Pembunuhan Talaat Pasha

peristiwa sejarah

Pada 15 Maret 1921, Talaat Pasha dibunuh di Berlin oleh seorang aktivis Armenia bernama Songhomon Tehlirian. Tehlirian menganggap pembunuhan itu sebagai upaya balas dendam atas peran Talaat Pasha dalam Genosida Armenia. Ketika diadili di pengadilan Jerman, Tehlirian dinyatakan tidak bersalah karena perbuatan yang ia lakukan semata-mata disebabkan oleh keadaan putus asa sebagai efek trauma akibat kehilangan keluarganya selama genosida terjadi. Dalam proses persidangan, Tehlirian berpendapat, "Saya telah membunuh seorang pria, tetapi saya bukan seorang pembunuh".[1] Juri pengadilan Jerman menyatakan ia tak bersalah karena hal ini.

Pembunuhan Talaat Pasha
Bagian dari Operasi Nemesis
See caption
Ruang sidang selama persidangan
LokasiHardenbergstraße 27, Charlottenburg, Berlin, Brandenburg, Jerman
Tanggal15 Maret 1921
Korban tewas
Talaat Pasha
MotifBalas dendam untuk genosida Armenia
DituduhSoghomon Tehlirian
VonisPembebasan
Peta

Tehlirian berasal dari wilayah Erzindjan, bagian dari Kesultanan Utsmaniyah. Sebelum perang terjadi, ia pindah ke Serbia. Selama bekerja sebagai sukarelawan Armenia di tentara Rusia, ia kehilangan sebagian besar keluarganya dalam peristiwa genosida Armenia. Hal ini yang memicu keinginannya untuk melakukan balas dendam dengan membunuh Harutian Mgrditichian, seseorang yang membantu polisi rahasia Utsmaniyah di Istanbul. Tehlirian bergabung dengan Operasi Nemesis, sebuah operasi klandestin yang diinisiasi oleh Dashnaktsutyun (Federasi Revolusi Armenia). Tehlirian dipilih untuk menjalankan misi pembunuhan Talaat karena keberhasilannya membunuh Harutian.

Sebelumnya, Talaat telah dinyatakan dan dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer Utsmaniyah, namun tetap tinggal di Berlin dengan izin Pemerintah Jerman. Banyak orang Jerman terkemuka hadir dalam pemakaman Talaat. Kantor Luar Negeri Jerman mengirimkan karangan bunga yang bertuliskan, "Untuk seorang negarawan yang agung dan seorang teman yang setia."[2]

Pengadilan Tehlirian diselenggarakan pada 2–3 Juni 1921, dan strategi pembelaan Tehlirian adalah mencoba untuk mengadili Talaat Pasha secara simbolis atas perannya dalam genosida Armenia. Banyak bukti mengenai genosida yang disampaikan di hadapan pengadilan. Stefan Ihrig berkomentar bahwa sidang tersebut adalah "salah satu persidangan paling spektakuler di abad ke-20", karena paparan bukti genosida yang disampaikan.[3] Tehlirian mengklaim bahwa pembunuhan itu tidak direncanakan dan ia bertindak sendirian. Ia menceritakan kisah-kisah yang dramatis sekaligus realistis, tetapi tidak benar, mengenai upaya dirinya menyelamatkan diri dari genosida dan menyaksikan kematian anggota keluarganya. Media internasional secara luas melaporkan proses persidangan tersebut, yang membawa perhatian dan pengakuan dunia atas fakta-fakta mengenai genosida Armenia. Pembebasan Tehlirian disambut sebagian besar dengan baik.

Baik Talaat maupun Tehlirian dianggap sebagai pahlawan oleh pihak masing-masing. Sejarawan Alp Yenen menyebut hubungan ini sebagai "kegandrungan Talat–Tehlirian". Talaat dimakamkan di Jerman, tetapi Turki memulangkan jenazahnya pada tahun 1943 dan memberinya pemakaman kenegaraan. Pemberitaan mengenai persidangan ini menginspirasi pengacara asal Polandia beretnis Yahudi Raphael Lemkin untuk mencetuskan konsep kejahatan genosida dalam kajian hukum internasional.

Latar belakang

 
Mayat orang-orang Armenia di pinggir jalan, merupakan pemandangan umum di sepanjang jalur deportasi[4]

Sebagai pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan, Talaat Pasha (1874–1921) adalah wazir agung terakhir Kesultanan Utsmaniyah yang berkuasa selama Perang Dunia I. Ia dianggap sebagai perancang utama genosida Armenia[5] yang memerintahkan deportasi hampir seluruh penduduk Armenia ke Gurun Suriah pada tahun 1915, dengan tujuan memusnahkan mereka.[6] Dari jumlah 40.000 orang Armenia yang dideportasi dari wilayah Erzurum, diperkirakan kurang dari 200 orang sampai ke Deir ez-Zor dalam keadaan hidup.[7] Ketika jumlah penyintas Armenia lebih banyak daripada yang Talaat harapkan, ia pun memerintahkan pembantaian gelombang kedua pada tahun 1916.[8] Talaat sendiri memperkirakan sekitar 1.150.000 orang Armenia dilenyapkan selama genosida tersebut.[9] Pada tahun 1918, Talaat mengatakan kepada jurnalis Muhittin Birgen [tr], "Saya bertanggung jawab penuh atas kebijakan yang saya terapkan" selama deportasi penduduk Armenia berlangsung dan mengatakan, "Saya tidak menyesali perbuatan saya sama sekali."[10]

Ketika duta besar Amerika Serikat, Henry Morgenthau, mencoba meyakinkan Talaat untuk menghentikan kekejaman tersebut, Talaat menyela, mengatakan bahwa ia tidak akan mengubah pikirannya karena sebagian besar orang Armenia sudah mati: "Ketegangan antara etnis Turki dan etnis Armenia kini begitu kuat sehingga kita harus menuntaskan mereka. Jika tidak, mereka akan merencanakan pembalasan dendam."[11] Talaat mengatakan kepada penulis asal Turki Halide Edib bahwa pemusnahan orang Armenia dibenarkan demi memajukan kepentingan nasional Turki dan Talaat berkata, "Saya siap mati untuk apa yang telah saya lakukan, dan saya tahu bahwa saya akan mati karena itu."[12] Pada Agustus 1915, setelah mengetahui tentang pembantaian Armenia, mantan menteri keuangan Komite Persatuan dan Kemajuan, Cavid Bey, memprediksi bahwa Talaat akan dibunuh oleh seorang Armenia.[13]

Selama Perang Dunia I, Kekaisaran Jerman menjadi sekutu militer Kesultanan Utsmaniyah. Duta Besar Jerman untuk Kesultanan Utsmaniyah saat itu, Hans von Wangenheim, menyetujui pemindahan terbatas populasi Armenia dari area yang dianggap sensitif.[14] Perwakilan Jerman sempat beberapa kali mengeluarkan protes diplomatik ketika Kesultanan Utsmaniyah dianggap telah bertindak melampaui batas, hal ini dalam upaya pengendalian kerusakan reputasi yang disebabkan oleh tindakan sekutu mereka.[15] Jerman melakukan sensor terhadap informasi mengenai genosida tersebut[16] dan melakukan kampanye propaganda untuk menyangkalnya serta menuduh orang Armenia berkhianat kepada Kesultanan Utsmaniyah.[17] Sikap Jerman yang tidak berbuat apa-apa[18] menyebabkan tuduhan bahwa Jerman bertanggung jawab atas genosida tersebut, berhubungan dengan perdebatan mengenai tanggung jawab Jerman atas perang.[19]

Pengasingan Talaat Pasha di Berlin

 
Talaat Pasha

Setelah Gencatan Senjata Mudros (30 Oktober 1918), Talaat melarikan diri dari Konstantinopel dengan kapal torpedo Jerman bersama pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya, seperti Enver Pasha, Djemal Pasha, Bahaeddin Şakir, Nazım Bey, Osman Bedri, dan Cemal Azmi, pada 1–2 November malam. Selain Djemal, semuanya adalah pelaku utama genosida. Mereka pergi untuk menghindari hukuman atas kejahatan mereka dan untuk mengorganisasi gerakan perlawanan.[20] Menteri Luar Negeri Jerman, Wilhelm Solf, telah memerintahkan kedutaan di Konstantinopel untuk membantu Talaat dan menolak permintaan pemerintah Utsmaniyah untuk mengekstradisinya, dengan alasan bahwa "Talaat telah setia kepada kita, dan negara kita tetap terbuka baginya."[21]

Setelah tiba di Berlin pada 10 November, Talaat menginap di sebuah hotel di Alexanderplatz dan sanatorium di Neubabelsberg, Potsdam,[22] sebelum pindah ke apartemen sembilan kamar di Hardenbergstraße [de] 4, yang kini merupakan tempat Ernst-Reuter-Platz berada.[23] Di sebelah apartemennya, ia mendirikan Klub Oriental, tempat berkumpul orang-orang Muslim dan Eropa yang menentang Entente.[24] Kantor Luar Negeri Jerman memantau kegiatan di apartemen tersebut melalui Paul Weitz, mantan koresponden Konstantinopel untuk Koran Frankfurter Zeitung.[25] Dekrit dari Partai Sosial Demokrat Jerman yang saat itu dipimpin oleh Kanselir Friedrich Ebert melegalkan tempat tinggal Talaat. Pada tahun 1920, istri Talaat, Hayriye, bergabung dengannya.[26] Pemerintah Jerman mendapat informasi bahwa nama Talaat pertama kali muncul dalam daftar hitam orang Armenia dan menyarankan agar dia tinggal di properti terpencil milik mantan kepala staf Utsmaniyah Fritz Bronsart von Schellendorf di Mecklenburg. Talaat menolak karena ia membutuhkan jaringan di ibu kota untuk menjalankan agitasi politiknya.[27] Gerakan perlawanan yang dimulai oleh Komite Persatuan dan Kemajuan akhirnya bermuara pada Perang Kemerdekaan Turki.[28] Awalnya, Talaat berharap dapat menggunakan politikus Turki Mustafa Kemal sebagai boneka dan mengeluarkan perintah langsung kepada jenderal-jenderal Turki dari Berlin.[25]

