Diabetes melitus

Revisi sejak 11 Juni 2023 12.06 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.9.5)
ProyekWiki Medis  
Artikel ini berada dalam lingkup ProyekWiki Medis, sebuah kolaborasi untuk meningkatkan kualitas medis di Wikipedia. Jika Anda ingin berpartisipasi, silakan kunjungi halaman proyek, dan Anda dapat berdiskusi dan melihat tugas yang tersedia.
 ???  Artikel ini belum dinilai pada skala kualitas proyek.

Diabetes melitus (DM) atau penyakit kencing manis, yang sering disebut hanya diabetes, adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi dalam periode waktu yang lama.[1] Gejala umum yang terjadi yaitu sering buang air kecil, haus meningkat, dan nafsu makan meningkat.[2] Jika tidak diobati, diabetes dapat menyebabkan banyak komplikasi.[2] Komplikasi akut dapat mencakup ketoasidosis diabetik, keadaan hiperglikemik hiperosmolar, atau kematian.[3] Komplikasi jangka panjang yang serius yaitu penyakit kardiovaskular, stroke, penyakit ginjal kronis, borok kaki, kerusakan saraf, kerusakan mata, dan gangguan kognitif.[2][4]'

Glukosa adalah karbohidrat alamiah yang digunakan tubuh sebagai sumber energi. Kadar glukosa pada darah dikendalikan oleh beberapa hormon. Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas. Ketika kita makan, pankreas melepaskan insulin untuk mengirimkan pesan pada sel-sel lainnya di tubuh. Insulin ini memerintahkan sel-sel untuk memproses glukosa dari darah menjadi bentuk yang dapat dimasukkan ke dalam otot atau sel hati. Glukosa yang berlebih disimpan dalam sel-sel sebagai glikogen. Pada saat kadar gula darah mencapai tingkat rendah tertentu, sel-sel memecah glikogen menjadi glukosa untuk menghasilkan energi.

Diabetes disebabkan oleh pankreas yang tidak memproduksi cukup insulin, atau sel-sel tubuh tidak merespons dengan baik terhadap insulin yang diproduksi.[5] Terdapat tiga jenis utama diabetes mellitus:[2]

  • Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena pankreas gagal untuk memproduksi insulin yang cukup karena kehilangan sel beta (β).[2] Jenis ini sebelumnya disebut sebagai "diabetes mellitus tergantung insulin" (IDDM) atau "diabetes remaja".[2] Hilangnya sel beta disebabkan oleh respons autoimun.[6] Penyebab respons autoimun ini belum diketahui.[2]
  • Diabetes melitus tipe 2 dimulai dengan resistensi insulin, suatu kondisi yang mana sel-sel gagal merespons insulin dengan baik.[2] Seiring perkembangan penyakit, kekurangan insulin juga dapat terjadi.[7] Bentuk ini sebelumnya disebut sebagai "diabetes mellitus non-dependen insulin" (NIDDM) atau "diabetes onset dewasa".[2] Penyebab paling umum yaitu kombinasi dari berat badan berlebihan dan kurang olahraga.[2]
  • Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi ketika wanita hamil. Diabetes ini terjadi pada ibu hamil yang sebelumnya tidak memiliki riwayat diabetes, namun saat hamil ibu mengalami kadar gula darah yang tinggi.[2]

Diabetes melitus tipe 1 harus dikelola dengan suntikan insulin.[2] Pencegahan dan pengobatan diabetes tipe 2 melibatkan menjaga pola makan yang sehat, olahraga fisik secara teratur, menjaga berat badan normal, dan tidak merokok.[2] Diabetes tipe 2 dapat diobati dengan Antidiabetik oral seperti sensitizer insulin dengan atau tanpa insulin.[8] Kontrol tekanan darah dalam batas normal dan menjaga perawatan kaki serta mata secara baik merupakan langkah penting bagi penderita penyakit ini.[2] Insulin dan beberapa obat oral dapat menyebabkan gula darah rendah.[9] Operasi penurunan berat badan pada orang-orang yang mengalami obesitas kadang-kadang merupakan upaya yang efektif pada mereka yang menderita diabetes tipe 2.[10] Diabetes gestasional dapat sembuh setelah kelahiran bayi, tapi disarankan ibu untuk konsultasi kepada dokter ahli terlebih dahulu.[11]

Hingga 2019, diperkirakan 463 juta orang menderita diabetes di seluruh dunia (8,8% dari populasi orang dewasa), dengan diabetes tipe 2 merupakan sekitar 90% dari kasus.[12] Tingkat kejadian serupa pada wanita dan pria.[13] Diabetes setidaknya menggandakan risiko kematian dini seseorang.[2] Pada 2019, diabetes mengakibatkan sekitar 4,2 juta kematian.[12] Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta penderita diabetes yang merupakan jumlah keempat terbanyak di Asia dan nomor tujuh di dunia.[14] Dan pada tahun 2020, diperkirakan Indonesia akan memiliki 12 juta penderita diabetes, karena yang mulai terkena diabetes usianya semakin muda.

