Taṇhā

Revisi sejak 10 Agustus 2024 13.08 oleh Faredoka (bicara | kontrib) (→‎Lobha: "penanung-jawab" -> "penanggung jawab"; kata majemuk(?) pokoknya disesuaikan dengan KBBI)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Taṇhā (bahasa Pali), tarśa, atau tṛṣṇā (Sanskerta) adalah suatu konsep dalam Buddhisme yang berarti "nafsu keinginan".[1] Dalam tradisi Abhidhamma Theravāda, taṇhā sinonim dengan lobha yang berarti "keserakahan".[2] Sinonim lainnya adalah rāga yang berati "nafsu" dan abhijjhā yang berarti "ketamakan".[3] Konsep ini merupakan konsep yang penting dalam Buddhisme.[4]

Terjemahan dari
taṇhā
Indonesianafsu, nafsu keinginan, keserakahan, ketamakan
Inggristhirst, craving, desire, dll.
Palitaṇhā,
lobha (sinonim),
rāga (sinonim),
abhijjhā (sinonim)
Sanskrittṛṣṇā, trishna (Dev: तृष्णा)
Tionghoa贪爱 / 貪愛
(Pinyinzh-cn: tānài)
Jepang渇愛
(katsu ai)
Korea갈애 (gal-ae)
Tibetanསྲེད་པ་
(Wylie: sred pa;
THL: sepa
)
Myanmarတဏှာ
(MLCTS: tən̥à)
Thaiตัณหา
(IPA: tan-hăː)
Vietnamái
Sinhalaතණ්හාව,තෘෂ්ණාව
Daftar Istilah Buddhis

Lobha, sinonim dari taṇhā, merupakan suatu faktor mental berupa kotoran batin yang menjadi salah satu dari tiga akar kejahatan (ti akusalamūla)—lobha, dosa, dan moha.[5][6]

Theravāda

sunting

Tiga jenis taṇhā

sunting

Terdapat tiga jenis taṇhā yang dijelaskan dalam berbagai diskursus Sutta Piṭaka, yaitu:

  • Kāma-taṇhā (nafsu atas kesenangan sensual): bernafsu terhadap rasa senang atau kenikmatan indrawi.[7] Walpola Rahula menyatakan bahwa taṇhā tidak hanya terbatas pada nafsu indrawi, kekayaan atau kekuasaan, tetapi juga nafsu terhadap gagasan atau idealisme, cara pandang, pendapat, teori, dan kepercayaan (dhamma-taṇhā)."[8]
  • Bhava-taṇhā (nafsu atas keberadaan atau eksistensi): bernafsu untuk menjadi sesuatu dan bersatu dengan suatu pengalaman. Nafsu ini terkait dengan ego, yaitu pencarian identitas tertentu dan nafsu untuk terlahir kembali untuk selamanya.[9] Menurut penjelasan yang lain, nafsu ini dipicu oleh pandangan yang salah tentang kehidupan abadi.[10][11]
  • Vibhava-taṇhā (nafsu atas ketidakberadaan atau noneksistensi):[10] nafsu untuk tidak mengalami hal yang tidak menyenangkan dalam kehidupan saat ini atau masa depan, seperti orang-orang atau situasi yang tidak menyenangkan. Akibatnya, muncul keinginan untuk bunuh diri atau memusnahkan diri sendiri. Dalam kepercayaan Buddhis, tindakan tersebut hanya akan membuat mereka terlahir kembali ke alam kehidupan yang lebih buruk.[9] Menurut Phra Thepyanmongkol, nafsu ini dipicu oleh pandangan yang salah mengenai bunuh diri karena pelakunya mengira bahwa mereka tidak akan terlahir kembali.[11]

Taṇhā dianggap sebagai penyebab utama penderitaan (dukkha) dan siklus kelahiran kembali (saṃsāra).[4][10][12] Buddha mengajarkan pengikut-Nya untuk melenyapkan taṇhā dengan mengikuti Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Dalam tradisi Abhidhamma Theravāda, taṇhā adalah sinonim dari faktor mental lobha yang berarti "keserakahan". Faktor mental lobha didefinisikan dalam empat batasan sebagai berikut:

  • Karakteristik: mencengkeram atau menggenggam objek (ārammaṇaggahaṇalakkhaṇa).
  • Fungsi: menempel atau melekatkan (abhisaṅgarasa).
  • Manifestasi: tidak rela, tidak ikhlas, atau tidak melepaskan (apariccāgapaccupaṭṭhāna).
  • Sebab-terdekat: melihat adanya kenikmatan di dalam dhamma-dhamma yang terkait dengan belenggu (saṃyojaniyadhammesu assādadassanapadaṭṭhāna).

Lobha adalah faktor mental yang menginginkan, mendambakan, atau merindukan objek. Lobha adalah faktor mental yang membuat seseorang tergila-gila (sārāga) pada saṃsāra. Keserakahan adalah penanggung jawab utama atas terjadinya pelekatan batin pada objeknya.[2]

Trio keserakahan

sunting

Trio keserakahan atau lobha tri adalah suatu kelompok faktor mental yang terdiri dari tiga faktor mental, yaitu keserakahan (lobha), pandangan-salah (diṭṭhi), dan kesombongan (māna). Dengan keserakahan sebagai akar dan pemimpinnya, maka dua faktor mental yang lain hanya bisa muncul jika keserakahan muncul. Tiga faktor mental ini disebut sebagai dhamma yang memperpanjang saṃsāra (Pāli: papañca dhamma).

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Richard Gombrich; Gananath Obeyesekere (1988). Buddhism Transformed: Religious Change in Sri Lanka. Motilal Banarsidass. hlm. 246. ISBN 978-81-208-0702-0. 
  2. ^ a b Kheminda, Ashin (2019-09-01). Manual Abhidhamma: Bab 2 Faktor-Faktor-Mental. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94342-7-4. 
  3. ^ Walubi.or.id (2015-11-12). "DHAMMA SAKACCA (Kehendak)". WALUBI. Diakses tanggal 2024-08-10. 
  4. ^ a b Peter Harvey (1990). An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices. Cambridge University Press. hlm. 53. ISBN 978-0-521-31333-9. 
  5. ^ "The Noble Eightfold Path: The Way to the End of Suffering". www.accesstoinsight.org. Diakses tanggal 2024-08-10. 
  6. ^ "AN 6.39: Nidānasutta". SuttaCentral. Diakses tanggal 2024-08-10. 
  7. ^ Ajahn Sucitto (2010), Kindle Location 943-946
  8. ^ Walpola Sri Rahula (2007). Kindel Locations 791-809.
  9. ^ a b Harvey 2013, hlm. 63.
  10. ^ a b c Paul Williams; Anthony Tribe; Alexander Wynne (2002). Buddhist Thought: A Complete Introduction to the Indian Tradition. Routledge. hlm. 43–44. ISBN 978-1-134-62324-2. 
  11. ^ a b Phra Thepyanmongkol (2012). A Study Guide for Right Practice of the Three Trainings. Wat Luang Phor Sodh. hlm. 314. ISBN 978-974-401-378-1. 
  12. ^ Thomas William Rhys Davids; William Stede (1921). Pali-English Dictionary. Motilal Banarsidass. hlm. 294. ISBN 978-81-208-1144-7. 

Daftar pustaka

sunting