Bahasa Sunda Indramayu

dialek bahasa Sunda yang bertipe non-h

Bahasa Sunda Indramayu atau bahasa Sunda dialek Indramayu[4] atau bahasa Sunda Parean-Lelea merupakan sebutan untuk ragam percakapan bahasa Sunda yang secara lokal dikenal sebagai bahasa Sunda Léa[5] di Kecamatan Lelea dan bahasa Sunda Paréan[6] di Kecamatan Kandanghaur di wilayah Kabupaten Indramayu. Secara fonologis, dialek yang dituturkan di daerah-daerah tersebut termasuk ke dalam jenis dialek bahasa Sunda non-h, sehingga, dalam kosakatanya, bunyi konsonan /h/ tidak direalisasikan di segala posisi, selain konsonan /h/, dialek ini juga tidak memiliki bunyi vokal /eu/ seperti halnya dialek bahasa Sunda pada umumnya. Dialek ini juga dianggap merupakan fase bahasa Sunda lama karena kosakatanya terbilang arkais atau masih mempertahankan bentuk-bentuk leksikal dari bahasa pendahulunya, yakni bahasa Sunda Kuno.[7]

Bahasa Sunda Indramayu
Sunda Léa
Sunda Paréan
Dialek non-h
Sebuah contoh teks berbahasa Sunda-Léa yang berisikan pituah kokolot Léléa (petuah tetua desa Lelea) yang disampaikan dalam tradisi Ngarot. (Samian, 1992:2)[1]
Pengucapansʊnda lɛa
sʊnda parɛan
Dituturkan diIndonesia
WilayahIndramayu:
EtnisSunda (sub-etnis Sunda Léa)
Penutur
37,956 (penduduk di Indramayu):
  • 9,644 (penduduk di Lelea)[a]
  • 28.312 (penduduk di Kandanghaur)[b] (2020)[2][3]
Lihat sumber templat}}
Untuk kontributor: Sedang dilakukan otomatisasi klasifikasi bahasa secara berkala. Silakan sampaikan saran, pendapat, maupun perbaikan pada halaman pembicaraan templat maupun pembicaraan ProyekWiki
Bentuk awal
Latin
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologindr1249
Lokasi penuturan
  Kecamatan di Indramayu yang menuturkan fase bahasa Sunda lama (Parean-Lelea)
  Kecamatan di Indramayu yang menuturkan fase bahasa Sunda baru (Priangan)
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat
Penutur ibu bahasa Sunda Indramayu, direkam di Lelea.

Asal-usul

Menurut sebuah hipotesis, asal-usul penduduk asli Indramayu berasal dari lembah pegunungan Ceremai yang membentang hingga ke wilayah Tasikmalaya. Jika hipotesis atau dugaan ini terbukti benar maka dapat dipastikan bahwa pribumi asli Indramayu adalah orang Sunda yang berbudaya serta berbahasa Sunda dan telah menempati wilayah tersebut selama berabad-abad.[8]

Dalam Naskah Wangsakerta disebutkan bahwa di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Indramayu pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Manukrawa pada abad ke-5 yang lokasinya berada di sekitar hilir sungai Cimanuk, selanjutnya pada abad ke-9 wilayah Indramayu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang. Sejak abad ke-12 Sumedang Larang menjadi vasal Kerajaan Pajajaran, sehingga otomatis Indramayu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Galuh/Pajajaran. Pada awal berdirinya, wilayah Kerajaan Sumedang Larang sendiri mencakup Sumedang (wilayah inti), Karawang, Ciasem, Pamanukan, Indramayu, Sukapura, Bandung, dan Parakanmuncang, meskipun pada akhirnya sebagian dari wilayah-wilayah ini melepaskan diri dari pengaruh Sumedang Larang.[9] Dengan dikuasainya wilayah Indramayu sebelah utara seperti Kandanghaur, Lelea, dan Haurgeulis oleh kerajaan Sumedang Larang, membuat kultur di wilayah tersebut masih bertahan pada kultur Sunda yang melekat hingga sekarang termasuk dalam hal bahasa yang dituturkan.[10]

Berlandaskan asal-usul penduduk Indramayu, dapatlah dikemukakan bahwa penutur jati bahasa di Indramayu pada awalnya adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda yang digunakan di Indramayu membentuk Bahasa Sunda dialek Indramayu atau yang sering dikenal dengan sebutan Sunda Parean atau Sunda Lea.[11]

Letak persebaran geografis

Bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu umumnya dituturkan di wilayah Kecamatan Lelea, tepatnya di Desa Lelea dan Tamansari serta di wilayah Desa Parean Girang, Ilir dan Bulak di Kecamatan Kandanghaur.[12][13] Selain dituturkan di wilayah-wilayah di atas, bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu juga dituturkan di wilayah desa Cikamurang/Cikawung, kecamatan Terisi,[14] beberapa desa di kecamatan Gantar dan kecamatan Haurgeulis, serta di desa Mangunjaya, kecamatan Anjatan.[15] Namun, dialek bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah tersebut kurang lebih sama dengan bahasa Sunda Priangan yang digolongkan sebagai fase bahasa Sunda baru.

