Edward II dari Inggris alias Edward dari Caernarfon (lahir: 25 April 1284, wafat: 21 September 1327) adalah Raja Inggris mulai tahun 1307 sampai dimakzulkan pada bulan Januari 1327. Selaku putra keempat Raja Edward I, Edward menjadi putra mahkota sepeninggal abangnya, Alfonso. Mulai tahun 1300, Edward menyertai ayahnya dalam serangkaian aksi militer Inggris di Skotlandia, dan dilantik menjadi kesatria dalam upacara meriah di Biara Westminster pada tahun 1306. Edward naik takhta sepeninggal ayahnya pada tahun 1307. Pada tahun 1308, ia memperistri Putri Isabelle, anak Raja Philippe IV, penguasa Prancis yang adidaya, sebagai salah satu langkah dalam ikhtiar jangka panjangnya merukunkan Inggris dan Prancis.

Edward II
Raja Inggris
Berkuasa8 Juli 1307 – 20 Januari 1327
Penobatan25 Februari 1308
PendahuluRaja Edward I
PenerusRaja Edward III
Kelahiran25 April 1284
Puri Caernarfon, Gwynedd, Wales
Kematian21 September 1327
(pada umur 43 tahun)
Puri Berkeley, Gloucestershire
Pemakaman20 Desember 1327
Gereja Katedral Gloucester, Gloucestershire, Inggris
PasanganIsabelle dari Prancis
(kawin tahun 1308)
Keturunan
Detail
WangsaPlantagenet
AyahEdward I, Raja Inggris
IbuLeonor, Bupati Ponthieu

Edward menjalin hubungan akrab sekaligus kontroversial dengan Piers Gaveston, yang bergabung menjadi warga rumah tangganya pada tahun 1300. Hakikat hubungannya dengan Piers Gaveston tidaklah jelas, mungkin saja hubungan persahabatan, hubungan asmara, maupun hubungan saudara angkat. Keakraban Edward dan Piers mengilhami sandiwara Edward II yang dikarang Christopher Marlowe pada tahun 1592, maupun sandiwara-sandiwara lain, film-film, novel-novel, dan media. Banyak di antaranya yang menonjolkan kemungkinan hubungan asmara sesama jenis antara Edward dan Piers. Sepak terjang Piers selaku anak emas raja menyulut rasa tidak puas di kalangan para baron Inggris maupun keluarga Kerajaan Prancis, sehingga Edward didesak untuk menghukum buang Piers. Sekembalinya Piers dari pembuangan, para baron Inggris mendesak Edward untuk mengesahkan undang-undang pembaharuan dalam berbagai bidang, yang disebut Ordinansi 1311. Dengan kekuasaan yang baru mereka peroleh berkat pengesahan undang-undang ini, para baron mengusir Piers dari istana. Edward menanggapi pengusiran Piers dengan membatalkan Ordinansi 1311 dan memanggil pulang anak emasnya. Di bawah pimpinan Earl Lancaster, saudara sepupu Edward, sekelompok baron menangkap dan mengeksekusi mati Piers pada tahun 1312. Tindakan ini memicu konfrontasi bersenjata yang berlangsung selama beberapa tahun. Bala tentara Inggris dipukul mundur di Skotlandia, dan Edward dikalahkan secara telak oleh Raibeart Bruis dalam Pertempuran Bannockburn pada tahun 1314. Bencana kelaparan, yang timbul menyusul kekalahan Inggris di Skotlandia, membuat rakyat Inggris kian geram pada rajanya.

Keluarga Despenser, teristimewa Hugh Despenser Muda, menjadi sahabat sekaligus penasihat Edward, tetapi Earl Lancaster beserta sejumlah besar baron Inggris bergerak merampas lahan-lahan keluarga Despenser pada tahun 1321, dan mendesak Edward untuk menghukum buang mereka. Edward malah melancarkan aksi militer dan dalam waktu singkat berhasil membekuk serta mengeksekusi mati Earl Lancaster. Edward dan keluarga Despenser kian mengeratkan cengkeraman mereka pada kekuasaan, membatalkan Ordinansi 1311 secara resmi, dan mengeksekusi mati sekaligus menyita lahan seteru-seteru mereka. Karena tidak mampu berbuat banyak di Skotlandia, Edward akhirnya menandatangani kesepakatan damai dengan Raibeart Bruis. Penentangan terhadap pemerintahan Edward bertambah sengit. Manakala diutus ke Prancis guna merundingkan kesepakatan damai pada tahun 1325, Permaisuri Isabelle malah mengkhianati Edward dan menolak pulang ke Inggris. Isabelle menjalin persekutuan dengan Roger Mortimer yang tengah menjalani hukuman buang, dan menginvasi Inggris dengan sebala kecil tentara pada tahun 1326. Rezimnya tumbang, dan Edward melarikan diri ke Wales, tempat ia tertangkap pada bulan November. Edward dipaksa menyerahkan jabatan raja pada bulan Januari 1327 kepada Edward III, putranya yang baru berumur 14 tahun. Edward II, menghembuskan nafas terakhir di Puri Berkeley pada tanggal 21 September, mungkin sekali ia tewas dibunuh atas perintah rezim baru.

Orang-orang sezamannya mencela Edward II sebagai raja yang tidak cakap dengan menonjolkan kegagalannya di Skotlandia dan penindasan yang dilakukan rezimnya pada tahun-tahun menjelang pemakzulan, tetapi para akademisi abad ke-19 justru berpendapat bahwa pelembagaan Parlemen yang terjadi pada masa pemerintahannya adalah salah satu perkembangan yang positif bagi Inggris dalam jangka panjang. Perdebatan seputar kegagalan-kegagalan Edward sebagaimana yang disangkakan orang masih berlanjut sampai dengan abad ke-21.

Latar belakang

Edward II adalah putra keempat pasangan Raja Edward I dan Permaisuri Leonor.[1] Selain menjadi Raja Inggris, ayahnya juga adalah penguasa Kadipaten Gaskonia di Prancis, dan menyandang jabatan Yamtuan Irlandia.[2] Ibunya berasal dari keluarga Kerajaan Kastila, dan berkuasa atas Kabupaten Ponthieu di kawasan utara Prancis. Raja Edward I adalah seorang pemimpin militer yang ulung, pernah memadamkan pemberontakan para baron pada era 1260-an, dan pernah ikut serta dalam Perang Salib IX.[3] Pada era 1280-an, ia menaklukan Wales Utara serta menumbangkan pemerintahan pangeran-pangeran pribumi Wales, dan pada era 1290-an, ia ikut campur dalam perang saudara Skotlandia serta menyatakan kedaulatannya atas negeri itu.[4] Raja Edward I dipandang sebagai penguasa yang benar-benar mumpuni pada zamannya, sangat mampu mengendalikan para earl yang merupakan kaum ningrat senior dalam peringkat kebangsawanan Inggris.[5] Menurut sejarawan Michael Prestwich, Edward I adalah "seorang raja yang membuat orang merasa takut dan segan pada dirinya", sementara John Gillingham menyifatkannya sebagai seorang jago gertak.[6]

Kendati jaya semasa hidup, Raja Edward I mangkat pada tahun 1307 dengan meninggalkan setumpuk masalah yang membebani putranya.[7] Salah satu masalah genting adalah perang penegakan kedaulatan Inggris di Skotlandia, yang masih berlangsung sepeninggal Edward I.[8] Kekuasaan Raja Edward I atas Kadipaten Gaskonia menimbulkan ketegangan antara Inggris dan Prancis.[9] Raja-raja Prancis menuntut raja-raja Inggris untuk datang menghaturkan sembah bakti selaku penguasa salah satu daerah dalam wilayah Kerajaan Prancis, sementara raja-raja Inggris menganggap tuntutan ini sebagai penistaan terhadap kemuliaan mereka, sehingga kedua belah pihak tidak kunjung mencapai titik temu.[9] Edward I juga menghadapi penentangan yang kian sengit dari para baron Inggris terkait pengenaan pajak dan pengerahan kawula untuk perang-perang yang dilancarkannya, sehingga putranya harus menanggung warisan utang sebesar kira-kira £200.000 ketika ia mangkat.[10][nb 1]

Awal hayat (1284–1307)

Kelahiran

 
Puri Caernarfon, tempat Edward dilahirkan

Edward II lahir di puri Caernarfon, Wales Utara, pada tanggal 25 April 1284, kurang dari setahun sesudah daerah itu ditaklukkan oleh Raja Edward I. Inilah sebabnya ia juga disebut Edward dari Caernarfon.[12] Raja Edward I mungkin sekali sengaja memilih puri Caernarfon sebagai tempat putranya dilahirkan, karena puri ini adalah tempat yang dianggap penting oleh masyarakat pribumi Wales, mengingat keterkaitan sejarah puri ini dengan Kekaisaran Romawi, dan pemanfaatannya sebagai pusat pemerintahan rezim baru di Wales Utara.[13] Orang-orang yang dianggap suci pada masa itu, yang percaya bahwa hari kiamat sudah dekat, meramalkan bahwa kelahiran Edward mendatangkan berkah bagi Inggris. Mereka menjulukinya Raja Arthur baru, yang akan memimpin Inggris menuju kegemilangan.[14] David Powel, salah seorang rohaniwan Inggris abad ke-16, menduga bahwa si bayi diserahkan kepada negeri Wales sebagai seorang pangeran "yang lahir di Wales dan belum mampu berucap sepatah kata pun dalam bahasa Inggris", tetapi tidak ada bukti yang mendukung keterangan ini.[15]

Nama Edward adalah nama asli Inggris, sama seperti nama orang kudus Angli-Saksen, Santo Edward Sang Pengaku Iman. Ayahnya sengaja memberinya nama ini alih-alih nama tradisional Norman dan Kastila seperti yang ia pilihkan untuk abang-abang Edward,[16] yakni John dan Henry, yang wafat sebelum Edward lahir, serta Alfonso, yang wafat pada bulan Agustus 1284 sehingga jabatan putra mahkota beralih ke pundak Edward.[17] Meskipun Edward relatif sehat semasa kanak-kanak, orang khawatir ia akan wafat menyusul abang-abangnya, dan meninggalkan ayahnya tanpa ahli waris laki-laki.[17] Sejak lahir, Edward diasuh selama beberapa bulan oleh seorang inang penyusu bernama Mariota atau Mary Maunsel, dan selanjutnya diasuh oleh Alice de Leygrave setelah si inang penyusu jatuh sakit.[18] Ia nyaris tidak mengenal ibu kandungnya, yang tinggal di Kadipaten Gaskonia bersama ayahnya ketika ia masih kanak-kanak.[18] Sedari bayi, Edward sudah diberi kediaman resmi sendiri, lengkap dengan jajaran pengurus rumah tangga di bawah arahan seorang kerani bernama Giles dari Oudenarde.[19]