Talaat berkawan dengan orang-orang Jerman yang berpengaruh sejak awal pengasingannya. Seiring waktu, ia memperoleh pengakuan karena dianggap sebagai perwakilan gerakan nasionalis Turki di luar negeri. Dengan menggunakan paspor palsu atas nama Ali Saly Bey, dia bepergian dengan bebas di seluruh Eropa meskipun dicari oleh Inggris dan Kesultanan Utsmaniyah karena kejahatannya.[29] Banyak surat kabar Jerman yang mencurigai keberadaannya di Berlin, dan ia berbicara pada konferensi pers setelah Kapp Putsch, kudeta yang gagal untuk menggulingkan pemerintah Jerman pada Maret 1920.[30] Banyak orang Jerman, terutama dari sayap kanan, melihat Turki sebagai pihak tak bersalah dan diperlakukan tidak adil. Mereka membandingkan Perjanjian Sèvres dengan Perjanjian Versailles, serta memandang Jerman dan Turki sebagai "komunitas senasib".[31] Talaat menulis memoar dengan tujuan utama membela keputusannya dalam memerintahkan genosida dan membebaskan Komite Persatuan dan Kemajuan dari segala tuduhan.[32] Talaat dan para anggota Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya di pengasingan divonis dan dihukum mati secara in absentia oleh Pengadilan Militer Khusus Utsmaniyah pada 5 Juli 1919, atas "pembantaian dan pemusnahan penduduk Armenia dari pihak Kekaisaran."[33]

Operasi Nemesis

 
Prajurit Rusia di bekas desa Armenia yang bernama Sheykhalan (sekarang disebut Eğirmeç) dekat Muş, 1915[34]
 
Kakak beradik Soghomon (kanan), Sahak, dan Misak Tehlirian kala menjadi sukarelawan dalam tentara Rusia

Setelah menjadi jelas bahwa tidak ada orang lain yang akan membawa para pelaku genosida ke pengadilan,[35] Dashnaktsutyun, sebuah partai politik Armenia, membentuk Operasi Rahasia Nemesis, yang dipimpin oleh Armen Garo, Shahan Natalie, dan Aaron Sachaklian.[36] Mereka menyusun daftar 100 pelaku genosida yang ditargetkan untuk dibunuh. Talaat menempati peringkat teratas.[37] Partai tersebut tidak kekurangan relawan untuk melaksanakan pembunuhan ini, terutama para pemuda yang selamat dari genosida atau kehilangan keluarga mereka.[38] Tim Nemesis memastikan bahwa mereka benar-benar yakin dengan identitas target sebelum melakukan pembunuhan. Mereka sangat berhati-hati agar tidak melukai orang yang tidak bersalah secara tidak sengaja selama operasi mereka.[39]

Salah satu dari relawan ini adalah Soghomon Tehlirian (1896–1960) yang berasal dari Erzindjan, Vilayet Erzurum, Turki. Sebelum Perang Dunia I, Erzindjan memiliki 20.000 penduduk Armenia, tetapi setelah perang, tidak ada yang tersisa.[40] Ketika perang pecah, Tehlirian berada di Serbia.[41] Setelah mendengar tentang kekejaman anti-Armenia, ia bergabung dengan satuan-satuan sukarelawan Armenia dalam ketentaraan Rusia. Ketika mereka bergerak ke barat, mereka melihat akibat dari genosida. Menyadari bahwa keluarganya telah terbunuh, ia bersumpah untuk membalas dendam.[42] Memoarnya mencantumkan 85 anggota keluarganya yang tewas dalam genosida.[43] Tehlirian juga mengalami masalah kesehatan seperti sering pingsan dan gangguan sistem saraf lainnya, mungkin disebabkan oleh apa yang sekarang disebut gangguan stres pascatrauma. Selama persidangan, ia mengatakan bahwa masalah-masalah ini berkaitan dengan pengalamannya selama genosida.[44]

Setelah Perang Dunia I, Tehlirian pergi ke Konstantinopel (sekarang Istanbul). Di sana, ia membunuh Harutiun Mgrditichian. Mgrditichian pernah bekerja untuk polisi rahasia Utsmaniyah dan telah membantu menyusun daftar intelektual Armenia yang dideportasi pada 24 April 1915. Tindakan membunuh Mgrditichian ini meyakinkan kelompok Operasi Nemesis bahwa Tehlirian mampu, sehingga mereka memilihnya untuk misi penting membunuh Talaat Pasha.[45] Pada pertengahan 1920, organisasi Nemesis mengirim Tehlirian ke Amerika Serikat. Di sana, dia diberi pengarahan oleh Armen Garo. Garo mengatakan kepadanya bahwa pelaku utama genosida belum dihukum mati, dan mereka masih terus melanjutkan kegiatan anti-Armenia dari tempat pengasingan. Pada musim gugur, gerakan nasionalis Turki menyerbu Armenia. Tehlirian menerima foto tujuh pemimpin utama Komite Persatuan dan Kemajuan, sebuah partai politik yang terlibat dalam genosida. Kelompok Nemesis mengawasi keberadaan mereka. Tehlirian kemudian berangkat ke Eropa, mulai dari Paris dan kemudian mendapatkan visa untuk pergi ke Berlin dengan menyamar sebagai mahasiswa teknik mesin. Dia berangkat dari Jenewa menuju Berlin pada 2 Desember.[46]

Para konspirator yang merencanakan pembunuhan ini biasanya bertemu di rumah Libarit Nazariants, yang merupakan wakil konsul Republik Armenia. Bahkan setelah Tehlirian jatuh sakit karena tifus pada pertengahan Desember, ia tetap menghadiri pertemuan-pertemuan.[46] Pada satu titik, ia sangat kesakitan hingga pingsan ketika mencoba mengikuti Şakir (salah satu orang yang mereka lacak) dan harus istirahat selama seminggu untuk memulihkan diri. Komite Pusat Dashnak memerintahkan mereka untuk fokus pada Talaat, dan tidak mengkhawatirkan pelaku genosida lainnya.[47] Pada akhir Februari, para konspirator menemukan Talaat setelah melihatnya meninggalkan stasiun kereta api Berlin Zoologischer Garten dalam perjalanan ke Roma. Vahan Zakariants berpura-pura mencari tempat penginapan dan berhasil menemukan bahwa Talaat tinggal di Hardenbergstraße 4.[48] Untuk mengonfirmasi identitas, Tehlirian menyewa sebuah rumah pensiun di seberang jalan di Hardenbergstraße 37. Di sana, ia dapat mengawasi orang-orang yang keluar masuk apartemen Talaat. Instruksi Tehlirian dari pemimpinannya, Shahan Natalie, sangat jelas: "Kau ledakkan tengkorak pembunuh bangsa nomor satu itu dan jangan mencoba melarikan diri. Kau harus tetap di sana, dengan kakimu di atas mayat, dan menyerah kepada polisi, yang akan datang dan memborgolmu."[49]

Pembunuhan

 
Jalan raya di luar Hardenbergstraße 27, TKP dari pembunuhan tersebut

Pada suatu Selasa pagi yang hujan, 15 Maret 1921, pukul 10:45 pagi, Talaat Pasha, seorang mantan pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan yang dituduh sebagai arsitek utama genosida Armenia, meninggalkan apartemennya dengan niat membeli sepasang sarung tangan. Saat itu, Soghomon Tehlirian, seorang sukarelawan tentara Rusia yang keluarganya menjadi korban genosida Armenia mendekati Talaat. Dari arah berlawanan, Tehlirian yang mengenali penampilan Talaat kemudian menyeberang jalan lalu mendekat dari belakang, menembak Talaat dengan jarak dekat di bagian belakang leher, di sudut jalan Hardenbergstraße 27 yang ramai, menyebabkan Pasha tewas seketika.[50]

Peluru menembus sumsum tulang belakang Talaat dan keluar di atas mata kiri dan menghancurkan otaknya.[51] Talaat jatuh ke depan dan terbaring di genangan darahnya.[52] Pada awalnya, Tehlirian berdiri di atas mayat itu. Tetapi, ketika orang-orang disekitar mulai berteriak, ia melupakan instruksinya dan melarikan diri.[53] Dia membuang pistol yang digunakannya untuk membunuh, yaitu pistol 9 mm Parabellum, dan melarikan diri melalui jalan Fasanenstraße. Ketika ia berlari, seorang pelayan toko bernama Nikolaus Jessen menangkapnya. Di tengah kerumunan, Tehlirian diserang dan dipukuli oleh orang-orang yang kesal. Dalam bahasa Jerman yang terputus-putus, Tehlirian berseru, "Tidak apa-apa. Saya orang asing dan ia juga orang asing!"[54] Tak lama setelah itu, dia memberitahu polisi, "Saya bukan pembunuh; dia yang melakukan pembunuhan."[55]

Setelah Talaat dibunuh, polisi datang ke tempat kejadian dan menutup area di sekitar tubuhnya. Seorang pria lain bernama Nazım Bey, yang juga berada di pengasingan dan terkait dengan Komite Persatuan dan Kemajuan, tiba di tempat kejadian. Ia pergi ke apartemen Talaat di Hardenbergstraße 4. Pejabat Kementerian Luar Negeri Jerman serta pegiat pro-Turki yang sering bertemu dengan Talaat, Ernst Jäckh, tiba di tempat kejadian pada pukul 11.30 pagi.[56] Sementara itu, Şakir, seorang eksil Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya, mengetahui pembunuhan tersebut dan membantu mengidentifikasi tubuh Talaat untuk polisi.[52] Jäckh dan Nazım kembali ke tempat kejadian. Jackh mencoba menggunakan otoritasnya sebagai pejabat Kementrerian Luar Negeri untuk meyakinkan polisi agar menyerahkan mayat itu, tetapi mereka menolak untuk melakukannya sampai tim ahli tiba. Jäckh mengeluhkan bahwa "Bismarck dari Turki" tak dapat dibiarkan berada di luar dalam keadaan yang dapat dilihat orang-orang berlalu lalang.[57] Akhirnya, mereka mendapatkan izin untuk memindahkan mayat Talaat, dan dikirim ke kamar mayat Charlottenburg dengan kendaraan Palang Merah.[58] Tepat setelah pembunuhan itu, Şakir dan Nazım diberikan perlindungan polisi karena masalah keamanan. Orang-orang buangan Komite Persatuan dan Kemajuan lainnya di pengasingan khawatir bahwa mereka akan menjadi sasaran berikutnya.[59]

Pemakaman

 
Kuburan untuk mengenang para pelaku genosida Armenia Bahaeddin Şakir dan Cemal Azmi di pemakaman Masjid Şehitlik di Berlin (kiri depan).[60] Keduanya dibunuh oleh agen Nemesis pada tahun 1922.[61]

Awalnya, teman-teman Talaat berharap dia dapat dimakamkan di Anatolia. Namun, Pemerintah Utsmaniyah di Konstantinopel dan gerakan nasionalis Turki di Ankara tidak menginginkan jasadnya. Akan menjadi hambatan politis bagi mereka jika dihubungkan dengan pria yang dianggap sebagai penjahat terbesar dalam Perang Dunia I itu.[62]

