Alkitab Terjemahan Baru
Alkitab Terjemahan Baru (TB) adalah sebuah versi terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) yang diselesaikan pada tahun 1974. Alkitab TB dengan Deuterokanonika diselesaikan pada tahun 1976. Alkitab oikumenis ini masih digunakan secara luas oleh hingga saat ini oleh umat-umat Kristen Indonesia, baik dalam Gereja Protestan atau pun Gereja Katolik.
Alkitab Terjemahan Baru | |
---|---|
Singkatan | TB |
Bahasa | Indonesia |
Terbitan PL | 1974 |
Terbitan PB | 1971 |
Terbitan lengkap | 1974 (TB biasa) 1976 (TB Deuterokanonika) |
Penerjemah | Tim LAI Tim LBI (bergabung kemudian) |
Diturunkan dari | Terjemahan Lama |
Naskah sumber | PL: Biblia Hebraica (oleh Rudolf Kittel) PB: Novum Testamentum Graece (oleh Nestle Aland) Deut.: Septuaginta |
Jenis penerjemahan | Harfiah/formal |
Tingkat keterbacaan | Pendidikan tinggi |
Perevisian versi | 1997 |
Penerbit | Lembaga Alkitab Indonesia |
Hak cipta | LAI (seluruh versi) LBI (khusus TB Deut.) |
Afiliasi agama | Gereja Protestan dan Katolik |
Situs URL | Alkitab Terjemahan Baru |
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Berfirmanlah Allah: "Jadilah terang." Lalu terang itu jadi.
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. |
Sejarah
Proyek penerjemahan Alkitab TB bahasa Indonesia ini dimulai oleh Lembaga Alkitab Belanda (NBG) pada tahun 1952, karena sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia kegiatan-kegiatan penerjemahan dan penyebaran Alkitab di Indonesia ditangani oleh Lembaga Alkitab Belanda dan Inggris (British and Foreign Bible Society). Dengan berdirinya Lembaga Alkitab Indonesia yang mandiri pada tanggal 9 Februari 1954, maka tanggung jawab proyek ini diserahkan kepada LAI pada tahun 1959.[1]
Panitia penerjemah Alkitab LAI yang dibentuk untuk menyusun Alkitab berbahasa Indonesia yang dapat digunakan secara ekumenis oleh Gereja-Gereja di Indonesia tersebut terdiri dari tenaga-tenaga ahli berasal dari Belanda, Swiss, dan Indonesia (dari suku Tapanuli, Jawa, Minahasa, dan Timor). Turut membantu dalam proyek penerjemahan ini antara lain adalah J.W. Saragih dan P.S. Naipospos.[1]
Edisi percobaan karya panitia ini diterbitkan secara bertahap mulai tahun 1959, yang awalnya diterbitkan dalam bentuk kumpulan beberapa kitab dalam ukuran saku.[1] Pada tahun 1967, Pastor Cletus Groenen (seorang tokoh besar dalam dunia teologi dan biblika Kristen, terutama Katolik) mengusulkan kepada Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI), yang sekarang bernama Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), agar Gereja Katolik di Indonesia turut serta dalam penerjemahan Alkitab yang sedang ditangani oleh LAI. Pada tahun 1968, MAWI menerima usul itu. Selanjutnya pada tahun 1969, LAI menerima kerja sama yang diusulkan oleh MAWI, sehingga sejumlah ahli Kitab Suci Katolik diikutsertakan dalam proyek penerjemahan Alkitab LAI. Setahun kemudian, Lembaga Biblika Indonesia (LBI) didirikan dan menjadi wakil Gereja Katolik dalam penyusunan kitab tersebut.[2]
Akhirnya setelah dua kali tertunda, proyek penerjemahan ini diselesaikan pada tahun 1970. Seluruh Perjanjian Baru diterbitkan pada tahun 1971, kemudian seluruh kitab (termasuk Perjanjian Lama) diterbitkan pada tahun 1974. Karena merupakan terjemahan yang terbaru pada saat itu, maka terbitan ini dinamakan Alkitab "Terjemahan Baru", sedangkan Alkitab yang digunakan sementara oleh LAI, yang merupakan gabungan kitab-kitab Perjanjian Lama versi terjemahan Werner August Bode dan Perjanjian Baru versi terjemahan Hillebrandus Cornelius Klinkert, kemudian disebut Alkitab "Terjemahan Lama". Pada tahun 1976, Alkitab TB dengan Deuterokanonika (khusus untuk Gereja Katolik) mulai diterbitkan dan digunakan secara luas.[1]
