Gamelan

ansambel tradisional indonesia
Revisi sejak 22 Januari 2022 15.42 oleh WinantuNJ (bicara | kontrib)

Gamelan (bahasa Jawa: ꦒꦩꦼꦭꦤ꧀, translit. gamêlan, bahasa Sunda: ᮌᮙᮨᮜᮔ᮪, bahasa Bali: ᬕᬫᭂᬮᬦ᭄)[1] adalah musik ansambel tradisional Jawa, Sunda, dan Bali di Indonesia yang memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem tangga nada (laras) slendro dan pelog. Terdiri dari instrumen musik perkusi yang digunakan pada seni musik karawitan. Instrumen yang paling umum digunakan adalah metalofon antara lain gangsa, gender, bonang, gong, saron, slenthem dimainkan oleh wiyaga menggunakan palu (pemukul) dan membranofon berupa kendhang yang dimainkan dengan tangan. Juga idiofon berupa kemanak dan metalofon lain adalah beberapa di antara instrumen gamelan yang umum digunakan. Instrumen lain termasuk xilofon berupa gambang, aerofon berupa seruling, kordofon berupa rebab, dan kelompok vokal disebut sinden.[2]

Gamelan
Perangkat Gamelan Jawa
Nama lain
Klasifikasi Alat musik perkusi
Hornbostel–Sachs
()
PenciptaIndonesia
DikembangkanIndonesia
Gamelan
Alat musik gamelan
NegaraIndonesia
DomainKerajinan tradisional, tradisi lisan dan ekspresi, seni drama, pengetahuan dan praktik tentang alam dan alam semesta, praktik sosial, ritual dan acara pesta
Referensi01607
KawasanAsia dan Pasifik
Sejarah Inskripsi
Inskripsi2021 (sesi ke-16)
DaftarDaftar Perwakilan

Seperangkat gamelan dikelompokkan menjadi dua, yakni gangsa pakurmatan dan gangsa ageng. Gangsa pakurmatan dimainkan untuk mengiringi hajad dalem (upacara adat karaton), jumenengan (upacara penobatan raja atau ratu), tingalan dalem (peringatan kenaikan takhta raja atau ratu), garebeg (upacara peristiwa penting), sekaten (upacara peringatan hari lahir Nabi Muhammad). Gangsa ageng dimainkan sebagai pengiring pergelaran seni budaya umumnya dipakai untuk mengiringi beksan (seni tari), wayang (seni pertunjukan), uyon-uyon (upacara adat/hajatan), dan lain-lain.[3] Saat ini, gamelan banyak digunakan di pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.

Terminologi

 
Seperangkat peranti musik pada Gamelan

Kata gamelan berasal dari bahasa jawa gamêl yang berarti 'memukul' atau 'menabuh', dapat merujuk pada jenis palu yang digunakan untuk memukul instrumen, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda.[2][4] Istilah karawitan mengacu pada musik gamelan klasik dan praktik pertunjukan, dan berasal dari kata rawit, yang berarti 'rumit' atau 'dikerjakan dengan baik'.[4] Kata ini berasal dari kata bahasa Jawa yang berakar dari bahasa Sanskerta, 'rawit', yang mengacu pada rasa kehalusan dan keanggunan yang diidealkan dalam musik Jawa. Kata lain dari akar kata ini, pangrawit, berarti seseorang dengan pengertian demikian, dan digunakan sebagai penghargaan ketika mendiskusikan musisi gamelan yang terhormat. Bahasa Jawa halus (krama) untuk 'gamelan' adalah gangsa, dibentuk dari kata tiga dan sedasa (tiga dan sepuluh) merujuk pada elemen pembuat gamelan berupa perpaduan tiga bagian tembaga dan sepuluh bagian timah. Perpaduan tersebut menghasilkan perunggu, yang dianggap sebagai bahan baku terbaik untuk membuat gamelan.[5]

Sejarah

 
Seorang nayaga sedang memainkan seperangkat musik gamelan, relief candi Borobudur