Dalam artikel ini, penjabaran mengenai bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu akan lebih banyak membahas tentang dialek non-h mulai dari fungsi hingga contoh penggunaan serta perbandingannya dengan bahasa Sunda baku.

Klasifikasi dan kekerabatan

Dalam rumpun bahasa Sunda, bahasa Sunda dialek Indramayu digolongkan sebagai bagian dari bahasa Sunda Cirebon atau dialek Sunda Timur-Laut,[16] walaupun kosakatanya tergolong divergen bila dibandingkan kerabat-kerabat terdekatnya seperti bahasa Sunda Majalengka (dialek Tengah-Timur). Bahasa Sunda Cirebon sendiri lingkup penggunaannya meliputi wilayah bekas Keresidenan Cirebon, yaitu Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Majalengka yang sering diakronimkan sebagai Ciayumajakuning.[17]

Daerah penggunaan dialek Indramayu merupakan enklave dari bahasa Sunda Cirebon karena letak persebarannya cukup jauh dari wilayah penggunaan bahasa Sunda Cirebon lainnya.[18] Beberapa jenis kata pada dialek Indramayu ada yang menunjukkan persamaan dengan bahasa Sunda di daerah Banten.[7]

Penggunaan

 
Upacara adat Ngarot yang berlangsung pada hari Rabu pertama pada bulan Desember di Kecamatan Lelea.
 
Poster bahasa Sunda Lea

Di Kecamatan Lelea, dialek yang secara lokal disebut sebagai Sunda-Léa ini digunakan dalam berbagai aktivitas, khususnya dalam setiap upacara adat,[19] contohnya pada acara tradisi Ngarot di desa Lelea yang merupakan sebuah upacara adat untuk menyambut musim tanam di daerah agraris. Kegiatannya berupa prosesi iring-iringan pemuda dan pemudi yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian menuju balai desa.[20] Seluruh rangkaian acara mulai dari penyambutan, pembacaan sejarah tradisi, hingga ke acara inti selalu menggunakan bahasa Sunda-Léa.[21]

Contoh penggunaan bahasa Sunda-Léa adalah pada bagian penyampaian Pituah Kokolot Léléa (Petuah Tetua Lelea) yang disampaikan oleh kepala desa Lelea sebagai berikut:[1]

Terjemahan bebas dari teks di atas dalam bahasa Sunda baku dan Indonesia adalah:

Bahasa Sunda baku Bahasa Indonesia
Mikirkeun budak engkéna kumaha, sanajan boga harta kudu tetep usaha. Keur ngora ulah poya-poya, sangkan kolotna moal sangsara. Salakina digawé, pamajikanna usaha. Néangan pakaya rukun runtut, aturan agama kudu diturut salamet dunya akherat. Memikirkan nasib anak ke depannya bagaimana, meskipun memiliki harta harus tetap usaha. Tatkala masih muda jangan berfoya-foya, agar nanti di hari tua tidak sengsara. Suaminya bekerja, istrinya berusaha. Mencari penghasilan rukun bersama, aturan agama harus dituruti maka selamat di dunia dan akhirat.

Selain digunakan dalam kegiatan formal, bahasa Sunda-Léa juga digunakan dalam kegiatan nonformal seperti pengajian, khutbah Jumat, kenduri, dan lain sebagainya.[22] Bahkan dalam kegiatan pendidikan pun bahasa Sunda-Léa digunakan sebagai bahasa pengantar pelajaran.[23]

Pengguna bahasa Sunda dialek Indramayu di Kecamatan Kandanghaur sebagian besar berprofesi sebagai nelayan karena letak geografis tempat tinggal mereka yang dekat dengan laut, sehingga membuat sebagian masyarakat Sunda yang ada di sana memilih menjadi nelayan sebagai mata pencaharian mereka,[6] selain itu, karena profesi tersebut yang memungkinkan mereka untuk bertemu dengan masyarakat lainnya yang berbeda bahasa menyebabkan mereka rata-rata bisa menguasai 2-3 bahasa sekaligus (memiliki kemampuan bilingual atau trilingual).[24][25][26]

Fonologi

Dalam hal fonologi, dialek Indramayu mempunyai perbedaan yang cukup mencolok bila dibandingkan dengan bahasa Sunda baku. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, jika dalam bahasa Sunda baku terdapat 18 fonem konsonan dan 7 fonem vokal, maka dalam dialek ini, fonem konsonannya ada 17 dan fonem vokalnya hanya ada 6, sehingga, jumlah seluruh fonemnya ada 23.

Pelambang fonem dalam contoh-contoh yang ada di bagian fonologi ini menggunakan Ejaan Bahasa Sunda, huruf é (e dengan tanda petik di atas) melambangkan e (pelafalan dalam bahasa Indonesia: [ɛ] atau [e]) seperti pada kata merah atau boleh.