Istri Taalat, Hayriye, dan Oriental Club menyebarkan undangan pemakaman Talaat. Pada tanggal 19 Maret, Talaat Pasha dimakamkan di Pemakaman Alter St.-Matthäus-Kirchhof dengan sebuah upacara yang dihadiri oleh banyak orang.[63] Upacara didahului dengan salat jenazah di apartemen Talaat pada pukul 11:00. Salat tersebut dipimpin oleh imam dari Kedutaan Besar Turki yang bernama Shükri Bey. Setelah itu, arak-arakan besar membawa peti Talaat ke tempat pemakaman.[58]

Banyak tokoh-tokoh Jerman yang hadir memberi penghormatan terakhir, termasuk mantan Menteri Luar Negeri, Richard von Kühlmann dan Arthur Zimmermann, mantan Kepala Deutsche Bank, mantan Direktur Jalur Kereta Api Baghdad, sejumlah personel militer yang mengabdi di Kesultanan Utsmaniyah semasa perang, serta August von Platen-Hallermünde yang mewakili Kaisar Wilhelm II.[62] Kementerian Luar Negeri Jerman mengirim bumban dengan pita bertuliskan, "Untuk seorang negarawan besar dan seorang teman yang setia."[64] Şakir, dengan tetap menjaga emosinya, membacakan orasi pemakaman sembari peti Talaat yang diselimuti selembar bendera Utsmaniyah diturunkan ke liang kubur.[62] Ia menyebut pembunuhan tersebut adalah "dampak politik imperialis terhadap negara-negara Islam".[65]

Pada akhir April, politikus nasional-liberal Jerman dari Partai Rakyat Jerman, Gustav Stresemann, mengusulkan sebuah peringatan umum guna menghormati Talaat Pasha.[66] Namun, usulan tersebut ditolak oleh Asosiasi Jerman-Turki.[67] Stresemann kemudian mengetahui tentang Genosida Armenia dan meyakini setidaknya satu juta Armenia dibantai.[68] Barang-barang Talaat diserahkan kepada Kepala Badan Keamanan Masyarakat Berlin, Weismann, sedangkan memoarnya diberikan kepada Şakir yang kemudian memublikasikannya.[69]

Pengadilan

 
Gedung Mahkamah tempat Tehlirian diadili.

Pada awal penyelidikan polisi, Tehlirian sempat ditawarkan seorang penerjemah berbahasa Turki, tetapi ia menolak untuk berbicara dalam bahasa tersebut. Pada tanggal 16 Maret, polisi merekrut seorang penerjemah Armenia, Kevork Kaloustian, yang juga menjadi bagian dari operasi Nemesis.[70] Tehlirian mengaku bahwa ia sudah merencanakan pembunuhan Talaat Pasha sebelum tiba di Jerman sebagai bentuk balas dendam, tetapi ia memberi tahu polisi bahwa ia melakukannya sendiri tanpa ada campur tangan orang lain.[71] Pada pengadilannya, Tehlirian membantah bahwa pembunuhan itu telah direncanakan sebelumnya. Penerjemah menolak untuk menandatangani dokumen interogasi dengan alasan bahwa cedera yang dialami Tehlirian membuatnya tidak mampu untuk menandatangani dokumen interogasi.[72] Penyelidikan awal dinyatakan selesai pada 21 Maret.[73]

Dashnaktsutyun mengumpulkan dana sekitar 100.000 hingga 300.000 mark untuk kuasa hukumnya yang sebagian besar berasal dari orang-orang keturunan Armenia Amerika.[74] Zakariants menerjemahkan perkataan Tehlirian ke dalam bahasa Jerman selama persidangan dan terlibat dalam mengurus pembayaran berbagai biaya layanan hukum, mengorganisasi kuasa hukum, serta menyampaikan instruksi Komite Sentral Dashnak Amerika kepada Tehlirian.[75] Kaloustian menerjemahkan dari bahasa Jerman ke bahasa Armenia.[76] Tiga pengacara asal Jerman—Adolf von Gordon, Johannes Werthauer, dan Theodor Niemeyer—yang masing-masing dibayar 75.000 mark, mewakili Tehlirian;[77] ketenaran mereka menyebabkan persidangan semakin terkenal.[1] Jaksa Penuntutnya adalah Gollnick[78] dan hakimnya adalah Erich Lemberg serta dua belas juri dilibatkan dalam persidangan kasus tersebut.[79]

Persidangan diadakan di Mahkamah Pidana Moabit pada 2–3 Juni.[80] Ruang sidang terisi penuh. Banyak orang Armenia di Jerman menghadiri persidangan, begitu pula beberapa orang Turki, termasuk istri Talaat Pasha.[81] Para jurnalis dari surat kabar Jerman dan mancanegara turut hadir, seperti Daily Telegraph, Chicago Daily News, dan Philadelphia Public Ledger, di antara banyak surat kabar lainnya, meminta izin masuk untuk meliput persidangan tersebut.[82] Menurut sejarawan Stefan Ihrig, pengadilan tersebut "merupakan salah satu persidangan paling spektakuler pada abad kedua puluh".[3]

Strategi pembelaan dan dakwaan

 
Soghomon Tehlirian di 1921

Strategi pembelaan yang dilakukan adalah mengadili Talaat Pasha atas pembunuhan anggota keluarga Tehlirian dan satu juta orang Armenia lainnya yang kematian mereka diperintahkan oleh Talaat Pasha.[83] Natalie melihat ini sebagai kesempatan untuk mempropagandakan perjuangan Armenia.[84] Ia meyakini bahwa Tehlirian kemungkinan akan dihukum sesuai hukum Jerman, tetapi ia tetap berharap bahwa Tehlirian akan mendapatkan pengampunan. Werthauer tampak lebih optimis, mengumumkan beberapa hari setelah pembunuhan tersebut bahwa ia yakin kliennya akan dibebaskan.[85] Misionaris Protestan sekaligus aktivis Johannes Lepsius, yang telah bersuara menentang pembunuhan orang Armenia sejak tahun 1896 mengupayakan agar kasus ini diajukan untuk menentang Talaat.[86] Strategi mereka berhasil, seperti yang dicatat oleh surat kabar sosial-demokrat Vorwärts: "Pada kenyataannya, bayangan Talaat Pasha yang berlumuran darahlah yang duduk di kursi terdakwa; dan dakwaan sebenarnya adalah Teror Armenia yang mengerikan, bukan eksekusi (pembunuhan)-nya yang dilakukan oleh salah satu dari sedikit korban yang dibiarkan hidup."[3]

Untuk memaksimalkan kemungkinan pembebasan kasusnya, tim kuasa hukum menggambarkan Tehlirian sebagai seseorang yang menghakimi Talaat atas kejahatannya secara pribadi dan bukan sebagai pembalas dendam bagi seluruh bangsanya.[83] Polisi Jerman mencari rekan-rekan Tehlirian, tetapi tidak berhasil.[84] Kuasa hukum berusaha menjalin hubungan antara Tehlirian dan Talaat melalui ibu Tehlirian dengan membuktikan bahwa Talaat menyebabkan kematian ibunya.[76] Selain dari besarnya kejahatan Talaat, argumen kuasa hukum didasarkan pada keadaan jiwa trauma yang diderita Tehlirian, sehingga dapat membuatnya tidak bertanggung jawab atas tindakannya sesuai dengan hukum Jerman tentang kegilaan sementara, sesuai dengan Pasal 51 dari kitab hukum pidana Jerman.[87]

Sebaliknya, tujuan utama jaksa penuntut Jerman adalah untuk menghilangkan pengaruh politik dalam proses persidangan tersebut[76] dan menghindari pembahasan peran Jerman dalam genosida.[88] Persidangan hanya berlangsung satu setengah hari dari tiga hari yang diminta oleh kuasa hukum dan enam dari lima belas saksi yang dipanggil oleh kuasa hukum tidak didengar keterangannya.[89] Penuntut mengajukan permohonan agar kasus ini diselenggarakan secara tertutup untuk meminimalkan eksposur, tetapi Kementerian Luar Negeri menolak permohonan tersebut karena khawatir bahwa kerahasiaan tidak akan meningkatkan reputasi Jerman.[90] Sejarawan Carolyn Dean menulis bahwa upaya untuk menyelesaikan persidangan dengan cepat dan menggambarkan secara positif tindakan Jerman selama perang: "secara tidak sengaja mengubah Tehlirian menjadi simbol nurani manusia yang tragisnya terdorong untuk menembak mati seorang pembunuh karena mencari keadilan."[91]

Ihrig dan sejarawan lainnya berpendapat bahwa strategi jaksa penuntut sangat cacat, menunjukkan ketidakmampuannya atau kurangnya motivasi untuk mendapatkan vonis bersalah untuk Tehlirian.[92] Gollnick bersikeras bahwa kejadian-kejadian di Kesultanan Utsmaniyah tidak ada hubungannya dengan pembunuhan tersebut dan berusaha menghindari pemaparan bukti-bukti mengenai genosida. Pada saat bukti-bukti tersebut dipaparkan, ia membantah bahwa Talaat berperan dalam kekejaman terhadap orang Armenia dan akhirnya terpaksa membenarkan perintah-perintah yang dikirim oleh Talaat.[76] Sebelum persidangan, seseorang bernama Hans Humann, yang mengendalikan surat kabar anti-Armenia Deutsche Allgemeine Zeitung melakukan lobi intensif ke kantor jaksa penuntut.[93] Meskipun ia memiliki akses ke memoar Talaat Pasha, jaksa penuntut tidak memasukkannya sebagai bukti dalam persidangan.[94] Ihrig berspekulasi bahwa Gollnick merasa jijik dengan upaya lobi Humann dan mungkin bahkan merasa simpati terhadap terdakwa. Setelah persidangan, Gollnick diangkat menjadi anggota dewan redaksi Deutsche Allgemeine Zeitung.[95]

Keterangan Tehlirian

 
Sisa-sisa pembantaian orang Armenia di Erzindjan

Persidangan dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh majelis hakim kepada Tehlirian tentang Genosida Armenia, yang mengungkap pemahaman para hakim tentang genosida dan narasi-narasi yang dibuat oleh Turki dan Jerman tentang Genosida Armenia. Majelis hakim meminta Tehlirian menceritakan kesaksiannya tentang peristiwa tersebut.[96] Tehlirian mengatakan bahwa setelah pecahnya perang, sebagian besar pria Armenia di Erzindjan diikutkan dalam wajib militer. Pada awal tahun 1915, beberapa tokoh masyarakat Armenia ditangkap dan laporan tentang pembantaian mereka mencapai kota. Pada bulan Juni 1915, dikeluarkan perintah deportasi massal dan para gendarme yang bersenjata memaksa orang-orang Armenia di kota itu untuk meninggalkan rumah dan harta-harta mereka. Begitu mereka meninggalkan kota, para gendarme mulai menembaki para korban dan menjarah barang berharga mereka.[97] Tehlirian mengatakan, "salah satu gendarme membawa pergi saudara perempuanku," perkataan Tehlirian kemudian terhenti lalu ia mengatakan, "Saya lebih baik mati sekarang, daripada harus membicarakan hari kelam ini lagi."[98] Setelah ditekan oleh majelis hakim, Tehlirian mengingat kembali ketika ia menyaksikan pembunuhan ibu dan saudara laki-lakinya yang menyebabkan ia pingsan pada saat itu dan kemudian tersadar kembali dengan posisi ia berada di bawah jasad saudara laki-lakinya. Ia tidak pernah melihat saudara perempuannya lagi.[99] Kemudian Tehlirian mengatakan, ia menemukan tempat berlindung dengan beberapa orang Kurdi sebelum melarikan diri ke Persia bersama dengan para penyintas lainnya.[100]

