Hubungan luar negeri Indonesia

Hubungan Indonesia dengan kancah internasional

Hubungan luar negeri Indonesia adalah kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Republik indonesia dalam berhubungan secara diplomatik dengan negara disekitarnya. Prinsip bebas aktif telah mengantarkan negara ini kedalam perhatian Internasional, dimana sejak berbagai negara mulai mengakui keberadaan Indonesia secara de facto dan de jure, Indonesia telah menghasilkan berbagai konsensus komunitas internasional tidak dalam level regional, tetapi dalam level antar benua. Sejak tahun 1950an, Indonesia dengan Presiden Soekarno telah menggugah dan membakar semangat akan kemandirian, kemerdekaan dan kemajuan bagi semua negara didunia, terutama di Asia dan Afrika yang masih dalam bayang-bayang imperialisme dan kolonialisme, namun idealisme tentunya perlu diimbangi dengan upaya menerjemahkan kata-kata tersebut menjadi langkah. Turunnya Presiden Soekarno akibat kemewahan kegiatan politiknya, menjadi kesempatan Jenderal Soeharto untuk mengembalikan situasi diplomatik indonesia yang saling bermusuhan, merusak dan membahayakan keamanan dalam negeri. Sebagaimana perbaikan terus dibina dan kualitas kerjasama antar negara mulai meningkat. Indonesia mulai mampu mengangkat puluhan juta dari warga kemiskinan dan meningkatkan kualitas dan jumlah angkatan kerja untuk terekrut dalam industri dan jasa sebagaimana keterhubungan Indonesia dalam ekonomi dunia meningkat. Namun, euforia tersebut harus berakhir dengan buruk, dimana Presiden Soeharto turun akibat kegagalannya dalam menghasilkan ekonomi yang berkualitas berupa kurangnya pengawasan pada sektor keuangan yang minim pembinaan dan penegakkan hukum. Setelah mengalami proses transisi lanskap demokrasi dan politik serta perekonomian, Indonesia kini telah memiliki pondasi yang kuat untuk mempertajam visinya untuk "Indonesia yang mendunia" dengan tetap berpegang teguh pada prinsip bebas aktif dengan meningkatkan kerjasama pada kawasan regional Asia Selatan, Timur Tengah-Sub Sahara, Afrika dan Amerika Selatan.

Peran aktif Indonesia dalam komunitas internasional

Terinspirasi dari doktrin yang dicetuskan oleh Mohammad Hatta dengan konsep "bebas dan aktif". Indonesia mencoba memposisikan diri sebagai pihak yang mampu menjadi pemecah masalah dalam dinamika komunitas yang ada dan menjaga hubungan kekuatan-kekuatan internasional lainnya. Kebijakan yang kemudian diterapkan oleh Departemen Luar Negeri Indonesia pada masa Presiden Soekarno ini diterjemahkan dengan adanya Konferensi Asia–Afrika di Bandung, Jawa Barat yang mengajak 29 partisipan negara untuk memerdekakan diri dari kekuatan kolonialisme dan imperialisme, serta menggalang kekuatan baru yang bernama New Emerging Forces untuk mengimbangi dinamika perang dingin yang terjadi saat itu, namun kebijakan ini sendiri seiring pada perkembangannya dilanggar oleh Presiden Soekarno yang saat itu mulai menunjukkan kecenderungannya pada negara-negara blok timur dan beraliran kekirian dengan membentuk poros Jakarta-Phnom Penh-Hanoi-Beijing-Pyongyang serta mengambil langkah konfrontatif dengan negara tetangganya Malaysia dengan melancarkan gerakan ganyang Malaysia. Kebijakan bebas aktif rasa konfrontasi ini berlanjut pada saat penyelenggaraan acara olahraga berskala internasional, Games of New Emerging Forces di Jakarta pada tahun 1963, untuk menyaingi Olimpiade Tokyo 1964, dimana ditemukan unsur politis yang melatarbelakangi Komite Olimpiade Internasional melarang Indonesia untuk ikut dalam Olimpiade di Tokyo tahun 1964 atas upaya Indonesia melarang masuk atlet Israel dan Taiwan untuk mengikuti penyelenggaraan Asian Games 1962, pada akhirnya kebijakan luar negeri Indonesia yang konfrontatif ini setelah munculnya peristiwa G30S pada tahun 1965 yang berujung pada penurunan Soekarno sebagai Presiden.