Vokal

Fonem vokal dalam dialek Indramayu yang berjumlah sebanyak 6 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Vokal
Depan Madya Belakang
Tertutup i u
Tengah ɛ ə ɔ
Terbuka a

Fonem /eu/ yang umum dijumpai dalam bahasa Sunda baku dan dialek-dialek lainnya tidak digunakan dalam dialek ini. Kosakata yang memiliki fonem /eu/ dalam bahasa Sunda baku akan digantikan dengan fonem /e/ atau /u/. Contohnya pada kata enggeus 'sudah' menjadi engges, beuteung 'ini' menjadi butung. Akhiran -keun '-kan' dalam bahasa Sunda baku juga berubah menjadi -ken atau -kun dalam dialek ini.[27]

Pola pembangunan kata dalam dialek Indramayu berjenis fonotaktik o-u, ini berbeda dengan bahasa Sunda baku yang memiliki fonotaktik i-u, sehingga, beberapa kosakata dalam bahasa Sunda baku seperti ditu ‘sana’, incu ‘cucu’, tilu ‘tiga’, lintuh ‘gemuk’, mintul ‘tumpul’, dan diuk ‘duduk’ akan berubah menjadi dotu ‘sana’, oncu ‘cucu’, tolu ‘tiga’, lontuh ‘gemuk’, montul ‘tumpul’, dan douk ‘duduk’ dalam dialek Indramayu.[7]

Fonem vokal

Tabel berikut menunjukkan fonem vokal di posisi awal, tengah, dan akhir.[28]

Fonem Posisi
Awal Tengah Akhir
1 2 3 4
/i/ /inya/ 'Anda' /siring/ 'sisi' /toli/ 'kemudian'
/é/ /éjo/ 'hijau' /ngéés/ 'tidur' /cowéné/ 'gadis'
/e/ /engges/ 'sudah' /keding/ 'juga'[29] /ente/ 'tidak'
/u/ /uduh/ 'empuk' /mungkal/ 'batu'[30] /kuru/ 'kurus'
/o/ /oncu/ 'cucu'[7] /montul/ 'tumpul' /éto/ 'itu (dekat)'[31]
/a/ /aya/ 'ada' /cacan/ 'belum'[32] /léa/ 'Lelea'

Konsonan

Terdapat sebanyak 17 fonem konsonan dalam dialek Indramayu yang dapat dijabarkan dalam tabel di bawah ini.

Konsonan
Dwi-bibir Gigi Langit-langit
keras
Langit-langit
lunak
Celah suara
Sengau m n ɲ ŋ
Letup/Gesek nirsuara p t k ʔ
bersuara b d g
Desis/Geser s
Kepak/Hampiran r l
Semivokal w j

Hilangnya fonem h dalam dialek Indramayu merupakan inovasi internal yang terjadi di wilayah Kandanghaur dan Lelea. Ketiadaan fonem h dalam dialek Indramayu menyebabkan dialek ini tidak merealisasikan fonem /h/ di segala posisi (initial, medial, dan final kata). Bunyi [h] dalam bahasa Sunda baku bervariasi dengan bunyi [Ø] atau [ʔ] (hamzah) dalam dialek ini, misalnya di posisi initial seperti [untuʔ] ‘gigi’; [ɛd͡ʒo] 'hijau'; [idɨŋ] 'hitam'; [ud͡ʒan] ‘hujan’, dan sebagainya, di posisi medial seperti pada bentuk: [saʔa] 'siapa’, [poʔo] lupa’, [kumaʔa] 'bagaimana’, dan sebagainya, dan di posisi final seperti pada bentuk [labuʔ] ‘jatuh’, [d͡ʒauʔ] ‘jauh’, [utaʔ] ‘muntah’.[33]

Fonem konsonan

Tabel berikut memaparkan fonem vokal di posisi awal, tengah, dan akhir.[34]

Fonem Posisi
Awal Tengah Akhir
1 2 3 4
/p/ /paré/ 'padi' /sepit/ 'sunat' /nanggap/ 'menyelenggarakan'
/b/ /bebera/ 'sawah baru' /tabo/ 'sabut' /calub/ 'subur'
/m/ /mawar/ 'mawar' /kami/ 'saya' /celem/ 'sayur'
/t/ /téoh/ 'bawah' /catu/ 'catu padi' /mangkat/ 'berangkat'
/d/ /dotu/ 'sana' /mudu/ 'harus' /kosod/ 'kosod'
/n/ /napé/ 'membuat tapai' /nonun/ 'menenun' /naon/ 'apa'
/c/ /caor/ 'alat tenun' /boncél/ 'jenis ikan'
/j/ /jambrong/ 'udang besar' /ujungan/ 'ujungan'
/ny/ /nyoru/ 'tampah'[35] /kanyéré/ 'pohon kanyere'
/k/ /kukumbang/ 'penghalang' /raksa/ 'jaga' /wuduk/ 'nasi uduk'
/g/ /gagé/ 'cepat' /rega/ 'harga' /badog/ 'rampok
/ng/ /ngora/ 'muda' /mungkal/ 'batu' /kasang/ 'kain penutup'
/s/ /serobodan/ 'saling serobot' /rusia/ 'bertengkar' /rérés/ 'selesai'
/l/ /lading/ 'pisau' /gili/ 'jalan' /katil/ 'keranda'
/r/ /rérés/ 'selesai' /gura/ 'segera' /siar/ 'cari'
/w/ /wirayat/ 'riwayat' /wéwé/ 'perempuan'[36] /cewaw/ 'mulut terbuka'
/y/ /yakin/ 'yakin' /wayah/ 'waktu' /jurey/ 'banyak ikannya'