Tanda dan gejala

Tanda-tanda klasik dari diabetes yang tidak diobati adalah hilangnya berat badan secara misterius, poliuria (sering berkemih), polidipsia (sering haus), dan polifagia (sering lapar).[15] Gejala-gejalanya dapat berkembang sangat cepat (beberapa minggu atau bulan saja) pada diabetes type 1, sementara pada diabetes type 2 biasanya berkembang jauh lebih lambat dan mungkin tanpa gejala sama sekali atau tidak jelas.

Beberapa tanda dan gejala lain dapat menandai timbulnya diabetes meskipun tidak spesifik untuk penyakit ini. Selain yang sudah tertulis di atas, tanda dan gejala yaitu penglihatan kabur, sakit kepala, kelelahan, penyembuhan luka yang lambat, dan kulit gatal. Gula darah tinggi yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah mata sehingga mempengaruhi tekanannya, hal ini dapat menyebabkan perubahan bentuk mata atau yang sering didengar dengan sebutag glaukoma. Selain itu diabetes juga dapat mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah retina mata. Maka mata akan kehilangan penglihatan jangka panjang yang disebut retinopati diabetik. Sejumlah ruam kulit yang dapat terjadi pada diabetes secara kolektif dikenal sebagai dermadrom diabetes.[16]

Kedaruratan diabetes

Penderita (biasanya diabetes type 1) dapat juga mengalami ketoasidosis diabetik, sebuah masalah metabolisme yang dicirikan dengan mual, muntah, dan nyeri abdomen, bau aseton pada pernapasan atau bau mirip buah, bernapas secara pelan dan dalam yang dikenal sebagai Kussmaul breathing, dan pada kasus yang berat dapat menurunnya tingkat kesadaran.[17]

Jarang, tetapi berat juga adalah kemungkinan adanya koma nonketotik hiperosmolar , yang lebih umum terjadi pada diabetes type 2 dan hal ini terutama disebabkan adanya dehidrasi.[17]

Komplikasi

Retinopati diabetik, adalah penyakit mata yang terutama disebakan oleh diabetes, merusak retina di kedua belah mata, menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan
Borok pada kaki adalah komplikasi umum pada diabetes dan dapat mengakibatkan amputasi. Borok ini adalah komplikasi lanjut dari gangren kering maupun basah.

Semua bentuk diabetes meningkatkan risiko komplikasi dalam jangka panjang. Hal ini berkembang setelah 10-20 tahun, tetapi bisa saja gejala pertama muncul pada mereka yang belum terdiagnosis selama waktu tersebut.

Komplikasi utama jangka panjang adalah rusaknya pembuluh darah. Penderita diabetes dua kali lebih berisiko untuk mendapat penyakit kardiovaskular[18] dan sekitar 75 persen kematian akibat diabetes disebabkan oleh penyakit jantung koroner.[19] Penyakit pembuluh besar lainnya adalah stroke, dan penyakit pembuluh darah tepi (peripheral vascular disease).

Komplikasi pembuluh darah mikro akibat diabetes termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan saraf.[20] Kerusakan pada mata dikenal sebagai retinopati diabetik, yang disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah pada retina, dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan secara berangsur dan akhirnya buta.[20] Kerusakan pada ginjal dikenal sebagai nefropati diabetik, dapat menimbulkan parut, kehilangan protein, dan kadang-kadang mengalami ginjal kronis, yang kadang-kadang memerlukan dialisis atau transplantasi ginjal.[20] Kerusakan pada saraf dikenal sebagai neuropati diabetik, yang biasanya merupakan komplikasi utama dari diabetes.[20] Gejala-gejalnya dapat meliputi mati rasa, kesemutan, nyeri, dan sensasi nyeri lainnya yang bisa menyebabkan kerusakan pada kulit. Kaki diabetik (seperti borok kaki diabetik) mungkin timbul, dan sulit untuk ditangani, kadang-kadang memerlukan amputasi. Sebagai tambahan, neuropati diabetik proksimal menyebabkan nyeri pada pemborosan otot dan menjadi lemah. Namun luka pada penderita diabetes tetap bisa disembuhkan dengan perawatan luka yang baik serta pemantauan kadar gula darah dalam batas normal. Biasanya selain dilakukan perawatan luka, pemberian insulin tambahan baik diminum atau disuntikkan juga dilakukan tergantung dengan arahan dari dokter penanggung jawab.