Pada era Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto, Indonesia memulai proses normalisasi hubungan bilateral dengan Malaysia dengan menunjuk Thailand sebagai mediator perdamaian antara kedua belah pihak yang menghasilkan Perjanjian Bangkok 1966 yang menjadi dasar perbaikan kembali hubungan dan Indonesia juga mulai membubarkan organisasi internasional era orde lama yang terlalu membebani kebijakan luar negeri Indonesia. Pada masa ini, Indonesia sangat berperan aktif dan bebas dibanding Presiden terdahulu dengan adanya pemetaan prioritas kebijakan luar negeri dengan nama lingkaran konsentris. Pemetaan prioritas ini bertujuan untuk mengetahui mana saja negara yang termasuk dalam radar regional hubungan luar negeri Indonesia, hal ini dilakukan agar dapat mewujudkan kepentingan nasional bangsa Indonesia, sekaligus sebagai strategi untuk dapat mewujudkan kepentingan nasional melalui menjalin kerjasama dengan negara yang ada di dunia.[1] Hal ini diwujudkan dengan adanya organisasi multilateral seperti ASEAN yang beranggotakan Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Indonesia tidak hanya menyeru, tetapi bahkan berperan dalam berbagai diplomasi perdamaian internasional berupa pelibatan TNI sebagai pasukan penjaga perdamaian PBB di Kamboja, Vietnam, Sudan dan Libanon, tidak hanya itu saja, Indonesia sekaligus juga menjadi mediator perdamaian antara MNLF dan pemerintah Filipina. kebijakan luar negeri Indonesia berkembang signifikan pada sektor perekonomian, dimana Indonesia berhasil mengadakan kerjasama ekonomi bilateral yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dari sektor ekspor yang kemudian diperkuat dengan pencetusan APEC.

Namun, kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh presiden Soeharto juga sempat melenceng ketika Indonesia diminta oleh Amerika Serikat berserta negara-negara lain di blok barat untuk menginvasi Timor Timur melalui operasi seroja pada tahun 1975 untuk membendung kebangkitan Fretilin didaerah itu yang berujung pada lepasnya Timor Timur menjadi negara merdeka dibawah keputusan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie seusai diumumkannya referendum tidak dapat dielakkan karena sejak awal Timor Timur tidak mengehndaki adanya aneksasi sebagaimana kekuatan blok barat tersebut inginkan dan menguaknya Sengketa Sipadan dan Ligitan serta penjualan aset negara berupa BUMN dibawah kesepakatan antara IMF dan pemerintah Indonesia ke publik seusai turunnya Presiden Soeharto akibat kegagalannya dalam menangani krisis monenter tahun 1997 ditambah dengan keterpaksaan Indonesia untuk dibail out oleh IMF dengan syarat tidak membiayai proyek seperti N-250 dan mobnas, menjadi bahan konsumsi publik yang liar dengan tidak didasari atas kredibilitas informasi yang dapat dipertanggungjawabkan yang mengakibatkan munculnya misinterpretasi masyarakat terhadap Presiden Indonesia ke 5 saat itu, Megawati Soekarnoputri dituduh oleh "fakta" bahwa Ia telah menjual BUMN dan kedua pulau tersebut sebagai dasar untuk membenarkan "ketiadagunaan reformasi" yang digerakkan oleh jajaran anti-reformasi yang masih berada dalam pos pemerintahan. Padahal, dalam kenyataannya sengketa tersebut awalnya muncul akibat perbedaan landasan hukum atas kedua aturan alur batas laut ketika batas landas kontinen dibahas oleh kedua negara tersbeut pada tahun 1976, dengan menggunakan aturan dari jaman kolonialisme Inggris terhadap Malaysia dan Belanda terhadap Indonesia. Hal ini kemudian disinggung oleh Presiden Soeharto yang saat itu masih menjabat dengan mengadakan kunjungannya ke Malaysia pada tahun 1997 untuk bertemu dengan PM Malaysia saat itu, Mahathir Mohamad untuk menyapakati membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional dengan membuat perjanjian yang nantinya diratifikasi oleh kedua belah pihak, dimana 5 tahun kemudian diputuskan oleh Mahkamah Internasional bahwa kedua pulau tersebut berhak dimiliki oleh Malaysia. Sementara itu, Presiden Soeharto dan Presiden IMF saat itu, Michael Camdessus menyepakati penjualan BUMN sebagai syarat pembayaran atas pinjaman IMF, karena tidak layaknya APBN saat itu untuk membayar pinjaman tersebut.

