Gereja

istilah eklesiologis yang mengacu pada apa yang dipahami oleh berbagai denominasi Kristen sebagai tubuh orang Kristen yang sebenarnya atau lembaga gerejawi asli yang didirikan oleh Yesus
Revisi sejak 29 Desember 2022 02.47 oleh BisikiNG (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 22507111 oleh 120.188.5.81 (bicara) Tidak perlu.....)

Gereja adalah istilah eklesiologis yang digunakan berbagai denominasi Kristen untuk menyifatkan badan persekutuan umat Kristen yang sejati atau lembaga asali yang diasaskan Yesus.[1][2][3] Istilah "Gereja" juga digunakan di ranah keilmuan sebagai muradif Kekristenan, sekalipun pada kenyataannya Kekristenan terdiri atas banyak Gereja atau denominasi, dan banyak di antaranya yang mendaku sebagai "satu-satunya Gereja yang sejati" dengan meliyankan yang lain.[4][5][6]

Ilustrasi ecclesia di dalam naskah Hortus deliciarum, karya Heradis dari Landsberg, abad ke-12

Bagi banyak orang Kristen Protestan, Gereja mengandung dua unsur, yakni kasatmata dan tak kasatmata. Gereja yang kasatmata adalah lembaga-lembaga tempat "Firman Allah secara murni diwartakan maupun disimak, dan sakramen-sakramen dilayankan menurut ketetapan Kristus", sementara Gereja yang tak kasatmata adalah segenap orang "yang sungguh-sungguh diselamatkan" (dan menjadi warga Gereja yang kasatmata).[7][2][8] Di dalam lingkup pemahaman akan Gereja yang tak kasatmata ini, "Gereja" (atau Gereja yang am) tidak merujuk kepada suatu denominasi Kristen tertentu, tetapi mencakup semua orang pribadi yang sudah diselamatkan.[2] Menurut teori cabang, yang digadang-gadangkan di kalangan Anglikan, Gereja-Gereja pelestari suksesi apostolik adalah bagian dari Gereja yang sejati.[9] Teori ini bertentangan dengan sikap menyematkan label "satu-satunya Gereja yang sejati" pada suatu lembaga nyata Kristen tertentu, yakni sikap eklesiologis yang dianut Gereja Katolik, Gereja Ortodoks Timur, Gereja-Gereja Ortodoks Oriental, Gereja Asyur dan Gereja Purba di Timur.[1][10][3]

Di dalam Alkitab bahasa Indonesia, kata "jemaat" digunakan sebagai padanan untuk kata Yunani "eklesia" (ἐκκλησία), yang makna umumnya adalah "sidang jemaat" atau "jemaah".[11] Kata "eklesia" muncul di dalam 2 ayat Injil Matius, 24 ayat Kisah Para Rasul, 58 ayat surat-surat Paulus (termasuk contoh-contoh terawal dari penggunaannya untuk merujuk kepada suatu badan persekutuan umat Kristen), 2 ayat Surat kepada Orang Ibrani, 1 ayat Surat Yakobus, 3 ayat Surat Yohanes III, dan 19 ayat Kitab Wahyu. Jumlah total kemunculan kata "eklesia" di dalam Perjanjian Baru adalah 114 kali, kendati tidak selalu dipakai secara teknis untuk merujuk kepada Gereja.[12] Dengan demikian, eklesia dipakai sebagai sebutan bagi komunitas-komunitas lokal maupun sebagai sebutan yang bermakna semesta bagi segenap umat beriman.[13] Istilah "Kekristenan" (bahasa Yunani: Χριστιανισμός, Kristianismos) tercatat pertama kali digunakan sekitar tahun 100 Masehi oleh Ignasius, Uskup Antiokhia.[14]

Empat Ciri Gereja pertama kali mengemuka di dalam Syahadat Nikea tahun 381 yang menegaskan bahwa Gereja itu satu, kudus, katolik (am), dan apostolik (rasuli).[15]

Etimologi

Kata Yunani "eklēsia", secara harfiah berarti "yang dipanggil keluar" atau "yang dipanggil maju ke depan", dan lazimnya digunakan untuk menyifatkan sekelompok orang yang dipanggil berhimpun untuk melakukan sesuatu, teristimewa untuk menyifatkan rapat warga sebuah kota, misalnya di dalam nas Kisah Para Rasul 19:32–41. Kata ini adalah istilah Perjanjian Baru yang merujuk kepada Gereja (baik dalam arti jemaat lokal maupun dalam arti segenap umat beriman). Di dalam Septuaginta, kata "eklesia" digunakan sebagai padanan untuk kata Ibrani "qahal" (קהל). Sebagian besar bahasa rumpun Romawi dan rumpun Kelt menggunakan aneka ragam turunan dari kata ini, baik yang diwarisi maupun yang dipinjam dari bentuk Latinnya, ecclesia. Salah satu contohnya adalah kata "igreja" dalam bahasa Portugis, yang diserap menjadi kata "gereja" dalam bahasa Indonesia.[16]

Sejarah

 
Ikon Kristen Timur yang menggambarkan turunnya Roh Kudus, peristiwa yang menjadi tonggak sejarah "lahirnya Gereja"

Gereja mula-mula terbentuk di Yudea, negeri jajahan Romawi, pada abad pertama tarikh Masehi, berlandaskan ajaran-ajaran Yesus orang Nazaret, yang pertama kali menghimpun murid. Murid-murid inilah yang kemudian hari disebut "umat Kristen". Menurut Kitab Suci, Yesus mengamanatkan kepada mereka agar menyebarluaskan ajaran-ajarannya ke seluruh dunia. Bagi sebagian besar umat Kristen, hari Pentakosta (peristiwa yang terjadi sesudah Yesus naik ke surga) adalah hari jadi Gereja,[17][18][19] ditandai turunnya Roh Kudus ke atas murid-murid Yesus yang sedang berkumpul (Kisah Para Rasul 2).[20] Kepemimpinan Gereja berawal dari para rasul.

Karena terlahir dari lingkungan Yahudi zaman Haikal ke-2, sejak awal sejarah Kekristenan, umat Kristen menerima orang-orang non-Yahudi (bangsa-bangsa lain) tanpa mewajibkan mereka untuk menerima dan mengamalkan seluruh adat-istiadat Yahudi, misalnya adat khitanan (Kisah Para Rasul 10–15).[21] Dalam agama Yahudi, orang-orang semacam itu disebut proselit, orang-orang yang takut akan Allah, dan pengamal syariat Nuh. Beberapa pihak menduga bahwa konflik dengan para pemuka agama Yahudilah yang dalam waktu singkat mengakibatkan umat Kristen terusir dari rumah-rumah ibadat Yahudi di Yerusalem.[22]

Sedikit demi sedikit Gereja menyebar ke seluruh dan ke luar wilayah Kekaisaran Romawi, bahkan tumbuh pesat di kota-kota semisal Yerusalem, Antiokhia, dan Edesa.[23][24][25] Gereja dianiaya pemerintah Romawi lantaran umat Kristen menolak mempersembahkan kurban kepada dewa-dewi Romawi dan menentang penuhanan kaisar.[26] Gereja akhirnya dilegalisasi di Kekaisaran Romawi, bahkan dinaikkan statusnya menjadi Gereja Negara Kekaisaran Romawi pada abad ke-4 oleh Kaisar Konstantinus Agung dan Kaisar Teodosius I.