Keberadaan gamelan mendahului proses transisi budaya Hindu-Buddha yang mendominasi Nusantara, dalam catatan-catatan awalnya dan dengan demikian mewakili bentuk kesenian asli Indonesia.[6]

Dalam mitologi Jawa, gamelan yang awalnya bernama Gamelan Lokananta gamelan tidak berwujud yang berbunyi di awang awang (angkasa udara) diciptakan oleh Batara Guru pada Tahun 167 Saka (atau 230 M), raja dewa yang memerintah sebagai raja seluruh Jawa dari sebuah Kahyangan istana di Wukir Mahendra Giri di Medang Kamulan (sekarang Gunung Lawu). Batara Guru memerintah Batara Indrasurapati menciptakan gamelan gong, kethuk ,kenong ,gong, rebab, sebagai sinyal untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih kompleks, kemudian ia menciptakan dua gong lainnya, sehingga membentuk set gamelan utuh.[7]

Gambar paling awal dari himpunan alat musik (musik ansambel) gamelan ditemukan di relief dinding candi Borobudur dibangun abad ke-8 oleh Arsitek Candi Borobudur yaitu Gunadharma pada masa wangsa syailendra dari kerajaan Mataram Kuno di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.[8] Relief tersebut menampilkan sejumlah alat musik termasuk suling, lonceng, kendhang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik dawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Bagaimanapun, relief tentang himpunan alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Instrumen gamelan diperkenalkan menjadi bentuk seperangkat peranti musik lengkap dan berkembang pada zaman Kerajaan Majapahit, dan menyebar keberbagai daerah seperti Bali, Sunda, dan Lombok.[9] Menurut prasasti dan manuskrip yang bertanggal dari periode Majapahit, kerajaan bahkan memiliki balai seni yang bertugas mengawasi seni pertunjukan, termasuk gamelan. Balai seni mengawasi konstruksi alat musik, serta menjadwalkan pentas pertunjukan.[8]

Pada proses penetrasi Islam, Sunan Bonang menggubah gamelan yang waktu itu sangat kental dengan estetika Hindu, juga memberi nuansa baru. Gubahannya waktu itu memberi nuansa transendental atau wirid yang mendorong kecintaan pada kehidupan, dan menambahkan instrumen bonang pada satu set gamelan.[10]

Dalam lingkup kraton di Jawa gamelan tertua yang diketahui adalah Gamelan Munggang dan Gamelan Kodok Ngorek, berasal dari abad ke-12. Ini membentuk dasar tempo cepat atau "gaya keras" pada gamelan. Sebaliknya, tempo pelan atau "gaya lembut" berkembang dari tradisi kemanak juga berkaitan dengan tradisi melantunkan geguritan (puisi Jawa), dengan cara yang sering diyakini mirip dengan paduan suara yang menyertai tarian modern bedaya. Pada abad ke-17, gaya keras dan lembut bercampur, dan sebagian besar menjadi variasi pada gaya gamelan modern Bali, Jawa, dan Sunda, dihasilkan dari berbagai cara pencampuran unsur-unsur tersebut. Dengan demikian, terlepas dari keragaman gaya yang tampak, banyak konsep, instrumen, dan teknik teoretis yang sama dibagikan di antara gaya-gaya tersebut.[11]

Alat Musik Gamelan

Gamelan adalah ansambel multi-timbre yang terdiri dari metalofon, idiofon, xilofon, aerofon, kordofon, suara vokal, siter yang dipetik dan membranofon yang dimainkan dengan tangan disebut kendhang, mengontrol tempo dan irama potongan-potongan serta transisi dari satu bagian ke bagian lainnya. Beberapa instrumen yang membentuk gamelan saat ini ditunjukkan di bawah ini:[12][13]