Setelah Soeharto mengundurkan diri tahun 1998, pemerintah Indonesia tetap menjalankan garis besar kebijakan luar negeri Soeharto yang moderat dan independen. Banyaknya masalah di dalam negeri, semapat membuat beberapa Presiden tidak mampu memanfaatkan momentum yang terjadi di komunitas internasional. Namun, dibawah pemerintahan Presiden RI ke 7, Joko Widodo. Indonesia merubah cara pendekatannya terhadap dunia internasional dengan memprioritaskan 3 hal, pertama, penguatan kedaulatan wilayah dengan penetapan Indonesia sebagai poros maritim dunia yang menjadikan Indonesia sebagai pusat kemaritiman dunia abad 21 yang menjadikan indoensia sebagai hub untuk penelitian-pegembangan, fabrikasi produk kemaritiman dan berbagai hal terkait yang didukung oleh kestabilan dan keamanan wilayah yang didukung oleh peningkatan armada militer dan pembangunan wilayah ekonomi baru didarah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal), memperdalam kualitas dan memperluas pengawasan serta perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar negeri dengan meningkatkan pos kekonsuleran diplomatik dan terakhir, meningkatkan kerjasama ekonomi secara bilateral dan kawasan dengan memprioritaskan kerjasama ekonomi dan sektor lainnya dikawasan non tradisional dengan disepakatinya Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Chili, Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia, memulai negosiasi Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Turki, Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Peru dan Perdagangan Bebas Indonesia-Eurasian Economic Union, serta menyelesaikan negosiasi Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa, Kerjasama Ekonomi Komprehensif Indonesia-Kawasan Perdagangan Bebas Eropa dan RCEP. Indonesia juga tetap menegaskan solidaritasnya terhadap Palestina dengan membebaskan biaya masuk dan keluar barang dari dan ke Palestina serta membangun rumah sakit Indonesia di Palestina dan Muslim Rohingya dengan mengirim berbagai bantuan kemanusiaan di kamp pengungsian Cox Bazaar di Bangladesh maupun di Distrik Rakhine, Myanmar. Sekaligus menjadi fasilitator perdamaian perang saudara di Afghanistan bersama dengan Pemerintah Afghanistan, sebagaimana permintaan Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani saat berkunjung ke Indonesia tahun lalu.[2]

ASEAN

Indonesia menganggap ASEAN sebagai tolok ukur kebijakan luar negerinya melalui penerapan kekuatan regionalnya dan pengaruhnya yang damai dan konstruktif di antara negara ASEAN.

Asia

Asia Timur

Republik Rakyat Tiongkok

  Tiongkok

Cina dan Indonesia membentuk hubungan diplomatik tanggal 13 April 1950, yang dihentikan sementara tanggal 30 Oktober 1967 karena terjadi peristiwa 30 September 1965.

Hubungan bilateral kembali pulih sejak 1980-an. Menteri Luar Negeri Qian Qichen dari Cina bertemu Presiden Soeharto dan Menteri Dalam Negeri Moerdiono tahun 1989 untuk mendiskusikan kelanjutan hubungan diplomatik kedua negara. Pada bulan Desember 1989, kedua negara membicarakan masalah teknis mengenai normalisasi hubungan bilateral dan menandatangani perjanjian. Menlu Ali Alatas menerima undangan Cina pada tanggal Juli 1990 dan mereka membicarakan perjanjan penyelesaian obligasi utang Indonesia ke Cina dan komunike kelanjutan hubungan diplomatik antar kedua negara. Kedua negara meresmikan "Komunike Restorasi Hubungan Diplomatik Antar Kedua Negara".