Sedari abad ke-2, umat Kristen sudah menyanggah ajaran-ajaran yang mereka anggap bidat, khususnya ajaran Gnostik dan juga ajaran Montanus. Ignasius dari Antiokhia pada awal abad ke-2, dan Ireneus pada akhir abad yang sama memandang persatuan dengan uskup sebagai uji iman Kristen yang benar. Sesudah Gereja dilegalisasi pada abad ke-4, perdebatan ajaran Arius dengan ajaran Tritunggal menjadi kontroversi besar, manakala para kaisar silih berganti menunjukkan keberpihakan kepada salah satunya.[27][28]

Peristilahan Kristen purba

 
  Kawasan mayoritas Kristen pada tahun 325 Masehi
  Kawasan mayoritas Kristen pada tahun 600 Masehi

Dengan menggunakan kata eklēsia, umat Kristen perdana memanfaatkan suatu istilah yang memang merujuk kepada sidang-sidang negara kota Yunani yang hanya boleh dihadiri warganya, tetapi secara tradisional dipakai orang-orang Yahudi penutur bahasa Yunani sebagai sebutan untuk Israel, umat Allah,[29] sekaligus suatu istilah yang digunakan di dalam Septuaginta dengan makna pertemuan orang-orang yang berhimpun demi alasan-alasan keagamaan, seringkali untuk beribadat; dalam hal ini, eklesia dipakai sebagai padanan kata Ibrani "qahal" (קהל), yang juga dipadankan dengan kata Yunani "synagōgē" (συναγωγή), sehingga kedua kata Yunani itu dianggap kurang-lebih sinonim sampai kemudian hari dibedakan dengan lebih jelas oleh umat Kristen.[30]

Istilah eklesia hanya muncul di dalam dua ayat Injil, kedua-keduanya termaktub di dalam Injil Matius.[29] Ketika Yesus bersabda kepada Simon Petrus, "Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan eklesia-Ku,"[31] kata eklesia berarti komunitas yang dibentuk Kristus, tetapi ketika Yesus bersabda, "jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada eklesia,"[32] kata eklesia berarti komunitas lokal tempat seseorang menjadi anggota.

Istilah ini lebih sering muncul di dalam bagian-bagian lain dari Perjanjian Baru, dan sebagaimana di dalam Injil matius, dipakai untuk merujuk kepada suatu komunitas lokal tertentu maupun kepada semua komunitas lokal secara kolektif. Malah ayat-ayat yang tidak menggunakan istilah eklesia sekalipun dapat saja merujuk kepada Gereja dengan menggunakan ungkapan-ungkapan lain, misalnya ayat-ayat di dalam 14 bab pertama dari Surat Paulus kepada Jemaat di Roma, yang tidak satu kali pun menggunakan kata eklesia tetapi berulang kali menggunakan kata yang masih seakar dengannya, yakni klētoi (κλήτοι), yang berarti "dipanggil".[33] Gereja dapat pula dirujuk melalui gambaran-gambaran yang secara tradisional dipakai di dalam Alkitab untuk merujuk kepada umat Allah, misalnya pemakaian gambaran kebun anggur, teristimewa di dalam Injil Yohanes.[30]

Kendati tidak pernah menyifatkan Gereja dengan kata "katolik" maupun "semesta", Perjanjian Baru memang mengindikasikan bahwa komunitas-komunitas lokal secara kolektif merupakan satu Gereja, bahwasanya umat Kristen mestilah berusaha untuk senantiasa sehati sejiwa selaku jemaat Allah, bahwasanya Injil harus diwartakan kepada segala bangsa dan disebarluaskan sampai ke ujung-ujung bumi, bahwasanya Gereja terbuka kepada segala bangsa dan tidak boleh terpecah-belah, dst.[29]

Kata "katolik" atau "semesta" tercatat pertama kali digunakan untuk menyifatkan Gereja oleh Ignasius dari Antiokhia sekitar tahun 107 di dalam karya tulisnya, Surat kepada Jemaat di Smirna, bab VIII. "Di mana saja uskup hadir, di situ pula hendaknya umat hadir; sama seperti di mana saja Yesus Kristus hadir, disitu pula Gereja Katolik hadir," demikian tulis Ignasius.[34]

Bapa-bapa Gereja semisal Ignasius dari Antiokhia, Ireneus, Tertulianus, dan Siprianus berpandangan bahwa Gereja adalah suatu entitas yang kasatmata, bukan suatu himpunan umat beriman yang tak kasatmata.

Kekristenan sebagai agama negara bangsa Romawi

 
Konstantinus Agung bersama para uskup peserta Konsili Nikea I tahun 325 membentangkan Syahadat Nikea-Konstantinopel tahun 381, ikon Kristen Timur

Kekaisaran Romawi secara resmi mengadopsi Kekristenan berhaluan Nikea menjadi agama negara pada tanggal 27 Februari 380. Sebelum itu, Kaisar Konstantius II dan Kaisar Valens secara pribadi memihak Kekristenan berhaluan Arian atau Semi-Arian, tetapi Kaisar Teodosius I yang memerintah sesudah Valens justru memihak ajaran Atanasius atau doktrin Tritunggal yang terjabarkan di dalam Syahadat Nikea.

Pada tanggal 27 Februari 380, Kaisar Teodosius I mempermaklumkan bahwa hanya pemeluk agama Kristen berakidah Tritunggal sajalah yang berhak disebut umat Kristen Katolik, sementara semua pihak berakidah lain harus dianggap sebagai ahli-ahli bidat, dan oleh karena itu merupakan para pelanggar hukum negara.[35] Situasi hukum yang baru ini pertama kali menunjukkan dampaknya pada tahun 385, dalam bentuk penjatuhan pidana mati oleh mahkamah sipil terhadap seorang ahli bidat bernama Priskilianus dan beberapa orang pengikutnya sesudah diputus bersalah melakukan tindak pidana sihir.[36] Dari abad ke abad sesudah Kekristenan berakidah Tritunggal menjadi agama negara, kaum pagan dan umat Kristen yang berakidah menyimpang secara rutin dipersekusi pemerintah Kekaisaran Romawi maupun kerajaan-kerajaan dan negara-negara yang kemudian hari menggantikannya,[37] kendati beberapa suku Jermani terus memeluk agama Kristen Arian sampai memasuki Abad Pertengahan.[38]

Gereja di dalam wilayah Kekaisaran Romawi diorganisasikan di bawah takhta-takhta metropolia. Lima di antaranya dihormati secara istimewa dan menjadi cikal bakal tatanan Pentarki yang digagas Kaisar Yustinianus I. Satu di antara lima takhta metropolia ini berada di kawasan barat Kekaisaran Romawi (Roma), sementara yang lain berada di kawasan timur Kekaisaran Romawi (Konstantinopel, Yerusalem, Antiokhia, dan Aleksandria).[39]

 
Biara Mar Matai, tempat tinggal para rahib Gereja Nestorian yang dibangun pada tahun 363 Masehi, salah satu biara Kristen tertua yang masih berdiri sampai sekarang.[40]

Bahkan sesudah Kekaisaran Romawi terpecah pun Gereja tetap merupakan suatu lembaga yang relatif utuh bersatu (di luar dari Gereja-Gereja Ortodoks Oriental dan beberapa golongan umat Kristen yang terpisah dari Gereja negara Kekaisaran Romawi). Gereja menjadi suatu lembaga penentu dan terpusat di Kekaisaran Romawi, khususnya di kawasan timur atau Kekaisaran Romawi Timur, tempat Konstantinopel dipandang sebagai pusat Dunia Kristen, antara lain lantaran kuasa ekonomi dan politik yang dimilikinya.[41][42]

