Pemilihan umum Presiden Indonesia 2004
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh Abiedestar (Kontrib • Log) 318 hari 138 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004 yang diselenggarakan untuk memilih pasangan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia untuk periode tahun 2004 hingga 2009. Pemilihan umum ini adalah yang pertama kalinya diselenggarakan di Indonesia. Pemilihan umum ini diselenggarakan selama 2 putaran pada 5 Juli dan 20 September 2004, dan dimenangkan oleh pasangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Pemilihan Umum Presiden Indonesia 2004 | ||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
5 Juli 2004 (putaran pertama) 20 September 2004 (putaran kedua) | ||||||||||||||||||||
Kandidat | ||||||||||||||||||||
Hasil suara
| ||||||||||||||||||||
Peta persebaran suara
Hasil putaran kedua: calon dengan mayoritas suara di setiap provinsi. SBY-JK: biru; Mega-Hasyim: merah. | ||||||||||||||||||||
|
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
Presiden petahana, Megawati Soekarnoputri menduduki jabatan presiden setelah pemakzulan pendahulunya, Abdurrahman Wahid dari posisi tersebut. Pencalonan Megawati dalam pemilihan presiden diikuti oleh empat kandidat lain termasuk wakil presiden petahana, Hamzah Haz. Pada putaran pertama, mantan menteri kabinet dan purnawirawan jenderal Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan hasil terbanyak, diikuti oleh Megawati. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian mengalahkan Megawati dengan persentase suara 60.62% dari seluruh surat suara sah pada putaran kedua. Ia kemudian dilantik sebagai presiden keenam Indonesia pada 20 Oktober 2004.
Peraturan
Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum legislatif. Untuk dapat mengusulkan, partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh sekurang-kurangnya 5% suara suara secara nasional atau 3% kursi Dewan Perwakilan Rakyat. Pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari 50% jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden. Apabila tidak ada pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai presiden dan wakil presiden.
Latar Belakang
Pada pemilihan umum legislatif 1999, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) memenangkan kursi terbanyak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan menjadi fraksi terbesar di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), badan legislatif yang bertanggung jawab untuk memilih presiden Indonesia. PDI-P dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri, putri dari presiden pertama Indonesia, Soekarno. Pendukung Megawati memperkirakan bahwa Megawati akan dipilih sebagai presiden oleh MPR, namun Megawati gagal untuk merebut suara dari partai-partai lain kecuali Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Lawan dari Megawati pada saat itu adalah Presiden B. J. Habibie, yang menjabat sebagai presiden pada Mei 1998, namun membatalkan pencalonannya pada pemilihan tahun 1999 dikarenakan pidato kebangsaannya ditolak oleh MPR.
PKB, yang dipimpin oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pimpinan organisasi Islam terbesar di Indonesia Nahdlatul Ulama (NU), telah menyatakan dukungannya untuk mendukung Megawati sebagai Presiden. Namun, semakin terlihat bahwa Megawati tidak memiliki dukungan yang cukup terhadap pencalonannya. Ditambah, ketua umum Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais dan koalisi Poros Tengahnya yang berisi partai reformasi dan partai Islam, mulai mendorong pencalonan Gus Dur.[1] Gus Dur pada akhirnya memenangkan pemilihan presiden, sementara Megawati terpilih sebagai Wakil Presiden.[2] Sebagai presiden, Gus Dur mencabut banyak peraturan yang disahkan pada masa Orde Baru yang mendiskriminasi Orang Tionghoa Indonesia. Peraturan-peraturan yang dicabut diantaranya adalah larangan penggunaan Aksara Han dan gambar pajangan terkait pada kebudayaan Tiongkok. Akibat dari pencabutan peraturan-peraturan tersebut, banyak partai politik mulai mencoba meraup dukungan dari Orang Tionghoa Indonesia dengan menampilkan Aksara Han pada bahan kampanye mereka.[3]