Tehlirian kemudian ditanyai mengenai siapa yang bertanggung jawab menjadi dalang di balik pembantaian itu dan pembantaian-pembantaian yang terjadi sebelumnya, seperti pembantaian Adana. Barulah kemudian hakim membacakan dakwaan pembunuhan berencana terhadap dirinya. Ketika ditanya apakah ia bersalah, Tehlirian menjawab "tidak", walaupun awalnya dia mengakui melakukan pembunuhan itu.[101] Dia menjelaskan, "Saya tidak menganggap diri saya bersalah karena hati nurani saya bersih... Saya telah membunuh seorang pria, tetapi saya bukan pembunuh."[102] Tehlirian membantah memiliki rencana untuk membunuh Talaat, tetapi mengatakan bahwa dua minggu sebelum pembunuhan, dia memiliki penglihatan: "gambaran-gambaran dari pembantaian itu muncul di depan mata saya berulang kali. Saya melihat mayat ibu saya. Mayat tersebut berdiri dan datang ke arah saya dan berkata: 'Kamu melihat bahwa Talaat berada di sini dan kamu sama sekali tidak peduli? Kamu bukan lagi anakku!'[103] Pada saat itu, dia mengatakan bahwa dia "tiba-tiba terbangun dan memutuskan untuk membunuh" Talaat.[104] Setelah pertanyaan lebih lanjut, dia membantah mengetahui bahwa Talaat berada di Berlin dan mengulangi bahwa dia tidak memiliki rencana untuk membunuh pejabat Utsmaniyah tersebut dan tampak kebingungan.[105] Hakim kemudian ikut mendukung Tehlirian setelah penyelidikan lebih lanjut dari jaksa penuntut, mengatakan bahwa "ada perubahan dalam tekadnya [Tehlirian]".[104]

Keterangan itu tidak benar: Tehlirian sebenarnya sedang bertempur bersama sukarelawan Armenia dengan tentara Rusia ketika keluarganya dibunuh.[106] Sejarawan Rolf Hosfeld menyatakan bahwa Tehlirian "sangat rapi" dan keterangannya sangat dapat dipercaya.[107] Sejarawan Tessa Hofmann mengatakan bahwa, meskipun tidak benar, keterangan Tehlirian mencakup "elemen-elemen yang sangat khas dan penting dari nasib kolektif rekan-rekan seperjuangannya".[43] Penuntut tidak menantang kebenaran keterangan tersebut, dan kebenaran tidak terungkap hingga beberapa dasawarsa kemudian.[108] Selama persidangan, Tehlirian tidak pernah ditanyai apakah ia adalah anggota kelompok revolusioner Armenia atau apakah ia melakukan pembunuhan sebagai bagian dari konspirasi.[109] Jika pengadilan mengetahui bahwa pembunuhan itu bagian dari konspirasi yang direncanakan sebelumnya, Hosfeld berpendapat, Tehlirian tidak akan dibebaskan.[107]

Keterangan lain mengenai genosida

Pengadilan kemudian mendengarkan keterangan dari polisi dan ahli bedah yang menjadi saksi atas pembunuhan dan peristiwa setelahnya, serta dua pemilik rumah Tehlirian, sebelum memanggil orang-orang Armenia yang berinteraksi dengan Tehlirian di Berlin. Para saksi ini memberikan informasi tentang genosida Armenia. Levon Eftian memberi kesaksian kepada pengadilan bahwa keluarganya berada di Erzurum selama genosida dan membuat kedua orang tuanya tewas, tetapi kerabat lainnya berhasil melarikan diri. Penerjemah Tehlirian, Zakariants, juga memberikan kesaksian pada hari itu. Zakariants mengatakan bahwa ia kehilangan ayah, ibu, kakek, saudara laki-laki, dan paman selama pembantaian Hamidian berlangsung pada tahun 1890-an. Terzibashian, seorang pedagang tembakau Armenia di Berlin, memberikan kesaksian bahwa semua teman dan kerabatnya yang berada di Erzurum selama genosida tewas.[110]

Christine Terzibashian

 
Orang Armenia yang diusir dari Erzurum, difoto oleh Viktor Pietschmann

Christine Terzibashian, istri pedagang tembakau, mengatakan bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan itu. Kuasa hukum memintanya untuk memberikan kesaksian tentang genosida Armenia, dan hakim mengizinkan hal ini. Ia juga berasal dari Erzurum dan mengatakan bahwa dari dua puluh satu kerabatnya, hanya tiga yang selamat.[111] Ia mengatakan bahwa orang Armenia dipaksa meninggalkan Erzurum menuju Erzindjan dalam empat kelompok yang terdiri atas lima ratus keluarga. Mereka harus berjalan melintasi mayat orang Armenia lain yang telah dibunuh sebelumnya. Ia memberi kesaksian bahwa setelah mereka mencapai Erzindjan, para pria dipisahkan dari deportan lainnya, diikat bersama, dan dilemparkan ke sungai.[112] Ia menjelaskan bahwa para pria yang tersisa dibantai dengan kapak di pegunungan di atas Malatia dan dilemparkan ke dalam air.[113]

Kemudian, Terzibashian mengenang, "para gendarme datang dan memilih perempuan dan gadis paling cantik" dan bahwa siapa pun yang menolak akan "ditusuk dengan bayonet dan kakinya dicabik-cabik". Dia ingat bahwa para pembunuh akan membelah perempuan hamil untuk membunuh anak-anak mereka. Ini menimbulkan kehebohan besar di ruang sidang. Dia juga menyatakan bahwa saudaranya dibunuh dan ibunya langsung mati. Ketika dia menolak untuk menikahi salah satu orang Turki, "dia mengambil anak saya dan melemparkannya". Setelah menceritakan lebih banyak detail yang mengerikan, dia mengatakan bahwa kenyataannya bahkan lebih buruk daripada yang bisa dia ceritakan.[114] Ketika ditanya siapa yang bertanggung jawab atas pembantaian ini, dia menyatakan, "Ini terjadi atas perintah Enver Pasha dan para tentara memaksa orang-orang yang dideportasi untuk berlutut dan berteriak: 'Hidup Pasha!'"[115] Pihak kuasa hukum mengatakan bahwa saksi lain, termasuk dua perawat Jerman di Erzindjan, menguatkan keterangannya. Dengan demikian, Gordon berargumen bahwa keterangan Tehlirian juga "benar sampai ke intinya".[115]

Saksi ahli

Dua saksi ahli memberikan keterangannya mengenai kebenaran kesaksian sebelumnya, yang juga disetujui oleh jaksa penuntut.[116] Lepsius memberikan kesaksian bahwa deportasi diperintahkan oleh "Komite Turki Muda", termasuk Talaat Pasha.[117] Lepsius mengutip dari dokumen asli Talaat mengenai deportasi Armenia: "tujuan deportasi adalah ketiadaan" (Das Verschickungsziel ist das Nichts) dan memberikan rincian tentang bagaimana hal ini dilaksanakan secara praktis.[116] Lepsius mencatat bahwa, walaupun alasan resmi adalah "tindakan pencegahan", "figur berwenang secara terbuka mengakui secara pribadi bahwa ini adalah tentang pemusnahan bangsa Armenia".[117] Menyebutkan kumpulan dokumen Kementerian Luar Negeri yang disunting olehnya, Germany and Armenia, Lepsius menyatakan bahwa ratusan kesaksian serupa lainnya seperti yang didengar oleh pengadilan ada; ia memperkirakan satu juta orang Armenia tewas secara keseluruhan.[118]

Jenderal Jerman Otto Liman von Sanders mengakui bahwa pemerintah Komite Persatuan dan Kemajuan memerintahkan deportasi orang Armenia, tetapi juga memberikan alasan dan pembenaran untuk deportasi, mengklaim bahwa itu terjadi karena kebutuhan militer dan saran dari "otoritas militer tertinggi"; ia tidak mengakui bahwa perwira militer tinggi ini sebagian besar adalah orang Jerman.[119] Berbeda dengan saksi lain, Liman von Sanders mengatakan bahwa ia tidak tahu apakah Talaat secara pribadi bertanggung jawab atas genosida tersebut.[120]

Grigoris Balakian

 
Telegram yang dikirim oleh Talaat Pasha pada 29 Agustus 1915: "Masalah Armenia di Provinsi Timur telah diselesaikan. Tidak perlu lagi mengotori bangsa dan pemerintah dengan kekejaman lebih lanjut."