Sesudah Kekaisaran Romawi Barat jatuh ke tangan bangsa Jermani pada abad ke-5, Gereja (Roma) selama berabad-abad menjadi tautan utama yang mempertalikan Eropa Barat Abad Pertengahan dengan peradaban bangsa Romawi, dan menjadi perpanjangan tangan kekuasaan Kaisar Romawi Timur di Dunia Barat. Di Dunia Barat, golongan yang disebut "Gereja ortodoks" menghadapi persaingan dengan golongan Kristen Arian maupun persaingan dengan berbagai agama pagan yang dipeluk kepala-kepala suku Jermani, tetapi berjaya melebarkan sayapnya keluar dari bekas wilayah barat Kekaisaran Romawi ke Irlandia, Jerman, Skandinavia, dan negeri bangsa Slav Barat. Di Dunia Timur, Kekristenan disebarluaskan ke negeri-negeri bangsa Slav yang sekarang merupakan wilayah negara Rusia serta kawasan selatan-tengah dan timur Eropa.[43] Masa pemerintahan Karel Agung dipandang istimewa karena mampu menggiring suku-suku besar terakhir di Dunia Barat yang memeluk agama Kristen Arian ke dalam persekutuan dengan Roma, antara lain melalui perang penaklukan dan paksaan beralih keyakinan.

Mulai dari abad ke-7, khilafah-khilafah Islam muncul silih berganti dan sedikit demi sedikit menaklukan negeri-negeri Dunia Kristen.[43] Kecuali Afrika Utara dan sebagian besar wilayah Spanyol, kawasan utara dan barat Eropa nyaris tak terdampak ekspansi Islam, lantaran Konstantinopel maupun Kekaisaran Romawi Timur yang lebih makmur masih menjadi sasaran utama penyerbuan kaum Muslim.[44] Meskipun sedikit demi sedikit menggerogoti kekuatan Kekaisaran Romawi Timur, tantangan yang dimunculkan kaum Muslim justru membantu pengentalan jati diri keagamaan umat Kristen Timur.[45] Di bawah daulat Islam sekalipun, Gereja terus bertahan hidup (misalnya umat Kristen Kubti, Kristen Maruniyah, dll) kendati kadang-kadang harus dengan susah payah.[46][47]

Skisma Akbar tahun 1054

Meskipun sudah lama muncul keretakan antara Uskup Roma (Batrik Gereja Katolik) dan batrik-batrik di Kekaisaran Romawi Timur, peralihan kesetiaan Roma dari Konstantinopel ke Maharaja Karel Agunglah yang menggiring Gereja menuju perpecahan. Keretakan politis maupun teologis terus membesar sampai-sampai Roma dan Dunia Timur saling mengucil pada abad ke-11, sehingga Gereja pun terpecah menjadi Gereja Barat (Katolik) dan Gereja Timur (Ortodoks).[43] Pada tahun 1448, tidak lama sebelum Kekaisaran Romawi Timur tumbang, Gereja Ortodoks Rusia membentuk kepemimpinan sendiri, lepas dari Batrik Konstantinopel.[48]

Lantaran kemajuan peradaban kembali menggeliat di Eropa Barat, dan Kekaisaran Romawi Timur berangsur-angsur merosot dirongrong bangsa Arab dan bangsa Turki (diperparah lagi dengan tindakan memerangi umat Kristen Timur), kejatuhan Konstantinopel pada tahun 1453 mendorong para sarjana Dunia Timur untuk hijrah ke Dunia Barat. Pengungsian para sarjana Dunia Timur demi menghindari serbuan kaum Muslim sambil memboyong naskah-naskah kuno ke Dunia Barat merupakan salah satu faktor penggerak bermulanya Abad Pembaharuan Dunia Barat. Roma pun menjadi jantung Kekristenan di mata Gereja Barat.[49] Sejumlah Gereja Timur bahkan keluar dari persekutuan Kristen Ortodoks Timur dan bersatu dengan Roma (Gereja-Gereja Katolik Timur Uniat).

Reformasi Protestan

Perubahan-perubahan yang lahir dari Abad Pembaharuan pada akhirnya bermuara pada Reformasi Protestan. Kaum Protestan pengikut Luther maupun pengikut Kalvin, Hus, Zwingli, Melancthon, Knox, dan lain-lain memisahkan diri dari Gereja Katolik. Pada waktu yang sama, serentet sengketa yang tidak bersifat teologis melahirkan Reformasi Inggris, yang bermuara kepada kemandirian Gereja Inggris. Kemudian hari, pada Abad Penjelajahan dan Abad Imperialisme, Eropa Barat menyebarluaskan Gereja Katolik maupun gereja-gereja Protestan ke seluruh dunia, teristimewa di Benua Amerika.[50][51] Segala perkembangan ini pada gilirannya mengangkat Kekristenan menjadi agama terbesar di dunia saat ini.[52]

Tradisi Katolik

Di dalam doktrinnya Gereja Katolik mengajarkan bahwa dirinyalah Gereja asali yang didirikan Yesus di atas dasar para rasul pada abad pertama tarikh Masehi. Ensiklik Mystici corporis tahun 1943 dari Paus Pius XII, menyingkap eklesiologi dogmatis Gereja Katolik bahwasanya "jika hendak mendefinisikan dan menyifatkan Gereja sejati Yesus Kristus ini, yakni Gereja Roma yang Satu, Kudus, Katolik, Apostolik, maka tidak akan kita dapati ungkapan yang lebih gemilang, yang lebih mulia, maupun yang lebih suci daripada frasa sebutan 'Tubuh Mistik Yesus Kristus'." Lumen gentium, konstitusi dogmatis yang dirumuskan Konsili Vatikan II pada tahun 1964, lebih jauh menandaskan bahwa "satu Gereja Kristus yang dalam syahadat dinyatakan satu, kudus, katolik, dan apostolik, ... yang diasaskan dan ditata di dalam dunia sebagai suatu masyarakat, wujud di dalam Gereja Katolik, yang diselenggarakan oleh pengganti Petrus dan oleh uskup-uskup yang bersatu dengannya."[53][54] Dengan nada yang sama, ensiklik Singulari Quidem dari Paus Pius IX menegaskan bahwa "hanya ada satu Gereja Katolik yang sejati, yang kudus, yakni Gereja Roma yang Apostolik. Hanya ada satu Takhta yang dibangun di atas dasar Petrus dengan sabda Tuhan... Di luar Gereja, tidak seorang pun dapat berharap akan beroleh kehidupan maupun keselamatan kecuali yang dapat dimaafkan dengan alasan ketidaktahuan di luar kendali diri sendiri." Kesusastraan devosional dan keteketis Katolik pun sudah lazim mengedepankan tema "Gereja yang Kudus, Katolik, dan Apostolik adalah satu-satunya kawanan domba, dan Yesus Kristus, Putra Allah, adalah satu-satunya Gembala."[55]

Sebuah maklumat[56] yang diterbitkan Dikasterium Ajaran Iman pada tahun 2007 menjelaskan bahwa "makna 'kewujudan' di dalam kalimat tersebut adalah kebertahanan, kesinambungan sejarah, dan keajekan semua unsur yang ditetapkan Kristus di dalam Gereja Katolik, yang di dalamnya Gereja Kristus secara nyata didirikan di muka bumi ini", dan mengakui bahwa rahmat dapat berdaya guna di dalam komunitas-komunitas keagamaan yang terpisah dari Gereja Katolik lantaran komunitas-komunitas tersebut memiliki beberapa "unsur pengudusan dan kebenaran", tetapi menambahkan pula bahwa "bagaimanapun juga, kata 'wujud' hanya dapat dinisbatkan kepada Gereja Katolik semata-mata lantaran kata itu merujuk kepada ciri kesatuan yang kita permaklumkan di dalam syahadat-syahadat (aku percaya... akan Gereja yang 'satu'), dan Gereja yang 'satu' ini wujud di dalam Gereja Katolik."