Masa kanak-kanak, watak, dan penampilan

 
Lukisan di Biara Westminster yang diduga sebagai potret Raja Edward I, ayah Edward II

Pengeluaran rumah tangga Edward semakin membengkak seiring pertumbuhannya, sehingga jabatan kepala pengurus rumah tangga dialihkan kepada William dari Blyborough pada tahun 1293.[20] Mungkin sekali Edward menerima pelajaran agama dari frater-frater tarekat Dominikan, yang diundang ibunya ke kediaman Edward pada tahun 1290.[21] Guy Ferre, salah seorang abdi nenek Edward, ditunjuk menjadi magister yang bertanggung jawab mengajarinya kedisiplinan diri, kemahiran berkuda, dan ilmu bertarung.[22] Tidak jelas diketahui seberapa tinggi taraf pendidikan Edward. Hanya ada sedikit bukti yang menunjukkan kemampuan baca tulisnya, kendati ibu Edward menghendaki anak-anaknya terdidik dengan baik, dan Guy Ferre sendiri adalah orang yang relatif terpelajar kala itu.[23][nb 2] Agaknya Edward sehari-hari lebih banyak bertutur dalam bahasa Prancis dialek Angli-Norman, sedikit bahasa Inggris, dan mungkin pula sedikit bahasa bahasa Latin.[25][nb 3]

Edward mengenyam masa kanak-kanak sewajar yang dijalani seorang anak raja.[27][nb 4] Ia meminati kegiatan berkuda serta membiakkan kuda, dan kelak mahir menunggang kuda. Ia juga menyenangi anjing, terutama anjing jenis greyhound.[29] Isi surat-suratnya mengungkap selera humornya yang ganjil. Dalam salah satu suratnya, ia berkelakar akan mengirim hewan yang menyebalkan kepada teman-temannya, misalnya kuda yang enggan menghela kendaraan mereka, atau anjing pemburu yang tidak cekatan mengejar kelinci.[30] Ia tidak meminati kegiatan berburu biasa maupun berburu dengan alap-alap peliharaan, yang populer pada abad ke-14.[31] Ia menggemari musik, antara lain seni musik Wales, permainan alat musik crwth yang baru saja diciptakan, serta permainan alat musik organ.[32] Ia tidak ikut serta dalam kejuaraan adu ganjur, mungkin karena tidak mahir atau karena dilarang ikut demi keselamatan dirinya, tetapi ia tentunya menggemari olah raga ini.[33]

Edward tumbuh tinggi kekar, dan dianggap rupawan menurut standar ketampanan pada zamannya.[34] Ia terkenal fasih berpidato di muka umum dan bersikap murah hati terhadap para pengurus rumah tangganya.[35] Di luar kelaziman, ia gemar mengayuh sampan, menanam dan merawat tanaman pagar, menggali selokan, serta bergaul akrab dengan para buruh dan pekerja-pekerja kalangan bawah lainnya.[36][nb 5] Perilaku semacam ini dianggap tidak wajar dilakukan kaum ningrat kala itu, sehingga menuai kecaman.[38]

Pada tahun 1290, ayah Edward menandatangani Perjanjian Birgham, yang berisi janjinya untuk kelak mengawinkan Edward, yang kala itu baru berumur enam tahun, dengan Putri Margrete, anak tunggal Raja Norwegia yang berpeluang menjadi ahli waris takhta Kerajaan Skotlandia.[39] Putri Margrete wafat pada tahun yang sama, sehingga perjodohan pun batal.[40] Ibu Edward, Permaisuri Leonor, wafat tak lama kemudian, disusul nenek Edward, Ibu Suri Alienòr dari Provensa.[41] Raja Edward I, yang sangat berdukacita ditinggal mati permaisurinya, menggelar upacara pemakaman besar-besaran. Permaisuri Leonor wafat meninggalkan warisan jabatan penguasa Kabupaten Ponthieu bagi putranya.[41] Raja Edward I berencana mencarikan jodoh untuk Edward dari lingkungan keluarga Kerajaan Prancis demi mengekalkan hubungan damai kedua negara, tetapi terkendala perang dengan Prancis yang meletus pada tahun 1294.[42] Raja Edward I selanjutnya meminang putri Bupati Flandria untuk putranya, tetapi perjodohan ini pun gagal lantaran dihalang-halangi Raja Prancis, Philippe IV.[42]

Aksi-aksi militer perdana di Skotlandia

 
Raja Edward I (kiri) melantik Edward (kanan) menjadi Pangeran Wales dalam sebuah gambar dari permulaan abad ke-14

Antara tahun 1297 dan 1298, Edward diangkat menjadi pemangku selama ayahnya berperang di Flandria melawan Raja Philippe IV, yang telah menduduki sebagian wilayah kekuasaan Raja Inggris di Gaskonia.[43] Sepulangnya dari medan perang, Raja Edward I menandatangani sebuah kesepakatan damai dengan Prancis, yang menetapkan perkawinannya dengan Putri Marguerite, adik Raja Philippe IV, dan perjodohan Pangeran Edward dengan Putri Isabelle, anak Raja Philippe IV yang kala itu baru berumur dua tahun.[44] Berdasarkan pertimbangan kedua belah pihak, perkawinan Pangeran Edward dan Putri Isabelle akan membuat Kadipaten Gaskonia yang dipersengketakan itu menjadi warisan bagi keturunan Raja Edward I maupun Raja Philippe IV, sehingga tercipta peluang untuk mengakhiri ketegangan berlarut-larut antara dua kerajaan bersengketa.[45] Edward agaknya tidak bermasalah dengan ibu tirinya, yang melahirkan dua orang putra, yakni Thomas dari Brotherton pada tahun 1300, dan Edmund dari Woodstock pada tahun 1301.[46] Setelah naik takhta, Edward mengucurkan dana tunjangan dan menganugerahkan gelar-gelar kepada adik-adiknya.[47][nb 6]

Raja Edward I kembali memerangi Skotlandia pada tahun 1300, dan kali ini membawa serta putranya, yang ia jadikan kepala pasukan garis belakang dalam aksi pengepungan puri Caerlaverock.[48] Pada musim semi tahun 1301, Raja Edward I melantik Edward menjadi Pangeran Wales serta menganugerahinya wilayah Kabupaten Chester dan berbidang-bidang tanah di Wales Utara. Agaknya Raja Edward I berharap tindakan ini dapat membantu menundukkan negeri Wales sekaligus memampukan anaknya untuk mencari nafkah sendiri.[49] Setelah menerima sembah bakti dari kawulanya di Wales, Edward bergabung dengan ayahnya dalam rangka memerangi Skotlandia pada tahun 1301. Ia memimpin bala tentaranya, yang terdiri atas 300 orang prajurit, bergerak ke utara dan merebut puri Turnberry.[50] Pangeran Edward juga ikut serta memerangi Skotlandia pada tahun 1303. Kali ini ia melancarkan aksi pengepungan atas puri Brechin dengan menggunakan senjata-senjata pengepung miliknya sendiri.[51] Pada musim semi tahun 1304, Edward melakukan perundingan atas nama Raja Inggris dengan para pemimpin pemberontak Skotlandia. Ketika perundingan gagal, ia bergabung dengan ayahnya untuk mengepung puri Stirling.[52]

Pada tahun 1305, Edward bertengkar dengan ayahnya, mungkin sekali terkait masalah uang.[53] Pangeran Edward bertengkar dengan Uskup Walter Langton, bendahara negara, agaknya terkait jumlah dana tunjangan ia terima dari kerajaan.[52] Raja Edward I membela bendahara negara, mengusir putra mahkota beserta para pengiringnya dari istana, dan menghentikan pemberian dana tunjangan kepada mereka.[54] Kedua anak-beranak ini akhirnya kembali rukun berkat campur tangan anggota keluarga dan sahabat-sahabat mereka.[55]

Konflik kembali berkobar di Skotlandia pada tahun 1306, setelah Raibeart Bruis membunuh seterunya, John Comyn, dan menyatakan diri sebagai Raja Orang Skot.[56] Raja Edward I mengerahkan bala tentara yang beranggotakan tenaga-tenaga baru, tetapi kali ini ia memutuskan untuk mengangkat putranya secara resmi menjadi senapati yang akan memimpin aksi militer Inggris di Skotlandia.[56] Pangeran Edward dilantik menjadi Adipati Aquitania, selanjutnya dilantik menjadi kesatria bersama sejumlah pemuda lain di Biara Westminster dalam sebuah upacara meriah yang disebut Pesta Angsa.[57] Dalam pesta meriah di aula yang bersebelahan dengan Biara Westminster, sebagaimana yang dilakukan para kesatria dalam legenda-legenda Raja Arthur dan perang-perang Salib, para hadirin bersama-sama bersumpah mengalahkan Raibeart Bruis.[58] Peranan pasukan yang dipimpin Pangeran Edward dalam perang di Skotlandia pada musim panas tahun itu tidaklah jelas. Atas perintah Raja Edward I, bala tentara Inggris secara brutal menghancurleburkan bala tentara Raibeart Bruis di Skotlandia.[59][nb 7] Edward pulang ke Inggris pada bulan September, manakana perundingan diplomatik kembali digelar di Inggris guna menetapkan tanggal perkawinannya dengan Putri Isabelle.[61]

Piers Gaveston dan seksualitas

 
Inisial dari piagam penganugerahan jabatan Earl Cornwall keapada Piers Gaveston

Pada waktu inilah Edward mulai akrab dengan Piers Gaveston.[62] Piers adalah putra salah seorang kesatria rumah tangga istana Kerajaan Inggris, yang tanah pertuanannya berbatasan langsung dengan wilayah Kadipaten Gaskonia. Piers menjadi warga rumah tangga Pangeran Edward pada tahun 1300, mungkin sekali atas perintah Raja Edward I.[63] Keduanya segera akrab. Piers diangkat menjadi juak-juak dan tak lama kemudian sudah menjadi salah seorang pengiring dekat Edward, sebelum dilantik menjadi kesatria oleh Raja Edward I dalam Pesta Angsa pada tahun 1306.[64] Piers Gaveston dihukum buang ke Gaskonia oleh Raja Edward I pada tahun 1307 dengan alasan yang masih belum jelas.[65] Salah seorang penulis tawarikh meriwayatkan bahwa suatu ketika Edward meminta izin ayahnya untuk menyerahkan kekuasaan atas Kabupaten Ponthieu kepada Piers. Raja murka mendengar permintaan ini. Ia menjambak rambut putranya sampai tercerabut dari kepala, lantas menghukum buang Piers.[66] Meskipun demikian, catatan resmi istana menunjukkan bahwa masa pembuangan Piers hanya bersifat sementara, dan si narapidana juga diberi uang tunjangan yang lumayan. Catatan resmi istana tidak menyebutkan alasan yang melatarbelakangi hukuman buang, sehingga menyiratkan bahwa hukuman ini hanyalah salah satu cara sang raja menghukum putra mahkota.[67]

