Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram (bahasa Jawa: ꦤꦒꦫꦶꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦩꦠꦫꦩ꧀; Nagari Kasultanan Mataram, kadang disebut Mataram Islam atau Mataram Baru) adalah suatu negara Islam berbentuk kesultanan di pulau Jawa yang pernah ada pada abad ke-17. Kerajaan ini sudah didirikan sejak abad ke-16 namun baru menjadi sebuah negara berdaulat di abad ke-17 yang dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki Ageng Pamanahan atau disebut Wangsa Mataram. Awal mulanya berupa wilayah Alas Mentaok yang diberikan oleh Sultan Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan atas jasanya, kemudian menjadi suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang. Dengan Kuthagedhe sebagai pusat awal pemerintahan negara islam kesultanan Mataram. Raja berdaulat pertama adalah Danang Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari Ki Ageng Pamanahan.
ꦤꦒꦫꦶꦏꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦩꦠꦫꦩ꧀ | |||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1588–1680 | |||||||||||||||||
Lambang
| |||||||||||||||||
Cakupan terluas Kesultanan Mataram dalam masa pemerintahan Sri Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma (1613-1645) | |||||||||||||||||
Ibu kota | Kuthagedhe (1588-1613) Karta (1613-1647) Plered (1647-1681) | ||||||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa | ||||||||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||||||||
Pemerintahan | Monarki absolut | ||||||||||||||||
Panembahan, Susuhunan, Sultan | |||||||||||||||||
• 1575-1601 | HSK Panembahan Senapati | ||||||||||||||||
• 1601-1613 | SSHP Hanyakrawati | ||||||||||||||||
• 1613 (bertakhta hanya satu hari) | Pangeran Arya Martapura | ||||||||||||||||
• 1613-1645 | SSAHP Hanyakrakusuma | ||||||||||||||||
• 1646-1677 | SSHP Hamangkurat I | ||||||||||||||||
Sejarah | |||||||||||||||||
1588 | |||||||||||||||||
1680 | |||||||||||||||||
| |||||||||||||||||
---
Status Politik:
| |||||||||||||||||
Kesultanan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan pulau Jawa (kecuali wilayah Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon) dan sekitarnya, termasuk pulau Madura. Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin berkuasanya firma dagang itu, namun ironinya menerima bantuan VOC pada masa akhir menjelang keruntuhannya.
Mataram merupakan kerajaan berbasis agraris/pertanian. Namun keberadaan kerajaan ini memberikan bukti peninggalan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti kampung Matraman di Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan Carakan dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa pembagian wilayah administrasi yang masih berlaku hingga sekarang.
Awal lan
Mamank garoxx asmoking naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang https://www.facebook.com/groups/474630896719878/permalink/511956382987329/ Sultan Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senapati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kesultanan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Kuthagedhe, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Keraton Kuthagedhe. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kuthagedhe) kekuasaan diteruskan putranya Raden Mas Jolang yang setelah naik takhta bergelar Sri Susuhunan Hadi Prabu Hanyakrawati.
Pemerintahan Hanyakrawati tidak berlangsung lama karena dia wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda hing Krapyak atau Panembahan Seda hing Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu takhta beralih sebentar ke tangan putra keempat Raden Mas Jolang yang bernama Raden Mas Wuryah bergelar Adipati Martapura. Ternyata Adipati Martapura menderita penyakit saraf sehingga takhta beralih ke putra sulung Raden Mas Jolang yang bernama Raden Mas Rangsang yang kelak bergelar Sri Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma pada masa pemerintahan Raden Mas Rangsang, Mataram mengalami masa keemasannya.
Sultan Agung
Sesudah naik takhta Raden Mas Rangsang bergelar Sri Sultan Agung Hadi Prabu Hanyakrakusuma atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Pada puncak kejayaannya, wilayah kekuasaan Mataram mencakup sebagian Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, sebagian besar Jawa Barat, DIY, dan Jawa Timur sekarang, dengan pengecualian daerah Blambangan atau yang sekarang adalah wilayah Probolinggo hingga Banyuwangi). Ia memindahkan lokasi kraton ke Karta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Karta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya bernama Raden Mas Sayidin yang bergelar Sri Susuhunan Hadi Prabu Hamangkurat I atau Hamangkurat I.