Terdapat hubungan antara berkurangnya kognitif dengan diabetes. Dibandingkan mereka yang tanpa diabetes, penderita diabetes mengalami penurunan fungsi kognitif 1,2 hingga 1.6 kali lebih besar.[21]

Klasifikasi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus berdasarkan perawatan dan simtoma:[22]

  1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
  2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, sering kali disertai dengan sindrom resistansi insulin
  3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.

Diabetes tipe spesifik lain yang meliputi defek genetik fungsi sel beta pankreas, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, pengaruh obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berhubungan dengan diabetes mellitus .

Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malagizi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malagizi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malagizi yang diinduksi oleh diabetes melitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes melitus.

Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes.

Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosis diabetes.

Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olahraga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada perubahan gaya hidup (diet dan olahraga).[23] Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".

Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglikemi.

Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[24] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[25] yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10[26] dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[27] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[27] Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[28]

Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[29] rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi,[27] peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[27] penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[30]

NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia,[31] lipodistrofi,[27] dan sindrom resistansi insulin.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[butuh rujukan] Hiperglikemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[butuh rujukan] Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.[butuh rujukan] Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.[butuh rujukan] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[butuh rujukan]

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),[32] diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg (10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati (dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g., metformin), dan pada hakikatnya menipis pembalasan hormon insulin (e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.

Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2.[33] Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker.[34][35]

Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria[36] pada otot lurik.[37][38] Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[39] sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV.[40] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[41] Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.[42][43][44]

Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metode ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[45]

Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:[46]

sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.

Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.

Diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan mengembangkan Pola Hidup Sehat:[48]

  • Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah
  • Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20 menit [49]
  • Jaga berat badan ideal
  • Menghindari rokok
  • Mengurangi asupan alkohol

Pria dengan berat badan normal risikonya 70 persen lebih rendah daripada yang obes, sedangkan wanita dengan berat badan normal risikonya 78 persen lebih rendah daripada yang obes. Lakukanlah selalu Tes Gula Darah, karena seseorang yang terdiagnosis mulai Prediabetes, tetapi segera melakukan Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari Diabetes melitus tipe 2 atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes melitus tipe 2.

Diabetes melitus tipe 3

Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[50] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.[butuh rujukan]

Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.

Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan risiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

Patofisiologi

Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes melitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.

Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[51]

GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.

Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa.

Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.

Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.

Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.

Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo.[52] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,[53][54] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[54]

Komplikasi

Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi, bila kontrol kadar gula darah buruk. Komplikasi berarti beberapa organ dan fungsi tubuh terganggu sekaligus. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemkes RI, penderita diabetes dapat mengalami komplikasi sebagai berikut: 50.9 persen mengalami penurunan fungsi seksual, 30.6 persen refleks tubuhnya terganggu, 29.3 persen retinanya terganggu (retinopati diabetik), 16.3 persen mengalami katarak awal (lebih cepat terjadi dari umur seharusnya). 50 persen penderita diabetes akan meninggal, karena penyakit kardiovaskuler.[55]

Ketoasidosis diabetikum

Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis.[butuh rujukan] Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.[butuh rujukan]

Retinopati diabetik

Retinopati diabetik adalah terganggunya retina mata, karena kaku dan rapuhnya pembuluh darah retina, karena adanya diabetes. Akibatnya pembuluh darah dapat pecah atau sebaliknya menjadi tersumbat dan membentuk pembuluh darah baru. Retinopati diabetik biasanya tanpa gejala apapun, oleh karenanya penderita diabetes seharusnya memeriksakan matanya sedikitnya sekali setahun. Jika melihat seolah-olah ada benda terbang melayang-layang atau pandangan kabur atau malah hilang sama sekali (1 mata), segeralah berobat, karena dipastikan terjadi robek atau bahkan lepasnya sebagian/seluruh retina. Klinik mata dan rumah sakit mata memiliki alat foto Fundus (funduskopi) yang dapat mengetahui adanya gangguan pada retina dan bila ditemukan gangguan yang signifikan, maka akan diadakan laser terhadap retina tersebut selama kurang lebih 20 menit. Biaya funduscopy relatif murah, tetapi biaya laser agak tinggi. Delapan persen dari penderita diabetes jenis apapun akan mengalami risiko kebutaan pada masa tuanya.[56][57]