Gereja Katolik mengajarkan bahwa hanya badan-badan persekutuan umat Kristen yang dipimpin para uskup-bertahbisan-sah sajalah yang dapat diakui sebagai "Gereja" dalam arti yang sesungguhnya. Di dalam dokumen-dokumen Katolik, komunitas-komunitas yang tidak dipimpin para uskup-bertahbisan-sah secara resmi disebut komunitas gerejawi.

Tradisi Ortodoks Timur

Tiap-tiap Gereja Ortodoks Timur mendaku sebagai Gereja asali dengan berdalil bahwa mereka masih teguh berpegang kepada tradisi-tradisi dan akidah-akidah Gereja asali. Gereja Ortodoks Timur juga mendaku bahwa empat dari lima takhta Pentarki (tidak termasuk Roma) masih menjadi bagian dari Gereja Ortodoks Timur.

Tradisi Ortodoks Oriental

Gereja-Gereja Ortodoks Oriental mendaku sebagai Gereja asali dengan berdalil bahwa mereka masih teguh berpegang kepada tradisi-tradisi dan akidah-akidah Gereja asali. Mereka tidak pernah menerima teori tentang Sifat Hakikat Allah, yang dirumuskan sesudah perpecahan yang terjadi menyusul Konsili Kalsedon.

Tradisi Lutheran

 
Gereja adalah jemaat orang-orang kudus, yang di dalamnya Injil diajarkan dengan benar dan sakramen-sakramen dilayankan secara sah. –Pengakuan Iman Augsburg[57]

Gereja-gereja Lutheran secara tradisional berpendirian bahwa tradisi Lutheranlah yang merupakan Gereja kasatmata yang sejati.[58] Pengakuan Iman Augsburg yang termaktub di dalam Concordia, kompendium akidah gereja-gereja Lutheran, mengajarkan bahwa "iman yang dinyatakan Luther dan para pengikutnya bukanlah suatu perkara baru, melainkan iman katolik yang sejati, dan bahwasanya gereja-gereja mereka merupakan gereja katolik atau gereja semesta yang sejati".[59] Ketika golongan Lutheran menjelaskan Pengakuan Iman Augsburg kepada Kaisar Karel V pada tahun 1530, mereka yakin sudah "menunjukkan bahwa tiap pasal keimanan dan amalan pertama-tama sudah benar menurut Kitab Suci, dan juga sudah benar menurut ajaran bapa-bapa Gereja maupun konsili-konsili".[59]

Bagaimanapun juga, gereja-gereja Lutheran mengajarkan bahwa "memang ada umat Kristen yang sejati di dalam gereja-gereja lain" sebab "denominasi-denominasi lain pun mewartakan Firman Allah, sekalipun bercampur kekeliruan". Karena pemberitaan Firman Allah menghasilkan buah, teologi Lutheran membenarkan pemberian sebutan "gereja" kepada denominasi-denominasi Kristen lainnya.[58]

Tradisi Anglikan

Pada umumnya umat Anglikan memandang tradisi mereka sebagai salah satu cabang dari "Gereja Katolik" yang bersejarah sekaligus sebagai suatu via media (jalan tengah) di antara dua tradisi, yakni di antara tradisi Lutheran dan tradisi Kalvinis, atau di antara tradisi Katolik dan tradisi Protestan.[60]

Tradisi Kalvinis

Menurut teologi Kalvinis, Gereja itu tak kasatmata dan kasatmata. Gereja yang tak kasatmata meliputi keseluruhan orang-orang kudus, sementara Gereja yang kasatmata adalah "lembaga yang disediakan Allah sebagai perwakilan karya penyelamatan, pembenaran, dan pemeliharaan Allah", yang disebut Yohanes Kalvin sebagai "ibunda kita".[61] Pengakuan iman Kalvinis menitikberatkan "ajaran injil yang murni (pura doctrina evangelii) dan pelayanan sakramen-sakramen dengan benar (recta administratio sacramentorum)" sebagai "dua tanda asasi gereja kasatmata yang sejati".[62]

Tradisi Metodis

 
Para pengkhotbah Metodis diketahui mendakwahkan doktrin lahir baru dan pengudusan menyeluruh kepada khalayak ramai pada kesempatan-kesempatan tertentu seperti acara-acara kebangunan rohani tenda, kebangunan rohani pergola belukar, dan rapat perkemahan, yang mereka yakini sebagai alasan mengapa Allah memanggil mereka.[63]

Umat Metodis membenarkan keimanan akan "Gereja sejati yang satu, rasuli, dan am", dengan memandang gereja-gereja mereka sebagai "cabang istimewa dari dari gereja sejati tersebut".[64][65] Berkenaan dengan kedudukan aliran Metodis di Dunia Kristen, pelopornya, "John Wesley, pernah mengemukakan bahwa hasil capaian Allah di dalam perkembangan aliran Metodis bukanlah sekadar usaha manusia melainkan karya Allah. Demikianlah aliran Metodis dipelihara Allah selama sejarah masih bergulir."[66] Dengan menyebutnya sebagai "gudang besar" iman Metodis, Wesley secara khusus mengajarkan bahwa penyebarluasan doktrin pengudusan menyeluruh adalah alasan mengapa Allah membangkitkan umat Metodis di muka bumi ini.[67][63]

Tradisi Injili

Gereja Injili lokal adalah organisasi yang merepresentasikan Gereja semesta, dan dipandang oleh umat Kristen Injili sebagai tubuh Yesus Kristus.[68] Gereja Injili lokal bertanggung jawab atas pengajaran dan ordinansi-ordinansi, terutama baptisan orang percaya dan perjamuan kudus.[69] Banyak gereja menjadi anggota denominasi-denominasi Kristen Injili serta menganut pengakuan iman dan tata tertib bersama, tanpa pandang otonomi gereja yang bersangkutan.[70] Beberapa denominasi menjadi anggota persekutuan gereja tingkat nasional yang bernaung di bawah Aliansi Injili Sedunia.[71] Beberapa denominasi Injili menerapkan tatanan keuskupan (episkopal) atau tatanan kepenatuaan (presbiterial). Meskipun demikian, bentuk penyelenggaraan gereja yang paling umum di dalam tradisi Injili adalah tatanan kejemaatan (kongregasional). Tatanan ini sangat lumrah diterapkan di kalangan gereja-gereja Injili non-denominasi.[72] Jabatan-jabatan pelayanan yang lumrah dijumpai di dalam jemaat-jemaat Injili adalah gembala, penatua, diaken, penginjil, dan pemimpin pujian.[73] Jabatan pelayanan uskup selaku penilik jemaat tingkat daerah atau nasional terdapat di dalam semua denominasi Kristen Injili, sekalipun disebut dengan istilah-istilah lain, misalnya sebutan "ketua sinode" atau "ketua sinode am".[74][75]

Perpecahan dan kontroversi

Dewasa ini ada beraneka ragam kelompok umat Kristen, dengan beraneka ragam doktrin maupun tradisi. Kontroversi-kontroversi di antara berbagai cabang Kekristenan biasanya mencakup perbedaan-perbedaan penting dalam eklesiologi yang dianut masing-masing cabang.