Terpecahnya Mataram
Hamangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari Karta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Hamangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Hamangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Hamangkurat II (Hamangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, keraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5 km sebelah barat Pajang karena keraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Hamangkurat II berturut-turut adalah Hamangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Hamangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Hamangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Hamangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon (sebutan dunia Internasional dari Sri Lanka).
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.
Daftar raja-raja kesultanan Mataram
Daftar raja-raja yang berkuasa di Kesultanan Mataram merupakan keturunan dari Ki Ageng Pamanahan, pendiri Wangsa Mataram.
No. | Gambar | Nama | Lahir | Awal memerintah | Naik takhta | Akhir memerintah | Keluarga | Catatan |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Raden Mas Danang Sutawijaya Hingkang Sinuhun Kangjeng Panembahan Senapati hing-Ngalaga Sayiddin Panatagama |
1530 | 1587 | 1584 | 1601 (14 tahun bertakhta) |
Wangsa Mataram | • 1584 diangkat sebagai penguasa baru Mataram oleh Sultan Hadiwijaya • 1587 Memerdekakan Kadipaten Mataram dari Kesultanan Pajang • Raja Kesultanan Mataram pertama • Anak dari Ki Ageng Pamanahan | |
2 | Raden Mas Jolang
|
1601 | 1613 (12 tahun bertakhta) |
Wangsa Mataram | • Anak dari Panembahan Senapati | |||
3 | Raden Mas Wuryah Pangeran Arya Martapura Adipati Martapura |
Kotagede, Mataram, 1605 | 1613 | 1613 (bertakhta hanya satu hari) |
Wangsa Mataram | • Anak dari Panembahan Hanyakrawati | ||
4 | Berkas:Sultan Agung.jpg | Raden Mas Jatmika Raden Mas Rangsang
|
Kotagede, Mataram, 1593 | 1613 | 1613 | 1645 (32 tahun bertakhta) |
Wangsa Mataram | • Anak dari Panembahan Hanyakrawati • 1613 naik takhta pada usia 20 tahun menggantikan adiknya, Adipati Martapura (beda ibu) yang menderita tunagrahita |
5 | Berkas:Illustration of Sri Susuhunan Hamangkurat I.jpg | Raden Mas Sayidin Paduka Hingkang Sinuhun Kang Jumeneng Sri Susuhunan Hadi Prabu Hamangkurat I Senapati-hing-Ngalaga Sayiddin Panatagama |
Kotagede, Mataram | 1646 | 1677 (31 tahun bertakhta) |
Wangsa Mataram | • Anak dari Sultan Agung | |
Pada bulan September 1680 Hamangkurat II membangun keraton baru di hutan Wanakarta karena Keraton Plered telah diduduki Pakubuwana I. Keraton baru tersebut bernama Kartasura |
Daftar Pahlawan Nasional Indonesia dari Trah Mataram
Nama | Lahir | Wafat | Keterangan | Penetapan | Ref. |
---|---|---|---|---|---|
Sultan Agung | 1591 | 1645 | Sultan Mataram, melakukan perlawanan terhadap VOC | 1975 | [1][2] |
Hamengkubuwana I | 1717 | 1792 | Sultan Yogyakarta, melakukan perlawanan terhadap VOC, mendirikan Yogyakarta | 2006 | [1][3] |
Hamengkubuwana IX | 1912 | 1988 | Sultan Yogyakarta, aktivis kemerdekaan, pemimpin militer, dan politisi; Wakil Presiden Indonesia kedua | 1990 | [1][4] |
Pangeran Harya Dipanegara | 1785 | 1855 | Putra Hamengkubuwana III, melangsungkan perang lima tahun melawan pasukan kolonial Belanda | 1973 | [5][6] |
Pakubuwana VI | 1807 | 1849 | Susuhunan Surakarta, memberontak melawan pasukan kolonial Belanda | 1964 | [5][7] |
Pakubuwana X | 1866 | 1939 | Susuhunan Surakarta, mendukung berbagai proyek untuk kepentingan Pribumi Indonesia | 2011 | [8][9] |
Peristiwa Penting
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
- 1556 - Sultan Hadiwijaya menghadiahkan tanah Mataram kepada Ki Ageng Pamanahan atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang
- 1577 - Ki Ageng Pamanahan membangun istananya di Keraton Kuthagedhe.