Diagnosis

Penyaringan penyakit diabetes

Jika salah satu faktor risiko diabetes di bawah ini terpenuhi, maka harus dilakukan Penyaringan penyakit dibetes dengan melakukan Tes Gula Darah Puasa dan Tes Gula Darah 2 jam setelah makan. Mengingat melakukan 2 Tes di atas di Laboratorium Klinik biayanya sama besar dengan Tes Toleransi Glukosa, maka sebaiknya langsung saja melakukan Tes Toleransi Glukosa.

Faktor risiko diabetes:[58]

  • Kelompok usia dewasa tua (45 tahun ke atas).
  • Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} IMT atau Indeks Masa Tubuh = Berat Badan (Kg) dibagi Tinggi Badan (meter) dibagi lagi dengan Tinggi Badan (cm), misalnya Berat Badan 86 kg dan Tinggi Badan 1,75meter, maka IMT = 86/1,75/1,75 = 28 > 27, berarti memiliki faktor risiko diabetes.
  • Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg).
  • Riwayat keluarga DM, ayah atau ibu atau saudara kandung ada yang terkena penyakit diabetes.
  • Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram.
  • Riwayat DM pada kehamilan.
  • Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl.
  • Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu).

Banyak orang berpendapat, bahwa orang kurus tidak dapat terkena diabetes, hal ini tidak benar, terutama orang kurus dengan perut buncit yang disebut obesitas sentral. Menurut Public Health England 2014, seseorang dengan perut buncit apakah kurus apakah gemuk dengan lingkar pinggang melebihi 80 centimeter bagi wanita dan melebihi 90 centimeter bagi pria memiliki tingkat risiko 7 kali lebih besar terkena diabetes daripada yang tidak buncit. Buncit berarti kelebihan asupan makanan dan mengundang terjadinya diabetes.[59]

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).[60] Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu:
Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110

Simtoma klinis

Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:

dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:

dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.

Kata diabetes melitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

Pengendalian penyakit diabetes

Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes:[58]

  • Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus dilakukan seumur hidup
  • Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan buruk, demikian pula bila makan melebihi diet yang ditentukan, maka kadar gula darah akan meningkat
  • Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada dalam darah [49]
  • Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah turun dengan meminum obat, bukan berarti telah sembuh, tetapi harus konsultasi dengan dokter apakah tetap meminum obat dengan kadar yang tetap atau meminum obat yang sama dengan kadar yang diturunkan atau minum obat yang lain

Dalam berdiet pasien harus tahu tentang indeks glikemik, yaitu naiknya kadar gula darah setelah makan makanan tertentu seberat 100 gram dibandingkan dengan minum 100 gram glukosa di mana kenaikan gula darah akibat minum glukosa tersebut dinilai 100 dan makanan tersebut di bawah 100, semakin jauh dari 100 dan mendekati nol semakin baik, artinya makanan tersebut memiliki indeks glikemik rendah dan dicerna (sangat) lambat dan kenaikan kadar gula darahnya tidak cepat. Tetapi yang terbaik adalah mengetahui muatan glikemik, yakni berapa banyak porsi hidrat arang (zat tepung) yang terkandung di sejumlah makanan tersebut dikalikan dengan indeks glikemiknya dan kemudian dibagi 100. Jadi kalau makan makanan dengan indeks glikemik rendah, tetapi dalam porsi yang besar, maka muatan glikemiknya menjadi tinggi dan tentu tidak baik bagi penderita diabetes.

Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[60]

Hereditas dan gaya hidup

Diabetes melitus diturunkan, terutama bila kedua orang tuanya penderita diabetes berat, tetapi mulai munculnya diabetes melitus tipe 2 lebih dipengaruhi oleh gaya hidup yang buruk. Pada pasangan yang salah satunya adalah penderita diabetes melitus tipe 2, maka pasangannya yang sebelumnya tidak menderita diabetes melitus tipe 2 pada akhirnya 26 persen dapat juga mengidapnya, karena mengikuti atau terpengaruh oleh gaya Hidup pasangannya. Lelaki sering kali terlambat terdeteksi menderita penyakit ini, karena setelah tahap anak, lelaki jarang mendapatkan pemeriksaan laboratorum klinik, sedangkan wanita setidaknya pada saat hamil sering memeriksakan dirinya ke dokter dan juga laboratorium klinik.[61]