Kemungkinan adanya unsur syahwat dalam hubungan antara Edward dan Piers maupun anak-anak emasnya yang lain sesudah Piers sudah dibahas panjang lebar oleh para sejarawan. Pembahasan diperumit oleh langkanya bukti yang dapat digunakan untuk memastikan seluk-beluk hubungan mereka.[68][nb 8] Homoseksualitas sangat diharamkan oleh Gereja di Inggris pada abad ke-14. Gereja menganggap homoseksualitas setara dengan kejahatan bidah, tetapi hubungan seks antara seorang laki-laki dengan laki-laki lain tidak serta-merta dianggap sebagai tanda jati diri yang bersangkutan sebagaimana yang terjadi pada abad ke-21.[70] Edward dan Piers sama-sama beristri dan berketurunan. Edward bahkan menurunkan seorang anak haram, dan mungkin pula pernah bermain serong dengan kemenakannya, Eleanor de Clare.[71]

Sumber utama bukti-bukti dari masa hidup Edward, yang mendukung dugaan adanya hubungan homoseksual antara dirinya dan Piers, adalah sebuah tawarikh yang ditulis pada era 1320-an. Si penulis, yang tidak diketahui jati dirinya, meriwayatkan tentang betapa "cintanya" Edward pada Piers sampai-sampai "mau bersumpah setia padanya, dan menjalin ikatan dengannya, yang mengatasi segala macam ikatan dengan insan fana, yakni ikatan cinta abadi, yang dikencangkan kuat-kuat dan disimpul mati".[72] Keterangan pertama yang terang-terangan menyebutkan tentang adanya dugaan bahwa Edward berhubungan badan dengan laki-laki dicatat pada tahun 1334, manakala Adam Orleton, Uskup Winchester, didakwa pernah mengeluarkan pernyataan pada tahun 1326 bahwa Edward adalah seorang "pemburit", kendati Adam Orleton membela diri dengan mengatakan bahwa orang yang ia sebut pemburit adalah penasihat Edward, Hugh Despenser Muda, bukan mendiang raja.[73] Tawarikh Meaux dari era 1390-an hanya menerangkan bahwa Edward "terlalu menuruti hawa nafsu memburit."[74]

Di lain pihak, Edward dan Piers mungkin saja cuma berkawan akrab dalam urusan kerja sehari-hari.[75] Ulasan para pujangga penulis tawarikh masa itu tidaklah begitu jelas. Tuduhan yang diutarakan Adam Orleton juga mengandung unsur politik, dan mirip sekali dengan tuduhan liwat berlatar belakang politik yang ditujukan terhadap Paus Bonifasius VIII pada tahun 1303 dan laskar Kesatria Haikal pada tahun 1308.[76] Keterangan-keterangan terkemudian dari para penulis tawarikh mengenai tindak tanduk Edward dapat ditelisik sumbernya sampai pada tuduhan-tuduhan yang mula-mula dilontarkan oleh Adam Orleton, dan tentunya sudah diracuni oleh peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi menjelang pemakzulan Edward.[77] Para sejarawan semisal Michael Prestwich dan Seymour Phillips berpendapat bahwa sifat terbuka lingkungan istana Kerajaan Inggris memustahilkan orang untuk merahasiakan segala macam tindakan homoseksual. Pihak Gereja kala itu, ayah Edward sendiri, maupun ayah mertuanya tampaknya tidak pernah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mencela perilaku seksual Edward.[78]

Menurut teori yang lebih mutakhir dari sejarawan Pierre Chaplais, Edward dan Piers mungkin saja menjalin ikatan saudara angkat.[79] Tindakan saling angkat saudara melalui sumpah untuk saling bela selaku "saudara seperjuangan" sudah lumrah dilakukan pada Abad Pertengahan di antara kaum pria yang berkawan akrab.[80] Banyak penulis tawarikh menggambarkan keakraban Edward dan Piers sebagai kedekatan antarsaudara, dan secara tegas mengemukakan bahwa Edward sudah mengangkat Piers menjadi saudara.[81] Pierre Chaplais berpendapat bahwa Edward dan Piers mungkin mengucapkan sumpah saling angkat saudara secara resmi pada tahun 1300 atau 1301, dan bahwasanya mereka menganggap segala macam janji untuk saling memutuskan hubungan atau saling menjauhi yang mereka buat sesudah sumpah ini sebagai janji yang dibuat di bawah paksaan, dan oleh karena itu tidak sah.[82] Meskipun demikian, sumpah semacam ini tidak memustahilkan kemungkinan bahwa hubungan mereka juga memiliki dimensi seksual.[37]

Permulaan masa pemerintahan (1307–1311)

Penobatan dan perkawinan

 
Raja Edward II menerima mahkota Kerajaan Inggris dalam sebuah gambar ilustrasi dari masa hidupnya

Raja Edward I mengerahkan bala tentara baru untuk memerangi Skotlandia pada tahun 1307, yang menurut rencana akan mengikutsertakan Pangeran Edward pada musim panas tahun itu, tetapi sang raja yang sudah uzur itu lambat laut merasa kurang sehat dan akhirnya mangkat pada tanggal 7 Juli di Burgh by Sands.[83] Edward langsung berangkat meninggalkan London begitu menerima kabar kemangkatan ayahnya, dan dipermaklumkan sebagai Raja Inggris yang baru pada tanggal 20 Juli.[84] Ia terus bergerak ke utara memasuki Skotlandia, dan menerima sembah bakti dari orang-orang Skotlandia pendukungnya pada tanggal 4 Agustus di Dumfries, sebelum berbalik meninggalkan medan perang menuju Inggris.[84] Edward segera memanggil pulang Piers Gaveston dari pembuangan, dan mengangkatnya menjadi Earl Cornwall, sebelum menjodohkannya dengan hartawati Margaret de Clare.[85][nb 9] Edward juga memerintahkan penangkapan seteru lamanya, Uskup Walter Langton, dan memecatnya dari jabatan bendahara negara.[87] Jenazah Raja Edward I disemayamkan selama beberapa bulan di Biara Waltham sebelum dimakamkan di Biara Westminster dalam keranda batu sederhana dari pualam yang dibuatkan Edward bagi mendiang.[88][nb 10]

Pada tahun 1308, perkawinan Edward dan Isabelle dilaksanakan.[90] Edward berlayar menyeberangi Selat Inggris menuju Prancis pada bulan Januari, meninggal Piers selaku custos regni (pemangku) selama kepergiannya.[91] Keputusan ini sesungguhnya di luar dari kebiasaan, dan membuat Piers memegang banyak kewenangan raja, dikukuhkan dengan Meterai Besar Negeri.[92] Edward mungkin sekali berharap perkawinannya dengan Isabelle akan mengukuhkan kedudukannya selaku Adipati Gaskonia dan mengalirkan dana yang sangat ia butuhkan ke pundi-pundinya.[9] Akan tetapi hasil akhir perundingan ternyata tidak sepenuhnya menguntungan Edward. Raja Prancis meminta mas kawin yang tinggi berikut perincian tata usaha tanah-tanah Edward di Prancis.[93] Sebagai bagian dari kesepakatan, Edward menghaturkan sembah bakti selaku Adipati Aquitania kepada Raja Prancis, dan menyetujui pembentukan komisi khusus bagi penerapan pasal-pasal Perjanjian Paris tahun 1303.[94]

Upacara perkawinan dilangsungkan di Boulogne pada tanggal 25 Januari.[95] Sebagai hadiah perkawinan, Isabelle menerima sebuah Buku Mazmur dari Edward, dan hadiah-hadiah senilai lebih dari 21.000 livre berikut secuil pecahan kayu salib asli dari ayahnya.[96] Pasangan pengantin baru ini tiba di Inggris pada bulan Februari. Edward telah memerintahkan pemugaran Istana Westminster untuk digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pesta penobatan sekaligus pesta perkawinan mereka, diperlengkapi dengan meja-meja pualam, empat puluh tanur pemanggang roti, dan sebuah pancuran yang memancurkan anggur dan pimento, sejenis minuman berempah khas Abad Pertengahan.[97] Setelah beberapa kali ditunda, upacara penobatan akhirnya digelar di Biara Westminster pada tanggal 25 Februari, di bawah arahan Henry Woodlock, Uskup Winchester.[98] Sebagai bagian dari upacara penobatan, Edward bersumpah menjunjung tinggi "hukum dan adat istiadat yang sah menurut kehendak rakyat".[99] Maksud kalimat sumpah ini kurang begitu jelas. Mungkin sengaja dirumuskan demikian untuk memaksa Edward menerima peraturan-peraturan yang kelak dirumuskan, mungkin sengaja disisipkan guna mencegah Edward membatalkan segala macam janji yang kelak dibuatnya, atau mungkin sengaja dirumuskan sendiri oleh Edward untuk cari muka pada para baron.[100][nb 11] Kekhidmatan upacara ternoda oleh tingkah kerumunan penonton yang memaksa masuk ke istana dengan merubuhkan tembok, sampai-sampai Edward terpaksa meninggalkan lokasi upacara lewat pintu belakang.[101]

Ketika diperistri Edward, Isabelle baru berumur 12 tahun, cukup muda menurut kelaziman masa itu, dan Edward mungkin sekali menjalin hubungan intim dengan gundik-gundik pada tahun-tahun pertama perkawinannya.[102] Para kurun waktu inilah lahir Adam, anak haram Edward yang seawal-awalnya lahir pada tahun 1307.[102] Putra pertama Edward dan Isabelle, yang kelak menjadi Raja Edward III, lahir pada tahun 1312 dan disambut dengan perayaan meriah. Sesudah putra pertama mereka, lahir tiga orang anak lagi, yakni John pada tahun 1316, Eleanor pada tahun 1318, dan Joan pada tahun 1321.[103]

Kisruh seputar Piers Gaveston

 
Putri Isabelle (ketiga dari kiri) bersama ayahnya, Raja Philippe IV (tengah)