Denominasi Kristen

Di dalam Kekristenan, denominasi merupakan istilah yang umum dipakai untuk menyebut badan keagamaan yang dapat dikenali lewat unsur-unsur seperti nama, struktur, kepemimpinan, atau doktrin bersama. Meskipun demikian, tiap-tiap badan keagamaan tersebut dapat saja menyebut diri dengan menggunakan istilah-istilah lain, misalnya "gereja" atau "persekutuan". Perpecahan yang memisahkan satu kelompok dari kelompok lain berpangkal dari doktrin dan kewenangan gereja. Isu-isu seperti kodrat Yesus, kewibawaan suksesi apostolik, eskatologi, dan keutamaan paus acap kali memisahkan satu denominasi dari denominasi lain. Rumpun-rumpun denominasi yang menganut akidah, amalan, dan keterkaitan sejarah disebut "cabang-cabang Kekristenan".

Masing-masing kelompok umat Kristen berbeda-beda taraf pengakuannya terhadap satu sama lain. Beberapa kelompok mendaku sebagai satu-satunya ahli waris langsung dan sejati dari Gereja yang diasaskan Yesus Kristus pada abad pertama tarikh Masehi. Meskipun demikian, kelompok-kelompok lain meyakini denominasionalisme, di mana beberapa atau semua kelompok umat Kristen merupakan jemaat-jemaat yang sah dari satu agama yang sama, tanpa pandang label, akidah, dan amalan yang membeda-bedakan mereka. Lantaran konsep ini, sejumlah badan persekutuan umat Kristen menolak istilah "denominasi" untuk menyifatkan diri mereka, demi mengelak implikasi menyetarakan diri dengan jemaat-jemaat atau denominasi-denominasi lain.

 
Panti umat Gereja Santo Petrus Phibsborough, Dublin, Irlandia
 
Gereja Santo Andreas, Darjiling, dibangun tahun 1843, dibangun kembali tahun 1873

Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur percaya bahwa istilah "satu" yang tercantum di dalam syahadat Nikea menyifatkan dan menjelaskan suatu lembaga kasatmata dan kesatuan doktrinal, bukan hanya secara geografis di seluruh dunia, melainkan juga secara historis di sepanjang sejarah. Bagi kedua Gereja ini, kesatuan adalah salah satu dari keempat ciri Gereja sejati yang dijabarkan di dalam syahadat, dan hakikat dari sebuah ciri adalah dapat dilihat. Dengan demikian Gereja yang jati diri dan akidahnya berbeda dari negara ke negara dan dari zaman ke zaman tidaklah "satu". Inilah sebabnya kedua-duanya tidak memandang diri sebagai suatu denominasi, tetapi sebagai Gereja yang pradenominasional. Bukan sebagai salah satu di antara komunitas-komunitas umat beriman, melainkan sebagai Gereja yang asali dan satu-satunya.

Banyak teolog Kristen Baptis dan Kongregasional menerima makna "jemaat lokal" sebagai satu-satunya aplikasi yang sah dari istilah "gereja". Mereka mati-matian menolak gagasan Gereja semesta (katolik). Denominasi-denominasi tersebut berpendapat bahwa semua kata Yunani eklesia di dalam Perjanjian Baru adalah rujukan kepada suatu kelompok lokal tertentu atau gagasan niskala tentang "gereja", dan tidak pernah merujuk kepada suatu Gereja tunggal sejagat.[76][77]

Banyak umat Anglikan, Lutheran, Katolik Lama, dan Katolik Mandiri memandang kesatuan sebagai salah satu ciri kekatolikan, tetapi memandang kesatuan kelembagaan Gereja Katolik terejawantahkan di dalam kesamaan suksesi apostolik keuskupan-keuskupan mereka alih-alih di dalam kesamaan hierarki keuskupan atau kesamaan ritus-ritus.

Umat Kristen Kalvinis berpendirian bahwa tiap-tiap orang yang dibenarkan oleh iman akan Injil yang dipercayakan kepada para rasul adalah anggota dari "Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik". Bertolak dari perspektif ini, kesatuan nyata dan kekudusan segenap gereja yang dilembagakan melalui para rasul belum tersingkap, dan untuk sementara waktu luas cakupan dan kesentosaan gereja di muka bumi terejawantahkan dengan tidak sempurna secara kasatmata.

Gereja Lutheran–Sinode Missouri memaklumkan bahwa sesungguhnya Gereja hanya beranggotakan orang-orang yang mengimani Injil (yaitu pengampunan dosa berkat karya Kristus bagi semua orang), sekalipun mereka berada di dalam lembaga-lembaga persekutuan umat yang mengajarkan kekeliruan, tetapi tidak mencakup orang-orang yang tidak mengimani Injil, sekalipun mereka termasuk warga sebuah gereja atau memegang jabatan pengajar di gereja tersebut.[78]

Kekristenan sedunia

Sejumlah sejarawan telah mencermati terjadinya suatu "pergeseran global" Kekristenan, dari agama yang lebih lazim dijumpai di Eropa dan Amerika menjadi agama yang lazim dijumpai di belahan bumi selatan.[79][80][81] Istilah "Kekristenan sedunia" atau "Kekristenan global" berupaya menyampaikan hakikat global dari agama Kristen. Meskipun demikian, istilah tersebut kerap berfokus pada “Kekristenan non-Barat” yang “mencakup ragam-ragam (yang biasanya eksotis) agama Kristen di ‘belahan dunia selatan’, di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.”[82] Kekristenan non-Barat juga mencakup ragam-ragam pribumi atau perantauan di Eropa Barat dan Amerika Utara.[83]

Perdebatan-perdebatan lain

Perdebatan-perdebatan lain mencakup wacana-wacana berikut ini:

  • "Kegerejaan" adalah istilah sindiran terhadap amalan-amalan Kekristenan yang dipandang lebih mengutamakan kebiasaan-kebiasaan hidup bergereja atau tradisi-tradisi kelembagaannya ketimbang ajaran-ajaran Yesus. Lantaran "kristus" diganti dengan "gereja", istilah "kekristenan" pun berubah menjadi "kegerejaan". Sebagian umat Protestan menggunakannya untuk menyifatkan golongan-golongan umat Kristen yang mereka anggap sudah mengalihkan perhatiannya dari Kristus kepada Gereja. Golongan lain, misalnya Gereja Ortodoks dan Gereja Katolik, memandang Kristus sebagai pusat, tetapi sekaligus mementingkan Gereja (extra Ecclesiam nulla salus) karena kemanunggalan yang padu antara Kristus dan Gereja dijabarkan di dalam nas-nas Alkitab semisal Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus (baca artikel Mempelai Kristus).
  • Ada banyak opini tentang akhir nasib jiwa orang-orang yang bukan bagian dari suatu gereja kelembagaan tertentu. Maksudnya, warga suatu gereja tertentu mungkin saja percaya atau tidak percaya bahwa jiwa orang-orang di luar organisasi Gereja mereka dapat beroleh keselamatan atau akan diselamatkan.
  • Pernah muncul perdebatan di kalangan Kristen Protestan mengenai benar tidaknya Gereja sesungguhnya adalah suatu lembaga surgawi yang bersatu padu, dengan menurunkan status lembaga-lembaga duniawi ke taraf sekunder.

