Prusia

bekas negara bangsa Jerman di Eropa tengah, 1525–1947

Prusia (bahasa Jerman: Preußen, bahasa latin: Borussia, Prussia atau Prutenia; bahasa Polandia Prusy; bahasa Russia: Пруссия) adalah kerajaan bangsa Jerman dan negara bersejarah yang berasal dari penggabungan Kadipaten Prusia dan Margraviasi Brandenburg. Selama berabad-abad lamanya, Wangsa Hohenzollern menguasai wilayah Prusia, dan sukses mememperluas wilayahnya dengan mengandalkan pasukan darat yang teratur dan efektif. Prusia memiliki andil besar dalam membentuk sejarah Jerman, dengan ibu kotanya di Berlin setelah tahun 1451.

Prusia

Preußen
1525–1947
Bendera Prusia
Bendera (1892–1918)
{{{coat_alt}}}
Lambang Negara (1701–1918)
SemboyanGott mitt uns  (Jerman)
"Tuhan Bersama Kita"
Prusia (biru) pada masa keemasannya, negara pemimpin dalam Kekaisaran Jerman
Prusia (biru) pada masa keemasannya, negara pemimpin dalam Kekaisaran Jerman
Ibu kotaKönigsberg (1525-1701)
Berlin (1701-1947)
Bahasa yang umum digunakanBahasa Jerman (resmi)
Agama
Protestanisme, Katolik Romawi
PemerintahanMonarki mutlak
Semi Konstitusional (1850-1918)
Adipati1 
• 1525–1568
Albert I (pertama)
• 1688–1701
Friedreich III (terakhir)
Raja1 
• 1701–1713
Friedreich I (pertama)
• 1888–1918
Wilhelm II (terakhir)
Perdana Menteri1, 2 
• 1918–1920
Paul Hirsch (pertama)
• 1933–1945
Hermann Göring (terakhir)
Era SejarahEropa modern awal hingga Kontemporer
10 April 1525
27 August 1618
18 January 1701
9 November 1918
30 January 1934
25 February 1947
Luas
1907348.702 km2 (134.635 sq mi)
1939297.007 km2 (114.675 sq mi)
Populasi
• 1816
103490003
• 1871
24689000
• 1939
41915040
Mata uangReichsthaler
Sekarang bagian dariJerman, Polandia,
Rusia, Lithuania,
Denmark, Belgia,
Republik Ceko, Swiss
1 Kepala negara yang ada dalam daftar merupakan daftar dari yang pertama hingga terakhir (Lihat pranala di bawah).
2 Posisi "Menteri-Presiden" diperkenalkan di Prussia saat elavasi status menjadi "Kerajaan". Yang ada dalam daftar adalah perdana menteri pada masa Negara Bebas Prusia
3 Estimasi populasi:[1]
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Prusia 1905

Selepas tahun 1871, Prusia bersatu dengan Jerman, yang berakibat pada hilangnya identitas Prusia di dalam Kekaisaran Jerman. Penghapusan identitas itu sendiri faktualnya dihapuskan pada tahun 1932 tanpa masalah, dan dengan resmi pada tahun 1947. Prusia mencapai pengaruh politik terbesarnya pada abad ke 18 dan 19. Ketika abad 18, ia menjadi kekuatan Eropa terbesar di bawah pemerintahan Frederick Agung (1740 – 1786). Ketika abad 19, kanselir Otto von Bismarck menyatukan kerajaan Jerman menjadi “Jerman Bawah” dengan pengecualian Kekaisaran Austria. Setelah tahun 1810, Prusia mendominasi wilayah Jerman secara politik, secara ekonomis, dan populasi, Prusia adalah inti dari kesatuan Konfederasi Jerman Utara yang dibentuk pada tahun 1867, yang nantinya menjadi bagian dari Kekaisaran Jerman atau Deutsches Reich pada 1871.

Nama Prusia diambil dari Bahasa Prusia Lama. Pada abad ke-12, "Prusia Lama" ditaklukan oleh salah satu bagian dari Tentara Salib Jerman, yaitu Ksatria Teutonik. Pada tahun 1308, Kesatria Teutonik menaklukan daerah yang dulunya milik orang Polandia yaitu Pomerelia bersama Gdańsk (Danzig). Negara kebiaraan para ksatria tersebut telah dijermanisasi melalui imigrasi dari Jerman bagian Tengah dan Barat, sedangkan di bagian selatan di Polandianisasi oleh para pemukim dari Masovia. Setelah Perdamaian Thorn kedua pada tahun 1466, Prusia dipecah menjadi Kebangsawanan Prusia barat, proponsi dari Polandia dan bagian timur yang dari tahun 1525 dikenal sebagai Kadipaten Prusia, kubu dari Kemahkotaan Polandia hingga tahun 1657. Penyatuan Brandenburg dan Kadipaten Prusia pada tahun 1618 berujung pada proklamasi Kerajaan Prusia pada tahun 1701.

Prusia memasuki jajaran kekuatan besar tak lama setelah menjadi sebuah kerajaan,[2][3][4][5] dan memiliki cakupan pengaruh yang paling besar pada saat abad ke-18 dan 19. Selama abad ke-18, Prusia memiliki peran yang signifikan dalam isu internasional di bawah pimpinan Friedrich Agung. Selama abad ke-19, Kanselir Otto von Bismarck menyatukan prinsipalitas-prinsipalitas Jerman menjadi "Jerman Kecil" tanpa mengikutsertakan Kekaisaran Austria.

Pada Kongres Wina, yang akhirnya menghasilkan penataan ulang batas-batas negara Eropa setelah kekalahan Napoleon, Prusia mendapatkan bagian yang cukup besar di wilayah Barat Laut Jerman, termasuk daerah yang kaya akan batubara, Ruhr. Negara ini tumbuh dengan amat pesat dalam bidang ekonomi dan politik, menjadi inti dari Konfederasi Jerman Utara pada tahun 1867, dan nantinya Kekaisaran Jerman pada tahun 1871. Kerajaan Prusia menjadi amatlah besar di Jerman yang baru terbentuk itu, hingga identitas Jerman tergantikan/tersamarkan oleh identitas Prusia. Garis kebangsawanan Prusia akhirnya berakhir pada tahun 1918. Pada masa Republik Weimar, Prusia kehilangan hampir seluruh kekuatan politik dan hukum mereka pada tahun 1932. Kalangan Elit Prusia lama memainkan peran yang pasif pada saat rezim Nazi berkuasa; Prusia dihilangkan dari Jerman secara resmi pada tahun 1940-an. Prusia Timur kehilangan seluruh populasi Jerman-nya setelah tahun 1945, dan diserap oleh Polandia dan Uni Soviet.

Istilah "Orang Prusia" sering digunakan terutama di luar Jerman, untuk menguatkan kesan dari profesionalisme, agresifitas, militerisme dan konservatifisme dari para Junker yang merupakan bangsawan tuan tanah di Timur yang mendominasi Prusia dan nantinya Kekaisaran Jerman sebelum tahun 1918.

Simbol

Lambang negara Prusia yang utama yang juga berfungsi sebagai bendera Prusia, menggambarkan seekor elang hitam di atas latar belakang putih. Warna nasional hitam dan putih sendiri sudah digunakan oleh ordo Ksatria Teutonik dan Dinasti Hohenzollern. Ordo Teutonik menggunakan jubah putih dan jubah tersebut dibordir dengan sebuah salib hitam berbatas emas dan elang kekaisaran berwarna hitam. Kombinasi dari hitam dan putih dengan merah dan putihnya Liga Hansa, bersamaan dengan warna Brandenburg menghasilkan warna bendera komersial berwarna hitam-putih-merah untuk dipakai oleh Konfederasi Jerman Utara, yang kemudian menjadi bendera Kekaisaran Jerman pada tahun 1871.

Suum cuique ("untuk tiap orang, haknya") ialah moto dari Ordo Elang Hitam yang dibuat oleh Raja Friedrich I dari Prusia pada tahun 1701 yang sering kali diasosiasikan dengan Prusia. Salib Besi merupakan penghargaan militer yang dibuat oleh Friedrich Wilhelm III dari Prusia pada tahun 1813 juga umumnya diasosiasikan dengan Prusia. Daerah Prusia yang dulunya ditinggali oleh orang Baltik Prusia Lama yang di-Kristenkan, kemudian menjadi lokasi favorit bagi para imigran Orang Jerman (Ostsiedlung, nantinya kebanyakan menjadi pemeluk Protestan), juga Orang Polandia dan Orang Lithuania di daerah perbatasan.