Kepulangan Piers Gaveston dari pembuangan pada tahun 1307 mula-mula tidak dipermasalahkan para baron, tetapi tak lama kemudian sudah menimbulkan penentangan.[104] Ia tampaknya memiliki pengaruh yang terlampau besar dalam perumusan kebijakan-kebijakan raja, sampai-sampai salah seorang penulis tawarikh menyebutkan bahwa ada "dua orang raja yang memerintah dalam satu kerajaan, yang seorang adalah raja yang bertakhta, sedangkan yang seorang lagi adalah raja yang berlaku".[105] Kendati mungkin sekali tidak benar, Piers dituduh telah menilap dana kerajaan dan mencuri hadiah-hadiah perkawinan Isabelle.[106] Piers memainkan peran penting dalam upacara penobatan Edward, sehingga menimbulkan murka para hadirin dari Inggris maupun Prancis sehubungan dengan tata urutan kehormatan dan pakaian-pakaian kebesaran para earl dalam upacara, serta sikap Edward yang jelas sekali tampak lebih suka ditemani Piers daripada Isabelle dalam pesta penobatannya.[107]

Sidang parlemen diselenggarakan pada bulan Februari 1308 dalam suasana panas.[108] Edward ingin sekali membahas kemungkinan-kemungkinan pembaharuan pemerintahan, tetapi para baron enggan menuruti keinginannya sebelum kisruh seputar Piers Gaveston dituntaskan.[108] Kekerasan pun nyaris tak terelakkan lagi, tetapi ketegangan akhirnya mereda setelah Henry de Lacy, Earl Lincoln, berhasil meyakinkan para baron untuk mengalah.[109] Dalam sidang parlemen yang kembali digelar pada bulan April, para baron sekali lagi mengecam Piers, dan menuntut raja untuk menjatuhkan hukuman buang kepadanya, kali ini dengan dukungan Isabelle dan Kerajaan Prancis.[110] Edward bergeming, tetapi akhirnya mengalah. Ia bersedia mengasingkan Piers ke Aquitania, dengan ancaman ekskomunikasi dari Uskup Agung Canterbury jika berani menginjakkan kakinya di Inggris.[111] Pada menit-menit terakhir, Edward berubah pikiran, dan malah memberangkatkan Piers ke Dublin dengan pangkat Raja Muda Irlandia.[112]

Edward hendak memerangi Skotlandia sekali lagi, tetapi gagasan ini diam-diam dibiarkan tidak terlaksana, dan raja justru melakukan pertemuan dengan para baron pada bulan Agustus 1308 guna membahas usaha-usaha pembaharuan.[113] Edward diam-diam berusaha meyakinkan Paus Klemens V maupun Raja Philippe IV melalui perundingan untuk membenarkan Piers kembali ke Inggris. Sebagai gantinya, Edward bersedia memberantas Laskar Kesatria Haikal di Inggris, dan membebaskan Uskup Langton dari penjara.[114] Edward memanggil para rohaniwan dan baron-baron penting untuk melakukan pertemuan sekali lagi pada bulan Januari 1309, dan selanjutnya para earl terkemuka menggelar pertemuan pada bulan Maret dan April, mungkin sekali di bawah pimpinan Thomas, Earl Lancaster.[115] Pertemuan-pertemuan ini disusul oleh sidang parlemen yang menolak membenarkan kepulangan Piers Gaveston ke Inggris, tetapi membenarkan Edward mengutip pajak-pajak tambahan jika bersedia mengesahkan program pembaharuan yang mereka usulkan.[116]

Edward berusaha meyakinkan Sri Paus lewat surat bahwa kisruh seputar Piers sudah berakhir.[117] Atas dasar janji-janji Edward, dan menilik prosedur pengambilan keputusan semula, Sri Paus bersedia membatalkan ancaman ekskomunikasi dari Uskup Agung Canterbury sehingga membuka peluang kembalinya Piers ke Inggris.[118] Piers kembali ke Inggris pada bulan Juni, disambut oleh Edward.[119] Dalam sidang parlemen pada bulan berikutnya, Edward menyetujui sejumlah konsesi guna menenangkan para penentang Piers, termasuk bersedia membatasi kewenangan kepala rumah tangga istana dan marsekal rumah tangga istana, meregulasi hak pasok raja yang menyusahkan rakyat, dan membatalkan aturan bea masuk yang baru saja diberlakukan. Sebagai gantinya, parlemen menyetujui pemungutan pajak-pajak baru guna mendanai perang di Skotlandia.[120] Edward tampaknya berhasil berkompromi dengan para baron, setidaknya untuk sementara waktu.[121]

Ordinansi tahun 1311

Sesudah kepulangannya, hubungan Piers Gaveston dengan para baron terkemuka kian memburuk.[122] Ia dinilai congkak, dan suka menyebut para earl dengan julukan-julukan yang membuat mereka merasa tersinggung, termasuk pernah menjuluki salah seorang earl yang sangat berkuasa sebagai "anjing Warwick".[123] Earl Lancaster dan seteru-seteru Piers menolak menghadiri sidang parlemen tahun 1310 karena sidang tersebut juga akan dihadiri oleh Piers.[124] Edward sedang menghadapi masalah keuangan akibat berutang £22.000 pada cukong Italia, Frescobaldi, juga sedang diterpa kecaman sehubungan dengan cara ia menjalankan hak pasok raja dalam memasok perbekalan untuk perang di Skotlandia.[125] Usahanya menghimpun bala tentara untuk perang di Skotlandia menemui jalan buntu, dan para earl menangguhkan pemungutan cukai-cukai baru.[126]

Raja dan parlemen bersidang kembali pada bulan Februari 1310, tetapi pokok-pokok bahasan terkait kebijakan mengenai Skotlandia yang sedianya akan dibahas malah tergantikan oleh perdebatan seputar berbagai masalah di dalam negeri.[127] Edward dituntut untuk memecat Piers dari jabatan penasihat raja, dan sebagai gantinya diminta menerima nasihat dari 21 orang baron terpilih, yang disebut para pengundang-undang, yang akan melaksanakan kegiatan pembaharuan besar-besaran dalam pemerintahan maupun rumah tangga istana.[128] Di bawah tekanan, Edward menyetujui usul ini dan para pengundang-undang pun dipilih. Dewan pengundang-undang beranggotakan tokoh-tokoh dari kalangan pembaharu maupun kalangan konservatif dalam jumlah yang kurang lebih berimbang.[129] Manakala para pengundang-undang mulai mewujudkan rencana-rencana pembaharuan mereka, Edward dan Piers memimpin sebala tentara yang beranggotakan 4.700 orang tenaga baru menuju Skotlandia. Keadaan militer di Skotlandia terus memburuk.[130] Raibear Bruis menolak tantangan bertempur, dan aksi militer Inggris berlanjut tanpa hasil yang berarti selama musim dingin sampai bala tentara Inggris kehabisan perbekalan dan uang pada tahun 1311, sehingga Edward terpaksa kembali ke selatan.[131]

Kala itu para pengundang-undang tengah merampungkan rancangan undang-undang pembaharuan yang mereka cita-citakan, dan Edward tidak punya pilihan politik selain membiarkan rancangan undang-undang itu dirampungkan serta mengesahkannya pada bulan Oktober.[132] Ordinansi 1311 memuat klausa-klausa yang membatasi hak raja untuk berperang atau menganugerahkan tanah tanpa persetujuan parlemen, sehingga memberi kewenangan kepada parlemen untuk mengendalikan tata usaha kerajaan, menghapuskan hak pasok raja, menyingkirkan para cukong Frescobaldi, dan memperkenalkan suatu sistem baru untuk memantau kepatuhan terhadap para pengundang-undang.[133] Selain itu, para pengundang-undang juga sekali lagi menjatuhkan hukuman buang kepada Piers, kali ini diembel-embeli larangan untuk menumpang hidup di semua tanah milik Edward, termasuk di Gaskonia dan Irlandia, serta perintah untuk melucuti semua gelarnya.[134] Edward lantas undur diri ke tanah pertuanan raja di Windsor dan Kings Langley, sementara Piers angkat kaki dari Inggris. Ia mungkin hijrah ke kawasan utara Prancis atau ke Flandria.[135]

Pertengahan masa pemerintahan (1311–1321)

Kematian Piers Gaveston

Ketegangan antara Edward dan para baron masih tetap tinggi, dan para earl yang berseberangan haluan dengan raja menunda pengerahan laskar pribadi mereka sampai tahun 1311.[136] Kala itu Edward sudah semakin jauh dari sepupunya, Earl Lancaster, penguasa daerah Lancaster, Leicester, Lincoln, Salisbury, dan Derby, dengan penghasilan sebanyak kira-kira £11.000 setahun dari tanah-tanahnya, nyaris dua kali lipat dari jumlah penghasilan baron terkaya sesudah dirinya.[137] Dengan dukungan Earl Arundel, Earl Gloucester, Earl Hereford, Earl Pembroke, dan Earl Warwick, Earl Lancaster pun menjadi pucuk pimpinan sebuah faksi yang sangat kuat di Inggris, tetapi dia sendiri tidak meminati urusan-urusan ketatausahaan praktis, dan bukan pula seorang politikus yang berdaya cipta maupun efektif.[138]

Edward menanggapi ancaman para baron dengan membatalkan Ordinansi 1311 dan memanggil pulang Piers ke Inggris. Edward dan Piers berjumpa kembali di York pada bulan Januari 1312.[139] Para baron merasa geram dan menggelar pertemuan di London. Dalam pertemuan ini, Uskup Agung Canterbury mengekskomunikasi Piers Gaveston, dan para baron menyusun rencana untuk membekuk beserta mencegah Piers melarikan diri ke Skotlandia.[140] Edward, Isabelle, dan Piers bertolak ke Newcastle, diburu oleh Earl Lancaster dan anak buahnya.[141] Rombongan keluarga kerajaan mengungsi dengan kapal, meninggalkan banyak harta bendanya, dan mendarat di Scarborough. Piers tetap tinggal di Scarborough, sementara Edward dan Isabelle kembali ke York.[142] Setelah sempat dikepung, Piers akhirnya menyerahkan diri kepada Earl Pembroke dan Earl Surrey, karena mereka berjanji tidak akan mencelakainya.[143] Ia membawa serta sejumlah besar emas, perak, dan permata, mungkin bagian dari harta simpanan raja. Piers kelak dituduh telah mencuri semua barang berharga itu dari Edward.[144]

Dalam perjalanan pulang dari utara, Earl Pembroke menyinggahi desa Deddington di Midlands, dan menyuruh orang menjaga Piers sementara ia sendiri pergi menjumpai istrinya.[145] Earl Warwick memanfaatkan kesempatan ini untuk menangkap Piers dan membawanya ke Puri Warwick, tempat Earl Lancaster dan sekutu-sekutunya berkumpul pada tanggal 18 Juni.[146] Dalam waktu singkat, Piers diadili dan dinyatakan bersalah menjadi pengkhianat berdasarkan Ordinansi 1311. Ia dieksekusi mati di Bukit Blacklow keesokan harinya, atas kewenangan Earl Lancaster.[147] Jenazah Piers baru dikubur pada tahun 1315, didahului upacara duka di Priorat King's Langley.[148]