Baca juga

Rujukan

  1. ^ a b "The Original Christian Church" (dalam bahasa Inggris). Gereja Ortodoks di Amerika. Diakses tanggal 27 Juni 2021. 
  2. ^ a b c Weaver, Jonathan (1900). Christian Theology: A Concise and Practical View of the Cardinal Doctrines and Institutions of Christianity (dalam bahasa Inggris). United Brethren Publishing House. hlm. 245. Ada beberapa perbedaan antara Gereja am yang tak kasatmata dan Gereja am yang kasatmata, yang tidak perlu dibawa-bawa sampai kepada analisis akhir. Dalam arti tertentu, kedua-duanya kasatmata. Semua orang yang menjadi warga Gereja am yang tak kasatmata adalah warga Gereja am yang kasatmata. Akan tetapi tidak semua orang yang menjadi warga Gereja am yang kasatmata adalah warga Gereja am yang tak kasatmata. Oleh karena itu perbedaan yang jelas dan khas antara Gereja yang kasatmata dan Gereja yang tak kasatmata dapat dinyatakan sebagai berikut: (1) Gereja am yang tak kasat mata meliputi semua orang dari segala kaum, bahasa, suku, dan bangsa yang sungguh-sungguh diselamatkan. Tidak satu pun denominasi yang jemaatnya meliputi semua orang yang menjadi warga Gereja yang tak kasatmata. (2) Gereja yang kasatmata meliputi semua orang yang diakui sebagai warga sebuah Gereja. Tidak satu pun denominasi yang secara sah dapat mendaku sebagai Gereja am yang kasatmata. 
  3. ^ a b "What do Catholics believe?" (dalam bahasa Inggris). Keuskupan Lansing. Diakses tanggal 29 Juni 2021. Kamilah Gereja asali, yang lahir tatkala Yesus sendiri bersabda kepada Rasul Petrus, “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Sejak saat itu, tiap-tiap paus merupakan bagian dari rantai suksesi tak terputus, mulai dari Petrus, paus yang pertama. 
  4. ^ "Eastern Orthodox Church" (dalam bahasa Inggris). BBC. 11 Juni 2008. Diakses tanggal 27 Juni 2021. Doktrin Gereja disempurnakan dari abad ke abad di dalam konsili-konsili yang diselenggarakan seawal-awalnya sejak tahun 325 Masehi, dan yang dihadiri para pemuka dari semua komunitas Kristen. 
  5. ^ Ehrman, Bart D. (29 Mei 2018). "Inside the Conversion Tactics of the Early Christian Church" (dalam bahasa Inggris). History. Diakses tanggal 27 Juni 2021. Namun dalam tempo tiga abad, Gereja sudah menarik 3 juta pengikut. 
  6. ^ The Oxford Dictionary of the Christian Church. F. L. Cross, Elizabeth A. Livingstone (edisi ke-3rd). New York: Oxford University Press. 1997. ISBN 0-19-211655-X. OCLC 38435185. 
  7. ^ McGrath, Alister E. (4 Agustus 2016). Christian Theology: An Introduction (dalam bahasa Inggris). John Wiley & Sons. hlm. 362. ISBN 978-1-118-87443-1. 
  8. ^ Schaff, Philip (1910). History of the Christian Church (dalam bahasa Inggris). William B. Eerdmans Publishing Company. hlm. 524. 
  9. ^ Kinsman, Frederick Joseph (1924). Americanism and Catholicism (dalam bahasa Inggris). Longman. hlm. 203. Suatu perkara yang paling banyak diperbincangkan adalah "Teori Cabang," yang beranggapan bahwa landasan kesatuan adalah jabatan imamat yang sah. Dalam kaitannya dengan jabatan imamat yang sah tersebut, diyakini bahwa sakramen-sakramen yang absah mempersatukan umat sekalipun ada skisma. Pihak-pihak yang mengusung teori ini beranggapan bahwa Gereja terdiri atas kalangan Katolik, Ortodoks Timur, bidat-bidat Kristen Timur dengan keabsahan jabatan-jabatan imamat yang tak terbantahkan, demikian pula kalangan Katolik Lama, Anglikan, Lutheran Swedia, Moravian, dan pihak-pihak lain yang mampu memperlihatkan kalau mereka masih melanggengkan hierarki yang absah. Pihak-pihak lain ini terutama diidentikkan dengan kalangan Anglikan Gereja Tinggi, dan merepresentasikan pandangan yang bertahan menyintasi pertentangan dengan kaum Puritan, yakni pandangan bahwa umat Anglikan tidak sepatutnya dikelompokkan bersama-sama dengan umat Protestan di Eropa daratan. 
  10. ^ "The Church" (dalam bahasa Inggris). Catholic Encyclopedia. 2020. Diakses tanggal 27 Juni 2021. Oleh karena itu, tampaknya tidak dapat dinafikan kalau pada tahun-tahun permulaan sejarah Gereja, fungsi-fungsi gerejawi sebagian besar diisi oleh orang-orang yang sudah diperlengkapi secara khusus untuk tujuan tersebut dengan "karismata" Roh Kudus, dan bahwasanya selama karunia-karunia tersebut masih ada, pelayanan jemaat lokal menempati suatu posisi yang kurang penting dan berpengaruh. 
  11. ^ Entry for Strong's #1577 - ἐκκλησία - StudyLight.org. Bible Lexicons - Old / New Testament Greek Lexical Dictionary. Temu balik tanggal 20 Oktober 2019.
  12. ^ "Ekklesia: A Word Study". Acu.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 September 2006. Diakses tanggal 3 September 2013. 
  13. ^ McKim, Donald K., Westminster Dictionary of Theological Terms, Westminster John Knox Press, 1996
  14. ^ Elwell & Comfort 2001, hlm. 266, 828.
  15. ^ Louis Berkhof, Systematic Theology (London: Banner of Truth, 1949), 572.
  16. ^ Devi, Dwi Ananta, Toleransi Beragama, 28 Oktober 2020, Penerbit Alprin (ISBN 6-232-63632-5), hlm. 13
  17. ^ The Editors of Encyclopædia Britannica. "Pentecost | Christianity". Encyclopædia Britannica. Diakses tanggal 4 November 2016. 
  18. ^ "Religions - Christianity: Pentecost". bbc.co.uk. British Broadcasting Corporation (BBC). Diakses tanggal 4 November 2016. 
  19. ^ Milavec, Aaron (2007). Salvation is from the Jews (John 4:22): Saving Grace in Judaism and Messianic Hope in Christianity (dalam bahasa Inggris). Liturgical Press. hlm. 90. ISBN 9780814659892. Diakses tanggal 4 November 2016. 
  20. ^ "Pentakosta (Hari Minggu Putih)". Catholic Encyclopedia. Diakses tanggal 4 November 2016.
  21. ^ "Church as an Institution", Dictionary of the History of Ideas, University of Virginia Library [1] Diarsipkan 2006-10-24 di Wayback Machine.
  22. ^ An Overview of Christian History, Catholic Resources for Bible, Liturgy, and More [2]
  23. ^   Herbermann, Charles, ed. (1913). "Acts of the Apostles". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  24. ^ Donald H. Frew, Harran: Last Refuge of Classical Paganism Colorado State University Pueblo "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 Agustus 2004. Diakses tanggal 19 Mei 2007. 
  25. ^ From Jesus to Christ: Maps, Archaeology, and Sources: Chronology, PBS, temu balik tanggal 19 Mei 2007 [3]
  26. ^ Sophie Lunn-Rockliffe, Christianity and the Roman Empire: Reasons for persecution, Ancient History: Romans, BBC Home, temu balik tanggal 10 Mei 2007 [4] Diarsipkan 25 Agustus 2009 di Wayback Machine.
  27. ^ Michael DiMaio, Jr., Robert Frakes, Constantius II (337-361 A.D.), De Imperatoribus Romanis: An Online Encyclopedia of Roman Rulers and their Families [5]
  28. ^ Michael Hines, Constantine and the Christian State, Church History for the Masses [6]
  29. ^ a b c François Louvel, "Naissance d'un vocabulaire chrétien" dalam Les Pères Apostoliques (Paris, Cerf, 2006 ISBN 978-2-204-06872-7), hlmn. 517-518
  30. ^ a b Xavier Léon-Dufour (penyunting), Vocabulaire de théologie biblique (Paris, Cerf, 1981 ISBN 2-204-01720-5), hlmn. 323-335.
  31. ^ Matius 16:18
  32. ^ Matius 18:17
  33. ^ Julienne Côté, Cent mots-clés de la théologie de Paul (ISBN 2-204-06446-7), hlmn. 157 dst.
  34. ^ "St. Ignatius of Antioch to the Smyrnaeans (terjemahan Roberts-Donaldson)". www.earlychristianwritings.com. 
  35. ^ Halsall, Paul (Juni 1997). "Theodosian Code XVI.i.2". Medieval Sourcebook: Banning of Other Religions. Fordham University. Diakses tanggal 23 November 2006. 
  36. ^   Healy, Patrick (1913). "Priscillianism". Dalam Herbermann, Charles. Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  37. ^ Ramsay MacMullen, Christianity and Paganism in the Fourth to Eighth Centuries, Yale University Press, September 23, 1997
  38. ^ Christianity Missions and monasticism, Encyclopædia Britannica Daring [7]
  39. ^ Deno Geanakoplos, A short history of the ecumenical patriarchate of Constantinople, Archons of the Ecumenical Patriarch, temu balik tanggal 20 Mei 2007 [8]