Selain perbedaan di atas, di bawah ini dituliskan beberapa perbedaan lain sistem bunyi antara dialek Indramayu dengan bahasa Sunda baku.[37][38]

  1. Fonem /a/ kadang-kadang direalisasikan menjadi /o/, seperti contohnya pada kata éta 'itu' menjadi éto (Alofon).
  2. Ada diftong /ée/, seperti dalam /kapbéeh/, /empéeng/.
  3. Diftong dalam bahasa Sunda baku /uy/ menjadi vokal /i/, seperti /tuluy/ menjadi /toli/.
  4. Setelah fonem vokal akhir, terdengar bunyi hamzah (ditandai dengan '), misalnya /ente'/
  5. Kosakata dalam bahasa Sunda baku yang disisipi dengan fonem vokal di suku kata awal berubah menjadi gugus konsonan, misalnya /salapan/ menjadi /slapan/, /ngalakon/ menjadi /nglakon/, /paréan/ menjadi /préan/, /carita/ menjadi /crita/, /sabaraha/ menjadi /sebraha/.
  6. Fonem /a/ pada awal suku kata menjadi /e/, misalnya, /sajalan/ menjadi /sejalan/, /saperti/ menjadi /seperti/, /cawéné/ menjadi /cewéné/, /kunaon/ menjadi /kenaon/[39], /sanaon/ menjadi /senaon/[40] juga /i/ menjadi /e/, misalnya, /mimiti/ menjadi /memiti/.
  7. Ada metatesis /w/ dan /r/, misalnya, /riwayat/ menjadi /wirayat/; /w/ dan /h/, misalnya, /wahangan/ menjadi /hawangan/.

Morfologi

Morfologi atau ilmu tata kata dalam dialek Indramayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Sunda baku, tetapi dalam beberapa kasus, dialek ini memiliki beberapa kekhasannya tersendiri terutama dalam hal afiksasi. Beberapa contohnya dijabarkan di bawah ini.

Sufiksasi

Ada beberapa sufiks yang hanya ditemui dalam dialek Indramayu, yaitu sufiks seperti asalé 'asalnya', -né seperti artiné 'artinya', yang berdampingan dengan sufiks -na seperti dalam bahasa Sunda baku, kemudian ada juga sufiks -a seperti pada kata ngaputa 'menjahit'.[41][42]

Selain itu, sufiks -un dalam dialek Indramayu terkadang memiliki fungsi gramatikal yang mirip dengan sufiks -keun dalam bahasa Sunda baku, seperti ngarosulun 'merasulkan' dalam dialek Indramayu yang berpadanan dengan ngarosulkeun dalam bahasa Sunda baku.[41]

Simulfiksasi

Simulfiksasi ialah penambahan prefiks dan sufiks, yaitu afiks yang ditambahkan pada awal dan akhir suku kata. Dalam dialek Indramayu, prefiks pa- (berfungsi sebagai pemberi ciri pada kata keterangan yang 'menyendiri' sehingga dapat diperlakukan sebagai subjek)[43] dan ba- (berfungsi sebagai pemberi tanda pada kata yang dilekatinya sebagai kata keterangan, sifat, keadaan, atau gerak)[44] kadang-kadang berubah menjadi pe- dan be-, seperti pegunungan (bahasa Sunda baku: pagunungan) 'pegunungan' dan betempuran (bahasa Sunda baku: batempuran) 'bertempuran'.[45]

Nasaliasi

Nasalisasi pada dialek Indramayu sama dengan nasalisasi yang ada di bahasa Sunda baku. Jika dalam bahasa Sunda baku nasalisasi biasanya berfungsi untuk mengubah kelas kata nomina menjadi verba atau membentuk kalimat aktif, dalam dialek Indramayu, karena ada gejala penghilangan fonem /h/, ada kata dasar yang mengalami nasalisasi seperti pada kata héés 'tidur' dalam bahasa Sunda baku, dalam nasalisasinya menjadi éésngéés 'tidur'.[46]

Contoh

Perbandingan kosakata khas dialek Indramayu dengan bahasa Sunda baku[47][48][5]
Indonesia Sunda Indramayu Sunda Priangan
telur tori (arkais) endog
tumpul kentud mintul
supaya kamberan sangkan