Bersitegang dengan Earl Lancaster dan Kerajaan Prancis

 
Edward (kiri) dan Philippe IV dalam acara pelantikan kesatria di Gereja Notre Dame, 1312

Tewasnya Piers ditanggapi secara berbeda-beda.[149] Edward benar-benar murka atas kejadian yang menurutnya adalah tindakan pembunuhan terhadap Piers. Ia menetapkan pemberian tunjangan kepada keluarga mendiang, dan bermaksud membalaskan dendam mendiang pada baron-baron yang terlibat.[150] Earl Pembroke dan Earl Surrey merasa malu sekaligus berang atas tindakan Earl Warwick, dan berbalik mendukung Edward.[151] Pidana mati dianggap sah dan perlu dijatuhkan terhadap Earl Lancaster beserta antek-anteknya, demi menjaga stabilitas kerajaan.[149] Perang saudara pun tampaknya bakal pecah, tetapi pada bulan Desember, Earl Pembroke mengupayakan tercapainya kesepakatan damai di antara kedua belah pihak. Edward bersedia menganugerahkan pengampunan kepada para baron penentangnya atas tindakan mereka membunuh Piers, dan sebaliknya para baron bersedia mendukung aksi militer baru di Skotlandia.[152] Kendati demikian, Earl Lancaster dan Earl Warwick tidak serta-merta ikut sepakat, sehingga dilakukan lagi perundingan-perundingan lebih lanjut hampir sepanjang tahun 1313.[153]

Sementara itu, Earl Pembroke berunding dengan Prancis guna menuntaskan sengketa berlarut-larut terkait tata kelola Kadipaten Gaskonia, dan dalam rangka ini pula Edward dan Isabella rela berkunjung ke Paris pada bulan Juni 1313 untuk bertatap muka dengan Raja Philippe IV.[154] Mungkin sekali Edward berharap dapat menuntaskan sengketa perihal kawasan selatan Prancis sekaligus mendapatkan dukungan Raja Philippe dalam perkara perselisihannya dengan para baron, sementara Raja Philippe melihat acara kunjungan ini sebagai kesempatan untuk membuat menantunya terkesan pada kekuasaan dan kekayaannya.[155] Acara kunjungan ternyata berjalan dengan lancar dan penuh gegap-gempita. Sebagai bagian dari acara kunjungan, kedua raja melantik putra-putra Raja Philippe dan 200 orang lainnya menjadi kesatria dalam sebuah upacara meriah di Gereja Notre Dame, menghadiri perjamuan-perjamuan meriah yang digelar di tepian Sungai Seine, serta mengumumkan pernyataan bersama bahwa kedua raja beserta permaisuri masing-masing akan ikut serta dalam Perang Salib di Syam.[156] Raja Philippe menetapkan syarat-syarat yang lunak demi menuntaskan sengketa Kadipaten Gaskonia, dan satu-satunya kejadian tidak menyenangkan yang menodai acara kunjungan ini adalah peristiwa kebakaran di tempat Edward menginap.[157]

Sepulangnya dari Prancis, kewibawaan politik Edward langsung melambung tinggi.[158] Setelah melewati perundingan sengit, para earl, termasuk Earl Lancaster dan Earl Warwick, bersedia menandatangai kesepakatan pada bulan Oktober 1313. Isi kesepakatan pada dasarnya sangat mirip dengan rancangan kesepakatan yang diajukan pada bulan Desember sebelumnya.[159] Kondisi keuangan Edward membaik berkat kesediaan parlemen untuk menyetujui kenaikan pajak, pinjaman 160.000 keping florin (£ 25.000) dari Sri Paus, pinjaman £ 33.000 dari Raja Philippe, dan kesepakatan-kesepakatan pinjaman lain yang diatur oleh cukong Italia Edward yang baru, Antonio Pessagno.[160] Untuk pertama kalinya selama bertakhta, Edward dapat menjalankan pemerintahan dengan sokongan dana yang memadai.[161]

Pertempuran Bannockburn

 
Gambar adegan Pertempuran Bannockburn tahun 1314 dalam Alkitab Holkham

Pada tahun 1314, Raibeart Bruis sudah berhasil merebut kembali sebagian besar dari puri-puri di Skotlandia yang pernah dikuasai Edward, dan melancarkan aksi-aksi penyerbuan ke kawasan utara Inggris sampai ke Carlisle.[162] Edward menanggapi sepak terjang Raibeart Bruis dengan merancang sebuah aksi militer besar-besaran dengan dukungan Earl Lancaster beserta para baron, sehingga dapat menghimpun sebala besar tentara, antara 15.000 sampai 20.000 orang banyaknya.[163] Sementara itu Raibeart Bruis telah mengepung Puri Stirling, benteng utama Inggris di Skotlandia. Kepala puri mengirim pesan kepada Edward bahwa jika pasukan Inggris tidak datang sampai dengan tanggal 24 Juni, ia akan menyerah.[162] Sang raja menerima pesan ini menjelang akhir bulan Mei, dan memutuskan untuk mempercepat keberangkatan pasukan Inggris dari Berwick ke utara demi membebaskan Puri Stirling dari kepungan musuh.[164] Raibeart Bruis menyiagakan sekitar 5.500 sampai 6.500 prajurit, yang sebagian besar adalah prajurit penombak, guna menghalangi bala tentara Inggris memasuki Stirling.[165]

Pertempuran pecah pada tanggal 23 June, tatkala bala tentara Inggris bergerak melintasi daerah perbukitan Bannock Burn, yang dikelilingi paya-paya.[166] Pasukan-pasukan kedua belah pihak pun saling menyerang, dan Raibeart Bruis berhasil menewaskan Sir Henry de Bohun dalam pertarungan satu lawan satu.[166] Edward melanjutkan pergerakan maju bala tentara Inggris pada hari berikutnya, dan dihadang sebala besar prajurit Skotlandia yang disiagakan di hutan-hutan New Park.[167] Tampaknya Edward tidak menyangka akan dihadang prajurit Skotlandia di tempat itu, sehingga mengatur pasukannya dalam gelar perarakan, alih-alih dalam gelar tempur. Pasukan pemanah, yang lazimnya dikerahkan untuk menghancurkan ujung tombak pasukan musuh, malah ditempatkan di barisan belakang, alih-alih di barisan depan.[167] Pasukan berkuda Inggris mengalami kesulitan berolah gerak di medan yang sempit sehingga tak ayal menjadi bulan-bulanan pasukan penombak Raibeart Bruis.[168] Bala tentara Inggris kocar-kacir, dan para pemimpin pasukan tidak berdaya menertibkan kembali anak buahnya.[168]

Edward terus bertarung di barisan belakang, tetapi Earl Pembroke sadar bahwa Inggris sudah kalah, dan menyeret sang raja meninggalkan medan tempur, kendati terus diburu prajurit-prajurit Skotlandia.[169] Edward sampai-sampai bernazar akan membangun sebuah biara bagi tarekat Karmelit di Oxford andaikata Tuhan memperkenankannya pulang dengan selamat.[169] Sejarawan Roy Haines menyebut kekalahan ini sebagai "bencana yang sungguh mencengangkan" bagi Inggris, lantaran besarnya kerugian yang diderita pihak Inggris.[170] Sesudah terkecundang, Edward mundur ke Dunbar, kemudian berlayar menuju Berwick, dan kembali ke York. Tanpa dukungan bala bantuan dari Inggris, Puri Stirling pun jatuh ke tangan musuh.[171]

Bencana kelaparan dan kecaman rakyat

Pascakekalahan Inggris dalam Pertempuran Bannockburn, Earl Lancaster dan Earl Warwick melihat pengaruh politikn mereka meningkat naik, sehingga mereka pun mendesak Edward untuk memberlakukan kembali Ordinansi tahun 1311.[172] Earl Lancaster menjadi kepala majelis istana pada tahun 1316, dan berjanji akan melaksanakan Ordinansi melalui panitia pembaharu yang baru, tetapi tampaknya ia mengundurkan diri tak lama kemudian, mungkin lantaran ketidaksepahaman di antara para baron, dan mungkin pula karena alasan kesehatan.[173] Earl Lancaster menolak bertemu dengan Edward di parlemen sampai dua tahun kemudian, sehingga menghambat penyelenggaraan pemerintahan. Keadaan ini memustahilkan segala macam rencana untuk kembali memerangi Skotlandia sekaligus memunculkan kekhawatiran akan pecahnya perang saudara.[174] Sesudah melewati perundingan panjang, yang sekali lagi terselenggara berkat jasa Earl Pembroke, Edward dan Earl Lancaster akhirnya sepakat menandatangani Traktat Leake pada bulan Agustus 1318, yang berisi pernyataan penganugerahan pengampunan kepada Earl Lancaster beserta kubunya, serta pembentukan majelis istana yang baru. Traktat Leake mampu merukunkan kedua belah pihak untuk sementara waktu.[175]

Kesukaran-kesukaran yang dihadapi Edward kian diperberat oleh masalah berkepanjangan di bidang pertanian, yang tidak lepas dari fenomena besar di kawasan utara Eropa, yakni Bencana Kelaparan Besar 1315-1317. Permasalahan ini berawal dari hujan-hujan lebat menjelang akhir tahun 1314, disusul musim dingin parah dan hujan-hujan deras pada musim semi yang menewaskan sejumlah besar lembu dan biri-biri. Cuaca buruk terus berlanjut nyaris tanpa jeda sampai tahun 1321, sehingga mengakibatkan gagal panen.[176] Pendapatan dari ekspor wol merosot tajam, sementara harga bahan pangan melambung tinggi, kendati pemerintah berusaha keras mengendalikan harga barang.[177] Edward mengimbau para penimbun bahan pangan untuk membuka lumbung-lumbung mereka, serta berusaha memulihkan kegiatan dunia usaha di dalam negeri dan mengimpor gandum, kendati hanya kecil manfaatnya.[178] Perintah memasok barang untuk kepentingan istana, yang dikeluarkan selagi bencana kelaparan masih bersangsung, hanya membuat ketegangan kian meningkat.[179]

Sementara itu, Raibeart Bruis memanfaatkan momentum kemenangannya di Bannockburn untuk menyerang kawasan utara wilayah Inggris. Mula-mula hanya daerah Carlisle dan Berwick yang diserang, tetapi bala tentara Skotlandia terus merangsek ke selatan sampai ke daerah Lancashire dan Yorkshire, bahkan sampai mengancam kota York.[180]

Keturunan

 
Lambang kebesaran Edward selaku Raja Inggris

Dari permaisurinya, Edward II menurunkan empat orang putra-putri sebagai berikut:[181]

  1. Edward III, lahir pada tanggal 13 November 1312, wafat pada tanggal 21 Juni 1377, kawin dengan Philippa dari Hainaut pada tanggal 24 Januari 1328, berketurunan.
  2. John dari Eltham, lahir pada tanggal 15 Agustus 1316, wafat pada tanggal 13 September 1336, tidak kawin, tidak berketurunan.
  3. Eleanor dari Woodstock, lahir pada tanggal 18 Juni 1318, wafat pada tanggal 22 April 1355, kawin dengan Reinoud II dari Gelre pada bulan Mei 1332, berketurunan.
  4. Joan dari Menara, lahir pada tanggal 5 Juli 1321, wafat pada tanggal 7 September 1362, kawin dengan David II dari Skotlandia pada tanggal 17 Juli 1328 dan menjadi Permaisuri Kerajaan Skotlandia, tidak berketurunan.

