Ilmu

upaya sistematis untuk membangun dan mengorganisir pengetahuan, dan seperangkat pengetahuan yang diproduksi oleh sistem tersebut
Revisi sejak 24 Oktober 2022 06.58 oleh Badak Jawa (bicara | kontrib) (Menghapus templat Perkembangan IPTEK di Indonesia)

Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan (Bahasa Arab: العِلْـمُ) adalah suatu usaha sistematis dengan metode ilmiah dalam pengembangan dan penataan pengetahuan yang dibuktikan dengan penjelasan dan prediksi yang teruji sebagai pemahaman manusia tentang alam semesta dan dunianya.[1][2][3] Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.[4]

Sebuah eksperimen demi perkembangan ilmu pengetahuan.

Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berpikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi, dengan kata lain ilmu terbentuk dari 3 cabang filsafat yakni ontologi, epistemologi dan aksiologi, jika ketiga cabang itu terpenuhi berarti sah dan diakui sebagai sebuah ilmu.

Ilmu alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.

Etimologi

 
Ilmu alam: Planet Mars (kiri), Planet Merkuri (kanan), Bulan (bawah kiri), Pluto (bawah tengah), dan Haumea (bawah kanan), perbandingan skala menggunakan diameter Sirius B.

Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm"[5] yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan sebagainya.

Syarat-syarat ilmu

Berbeda dengan pengetahuan, ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu.[6] Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.

  1. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, sehingga disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
  2. Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari bahasa Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
  3. Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
  4. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.

Pemodelan, teori, dan hukum

Istilah "model", "hipotesis", "teori", dan "hukum" mengandung arti yang berbeda dalam keilmuan dari pemahaman umum. Para ilmuwan menggunakan istilah model untuk menjelaskan sesuatu, secara khusus yang bisa digunakan untuk membuat dugaan yang bisa diuji dengan melakukan percobaan/eksperimen atau pengamatan.

Suatu hipotesis adalah dugaan-dugaan yang belum didukung atau dibuktikan oleh percobaan, dan hukum fisika atau hukum alam adalah generalisasi ilmiah berdasarkan pengamatan empiris.


Matematika dan metode ilmiah

Matematika sangat penting bagi keilmuan, terutama dalam peran yang dimainkannya dalam mengekspresikan model ilmiah. Mengamati dan mengumpulkan hasil-hasil pengukuran, sebagaimana membuat hipotesis dan dugaan, pasti membutuhkan model dan eksploitasi matematis. Cabang matematika yang sering dipakai dalam keilmuan diantaranya kalkulus dan statistika, meskipun sebenarnya semua cabang matematika mempunyai penerapannya, bahkan bidang "murni" seperti teori bilangan dan topologi.

Beberapa orang pemikir memandang matematikawan sebagai ilmuwan, dengan anggapan bahwa pembuktian-pembuktian matematis setara dengan percobaan. Sebagian lainnya tidak menganggap matematika sebagai ilmu, sebab tidak memerlukan uji-uji eksperimental pada teori dan hipotesisnya. Namun, dibalik kedua anggapan itu, kenyataan pentingnya matematika sebagai alat yang sangat berguna untuk menggambarkan/menjelaskan alam semesta telah menjadi isu utama bagi filsafat matematika.

Lihat Eugene Wigner, The Unreasonable Effectiveness of Mathematics.

Richard Feynman berkata, "Matematika itu tidak nyata, tapi terasa nyata. Di manakah tempatnya berada?", sedangkan Bertrand Russell sangat senang mendefinisikan matematika sebagai "subjek yang kita tidak pernah tahu apa yang sedang kita bicarakan, dan kita tidak tahu pula kebenarannya".

Sudut pandang filsafat

Dalam filsafat, ilmu termasuk jenis aksiden dalam kategori relasi.

Dalam ilmu, terdapat subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Relasi antara kedua hal tersebut disebut sebagai ilmu. Pandangan ini didukung oleh Fakhruddin Ar-Razi.[7] Pendapat yang berbeda diberikan oleh para filsuf peripatetik. Mereka meyakini bahwa ilmu bukanlah sebuah relasi.

Pendapat mereka mengenai ilmu adalah sebuah gambaran yang diketahui melalui penalaran.[8]

Sudut pandang mazhab

Mazhab Asy'ariyah

Mazhab Asy'ariyah mengartikan ilmu sebagai sebuah sifat yang ada di dalam zat yang berkaitan dengan sesuatu yang diketahui. Definisi yang mewakili mazhab ini diberikan oleh Ali bin Abdul Aziz Al-Qadhi Al-Jurjani. Ia mengartikan ilmu sebagai sifat yang memperjelas sesuatu yang diketahui bagi sosok yang memiliki sifat tersebut.[8] Abu al-Hasan al-Asy'ari yang merupakan tokoh utama dalam mazhab Asy'ariyah mengartikan ilmu sebagai sesuatu yang membuat sosok yang mengetahui dapat mengetahui apa yang ia ketahui.[9]

