Politik Indonesia

artikel daftar Wikimedia

Politik Indonesia adalah adalah merupakan kedaulatan rakyat/masyarakat termanifestasi dalam pemilihan parlemen dan presiden setiap lima tahun. Negara Indonesia menganut demokrasi konstitusional.[1][2]

Kekuasaan eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden Indonesia yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden Indonesia. Kekuasaan legislatif terletak pada Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR) yang dibagi menjadi Sistem dua kamar, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD). Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) dan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan inspektif dipegang oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia yang memiliki perwakilan di setiap provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Pemilihan umum di Indonesia diselenggarakan setiap lima tahun serentak. Pemilihan yang dilakukan untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD disebut pemilihan umum legislatif (Pileg); untuk memilih presiden dan wakil presiden disebut pemilihan umum presiden (Pilpres); sementara untuk memilih kepala daerah disebut pemilihan umum kepala daerah (Pilkada). Pemilihan umum di Indonesia menganut sistem multipartai.

Ada perbedaan antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya, di antaranya adalah adanya MPR yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, MK yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya DPD, dan sistem multipartai berbatas dengan setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 4% untuk dapat menempatkan anggotanya di DPR.

Sejarah

Masa awal dan Orde Lama

 
Edisi cetak UUD 1945

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memilih dan mengangkat Soekarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Sehari setelahnya, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan sebagai konstitusi, meskipun pemberlakuannya sempat ditangguhkan seiring disahkannya kesepakatan Konferensi Meja Bundar yang memasukkan RI sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) yang memiliki Konstitusi Republik Indonesia Serikat. Indonesia juga memiliki Daftar Perdana Menteri Indonesia yang pertama kali dijabat oleh Sutan Syahrir hingga terakhir Soekarno yang menjabat sebagai presiden sekaligus perdana menteri. Walaupun Volksraad atau "Dewan Rakyat" telah ada sejak zaman Hindia Belanda, tetapi lembaga legislatif Indonesia baru dirintis melalui pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diketuai Kasman Singodimedjo. Pada masa RIS, dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat dan Daftar anggota senat Republik Indonesia Serikat. Lembaga yudikatif telah berdiri sejak Kusumah Atmaja menjabat sebagai Daftar Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Mahkamah Agung Republik Indonesia pada 19 Agustus 1945.

Pasca-RIS, Indonesia memasuki Sejarah Indonesia (1950–1959). Pada masa ini, presiden berperan sebagai kepala negara sedangkan perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Sementara itu, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia digunakan sebagai konstitusi sampai Konstituante berhasil menghasilkan UUD yang baru. Pada periode ini, Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dibentuk hingga anggota DPR hasil Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955 terpilih.

Dekret Presiden 5 Juli 1959 menginisiasi Sejarah Indonesia (1959–1965). UUD 1945 kembali dijadikan konstitusi. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dibentuk yang menjadi cikal bakal MPR.

Selain lembaga-lembaga di atas, Indonesia pernah memiliki lembaga pertimbangan sebagai salah satu Lembaga Tinggi Negara. Awalnya, organisasi ini diberi nama Majelis Pertimbangan (MP), kemudian Badan Pertimbangan Agung (BPA), Dewan Nasional, Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), dan terakhir Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Orde Baru

 
Peta yang menggambarkan partai politik dengan raihan suara terbanyak per provinsi pada pemilu 1971 hingga 2019

Sejak MPRS menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia pada 1967 dan kemudian sebagai presiden pada tahun berikutnya, Indonesia memasuki masa Orde Baru. Pada periode ini, gagasan antikomunisme berkembang sehingga Partai Komunis Indonesia dibubarkan dan dilarang. Partai-partai politik disederhanakan — dari 10 partai politik yang berpartisipasi pada Pemilihan umum legislatif Indonesia 1971 menjadi tiga partai politik yang mengikuti lima pemilu setelahnya. Partai Golongan Karya menjadi pemenang dalam setiap pemilu, sementara Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menjalani dwifungsi sehingga ikut berpartisipasi dalam perpolitikan.

Reformasi

Sejarah Indonesia (1998–sekarang) dalam kancah politik Indonesia yang dimulai sejak 1998 telah menghasilkan banyak perubahan penting dalam bidang politik di Indonesia, di antaranya adalah empat kali amendemen terhadap UUD 1945 pada Sidang Umum MPR 1999, 2000, 2001 dan 2002. Hasilnya, pasal-pasal dalam konstitusi berubah dari 37 pasal menjadi 73 pasal dan hanya 11% yang tidak berubah dari versi awalnya.[3] Perubahan-perubahan paling penting di antaranya:[4][5]

  • membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi dua periode,
  • membentuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang bersama-sama dengan DPR menjadi anggota MPR,
  • memurnikan dan memberdayakan sistem pemerintahan presidensial alih-alih semipresidensial,
  • melangsungkan pemilihan presiden secara demokratis dan tidak dipilih oleh MPR,
  • menata kembali mekanisme hubungan antarlembaga negara dan tidak memberikan kedudukan konstitusional tertinggi kepada MPR,
  • menghapus Dewan Pertimbangan Agung.
  • mengamanatkan pemilihan dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,
  • membentuk Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia untuk mengawal dan mempertahankan sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam konstitusi,
  • membentuk Komisi Yudisial Republik Indonesia, dan
  • menambah sepuluh pasal baru tentang hak asasi manusia.

Pasangan presiden dan wakil presiden mulai dipilih secara langsung oleh rakyat sejak Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004. Di sisi lain, kepala daerah (gubernur, bupati, dan wali kota) yang mulanya dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sejak tahun 2005 juga dipilih oleh rakyat melalui Pemilihan kepala daerah di Indonesia. Pada cabang legislatif, anggota MPR terdiri atas anggota DPR ditambah anggota DPD yang semuanya dipilih melalui pemilu legislatif.

Pemerintahan daerah

Indonesia dibagi-bagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan/atau kota yang diatur dengan undang-undang tersendiri mengenai pembentukan daerah tersebut. Setiap kabupaten dan kota tersebut juga dibagi ke dalam satuan-satuan pemerintahan yang disebut kecamatan/distrik. Setiap kecamatan/distrik tersebut dibagi ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil yaitu kelurahan, desa, nagari, kampung, gampong, pekon, dan sub-distrik serta satuan-satuan setingkat yang diakui keberadaannya oleh UUD NKRI 1945.

Pemerintahan daerah pada tingkat provinsi, kabupaten, dan kota terdiri atas Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD yang merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang keduanya merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemerintah daerah memiliki kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, pemerintah daerah juga berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah daerah berhak menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali mengenai urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter & fiskal nasional dan agama.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ https://www.indonesia-investments.com/id/budaya/politik/item65?
  2. ^ https://www.detik.com/tag/ott-kpk
  3. ^ Denny Indrayana (2008), p331
  4. ^ Jimly Asshiddiqie (2009)
  5. ^ Denny Indrayana (2008), pp. 360-381

Bacaan lanjutan

Pranala luar