Setelah pemakzulan Abdurrahman Wahid oleh MPR pada Juli 2001, MPR menaikkan posisi Megawati sebagai presiden. Megawati ditugaskan untuk menyelesaikan masa tugas lima tahun Gus Dur yang berakhir pada Oktober 2004.[4] Pada sidang tahunan masa 2002, MPR menambahkan beberapa amandemen pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,[5] termasuk menghapus 38 kursi khusus untuk militer di DPR, dan amandemen untuk memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden. Proses pemilihan presiden akan melibatkan partai politik yang mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan opsi terdapat putaran kedua.[6]
Kandidat
Kandidat yang mendaftar
Pada Desember 2003 International Foundation for Electoral Systems (IFES) memulai survei pelacakan untuk menilai popularitas kandidat potensial. Survei tersebut berlanjut hingga awal putaran pertama pemilihan pada 5 Juli dan memasukkan tiga belas kandidat calon presiden. Survei IFES pertama mengindikasikan Presiden Megawati Soekarnoputri akan memperoleh suara terbanyak. Namun, pada Pemilihan umum legislatif pada April 2004, purnawirawan Jenderal Susilo Bambang Yudhoyono memimpin setelah Ia mundur dari kabinet Megawati pada bulan Maret. Kandidat potensial lainnya termasuk Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung dan Sultan Yogyakarta, Hamengkubuwana X[8] Hasil dari pemilihan legislatif menunjukkan partai politik mana saja yang dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hanya partai politik dengan suara minimal 5% atau kursi di DPR sebanyak 3% (17 dari 550 kursi) yang diperbolehkan mencalonkan pasangan calon. Partai politik yang tidak memenuhi kriteria tersebut harus berkoalisi dengan partai lain untuk memenuhi salah satu syarat tersebut. Terdapat tujuh partai politik yang memenuhi kriteria, diantaranya: Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat (PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Amanat Nasional (PAN). PKS merupakan satu-satunya partai yang tidak mencalonkan pasangan calon, namun kemudian memberikan dukungannya kepada PAN.[9]
Sebanyak 6 pasangan calon yang mendaftarkan diri diantaranya adalah:
- Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai Kebangkitan Bangsa);
- Amien Rais dan Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional);
- Hamzah Haz dan Agum Gumelar (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan);
- Megawati Soekarnoputri dan Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan);
- Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia); dan
- Wiranto dan Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan daftar final para pasangan calon pada 13 Mei. Setelah pengumuman tersebut, seluruh kandidat diwajibkan untuk menjalani pemeriksaan medis. Pada 22 Mei, KPU mengumumkan bahwa pasangan calon dari PKB, mantan Presiden Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim dinyatakan tidak lolos dari pemeriksaan medis dikarenakan Abdurrahman Wahid gagal pada pemeriksaan mata.[9] Awalnya Ia meminta pendukungnya untuk tidak memilih pada hari pemilihan presiden namun memutuskan untuk meralat pernyataan tersebut setelah adanya desakan dari partai.[10][11]
Kandidat resmi
01 | ||
Pasangan Calon Partai Golongan Karya | ||
Wiranto | Salahuddin Wahid | Partai Politik |
---|---|---|
Calon Presiden | Calon Wakil Presiden | |
Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (1999–2000)
Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (1998–1999) |
Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (1998–1999) | |
23,82% | ||
Kampanye |
Golkar sebelumnya telah memenangkan pemilihan legislatif setelah kalah dari PDI-P lima tahun sebelumnya. Golkar mencalonkan Jenderal purnawirawan Wiranto dan Salahuddin Wahid, anggota MPR dan wakil ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Pasangan calon tersebut mendapatkan nomor urut 1 pada surat suara.[12]
Wiranto merupakan Ajudan mantan Presiden Soeharto di tahun 1989-1993. Pada masa tersebut, ia secara cepat naik pangkat hingga mendapatkan pangkat Jenderal dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).[13]
Wiranto was an adjutant to former President Suharto in 1989–1993. During this time, he rapidly rose to the rank of full general and eventually became the head of the National Armed Forces.[13] When riots broke out throughout the country in 1998 against Suharto, he refused to take control in order to avoid the deaths of protesting university students. In 1999, as East Timor held an independence referendum, Wiranto was accused of having taken part in inciting violence among East Timorese along with several other officers; however, he was never issued an arrest warrant by Interpol.[14] Under President Abdurrahman Wahid, Wiranto served as the Coordinating Minister for Political and Security Affairs but was later dismissed. On 20 April 2004, the Golkar Convention voted to nominate him for president over DPR Speaker Akbar Tanjung in the second round of voting.[13]