Teritori

Sebelum pembubarannya, kekuasan dari Kerajaan Prusia mencakup Provinsi-Provinsi dari Provinsi Prusia Barat; Provinsi Prusia Timur; Provinsi Brandenburg; Provinsi Sachsen (termasuk sebagian besar dari negara bagian Sachsen-Anhalt masa kini dan sebagian negara bagian Thuringia di Jerman); Provinsi Pomerania; Provinsi Rhineland; Provinsi Westfalia; Provinsi Hesse-Nassau; dan sebuah daerah yang terpisah di Selatan yang disebut dengan Provinsi Hohenzollern, yaitu tanah kelahiran keluarga penguasa Prusia. Tanah yang dikuasai Kesatria Teuton rata dan diliputi tanah yang subur. Tanah ini sangat cocok untuk penanaman gandum besar-besaran.[6] Kejayaan Prusia diawal masa mereka didasari oleh penanaman dan penjualan gandum. Prusia Teuton dikenal sebagai "keranjang roti Eropa Timur" (dalam Bahasa Jerman, Kornkammer, alias lumbung). Kota-kota pelabuhan Stettin (Szczecin) di Pomerania, Danzig (Gdansk) di Prusia, Riga di Lovina, Königsberg (Kaliningrad) dan Memel (Klaipėda) muncul di atas produksi gandum ini. Produksi dan perdagangan gandum ini membawa Prusia kepada hubungan dekat dengan Liga Hansa selama tahun 1356 (pendirian resmi Liga Hansa) sampai kemerosotan liga tersebut di sekitar tahun 1500.

Ekspansi Prusia berdasarkan hubungannya dengan Liga Hansa memotong Polandia dan Lithuania dari pantai Laut Baltik dan perdagangan internasional.[7] Ini menjadikan Polandia dan Lithuania sebagai musuh tradisional Prusia-yang saat itu masih bernama Kesatria-Kesatria Teuton.[8]

Demografi

Populasi

Pada tahun 1871, penduduk Prusia berjumlah 24.69 juta jiwa, yaitu 60% dari total populasi Kekaisaran Jerman.[9] Pada tahun 1910, populasi Prusia meledak hingga berjumlah 40.17 juta jiwa (62% dari jumlah populasi Kekaisaran).[9] Pada tahun 1914, Prusia memiliki luas 354,490 km². Pada bulan Mei 1939 Prusia memiliki total luas sejumlah 297,007 km² dan populasi sejumlah 41,915,040 jiwa. Kepangeranan Neuenburg, sekarang sebagai Canton Neuchatel di Swiss, merupakan bagian dari kerajaan Prusia dari tahun 1707 sampai 1848.

Agama

Meskipun Prusia didominasi oleh Protestan Lutheran (bersama dengan sejumlah Gereja reformasi), wilayahnya juga didiami oleh jutaan Katolik di bagian Barat dan Polandia. Daerah selatan dari wilayah Prusia Timur Masuria sebagian besar penduduknya adalah Protestan Masurian. Ada banyak sekali penduduk beragama Katolik di Rhineland dan sebagian Westfalia. Sebagai tambahan, Prusia Barat, Warmia, Silesia, dan Posen memiliki mayoritas populasi Katolik berbahasa Polandia.

Populasi non-Jerman

 
Pada tahun 1649, kediaman-kediaman Kursenieki sepanjang garis pantai Laut Baltik di wilayah Prusia Timur memanjang dari Memel (Klaipėda) sampai Danzig (Gdańsk)

Pada tahun 1871, sekitar 2.4 juta orang Polandia hidup di Prusia, membuat mereka berstatus minoritas dengan jumlah terbanyak.[9] Minoritas lain ialah Yahudi, orang Denmark, Orang Frisia, Kashubia (72,500 jiwa pada tahun 1905), Masuria (248,000 jiwa pada tahun 1905), Orang Lithuania (101,500 jiwa pada tahun 1905), Wallonia, Orang Ceko, Kursenieki dan orang Sorbs.[9]

Wilayah Polandia Raya, dimana negara Polandia berasal, menjadi Propinsi Posen setelah terjadinya Pemisahan Polandia. Orang Polandia di provinsi yang mayoritas orang Polandia ini (62% orang Polandia, 38% orang Jerman) memberontak terhadap pemerintahan orang Jerman. Selain itu, bagian Tenggara dari Silesia (Silesia Atas) memiliki penduduk mayoritas orang Polandia. Tetapi orang Katolik, etnis Polandia, orang Slav lain beserta orang Yahudi tidak memiliki status yang setara dengan Protestan.[10]

Akibat dari Perjanjian Versailles pada tahun 1919, Republik Polandia Kedua tidak hanya diberikan dua daerah ini, tetapi juga daerah dengan mayoritas Jerman di Provinsi yang ada di Prusia Barat. Setelah Perang Dunia II, Prusia Timur, Silesia, sebagian besar Pomerania dan bagian timur Brandenburg dianeksasi oleh Uni Soviet atau diberikan kepada Polandia, dan populasi orang berbahasa Jerman dikeluarkan dari daerah-daerah tersebut.

Rangka kerja Administratif dan Konstitusional

Pada pertengahan abad ke-16, Magraviasi Brandenburg amatlah bergantung kepada kaum Negarawan, atau Penguasa (yaitu Adipati, Tuan tanah, Kesatrian dan Pemerintah Kota-Kota - tetapi tidak ada biarawan yang termasuk kaum ini, disebabkan oleh terjadinya Reformasi Protestan pada tahun 1538).[11] Hutang-hutang dan aset-aset milik magraviasi-magraviasi tersebut, sekaligus juga pembiayaan-pembiayaan finansial mereka ada ditangan Kreditwerk, sebuah institusi yang tidak berada di bawah wewenang sang Elektor, dan Großer Ausschuß ("Komite Agung") kaum Negarawan/Penguasa.[12] Hal ini terjadi karena adanya konsesi yang dibuat oleh Elektor Joachim II pada tahun 1541 dengan imbalan yaitu pembiayaan dan upeti dari kaum Negarawan kepada dirinya; tetapi, Kreditwerk akhirnya bangkrut dan gulung tikar di antara tahun 1618 sampai tahun 1625.[12] Lebih lagi, Magraviasi ini harus menyerahkan hak veto mereka kepada kaum Negarawan mengenai isu-isu yang "berkaitan dengan keadaan baik atau buruknya nasib negara", dalam semua urusan dan komitmen resmi kenegaraan, dan semua hal mengenai penggadaian tanah dan bangunan sang Elektor.[12]

... menurut rancangan pada tahun 1702

Untuk mengurangi pengaruh dan kekuasaan kaum negarawan, pada tahun 1604 Joachim Frederick, Elektor dari Brandenburg membuat sebuah dewan bernama Geheimer Rat für die Kurmark ("Badan Pengawas untuk Elektorat"), yang berfungsi sebagai dewan penasihat agung kepada sang elektor dan bukanlah kaum negarawan.[12] Meskipun dewan tersebut sudah dipermanenkan semenjak tahun 1613, hal ini tidak berpengaruh banyak hingga akhirnya pada taun 1651 keadaan tersebut berubah dengan terjadinya Perang Tigapuluh Tahun[12] (1618-1648).

Hingga masa setelah Perang Tigapuluh Tahun, berbagai daerah Brandenburg-Prusia tetap berstatus bebas secara politik antara satu daerah dengan daerah lainnya,[11][13] mereka terhubung secara politis hanya melalui penguasa feodal yang ada di atas mereka.[13][14] Friedrick William I, Elektor dari Brandenburg (berkuasa dari tahun 1640-1688), yang mewujudkan transformasi serikat pribadi menjadi serikat nyata,[14] memulai sentralisasi pemerintahan Brandenburg-Prusia dengan usaha untuk mewujudkan Geheimer Rat sebagai otoritas pusat untuk seluruh daerah kekuasaannya pada tahun 1651, tetapi proyek ini terbukti tidak mungkin diwujudkan.[15] Sebagai gantinya, sang elektor terus melantik seorang Gubernur (Kurfürstlicher Rat) untuk setiap daerah kekuasaan, yang biasanya merupakan anggota dari Geheimer Rat.[15] Institusi terkuat di daerah sendiri masih ditangan pemerintahan negara bagian (Landständische Regierung, dinamakan Oberratsstube di Prusia dan Geheime Landesregierung di Mark dan Cleves), yang merupakan agen pemerintah tertinggi menyangkut hukum, keuangan dan administrasi.[15] Sang elektor berusaha untuk menyeimbangkanpemerintahan Negarawan dengan cara membuat kamar Amtskammer untuk mengatur dan mengkoordinasi kekuasaan, perpajakan dan hak sang elektor.Amtskammer Kamar ini diadakan di Brandenburg pada tahun 1652, di Cleves dan Mark pada tahun 1653, di Pomerania pada tahun 1654, di Prusia pada tahun 1661 dan di Magdeburg pada tahun 1680.[15] Selain itu pada tahun 1680, Kreditwerk juga berada di bawah perlindungan sang Elektor..[16]