- 1584 - Ki Ageng Pamanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pamanahan sebagai penguasa baru di Mataram, yang sebelumnya sebagai putra angkat Sultan Pajang bergelar "Mas Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di sebelah utara pasar). Ia mendapat gelar "Senapati in Ngalaga" (karena masih dianggap sebagai Senapati Utama Pajang di bawah Sultan Pajang).
- 1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
- 1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
- 1590 - Perang Mataram-Purbaya berakhir dengan takluknya Purbaya. Mataram juga menaklukkan Madiun, kemudian menyerbu Jepara namun berhasil dipukul mundur oleh pasukan Kesultanan Kalinyamat.
- 1596 - Belanda untuk pertama kalinya tiba di Jawa. Mereka mendarat di Banten, namun masih sebatas berdagang. Benteng Kuta Raja Cirebon dibangun sebagai simbol persahabatan antara Cirebon dengan Mataram.
- 1599 - Peristiwa Bedhahe Kalinyamat. Mataram melancarkan invasi besar-besaran terhadap Jepara dan berhasil menguasainya. Kerajaan Kalinyamat pun runtuh.
- 1600 - Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola. Berhasil ditumpas oleh putra mahkota Mataram, Raden Mas Jolang.
- 1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Raden Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati.
- 1602 - Pemberontakan Demak pimpinan Pangeran Puger. Perang sipil Mataram-Demak dimulai. Belanda resmi membentuk VOC, sebuah kongsi dagang internasional. VOC kemudian mendirikan pos dagang pertamanya di Gresik dan Jaratan.
- 1605 - Pangeran Puger ditangkap dan dibuang ke Kudus. Demak kembali menjadi bagian dari Mataram.
- 1607 - Pemberontakan Ponorogo pimpinan Jayaraga, adik Hanyakrawati. Berhasil dipadamkan dan Jayaraga dibuang ke Nusakambangan.
- 1610 - Mataram menyerbu Surabaya, namun mengalami kegagalan.
- 1613 - Mataram kembali menyerbu Surabaya, namun kembali gagal. Pos-pos VOC di Gresik dan Jaratan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara.
- 1613 - Hanyakrawati kemudian wafat dalam kecelakaan saat berburu kijang di hutan, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Arya Martapura. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah Menaklukkan Madura dia menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah 1640-an dia menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman"
- 1614 - Mataram menaklukkan Malang dan Lumajang. VOC mengirim duta besar pertamanya ke Mataram untuk menjalin kerja sama namun ditolak oleh Hanyakrakusuma.
- 1615 - Patih Mataram, Ki Juru Martani wafat. Kedudukannya digantikan oleh Tumenggung Singaranu. Mataram menaklukkan Wirasaba. Surabaya membalas dengan mengirim pasukan ke Wirasaba.
- 1616 - Pasukan Mataram mengalahkan pasukan Surabaya di desa Siwalan. Mataram kemudian lanjut menaklukkan Lasem.
- 1617 - Pemberontakan Pajang pimpinan Ki Tambakbaya. Berhasil dipadamkan dan Tambakbaya melarikan diri ke Surabaya. Mataram menaklukkan Pasuruan. Cirebon menjadi bawahan Mataram.
- 1618 - Mataram menaklukkan Galuh.
- 1619 - VOC menaklukkan kota Jayakarta dan mengganti namanya menjadi Batavia. Markas VOC yang semula di Ambon pun dipindah ke Batavia. Jan Pieterszoon Coen ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal VOC. Pendudukan Belanda di pulau Jawa pun dimulai. Mataram menaklukkan Tuban.
- 1620 - Invasi Mataram ke Surabaya dimulai. Pasukan Mataram membendung Sungai Mas untuk menghentikan suplai air. Mataram juga menggempur dan menaklukkan kerajaan Sumedang Larang.