Premier Li Peng menerima undangan Indonesia tanggal 6 Agustus 1990. Dalam diskusinya dengan Presiden Soeharto, kedua pihak mengekspresikan keinginannya untuk meningkatkan hubungan antar kedua negara atas dasar Pancasila dan Dasasila Bandung. Tanggal 8 Agustus, Menlu Cina dan Indonesia atas nama pemerintah negaranya masing-masing menandatangani nota kesepahaman mengenai kelanjutan hubungan diplomatik. Kedua pihak menyatakan secara resmi melanjutkan hubungan diplomatik antara Cina dan Indonesia pada hari itu.

Korea Selatan

  Korea Selatan

  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Seoul.
  • Korea Selatan memiliki kedutaan besar di Jakarta.
  • Skala perdagangan bilateral antara kedua negara bernilai US$14,88 miliar.
  • Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Korea Selatan telah meningkatkan hubungan dengan Indonesia
  • Indonesia dan Korea Selatan telah berinvestasi dalam berbagai proyek pengembangan militer bersama, termasuk pesawat jet tempur KFX/IFX
  • Firma Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME), menjalani negosiasi kontrak final untuk menjual tiga kapal selam Type-209 ke Indonesia. Ini akan menjadi persetujuan pertahanan bilateral terbesar antar kedua negara dengan nilai USD1,1 miliar.

Jepang

  Jepang

Asia Selatan

India

  India

Pada tahun 1950, Presiden Soekarno meminta rakyat Indonesia dan India "mempererat hubungan kordial" yang telah terbentuk antar kedua negara "selama lebih dari 1000 tahun" sebelum "diganggu" oleh kekuatan kolonial.[3] Lima belas tahun kemudian, demonstran di Jakarta berteriak "Bubarkan India, pelayan imperialis!" dan "Hancurkan India, musuh kita!" [4] Namun pada musim semi 1966, menteri luar negeri dari kedua negara mulai membicarakan era hubungan baik. India telah mendukung kemerdekaan Indonesia dan Nehru memulai pembicaraan tentang Indonesia di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

India memiliki kedutaan besar di Jakarta [5] and Indonesia memiliki kedutaan besar di Delhi.[6]

Pakistan

  Pakistan

Bangladesh

  Bangladesh

Srilanka

  Srilanka

Timur Tengah

Arab Saudi

  Saudi Arabia

Republik Islam Iran

  Iran

Uni Emirat Arab

  UEA

Qatar

  Qatar

Turki

  Turki

Palestina

  Palestina

  • Indonesia memiliki kedutaan besar non-residen di Amman
  • Palestina memiliki kedutaan besar di Jakarta

Oseania

Australia

  Australia

Sejak kemerdekaan Indonesia, kedua negara telah memiliki hubungan diplomatik, kerja sama formal (khususnya dalam bidang konservasi ikan, penegakan hukum, dan keadilan), kerja sama keamanan, perluasan hubungan perjanjian, keanggotaan bersama di forum regional, dan keanggotaan bersama di sejumlah perjanjian multilateral. Perdagangan antara kedua negara terus tumbuh setiap tahun.

Pada tahun-tahun terakhir, komitmen bantuan Australia semakin besar untuk Indonesia, dan Australia telah menjadi destinasi pendidikan populer bagi pelajar Indonesia.[14]

Pada tahun 2008-09, Indonesia merupakan penerima bantuan terbesar Australia dengan nilai AUD462 juta.[15]

Timor Leste

  Timor Leste

Timor Leste (resminya Republik Demokratik Timor-Leste) dan Indonesia berbagi pulau Timor. Indonesia menyerbu bekas koloni Portugal ini pada tahun 1975 dan menganeksasinya tahun 1976, sehingga menjadikannya sebagai provinsi ke-27 dengan nama Timor Timur sampai diadakannya referendum dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1999. Dalam referendum tersebut, rakyat Timor Leste memilih merdeka. Setelah pemerintahan sementara PBB, Timor Leste merdeka penuh pada tahun 2002.

Meski masa lalu yang buruk, hubungan dengan Indonesia masih sangat baik. Indonesia sejauh ini merupakan rekan dagang terbesar Timor Leste (sekitar 50% impor pada tahun 2005) dan terus meningkatkan pangsa pasarnya.

Masalah yang perlu diselesaikan meliputi pertemuan Komite Perbatasan Timor Leste-Indonesia untuk menyurvei dan menetapkan perbatasan darat; dan Indonesia sedang mencari solusi atas pengungsi Timor Leste di Indonesia.