Cukai (Akzise) yang dikeluarkan oleh Frederick William I (yang dimulai dari tahun 1667 menggantikan pajak properti di Brandenburg untuk memelihara angkatan bersenjata Brandenburg-Prusia yang disetujui oleh para negarawan) diresmikan tanpa adanya permusyawarahan dengan para penguasa negara tersebut.[16] Berakhirnya Perang Utara Kedua pada tahun 1655-1660 telah menguatkan posisi politis sang Elektor, memungkinkan sang ELektor untuk membentuk ulang isi konstitusi dari Cleves dan Mark pada tahun 1660 dan 1661 untuk memberi jalan masuk kepada para pejabat yang setia kepadanya dan tidak terpengaruh oleh para penguasa lokal.[16] Di Kadipaten Prusia sendiri dia mengakui hak-hak tradisional dari para penguasa lokal pada tahun 1633,[16] Tetapi para penguasa lokal sendiri menerima bahwa hak-hak ini tidaklah untuk digunakan untuk mengintervensi kedaulatan sang Elektor.[16] Di Brandenburg sendiri, Friedreich William mengabaikan hak-hak dari penguasa Prusia untuk menyetujui atau memveto pengumpulan pajak yang diajukan oleh sang Elektor: sementara pada tahun 1656, sebuah Akzise telah dikeluarkan tanpa persetujuan penguasa lokal, sang Elektor sendiri dengan paksa mengumpulkan hasil pajak di Kadipaten Prusia tanpa adanya persetujuan dari Penguasa Prusia pertamakalinya pada tahun 1674.[15] Pada tahun 1704 para penguasa Prusia secara de facto telah menghapuskan hak mereka untuk meresmikan pajak-pajak yang diusulkan oleh sang Elektor, meskipun secara formal mereka masih memiliki hak tersebut.[15] Pada tahun 1682 sang Elektor memunculkan sebuah Akzise ke Pomerania dan pada tahun 1688 ke Magdeburg,[15] sedangkan di Cleves dan Mark sebuah Akzise diperkenalkan hanya pada tahun 1716 sampai tahun 1720.[16] Akibat dari reformasi-reformasi yang dilakukan oleh Friedreich William I, penerimaan negara naik hingga tiga kali lipat dimasa pemerintahannya,[13] dan beban pajak naik hingga duakali lipat per penduduk dibandingkan dengan di Prancis.[17]

 
Mahkota Raja Prusia (Koleksi Kastil Hohenzollern)

Kerajaan Prusia berbentuk sebagai negara Monarki Absolut sampai dengan terjadinya Revolusi tahun 1848 di Negara-Negara Jerman, dimana Prusia menjadi negara Monarki Konstitusional dan Adolf Heinrich von Arnim-Boitzenburg terpilih sebagai[oleh siapa?] Perdana Menteri Prusia yang pertama (Ministerpräsident). Undang-Undang Dasar pertama Prusia dicanangkan pada tahun 1848. Revisi Undang-Undang Prusia tahun 1850 menetapkan adanya parlemen dua kamar. Dewan rendah, atau yang dalam Bahasa Jerman disebut Landtag mewakili semua pembayar pajak, yang dibagi menjadi tiga kelas tergantung dari jumlah pajak yang dibayarkan. Mekanisme ini memungkinkan untuk membuat 25% pemilih memiliki 85% suara di dalam legislatur, mematenkan dominasi politik oleh kaum pemilik uang di Prusia. Dewan Tinggi (Kamar Pertama atau Erste Kammer), yang nantinya dinamai Dewan Tuan-tuan Prusia (Herrenhaus), ditunjuk langsung oleh sang Raja. Raja memiliki kekuatan eksekutif penuh dan para Menteri hanya bertanggung jawab terhadap Raja. Maka dari itu, ikatan dari kaum pemilik lahan yaitu Junker, tetaplah kuat, terutama di Provinsi-Provinsi bagian Timur. Polisi Rahasia Prusia yang ditugaskan untuk membantu Pemerintahan yang Konservatif, dibentuk sebagai reaksi dari terjadinya Revolusi tahun 1848 di Negara-Negara Jerman .

Tidak seperti pendahulu pemerintahan Prusia sebelum era 1918, pemerintahan Prusia pada tahun 1918 sampai 1932 merupakan pemerintahan demokrasi yang menjanjikan di Jerman. Penghapusan kekuatan poliyik dair kaum aristokrat mengubah wajah Prusia menjadi wilayah yang amatlah didominasi oleh sayap kiri dari spektrum politik saat itu, dengan "Berlin Merah" dan sentra industri di Wilayah Ruhr menyebarkan pengaruhnya kesegala penjuru. Selama periode ini, sebuah koalisi kiri-tengah berkuasa, seringnya di bawah kepemimpinan Partai Sosial Demokrat Jerman di Prusia Timur binaan Otto Braun. Selama menjabat Braun mengimplementasikan beberapa reformasi (bersama dengan Mentri Dalam Negrinya, Carl Severing) yang menjadi model untuk pemerintahan Republik Federal Jerman nantinya. Contohnya, seorang Perdana Mentri Prusia hanya bisa diturunkan jabatannya apabila adanya "mayoritas positif" untuk pewaris jabatannya [butuh rujukan]. Konsep ini yang dikenal sebagai mosi tidak percaya, menjadi bagian dari Hukum Dasar Republik Federal Jerman.

Serupa dengan Negara-Negara Jerman baik Jerman sekarang maupun Republik Weimar, kekuatan eksekutif tetaplah dipegang oleh Mentri-Presiden Prusia dan dalam hukum yang ditetapkan oleh Landtag yang dipilih langsung oleh rakyat Jerman.

Sejarah Awal

 
Situasi setelah penaklukan pada abad ke-13 akhir. Daerah yang diwarnai ungu dikontrol oleh Negara Kebiaraan Ksatria Teutonik
 
Setelah terjadinya Perjanjian Thorn Kedua (1466). Kekuasaan Ordo Teutonik: oranye

Pada tahun 1211, Andrew II dari Hungaria menghadiahkan Burzenland di Transilvania sebagai Perkubuan untuk Ksatria Teutonik. Pada tahun 1225, Andrew II mengusir Ksatria Teutonik dari Transilvania, dan mereka harus dipindahkan ke laut Baltik. Konrad I dari Masovia, Adipati Masovia tidak berhasil dalam usahanya menaklukan Prusia era berhala pada perang Salib tahun 1219 dan 1222.[18] Pada tahun 1226, Adipati Konrad mengundang Ksatria Teutonik, sebuah ordo militer Jerman untuk ksatria Perang Salib, yang bermarkas di Kerajaan Jerusalem di kota Acre, untuk menaklukan suku-suku Prusia di perbatasan Kadipaten Masovia.

Pada abad ke-12 dan selanjutnya, para ksatria-ksatria Jerman dari ordo Deutsche Orden (Latin: Ordo Teutonicus) mulai ekspansi ke Eropa Timur. Mereka pada tahun 1226 menaklukkan Prusia. Lalu pada abad ke-14 mereka memiliki sebuah negara yang mencakup tidak hanya Prusia, tetapi semua negara Baltik termasuk Lithuania, Latvia dan Estonia. Pada tahun 1252, mereka menyelesaikan penaklukan suku Prusia paling utara yaitu Skalvia juga Baltik Barat Curonia, dilanjutkan dengan pemilihan Kastil Memel yang berkembang menjadi kota pelabuhan besar Memel (Klaipėda). Perbatasan terakhir antara Prusia dan Kadipaten Agung Lithuania di tentukan pada Perjanjian Melno pada tahun 1422.

Liga Hansa secara resmi dibentuk di Eropa bagian Utara pada tahun 1356 sebagai kelompok dagang kota-kota yang ujungnya mendapatkan monopoli atas hak dagang kecuali Eropa interior dan Skandinavia untuk pelayaran di Laut Baltik oleh negara asing.[19] Dalam proses Ostsiedlung, pemukim diundang untuk datang ke Prusia Lama(mayoritas Orang Jerman)dan membawa perubahan pada komposisi etnis, bahasa, budaya dan hukum. Bahasa Jerman bawah menjadi bahasa yang dominan.

Para Ksatria pendudukan ini adalah bawahan Paus dan Kaisar Romawi Suci. Hubungan mereka yang tadinya dekat dengan Kemahkotaan Polandia memburuk setelah mereka menaklukan Pomerelia yang tadinya dikuasai oleh Polandia dan Danzig (Gdańsk) pada tahun 1308. Akhirnya Polandia dan Lithuania, bersekutu melalui Persatuan Krewo (1385), mengalahkan para Ksatria di Pertempuran Grunwal (Tannenberg) pada tahun 1410.