On 9 May, Golkar selected Salahuddin Wahid (also known as Gus Sholah) as its vice-presidential candidate after an endorsement was made by his brother Abdurrahman.[15] Because Salahuddin was also a deputy chairman of the Central Board of Nahdlatul Ulama, many NU members criticised him for not adhering to the organisation's khittah, which affirmed the NU's status as a non-political organisation.[16] With this nomination, PKB leaders officially supported the Wiranto–Salahuddin pair for the election.[13]
Salahuddin's position on the human rights commission helped the reputation of Wiranto. However, because both candidates were of Javanese background, they were not expected to attract as many voters who were not Javanese.[13]
Nomor
urut |
Pasangan Calon | Partai Politik |
---|---|---|
1 | Golkar PDK Patriot PPNU | |
2 | PDI-P PDS | |
3 | PAN PKS PBR PNBK PNIM PPDI Sarikat Buruh | |
4 | Demokrat PBB PKPI | |
5 | PPP |
Pemilihan umum putaran pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004, dan diikuti oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang (79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara (97,84%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No. | Pasangan calon | Jumlah suara | Persentase |
---|---|---|---|
1. | Wiranto Salahuddin Wahid |
26.286.788 | 22,15% |
2. | Megawati Soekarnoputri Hasyim Muzadi |
31.569.104 | 26,61% |
3. | Amien Rais Siswono Yudo Husodo |
17.392.931 | 14,66% |
4. | Susilo Bambang Yudhoyono Muhammad Jusuf Kalla |
39.838.184 | 33,57% |
5. | Hamzah Haz Agum Gumelar |
3.569.861 | 3,01% |
Suara menurut wilayah[17][18][19] | Total suara | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Wiranto Salahuddin Wahid |
Megawati Soekarnoputri Hasyim Muzadi |
Amien Rais Siswono Yudo Husodo |
Susilo Bambang Yudhoyono Jusuf Kalla |
Hamzah Haz Agum Gumelar | |||||||||
Suara | % | Suara | % | Suara | % | Suara | % | Suara | % | ||||
Sumatra | Nanggroe Aceh Darussalam | 204.534 | 9,61% | 120.226 | 5,65% | 1.195.823 | 56,18% | 519.197 | 24,39% | 88.836 | 4,17% | 2.128.616 | |
Sumatera Utara | 934.213 | 16,69% | 2.233.777 | 39,92% | 798.790 | 14,27% | 1.523.612 | 27,23% | 105.687 | 1,89% | 5.596.079 | ||
Sumatera Barat | 610.847 | 29,80% | 121.254 | 5,92% | 741.811 | 36,19% | 518.648 | 25,30% | 57.228 | 2,79% | 2.049.788 | ||
Riau | 504.017 | 24,19% | 460.328 | 22,09% | 397.761 | 19,09% | 677.761 | 32,52% | 44.092 | 2,12% | 2.083.959 | ||
Jambi | 364.651 | 27,15% | 273.925 | 20,39% | 155.974 | 11,61% | 520.145 | 38,73% | 28.437 | 2,12% | 1.343.132 | ||
Sumatera Selatan | 640.294 | 18,82% | 1.127.608 | 33,15% | 341.716 | 10,05% | 1.241.095 | 36,49% | 50.644 | 1,49% | 3.401.357 | ||
Bengkulu | 253.986 | 34,34% | 155.657 | 21,04% | 121.483 | 16,42% | 196.057 | 26,51% | 12.480 | 1,69% | 739.663 | ||
Lampung | 881.715 | 24,31% | 896.581 | 24,72% | 359.285 | 9,91% | 1.430.729 | 39,45% | 58.297 | 1,61% | 3.626.607 | ||
Bangka-Belitung | 82.250 | 16,51% | 179.777 | 36,09% | 58.759 | 11,80% | 165.657 | 33,26% | 11.656 | 2,34% | 498.099 | ||
Kepulauan Riau | 81.816 | 13,70% | 153.138 | 25,64% | 128.551 | 21,52% | 224.334 | 37,56% | 9.437 | 1,58% | 597.276 | ||
Jawa | Banten | 922.299 | 19,25% | 1.193.414 | 24,90% | 796.758 | 16,63% | 1.706.548 | 35,61% | 172.971 | 3,61% | 4.791.990 | |
DKI Jakarta | 499.455 | 9,61% | 1.172.891 | 22,56% | 1.415.582 | 27,23% | 1.988.306 | 38,25% | 121.924 | 2,35% | 5.198.158 | ||
Jawa Barat | 5.341.526 | 24,38% | 5.095.705 | 23,26% | 3.562.173 | 16,26% | 7.100.175 | 32,41% | 810.519 | 3,70% | 21.910.098 | ||
Jawa Tengah | 3.943.032 | 21,60% | 5.807.127 | 31,81% | 2.409.138 | 13,20% | 5.276.432 | 28,90% | 820.273 | 4,49% | 18.256.002 | ||
Daerah Istimewa Yogyakarta | 334.067 | 16,27% | 557.133 | 27,13% | 558.068 | 27,18% | 576.012 | 28,05% | 28.293 | 1,38% | 2.053.573 | ||
Jawa Timur | 5.076.454 | 24,25% | 5.896.278 | 28,17% | 1.902.254 | 9,09% | 7.458.399 | 35,63% | 599.806 | 2,87% | 20.933.191 | ||
Sumber: Komisi Pemilihan Umum |
Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2 pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK dan Mega Hasyim. Pemilihan umum putaran kedua
Pemilihan umum putaran kedua
Pemilu putaran kedua diselenggarakan pada tanggal 20 September 2004 dan diikuti oleh 2 pasangan calon.