  40. ^ Moosa, Matti (28 April 2012). "The Christians Under Turkish Rule". 
  41. ^ MSN Encarta: Orthodox Church, temu balik tanggal 12 Mei 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Oktober 2009. 
  42. ^ Arias of Study: Western Art, Department of Art History, University of Wisconsin, temu balik tanggl 17 Mei 2007 [9]
  43. ^ a b c CHRISTIANITY IN HISTORY, Dictionary of the History of Ideas, University of Virginia Library [10] Diarsipkan 09 September 2006 di Wayback Machine.
  44. ^ "The Byzantine Empire, byzantinos.com". Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 September 2007. Diakses tanggal 24 Mei 2007. 
  45. ^ BYZANTINE ICONOCLASM AND POLITICAL EARTHQUAKE OF ARAB CONQUESTS – AN EMOTIONAL ‘GUST’, This Century's Review, temu balik tanggal 24 Mei 2007 [11] Diarsipkan 2020-12-01 di Wayback Machine.
  46. ^ The History of the Copts, California Academy of Sciences "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Oktober 2007. Diakses tanggal 28 Oktober 2007.  , temu balik tanggal 24 Mei 2007
  47. ^ History of the Maronite Patriarchate, Opus Libani, temu balik tanggal 24 Mei 2007 "Archived copy". Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Oktober 2007. Diakses tanggal 28 Oktober 2007. 
  48. ^ Autocephalous Russian Church
  49. ^ Aristeides Papadakis, John Meyendorff, The Christian East and the Rise of the Papacy: The Church 1071-1453 A.D., St. Vladimir's Seminary Press, Agustus 1994, ISBN 0-88141-057-8, ISBN 978-0-88141-057-0
  50. ^ Christianity and world religions, Encyclopædia Britannica
  51. ^ South America:Religion, Encyclopædia Britannica
  52. ^ Major Religions of the World Ranked by Number of Adherents, Adherents.com [12]
  53. ^ Lumen gentium Diarsipkan 6 September 2014 di Wayback Machine., 8
  54. ^ In Kekatolikan Gereja, hlm. 132, Avery Dulles mencermati kalau dokumen ini menghindari tindakan terang-terangan menyebut Gereja sebagai Gereja Katolik "Roma", malah mengganti istilah tersebut dengan kalimat "yang diselenggarakan oleh pengganti Petrus dan uskup-uskup yang bersatu dengannya" dan mencantumkan pada catatan kakinya suatu rujukan kepada dua dokumen terdahulu yang jelas-jelas menggunakan kata "Roma."
  55. ^ Catholic Book of Prayers, hlm. 236, Edisi cetak-besar; Nihil Obstat dan Impramatur. Hak cipta tahun 2005. Catholic Book Publishing Corp., New Jersey.
  56. ^ Jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai beberapa aspek dari Doktrin tentang Gereja Diarsipkan 13 Agustus 2013 di Wayback Machine.
  57. ^ Lih. Pengakuan Iman Augsburg, Pasal 7, Ihwal Gereja
  58. ^ a b Frey, H. (1918). "Is One Church as Good as Another?". The Lutheran Witness (dalam bahasa Inggris). Vol. 37. hlm. 82–83. 
  59. ^ a b Ludwig, Alan (12 September 2016). "Luther's Catholic Reformation". The Lutheran Witness (dalam bahasa Inggris). Tatkala golongan Lutheran membabarkan Pengakuan Iman Augsburg di hadapan Kaisar Karel V pada tahun 1530, dengan saksama mereka tunjukkan bahwa tiap-tiap butir keimanan dan amalan di dalam pengakuan iman tersebut pertama-tama benar menurut Kitab Suci, dan juga benar menurut ajaran bapa-bapa Gereja maupun ajaran konsili-konsili, bahkan menurut hukum kanon Gereja Roma. Dengan gagah berani mereka menandaskan, “inilah ikhtisar doktrin kami, yang di dalamnya, seperti yang dapat dilihat, tidak ada yang menyimpang dari Kitab Suci, atau dari Gereja Katolik, atau dari Gereja Roma sebagaimana yang dapat diketahui dari para penulisnya” (Pengakuan Iman Augsburg XXI Kesimpulan 1). Dalil yang melandasi Pengakuan Iman Augsburg adalah bahwasanya iman yang dinyatakan Luther dan para pengikutnya bukanlah suatu perkara baru, melainkan iman katolik yang sejati, dan bahwasanya gereja-gereja mereka merupakan gereja katolik atau gereja semesta yang sejati. Malah sesungguhnya Gereja Romalah yang sudah menyimpang dari iman dan amalan purba gereja katolik (lih Pengakuan Iman Augsburg XXIII 13, XXVIII 72 dll). 
  60. ^ Anglican and Episcopal History (dalam bahasa Inggris). Historical Society of the Episcopal Church. 2003. hlm. 15. Hasil pengamatan pihak-pihak lain juga demikian. Patrick McGrath berpendapat bahwa Gereja Inggris bukanlah suatu jalan tengah di antara Katolik Roma dan Protestan, melainkan "di antara aneka ragam Kristen Portestan," sementara William Monter menyifatkan Gereja Inggris sebagai "suatu ragam unik dari Kristen Protestan, suatu via media di antara tradisi Kalvinis dan tradisi Lutheran." MacCulloch pernah mengemukakan bahwa Cranmer berusaha mencari suatu jalan tengah di antara Zurich dan Wittenberg, tetapi pada kesempatan-kesempatan lain mengemukakan bahwa Gereja Inggris "lebih dekat kepada Zurich dan Jenewa ketimbang Wittenberg. 
  61. ^ McKim, Donald K. (1 Januari 2001). The Westminster Handbook to Reformed Theology (dalam bahasa Inggris). Westminster John Knox Press. hlm. 34. ISBN 9780664224301. 
  62. ^ Adhinarta, Yuzo (14 Juni 2012). The Doctrine of the Holy Spirit in the Major Reformed Confessions and Catechisms of the Sixteenth and Seventeenth Centuries (dalam bahasa Inggris). Langham Monographs. hlm. 83. ISBN 9781907713286. 
  63. ^ a b Gibson, James. "Wesleyan Heritage Series: Entire Sanctification" (dalam bahasa Inggris). South Georgia Confessing Association. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Mei 2018. Diakses tanggal 30 May 2018. 
  64. ^ Newton, William F. (1863). The Magazine of the Wesleyan Methodist Church (dalam bahasa Inggris). J. Fry & Company. hlm. 673. 
  65. ^ Bloom, Linda (20 Juli 2007). "Vatican stance "nothing new" say church leader" (dalam bahasa Inggris). The United Methodist Church. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-31. Diakses tanggal 10 Juni 2018. 
  66. ^ William J. Abraham (25 Agustus 2016). "The Birth Pangs of United Methodism as a Unique, Global, Orthodox Denomination" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 30 April 2017. 
  67. ^ Davies, Rupert E.; George, A. Raymond; Rupp, Gordon (14 Juni 2017). A History of the Methodist Church in Great Britain, Volume Three (dalam bahasa Inggris). Wipf & Stock Publishers. hlm. 225. ISBN 9781532630507. 
  68. ^ Robert Paul Lightner, Handbook of Evangelical Theology, Kregel Academic, USA, 1995, hlm. 228
  69. ^ Robert Paul Lightner, Handbook of Evangelical Theology, Kregel Academic, USA, 1995, hlm. 234
  70. ^ Brad Christerson, Richard Flory, The Rise of Network Christianity, Oxford University Press, USA, 2017, hlm. 58
  71. ^ Brian Stiller, Evangelicals Around the World: A Global Handbook for the 21st Century, Thomas Nelson, USA, 2015, hlm. 210
  72. ^ Balmer 2002, hlm. 549.
  73. ^ Walter A. Elwell, Evangelical Dictionary of Theology, Baker Academic, USA, 2001, hlmn. 370, 778
  74. ^ John H. Y. Briggs, A Dictionary of European Baptist Life and Thought, Wipf and Stock Publishers, USA, 2009, hlm. 53
  75. ^ William K. Kay, Pentecostalism: A Very Short Introduction, OUP Oxford, UK, 2011, hlm. 81
  76. ^ 1689 Pengakuan Iman Baptis London
  77. ^ Deklarasi Savoya
  78. ^ "Brief Statement of the Doctrinal Position of the Missouri Synod". Lutheran Church–Missouri Synod. 1932. Sections 24–26. Diakses tanggal 3 April 2020. 
  79. ^ Andrew F. Walls (1996). Missionary Movement in Christian History: Studies in the Transmission of Faith. Orbis Books. ISBN 978-1-60833-106-2. 
  80. ^ Robert, Dana L. (April 2000). "Shifting Southward: Global Christianity Since 1945" (PDF). International Bulletin of Missionary Research. 24 (2): 50–58. doi:10.1177/239693930002400201. 
  81. ^ Jenkins, Philip (2011). The Next Christendom: The Coming of Global Christianity. New York: Oxford University Press. ISBN 9780199767465. 
  82. ^ Kim, Sebastian; Kim, Kirsteen (2008). Christianity as a World Religion. London: Continuum. hlm. 2. 
  83. ^ Jehu Hanciles (2008). Beyond Christendom: Globalization, African Migration, and the Transformation of the West. Orbis Books. ISBN 978-1-60833-103-1. 