Pihak selanjutnya yang memberikan kesaksian adalah imam Armenia Grigoris Balakian, salah satu dari mereka yang dideportasi pada tanggal 24 April, yang berasal dari Manchester, Inggris. Ia menjelaskan bagaimana sebagian besar anggota konvoiannya dipukuli sampai mati di Ankara. "Nama resminya adalah 'deportasi', tetapi pada kenyataannya itu adalah kebijakan pemusnahan sistematis", katanya,[121] dengan menjelaskan:

Ketika mendekati Yozgad sekitar empat jam dari kota, kami melihat, di sebuah lembah ratusan kepala dengan rambut panjang, kepala wanita dan gadis. Pemimpin gendarme yang mengawal kami bernama Shukri. Saya berkata padanya, "Saya kira hanya para pria yang dibunuh." Tidak, katanya, "jika kita hanya membunuh para pria, tetapi tidak dengan wanita dan gadis, dalam lima puluh tahun, akan ada lagi beberapa juta orang Armenia. Oleh karena itu, kita harus melenyapkan perempuan dan anak-anak agar semuanya dapat diselesaikan, di dalam dan luar negeri."[83]

Shukri menjelaskan bahwa, berbeda dengan pembantaian Hamidian, kali ini Utsmaniyah mengambil langkah-langkah agar "tak seorang saksi pun akan sampai ke pengadilan mana pun". Dia mengatakan bahwa dia bisa berbicara dengan bebas kepada Balakian karena dia akan mati kelaparan di padang pasir.[121] Shukri mengatakan bahwa dia telah memerintahkan agar 40.000 orang Armenia dipukuli sampai mati. Setelah beberapa saat, Gordon menginterupsi, bertanya kepada Balakian tentang telegram dari Talaat. Balakian mengatakan bahwa dia pernah melihat telegram seperti itu yang dikirim kepada Asaf Bey, wakil gubernur Osmaniye di Kilikia, yang berbunyi: "Mohon kirimkan telegram segera berapa banyak orang Armenia yang sudah mati dan berapa banyak yang masih hidup. Menteri Dalam Negeri, Talaat".[122] Asaf memberi tahu Balakian bahwa itu berarti, "Apa yang sedang kamu tunggu? Mulailah pembantaian [segera]!"[123] Balakian mengatakan bahwa orang Jerman yang bekerja untuk kereta api Baghdad telah menyelamatkan nyawanya. Dia mengatakan bahwa orang Armenia, dengan benar, menyalahkan Talaat bertanggung jawab atas pembantaian tersebut.[124]

Saksi mata dan bukti yang tidak diperdengarkan

Pihak kuasa hukum ingin memasukkan beberapa telegram Talaat Pasha yang dikumpulkan oleh wartawan Armenia, Aram Andonian, sebagai bukti untuk membuktikan keterlibatan Talaat dalam genosida.[125] Andonian datang ke Berlin dengan persiapan untuk memberikan kesaksian dan membawa beberapa telegram asli, yang telah hilang.[126] Pihak kuasa hukum meminta mantan konsul Jerman di Aleppo, Walter Rössler, untuk memberikan kesaksian, tetapi atasannya di Kementerian Luar Negeri mencegahnya untuk memberikan kesaksian setelah dia memberi tahu mereka bahwa dia akan bersaksi bahwa dia yakin Talaat "menginginkan dan secara sistematis melaksanakan pemusnahan orang Armenia".[127] Kementerian Luar Negeri khawatir Rössler akan membeberkan pengetahuan dan keterlibatan Jerman dalam genosida tersebut.[128] Atas permintaan pengacara pihak kuasa hukum, Rössler memeriksa telegram Andonian dan menyimpulkan bahwa kemungkinan besar asli.[129] Andonian tidak memberikan kesaksian, dan telegramnya tidak dimasukkan sebagai bukti, karena jaksa penuntut mengajukan keberatan dengan alasan bahwa tidak ada keraguan bahwa Tehlirian menyalahkan Talaat. Akhirnya, pihak kuasa hukum menarik permintaannya untuk menunjukkan lebih banyak bukti atas kesalahan Talaat.[130] Pada saat itu, para juri sudah lebih fokus pada kesalahan Talaat daripada kesalahan Tehlirian.[131]

Telegram-telegram Talaat dibahas dalam liputan pers, termasuk oleh The New York Times.[132] Saksi-saksi lain yang telah dipanggil, tetapi tidak didengar kesaksiannya, meliputi Bronsart von Schellendorff, prajurit Ernst Paraquin, dan Franz Carl Endres, medis Armin T. Wegner, dan Max Erwin von Scheubner-Richter, yang menyaksikan genosida sebagai wakil konsul di Erzurum.[133]

Kondisi mental

Lima saksi ahli memberikan kesaksian tentang kondisi mental Tehlirian dan apakah itu membebaskannya dari tanggung jawab pidana atas tindakannya menurut hukum Jerman;[78] semuanya setuju bahwa ia menderita serangan "epilepsi" berulang karena apa yang dialaminya pada tahun 1915.[134] Menurut Ihrig, tidak satu pun dari para dokter tersebut memiliki pemahaman yang jelas tentang kondisi Tehlirian, tetapi pemahaman mereka terdengar mirip dengan penyakit atau gangguan stres pasca-trauma yang muncul belakangan.[135] Dr. Robert Stoermer memberikan kesaksian pertama, menyatakan bahwa menurut pendapatnya, kejahatan Tehlirian adalah pembunuhan yang disengaja dan direncanakan sebelumnya dan bukan berasal dari kondisi mentalnya.[136] Menurut Hugo Liepmann, Tehlirian menjadi "psikopat" karena apa yang dia saksikan pada tahun 1915 dan karenanya, ia tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakannya.[137] Ahli neurologi dan profesor Richard Cassirer memberikan kesaksian bahwa "gejolak emosional adalah akar penyebab dari kondisinya", dan bahwa "pengaruh epilepsi" sepenuhnya mengubah kepribadiannya.[138] Edmund Forster mengatakan bahwa pengalaman trauma selama perang tidak menyebabkan patologi baru, hanya mengungkapkan yang sudah ada, tetapi setuju bahwa Tehlirian tidak bertanggung jawab atas tindakannya.[139] Saksi ahli terakhir, Bruno Haake, juga mendiagnosis "epilepsi afektif" dan sepenuhnya menolak kemungkinan bahwa Tehlirian dapat merumuskan tindakannya dengan kehendak bebasnya sendiri.[140]

Argumen penutup

Semua saksi didengar keterangannya pada hari pertama. Pada pukul 9:15 pagi pada hari kedua, hakim menyampaikan kepada para juri, bahwa mereka perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: "[Pertama, apakah] terdakwa, Soghomon Tehlirian, bersalah atas pembunuhan berencana terhadap manusia lain, Talaat Pasha, pada tanggal 15 Maret 1921, di Charlottenburg? ... Kedua, apakah terdakwa melakukan pembunuhan ini dengan penuh pertimbangan? ... Ketiga, apakah ada hal-hal yang dapat meringankan?"[141]

Gollnick hanya memberikan argumen penutup singkat; pidatonya hanya mengambil enam halaman dalam transkrip persidangan, dibandingkan dengan tiga puluh lima halaman untuk pihak kuasa hukum.[141] Dia berargumen bahwa Tehlirian bersalah melakukan pembunuhan yang direncanakan sebelumnya (berbeda dengan pembunuhan tanpa perencanaan, yang memberikan hukuman lebih ringan) dan menuntut hukuman mati. Kebencian dan dendam politik, menurut Gollnick, sepenuhnya menjelaskan kejahatan tersebut. Tehlirian merencanakan pembunuhan ini jauh sebelumnya, bepergian dari Kekaisaran Utsmaniyah ke Berlin, menyewa kamar di seberang jalan dari korban yang dituju, mengamati Talaat dengan seksama, dan akhirnya membunuhnya.[142] Ia menekankan bukti dari Liman von Sanders, berargumen bahwa dia lebih dapat diandalkan daripada Lepsius, dan memutar balikkan kata-kata yang sebenarnya diucapkan oleh jenderal Jerman tersebut.[143] Dengan merujuk pada mitos pengkhianatan tentang kekalahan Jerman dalam perang, Gollnick berargumen bahwa "pengusiran" orang Armenia dilakukan karena mereka "bersekongkol dengan Entente dan bertekad, segera setelah situasi perang memungkinkan, untuk menikan orang Turki di belakang (berkhianat) dan mendapatkan kemerdekaan mereka".[144] Dengan argumen bahwa tidak ada bukti tanggung jawab Talaat dalam pembantaian tersebut, dia mempertanyakan keandalan dokumen yang disajikan dalam persidangan dan objektivitas pengadilan yang telah menjatuhkan hukuman mati kepada Talaat.[142] Pada akhir pidatonya, dia menekankan patriotisme dan kehormatan Talaat Pasha.[145]

Dari para kuasa hukum, Gordon mula-mula berbicara, menuduh Gollnick sebagai "kuasa hukum Talaat Pasha".[145] Ia berargumen mendukung bukti-bukti yang menghubungkan Talaat dengan pelaksanaan genosida, terutama telegram. Menurutnya, pemusnahan satu juta orang Armenia dalam skala besar seperti itu tidak mungkin terjadi tanpa koordinasi dari pemerintah pusat.[146] Selain itu, kuasa hukum mencatat bahwa "pertimbangan" (bahasa Jerman: Überlegung) dalam hukum kasus Jerman merujuk pada waktu kapan keputusan untuk membunuh diambil, mengecualikan persiapan lain. Sebuah tindakan yang direncanakan tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan, jika pada saat pelaksanaannya tidak ada pertimbangan.[147]

Werthauer mengatakan bahwa Talaat menjabat di "kabinet militeris";[148] mendefinisikan "militeris" sebagai seseorang yang menentang keadilan dan mengabaikan hukum di tempat ketika hukum tidak dapat "diselaraskan' dengan 'kebutuhan militer'".[149] Werthauer menyatakan bahwa pendudukan Sekutu di Rhineland dan Bolshevik juga merupakan pemerintahan "militeris".[150] Dia menarik kontras dramatis antara para "militeris" ini, dan Tehlirian, sebuah figur bangsawan yang dibandingkannya dengan William Tell: "Dari semua juri di dunia, yang mana yang akan mengutuk Tell, jika ia melepaskan panahnya pada [tiran Albrecht] Gessler? Apakah ada tindakan yang lebih manusiawi daripada yang telah dijelaskan di ruang sidang ini?"[151] Selain berargumen bahwa tindakan Tehlirian dilakukan secara paksa, pihak kuasa hukum menyatakan bahwa tindakan tersebut juga adil.[152]

Baik jaksa maupun kuasa hukum menekankan perbedaan antara perilaku Jerman dan Turki selama genosida. Werthauer berpendapat bahwa Talaat telah tinggal di Berlin tanpa pengetahuan pemerintah Jerman.[105] Niemeyer mengatakan bahwa pembebasan Talaat "akan mengakhiri kesalahpahaman yang ada di dunia bahwa Jerman bertanggung jawab atas genosida tersebut."[153]

Keputusan

 
Surat pembebasan Soghomon Tehlirian dari tahanan

Setelah argumen penutup disampaikan, hakim bertanya kepada Tehlirian apakah ada yang ingin ditambahkannya; ia menolak.[91] Juri berunding selama satu jam sebelum menjawab pertanyaan apakah Tehlirian bersalah membunuh Talaat dengan satu kata: "Tidak".[154] Keputusan bulat tersebut tidak memberikan kemungkinan banding oleh penuntut.[155] Para hadirin pun bertepuk tangan.[156] Kas negara menanggung biaya persidangan sebesar 306.484 mark.[157] Gollnick mengatakan bahwa pembebasan berdasarkan pada gangguan jiwa sementara.[158] Ihrig mengatakan "juri tidak perlu menemukan Tehlirian tidak bersalah karena 'gangguan jiwa sementara'"; dia mencatat bahwa pembelaan lebih fokus pada aspek politis daripada medis dari tindakan Tehlirian.[133]