Bidang-bidang keilmuan

Ilmu alam


Ilmu sosial

Konseling



Ilmu terapan

Dampak karya dari penelitian ilmiah

Penemuan baru pada ilmu sains dasar dapat mengubah dunia. Contohnya:

Penelitian Dampak
Listrik statis dan magnetisme (1600)
Arus listrik (abad 18)
Semua peralatan listrik, dinamo, stasiun pembangkit listrik, elektronik modern, termasuk penerangan listrik, televisi, pemanasan listrik, pita perekam suara, pengeras suara, ditambah kompas dan penangkal petir.
Difraksi (1665) Optik, lalu kabel fiber optik (1840s), komunikasi antar benua modern, TV kabel dan internet
Teori kuman penyakit (1700) Higienis, mendorong pengurangan penyebaran penyakit indeksi; Antibodi, penemuan teknik untuk diagnosis penyakit dan terapi target antikanker.
Vaksinasi (1798) Mendorong ke penghilangan berbagai penyakit infeksi dari negara-negara maju dan pemberantasan cacar di seluruh dunia.
Efek fotovoltaik (1839) Sel surya (1883), lalu tenaga surya, kalkulator dan peralatan lainnya.
Orbit aneh dari planet merkurius (1859) dan penelitian lainnya
mendorong penemuan relativitas khusus (1905) dan relativitas umum (1916)
Teknologi berbasis satelit seperti GPS (1973), satnav dan satelit komunikasi[10]
Gelombang radio (1887) Radio kemudian digunakan dalam berbagai macam kegunaan seperti telefoni, penyiaran televisi (1927) dan hiburan radio (1906). Penggunaan lainnya termasuk – pelayanan gawat darurat, radar (navigasi dan prediksi cuaca), kedokteran, astronomi, komunikasi nirkabel, dan jaringan nirkabel. Frekuensi gelombang radio juga digunakan untuk gelombang mikro.
Radioaktivitas (1896) dan antimateri (1932) Pengobatan kanker (1896), Pengukuran radiometrik (1905), Reaktor nuklir (1942) dan senjata nuklir (1945), Pemindai PET (1961), dan penelitian medis (via isotopic labeling)
Sinar-X (1896) Pencitraan medis, termasuk tomografi komputasi
Kristalografi dan mekanika kuantum (1900) alat semikonduktor (1906), kemudian komputasi dan telekomunikasi modern termasuk integrasi dengan peralatan nirkabel: telepon seluler[nb 1]
Plastik (1907) Dimulai dengan bakelit, banyak tipe polimer buatan untuk berbagai aplikasi industri dan kehidupan sehari-hari
Antibiotik (1880-an, 1928) Salvarsan, Penisilin, doksisiklin dll.
Resonansi magnetik nuklir (1930-an) Spektroskopi resonansi magnetik nuklir (1946), Pencitraan resonansi magnetik (1971), Pencitraan resonansi magnetik fungsional (1990-an).

Tema terkait

Berkas:LIPI.JPG
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Jakarta, Indonesia.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11.
  2. ^ Wilson, E.O. (1999). "The natural sciences". Consilience: The Unity of Knowledge  (edisi ke-Reprint). New York, New York: Vintage. hlm. 49–71. ISBN 978-0-679-76867-8. 
  3. ^  Heilbron, J.L.; et al. (2003). "Preface". The Oxford Companion to the History of Modern Science. New York: Oxford University Press. hlm. vii–X. ISBN 978-0-19-511229-0. ...modern science is a discovery as well as an invention. It was a discovery that nature generally acts regularly enough to be described by laws and even by mathematics; and required invention to devise the techniques, abstractions, apparatus, and organization for exhibiting the regularities and securing their law-like descriptions. 
  4. ^ Prof. Dr. C.A. van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya. Dikutip dari buku B. Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?, Pustaka Sutra, Bandung 2008. Hal 7-11
  5. ^ Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, Grafindo, Jakarta, 1996, hal. 7.
  6. ^ Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman 8.
  7. ^ Nuruddin 2021, hlm. 104-105.
  8. ^ a b Nuruddin 2021, hlm. 105.
  9. ^ Nuruddin 2021, hlm. 105-106.
  10. ^ Evicting Einstein Diarsipkan 2016-03-05 di Wayback Machine., March 26, 2004, NASA. "Both [relativity and quantum mechanics] are extremely successful. The Global Positioning System (GPS), for instance, wouldn't be possible without the theory of relativity. Computers, telecommunications, and the Internet, meanwhile, are spin-offs of quantum mechanics."

Daftar pustaka

  • Nuruddin, Muhammad (2021). Ilmu Maqulat dan Esai-Esai Pilihan Seputar Logika, Kalam dan FIlsafat. Depok: Keira. ISBN 978-623-7754-24-4. 

Pranala luar


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "nb", tapi tidak ditemukan tag <references group="nb"/> yang berkaitan