Kepustakaan

  • University of Virginia: Dictionary of the History of Ideas: Christianity in History, temu balik tanggal 10 Mei 2007 [13]
  • University of Virginia: Dictionary of the History of Ideas: Church as an Institution, temu balik tanggal 10 Mei 2007 [14]
  • Christianity and the Roman Empire, Ancient History Romans, BBC Home, temu balik tanggal 10 Mei 2007 [15] Diarsipkan 05 Agustus 2019 di Wayback Machine.
  • Orthodox Church, MSN Encarta, temu balik tanggal 10 Mei 2007Orthodox Church - MSN Encarta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 Oktober 2009. 
  • Katekismus Gereja Katolik [16]
  • Mark Gstohl, Theological Perspectives of the Reformation, The Magisterial Reformation, temu balik tanggal 10 Mei 2007 [17]
  • J. Faber, The Catholicity of the Belgic Confession, Spindle Works, The Canadian Reformed Magazine 18 (20–27 September, 4–11, 18 Oktober, 1, 8, November 1969)-[18]
  • Boise State University: History of the Crusades: The Fourth Crusade[19]
  • Konferensi Waligereja Katolik Amerika Serikat: PASAL 9 "AKU PERCAYA AKAN GEREJA KATOLIK YANG KUDUS": 830-831 [20] Diarsipkan 2008-07-17 di Wayback Machine.: Memuat tafsir Katolik atas istilah katolik
  • Kenneth D. Whitehead, Four Marks of the Church, EWTN Global Catholic Network [21]
  •   Herbermann, Charles, ed. (1913). "Unity (as a Mark of the Church)". Catholic Encyclopedia. New York: Robert Appleton Company. 
  • Apostolic Succession, The Columbia Encyclopedia, Edisi ke-6. Mei 2001.[22]
  • Gerd Ludemann, Heretics: The Other Side of Early Christianity, Westminster John Knox Press, edisi Amerika pertama (Agustus 1996), ISBN 0-664-22085-1, ISBN 978-0-664-22085-3
  • From Jesus to Christ: Maps, Archaeology, and Sources: Chronology, PBS, temu balik tanggal 19 Mei 2007 [23]
  • Bannerman, James, The Church of Christ: A treatise on the nature, powers, ordinances, discipline and government of the Christian Church, Still Waters Revival Books, Edmonton, Edisi Cetak Ulang May 1991, Edisi Pertama 1869.
  • Grudem, Wayne, Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine, Inter-Varsity Press, Leicester, Inggris, 1994.
  • Kuiper, R.B., The Glorious Body of Christ, The Banner of Truth Trust, Edinburgh, 1967
  • Mannion, Gerard & Mudge, Lewis (penyunting), The Routledge Companion to the Christian Church, 2007

Pranala luar