Setelah dibebaskan, Tehlirian dideportasi dari Jerman.[159] Ia pergi ke Manchester bersama Balakian, dan kemudian ke Amerika Serikat dengan nama palsu "Saro Melikian". Di sana, dewan redaksi Hairenik memberinya penghormatan. Ia terus menderita penyakit dan membutuhkan perawatan medis untuk gangguan stresnya.[160] Ia menetap di Beograd, Serbia hingga tahun 1950.[161] Transkrip persidangan, yang dibeli oleh banyak orang Armenia di seluruh dunia, dijual untuk menutup biaya kuasa hukum Tehlirian dan mengumpulkan dana untuk operasi Nemesis.[162]

Liputan media

 
Liputan persidangan di The New York Times

Pembunuhan yang dilakukan oleh Soghomon Tehlirian dan pengadilannya menerima perhatian media internasional yang signifikan,[163] menyoroti realitas genosida Armenia.[164] Pada masa itu, persepsi umum menekankan bahwa pengadilan lebih berfokus pada isu genosida Armenia ketimbang pada kesalahan pribadi Tehlirian.[165] Pemberitaan media menunjukkan adanya konflik antara rasa simpati terhadap korban genosida Armenia dan prinsip-prinsip ketertiban hukum. Sebagai contoh, The New York Times mencatat dilema yang dihadapi oleh juri: mereka dihadapkan pada pilihan sulit antara mengutuk kekejaman terhadap Armenia dengan membebaskan Tehlirian, atau mendukung aturan hukum dengan menghukumnya atas tindakan pembunuhan. Dilema ini diungkapkan dengan kata-kata: "Semua pembunuh harus dihukum; pembunuh ini tidak boleh dihukum. Dan inilah dia!"[166]

Reaksi publik terhadap pembebasan Tehlirian cenderung positif, menggambarkan keberhasilan pengadilan dalam menyoroti tragedi genosida dan menghasilkan simpati terhadap kondisi korban. Kasus ini juga memunculkan pertanyaan penting mengenai keadilan, hukum, dan hak asasi manusia dalam konteks sejarah yang kompleks dan menyakitkan.[167]

Jerman

 
"Sebuah Penghormatan untuk Talaat Pasha" oleh Bronsart von Schellendorff di Deutsche Allgemeine Zeitung, yang menyatakan bahwa orang Armenia adalah penyerang pada tahun 1915[168]

Pembunuhan Talaat Pasha mendominasi berita utama di banyak surat kabar Jerman pada hari itu terjadi. Mayoritas liputan menunjukkan simpati terhadap Talaat.[169] Keesokan harinya, sebagian besar surat kabar Jerman memberitakan pembunuhan tersebut, dengan banyak di antaranya memberikan detail tentang kematian Talaat. Misalnya, Vossische Zeitung mengakui peran Talaat dalam usaha 'pemusnahan semua anggota suku Armenia yang dapat dijangkau', tetapi mencoba memberikan pembenaran untuk genosida tersebut.[170] Surat kabar lain menyatakan bahwa Talaat bukan target yang tepat untuk balas dendam Armenia.[171] Deutsche Allgemeine Zeitung mengkampanyekan anti-Armenia, dengan klaim bahwa tindakan seperti yang dilakukan Talaat adalah 'cara khas orang Armenia'.[172] Surat kabar komunis, Freiheit, adalah salah satu media yang awalnya bersimpati pada pelaku pembunuhan.[173]

Liputan tentang persidangan Tehlirian menyebar luas selama sebulan setelah kejadian, dan eksploitasi Tehlirian terus menjadi topik debat politik hingga kedatangan Nazi ke tampuk kekuasaan pada tahun 1933.[174] Pasca-persidangan, surat kabar Jerman dari berbagai aliran politik mulai mengakui realitas genosida Armenia.[175] Sebagian besar surat kabar mengutip kesaksian Lepsius dan Tehlirian secara rinci.[176] Reaksi di Jerman terhadap pembebasan Tehlirian beragam, namun umumnya menguntungkan bagi mereka yang bersimpati dengan Armenia atau hak asasi manusia secara umum.[177] Wartawan Emil Ludwig, menulis di majalah pasifis Die Weltbühne, menyatakan, "Hanya ketika komunitas internasional terorganisir sebagai pelindung tatanan global, tidak akan ada pembunuh Armenia yang dihukum, karena tidak ada Pasha Turki yang berhak mengirim sebuah bangsa ke padang pasir."[178] Beberapa bulan setelah persidangan, Wegner menerbitkan transkrip lengkap persidangan dengan kata pengantar yang memuji "kesiapan heroik Tehlirian mengorbankan diri untuk bangsanya", serta membandingkannya dengan kurangnya keberanian yang dibutuhkan untuk memerintahkan genosida dari meja kerja.[179]

Di kalangan nasionalis, yang cenderung anti-Armenia, banyak surat kabar yang berubah dari menyangkal menjadi membenarkan genosida, mengikuti Deutsche Allgemeine Zeitung milik Humann yang mempublikasikan artikel anti-Armenia.[180] Surat kabar tersebut menyebut keputusan persidangan sebagai "skandal peradilan".[181] Argumen pembenaran pemusnahan massal, yang umum diterima di media nasionalis,[182] sering kali berdasarkan pada karakteristik rasial orang Armenia, dan dikaitkan dengan teori antisemitisme rasial.[183] Pada tahun 1926, ideolog Nazi Alfred Rosenberg mengklaim bahwa hanya "media Yahudi" yang menyambut baik pembebasan Tehlirian.[184] Ia juga menyatakan bahwa "orang Armenia memimpin spionase terhadap Turki, sama seperti orang Yahudi terhadap Jerman", sehingga membenarkan tindakan Talaat terhadap mereka.[185]

Kesultanan Utsmaniyah

Setelah pembunuhan Talaat Pasha, surat kabar di Ankara menggambarkannya sebagai revolusioner dan reformator yang luar biasa. Para nasionalis Turki menyampaikan kepada konsul Jerman bahwa Talaat masih tetap menjadi "harapan dan idola" mereka.[62] Surat kabar Yeni Gün [tr] menyatakan, "Patriot besar negara kita telah gugur demi tanah airnya. Talaat akan selalu dikenang sebagai tokoh paling berpengaruh yang telah dihasilkan oleh Turki."[109] Di Konstantinopel, reaksi terhadap kematiannya beragam. Beberapa orang memberikan penghormatan kepada Talaat,[186] namun harian liberal Alemdar [tr] mengkritiknya, menyatakan bahwa Talaat "menerima akibat perbuatannya sendiri" dan "kematian Talaat merupakan pembalasan atas tindakannya."[187] Hakimiyet-i Milliye mengklaim bahwa Talaat mengakui dirinya diutus oleh Inggris.[188] Banyak artikel menyoroti perjalanan hidup Talaat dari awal yang sederhana hingga ke puncak kekuasaan, serta mempertahankan kebijakan anti-Armenia.[186] Pada tahun 1921, surat kabar Istanbul Yeni Şark mempublikasikan memoar Talaat secara berseri.[189] Dikran Zaven [hy], seorang sosialis Armenia di Konstantinopel, menyampaikan harapannya agar "orang-orang Turki yang menyadari kepentingan negara mereka tidak akan memandang mantan menteri ini sebagai negarawan yang baik."[190] Pada tahun 1922, pemerintah Kemalis membatalkan hukuman yang telah dijatuhkan kepada Talaat.[191] Dua tahun kemudian, sebuah undang-undang disahkan yang memberikan pensiun kepada keluarga Talaat dan Şakir, dua tokoh utama genosida Armenia. Keluarga Talaat juga menerima kompensasi lain berupa properti yang disita dari orang-orang Armenia.[192]

Warisan

Turki dan Armenia

Patung dada Tehlirian di Gyumri, Armenia (kiri). Talaat dikebumikan pada 1943 di Monumen Kebebasan, Istanbul, sebagai pahlawan nasional.[193]

Sejarawan Hans-Lukas Kieser menggambarkan pembunuhan yang melibatkan Soghomon Tehlirian dan Mehmed Talaat sebagai simbol hubungan yang tegang antara korban yang ingin membalas dendam dan pelaku yang terbenam dalam penyangkalan.[194] Pembunuhan ini melahirkan "kegandrungan Talat-Tehlirian", sebuah istilah yang dicetuskan oleh Alp Yenen, yang menggambarkan hubungan rumit antara kedua pihak.[195]

Meskipun dianggap sebagai teroris di Turki,[41] Tehlirian telah menjadi pahlawan bagi perjuangan Armenia.[52] Pada tahun 1950-an, setelah agen-agen Turki mengancamnya di Casablanca, Tehlirian pindah ke Amerika Serikat.[196] Pindahnya ke negara tersebut meningkatkan ketenarannya di kalangan diaspora Armenia, meskipun menurut putranya, Tehlirian enggan membicarakan perannya dalam pembunuhan tersebut. Setelah kematiannya, dibangun sebuah makam monumental untuk Tehlirian di Pemakaman Ararat di Fresno, California.[197] Penghormatan terhadap Tehlirian oleh diaspora Armenia lebih bersifat terdesentralisasi, meskipun ada beberapa dukungan dari negara Republik Armenia. Sebaliknya, peringatan terhadap Talaat lebih banyak didukung oleh negara Turki.[198] Pada tahun 1943, jenazah Talaat diangkat kembali dan diberikan pemakaman kenegaraan di Monumen Kebebasan, Istanbul. Monumen ini awalnya didedikasikan untuk mereka yang gugur saat menumpas pemberontakan Utsmaniyah tahun 1909.[193] Pakaian yang dikenakan Talaat saat pembunuhan dipajang di Museum Militer Istanbul.[199] Berbagai infrastruktur seperti masjid, sekolah, dan jalan di Turki dan negara-negara lain mengambil nama dari Talaat.[200]

Sejak tahun 2005, ada upaya di Berlin oleh warga Turki untuk mendirikan monumen di lokasi pembunuhan Talaat,[60] dan memperingatinya setiap 15 Maret di makamnya.[201] Namun, pada Maret 2006, unjuk rasa yang diorganisir oleh kelompok nasionalis Turki untuk memperingati pembunuhan Talaat dan memprotes tuduhan genosida mendapat kritik dari politisi Jerman dan dihadiri oleh sedikit peserta.[202] Pada tahun 2007, pembunuhan jurnalis Turki-Armenia Hrant Dink oleh ultranasionalis Turki menarik perhatian internasional dan menghubungkan kasus pembunuhan Dink dengan Talaat. Pembunuhan ini menunjukkan kontinuitas konflik dan memori kolektif yang rumit antara kedua bangsa.[203]