Edward juga menurunkan seorang anak di luar ikatan perkawinan, yakni Adam FitzRoy (lahir sekitar tahun 1307, wafat pada tahun 1322), yang menyertainya dalam aksi-aksi militer Inggris di Skotlandia pada tahun 1322, dan wafat tak lama kemudian.[182]

Silsilah

Keterangan

  1. ^ Kiranya mustahil menyetarakan nilai uang Abad Pertengahan secara tepat dengan nilai pendapatan dan harga barang pada Zaman Modern. Sebagai perbandingan, ayah Edward, Raja Edward I, menghabiskan sekitar £15.000 untuk membangun puri beserta tembok kota Conwy, sementara penghasilan seorang bangsawan abad ke-14 semisal Richard le Scrope berjumlah sekitar £600 setahun .[11]
  2. ^ Tulisan-tulisan sejarah terdahulu mengenai Edward II memuat anggapan bahwa taraf pendidikannya rendah, terutama karena ia mengucapkan sumpah penobatan dalam bahasa Prancis, bukan bahasa Latin, dan karena ia meminati kegiatan bercocok tanam. Pengucapan sumpah dalam bahasa Prancis ketika dinobatkan tidak lagi ditafsirkan sebagai tanda rendahnya taraf pendidikan Edward, tetapi hanya ada sedikit sekali bukti lain yang dapat digunakan untuk mengira-ngira sebaik apa Edward dididik. Pengait-ngaitan minatnya akan kegiatan bercocok tanam dengan taraf kecerdasan yang rendah tidak lagi dianggap akurat.[24]
  3. ^ Sejarawan Seymour Phillips beranggapan bahwa mungkin sekali Edward menguasai sedikit bahasa Latin, sementara Roy Haines tidak terlalu yakin.[26]
  4. ^ Keterangan-keterangan sejarah terdahulu mengenai Edward menyiratkan bahwa masa kanak-kanaknya ternoda oleh ketiadaan kedekatan dan kasih sayang keluarga, yang kelak berdampak pada watak dan masalah-masalah yang dihadapinya. Kendati ayahnya, Edward I, tetap dianggap sebagai sosok yang "lekas naik darah dan banyak maunya", masa kanak-kanak Edward tidak lagi dianggap tidak lumrah pada zamannya, atau hanya terjadi pada dirinya.[28]
  5. ^ Kendati demikian, sejarawan Seymour mencermati bahwa hanya ada sedikit bukti yang mendukung pernyataan rekan-rekan sezaman Edward mengenai kegemarannya bergaul dengan warga desa.[37]
  6. ^ Orang-orang sezamannya mengecam Edward II karena lebih sayang pada Piers Gaveston daripada adik-adiknya, kendati kajian terperinci yang dilakukan Alison Marshall justru menunjukkan bahwa Edward lebih bermurah hati kepada adik-adiknya. Alison Marshall berpendapat bahwa "hanya dalam hal ini", Edward dikecam secara tidak adil.[47]
  7. ^ Aksi militer Inggris di Skotlandia pada tahun 1306 dilakukan secara brutal, dan penulis tawarikh William Rishanger mendakwa Pangeran Edward sebagai orang yang bertanggung jawab atas serangan biadab prajurit Inggris terhadap rakyat jelata Skotlandia; sejarawan Seymour Phillips telah mendapati bahwa banyak keterangan lain dari William Rishanger tidaklah benar, sehingga membuat orang meragukan kebenaran keterangan-keterangan yang lebih ekstrim dalam tawarikhnya.[60]
  8. ^ Salah satu pendapat paling menonjol yang mencurigai Edward dan Piers sebagai sepasang kekasih dikemukakan oleh John Boswell. Jeffrey Hamilton tidak menafikan kemungkinan adanya unsur syahwat dalam hubungan ini, tetapi mungkin sekali tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Sejarawan Michael Prestwich setuju pada pendapat yang mengatakan bahwa Edward dan Piers menjalin hubungan saudara angkat, tetapi hubungan ini maupun hubungan Edward dengan Hugh Despenser dibumbui "unsur syahwat"; Roy Haines sependapat dengan Michael Prestwich; Miri Rubin setuju dengan pendapat bahwa hubungan Edward dan Piers adalah persahabatan, tetapi mengandung unsur "hubungan kerja yang amat karib"; Seymour Phillips yakin bahwa mungkin sekali Edward menganggap Piers sebagai saudara angkat.[69]
  9. ^ Sekalipun Edward sudah mengangkat Piers Gaveston menjadi Earl Cornwall pada tahun 1307, panitera istana baru bersedia mengakui jabatan baru Piers pada tahun 1309.[86]
  10. ^ Kisah bahwa Raja Edward I meminta putranya bersumpah untuk merebus jenazahnya, mengubur dagingnya, dan membawa serta tulang-tulangnya dalam aksi militer di Skotlandia hanyalah kisah karangan yang baru dibuat belakangan.[89]
  11. ^ Tidak jelas siapa yang memaktubkan kalimat ini dalam sumpah penobatan, maupun maksud yang melatarbelakanginya. Pembahasan-pembahasan kesejarahan sumpah penobatan ini mencakup pula debat seputar frasa Latin aura eslau, yang dapat mengubah arti kalimat sumpah ini dari mengacu pada peraturan-peraturan yang kelak akan dibuat menjadi suatu pernyataan retrospektif mengenai sikap hormat pada hukum-hukum dan adat-istiadat yang sudah ada. Tidak kelas pula sampai sejauh mana perubahan pada sumpah penobatan dilakukan atas dorongan ketidaksepahaman politik antara Edward dan para baron, ataukah secara khusus berfokus pada permasalahan kedudukan Piers Gaveston.[100]