Riset

Insulin yang dihirup telah dikembangkan.[62] Produk awal telah ditarik, karena efek-efek sampingnya.[62] Afrezza, buatan MannKind Corporation, telah disetujui oleh FDA untuk dijual secara umum pada bulan Juni 2014[63] Terdapat beberapa keuntungan dari insulin hirup tersebut: nyaman, mudah digunakan dan sebagai alternatif dari penderita yang tak dapat menggunakan insulin suntik.[64]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "About diabetes". World Health Organization. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 March 2014. Diakses tanggal 4 April 2014. 
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o "Diabetes Fact sheet N°312". WHO. October 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 August 2013. Diakses tanggal 25 March 2014. 
  3. ^ Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN (July 2009). "Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes". Diabetes Care. 32 (7): 1335–43. doi:10.2337/dc09-9032. PMC 2699725 . PMID 19564476. 
  4. ^ Saedi, E; Gheini, MR; Faiz, F; Arami, MA (15 September 2016). "Diabetes mellitus and cognitive impairments". World Journal of Diabetes. 7 (17): 412–22. doi:10.4239/wjd.v7.i17.412. PMC 5027005 . PMID 27660698. 
  5. ^ Shoback DG, Gardner D, ed. (2011). "Chapter 17". Greenspan's basic & clinical endocrinology (edisi ke-9th). New York: McGraw-Hill Medical. ISBN 978-0-07-162243-1. 
  6. ^ Norman A, Henry H (2015). Hormones. Elsevier. hlm. 136–137. ISBN 9780123694447. 
  7. ^ RSSDI textbook of diabetes mellitus (edisi ke-Revised 2nd). Jaypee Brothers Medical Publishers. 2012. hlm. 235. ISBN 978-93-5025-489-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 October 2015. 
  8. ^ "The top 10 causes of death Fact sheet N°310". World Health Organization. October 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 May 2017. 
  9. ^ Rippe RS, Irwin JM, ed. (2010). Manual of intensive care medicine (edisi ke-5th). Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins. hlm. 549. ISBN 978-0-7817-9992-8. 
  10. ^ Picot J, Jones J, Colquitt JL, Gospodarevskaya E, Loveman E, Baxter L, Clegg AJ (September 2009). "The clinical effectiveness and cost-effectiveness of bariatric (weight loss) surgery for obesity: a systematic review and economic evaluation". Health Technology Assessment. 13 (41): 1–190, 215–357, iii–iv. doi:10.3310/hta13410. PMID 19726018. 
  11. ^ Cash, Jill (2014). Family Practice Guidelines (edisi ke-3rd). Springer. hlm. 396. ISBN 978-0-8261-6875-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 October 2015. 
  12. ^ a b "IDF DIABETES ATLAS Ninth Edition 2019" (PDF). www.diabetesatlas.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 18 May 2020. 
  13. ^ Vos T, Flaxman AD, Naghavi M, Lozano R, Michaud C, Ezzati M, et al. (December 2012). "Years lived with disability (YLDs) for 1160 sequelae of 289 diseases and injuries 1990–2010: a systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2010". Lancet. 380 (9859): 2163–96. doi:10.1016/S0140-6736(12)61729-2. PMC 6350784 . PMID 23245607. 
  14. ^ "Simple treatment to curb diabetes". January 20, 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-02-02. Diakses tanggal 2014-01-20. 
  15. ^ Cooke DW, Plotnick L (November 2008). "Type 1 diabetes mellitus in pediatrics". Pediatr Rev. 29 (11): 374–84; quiz 385. doi:10.1542/pir.29-11-374. PMID 18977856. 
  16. ^ Rockefeller, J.D. (2015). Diabetes: Symptoms, Causes, Treatment and Prevention (dalam bahasa Inggris). ISBN 978-1-5146-0305-5. 
  17. ^ a b Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN (July 2009). "Hyperglycemic crises in adult patients with diabetes". Diabetes Care. 32 (7): 1335–43. doi:10.2337/dc09-9032. PMC 2699725 . PMID 19564476. 