Hukum internasional

Raphael Lemkin, seorang mahasiswa hukum Polandia-Yahudi, menjadi tokoh kunci dalam pengembangan konsep genosida, suatu istilah yang ia ciptakan pada tahun 1944.[204] Inspirasi Lemkin berasal setelah membaca tentang genosida Armenia dan pembunuhan Mehmed Talaat.[205] Lemkin merasa terdorong untuk mempertanyakan mengapa Talaat tidak diadili atas kejahatannya di Jerman, suatu pertanyaan yang ia ajukan kepada profesornya, Julius Makarewicz. Makarewicz menjawab bahwa kedaulatan nasional membenarkan pembunuhan massal warga negara sendiri dan menghalangi intervensi asing, tetapi Lemkin sangat tidak setuju.[206] Dia berpendapat bahwa pembunuhan Talaat adalah tindakan yang adil, namun khawatir akan implikasi dari tindakan main hakim sendiri. Hal ini mendorong Lemkin untuk merancang kerangka hukum yang bertujuan menghukum pelaku genosida, yang berujung pada pembuatan Konvensi Genosida.[207]

Pembelaan Sholem Schwarzbard atas pembunuhan Symon Petliura, seorang progromis anti-Yahudi Ukraina pada tahun 1926, merujuk pada pengadilan Tehlirian. Pengadilan Prancis kemudian membebaskan Schwarzbard.[208] Sejarawan seperti Dean menganggap pengadilan Tehlirian dan Schwarzbard sebagai "pengadilan besar pertama di Eropa Barat" yang menampilkan korban kekerasan antaretnis dan kekejaman massal yang didukung negara dalam pencarian keadilan.[209] Hannah Arendt, dalam karyanya Eichmann in Jerusalem, membandingkan kasus-kasus ini dengan pengadilan Eichmann, kala agen Israel menculik Eichmann dan membawanya ke Israel untuk diadili atas kejahatannya selama Holokaus. Arendt mencatat bahwa kedua pembalas dendam tersebut menuntut pengadilan untuk mempublikasikan kejahatan yang dilakukan terhadap rakyat mereka dan belum dihukum.[210] Demikian pula pengacara Swiss Eugen Curti [de], yang membela David Frankfurter dalam pembunuhan Wilhelm Gustloff, anggota Nazi Swiss pada tahun 1936, mengutip tindakan Tehlirian. Curti membandingkan penganiayaan terhadap Yahudi di Jerman Nazi dengan genosida Armenia. Frankfurter dihukum di bawah tekanan dari Jerman.[211]

Robert Kempner, jaksa penuntut di pengadilan Nuremberg dan saksi persidangan Tehlirian, percaya bahwa pengadilan Tehlirian merupakan momen penting dalam sejarah hukum. Menurutnya, hal tersebut merupakan peristiwa pertama yang mengakui bahwa pelanggaran berat hak asasi manusia, terutama genosida yang dilakukan oleh sebuah pemerintah, dapat diganggu gugat oleh negara asing dan bahwa campur tangan semacam itu tidak dianggap sebagai intervensi yang tidak diperbolehkan.[212]

Referensi

Kutipan

  1. ^ a b Dean 2019, hlm. 41.
  2. ^ Ihrig 2016, hlm. 232.
  3. ^ a b c Ihrig 2016, hlm. 235.
  4. ^ Akçam 2018, hlm. 158.
  5. ^ Dadrian & Akçam 2011, hlm. 23; Kieser 2018, hlm. xi.
  6. ^ Üngör 2012, hlm. 54; Göçek 2015, hlm. 151; Kieser 2018, hlm. 234–235.
  7. ^ Üngör 2012, hlm. 53.
  8. ^ Kieser 2018, hlm. 374; Suny 2015, hlm. 325–326.
  9. ^ Hofmann 2020, hlm. 74.
  10. ^ Akçam 2008, hlm. 111.
  11. ^ Suny 2015, hlm. 269; Hofmann 2020, hlm. 75.
  12. ^ Hofmann 2020, hlm. 76.
  13. ^ Kieser 2018, hlm. 320; Ozavci 2019, hlm. 194, 215.
  14. ^ Suny 2015, hlm. 298–299; Kieser 2018, hlm. 20–21.
  15. ^ Ihrig 2016, hlm. 132–133.
  16. ^ Suny 2015, hlm. 303; Ihrig 2016, hlm. 189.
  17. ^ Ihrig 2016, hlm. 189; Kieser 2018, hlm. 21.
  18. ^ Suny 2015, hlm. 298.
  19. ^ Kieser 2010; Ihrig 2016, hlm. 194–195.
  20. ^ Dadrian & Akçam 2011, hlm. 24; Yenen 2020, hlm. 74.
  21. ^ Hofmann 2020, hlm. 75; Kieser 2018, hlm. 382; Hosfeld 2005, hlm. 11–12.
  22. ^ Hosfeld 2005, hlm. 12–13.
  23. ^ Kieser 2018, hlm. 382; Hofmann 2020, hlm. 74–75; Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 1.
  24. ^ Kieser 2018, hlm. 385.
  25. ^ a b Hosfeld 2005, hlm. 16.
  26. ^ Kieser 2018, hlm. 382.
  27. ^ Hofmann 2020, hlm. 75; Hosfeld 2005, hlm. 12.
  28. ^ Kieser 2018, hlm. 319.
  29. ^ Hofmann 2020, hlm. 75; Kieser 2018, hlm. 385; Hosfeld 2005, hlm. 15.
  30. ^ Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 1; Ihrig 2016, hlm. 227.
  31. ^ Kieser 2018, hlm. 386–387.
  32. ^ Göçek 2015, hlm. 251–252, 257.
  33. ^ Hofmann 2020, hlm. 75; Kieser 2018, hlm. 385; Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 2.
  34. ^ Naimark, Norman (2017). Genocide: A World History. Oxford University Press. hlm. 74. 
  35. ^ MacCurdy 2015, hlm. 172; Hofmann 2020, hlm. 77.
  36. ^ Göçek 2015, hlm. 266.
  37. ^ MacCurdy 2015, hlm. 167, 194; Kieser 2018, hlm. 404.
  38. ^ MacCurdy 2015, hlm. 172–173.
  39. ^ MacCurdy 2015, hlm. 175, 201–202.
  40. ^ MacCurdy 2015, hlm. 172–173; Jacobs 2019, hlm. 33.
  41. ^ a b Jacobs 2019, hlm. 36.
  42. ^ MacCurdy 2015, hlm. 173–174, 186.
  43. ^ a b Hofmann 2020, hlm. 82.
  44. ^ Dean 2019, hlm. 40; MacCurdy 2015, hlm. 174, 272.
  45. ^ Hofmann 2020, hlm. 77; MacCurdy 2015, hlm. 177, 186.
  46. ^ a b MacCurdy 2015, hlm. 187–188.
  47. ^ MacCurdy 2015, hlm. 189–190.
  48. ^ MacCurdy 2015, hlm. 189–190; Hosfeld 2005, hlm. 23.
  49. ^ MacCurdy 2015, hlm. 189–190; Hofmann 2020, hlm. 81.
  50. ^ Ihrig 2016, hlm. 226; Kieser 2018, hlm. 403; Bogosian 2015, hlm. 12.
  51. ^ Bogosian 2015, hlm. 12; Hosfeld 2005, hlm. 7.
  52. ^ a b c Suny 2015, hlm. 344.
  53. ^ Bogosian 2015, hlm. 13.
  54. ^ Ihrig 2016, hlm. 226; Hosfeld 2005, hlm. 7; Suny 2015, hlm. 344.
  55. ^ Ihrig 2016, hlm. 226; Hosfeld 2005, hlm. 8.
  56. ^ Kieser 2018, hlm. 404.
  57. ^ Kieser 2018, hlm. 404; Hosfeld 2005, hlm. 8–9.
  58. ^ a b Hosfeld 2005, hlm. 9.
  59. ^ Göçek 2015, hlm. 334.
  60. ^ a b Hofmann 2020, hlm. 88.
  61. ^ Hofmann 2020, hlm. 88; Suny 2015, hlm. 346.
  62. ^ a b c d Hosfeld 2005, hlm. 10.
  63. ^ Hosfeld 2005, hlm. 9; Kieser 2018, hlm. 405.
  64. ^ Ihrig 2016, hlm. 232; Hosfeld 2005, hlm. 10.
  65. ^ Kieser 2018, hlm. 405.
  66. ^ Kieser 2018, hlm. 407; Ihrig 2016, hlm. 268.
  67. ^ Ihrig 2016, hlm. 268.
  68. ^ Ihrig 2016, hlm. 269.
  69. ^ Dadrian & Akçam 2011, hlm. 155.
  70. ^ Petrossian 2020, hlm. 94.
  71. ^ Dean 2019, hlm. 40; Petrossian 2020, hlm. 94, 96.
  72. ^ Petrossian 2020, hlm. 94, 96.
  73. ^ Hofmann 2020, hlm. 78.
  74. ^ Hofmann 2020, hlm. 82; MacCurdy 2015, hlm. 266; Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 6.
  75. ^ MacCurdy 2015, hlm. 271; Petrossian 2020, hlm. 95.
  76. ^ a b c d Petrossian 2020, hlm. 95.
  77. ^ Petrossian 2020, hlm. 95; Hofmann 2020, hlm. 79.
  78. ^ a b Hofmann 2020, hlm. 80.
  79. ^ Dean 2019, hlm. 41; Garibian 2018, hlm. 221.
  80. ^ Hosfeld 2005, hlm. 18–19; Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 3-4.
  81. ^ Hofmann 2020, hlm. 82; Hosfeld 2005, hlm. 20.
  82. ^ Ihrig 2016, hlm. 264.
  83. ^ a b c MacCurdy 2015, hlm. 266.
  84. ^ a b MacCurdy 2015, hlm. 267.
  85. ^ Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 7.
  86. ^ Hosfeld 2005, hlm. 18.
  87. ^ Hofmann 2020, hlm. 78; MacCurdy 2015, hlm. 266.
  88. ^ Hosfeld 2005, hlm. 17.
  89. ^ Hofmann 2020, hlm. 78; Hosfeld 2005, hlm. 17.
  90. ^ Hofmann 2020, hlm. 79.
  91. ^ a b Dean 2019, hlm. 45.
  92. ^ Ihrig 2016, hlm. 257, 262; MacCurdy 2015, hlm. 278, 290.
  93. ^ Ihrig 2016, hlm. 254.
  94. ^ Ihrig 2016, hlm. 283.
  95. ^ Ihrig 2016, hlm. 272.
  96. ^ Dean 2019, hlm. 41; Ihrig 2016, hlm. 235–236.
  97. ^ Ihrig 2016, hlm. 236.
  98. ^ Ihrig 2016, hlm. 236–237.
  99. ^ Ihrig 2016, hlm. 237–238.
  100. ^ Ihrig 2016, hlm. 238–239.
  101. ^ Ihrig 2016, hlm. 235, 239.
  102. ^ Dean 2019, hlm. 41; Ihrig 2016, hlm. 239.
  103. ^ Ihrig 2016, hlm. 239; Dean 2019, hlm. 41–42.
  104. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 239.
  105. ^ a b Dean 2019, hlm. 42.
  106. ^ Hofmann 2020, hlm. 82; Ihrig 2016, hlm. 263; Hosfeld 2013, hlm. 12.
  107. ^ a b Hosfeld 2013, hlm. 12.
  108. ^ Jacobs 2019, hlm. 36; Petrossian 2020, hlm. 94; Ihrig 2016, hlm. 263.
  109. ^ a b Bogosian 2015, hlm. 202.
  110. ^ Ihrig 2016, hlm. 240–241.
  111. ^ Ihrig 2016, hlm. 241.
  112. ^ Ihrig 2016, hlm. 241–242; Dean 2019, hlm. 43.
  113. ^ Dean 2019, hlm. 43; Ihrig 2016, hlm. 242.
  114. ^ Dean 2019, hlm. 43; Ihrig 2016, hlm. 242–243.
  115. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 243.
  116. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 244; Petrossian 2020, hlm. 96.
  117. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 244.
  118. ^ Ihrig 2016, hlm. 244–245.
  119. ^ Ihrig 2016, hlm. 246–247.
  120. ^ Petrossian 2020, hlm. 96; Ihrig 2016, hlm. 247.
  121. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 248.
  122. ^ Ihrig 2016, hlm. 248–249.
  123. ^ Ihrig 2016, hlm. 249.
  124. ^ Ihrig 2016, hlm. 250.
  125. ^ Ihrig 2016, hlm. 250; Mouradian 2015, hlm. 256–257.
  126. ^ Akçam 2018, hlm. 43–45.
  127. ^ Ihrig 2016, hlm. 262–263; Hosfeld 2013, hlm. 10–11.
  128. ^ Dean 2019, hlm. 40.
  129. ^ Akçam 2018, hlm. 44, 231–232.
  130. ^ Ihrig 2016, hlm. 250–251.
  131. ^ Dean 2019, hlm. 37; Ihrig 2016, hlm. 251.
  132. ^ Hosfeld & Petrossian 2020, hlm. 9-10.
  133. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 262.
  134. ^ Garibian 2018, hlm. 226.
  135. ^ Ihrig 2016, hlm. 251.
  136. ^ Ihrig 2016, hlm. 251; Garibian 2018, hlm. 226.
  137. ^ Ihrig 2016, hlm. 251–252.
  138. ^ MacCurdy 2015, hlm. 191; Ihrig 2016, hlm. 252.
  139. ^ Ihrig 2016, hlm. 252.
  140. ^ Ihrig 2016, hlm. 252–253.
  141. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 253.
  142. ^ a b Petrossian 2020, hlm. 97.
  143. ^ Ihrig 2016, hlm. 255.
  144. ^ Ihrig 2016, hlm. 255–256.
  145. ^ a b Ihrig 2016, hlm. 257.
  146. ^ Ihrig 2016, hlm. 257; Petrossian 2020, hlm. 98.
  147. ^ Petrossian 2020, hlm. 98.
  148. ^ Dean 2019, hlm. 44; Ihrig 2016, hlm. 259.
  149. ^ Ihrig 2016, hlm. 259–260.
  150. ^ Dean 2019, hlm. 44; Ihrig 2016, hlm. 260.
  151. ^ Dean 2019, hlm. 44.
  152. ^ Dean 2019, hlm. 47.
  153. ^ Dean 2019, hlm. 46.
  154. ^ Hofmann 2020, hlm. 81; Ihrig 2016, hlm. 262.
  155. ^ Hosfeld 2005, hlm. 27.
  156. ^ Ihrig 2016, hlm. 262; MacCurdy 2015, hlm. 278.
  157. ^ Jacobs 2019, hlm. 36; Petrossian 2020, hlm. 95.
  158. ^ Hofmann 2020, hlm. 81.
  159. ^ Hofmann 2020, hlm. 67.
  160. ^ MacCurdy 2015, hlm. 301–302.
  161. ^ Hofmann 2020, hlm. 77.
  162. ^ MacCurdy 2015, hlm. 291.
  163. ^ Irvin-Erickson 2016, hlm. 36; Hofmann 2016, hlm. 94.
  164. ^ Suny 2015, hlm. 346; Dean 2019, hlm. 34.
  165. ^ Dean 2019, hlm. 35.
  166. ^ Dean 2019, hlm. 36.
  167. ^ Hofmann 2016, hlm. 94.
  168. ^ Ihrig 2016, hlm. 277–279.
  169. ^ Ihrig 2016, hlm. 227.
  170. ^ Ihrig 2016, hlm. 228.
  171. ^ Ihrig 2016, hlm. 228–229.
  172. ^ Hosfeld 2005, hlm. 11; Ihrig 2016, hlm. 229–231; Hofmann 2016, hlm. 95.
  173. ^ Ihrig 2016, hlm. 231.
  174. ^ Ihrig 2016, hlm. 271–272.
  175. ^ Ihrig 2016, hlm. 293.
  176. ^ Ihrig 2016, hlm. 265.
  177. ^ Ihrig 2016, hlm. 264; Kieser 2018, hlm. 408.
  178. ^ Ihrig 2016, hlm. 268; Kieser 2018, hlm. 408.
  179. ^ Garibian 2018, hlm. 221; Gruner 2012, hlm. 11.
  180. ^ Ihrig 2016, hlm. 272–273, 293.
  181. ^ Hofmann 2016, hlm. 95.
  182. ^ Ihrig 2016, hlm. 356.
  183. ^ Ihrig 2016, hlm. 293–294.
  184. ^ Ihrig 2016, hlm. 296.
  185. ^ Hofmann 2020, hlm. 86.
  186. ^ a b Kieser 2018, hlm. 406.
  187. ^ Hosfeld 2005, hlm. 11.
  188. ^ Sarıhan, Zeki (15 Maret 2020). "Talat Paşa'nın katli: Türkiye basınında nasıl karşılandı?". Independent Türkçe (dalam bahasa Turki). Diarsipkan dari versi asli tanggal 30 April 2021. Diakses tanggal 28 Maret 2021. 
  189. ^ Adak 2007, hlm. 166.
  190. ^ Kieser 2018, hlm. 407, 426.
  191. ^ Petrossian 2020, hlm. 99–100.
  192. ^ Dadrian & Akçam 2011, hlm. 105.
  193. ^ a b Kieser 2018, hlm. 419.
  194. ^ Kieser 2018, hlm. 408.
  195. ^ Yenen 2022, hlm. 2–3.
  196. ^ Hofmann 2020, hlm. 77; MacCurdy 2015, hlm. 275–280.
  197. ^ Yenen 2022, hlm. 20.
  198. ^ Yenen 2022, hlm. 3.
  199. ^ Garibian 2018, hlm. 234.
  200. ^ Hofmann 2020, hlm. 76; Garibian 2018, hlm. 234.
  201. ^ Yenen 2022, hlm. 24.
  202. ^ Fleck 2014, hlm. 268–270; von Bieberstein 2017, hlm. 259.
  203. ^ Yenen 2022, hlm. 23.
  204. ^ Ihrig 2016, hlm. 371; Garibian 2018, hlm. 232.
  205. ^ Hosfeld 2013, hlm. 13.
  206. ^ Irvin-Erickson 2016, hlm. 36.
  207. ^ Jacobs 2019, hlm. 33; Ihrig 2016, hlm. 371.
  208. ^ Jacobs 2019, hlm. 33; Engel 2016, hlm. 176.
  209. ^ Dean 2019, hlm. 28.
  210. ^ Dean 2019, hlm. 33; Garibian 2018, hlm. 234.
  211. ^ Gruner 2012, hlm. 19.
  212. ^ Hosfeld 2005, hlm. 20, 28.