Teks

Penelitian tentang penggunaan dialek Indramayu sudah beberapa kali dilakukan oleh para peneliti,[49] seperti contohnya yang pernah dilakukan secara parsial oleh Abdurrachman, Oyon Sofyan Umsari dan Ruswandi Zarkasih yang disajikan dalam buku yang berjudul Struktur Bahasa Sunda Dialek Cirebon yang diterbitkan pada tahun 1985.[50] Dalam buku tersebut, ada transkripsi rekaman cerita berupa percakapan beserta terjemahannya dari seorang informan penutur dialek Indramayu yang berlokasi di Kecamatan Lelea,[51] di bawah ini akan disajikan sebagian kutipan transkripsi rekaman tersebut untuk memberikan gambaran bagaimana karakteristik dialek Indramayu. Ejaan dalam buku tersebut telah disesuikan dengan ejaan bahasa Sunda yang digunakan dalam artikel ini.

Teks asli[52]

Da: Ari kula ma' ente nya'o wirayat. Nya ari béja ma' sarua baé, kitu. Nya ari béja ma' aya. Béjana ma' kami Sunda. Nya Sunda baé. Upama kanda nya kanda. Cek paribasana kitu. Sunda Léa ma', ari kami éta maksudna saréréa. Lamun aing, kedéwékan, éta asli Sunda Léa, kitu. Baka ning Sunda pegunungan kan abdi. Ari kami karu'un ma' urang Léana.
Ka Baka peting mémé' ngéés sok dongéng atawa kanda ka barudak?
Da: Nya dongéng gé dongéng kandeg, biasa. Ges budak pada ngéés kabé', ges peting ye'. Baka isukan dak endi, baka isukan rék lelempangan dak endi. Los gura barangsiar. Maksudna barangsiar éta, maksudna ma' barangtéangan, kitu. Usa'a ari maksudna ma', kitu.
Ka Ari wirayat-wirayat aya?
Da: A' nya aya ma' aya baé. Ngan a', nya te nya'o aya nu apal entena ma'. Uwu'. Kapan ngadéngé dongéng-dongéng éta kudu ka jelema kolot. Ari kami ma', artiné saluran kang éto, asalé ti buyut Suja. Turun ka kolot Nisar. Ti kolot Nisar turun dei ka Sema. La' toli turun dei ka ngaing, kitu kandana ma'. Ari kami boga anak genep. Arana darpan anak, Kartiem. Umur kami séket. lima puluh cek urang Sunda. Pegawéan anak ma' aya nu tani, nu nukang.
Ka Ayena jaman kamajuan, nya'o?
Da: A', kamajuan kuma'a, ente ngarti-ngarti acan. Ba'ula ma' ker wéwé maké baju kurung. Baka ning jelema laki pangsi. Atawa nya biasa maké potongan sekripan. Nu endogna di jerona toli tutupan, warnana naon baé. Aya berem, aya éjo. Umumna kembang encung, kembang mawar. Éta ker waktu bapa kami ngora.

Terjemahan[53]

Da: Saya tidak tahu riwayat. Ya, tetapi kalau tentang berita kan sama dan untuk hal itu ya ada juga. Menurut cerita, kami ini bangsa Sunda dan perkataan kami dalam bahasa Sunda di sini maksudnya 'kita semua'. Kalau perkataan aing itu artinya 'aku' dan itu adalah bahasa asli Sunda di sini. Menurut orang Sunda pegunungan, kata aing itu disebutnya abdi 'saya'.
Ka Kalau malam hari sebelum tidur, apakah Bapak suka bercerita kepada anak-anak?
Da: Ya, walaupun cerita juga cerita yang tidak ada artinya. Sesudah anak-anak tidur, setelah malam, bercerita tentang rencana besok mau ke mana. Berangkatlah untuk mencari nafkah.
Ka Kalau riwayat-riwayat ada juga?
Da: Ya, ada sih ada, hanya ya, saya tidak tahu atau tidak hafal. Tetapi ah tidak ada. Kita mendengar cenita-cerita itu kan harus dari orang tua. Hanya tentang silsilah, saya berasal dari Buyut Suja. Kemudian turun kepada Ki Nisar, lalu Ki Nisar berputra Pak Sema. Nah, dari Pak Sema inilah kemudian yang menurunkan saya. Dan saya beranak enam orang di antaranya bernama Darpan dan Kartiem. Saya berumur 50 tahun, dan pekerjaan anak-anak ada yang bertani dan ada juga yang menjadi tukang kayu.
Ka Sekarang zaman kemajuan. Apakah Bapak mengetahui?
Da: Ah, kemajuan bagaimana. Artinya juga tidak tahu. Dahulu orang perempuan di sini memakai baju kurung, dan laki-lakinya memakal pakaian pangsi atau model sekripan yang kantungnya di sebelah dalam serta tertutup. Warna baju apa saja. Ada yang merah, hijau. Hanya umumnya berwarna bunga encung (mawar). Itu waktu ayah saya masih muda.