|
|
Berdasarkan hasil pemilihan umum yang diumumkan pada tanggal 4 Oktober 2004, dari 150.644.184 orang pemilih terdaftar, 116.662.705 orang (77,44%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 114.257.054 suara (97,94%) dinyatakan sah, dengan rincian sebagai berikut:
No. | Pasangan calon | Jumlah suara | Persentase |
---|---|---|---|
2. | Megawati Soekarnoputri Hasyim Muzadi |
44.990.704 | 39,38% |
4. | Susilo Bambang Yudhoyono Muhammad Jusuf Kalla |
69.266.350 | 60,62% |
Pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih
Berdasarkan hasil pemilihan umum, pasangan calon Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih. Pelantikannya diselenggarakan pada tanggal 20 Oktober 2004 dalam Sidang Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, yang juga dihadiri sejumlah pemimpin negara sahabat, yaitu: Perdana Menteri Australia John Howard, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Perdana Menteri Timor Leste Mari Alkatiri, dan Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, serta 5 utusan-utusan negara lainnya. Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri tidak menghadiri acara pelantikan tersebut. Pada malam hari yang sama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan anggota kabinet yang baru, yaitu Kabinet Indonesia Bersatu.
Galeri
-
Pasangan Nomor Urut 1 Wiranto-Salahuddin
-
Pasangan Nomor Urut 2 Megawati-Hasyim
-
Pasangan Nomor Urut 3 Amien-Siswono
-
Pasangan Nomor Urut 4 SBY-JK
-
Pasangan Nomor Urut 5 Hamzah Haz-Agum Gumelar
Referensi
- ^ Thompson, Eric C. (December 1999). "Indonesia in Transition: the 1999 Presidential Elections" (PDF). National Bureau of Asian Research. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 September 2012. Diakses tanggal 20 June 2009.
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 11
- ^ Setiono, Benny G. (February 2003). "Etnis Tionghoa dan Partai Politik". Indonesia Media. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 December 2008. Diakses tanggal 20 June 2009.
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 11
- ^ Langit, Richel (16 August 2002). "Indonesia's military: Business as usual". Asia Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 19 August 2002. Diakses tanggal 20 June 2009.
- ^ Aglionby, John (11 August 2002). "Indonesia takes a giant step down the road to democracy". The Observer. Diakses tanggal 10 June 2009.
- ^ "Results from Wave XIV of Tracking Surveys" (PDF). International Foundation for Electoral Systems. 1 July 2004: 5. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 29 November 2008. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 67–69
- ^ a b Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 70
- ^ "Gus Dur Tuntut KPU Rp 1 Triliun". Suara Merdeka. 23 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 July 2011. Diakses tanggal 21 June 2009.
- ^ "Gus Dur Batal Ajak Golput". Suara Merdeka. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 June 2007. Diakses tanggal 21 June 2009.
- ^ "5 Pasang Capres-Cawapres Peroleh Nomor Urut". Kompas. 24 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 June 2004. Diakses tanggal 10 September 2009.
- ^ a b c d e Ananta, Arifin & Suryadinata 2005, hlm. 71
- ^ Chew, Amy (22 December 2003). "Wiranto emerges as 2004 contender". CNN. Diakses tanggal 21 June 2009.
- ^ "Golkar picks Gus Solah as VP candidate". The Jakarta Post. 10 May 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 28 June 2009.
- ^ Fealy, Greg (2007). "The political contingency of reform-mindedness in Indonesia's Nahdlatul Ulama: interest politics and the Khittah". Dalam Reid, Anthony; Gilsenan, Michael. Islamic Legitimacy in a Plural Asia. London: Routledge. hlm. 163. ISBN 978-0-415-45173-4.
- ^ Hasil Pemilihan Umum Presiden 2004
- ^ Yudhoyono dan Megawati Lolos Pilpres Putaran Dua
- ^ Hasil Perhitungan Suara Sah Pemilu Presiden/Wakil Presiden Putaran Pertama Tahun 2004