Perang tigabelas tahun (1454-1466) dimulai ketika Konfederasi Prusia, koalisi antara kota-kota Liga Hansa di Prusia Barat, memberontak melawan Ordo Teutonik dan meminta pertolongan kepada Raja Polandia. Pada tahun 1466, mereka harus mengakui kedaulatan raja Polandia dan Lithuania. Lalu pada tahun 1525, ketua ordo ini (Albert dari Brandenburg-Ansbach masuk agama Protestan dan membuat daerahnya menjadi semacam kadipaten (bahasa Inggris: duchy) dalam rangka negara kesatuan kerajaan Polandia.[20] Wilayah kadipaten ini kurang lebih sudah sama dengan wilayah daerah yang pada masa yang akan datang disebut Prusia Timur. Lalu pada tahun 1618, daerah kadipaten ini diwariskan kepada dinasti Hohenzollern, yang berpusat di Berlin. Bagi mereka Prusia sangatlah penting karena daerah ini berada di luar wilayah Kekaisaran Romawi Suci di mana mereka juga anggotanya. Lalu kerajaan wangsa Hohenzollern ini disebut kerajaan Brandenburg-Prusia. Wilayahnya semakin besar karena senantiasa mencaploki daerah Polandia yang sedang dalam keadaan lemah.

Brandenburg-Prussia

Brandenburg dan Prusia disatukan dua generasi kemudian. Anna, cucu dari Albert I dan putri dari Adipati Albert Friedrich (pensiun tahun 1568-1618), menikahi saudara jauhnya Elektor John Sigismund dari Brandenburg. Setelah mangkatnya Albert Friedrich pada tahun 1618, yang meninggal tanpa penerus lelaki, John Sigismund di berikan hak suksesi untuk Kadipaten Prusia, yang masih merupakan kubu Polandia. Dari saat ini Kadipaten Prusia termasuk dalam uni pribadi dengan Margraviasi Brandenburg. Negara yang dihasilkan, dikenal sebagai Brandenburg-Prusia, berisikan teritori-teritori yang secara geografis tidak tersambung di Prusia, Brandenburg dan tanah Rheinland dari Kadipaten Kleve dan Daerah Mark.

 
"Elektor Agung" dan istrinya

Selama Perang Tigapuluh Tahun, tanah-tanah Hohenzollern yang tidak terhubung berkali-kali diserang oleh berbagai macam pasukan, terutama tentara pendudukan Kekaisaran Swedia. Magrave George Wilhelm (1619-1640) yang tidak efektif dan militernya lemah melarikan diri dari Berlin ke Königsberg, ibu kota historis dari Kadipaten Prusia, pada tahun 1637. Penerusnya, Friedrich Wilhelm I (1640-1688), mereformasi Pasukan Prusia untuk membela tanah air.

Friedrich Wilhelm I pergi ke Warsawa pada tahun 1641 untuk berkunjung ke Raja Władysław IV Vasa dari Polandia untuk Kadipaten Prusia, yang masih dipegang di dalam kubu Kemahkotaan Polandia. Pada fase pertama Perang Utara Kedua (1654-1660), Friedrich Wilhelm I mengambil kadipaten tersebut sebagai kubu dari Raja Swedia yang nantinya memberi kedaulatan penuh kepada Prusia menurut Perjanjian Labiau. Pada tahun 1657, perjanjian ini diperbaharui oleh Raja Polandia dalam Perjanjian Wehlau dan Perjanjian Bromberg. Bersama dengan Prusia, Dinasti Hohenzollern Brandenburg sekarang memiliki teritori yang bebas dari kewajiban-kewajiban feodal, yang menjadi basis kenaikan mereka berdua menjadi raja.

Friedrich Wilhelm I dikenal sebagai "Elektor Agung" untuk pencapaianya dalam pengorganisasian para pemilih (elektrorat), yang dia capai dengan menerapkan monarki absolut (lihat juga absolutisme) di Brandenburg-Prusia. Selain itu, dia juga menekankan pentingnya militer yang mumpuni untuk melindungi teritori-teritori Kerajaan yang terpecah-pecah, juga Putusan Potsdam membuka Brandenburg-Prusia untuk imigrasi pengungsi Protestan, dan dia menetapkan birokrasi untuk menjalankan pemerintahan dengan efisien.

Kerajaan Prusia

 
Bendera Prusia antara 1701 dan 1918.

Pada tahun 1701 kerajaan Prusia dicanangkan oleh raja Friedrich I dari Prusia. Semenjak saat ini Prusia akan menjadi kerajaan Jerman yang terkuat dan terbesar. Untuk menghindari amarah Polandia, dimana ada wilayah Prusia Lama termasuk di dalamnya, maka Kaisar Romawi Suci Leopold I yang mana sebagian besar wilayah Prusia berada, memperbolehkan Friedrich untuk menyebut dirinya sebagai "Raja di Prusia", bukan "Raja dari Prusia".

Friedrich I dilanjutkan oleh putranya, Friedrich Wilhelm I dari Prusia (1713-1740), "Raja Serdadu" yang ketat, tidak peduli tentang seni tetapi sangat hemat dan praktis. Dia dipertimbangkan sebagai pembuat birokrasi Prusia yang terkenal dan angkatan bersenjata yang diprofesionalisasi, yang dia kembangkan menjadi salah satu yang terkuat di Eropa, meskipun tentaranya hanya sedikit saja beraksi selama Perang Besar Utara. Dalam prespektif perbandingan antara ukuran angkatan bersenjata dengan populasi total,Mirabeau mengatakan: Prusia, bukanlah negara dengan angkatan bersenjata, tetapi angkatan bersenjata yang memiliki negara.[21] Juga, Friedrich Wilhelm memukimkan lebih dari 20.000 pengungsi Protestan dari Salzburg ke daerah Prusia Timur yang jarang penduduk, yang nantinya diperluas hingga bantaran barat Sungai Memel, dan daerah-daerah lainnya. Menurut isi dari perjanjian Stockholm (1720), Prusia juga mendapatkan setengah dari wilayah Pomerania Swedia.

 
Raja Friedrich Wilhelm I dari Prusia, sang "Raja Serdadu"

Sang Raja meninggal pada tahun 1740 dan diteruskan oleh putranya, Friedrich II dari Prusia, yang pencapaiannya berujung pada reputasinya sebagai "Friedrich Agung".[22] Sebagai putra mahkota, Friedrich memfokuskan dirinya pada filosofi dan kesenian.[23] Dia merupakan pemain suling yang jempolan. Pada tahun 1740, pasukan Prusia menyebrang ke perbatasan yang tidak dipertahankan milik Silesia dan menduduki Schweidnitz. Silesia merupakan provinsi paling kaya dari Austria Habsburg.[24] Peristiwa ini menandai dimulainya tiga perang Silesia (1740-1763).[25]Perang Silesia pertama (1740-1742) dan Perang Silesia kedua (1744-1745) secara historis telah dijadikan satu dengan perang Eropa yang umum bernama Perang Suksesi Austria (1740-1748). Kaisar Romawi Suci Charles VI meninggal pada 20 Oktober 1740. Dia mewariskan tahtanya kepada putrinya, Maria Theresa.

Dengan mengalahkan Tentara Austria pada Pertempuran Mollwitz 10 April 1741, Friedrich berhasil menaklukan Silesia Bawah (bagian barat laut dari Silesia).[26] Tahun berikutnya, 1742, dia menaklukan Silesia Atas (bagian Tenggara). Lebih dari itu, pada Perang Silesia ketiga (biasanya disatukan dengan Perang Tujuh Tahun) Friedrich berhasil mendapatkan kemenangan telak atas Austria pada Pertempuran Torgau. Dengan kemenangan ini dan kemenangan umum pada Perang Tujuh Tahun, Friedrich, bersekutu dengan Britania Raya, Hanover dan Gravia Tanah Hesse-Kassel, berhasil menahan Silesia dari serbuan koalisi Sakson, Austria, Prancis dan Rusia.[27]Voltaire, teman dekat sang raja, sempat mengibaratkan Friedrich Agung dengan mengutarakan: "...bagaikan Sparta di pagi hari dan Athena di sore hari." Dari peperangan ini maka berlanjutlah Rivalitas Austria-Prusia yang mendominasi arena politik Jerman hingga tahun 1866.