Leksikologi

Sebuah penelitian lain mengenai dialek Indramayu yang pernah dilakukan di Kecamatan Kandanghaur (secara lokal dialek ini dikenal sebagai bahasa Sunda-Paréan), menyajikan data dari berbagai informan berupa kosakata-kosakata khas beserta variasi pemakaiannya yang digunakan di wilayah tersebut.[54]

Variasi bahasa Sunda akan dijabarkan ke dalam beberapa bidang makna yang meliputi: bagian tubuh, kata ganti dan salam; istilah kekerabatan; bagian rumah; waktu, kondisi alam, dan arah; pakaian, dan perhiasan; serta aroma dan rasa. Di bawah ini akan dijabarkan secara lengkap variasi pemakaian bahasa Sunda-Paréan di Kecamatan Kandanghaur berdasarkan aspek kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi, dan leksikal.[55]

Istilah bagian tubuh

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Kepala
Leher be'eng/beuheng/being/bengeng gulu
Badan badan/awak
Tangan lengen/leungeun
Kaki suku/sikil

Berdasarkan tabel di atas, beberapa bidang makna anggota badan menunjukkan adanya variasi dalam dialek Sunda-Paréan. Ada lima kosakata yang digunakan sebagai contoh, yaitu kepala, leher, badan, tangan, dan kaki. Glosarium /kepala/ tidak menunjukkan variasi dalam bentuk aspek fonologi, morfologi, atau leksikal, sedangkan glosarium /leher/ menunjukkan adanya bentuk-bentuk variasi bahasa berdasarkan aspek fonologi dan leksikal. Dalam aspek fonologi, /leher/ Glosarium memiliki beberapa varian bunyi, seperti /be'eng/, /beuheng/, /bieng/, dan /bengeng/. Jika glosarium /leher/ dilihat dari leksikalnya aspek, memiliki varian kosakata, yaitu /gulu/. Kemudian, glosarium /badan/ memiliki varian kata, yaitu /badan/ dan /awak/. Sementara itu, glosarium /tangan/ menunjukkan adanya variasi bahasa yang dilihat dari aspek fonologinya, yaitu /lengen/ dan /lengeun/, sedangkan glosarium /kaki/ menunjukkan variasi dari leksikalnya, yaitu /suku/ dan /sikil/.[54]

Pronomina dan Salam

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Saya kula-kola aing/kami/aku
Kamu sampéan inya
Kita kami-kamian kami/kola/kita
Kalian inya-inya'an/kabéan/réa'an inya
Mereka sekabéan/batur-batur inya/kabéh

Pada glosarium /saya/ terdapat variasi dari aspek fonologi dan leksikal. Pada aspek fonologi, variasi terdapat pada bentuk /kula/ dan /kola/, sedangkan secara leksikal ada /aing/, /kami/, dan /aku/. Kemudian, glosarium /kamu/ menunjukkan variasi dari aspek morfologi, yaitu kata /sampéan/. Kata tersebut memiliki imbuhan /-an/ dari akar kata kata /sampé/, sedangkan aspek leksikalnya adalah kata /inya/. Glosarium /kita/ juga memiliki bentuk variasi bahasa dari aspek morfologi berupa reduplikasi kata /kami-kami'an/ sedangkan aspek leksikalnya memiliki tiga jenis kata yaitu /kami/, /kola/, dan /kita/. Glosarium /kalian/ memiliki bentuk variasi bahasa dari aspek morfologi dan leksikal. Aspek morfologi meliputi reduplikasi /inya-inya'an/ serta afiksasi kata /kabéan/ dan /réa'an/ yang masing-masing mengalami imbuhan /-an/, sedangkan glosarium /mereka/ memiliki dua variasi bahasa dari aspek morfologi, yang meliputi reduplikasi /batur-batur/ dan afiksasi /sekabéan/ dari awalan /se-/ dan akhiran /-an/. Kemudian dalam bidang leksikal terdapat kata /inya/ dan /kabéh/.[56]

Istilah kekerabatan

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Kakek bapa endé/bapa gedé mendé/embah
Nenek ma uyut/ema gedé mendé/nini
Ibu ema/emak biang
Ayah bapa/bapak
Cucu oncu/incu

Pada glosarium /kakek/ ada variasi bahasa berdasarkan aspek morfologi dan leksikal. Variasi morfologi dapat dilihat dari bentuk frasa, yaitu /bapa endé/ dan /bapa gedé/, sedangkan pada aspek leksikal terdapat kata /mendé/ dan /embah/. Kemudian, glosarium /nenek/ menunjukkan bentuk variasi berdasarkan aspek morfologi dan leksikal. Aspek morfologi adalah frasa /ma uyut/ dan /ema gedé/, sedangkan aspek leksikal meliputi kata /mendé/ dan /nini/. Kemudian, glosarium /ibu/ memiliki variasi dari aspek fonologi, yaitu /emak/ dan /ema/, sedangkan aspek leksikalnya mengandung kata /biang/. Sedangkan glosarium /ayah/ memiliki variasi dari aspek fonologi yaitu /bapa/ dan /bapak/, sedangkan glosarium /cucu/ memiliki variasi glosarium dari aspek fonologi, seperti /oncu/ dan /incu/.[57]