  18. ^ Sarwar N, Gao P, Seshasai SR, Gobin R, Kaptoge S, Di Angelantonio E, Ingelsson E, Lawlor DA, Selvin E, Stampfer M, Stehouwer CD, Lewington S, Pennells L, Thompson A, Sattar N, White IR, Ray KK, Danesh J (2010). "Diabetes mellitus, fasting blood glucose concentration, and risk of vascular disease: A collaborative meta-analysis of 102 prospective studies". The Lancet. 375 (9733): 2215–22. doi:10.1016/S0140-6736(10)60484-9. PMC 2904878 . PMID 20609967. 
  19. ^ O'Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, de Lemos JA, Ettinger SM, Fang JC, Fesmire FM, Franklin BA, Granger CB, Krumholz HM, Linderbaum JA, Morrow DA, Newby LK, Ornato JP, Ou N, Radford MJ, Tamis-Holland JE, Tommaso CL, Tracy CM, Woo YJ, Zhao DX, Anderson JL, Jacobs AK, Halperin JL, Albert NM, Brindis RG, Creager MA, DeMets D, Guyton RA, Hochman JS, Kovacs RJ, Kushner FG, Ohman EM, Stevenson WG, Yancy CW (29 January 2013). "2013 ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation myocardial infarction: a report of the American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines". Circulation. 127 (4): e362–425. doi:10.1161/CIR.0b013e3182742cf6. PMID 23247304. 
  20. ^ a b c d "Diabetes Programme". World Health Organization. Diakses tanggal 22 April 2014. 
  21. ^ Cukierman, T (8 Nov 2005). "Cognitive decline and dementia in diabetes—systematic overview of prospective observational studies". Springer-Verlag. Diakses tanggal 28 Apr 2013. 
  22. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama WHO1999-DefDiagClass
  23. ^ "Jenis Olahraga untuk penderita diabetes". 3 Desember 2014. [pranala nonaktif permanen]
  24. ^ "Insulin Response to Glucose Is Lower in Individuals Homozygous for the Arg 64 Variant of the ß-3-Adrenergic Receptor". Johns Hopkins University School of Medicine, et al; Jeremy Walston, Kristi Silver, et al. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-03. Diakses tanggal 2010-05-01. 
  25. ^ "Clinical Characterization of Insulin Secretion as the Basis for Genetic Analyses". Michael Stumvoll, Andreas Fritsche dan Hans-Ulrich Häring. Diakses tanggal 2010-05-01. 
  26. ^ "Sequence and functional analysis of GLUT10: a glucose transporter in the Type 2 diabetes-linked region of chromosome 20q12-13.1". Department of Internal Medicine, Wake Forest University School of Medicine; Dawson PA, Mychaleckyj JC, Fossey SC, Mihic SJ, Craddock AL, Bowden DW. Diakses tanggal 2010-05-05. 
  27. ^ a b c d e "Leptin". John W. Kimball Biology Page. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-05-01. Diakses tanggal 2010-05-07. 
  28. ^ "The DNA sequence and biology of human chromosome 19". Stanford Human Genome Center, Department of Genetics, Stanford University School of Medicine; Grimwood J, Gordon LA, Olsen A, Terry A, Schmutz J, Lamerdin J, Hellsten U, Goodstein D, Couronne O, Tran-Gyamfi M, Aerts A, Altherr M, Ashworth L, Bajorek E, Black S, Branscomb E, Caenepeel S, Carrano A, Caoile C, Chan YM, Christensen M, Cleland CA, Copeland A, Dalin E, Dehal P, Denys M, Detter JC, Escobar J, Flowers D, Fotopulos D, Garcia C, Georgescu AM, Glavina T, Gomez M, Gonzales E, Groza M, Hammon N, Hawkins T, Haydu L, Ho I, Huang W, Israni S, Jett J, Kadner K, Kimball H, Kobayashi A, Larionov V, Leem SH, Lopez F, Lou Y, Lowry S, Malfatti S, Martinez D, McCready P, Medina C, Morgan J, Nelson K, Nolan M, Ovcharenko I, Pitluck S, Pollard M, Popkie AP, Predki P, Quan G, Ramirez L, Rash S, Retterer J, Rodriguez A, Rogers S, Salamov A, Salazar A, She X, Smith D, Slezak T, Solovyev V, Thayer N, Tice H, Tsai M, Ustaszewska A, Vo N, Wagner M, Wheeler J, Wu K, Xie G, Yang J, Dubchak I, Furey TS, DeJong P, Dickson M, Gordon D, Eichler EE, Pennacchio LA, Richardson P, Stubbs L, Rokhsar DS, Myers RM, Rubin EM, Lucas SM. Diakses tanggal 2010-05-10. 
  29. ^ "SGLT1 is a novel cardiac glucose transporter that is perturbed in disease states". Cardiovascular Institute, University of Pittsburgh; Banerjee SK, McGaffin KR, Pastor-Soler NM, Ahmad F. Diakses tanggal 2010-05-07. 
  30. ^ "Adipose tissue fatty acid metabolism in insulin-resistant men". Oxford Centre for Diabetes, Endocrinology and Metabolism, University of Oxford; Bickerton AS, Roberts R, Fielding BA, Tornqvist H, Blaak EE, Wagenmakers AJ, Gilbert M, Humphreys SM, Karpe F, Frayn KN. Diakses tanggal 2010-05-08. 