Silesia, penuh dengan tanah yang subur dan kota-kota manufaktur yang makmur, menjadi daerah vital bagi Prusia, menyumbang besarnya area, populasi dan kekayaan negara.[28] Sukses di medan laga melawan Austria dan kekuatan-kekuatan lainnya mengokohkan status Prusia sebagai kekuatan besar di Eropa. Perang Silesia memulai lebih dari seabad rivalitas dan konflik antara Prusia dan Austria sebagai dua negara terkuat yang ada di dalam Kekaisaran Romawi Suci (meskipun, ironisnya, keduanya memiliki teritori yang besar di luar kekaisaran.)[29] Pada tahun 1744 Negara Frisia Timur jatuh ke tangan Prusia mengikuti kehancuran dinasti Cirksena yang menguasainya.

 
Raja Friedrich II "yang Agung"

23 tahun masa pemerintahanya hingga tahun 1786, Friedrich II, yang memahami posisi dirinya sebagai "pelayan pertama negara", mempromosikan pembangunan daerah Prusia seperti Oderbruch. Pada saat yang sama dia membangun kekuatan militer Prusia dan berpartisipasi di Pemisahan Polandia yang pertama dengan Austria dan Rusia (1772), kebijakan yang secara geografis menghubungkan teritori-teritori Brandenburg dengan wilayah Prusia. Dalam Periode ini, dia juga membuka perbatasan Prusia kepada imigran yang lari dari intoleransi religius di bagian Eropa lainnya, contohnya para Huguenots. Prusia menjadi tempat pengungsian seperti halnya Amerika Serikat menerima imigran yang mencari kebebasan pada abad ke-19.[30]

Fiedrich Agung, "Raja dari Prusia" yang pertama, mempraktikkan absolutisme tercerahkan. Dia mengenalkan hukum sipil umum, melarang penyiksaan dan mengesahkan prinsip bahwa Mahkota tidak akan ikut campur dalam hal penegakkan hukum. Dia juga mempromosikan edukasi sekunder tingkat lanjut, pionir dari sistem gymnasium (sekolah gramatika) di Jerman, yang mempersiapkan murid-murid terpintar mereka untuk pelajaran Universitas.[31] Sistem pendidikan Prusia dicontoh oleh berbagai negara, termasuk Amerika Serikat.[30]

Peperangan era Napoleon

Selama masa pemerintahan Friedrich Wilhelm II dari Prusia (1786-1797), Prusia menganeksasi teritorial Polandia melalui Pemisahan Polandia yang lebih lanjut. Penerusnya, Friedrich Wilhelm III dari Prusia (1797-1840), mengumumkan persatuan antara Lutheranisme dan Gereja reformis di Prusia menjadi satu.[32]

Prusia mengambil peran sebagai pemimpin di Perang Revolusi Prancis, tetapi terdiam untuk beberapa dekade dikarenakan oleh Perdamaian Basel pada tahun 1796, dan berperang kembali dengan Prancis pada tahun 1806 karena negosiasi dengan negara tersebut untuk pengalokasian pengaruh di Jerman telah gagal. Prusia menderita kekalahan telak melawan prajurit Napoleon Bonaparte di Pertempuran Jena-Auerstedt, berakibat larinya Friedrich Wilhelm III dan keluarganya ke Memel. Dibawah Perjanjian Tilsit pada tahun 1807, Prusia kehilangan sepertiga dari wilayahnya, termasuk wilayah yang didapat dari Pemisahan Polandia yang pertama dan ketiga, akhirnya jatuh ketangan Kadipaten Warsawa. Selain itu, sang raja harus membayar kekalahan tersebut dengan pembatasan pasukan hanya 42.000 serdadu saja, dan memperbolehkan pasukan Prancis untuk ditempatkan di seantero Prusia, secara efektif membuat Kerajaan Prusia menjadi satelit Prancis.[33]

Sebagai reaksi atas kekalahan ini, reformator seperti Stein dan Hardenberg bersiap melakukan modernisasi negara Prusia. Salah satu reformasinya iyalah pembebasan petani dari perbudakan dan Emansipasi Yahudi memperbolehkan kedua kelas ini untuk menjadi warga negara penuh. Sistem sekolah diatur ulang, dan pada tahun 1818 perdagangan bebas diperkenalkan. Proses reformasi angkatan bersenjata berakhir pada tahun 1813 dengan pengenalan wajib militer.[34]

Setelah kekalahan Napoleon di Rusia, Prusia keluar dari persekutuannya dengan Prancis dan mengambil bagian dalam Koalisi ke enam selama "Perang Pembebasan" (Befreiungskriege) melawan pendudukan Prancis. Tentara Prusia dibawa Marsekal Gebhard Leberecht von Blücher memberi kontribusi besar dalam Pertempuran Waterloo pada tahun 1815 untuk kemenangan akhir atas Napoleon. Hadiah untuk Prusia pada tahun 1815 dalam Kongres Wina ialah pengembalian teritori Prusia yang lepas ke Prancis, dan juga seluruh Rheinland, Westfalen, dan beberapa teritori lainnya. Tanah di barat ini amatlah vital karena mencakup daerah Ruhr, pusat dari awalnya industrialisasi Jerman, terutama di industri persenjataan. Kemenangan teritorial ini juga berarti melipatgandakan populasi Prusia. Sebagai gantinya, Prusia mundur dari daerah Polandia tengah untuk memungkinkan terbentuknya Kongres Polandia di bawah pemerintahan Rusia.[33]

Pada tahun 1848 para liberalis melihat ada kesempatan beraksi ketika terjadinya Revolusi 1848 yang terjadi di seantero Eropa. Waspada akan ini, Raja Friedrich Wilhelm IV dari Prusia memperbolehkan adanya Pertemuan Nasional dan memberikan konstitusi. Ketika Parlemen Frankfurt menawarkan Friedrich Wilhelm mahkota dari Jerman Bersatu, dia menolak dengan alasan dia tidak bosa menerima mahkota dari pertemuan revolusioner tanpa izin dari monarki-monarki Jerman lainnya.[35]

Parlemen Frankfurt dipaksa bubar pada tahun 1849, dan Friedrich Wilhelm mengeluarkan Konstitusi pertama Prusia atas nama dirinya pada tahun 1850. Dokumen konservatif ini diperuntukan untuk parlemen dua kamar. Dewan rendah, atau Landtag dipilih oleh semua pembayar pajak, yang dibagi menjadi tiga kelas yang suaranya di bobotkan berdasarkan jumlah pajak yang diberikan. Wanita dan bukan pembayar pajak tidak bisa memberi suara. Ini berakibat pada sepertiga pemilih yang bisa menentukan 85% kursi legislatif, memastikan dominasi orang berada di populasi Prusia. Dewan atas, yang nantinya dinamai ulang menjadi Herrenhaus ("Dewan Ketuanan/Bangsawan"), yang diangkat langsung oleh sang Raja. Dia mempertahankan otoritas eksekutif penuh dan par menteri menjawab langsung kepada Raja. Hasilnya, tekanan dari kelas pemilik tanah, para Junker menjadi semakin kuat, terutama di Provinsi-Provinsi bagian Timur.[36]

Perang unifikasi Jerman

 
Otto von Bismarck

Lalu pada tahun 1862 raja Wilhem I dari Jerman mengangkat Otto von Bismarck menjadi Perdana Menteri. Bismarck bercita-cita ingin mempersatukan negara-negara Jerman yang kala itu terpecah belah menjadi sebuah negara kesatuan yang kuat. Bismarck memutuskan untuk mengalahkan kaum liberal dan konservatif untuk memperkuat supermasi Prusia dan pengaruh Prusia di atas negara-negara Jerman. Ada perdebatan seputar Bismarck untuk benar-benar berniat dari awal membuat sebuah negara Jerman bersatu ketika dia memulai masa baktinya, atau dia hanya mengambil kesempatan dari situasi yang ada. Memoar Bismarck tentunya menggambarkan seroang idealis yang patut dibanggakan, tetapi ditulis dengan kekurangan sudut pandang yang terlewatkan oleh sang penulisnya. Yang jelas, Bismark mendapatkan dukungan yang banyak dari penduduk Jerman yang mendambakan unifikasi. Dia akhirnya memimpin Prusia melalui tiga peperangan yang berujung pada kenaikan Wilhelm menjadi Kaisar Jerman.

Peperangan Schleswig

Kerajaan Denmark pada saat itu memiliki persatuan pribadi dengan Kadipaten Schleswig dan Holstein, keduanya memiliki hubungan yang dekat satu sama lain meskipun Holstein dulunya merupakan anggota Konfederasi Jerman. Ketika pemerintah Denmark mencoba untuk mengintegrasikan Schleswig tapi tidak Holstein kedalam negara Denmark, Prusia memimpin Konfederasi Jerman melawan Denmark dalam Perang Schleswig Pertama (1848-851). Karena Kekaisaran Rusia mendukung Austria, Prusia juga menyerahkan predominasi mereka di Konfederasi Jerman ke Austria dalam isi Perjanjian Olmütz pada tahun 1850.