Istilah lain tentang keluarga dalam dialek Indramayu di antaranya yaitu:

Bahasa Indonesia Dialek Sunda Indramayu
Anak perempuan senung
Anak laki-laki senang
Kakak kaka
Gadis cowéné, cuwéné, cawéné
Jejaka bujang, perjaka
Lelaki/Suami laki
Perempuan wéwé
Istri éwé, panotog

Istilah panotog untuk menyatakan istri atau panotog aing untuk menyatakan istri saya merupakan bentuk eufimisme (penghalusan bahasa) yang menggantikan istilah éwé karena istilah tersebut sekarang dinilai tabu oleh beberapa penutur dialek bahasa Sunda lainnya karena dianggap berkonotasi negatif meskipun kosakata éwé sendiri telah lama muncul dalam bahasa Sunda Kuno.

Bagian-bagian rumah

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Rumah ima/imah
Genting gendéng/genténg
Dinding
Pintu
Lantai tékel/buruan/lantai

Pada glosarium /rumah/ terdapat variasi dari aspek fonologi, yaitu /ima/ dan /imah/ yang mendapatkan bunyi /h/ di akhir kata /ima/. Kemudian, ada glosarium /genting/ yang menunjukkan variasi aspek fonologi, yaitu /gendéng/ dan /genténg/ yang berbeda antara huruf /d/ dan /t/. Pada glosarium /dinding/ terdapat variasi dari aspek leksikal yaitu /témbok/ dan /dinding/, sedangkan glosarium /pintu/ tidak memiliki variasi bahasa. Sedangkan glosarium /lantai/ memiliki variasi dari aspek leksikal, yaitu /tekél/, /buruan/, dan /lantai/.[57]

Waktu, Kondisi alam, dan Arah

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Kemarin kemari/kermari ker bréto
Sekarang ayeuna/ayena sakiyén
Mendung ceudem/cedem mendung
Kiri kénca/kiri/ngiwé
Kanan nganan/kanan tengen/ketu'u

Dalam glosarium /kemarin/ ada variasi dari aspek fonologi dan morfologi. Aspek fonologi yang muncul adalah kata /kermari/ dan /kemari/, sedangkan pada aspek morfologi terlihat ada variasi berupa /ker bréto/. Kemudian, glosarium /sekarang/ memiliki variasi dalam aspek fonologi dan leksikal. Dalam glosarium /sekarang/ terdapat pada varian bentuk kata /ayeuna/ dan /ayena/ pada aspek fonologi, sedangkan pada aspek leksikal terdapat kata /sakiyén/. Kemudian, glosarium /mendung/ memiliki berbagai variasi dalam aspek fonologi dan leksikal. Variasi aspek fonologi glosarium /mendung/ terlihat dari kata /ceudem/ dan /cedem/, sedangkan berdasarkan leksikalnya, terdapat kata /mendung/. Sementara itu, glosarium /kiri/ hanya memiliki variasi leksikal, yaitu /kenca/, /kiri/, dan /ngiwé/. Sedangkan glosarium /kanan/ memiliki dua variasi, yaitu berdasarkan aspek fonologi dan leksikal. Aspek fonologi glosarium /kanan/ adalah kata /nganan/ dan /kanan/, sedangkan aspek leksikalnya adalah kata /tengen/ dan /ketu’u/.[58]

Pakaian dan perhiasan

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Baju baju/pakéan
Celana soal/sowal celana
Gelang gelang/pinggel
Cincin ali-ali ali/ngerining
Anting anting/cubang

Dalam glosarium /baju/ ada dua bentuk variasi bahasa dari aspek leksikal, yaitu /baju/ dan /pakéan/. Kemudian, glosarium /celana/ memiliki variasi bahasa dari aspek fonologi dan leksikal. Pada aspek fonologi terdapat kata /soal/ dan /sowal/, sedangkan aspek leksikalnya berupa kata /celana/. Pada glosarium /gelang/ hanya terdapat variasi bahasa dari aspek leksikal, yaitu /gelang/ dan /pinggel/. Sedangkan glosarium /cincin/ memiliki variasi aspek fonologi berupa reduplikasi, yaitu /ali-ali/, serta aspek leksikalnya adalah /ali/ dan /ngerining/. Glosarium terakhir /anting/ memiliki variasi bahasa dari aspek leksikal yaitu /anting/ dan /cubang/.[59]

Rasa dan aroma

Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Harum sengit/seungit wangi
Busuk berek/bari/bau
Manis
Pahit pait/pa'it letir
Asin