Rujukan

  1. ^ Haines 2003, hlm. 3
  2. ^ Prestwich 1988, hlm. 13–14
  3. ^ Prestwich 2003, hlm. 33
  4. ^ Prestwich 2003, hlm. 5–6
  5. ^ Prestwich 2003, hlm. 38; Phillips 2011, hlm. 5; Given-Wilson 1996, hlm. 29–30
  6. ^ Prestwich 2003, hlm. 38; Phillips 2011, hlm. 5; Gillingham, John (11 Juli 2008), "Hard on Wales", Times Literary Supplement, Times Literary Supplement, diakses tanggal 22 April 2014 
  7. ^ Haines 2003, hlm. 25
  8. ^ Haines 2003, hlm. 241
  9. ^ a b c Brown 1988, hlm. 575
  10. ^ Phillips 2011, hlm. 129; Prestwich 2003, hlm. 30–31, 93–94
  11. ^ Ashbee 2007, hlm. 9; Given-Wilson 1996, hlm. 157
  12. ^ Phillips 2011, hlm. 33, 36
  13. ^ Phillips 2011, hlm. 35–36; Haines 2003, hlm. 3
  14. ^ Coote 2000, hlm. 84–86
  15. ^ Phillips 2011, hlm. 36; Haines 2003, hlm. 3–4
  16. ^ Phillips 2011, hlm. 39
  17. ^ a b Phillips 2011, hlm. 40
  18. ^ a b Phillips 2011, hlm. 37, 47; Chaplais 1994, hlm. 5; Haines 2003, hlm. 4
  19. ^ Phillips 2011, hlm. 47
  20. ^ Phillips 2011, hlm. 48
  21. ^ Phillips 2006, hlm. 226
  22. ^ Phillips 2011, hlm. 53–54
  23. ^ Phillips 2011, hlm. 55–57; Haines 2003, hlm. 11
  24. ^ Phillips 2006, hlm. 53; Haines 2003, hlm. 11; Haines 2003, hlm. 45–46
  25. ^ Phillips 2011, hlm. 60
  26. ^ Phillips 2006, hlm. 53; Haines 2003, hlm. 11
  27. ^ Hamilton 2006, hlm. 5–6; Phillips 2011, hlm. 45
  28. ^ Hamilton 2006, hlm. 5–6; Phillips 2011, hlm. 43–45; Haines 2003, hlm. 4–5
  29. ^ Hamilton 2006, hlm. 6–8
  30. ^ Hamilton 2006, hlm. 8; Haines 2003, hlm. 7
  31. ^ Phillips 2011, hlm. 73–74
  32. ^ Phillips 2011, hlm. 37, 74; Hamilton 2006, hlm. 9
  33. ^ Hamilton 2006, hlm. 6; Phillips 2011, hlm. 40
  34. ^ Prestwich 2003, hlm. 71; Phillips 2011, hlm. 41
  35. ^ Prestwich 2003, hlm. 73; Phillips 2011, hlm. 61
  36. ^ Phillips 2011, hlm. 72–73; Prestwich 2003, hlm. 72
  37. ^ a b Prestwich 2003, hlm. 72
  38. ^ Phillips 2011, hlm. 72; Prestwich 2003, hlm. 72
  39. ^ Phillips 2011, hlm. 41; Haines 2003, hlm. 19
  40. ^ Phillips 2011, hlm. 42
  41. ^ a b Phillips 2011, hlm. 43
  42. ^ a b Phillips 2011, hlm. 77–78; Hallam & Everard 2001, hlm. 360
  43. ^ Phillips 2011, hlm. 78–79
  44. ^ Phillips 2011, hlm. 80–81; Rubin 2006, hlm. 30
  45. ^ Brown 1988, hlm. 574
  46. ^ Phillips 2011, hlm. 81–82; Marshall 2006, hlm. 190
  47. ^ a b Marshall 2006, hlm. 198–199
  48. ^ Phillips 2011, hlm. 82–84
  49. ^ Phillips 2011, hlm. 85–87
  50. ^ Phillips 2011, hlm. 88–90
  51. ^ Phillips 2011, hlm. 91–93
  52. ^ a b Phillips 2011, hlm. 94–95
  53. ^ Phillips 2011, hlm. 104–105
  54. ^ Phillips 2011, hlm. 95–96
  55. ^ Phillips 2011, hlm. 107
  56. ^ a b Phillips 2011, hlm. 109
  57. ^ Phillips 2011, hlm. 109–111
  58. ^ Phillips 2011, hlm. 111; Rubin 2006, hlm. 29–30; Haines 2003, hlm. 16–17
  59. ^ Phillips 2011, hlm. 111–115
  60. ^ Phillips 2006, hlm. 113–115
  61. ^ Phillips 2011, hlm. 116–117
  62. ^ Phillips 2011, hlm. 96
  63. ^ Phillips 2011, hlm. 96–97
  64. ^ Phillips 2011, hlm. 96–97, 120; Chaplais 1994, hlm. 4
  65. ^ Phillips 2011, hlm. 112; 120–121
  66. ^ Phillips 2011, hlm. 120–121
  67. ^ Phillips 2011, hlm. 120–123; Haines 2003, hlm. 20–21
  68. ^ Ormrod 2006, hlm. 22; Haines 2003, hlm. 20–21
  69. ^ Prestwich 2003, hlm. 72; Haines 2003, hlm. 374; Rubin 2006, hlm. 31; Phillips 2011, hlm. 102; Ormrod 2006, hlm. 23; Hamilton 2010, hlm. 98–99
  70. ^ Ormrod 2006, hlm. 23–25; Prestwich 2006, hlm. 70; Prestwich 2003, hlm. 72
  71. ^ Prestwich 2006, hlm. 71; Phillips 2011, hlm. 101; Haines 2003, hlm. 42–43
  72. ^ Phillips 2011, hlm. 97
  73. ^ Mortimer 2006, hlm. 50
  74. ^ Mortimer 2006, hlm. 52
  75. ^ Rubin 2006, hlm. 31
  76. ^ Mortimer 2006, hlm. 51–53
  77. ^ Mortimer 2006, hlm. 52; Phillips 2011, hlm. 102
  78. ^ Prestwich 2006, hlm. 70–71; Chaplais 1994, hlm. 9; Phillips 2011, hlm. 99
  79. ^ Phillips 2011, hlm. 100; Chaplais 1994, hlm. 11–13
  80. ^ Chaplais 1994, hlm. 14–19
  81. ^ Phillips 2011, hlm. 102
  82. ^ Chaplais 1994, hlm. 20–22.
  83. ^ Phillips 2011, hlm. 123
  84. ^ a b Phillips 2011, hlm. 125–126
  85. ^ Phillips 2011, hlm. 126–127
  86. ^ Chaplais 1994, hlm. 53
  87. ^ Phillips 2011, hlm. 129
  88. ^ Phillips 2011, hlm. 131
  89. ^ Phillips 2011, hlm. 123; Prestwich 1988, hlm. 557.
  90. ^ Phillips 2011, hlm. 132
  91. ^ Phillips 2011, hlm. 133
  92. ^ Chaplais 1994, hlm. 34–41
  93. ^ Brown 1988, hlm. 574–575, 578, 584; Phillips 2011, hlm. 131–134
  94. ^ Phillips 2011, hlm. 131–134
  95. ^ Haines 2003, hlm. 52
  96. ^ Phillips 2011, hlm. 135; Brown 1988, hlm. 574
  97. ^ Phillips 2011, hlm. 135, 139–140
  98. ^ Phillips 2011, hlm. 140
  99. ^ Phillips 2011, hlm. 141
  100. ^ a b Phillips 2011, hlm. 140–143; Haines 2003, hlm. 56–58
  101. ^ Phillips 2011, hlm. 144
  102. ^ a b Haines 2003, hlm. 61; Phillips 2011, hlm. 102
  103. ^ Haines 2003, hlm. 93; Phillips 2011, hlm. 102
  104. ^ Prestwich 2003, hlm. 74; Rubin 2006, hlm. 31
  105. ^ Phillips 2011, hlm. 135–137
  106. ^ Phillips 2011, hlm. 136–138
  107. ^ Phillips 2011, hlm. 144–146; Chaplais 1994, hlm. 44
  108. ^ a b Phillips 2011, hlm. 146–147
  109. ^ Phillips 2011, hlm. 146
  110. ^ Phillips 2011, hlm. 147–149
  111. ^ Phillips 2011, hlm. 149–150
  112. ^ Phillips 2011, hlm. 150–151
  113. ^ Phillips 2011, hlm. 151
  114. ^ Phillips 2011, hlm. 152–153
  115. ^ Phillips 2011, hlm. 154–155
  116. ^ Phillips 2011, hlm. 156–157
  117. ^ Phillips 2011, hlm. 155
  118. ^ Phillips 2011, hlm. 155, 157–158
  119. ^ Phillips 2011, hlm. 158
  120. ^ Phillips 2011, hlm. 159
  121. ^ Phillips 2011, hlm. 160
  122. ^ Phillips 2011, hlm. 161
  123. ^ Phillips 2011, hlm. 161; Chaplais 1994, hlm. 68
  124. ^ Phillips 2011, hlm. 162
  125. ^ Phillips 2011, hlm. 162–163
  126. ^ Phillips 2011, hlm. 163
  127. ^ Phillips 2011, hlm. 163–164
  128. ^ Phillips 2011, hlm. 164–166
  129. ^ Phillips 2011, hlm. 166
  130. ^ Phillips 2011, hlm. 167–170
  131. ^ Phillips 2011, hlm. 169–171
  132. ^ Phillips 2011, hlm. 176; Haines 2003, hlm. 76
  133. ^ Phillips 2011, hlm. 177–178
  134. ^ Phillips 2011, hlm. 178–179, 182
  135. ^ Phillips 2011, hlm. 180–181
  136. ^ Phillips 2011, hlm. 182
  137. ^ Phillips 2011, hlm. 152, 174–175
  138. ^ Phillips 2011, hlm. 182, 276; Prestwich 2003, hlm. 77; Haines 2003, hlm. 82–83, 87, 95
  139. ^ Phillips 2011, hlm. 182–184
  140. ^ Phillips 2011, hlm. 184–185; Chaplais 1994, hlm. 82
  141. ^ Phillips 2011, hlm. 186–187
  142. ^ Phillips 2011, hlm. 187
  143. ^ Phillips 2011, hlm. 187–188
  144. ^ Hamilton 1991, hlm. 202–204
  145. ^ Phillips 2011, hlm. 189; Haines 2003, hlm. 86–87
  146. ^ Phillips 2011, hlm. 189–190
  147. ^ Phillips 2011, hlm. 190–191; Chaplais 1994, hlm. 88
  148. ^ Phillips 2011, hlm. 241
  149. ^ a b Chaplais 1994, hlm. 89
  150. ^ Chaplais 1994, hlm. 82; Phillips 2011, hlm. 192
  151. ^ Phillips 2011, hlm. 191; Haines 2003, hlm. 86
  152. ^ Phillips 2011, hlm. 193–196, 199–200
  153. ^ Phillips 2011, hlm. 206–208
  154. ^ Phillips 2011, hlm. 207–920
  155. ^ Phillips 2011, hlm. 209–211
  156. ^ Phillips 2011, hlm. 210–211
  157. ^ Phillips 2011, hlm. 213
  158. ^ Phillips 2011, hlm. 214
  159. ^ Phillips 2011, hlm. 217
  160. ^ Phillips 2011, hlm. 218–219; Prestwich 2003, hlm. 16
  161. ^ Phillips 2011, hlm. 225–226
  162. ^ a b Phillips 2011, hlm. 223–224
  163. ^ Phillips 2011, hlm. 225–227; Haines 2003, hlm. 94
  164. ^ Phillips 2011, hlm. 223, 227–228
  165. ^ Phillips 2011, hlm. 228–229
  166. ^ a b Phillips 2011, hlm. 230
  167. ^ a b Phillips 2011, hlm. 231–232
  168. ^ a b Phillips 2011, hlm. 232
  169. ^ a b Phillips 2011, hlm. 233
  170. ^ Phillips 2011, hlm. 234–236; Haines 2003, hlm. 259
  171. ^ Phillips 2011, hlm. 233, 238
  172. ^ Phillips 2011, hlm. 239, 243
  173. ^ Phillips 2011, hlm. 246, 267, 276; Haines 2003, hlm. 104
  174. ^ Phillips 2011, hlm. 280, 282–283, 294; Tebbit 2005, hlm. 205
  175. ^ Phillips 2011, hlm. 308, 330; Haines 2003, hlm. 112
  176. ^ Jordan 1996, hlm. 171; Phillips 2011, hlm. 252–253
  177. ^ Jordan 1996, hlm. 171; Phillips 2011, hlm. 253
  178. ^ Jordan 1996, hlm. 172–174
  179. ^ Ormrod 2011, hlm. 16–17
  180. ^ Phillips 2011, hlm. 248, 281, 329, 343–348
  181. ^ Haines 2003, hlm. 355; Phillips 2011, hlm. 102
  182. ^ Haines 2003, hlm. 270; Phillips 2011, hlm. 428–429
  183. ^ Hamilton 2010, hlm. viii; Carpenter 2004, hlm. 532–536; Prestwich 1988, hlm. 574; O'Callaghan 1975, hlm. 681; Durand, Clémencet & Dantine 1818, hlm. 435; Howell, Margaret (2004–14), "Eleanor [Eleanor of Provence] (c.1223–1291), Queen of England, Consort of Henry III", Oxford Dictionary of National Biography, Oxford University Press, diakses tanggal 22 April 2014 ; Parsons, John Carmi (2004–14), "Eleanor [Eleanor of Castile] (1241–1290), Queen of England, Consort of Edward I", Oxford Dictionary of National Biography, Oxford University Press, diakses tanggal 22 April 2014 