Pada tahun 1863, Denmark mengenalkan konstitusi bersama antara Denmark dan Schleswig. Ini menjadi pemicu konflik dengan Konfederasi Jerman, yang memberikan wewenang pendudukan Holstein oleh Konfederasi, yang akhirnya membuat pasukan Denmark mundur. Pada tahun 1864, angkatan bersenjata Prusia dan Austria menyebrangi perbatasan Holstein dan Schleswig dan menandakan dimulainya Perang Schleswig Kedua. Pasukan Austria-Prusia mengalahkan pasukan Denmark yang menyerahkan kedua wilayah tersebut ke Konfederasi. Hasilnya, pada Konvensi Gastein pada tahun 1865, Prusia mengambil alih administrasi Schleswig dan Austria mengambil alih administrasi Holstein.

Perang Prancis-Prusia

 
Kaisar Wilhelm I

Kontroversi atas Kekaisaran Prancis Kedua untuk kenaikan Keluarga Hohenzollern ke takhta Spanyol dieskalasi oleh Prancis dan Bismarck. Menggunakan Perintah ems miliknya, Bismarck mengambil kesempatan dari sebuah insiden dimana duta besar Prancis sedang mendekati Wilhelm. Pemerintahan Napoleon III dari Prancis dengan harapan adanya perang saudara di Jerman kembali lagi, mendeklarasikan perang melawan Prusia, meneruskan permusuhan Prancis-Jerman. Tetapi, negara-negara Jermania malah menghormati perjanjian-perjanjian di antara mereka, mengalahkan pasukan Prancis dengan cepat karena persatuan pasukan Jerman yang kilat pada Perang Franco-Prusia tahun 1870. Mengikuti kemenangan di bawah kepemimpinan Bismarck dan Prusia, Baden, Württemberg dan Kerajaan Bavaria - yang tadinya berdiri di luar Konfederasi Jerman Utara - ikut masuk dan bersama menjadi Kekaisaran Jerman.

Kekaisaran ini merupakan solusi negeri-negeri "Jerman Kecil" ("kleindeutsche Lösung") atas bagaimana caranya menyatukan seluruh penduduk berbahasa Jerman menjadi satu negara, karena tetap tidak mengikutsertakan Austria yang tetap bersatu dengan Hungaria dan daerahnya meliputi orang-orang yang tidak berbahasa Jerman. Pada tanggal 18 Januari 1871 (Ulang tahun ke 170 dari diangkatnya Raja Friedrich I dari Prusia), Wilhelm diproklamirkan sebagai "Kaiser Jerman" dan bukanya sebagai "Kaisar dari Jerman", di Kamar Kaca di Istana Versailles yang bertempat di luar Paris, selama berlangsungnya pengepungan terhadap kota Paris.

Perang Austro-Prusia

 
Ekspansi Prusia pada tahun 1807–1871

Bismarck menyadari penetapan administrasi ganda atas daerah Schleswig dan Holstein hanyalah solusi sementara, mengakibatkan naiknya ketegangan hubungan antara Prusia dan Austria. Perebutan supremasi daerah Jerman akhirnya berujung pada Perang Austro-Prusia (1866), dipicu oleh konflik Schleswig dan Holstein.

Kubu Austria didukung oleh negara-negara Jerman Selatan (termasuk Kerajaan Bavaria dan Württemberg), beberapa negara-negara Jerman tengah (termasuk Kerajaan Sachsen) dan Kerajaan Hanover di Utara. Di kubu Prusia dukungan datang dari Italia, sebagian besar negara-negara di Jerman Utara, dan beberapa negara-negara kecil di Jerman Tengah. Akhirnya, pasukan Prusia yang bersenjata lebih canggih mencetak kemenangan krusial pada Pertempuran Königgrätz di bawah pimpinan Helmuth von Moltke yang Tua. Persengketaan yang berjalan seabad lamanya antara Berlin dan Wina untuk dominasi Jerman akhirnya berakhir. Disamping itu, Prusia juga mengalahkan Hanover di pertempuran Langensalza. Hanover beraharp Britania Raya (yang pernah membantu mereka sebelumnya) memberi bantuan pasukan, tetapi Britania tidak mau berkonfrontasi dengan superpower darat saat itu, yaitu Prusia. Prusia akhirnya mennyelesaikan ambisinya untuk mempersatukan teritori mereka yang terpecah-pecah dan mendapatkan kekuatan ekonomi dan strategis yang kuat, terutama dari akses penuh atas sumber daya di lembah Ruhr.

Bismarck menginginkan Austria untuk menjadi sekutu Prusia pada masa datang, sehingga dia menolak aneksasi teritori Austria. Namun pada Perdamaian Praha (1866), Prusia tetap menganeksasi empat sekutu Austria di Utara dan Tengah Jerman yaitu Hanover, Graviasi Tanah Hesse Kassel, Kadipaten Nassau dan Frankfurt. Prusa juga memenangkan kuasa penuh atas Schleswig-Holstein. Hasil dari kemenangan ini, Prusia terbentang tanpa halangan di duapertiga wilayah Jerman Utara dan berisikan duapertiga dari seluruh populasi Jerman. Konfederasi Jerman dihapuskan, dan Prusia memaksa 21 negara di Utara sungai Main untuk membentuk Konfederasi Jerman Utara.

Prusia menjadi negara yang dominan di konfederasi tersebut, karena Prusia wilayahnya mencakup 4/5 dari seluruh wilayah Konfederasi. Kekuasaan yang nyaris mutlak di tangan Prusia akhirnya diamankan melalui konstitusi yang disusun oleh Bismarck pada tahun 1867. Kekuatan eksekutif dipegang oleh Presiden, dan dibantu oleh Kanselir yang hanya menjawab ke Presiden. Kepresidenan di Konfederasi ini menggunakan sistem keturunan, yaitu dari wangsa Hohenzollern yang merupakan penguasa Prusia. Ada juga parlemen berkamar dua. Kamar rendah, atau Reichstag dipilih melalui pemilu yang pemilihnya lelaki saja. Kamar atas, atau Bundesrat (Konsul Federal) ditunjuk oleh pemerintahan. Bundestrat pada praktiknya merupakan kamar yang lebih kuat dari Reichstag. Prusia memiliki 17 dari 43 suara dan dengan mudah bisa mengatur jalanya sidang melalui aliansi dengan negara lain.

Karena perdamaian inilah, negara-negara di Selatan Main teorinya tetap independen, tetapi masih di bawah perlindungan Prusia. Sebagai tambahan, perjanjian pertahanan mutual dibuat. Tetapi, keberadaan perjanjian ini dirahasiakan sampai Bismarck membukanya ke hadapan publik pada tahun 1867, ketika Prancis mencoba menyerang Luksemburg.

Kekaisaran Jerman

 
Prusia sebagai bagian Kekaisaran Jerman pada tahun 1871–1918

Dua dekade setelah pemersatuan Jerman merupakan puncak kejayaan Prusia, tetapi bibit-bibit pertikaian politik ditabur kedalam sistem politik Pruso-Jerman.

Konstitusi Kekaisaran Jerman menggunakan konstitusi Konfederasi Jerman Utara yang sedikit diamendemen. Resminya, Kekaisaran Jerman sendiri merupakan negara federasi. Praktaknya, hubungan antara Prusia dengan negara bagian Jerman lainnya sedikit memusingkan. Kerajaan Hohenzollern (Prusia) mencakup 3/5 dari wilayah Jerman dan 2/3 dari total populasi Jerman. Angkatan Bersenjata Kekaisaran Jerman pada praktiknya merupakan pasukan Prusia yang diperbesar, meskipun kerajaan-kerajaan lain (Bavaria, Sachsen dan Württemberg) tetap memiliki pasukan mereka masing-masing. Mahkota kekaisaran merupakan jabatan turun menurun milik Wangsa Hohenzollern, kebangsawanan dari Prusia. Perdana Mentri Prusia juga merupakan Kanselir Kekaisaran Jerman kecuali untuk periode Januari-November 1873 dan 1892-94. Kekaisaran Jerman sendiri tidak memiliki hak untuk mengambil pajak langsung dari wajib pajak; pemasukan yang menjadi wewenang langsung Pemerintahan Federasi ialah bea masuk cukai, bea cukai umum serta penerimaan dari pelayanan telegrafi dan surat. Meskipun semua pria di atas umur 25 bisa mengikuti pemilihan umum, Prusia tetap menggunakan sistem pemilihan tiga kelas mereka. Hal ini secara efektif mengharuskan para pemimpin pemerintahan untuk mencari legislatur yang dipilih dari dua cabang. Baik di Kerajaan Prusia maupun di Kekaisaran Jerman, konstituen asli tidak pernah diubah menyesuaikan perubahan yang terjadi di populasi mereka, yang artinya daerah-daerah pelosok memiliki terlalu banyak suara di parlemen Jerman pada awal abad ke-20.