  1. 1 Buah Kendhang Ageng (Kendhang Gending)
  2. 1 Buah Kendhang Ciblon (Batangan)
  3. 1 Buah Kendhang Sabet (Kendhang Wayangan)
  4. 1 Buah Kendhang Ketipung (Ketipung)
  5. 1 Buah Bedug
  6. 2 Buah Bonang Penembung
  7. 2 Buah Bonang Barung (Bonang)
  8. 2 Buah Bonang Penerus
  9. 2 Set Kenong
  10. 2 Set Kethuk
  11. 2 Buah Kempyang
  12. 2 Buah Slenthem
  13. 3 Buah Gender Barung (Gender)
  14. 3 Buah Gender Penerus
  15. 2 Buah Saron Demung (Demung)
  16. 4 Buah Saron Barung (Saron/Saron Ricik)
  17. 2 Buah Saron Peking (Peking/Saron Penerus)
  18. 2 Buah Gong Ageng (Gong Besar)
  19. 2 Buah Gong Suwukan (Gong Siyem)
  20. 2 Set Kempul
  21. 2 Buah Rebab
  22. 2 Buah Gambang
  23. 2 Buah Siter
  24. 2 Buah Celempung
  25. 2 Buah Suling (Seruling)
  26. 1 Buah Kecer
  27. 3 Buah Kepyak
  28. Sindhen - Penyanyi wanita
  29. Gerong - Penyanyi Pria
  30. Wiyaga (Nayaga) - Penabuh Gamelan

Ragam

Jenis-jenis gamelan dibedakan berdasarkan koleksi instrumen dan penggunaan suara, penyetelan tangga nada (laras), repertoar, gaya, dan konteks budaya. Secara umum, tidak ada dua ansambel gamelan yang sama, dan yang muncul di kraton sering dianggap memiliki gaya dan penyetelan sendiri. Gaya tertentu juga dapat dibagikan oleh ansambel terdekat, yang mengarah ke gaya daerah.

Jenis gamelan umumnya dikelompokkan berdasarkan geografis, dengan pembagian utama antara gaya yang disukai oleh orang Bali, Jawa, dan Sunda. Orang Madura juga memiliki gaya gamelan sendiri, meskipun tidak lagi digunakan.[14] Gamelan Sunda mempunyai dinamika degung, yang menggunakan subset instrumen gamelan dengan laras pelog tertentu. Gamelan Bali sering dikaitkan dengan keahlian dan perubahan tempo yang cepat dan dinamika gong kebyar. Gamelan Sasak memiliki kemiripan dengan Gamelan Bali, dengan sedikit ragam yang berbeda. Gamelan Jawa, sebagian besar didominasi oleh kraton-kraton di Jawa, sesuai dengan gayanya masing-masing, dikenal dengan kualitas meditasi yang lebih pelan atau bertempo lambat dan bersifat transendental atau mersudi yang meiliki makna berusaha mencapai sesuatu dengan kesabaran.

Referensi

  1. ^ "Bausastra Jawa", Poerwadarminta. 1939
  2. ^ a b Sumarsam (1998). Introduction to Javanese Gamelan. Middletown.
  3. ^ KRT Widyacandra Ismayaningrat, dkk (2016). Serial Khasanah Pustaka KHP Widyabudaya: Bab Kagungan Dalem Gangsa lan Ringgit. Yogyakarta: KHP Widayabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. 
  4. ^ a b Lindsay, Jennifer (1992). Javanese Gamelan, p.10. ISBN 0-19-588582-1.
  5. ^ Lindsay (1992), p.35.
  6. ^ Lentz, 5.
  7. ^ R.T. Warsodiningrat, Serat Weda Pradangga. Cited in Roth, A. R. New Compositions for Javanese Gamelan. University of Durham, Doctoral Thesis, 1986. Page 4.
  8. ^ a b "Learn the History Behind Gamelan, Indonesian Music and Dance". ThoughtCo. 
  9. ^ butuh rujukan lengkap
  10. ^ "Walisongo: Sunan Bonang". 
  11. ^ Roth, 4–8
  12. ^ Drummond, Barry. Javanese Gamelan Terminology. Boston.
  13. ^ Ben Jordan (10 June 2002). "Javanese Gamelan: Instruments". Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 November 2013. 
  14. ^ Across Madura Strait: the dynamics of an insular society, edited by Kees van Dijk, Huub de Jonge and Elly Touwen-Bouwsma.[perlu rujukan lengkap]

Pranala luar