Papua Nugini

  Papua Nugini

Indonesia memiliki perbatasan sepanjang 760-kilometer (470 mi) dengan Papua Nugini melalui provinsi Papua dan Papua Barat. Perbatasan bersama ini telah memunculkan ketegangan dan masalah diplomatik selama beberapa dasawarsa.[16]

Indonesia memiliki kedutaan besar di Port Moresby dan konsulat di Vanimo.

Fiji

  Fiji

Selandia Baru

  Selandia Baru


Eropa

Eropa Timur

Bulgaria

  Bulgaria

  • Bulgaria termasuk di antara negara yang mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Hubungan diplomatik dibentuk tanggal 21 September 1956.
  • Bulgaria memiliki kedutaan besar di Jakarta sejak Oktober 1958
  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Sofia sejak 1960.[17]

Rumania

  Rumania

  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Bukares[18]
  • Romania memiliki kedutaan besar di Jakarta

Rusia

  Rusia

Ukraina

  Ukraina

  • Indonesia mengakui kemerdekaan Ukraina tahun 1992 dan membentuk hubungan diplomatik tahun 1993. Indonesia memiliki kedutaan besar di Kiev.[21]
  • Ukraina memiliki kedutaan besar di Jakarta.[22]

Eropa Utara

Denmark

  Denmark

Finland

  Finlandia

  • Indonesia dan Finlandia memiliki hubungan dekat. Nokia memiliki pangsa pasar yang besar pada pasar telepon genggam Indonesia.

Swedia

  Swedia

Norwegia

  Norwegia

Eropa Barat

Britania Raya

  Britania Raya

Britania Raya dan Indonesia telah memiliki hubungan erat sejak 1949.[23] Indonesia memiliki kedutaan besar di London,[24] Britania Raya memiliki kedutaan besar di Jakarta.[25]

Kementerian Budaya dan Pariwisata Indonesia meluncurkan kampanye untuk meningkatkan jumlah wisatawan dari Britania Raya ke Indonesia.[24] Pada tahun 2009, 160.000 wisatawan Britania mengunjungi Indonesia. Tujuan kampanye ini adalah meninkatkan jumlahnya hingga 200.000 orang.[24]

Pada tahun 2006, mantan PM Britania Raya Tony Blair bertemu Susilo Bambang Yudhoyono dan setuju "mendirikan Indonesia-UK Partnership Forum yang diketuai oleh Menteri Luar Negeri kedua negara untuk mempromosikan dialog strategis dalam masalah bilateral, multilateral, dan global".[23] Forum Indonesia-Britania Raya pertama diadakan tahun 2007 dan diketuai oleh Menlu Britania Raya Margaret Beckett dan Menlu Indonesia Hassan Wirajuda.[23]

Bulan Maret 2010, anggota House of Lords memuji Indonesia atas kemajuannya dalam menciptakan demokrasi masyarakat, kebebasan media, dan perlindungan lingkungan.[26] Dalam pertemuan dengan Anggota DPR Indonesia Hayono Isman, House of Lords menyatakan bahwa mereka ingin meningkatkan hubungan antar kedua negara.[26]

Perancis

  Perancis

  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Paris
  • France memiliki kedutaan besar di Jakarta

Jerman

  Jerman

  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Berlin
  • Germany memiliki kedutaan besar di Jakarta

Belanda

  Belanda

  • Hubungan Indonesia–Belanda sudah dimulai sejak perdagangan rempah ketika Belanda mendirikan pos dagang di wilayah Indonesia sebelum menjadikannya koloni Hindia Belanda.
  • Militer Indonesia kadang membeli perlengkapan militer dari Belanda

Portugal

  Portugal Pada tahun 1999, Indonesia dan Portugal memulihkan hubungan diplomatik yang putus setelah invasi Indonesia ke Timor Leste tahun 1975

  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Lisbon[27]
  • Portugal memiliki kedutaan besar di Jakarta [28]