Kepustakaan

  • Aberth, John (2003). A Knight at the Movies: Medieval History on Film. London, Inggris Raya: Routledge. ISBN 978-0-415-93885-3. 
  • Alexander, James W. (1985). "A Historiographical Survey: Norman and Plantagenet Kings since World War II". Journal of British Studies. 24 (1): 94–109. doi:10.1086/385826. ISSN 0021-9371. 
  • Ashbee, Jeremy (2007). Conwy Castle. Cardiff, Inggris Raya: Cadw. ISBN 978-1-85760-259-3. 
  • Brintnell, Kent L. (2011). Ecce Homo: The Male-Body-in-Pain as Redemptive Figure. Chicago, Amerika Serikat: University of Chicago Press. ISBN 978-0-226-07471-9. 
  • Brown, Elizabeth A. R. (1988). "The Political Repercussions of Family Ties in the Early Fourteenth Century: The Marriage of Edward II of England and Isabelle of France". Speculum. 63 (3): 573–595. doi:10.2307/2852635. ISSN 0038-7134. JSTOR 2852635. 
  • Burden, Joel (2004). "Re-writing a Rite of Passage: The Peculiar Funeral of Edward II". Dalam McDonald, Nicola; Ormrod, W. Mark. Rites of Passage: Cultures of Transition in the Fourteenth Century. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 13–30. ISBN 978-1-903153-15-4. 
  • Burgtorf, Jochen (2008). "'With my life, his joyes began and ended': Piers Gaveston and King Edward II of England Revisited". Dalam Saul, Nigel. Fourteenth Century England. V. Woodbridge, Inggris Raya: The Boydell Press. hlm. 31–51. ISBN 978-1-84383-387-1. 
  • Carpenter, David (2004). The Struggle for Mastery: The Penguin History of Britain 1066–1284. London, Inggris Raya: Penguin. ISBN 978-0-14-014824-4. 
  • Chaplais, Pierre (1994). Piers Gaveston: Edward II's Adoptive Brother. Oxford, Inggris Raya: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-820449-7. 
  • Childs, W. R. (1991). "'Welcome My Brother': Edward II, John of Powderham and the Chronicles, 1318". Dalam Wood, Ian; Loud, G. A. Church and Chronicle in the Middle Ages: Essays Presented to John Taylor. London, Inggris Raya: Hambledon Press. hlm. 149–164. ISBN 978-0-8264-6938-0. 
  • Coote, Lesley Ann (2000). Prophecy and Public Affairs in Later Medieval England. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. ISBN 978-1-903153-03-1. 
  • Dodd, Gwilym (2006). "Parliament and Political Legitimacy in the Reign of Edward II". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 165–189. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Doherty, Paul (2004). Isabella and the Strange Death of Edward II. London, Inggris Raya: Robinson. ISBN 978-1-84119-843-9. 
  • Duffy, Mark (2003). Royal Tombs of Medieval England. Stroud, Inggris Raya: Tempus. ISBN 978-0-7524-2579-5. 
  • Durand, Ursin; Clémencet, Charles; Dantine, Maur-François (1818). L'art de verifier les dates des faits historiques, des chartes, des chroniques et autres anciens monuments depuis la naissance de notre-seigneur (dalam bahasa Prancis). 12. Paris, Prancis: tanpa nama penerbit. OCLC 221519473. 
  • Galbraith, Vivian Hunter (1935). "The Literacy of the Medieval English Kings". Proceedings of the British Academy. 21: 78–111. ISSN 0068-1202. 
  • Given-Wilson, Chris (1996). The English Nobility in the Late Middle Ages: The Fourteenth-century Political Community. London, Inggris Raya: Routledge. ISBN 978-0-415-14883-2. 
  • Haines, Roy Martin (2003). King Edward II: His Life, his Reign and its Aftermath, 1284–1330. Montreal, Kanada dan Kingston, Kanada: McGill-Queen's University Press. ISBN 978-0-7735-3157-4. 
  • Hallam, Elizabeth M.; Everard, Judith A. (2001). Capetian France, 987–1328 (edisi ke-ke-2). Harlow, Inggris Raya: Longman. ISBN 978-0-582-40428-1. 
  • Hamilton, J. S. (1991). "Piers Gaveston and the Royal Treasure". Albion: A Quarterly Journal Concerned with British Studies. 23 (2): 201–207. doi:10.2307/4050602. ISSN 0095-1390. JSTOR 4050602. 
  • Hamilton, J. S. (2006). "The Character of Edward II: The Letters of Edward of Caernarfon Reconsidered". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 5–21. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Hamilton, J. S. (2010). The Plantagenets: History of a Dynasty. London, Inggris Raya: Continuum. ISBN 978-1-4411-5712-6. 
  • Horne, Peter (1999). "The Besotted King and His Adonis: Representations of Edward II and Gaveston in Late Nineteenth-Century England". History Workshop Journal. 47 (47): 30–48. doi:10.1093/hwj/1999.47.30. ISSN 1477-4569. 
  • Jordan, William Chester (1996). The Great Famine: Northern Europe in the Early Fourteenth Century. Princeton, Amerika Serikat: Princeton University Press. ISBN 978-0-691-05891-7. 
  • Lawrence, Martyn (2006). "Rise of a Royal Favourite: The Early Career of Hugh Despenser". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 204–219. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Logan, Robert A. (2007). Shakespeare's Marlowe: The Influence of Christopher Marlowe on Shakespeare's Artistry. Aldershot, Inggris Raya: Ashgate. ISBN 978-1-4094-8974-0. 
  • Marshall, Alison (2006). "The Childhood and Household of Edward II's Half-Brothers, Thomas of Brotherton and Edmund of Woodstock". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 190–204. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Martin, Matthew R. (2010). "Introduction". Dalam Martin, Matthew R. Edward the Second, By Christopher Marlowe. Ontario, Kanada: Broadview Press. hlm. 9–32. ISBN 978-1-77048-120-6. 
  • McKisack, M. (1959). The Fourteenth Century: 1307–1399. Oxford, Inggris Raya: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-821712-1. 
  • Menache, Sophia (2002). Clement V. Cambridge, Inggris Raya: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-59219-2. 
  • Mortimer, Ian (2004). The Greatest Traitor: The Life of Sir Roger Mortimer, Ruler of England 1327–1330. London, Inggris Raya: Pimlico. ISBN 978-0-7126-9715-6. 
  • Mortimer, Ian (2005). "The Death of Edward II in Berkeley Castle". English Historical Review. 120 (489): 1175–1224. doi:10.1093/ehr/cei329. ISSN 0013-8266. 
  • Mortimer, Ian (2006). "Sermons of Sodomy: A Reconsideration of Edward II's Sodomitical Reputation". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 48–60. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Mortimer, Ian (2008). The Perfect King: The Life of Edward III, Father of the English Nation. London, Inggris Raya: Vintage. ISBN 978-0-09-952709-1. 
  • Musson, Anthony (2006). "Edward II: The Public and Private Faces of the Law". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 140–164. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • O'Callaghan, Joseph F. (1975). A History of Medieval Spain. Ithaca, Amerika Serikat: Cornell University Press. ISBN 978-0-8014-0880-9. 
  • Ormrod, W. Mark (2004). "Monarchy, Martyrdom and Masculinity: England in the Later Middle Ages". Dalam Cullum, P. H.; Lewis, Katherine J. Holiness and Masculinity in the Middle Ages. Cardiff, Inggris Raya: University of Wales Press. hlm. 174–191. ISBN 978-0-7083-1894-2. 
  • Ormrod, W. Mark (2006). "The Sexualities of Edward II". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 22–47. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Ormrod, W. Mark (2011). Edward III. New Haven, Amerika Serikat: Yale University Press. ISBN 9780300119107. 
  • Perry, Curtis (2000). "The Politics of Access and Representations of the Sodomite King in Early Modern England". Renaissance Quarterly. 53 (4): 1054–1083. doi:10.2307/2901456. ISSN 1935-0236. JSTOR 2901456. 
  • Phillips, Seymour (2006). "The Place of the Reign of Edward II". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 220–233. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Phillips, Seymour (2011). Edward II. New Haven, Amerika Serikat dan London, Inggris Raya: Yale University Press. ISBN 978-0-300-17802-9. 
  • Prasch, Thomas (1993). "Edward II". American Historical Review. 98 (4): 1164–1166. doi:10.2307/2166608. ISSN 0002-8762. JSTOR 2166608. 
  • Prestwich, Michael (1988). Edward I. Berkeley, Amerika Serikat dan Los Angeles, Amerika Serikat: University of California Press. ISBN 978-0-520-06266-5. 
  • Prestwich, Michael (2003). The Three Edwards: War and State in England, 1272–1377 (edisi ke-ke-2). London, Inggris Raya dan New York, Amerika Serikat: Routledge. ISBN 978-0-415-30309-5. 
  • Prestwich, Michael (2006). "The Court of Edward II". Dalam Dodd, Gwilym; Musson, Anthony. The Reign of Edward II: New Perspectives. Woodbridge, Inggris Raya: York Medieval Press. hlm. 61–76. ISBN 978-1-903153-19-2. 
  • Prestwich, Michael (2007). Plantagenet England: 1225–1360. Oxford, Inggris Raya: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-922687-0. 
  • Ruddick, Andrea (2013). English Identity and Political Culture in the Fourteenth Century. Cambridge, Inggris Raya: Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-00726-0. 
  • Rubin, Miri (2006). The Hollow Crown: A History of Britain in the Late Middle Ages. London, Inggris raya: Penguin. ISBN 978-0-14-014825-1. 
  • Schofield, Phillipp R. (2005). "King Edward II: Edward of Caernarfon, His Life, His Reign, and Its Aftermath, 1284–1330 by Roy Martin Haines". Speculum. 80 (4): 1295–1296. doi:10.1017/s0038713400001780. ISSN 0038-7134. 
  • Smallwood, M. (1973). "The Lament of Edward II". Modern Language Review. 68 (3): 521–529. doi:10.2307/3724989. ISSN 0026-7937. JSTOR 3724989. 
  • Tebbit, Alistair (2005). "Royal Patronage and Political Allegiance: The Household Knights of Edward II, 1314–1321". Dalam Prestwich, Michael; Britnell, Richard; Frame, Robin. Thirteenth Century England: The Proceedings of the Durham Conference, 2003. X. Woodbridge, Inggris Raya: The Boydell Press. hlm. 197–209. ISBN 978-1-84383-122-8. 
  • Waugh, Scott L. (1991). England in the Reign of Edward III. Cambridge, Inggris Raya: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-31039-0. 
  • Weir, Alison (2006). Isabella: She-Wolf of France, Queen of England. London, Inggris Raya: Pimlico. ISBN 978-0-7126-4194-4. 
  • Valente, Claire (1998). "The Deposition and Abdication of Edward II". The English Historical Review. 113 (453): 852–881. doi:10.1093/ehr/cxiii.453.852. ISSN 0013-8266. 
  • Valente, Claire (2002). "The 'Lament of Edward II': Religious Lyric, Political Propaganda". Speculum. 77 (2): 422–439. doi:10.2307/3301327. ISSN 0038-7134. JSTOR 3301327. 

Pranala luar

Edward II dari Inggris
Lahir: 25 April 1284 Meninggal: 21 September 1327?
Gelar
Didahului oleh:
Edward I
Raja Inggris
Adipati Aquitainia
Yamtuan Irlandia

1307–1327
Diteruskan oleh:
Edward III
Didahului oleh:
Leonor
bersama
Edward I
Bupati Ponthieu
1290–1327
Inggris
Lowong
Terakhir dijabat oleh
Llywelyn ap Gruffudd
Pangeran Wales
1301–1307
Lowong
Selanjutnya dijabat oleh
Edward Si Pangeran Hitam