Pada glosarium /harum/ terdapat variasi dari aspek fonologi /sengit/ dan /seungit/, sedangkan variasi leksikalnya adalah kata /wangi/. Di glosarium /busuk/ terdapat variasi bahasa dari aspek leksikal, yaitu /berek/, /bari/, dan /bau/. Kemudian, dalam glosarium /manis/ tidak ada bentuk bahasa variasi apapun. Sementara itu, pada glosarium /pahit/ terdapat variasi bahasa dari aspek fonologi dan leksikal. Dalam aspek fonologi, terdapat kata /pait/ dan /pa'it/ yang dibedakan dengan tanda kutip (hamzah), sedangkan pada aspek leksikal terdapat kata /letir/. Kemudian, sama seperti glosarium /manis/, glosarium /asin/ tidak memiliki bentuk variasi apapun.[59]

Kata bilangan

Di bawah ini adalah tabel yang berisi nomor kardinal dan nomor ordinal dalam dialek Indramayu beserta padanannya dalam bahasa Sunda baku dan bahasa Indonesia.

Angka Dialek Sunda Indramayu Bahasa Sunda baku Bahasa Indonesia Ref.
Nomor kardinal Nomor ordinal Nomor kardinal Nomor ordinal Nomor kardinal Nomor ordinal
1 siji kasiji hiji kahiji satu pertama [60]
2 dua kadua dua kadua dua kedua [60]
3 tolu katolu tilu katilu tiga ketiga [60]
4 opat kaopat opat kaopat empat keempat [60]
5 lima kalima lima kalima lima kelima [60]
6 genep kagenep genep kagenep enam keenam [60]
7 tuju katuju tujuh katujuh tujuh ketujuh
8 delapan kadelapan dalapan kadalapan delapan kedelapan
9 salapan, slapan kasalapan, kaslapan salapan kasalapan sembilan kesembilan [29]
10 sepulu kasepulu sapuluh kasapuluh sepuluh kesepuluh

Keterangan

Rujukan

Catatan kaki

  1. ^ a b Tresnasih & Lasmiyati (2016), hlm. 45.
  2. ^ BPS Kabupaten Indramayu (2021a), hlm. 99.
  3. ^ BPS Kabupaten Indramayu (2021b), hlm. 64.
  4. ^ Deasty (2018), hlm. 1.
  5. ^ a b Deasty (2018), hlm. 2.
  6. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3197.
  7. ^ a b c d Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 7.
  8. ^ Supriatnoko (2017), hlm. 9-10.
  9. ^ Supriatnoko (2017), hlm. 10.
  10. ^ Kasim (2011), hlm. 179-180.
  11. ^ Supriatnoko (2017), hlm. 11.
  12. ^ Kasim (2011), hlm. 179.
  13. ^ Kasim (2011), hlm. 180.
  14. ^ Djajasudarma (1987).
  15. ^ Kasim (2011), hlm. 178.
  16. ^ Hammarström, Forkel & Haspelmath (2022).
  17. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 6.
  18. ^ Abdurrachman (1985), hlm. 6-7.
  19. ^ Baehaqi (2017), hlm. 2.
  20. ^ Mascita, Suriah & Susilowati (2021), hlm. 190.
  21. ^ Baehaqi (2017), hlm. 3.
  22. ^ Mascita, Suriah & Susilowati (2021), hlm. 191.
  23. ^ Mascita, Suriah & Susilowati (2021), hlm. 192.
  24. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3198.
  25. ^ Juwanda, Mudopar & Rasyad (2017), hlm. 1.
  26. ^ Juwanda, Mudopar & Rasyad (2017), hlm. 2-3.
  27. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 9.
  28. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 10-11.
  29. ^ a b Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 66.
  30. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 60.
  31. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 56.
  32. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 68-69.
  33. ^ Badan Bahasa (2019).
  34. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 11-12.
  35. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 68.
  36. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 64.
  37. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 9-10.
  38. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 47.
  39. ^ Wahya (2017), hlm. 16.
  40. ^ Wahya (2017), hlm. 17.
  41. ^ a b Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 17-18.
  42. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 48.
  43. ^ Kats (1982), hlm. 95.
  44. ^ Kats (1982), hlm. 93.
  45. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 19.
  46. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 22.
  47. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 71.
  48. ^ Wahya, Djajasudarma & Citraresmana (2017), hlm. 235.
  49. ^ Deasty (2018), hlm. 3.
  50. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. viii.
  51. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 65.
  52. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 65-66.
  53. ^ Abdurrachman (1985), hlm. 71-72.
  54. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3199.
  55. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3202.
  56. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3199-31200.
  57. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 31200.
  58. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 31200-31201.
  59. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 31201.
  60. ^ a b c d e f Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 78.

Daftar pustaka

Bacaan lanjutan

  • Wahya (1995). Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek (Tesis Tesis untuk gelar magister humaniora program pendidikan magister). Bandung: Universitas Padjajaran. 

Pranala luar