta benda dan segala ikhtiar duniawi. Dalam lukisan abad ke-16, Santo Hieronimus di ruang kerjanya, karya sanggar lukis Pieter Coecke van Aelst, Santo Hieronimus digambarkan bersama-sama sebuah tengkorak manusia. Pada dinding di belakangnya terpampang dua patah kata peringatan, Cogita Mori (renungkanlah maut). Motif-motif vanitas lain yang ditampilkan dalam penggambaran sosok Hieronimus berkaitan dengan konsep berlalunya waktu dan mutlaknya kematian yang mengingatkan orang pada hari penghakiman terakhir. Gagasan-gagasan ini ditampilkan dalam wujud Alkitab, lilin, dan jam pasir.[18]

Kadang-kadang Hieronimus digambarkan bersama seekor burung hantu, lambang kebijaksanaan dan kecendekiawanan.[19] Media tulis dan sangkakala hari penghakiman terakhir juga menjadi bagian dari ikonografinya.[19] Hari Santo Hieronimus dirayakan sebagai sebuah peringatan setiap tanggal 30 September.

Rujukan

Keterangan
  1. ^ "St. Jerome (Christian scholar)". Britannica Encyclopedia. 2 Februari 2017. Diakses tanggal 23 Maret 2017. 
  2. ^ "Jerome, Theologian, Saint, and Writer (c. 340-420)". Biography Channel. 2 April 2014. Diakses tanggal 23 Maret 2017. Ya Tuhan, kasihanilah aku dan jadikanlah hatiku bersuka cita. Aku seperti orang di jalan menuju Yerikho yang diserang penyamun, dilukai dan ditelantarkan. Wahai Orang Samaria Yang Budiman, tolonglah aku. Aku seperti domba yang tersesat. Wahai Gembala Yang Baik, temukanlah aku dan bawalah aku pulang seturut kehendak-Mu. Perkenankanlah aku berdiam di rumah-Mu seumur hidupku dan memuji Engkau selama-lamanya bersama-sama semua orang yang ada di sana. 
  3. ^ Scheck, Thomas P. Commentary on Matthew (The Fathers of the Church, Jilid 117). hlm. 5.  ""
  4. ^ Maisie Ward, Saint Jerome, Sheed & Ward, London 1950, hlm. 7 "Dapat dipastikan bahwa Hieronimus adalah orang Italia, berasal dari daerah perbatasan antara Dalmatia and Panonia."
  5. ^ Tom Streeter, The Church and Western Culture: An Introduction to Church History, AuthorHouse 2006, hlm. 102 "Hieronimus lahir sekitar 340 M di Stridon, sebuah kota kecil di timur laut Italia, pesisir utara Laut Adriatik."
  6. ^ Schaff, Philip, ed. (1893). A Select Library of Nicene and Post-Nicene Fathers of the Christian Church. ke-2. VI. Henry Wace. New York: The Christian Literature Company. Diakses tanggal 2010-06-07. 
  7. ^ Megan Hale Williams, The Monk and the Book: Jerome and the Making of Christian Scholarship, (Chicago: The University of Chicago Press, 2006)
  8. ^ Dalam Gereja Ortodoks Timur, Hieronimus dikenal sebagai Santo Hieronimus dari Stridonium atau Hieronimus Yang Terberkati. Istilah "Yang Terberkati" (bahasa Latin: beatus) dalam Gereja Ortodoks Timur tidak diartikan sebagai peringkat status di bawah "Yang Kudus" (bahasa Latin: sanctus), seperti dalam Gereja Barat.
  9. ^ Williams, Megan Hale (2006), The Monk and the Book: Jerome and the making of Christian Scholarship, Chicago 
  10. ^ Pevarello, Daniele (2013). The Sentences of Sextus and the origins of Christian ascetiscism. Tübingen: Mohr Siebeck. hlm. 1. ISBN 9783161525797. 
  11. ^ Wilkes 1995, hlm. 266: "Selain bahasa Latin, bahasa pribumi Iliria masih tetap dituturkan di daerah pedesaan, dan Santo Hieronimus mengaku mampu menuturkan sermo gentilis-nya (bahasa sukunya) itu (Ulasan Kitab Nabi Yesaya 7.19)."
  12. ^ Walsh, Michael, ed. (1992), Butler's Lives of the Saints, New York: HarperCollins, hlm. 307 
  13. ^ Kelly, JND (1975), Jerome: His Life, Writings, and Controversies, New York: Harper & Row, hlm. 13–14 
  14. ^ Hope Werness, Continuum encyclopaedia of animal symbolism in art, 2006
  15. ^ "Eugene Rice berpendapat bahwa kemungkinan besar riwayat tentang singa Gerasimus dilekatkan pada sosok Hieronimus pada abad ke-7, setelah invasi-invasi militer bangsa Arab memaksa banyak rahib Yunani di padang-padang gurun Timur Tengah untuk mengungsi ke Roma. Eugene Rice menduga (Saint Jerome in the Renaissance, hlmn. 44–45) bahwa akibat kemiripan nama Gerasimus dan Geronimus – bentuk Latin akhir untuk nama Hieronimus – seorang rohaniwan penutur bahasa Latin . . . menjadikan Santo Geronimus sebagai tokoh utama dalam sebuah riwayat yang pernah ia dengar tentang Santo ; dan bahwa penulis dari Plerosque nimirum, terpikat oleh sebuah kisah yang begitu indah, begitu serasi, dan begitu menggugah dan bermakna, serta yakin bahwa sumber riwayat itu adalah para peziarah yang mendengar riwayat itu di Betlehem, menggabungkannya ke dalam riwayat hidup seorang santo favorit yang tidak memiliki mujizat-mujizat.'" Salter, David. Holy and Noble Beasts: Encounters With Animals in Medieval Literature. D. S. Brewer. hlm. 12. ISBN 9780859916240. 
  16. ^ "sebuah kisah khayal" yang terdapat dalam pustaka abad ke-13, Legenda Aurea, karya Jacobus da Varagine Williams, Megan Hale. The Monk and the Book: Jerome and the Making of Christian Scholarship. Chicago: U of Chicago P. hlm. 1. ISBN 978-0-226-89900-8. 
  17. ^ "Saint Jerome in Catholic Saint info". Catholic-saints.info. Diakses tanggal 2014-06-02. 
  18. ^ "Saint Jerome in His Study". The Walters Art Museum. 
  19. ^ a b The Collection: Saint Jerome, galeri koleksi seni rupa keagamaan di New Mexico State University, disertai penjelasan. Diakses 10 Agustus 2007.
Daftar pustaka
  • J.N.D. Kelly, Jerome: His Life, Writings, and Controversies (Peabody, MA 1998)
  • S. Rebenich, Jerome (London dan New York, 2002)
  • Biblia Sacra Vulgata Stuttgart, 1994. ISBN 3-438-05303-9
  • Artikel ini menggunakan materi dari Schaff-Herzog Encyclopedia of Religion.

Pranala luar