  31. ^ "High-throughput screening for fatty acid uptake inhibitors in humanized yeast identifies atypical antipsychotic drugs that cause dyslipidemias". Center for Metabolic Disease, Ordway Research Institute, Inc., and Center for Cardiovascular Sciences, Albany Medical College; Hong Li, Paul N. Black, Aalap Chokshi, Angel Sandoval-Alvarez, Ravi Vatsyayan, Whitney Sealls dan Concetta C. DiRusso. Diakses tanggal 2010-05-04. [pranala nonaktif permanen]
  32. ^ "Jenis olahraga untuk penderita diabetes". 3 Desember 2014. [pranala nonaktif permanen]
  33. ^ "Transport of the dipeptidyl peptidase-4 inhibitor sitagliptin by human organic anion transporter 3, organic anion transporting polypeptide 4C1, and multidrug resistance P-glycoprotein". Department of Drug Metabolism, Merck & Co; Chu XY, Bleasby K, Yabut J, Cai X, Chan GH, Hafey MJ, Xu S, Bergman AJ, Braun MP, Dean DC, Evers R. Diakses tanggal 2010-05-08. 
  34. ^ "Dipeptidyl peptidase inhibits malignant phenotype of prostate cancer cells by blocking basic fibroblast growth factor signaling pathway". Department of Microbiology and Molecular Genetics, Vermont Cancer Center, University of Vermont; Wesley UV, McGroarty M, Homoyouni A. Diakses tanggal 2010-05-08. 
  35. ^ "CD26/dipeptidyl peptidase IV and its role in cancer". Department of Lymphoma/Myeloma, Unit 429, M.D. Anderson Cancer Center; B. Pro dan N.H. Dang. Diakses tanggal 2010-05-08. 
  36. ^ "Skeletal muscle mitochondrial protein metabolism and function in ageing and type 2 diabetes". Department of Clinical Morphological and Technological Sciences, Institute of Clinical Medicine, University of Trieste; Barazzoni R. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  37. ^ "Links between thyroid hormone action, oxidative metabolism, and diabetes risk?". Research Division, Joslin Diabetes Center; Crunkhorn S, Patti ME. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  38. ^ "Skeletal muscle mitochondrial dysfunction & diabetes". Endocrinology Division, Mayo Clinic; Sreekumar R, Nair KS. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  39. ^ "Effect of thyroid hormone on mitochondrial properties and oxidative stress in cells from patients with mtDNA defects". School of Kinesiology and Health Science; Menzies KJ, Robinson BH, Hood DA. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  40. ^ "Melatonin protects the mitochondria from oxidative damage reducing oxygen consumption, membrane potential, and superoxide anion production". Centro de Investigación Biomédica, Parque Tecnológico de Ciencias de la Salud, Universidad de Granada; López A, García JA, Escames G, Venegas C, Ortiz F, López LC, Acuña-Castroviejo D. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  41. ^ "Insulin regulation of mitochondrial proteins and oxidative phosphorylation in human muscle". Protein Energy Metabolism Unit, University of Auvergne/ Institut National de la Recherche Agronomique, Human Nutrition Research Center, Human Nutrition Laboratory; Boirie Y. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  42. ^ "Metallothionein suppresses angiotensin II-induced nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase activation, nitrosative stress, apoptosis, and pathological remodeling in the diabetic heart". Department of Medicine, University of Louisville School of Medicine; Zhou G, Li X, Hein DW, Xiang X, Marshall JP, Prabhu SD, Cai L. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  43. ^ "Inactivation of GSK-3beta by metallothionein prevents diabetes-related changes in cardiac energy metabolism, inflammation, nitrosative damage, and remodeling". Chinese-American Research Institute for Diabetic Complications, Wenzhou Medical College; Wang Y, Feng W, Xue W, Tan Y, Hein DW, Li XK, Cai L. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  44. ^ "Thyroid hormone-regulated cardiac gene expression and cardiovascular disease". Division of Endocrinology and the Department of Medicine, North Shore University Hospital/NYU School of Medicine; Danzi S, Klein I. Diakses tanggal 2010-07-22. 