- 1621 - Mataram mulai menjalin hubungan diplomatik dengan VOC.
- 1622 - Mataram menaklukkan kerajaan Sukadana di Kalimantan Barat.
- 1624 - Mataram menaklukkan Madura. Hanyakrakusuma mendapatkan gelar baru, Sultan Agung.
- 1625 - Surabaya dilanda bencana kelaparan akibat suplai pangan terputus oleh invasi Mataram. Jayalengkara akhirnya menyerah dan bersedia menjadikan Surabaya sebagai bagian dari Mataram.
- 1627 - Pemberontakan Pati pimpinan Adipati Pragola, sepupu Sultan Agung. Berhasil ditumpas.
- 1628 - Invasi Mataram ke Batavia dimulai. Pasukan Mataram berhasil menduduki sebuah benteng VOC, namun kemudian terpukul mundur akibat kekurangan perbekalan.
- 1629 - Mataram kembali menyerbu Batavia, namun kembali mengalami kekalahan. Walaupun begitu, pasukan Mataram berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung yang mengakibatkan wabah kolera melanda Batavia. Gubernur Jenderal VOC pertama, JP Coen tewas menjadi korban wabah tersebut.
- 1630 - Sultan Agung mengirim utusan ke Gresik agar Giri Kedaton bersedia menjadi bawahan Mataram, namun ditolak oleh Sunan Kawis Guwa, penguasanya saat itu. Akibatnya, Mataram menyerbu Giri Kedaton. Pertempuran besar terjadi hingga enam tahun berikutnya.
- 1631 - Pemberontakan Sumedang Larang.
- 1632 - Cirebon yang setia pada Mataram berhasil memadamkan pemberontakan Sumedang Larang.
- 1633 - Mataram menyerang Blambangan. Sultan Agung menciptakan 'Kalender Jawa dan memberlakukannya pada negerinya.
- 1636 - Perang Mataram-Giri Kedaton berakhir. Giri Kedaton takluk dan dianeksasi oleh Mataram. Di tahun yang sama, Mataram menundukkan Kesultanan Palembang di Sumatra Selatan. Mataram akhirnya juga dapat menaklukkan Blambangan setelah berperang 3 tahun lamanya.
- 1641 - Sultan Agung menggubah Serat Nitipraja.
- 1645 - Sultan Agung wafat. Sebelumnya, ia memerintahkan pembangunan Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga bangsawan kesultanan Mataram. Raden Mas Sayidin naik takhta menggantikan ayahnya dan bergelar Hamangkurat I.
- 1646 - Mataram kembali menjalin hubungan dengan VOC.
- 1647 - Ibu kota Mataram dipindah ke Keraton Plered.
- 1649 - Sultan Cirebon, Panembahan Girilaya diundang oleh Hamangkurat I untuk mengunjungi Mataram. Sesampainya di sana, ia dan kedua putranya justru dilarang kembali ke Cirebon dan dipaksa untuk tinggal di Mataram. Pangeran Wangsakerta diangkat sebagai wali sultan karena ayahnya tak kunjung kembali.
- 1652 - Mataram menyerahkan wilayah Bekasi kepada VOC. Tawang Alun naik takhta di Blambangan.
- 1659 - VOC menduduki Palembang. Kekuasaan Mataram di Sumatra pun lenyap. Blambangan bekerja sama dengan Bali untuk melepaskan diri dari Mataram. Pertempuran terjadi dan berakhir dengan dikuasainya ibu kota Blambangan oleh pasukan Mataram. Sang Prabu Tawang Alun dan pengikutnya mundur ke Bali.
- 1661 - Putra mahkota Mataram, Raden Mas Rahmat melancarkan aksi kudeta setelah terlibat perselisihan dengan sang ayah, namun mengalami kegagalan.
- 1674 - Trunojoyo, seorang bangsawan Madura memerdekakan wilayah tersebut dari kekuasaan Mataram.