Karakteristik
Terjemahan Alkitab TB mengikuti asas "pendekatan formal" atau "terjemahan harfiah", yaitu proses penerjemahan diusahakan sedapat mungkin mengikuti arti "harfiah" dari kata atau frasa dari naskah sumber, sehingga hasil terjemahan dapat mempertahankan sejauh mungkin bentuk asli dari teks Kitab Suci tetapi tetap mengikuti kaidah kebahasaan dari bahasa tujuan dengan benar. Akibatnya, terjemahan Alkitab TB terkesan agak kaku dan tidak selalu mudah dipahami, walaupun cukup sesuai buat studi.[1]
Teks-teks Alkitab TB diterjemahkan dari naskah-naskah bahasa aslinya. Untuk Perjanjian Lama, naskah sumber diambil dari kitab-kitab Ibrani versi Biblia Hebraica oleh Rudolf Kittel dengan merujuk pada Naskah Masorah dan Naskah Laut Mati. Sedangkan untuk Perjanjian Baru, naskah sumber diambil dari kitab-kitab Yunani versi Novum Testamentum Graece oleh Nestle Aland.[3][1]
Alkitab Deuterokanonika
Khusus untuk penggunaan dalam Gereja Katolik (khususnya Gereja Katolik Roma) di Indonesia, LAI mencetak Alkitab TB dengan tambahan kitab-kitab Deuterokanonika dengan hak cipta bersama LAI dan LBI. Bagian Perjanjian Lama (Protokanonika) dan Perjanjian Baru menggunakan teks yang sama dengan Alkitab TB versi biasa, sementara bagian Deuterokanonika menggunakan teks yang diterjemahkan dari Septuaginta dengan asas "pendekatan formal" atau "terjemahan harfiah".
Kekeliruan penerjemahan
Mengingat LAI adalah lembaga penerjemah dokumen ke dalam bahasa Indonesia, maka hasil terjemahannya tidak luput dari ktitikan. Kritikan mengalir baik dari pihak internal Kristen, maupun dari luar Kristen atau dari pihak Muslim dengan tujuan perbaikan.
Belakangan muncul juga dari pihak akademisi atau pemerhati pengunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Semua masukkan ini bertujuan untuk perbaikan sehingga bisa mendapatkan hasil terjemahan yang lebih baik, yang mengikuti tata bahasa dan definisi kata yang lebih tepat. Di dalam suatu seminar daring yang diselenggarakan oleh LAI,[4] seorang rohaniawan dan akademisi, Romo Aldo Tulung Allo, memberikan masukkannya terkait kesalahan terjemahan pada TB LAI yang belum memenuhi kaidah tata bahasa seperti yang tertuang di dalam PUEBI (Peraturan Umum Ejaan Bahasa Indonesia) yang merupakan kaidah pengejaan resmi saat ini. Selain itu pemilihan diksi atau kata di dalam terjemahan tersebut juga harus dikoreksi karena tidak memakai definisi yang tepat sesuai KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Sejak Alkitab TB ini diterbitkan, perkembangan penggunaan dan pengejaan kata bahasa Indonesia yang ada saat ini membuat munculnya beragam kesalahan penerjemahan. Berikut merupakan beberapa di antaranya.
Berdasarkan PUEBI
- TB mencatat adanya perbedaan makna saat suatu kata dituliskan ke dalam huruf kapital. Misalnya kata Tuhan dan TUHAN, serta kata Allah, ALLAH dan, allah.
- Tidak ada ketentuan dalam PUEBI yang menyatakan bahwa penggunaan huruf kapital untuk keseluruhan kata menyebabkan perubahan makna.[5] Namun, hal ini juga disebabkan oleh keterbatasan istilah bahasa Indonesia yang dapat digunakan untuk merepresentasikan nama-nama suci, seperti Yahweh, Adonai, Elohim, dan variasi-variasi lainnya, bila mengingat bahwa terjemahan Alkitab Kristen sebagian besar mengikuti tradisi Yahudi yang tidak terang-terangan menyebutkan nama "Yahweh" dan menggantinya dengan kata lain.
- Meskipun demikian, ada ketentuan dalam PUEBI yang menyatakan bahwa huruf pertama pada kata yang merupakan nama diri (termasuk nama agama, nama kitab suci, serta nama, gelar, sebutan, dan kata ganti untuk Tuhan) harus dikapitalkan. Dengan ketentuan ini, huruf pertama kata "tuhan" dan "allah" boleh ditulis dengan huruf kecil bila kedua kata tersebut merupakan nama jenis.