 
Kaisar Friedrich III

Hasilnya, Prusia dan Kekaisaran Jerman menjadi semacam paradoks. Bismarck mengetahui bahwa Jerman Reich yang baru ini merupakan sebuah raksasa apabila dibandingkan dengan negara lainnya di benua Eropa. Dengan begitu, dia mendeklarasikan Jerman sebagai kekuatan yang sudah kenyang, menggunakan bakatnya untuk mempertahankan perdamaian, contohnya seperti pada Kongres Berlin. Bismarck hanya memiliki sedikit sukses dalam kebijikan dalam negrinya, salah satunya Kulturkampf yang anti-Katolik, tetapi selain dari itu, dia juga meraih beberapa keberhasilan seperti Jermanisasi atau pengusiran orang Polandia yang berkebangsaan asing (Rusia atau Austria-Hungaria).

Friedrich III menjabat sebagai kaisar hanya selama 99 hari pada tahun 1888 setelah bapaknya wafat karena kanker.

 
Kaisar Wilhelm II

Pada umur 29 tahun, Wilhelm menjabat sebagai Kaisar Wilhelm II setelah melalui masa muda yang sulit dan konflik dengan ibunya yang berasal dari Britania Victoria, Putri Bangsawan. Wilhelm II terbukti sebagai individu yang berpengalaman terbatas, pandangan yang sempit dan reaksioner, tidak bijak, dan terkadang pemarah, yang menjauhkan teman dan sekutunya sendiri.

Jalur Kereta Api

Prusia menasionalisasikan perkeretaapianya pada medio 1880an dalam rangka menurunkan ongkos kereta barang dan meratakan ongkos-ongkos tersebut ke semua pemakai jasa kirim. Bukannya menurunkan ongkos serendah mungkin, pemerintah malah menggunakan perusahaan kereta api untuk mendapatkan laba, dan laba dari kereta api inilah yang menjadi salah satu pendapatan terbesar Prusia. Nasionalisasi perkeretaapian ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Prusia melambat dikarenakan oleh pembangunan jalur kereta yang malah difokuskan di daerah terpencil. Lebih dari itu, surplus dari laba kereta api digunakkan untuk pengembangan sistem perpajakan yang mencukupi.[37]

Negara Bebas Prusia di Republik Weimar

 
Negara Federal dari Republik Weimar. Prusia berwarna biru terang. Setelah Perang Dunia I, Provinsi-Provinsi dari Posen dan Provinsi Prusia Barat datang besar-besaran masuk ke Republik Polandia Kedua; Posen-Prusia Barat dan Distrik Prusia Barat dibentuk dari bagian yang tersisa.

Karena terjadinya Revolusi Jerman pada tahun 1918, Wilhelm II diturunkan dari kursi Kekaisaran Jerman dan Kerajaan Prusia. Prusia diproklamirkan sebagai sebuah "Negara Bebas" (sebuah republik, Bahasa Jerman: Freistaat) di dalam Republik Weimar yang baru dan pada tahun 1920 menerima konstitusi Demokratis.

Hampir semua lepasnya teritori Jerman, disebutkan dalam Perjanjian Versailles, ialah daerah-daerah yang pernah menjadi bagian dari Prusia: Eupen dan Malmedy ke Belgia; Schleswig Utara ke Denmark; Teritori Memel ke Lithuania; Hlučínsko ke Cekoslovakia. Banyak daerah Prusia dianeksasi pada pemisahan Polandia, seperti Provinsi Posen dan Prusia Barat, juga Silesia Atas bagian Timur, dialihkan ke Republik Polandia Kedua. Danzig menjadi Kota Bebas Danzig di bawah administrasi Liga Bangsa-Bangsa. Selain daripada itu, Saargebiet dibuat dari teritori-teritori Prusia yang lama. Prusia Timur menjadi eksklaf, hanya bisa dikunjungi menggunakan kapal (Pelayanan Kelautan Prusia Timur) atau menggunakan kereta melalui koridor Polandia.

Pemerintah Jerman sudah serius memikirkan pemecahan Prusia menjadi beberapa negara kecil, tetapi sentimen pihak tradisionalis menjadi pengaruh mayoritas dan Prusia pada masa Republik Weimar menjadi negara bagian terbesar, meliputi 60% teritori Republik tersebut. Dengan pemutihan nama Prusia lama, hal ini menjadi basis kekuatan politik kiri. Dengan peliputan "Berlin Merah" dan industrialisasi daerah Ruhr - keduanya mayoritas bersama kelas pekerja - memastikan dominasi kekuatan sayap kiri.[38]

Dari tahun 1919 ke tahun 1932, Prusia diatur oleh koalisi Partai Sosial Demokrat Jerman, Partai Sentral Jerman dan Partai Demokratik Jerman; dari tahun 1921 ke tahun 1925, pemerintah koalisi sudah termasuk dengan Partai Rakyat Jerman. Tidak seperti negara bagian lain dari Reich Jerman, kekuasaan mayoritas oleh partai-partai demokratis tidak pernah terancam. Tetap saja, di Prusia Timur dan beberapa daerah industri, Partai Nazi binaan Adolf Hitler terus menerus meningkatkan pengaruh mayoritas pemilih, terutama dari kelas menengah kebawah semenjak 1930. Selain dari Silesia Atas yang mayoritas Katolik, Partai Nazi pada tahun 1932 menjadi partai terbesar di sebagian besar Negara Bebas Prusia. Tetapi, partai-partai demokratis dalam koalisi tetap menjadi mayoritas, sedangkan Komunis dan Nazi menjadi oposisi.[39] Wilayah Prusia pada tahun 1922 adalah sebagai berikut:

 
Prusia antara tahun 1922 dan 1933.
  1. Berlin (Bundesland Berlin, Jerman)
  2. Provinz Brandenburg (negara bagian Brandenburg, Jerman dan bagian dari Provinsi Lubuskie, Polandia)
  3. Provinz Hannover (bagian dari negara bagian Niedersachsen dan Hamburg, Jerman)
  4. Provinz Hessen-Nassau (bagian dari negara bagian Hessen dan Rheinland-Pfalz, Jerman)
  5. Provinz Ostpreußen (Oblast Kaliningrad, Rusia; Provinsi Warminsko-Mazurskie und Teil der Provinsi Pomorskie, Polandia)
  6. Provinz Pommern (bagian dari negara bagian Mecklenburg-Vorpommern, Jerman, Provinsi Zachodniopomorskie, Polandia)
  7. Grenzmark Posen-Westpreußen (bagian dari Provinsi Wielkopolskie, Polandia)
  8. Rheinprovinz (bagian dari negara bagian Nordrhein-Westfalen dan Rheinland-Pfalz, Jerman)
  9. Provinz Sachsen (bagian dari negara bagian Sachsen-Anhalt, Jerman)
  10. Provinz Niederschlesien (Provinsi Dolnoslaskie dan bagian dari Provinsi Lubuskie, Polandia; bagian dari Sachsen, Jerman)
  11. Provinz Oberschlesien (bagian dari Provinsi Slaskie, Provinsi Opolskie, Polandia)
  12. Provinz Schleswig-Holstein (bagian dari negara bagian Schleswig-Holstein dan Hamburg, Jerman)
  13. Provinz Westfalen (bagian dari negara bagian Nordrhein-Westfalen, Jerman)

Orang Prusia Timur bernama Otto Braun, yang merupakan menteri-presiden untuk Prusia nyaris tanpa putus pada tahun 1920 hingga 1932, dinilai sebagai orang Sosial Demokrat paling kompeten sepanjang sejarah Jerman. Dia mengimplementasikan reformasi-reformasi yang menjadi patokan untuk penguasa setelahnya, bersama mentri dalam negri Carl Severing, yang nantinya juga menjadi panutan saat Republik Federal Jerman (RFJ) pada masa datang. Contohnya, menteri-presiden Prusia hanya bisa diturunkan dari kursi jabatan apabila sudah ada "suara mayoritas positif" akan adanya penerus yang potensial. Konsep ini, yang juga dikenal sebagai mosi tidak percaya, terbawa ikut pada pembentukan Hukum Dasar untuk Republik Federal Jerman. Mayoritas sejarawan menganggap pemerintahan Prusia pada masa ini lebih sukses dibandingkan Jerman pada umumnya saat itu.[40]