- 1676 - Laskar Madura pimpinan Trunojoyo berturut-turut menduduki Lasem, Rembang, Demak, Semarang, dan Pekalongan. Tawang Alun memerdekakan Blambangan dari jajahan Mataram.
- 1677 - Trunojoyo berturut-turut menduduki Tegal, Cirebon, dan Banyumas, hingga akhirnya berhasil menguasai dan menjarah ibu kota Mataram. Hamangkurat I pun terpaksa meninggalkan keraton dan kemudian wafat dalam pelariannya di Tegalwangi. Raden Mas Rahmat naik takhta sebagai raja Mataram bergelar Hamangkurat II. Ia mengadakan perjanjian dengan VOC di Jepara untuk mengalahkan Trunojoyo. Pangeran Wangsakerta mengadakan seminar sejarah Gotrasawala di Cirebon dengan para sejarawan dari beberapa negara di Nusantara saat itu. Cirebon kehilangan wilayah Rangkas Sumedang (Karawang-Purwakarta-Subang) yang direbut oleh Belanda.
- 1679 - Pemberontakan Trunojoyo berhasil ditumpas oleh pasukan aliansi VOC-Mataram yang dibantu oleh armada Bugis pimpinan Arung Palakka. Ibu kota Mataram berhasil direbut kembali. Namun sebagai imbalannya, Mataram harus menyerahkan pesisir utara Jawa kepada VOC. VOC pun mulai terlibat dalam suksesi pemerintahan di Mataram dan juga Madura. Sultan Ageng Tirtayasa membagi Cirebon menjadi dua untuk menghindari perpecahan keluarga, yaitu keraton Kasepuhan dan keraton Kanoman.
- 1680 - Trunojoyo dihukum mati oleh Hamangkurat II. VOC menyerbu dan menghancurkan Giri Kedaton, sekutu terakhir yang loyal terhadap Trunojoyo. Ibu kota Mataram dipindah ke Kartasura.
- 1681 - Pakubuwana I diturunkan dari takhta Plered.
- 1703 - Hamangkurat II wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Hamangkurat III.
- 1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal Perang Takhta I (1704-1708). Susuhunan Hamangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
- 1708 - Susuhunan Hamangkurat III ditangkap dan dibuang ke Sri Lanka sampai wafatnya pada 1734.
- 1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar Susuhunan Hamangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta Jawa Kedua (1719-1723).
- 1726 - Susuhunan Hamangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar Susuhunan Paku Buwono II.
- 1742 - Ibu kota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam pengasingan.
- 1743 - Dengan bantuan VOC Ibu kota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.
- 1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibu kota baru di desa Sala di tepian Bengawan Beton.
- 1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibu kota baru yang dinamai Surakarta. Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus Perang Tahta Jawa Ketiga yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan Mataram menjadi dua Kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
- 1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya pada 1830. 12 Desember Di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
- 1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran (daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
- 1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
- 1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
- 1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. Perjanjian Salatiga, perjanjian yang lebih lanjut membagi wilayah Kesultanan Mataram yang sudah terpecah, ditandatangani pada 17 Maret 1757 di Kota Salatiga antara Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) dengan Sunan Paku Buwono III, VOC dan Sultan Hamengku Buwono I. Raden Mas Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".
- 1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
- 1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.
- 1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
- 31 Desember 1799 - Voc dibubarkan
- 1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
- 1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh Sasradiningrat, Patih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Patih Dalem Yogyakarta. Mataram secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.
Lihat pula
Pranala luar
- Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam
- Kronologi sejarah Indonesia 1670-1800 di www.gimonca.com
- ^ a b c Sekretariat Negara Indonesia, Daftar Nama Pahlawan (2).
- ^ Mirnawati 2012, hlm. 40–41.
- ^ Mirnawati 2012, hlm. 26–27.
- ^ Mirnawati 2012, hlm. 197–198.
- ^ a b Sekretariat Negara Indonesia, Daftar Nama Pahlawan (1).
- ^ Mirnawati 2012, hlm. 24–25.
- ^ Mirnawati 2012, hlm. 36–37.
- ^ The Jakarta Post 2011, Govt Gives.
- ^ Mirnawati 2012, hlm. 299.