- TB salah dalam menuliskan kalimat dalam bahasa lain yang seharusnya disalin dengan huruf miring. Misalnya dalam ayat Markus 15:34, penggalan frasa Eloi, Eloi, lama sabakhtani seharusnya disalin dengan huruf miring sesuai ketetapan di PUEBI.[5]
- TB banyak sekali salah pada pemilihan tanda baca sebelum tanda kutip untuk kalimat langsung. Seharusnya sebelum tanda kutip didahului oleh tanda koma (,), bukan tanda titik dua (:).[5] Ini terdapat pada ayat Matius 10:42, 11:7,9, dll. Selain tanda koma, ada juga kesalahan pemakain tanda baca lain.
Berdasarkan KBBI
Kritikan masuk juga karena TB membuat definisi yang berbeda sehingga kata-kata terjemahannya tidak tepat seperti yang tertuang di dalam KBBI.
- Perbedaan kata Tuhan, Tuan, dan Allah yang dibuat memiliki definisi beragam. Meskipun begitu, seperti yang disebutkan di atas, hal ini disebabkan karena kekurangan istilah bahasa Indonesia untuk merepresentasikan nama-nama suci, seperti Yahweh, Adonai, Elohim, dan variasi-variasi lainnya. Berikut merupakan definisi kata-kata ini di dalam KBBI dan kata salinannya dalam bahasa Ibrani dan Yunani seharusnya.
No | Kata | Definisi dalam KBBI | Padanan dalam bahasa Ibrani | Padanan dalam bahasa Yunani | Ayat pada Naskah Ibrani & Yunani |
---|---|---|---|---|---|
1 | Tuhan |
|
El dan Elohim (mengacu kepada bangsa Israel). | Theos |
|
2 | Tuan |
|
Adon | Kyrios/Kurios |
|
3 | Pemilik | n yang memiliki; yang empunya: dialah yang menjadi ~ kebun itu | Adonai yang merujuk kepada Tuhan YHWH. | Kurios |
|
4 | Allah | n nama Tuhan dalam bahasa Arab; pencipta alam semesta Yang Mahasempurna; Tuhan Yang Maha Esa yang disembah oleh orang yang beriman: demi --; hamba --; insya --; karena -- | Tidak ada | Tidak ada | Tidak ada ayat memuat kata ini |
4 | Ilah | n Ar sembahan; yang disembah[6] | El, Eloah, Elohim (mengacu kepada bangsa Israel). | Theos |
|
5 | YHWH | Belum ada definisinya, ini adalah salah satu nama Tuhan bangsa Israel dalam Kitab Perjanjian Lama.[7] | YHWH | Nama ini tidak dicatat, sering diganti dengan Kurios | Ada ribuan di dalam Kitab PL, namun tidak ada 1 pun di dalam Kitab PB Yunani. |
- TB memiliki kata-kata yang saat ini sudah tidak baku seperti kata isteri yang seharusnya "istri" (Kej. 2:24,25, 3:8,17, dst), mezbah seharusnya "mazbah" (Kej. 8:20, 12:7-8, 13:4, dst), sorga seharusnya "surga" (Kej. 28:17; Ul. 26:15; 1Raj. 8:30, 8:32,34,36, dst), dll.
- TB memiliki kata-kata yang kaidah pengimbuhannya salah saat ini. Misalnya mentahirkan yang seharusnya "menahirkan", pentahbisan/mentahbiskan yang seharusnya "penahbisan"/"menahbiskan", dll.
Galeri
-
Yohanes 3-4
Pranala luar
Referensi
- ^ a b c d e f Versi: Alkitab Terjemahan Baru — Sejarah Alkitab Indonesia
- ^ Leks, Stefan (1996). Mengenal ABC Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius. hlm. 30–31 – via Lembaga Biblika Indonesia.
- ^ Is Our Translation of 'Allah' Inconsistent, Insensitive and Inaccurate?
- ^ Webinar yang dibuat oleh LAI pada tanggal 28 April 2021 di YouTube dengan judul Seberapa Akuratkah Terjemahan Teks Alkitab kita?
- ^ a b c Kementrian Pendidikan dan Budaya, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (2016). PUEBI (PDF). Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Budaya. hlm. 39.
- ^ Jones, Russell (2008). Loan-words in Indonesian and Malay. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- ^ McLaughlin, J. F. "NAMES OF GOD". Jewish Encyclopedia. Diakses tanggal 11/24/2021.