Kebalikan dari autoritarian yang dianut Prusia sebelum Perang Dunia I, Prusia merupakan pilar Demokrasi di Republik Weimar. Sistem ini dihancurleburkan oleh Preußenschlag ("Kudeta Prusia") yang didalangi oleh Kanselir Reich Franz von Papen. Dalam kudeta ini, pemerintahan Reich menurunkan paksa pemerintahan Prusia pada 20 July 1932, dengan alasan bahwa pemerintahan Prusia telah kehilangan kendali atas ketertiban umum di Prusia (saat terjadinya Minggu berdarah di Altona, Hamburg, yang masih menjadi bagian Prusia pada masa itu) dan dengan menggunakan bukti palsu bahwa para kaum Sosial Demokrat dan Komunis merencanakan putsch gabungan. Menteri Pertahanan Umum Kurt von Schleicher, yang merupakan orang utama dibalik bukti palsu yang menyatakan bahwa polisi Prusia, di bawah perintah Otto Braun mengutamakan Rotfrontkämpferbund kaum Komunis pada saat adanya perkelahian di jalan antara mereka dengan kaum SA sebagai dasar formasi revolusi Marksisme, yang dia gunakan untuk mendapatkan dekret darurat dari Presiden Paul vin Hindenburg yang berakibat pada pengalihan kontrol Prusia ke Reich.[41] Papen mengangkat dirinya sendiri menjadi Komisaris Reich untuk Prusia dan mengambil alih kontrol pemerintahan setempat. Kejadian Preußenschlag hanya mempermudah Hitler untuk mengambil alih kekuasaan setengah tahun kemudian atas seluruh wilayah Jerman, karena dia menguasai seluruh elemen dari aparat pemerintahan Prusia.[42]

Setelah Perang Dunia II dan akhir riwayat Prusia

Setelah diangkatnya Hitler sebagai kanselir baru, partai Nazi menggunakan absennya Franz von Papen sebagai kesempatan untuk menaikkan komisioner federal Hermann Göring untuk menjadi Mendagri Prusia. Pemilu Reichstag pada tanggal 5 Maret 1933 memperkuat posisi Partai Nazi, meskipun mereka belum mencapai mayoritas absolut di Prusia.[43]

 
Paul von Hindenburg

Karena bangunan Reichstag telah terbakar beberapa minggu sebelumnya, Reichstag yang baru dibuka di Gereja Garnsium Postdam pada tanggal 21 Maret 1933 yang dihadiri oleh Paul von Hindenburg. Dalam pertemuan penuh propaganda antara Hitler dan Partai Nazi, "pengawinan antara Prusia tua dan Jerman muda" di peringati, untuk memenangkan suara monarkis, konsevatif dan nasionalis Prusia serta memasukan mereka sebagai suara pemilih untuk Peraturan Pengizinan 1933.

Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945 dengan kekalahan telak Jerman. Jerman diduduki oleh Tentara Sekutu, ketiga pemenang utama Perang Dunia II: Uni Soviet, Amerika Serikat dan Britania Raya. Lalu Prancis ikut pula menduduki Jerman. Wilayah Jerman kemudian dibagi empat dan semua wilayah Jerman di sebelah timur sungai Oder dan sungai Neisse diberikan kepada Polandia dan Rusia. Jerman kehilangan Pomerania, Silesia, Prusia Timur dan Brandenburg Timur. Kala itu lebih dari 10 juta warga Jerman diusir dari wilayah-wilayah tersebut.

Tentara Sekutu kemudian menghapuskan status Prusia sebagai sebuah negara bagian dan wilayahnya dipecah-pecah. Prusia Timur dari mana nama Prusia mendapatkan namanya, dibagi antara Rusia (sebagai negara bagian Uni Soviet) dan Polandia.

Meski sudah dihapuskan, banyak yang menilai bahwa negara Jerman Timur merupakan sebuah kontinuasi dari Prusia.

Setelah persatuan kembali Jerman pada tahun 1990 ada yang mengusulkan untuk membentuk kembali negara Prusia namun banyak yang menentang sehingga akhirnya tidak jadi.

Sedangkan setelah leburnya Uni Soviet pada tahun 1991, Kaliningrad, daerah Prusia Timur bagian utara, yang setalah tahun 1945 dikosongkan dari warga Jerman, mulai dimukimi warga Jerman lagi, terutama mereka yang berasal dari Kazakhstan. Sekarang di Prusia Timur ada sekitar 10.000 warga etnis Jerman.

Lihat Juga

Referensi

  1. ^ tacitus.nu
  2. ^ Fueter, Eduard (1922). World history, 1815–1920. United States of America: Harcourt, Brace and Company. pp. 25–28, 36–44. ISBN 1-58477-077-5.
  3. ^ Danilovic, Vesna. "When the Stakes Are High—Deterrence and Conflict among Major Powers", University of Michigan Press (2002), p 27, p225-p228
  4. ^ [1] Aping the Great Powers: Frederick the Great and the Defence of Prussia's International Position 1763–86, Pp. 286-307.
  5. ^ [2] Diarsipkan 2010-06-10 di Wayback Machine. The Rise of Prussia
  6. ^ H. W. Koch, A History of Prussia (1978) p. 35.
  7. ^ Robert S. Hoyt & Stanley Chodorow, Europe in Middle Ages (1976) p. 629.
  8. ^ Norman Davies, God's Playground: A History of Poland Vol. l (1982) p. 81.
  9. ^ a b c d Büsch, Otto; Ilja Mieck; Wolfgang Neugebauer (1992). Otto Büsch, ed. Handbuch der preussischen Geschichte (dalam bahasa German). 2. Berlin: de Gruyter. hlm. 42. ISBN 978-3-11-008322-4. 
  10. ^ Hajo Holborn, History of Modern Germany: 1648–1840 2:274
  11. ^ a b Kotulla (2008), p. 262
  12. ^ a b c d e Kotulla (2008), p. 263
  13. ^ a b c Duchhardt (2006), p. 101
  14. ^ a b Kotulla (2008), p. 265
  15. ^ a b c d e f g Kotulla (2008), p. 267
  16. ^ a b c d e f Kotulla (2008), p. 266
  17. ^ Duchhardt (2006), p. 108
  18. ^ Edward Henry Lewinski Corwin Lewinski-Corwin, Edward Henry (1917). A History of Prussia. New York: The Polish Book Importing Company. hlm. 628. 
  19. ^ Robert S. Hoyt and Stanley Chodorow (1976) Europe in the Middle Ages. Harcourt Brace Jovanovich. ISBN 0-15-524712-3 p. 629.
  20. ^ H. W. Koch, A History of Prussia p. 33.
  21. ^ Avnery, Uri (2002). "The Army has a State". Media Monitors Network. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-01-06. Diakses tanggal 2013-07-15. 
  22. ^ H. W. Koch, A History of Prussia pp. 100–102.
  23. ^ Robert B. Asprey, Frederick the Great: The Magnificent Enigma (1986) pp. 34–35.
  24. ^ Koch, A History of Prussia, p. 105.
  25. ^ Robert A. Kahn, A History of the Habsburg Empire 1526–1918 (1974) p. 96.
  26. ^ Asprey, Frederick the Great: the Magnificent Enigma, pp. 195–208.
  27. ^ Hermann Kinder & Werner Hilgermann, The Anchor Atlas of World History: Volume 1 (1974) pp. 282–283.
  28. ^ James K. Pollock & Homer Thomas, Germany: In Power and Eclipse (1952) pp. 297–302.
  29. ^ Marshall Dill, Jr., Germany: A Modern History (1970) p. 39.
  30. ^ a b Clark, Iron Kingdom ch 7
  31. ^ Hans-Christof Kraus. Kultur, Bildung und Wissenschaft im 19. Jahrhundert. Oldenbourg Wissenschaftsverlag, 2008, p. 90
  32. ^ Clark, Iron Kingdom ch 12
  33. ^ a b Clark, Iron Kingdom ch 11
  34. ^ Clark, Iron Kingdom ch 10
  35. ^ Clark, Iron Kingdom ch 13–14
  36. ^ Clark, Iron Kingdom ch 14
  37. ^ Rainer Fremdling, "Freight Rates and State Budget: The Role of the National Prussian Railways 1880–1913," Journal of European Economic History, Spring 1980, Vol. 9#1 pp 21–40
  38. ^ Clark, Iron Kingdom, pp 620-24
  39. ^ Clark, Iron Kingdom, pp 630-39
  40. ^ Clark, Iron Kingdom, p 652
  41. ^ Wheeler-Bennett, John The Nemesis of Power, London: Macmillan, 1967 page 253.
  42. ^ Clark, Iron Kingdom, pp 647-48
  43. ^ Clark, Iron Kingdom, pp 655-70

Bibliografi