  45. ^ "Do Incretins play a role in the remission of type 2 diabetes after gastric bypass surgery: What are the evidence?". New York Obesity Research Center, St. Luke's Roosevelt Hospital Center, Columbia University College of Physicians and Surgeons; Bose M, Oliván B, Teixeira J, Pi-Sunyer FX, Laferrère B. Diakses tanggal 2010-08-07. 
  46. ^ "Effect of citrus flavonoids on lipid metabolism and glucose-regulating enzyme mRNA levels in type-2 diabetic mice". Department of Food Science and Nutrition, Kyungpook National University; Jung UJ, Lee MK, Park YB, Kang MA, Choi MS. Diakses tanggal 2010-08-07. 
  47. ^ "The hypoglycemic effects of hesperidin and naringin are partly mediated by hepatic glucose-regulating enzymes in C57BL/KsJ-db/db mice". Department of Food Science and Nutrition, Kyungpook National University; Jung UJ, Lee MK, Jeong KS, Choi MS. Diakses tanggal 2010-08-07. 
  48. ^ "Sebelum Terlambat, Cegahlah Diabetes". Tribunnews.com. April 28, 2014. 
  49. ^ a b "Jenis Olahraga Untuk Penderita Diabetes". Desember 03, 2014.  [pranala nonaktif permanen]
  50. ^ "Association of serum interleukin-6 and high-sensitivity C-reactive protein levels with insulin resistance in gestational diabetes mellitus". Department of Endocrinology, Nangfang Hospital, Southern Medical University; Yu F, Xue YM, Li CZ, Shen J, Gao F, Yu YH, Fu XJ. Diakses tanggal 2010-07-28. 
  51. ^ "Secondary diabetes associated with principal endocrinopathies: the impact of new treatment modalities". Department of Endocrinology and Medical Sciences, Center of Excellence for Biomedical Research, University of Genoa; Resmini E, Minuto F, Colao A, Ferone D. Diakses tanggal 2010-06-29. 
  52. ^ "Cytokine synergism in apoptosis: its role in diabetes and cancer". Department of Medicine, Samsung Medical Center, Sungkyunkwan University School of Medicine and National Research Laboratory of Cell Death and Diabetes Research; Lee MS. Diakses tanggal 2010-06-30. 
  53. ^ "The role of Fas ligand in beta cell destruction in autoimmune diabetes of NOD mice". Autoimmunity Research Unit, Canberra Clinical School, University of Sydney; Petrovsky N, Silva D, Socha L, Slattery R, Charlton B. Diakses tanggal 2010-06-30. 
  54. ^ a b "Prevention of type 1 diabetes: from the view point of beta cell damage". Department of Metabolism/Diabetes and Clinical Nutrition, Nagasaki University Hospital of Medicine and Dentistry; Kawasaki E, Abiru N, Eguchi K. Diakses tanggal 2010-06-30. 
  55. ^ Herman (14 November 2014). "Komplikasi Penyakit yang Mengintai Penderita Diabetes". 
  56. ^ Uyung Pramudiarja. "Diabetes Bisa Langsung Butakan Mata Tanpa Didahului Gejala". detikcom. Diakses tanggal 20 April 2014. 
  57. ^ "Retina". Diakses tanggal 20 April 2014. 
  58. ^ a b "Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes melitus". Diakses tanggal 22 Januari 2014. [pranala nonaktif permanen]
  59. ^ Rustam Aji (23 November 2014). "Cara Mudah Cek Risiko Diabetes dengan Empat Jengkal di Pinggang". Tribunnews.com. 
  60. ^ a b c Tim FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta: 1999. ISBN 979-95607-0-5
  61. ^ "Inilah Risiko Menikahi Pasangan Penderita Diabetes". Tribunnews.com. January 28, 2014. 
  62. ^ a b Maria Rotella C, Pala L, Mannucci E (Summer 2013). "Role of Insulin in the Type 2 Diabetes Therapy: Past, Present and Future". International journal of endocrinology and metabolism. 11 (3): 137–144. doi:10.5812/ijem.7551. PMC 3860110 . PMID 24348585. 
  63. ^ http://www.fda.gov/NewsEvents/Newsroom/PressAnnouncements/ucm403122.htm
  64. ^ "Inhaled Insulin Clears Hurdle Toward F.D.A. Approval". New York Times. Diakses tanggal 12 April 2014. 

Pranala luar