Spanyol

Eropa Selatan

Italia

Yunani

  Yunani

Tahta Suci

  Tahta Suci

Amerika Utara

Kanada

  Kanada

Meksiko

  Meksiko

Amerika Serikat

  Amerika Serikat

Amerika Serikat memiliki kepentingan ekonomi, komersial, dan keamanan di Indonesia. Indonesia masih menjadi bagian penting dari keamanan kawasan karena lokasi strategisnya di antara selat-selat kunci internasional, terutama Selat Malaka. Hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat bersifat positif dan terus meningkat sejak terpilihnya Presiden Yudhoyono pada Oktober 2004. Amerika Serikat memainkan peran penting dalam kemerdekaan Indonesia pada akhir 1940-an dan memuji peran Indonesia sebagai negara anti-komunis saat Perang Dingin. Hubungan kerja sama masih berlangsung sampai sekarang, meski tidak ada perjanjian keamanan formal yang mengikat kedua negara. Amerika Serikat dan Indonesia memiliki tujuan yang sama dalam mempertahankan perdamaian, keamanan, dan stabilitas kawasan dan melakukan dialog mengenai ancaman keamanan kawasan. Kerja sama antara Amerika Serikat dan Indonesia dalam perlawanan terorisme meningkat stabil sejak 2002, setelah serangan teroris di Bali (Oktober 2002 dan Oktober 2005), Jakarta (Agustus 2003 dan September 2004) dan lokasi regional lainnya yang menunjukkan keberadaan organisasi teroris, terutama Jemaah Islamiyah di Indonesia. Amerika Serikat menyambut kontribusi Indonesia dalam keamanan regional, khususnya peran utama Indonesia dalam membantu mempertahankan demokrasi di Kamboja dan menengahi sengketa wilayah di Laut Cina Selatan.

Afrika

Mesir

  Mesir

Libya

  Libya

  • Indonesia memiliki kedutaan besar di Tripoli dan Libya memiliki kedutaan besar di Jakarta.
  • Kedua negara adalah anggota OKI dan GNB.

Nigeria

  Nigeria

Afrika Selatan

  Afrika Selatan

Organisasi internasional

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Asep Setiawan. Politik Luar Negeri Indonesia. [pdf] Online tersedia dalam: https://www.academia.edu/15831465/Politik_Luar_Negeri_Indonesia
  2. ^ http://www.thejakartapost.com/academia/2018/01/10/full-text-indonesia-partner-for-peace-security-prosperity.html
  3. ^ Foreign Policy of India: Text of Documents 1947-59 (p.54)
  4. ^ I New York Times September 10, 1965
  5. ^ http://www.embassyofindiajakarta.org/
  6. ^ http://www.indonesianembassy.org.in/
  7. ^ http://kbri-islamabad.go.id/
  8. ^ https://archive.is/20120805102107/www.mofa.gov.pk/Indonesia/
  9. ^ http://pakistan.visahq.com/embassy/Indonesia/
  10. ^ http://www.developing8.org/2010/03/29/pakistan-ri-trade-could-reach-2-billion/
  11. ^ Reid, Anthony (2005), The Ottomans in Southeast Asia (PDF), ARI Working Papers, 36, Asia Research Institute, National University of Singapore 
  12. ^ Embassy of Indonesia in Turkey
  13. ^ Embassy of Turkey in Indonesia
  14. ^ http://www.dfat.gov.au/media/speeches/foreign/1996/austindo.html see reference to '12000 students' from Indonesia
  15. ^ http://www.dfat.gov.au/geo/indonesia/indonesia_brief.html
  16. ^ http://countrystudies.us/indonesia/100.htm
  17. ^ Official Website of the Embassy of the Republic of Indonesia in Sofia, Bulgaria.
  18. ^ Indonesian embassy in Bucharest
  19. ^ Russian embassy in Jakarta
  20. ^ Indonesian embassy in Moscow
  21. ^ Indonesian embassy in Kiev
  22. ^ Ukrainian embassy in Jakarta
  23. ^ a b c UK-Indonesia relations
  24. ^ a b c News-Indonesianembassy
  25. ^ Our embassy
  26. ^ a b Ministry of Foreign Affairs - Members of the UK’s House of Lords praised Indonesia’s achievements
  27. ^ Indonesian embassy in Lisbon
  28. ^ of Portugal
  29. ^ Indonesian embassy in Athens
  30. ^ Greek embassy in Jakarta

Pranala luar