Sumber

Buku

Bab

  • Adak, Hülya (2007). "Identifying the "Internal Tumors" of World War I: Talat Paşa's hatıraları [Talat Paşa's Memoirs], or the Travels of a Unionist Apologia into History". Raueme Des Selbst: Selbstzeugnisforschung Transkulturell. Böhlau Verlag. hlm. 151–169. ISBN 978-3-412-23406-5. 
  • Hofmann, Tessa (2016). "From Silence to Re-remembrance: The Response of German Media to Massacres and Genocide against the Ottoman Armenians". Mass Media and the Genocide of the Armenians: One Hundred Years of Uncertain Representation (dalam bahasa Inggris). Palgrave Macmillan UK. hlm. 85–109. ISBN 978-1-137-56402-3. 
  • Hosfeld, Rolf (2013). "Ein Völkermordprozess wider Willen" [An Unintended Genocide Trial]. Johannes Lepsius–Eine deutsche Ausnahme: Der Völkermord an den Armeniern, Humanitarismus und Menschenrechte [Johannes Lepsius—A German Exception: The Armenian Genocide, Humanitarianism, and Human Rights]. Wallstein Verlag [de]. hlm. 248–257. ISBN 978-3-8353-2491-6.  Postscript: Page numbers based on an online edition, paginated 1–14.
  • Kieser, Hans-Lukas (2010). "Germany and the Armenian Genocide of 1915–17". Dalam Friedman, Jonathan C. The Routledge History of the Holocaust (dalam bahasa Inggris). Taylor & Francis. hlm. 30–44. ISBN 978-1-136-87060-6. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-12-13. Diakses tanggal 2021-03-23. 
  • Ozavci, Ozan (2019). "Honour and Shame: The Diaries of a Unionist and the "Armenian Question"". The End of the Ottomans: The Genocide of 1915 and the Politics of Turkish Nationalism (dalam bahasa Inggris). Bloomsbury Publishing. hlm. 193–220. ISBN 978-1-78673-604-8. 
  • Üngör, Uğur Ümit (2012). "The Armenian Genocide, 1915". Holocaust and Other Genocides (PDF) (dalam bahasa Inggris). NIOD Institute for War, Holocaust and Genocide Studies / Amsterdam University Press. hlm. 45–72. ISBN 978-90-4851-528-8. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-11-12. Diakses tanggal 2021-03-23. 
  • von Bieberstein, Alice (2017). "Memorial Miracle: Inspiring Vergangenheitsbewältigung Between Berlin and Istanbul". Replicating Atonement: Foreign Models in the Commemoration of Atrocities (dalam bahasa Inggris). Springer International Publishing. hlm. 237–265. ISBN 978-3-319-65027-2. 
  • Yenen, Alp (2020). "The Exile Activities of the Unionists in Berlin (1918–1922)". Türkisch-Deutsche Beziehungen.: Perspektiven aus Vergangenheit und Gegenwart (dalam bahasa Inggris). Walter de Gruyter GmbH & Co KG. hlm. 71–94. ISBN 978-3-11-220875-5. 

Artikel jurnal

Bacaan lanjutan