Paramita

Konsep kesempurnaan atas perbuatan baik dalam Buddhisme
(Dialihkan dari Pāramī)

Dalam Buddhisme, paramita (Pali: pāramī, pāramitā; Sanskerta: पारमिता, pāramitā), juga disebut sebagai kesempurnaan, adalah kualitas sifat-sifat luhur yang umumnya dikaitkan dengan makhluk yang tercerahkan. Pāramī dan pāramitā keduanya adalah istilah dalam bahasa Pali, tetapi kepustakaan Pali lebih banyak menggunakan istilah pāramī, sedangkan kitab-kitab Mahayana umumnya menggunakan istilah Sanskerta pāramitā.[1][2]

Seorang bodhisatta yang sedang membantu banyak makhluk lainnya, sebagai usaha untuk menyempurnakan pāramī. Manuskrip daun lontar. Nalanda, Bihar, India.

Dalam aliran Theravāda, pāramī merupakan akumulasi puncak dari kebajikan yang diaspirasikan untuk pencapaian Nirwana.[3] Pāramī didasarkan pada sepuluh jenis paramita yang tertulis dalam kitab Buddhavaṁsa dan Cariyāpiṭaka di Tripitaka Pāli. Sepuluh pāramī memiliki tiga tingkatan untuk setiap kualitasnya, membentuk suatu daftar yang berisi tiga puluh jenis pāramī, yaitu pāramī (biasa), upa-pāramī (menengah atau lebih tinggi), dan paramattha-pāramī (hakiki) yang disempurnakan secara berbeda tergantung niat dan objeknya. Pāramī juga dibedakan dari kebajikan (puñña) berdasarkan kondisi batin yang mendasarinya.

Dalam aliran Mahāyāna, pāramitā merupakan "dasar pelatihan" bagi mereka yang ingin mencapai kecerahan. Pāramitā didasarkan pada daftar enam jenis paramita dalam Prajñapāramitā Sūtra dan empat jenis paramita lainnya dalam Daśabhūmika Sūtra yang tertulis di Tripitaka Tionghoa.

Theravāda

sunting

Kitab-kitab Theravāda menjelaskan bahwa syarat suatu perbuatan disebut sebagai paramita, bukan sebatas kebajikan (Pāli: puñña), adalah terpenuhinya lima unsur berikut ini:[4]

Sepuluh jenis paramita

sunting

Dalam Tripitaka Pāli aliran Theravāda, kitab Buddhavaṁsa dan Cariyāpiṭaka yang merupakan bagian dari Khuddaka Nikāya menguraikan sepuluh jenis paramita (Pāli: dasa pāramiyo) sebagai berikut:[5][6]

  1. Dāna pāramī: kedermawanan, derma, pemberian diri sendiri
  2. Sīla pāramī: sila, moralitas, akhlak, perilaku benar
  3. Nekkhamma pāramī: pelepasan, penolakan , kehidupan monastik
  4. Paññā pāramī: kebijaksanaan
  5. Viriya pāramī: energi, ketekunan, kekuatan, usaha
  6. Khanti pāramī: kesabaran, toleransi, penerimaan, ketahanan
  7. Sacca pāramī: kebenaran, kejujuran
  8. Adhiṭṭhāna pāramī: tekad, resolusi
  9. Mettā pāramī: cinta kasih, niat baik, keramahan
  10. Upekkhā pāramī: keseimbangan batin, ketenangan

Dua dari kualitas di atas, mettā dan upekkhā, juga merupakan bagian dari Brahmavihāra, dan dua lainnya–viriya dan upekkhā–merupakan bagian dari Tujuh Faktor Kecerahan. Tiga paramita dalam daftar tersebut, yaitu kebijaksanaan (paññā), energi (viriya), dan kesabaran (khanti), dibahas dalam stanza penutup kitab Cariyāpiṭaka,[7] tetapi tidak ada cerita dalam kitab Cariyāpiṭaka yang disajikan.[8] Horner menyatakan bahwa ketiga kesempurnaan terakhir ini "tersirat dalam kitab," yang dirujuk dalam judul-judul cerita dan konteksnya.[9]

Tiga tingkat paramita

sunting

Kitab komentar untuk Cariyāpiṭaka (sebuah kitab dalam Khuddaka Nikāya) karya Dhammapāla menjelaskan sepuluh jenis paramita dalam tiga tingkatan untuk setiap paramita sehingga berjumlah tiga puluh paramita. Tiga tingkat paramita tersebut adalah pāramī (biasa), upa-pāramī (menengah atau lebih tinggi), dan paramattha-pāramī (hakiki) dengan uraian:[10][11][12]

  1. Mendermakan objek-objek eksternal seperti istri, anak, kekayaan, dan harta benda adalah dāna pāramī;
    • mendermakan anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dll. adalah dāna upa-pāramī;
    • mendermakan nyawa (internal) adalah dāna paramattha-pāramī.
  2. Demikian pula, menjalankan suatu sila dan tidak melakukan pelanggaran karena objek-objek eksternal seperti istri, anak, kekayaan, dan harta benda, adalah sīla pāramī;
    • menaati suatu sila dan tidak melakukan pelanggaran karena anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain sebagainya, adalah sīla upapāramī;
    • menaati suatu sila dan tidak melakukan pelanggaran demi keselamatan nyawa (internal) adalah sīla paramattha-pāramī.
  3. Melepaskan diri dari kemelekatan terhadap objek-objek eksternal dan meninggalkan kehidupan rumah tangga adalah nekkhamma pāramī;
    • memutus kemelekatan pada anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan sebagainya, serta meninggalkan kehidupan rumah tangga, adalah nekkhamma upa-pāramī;
    • memutus kemelekatan terhadap nyawa (internal) dan meninggalkan kehidupan rumah tangga adalah nekkhamma paramattha-pāramī.
  4. Membasmi kemelekatan terhadap objek-objek eksternal dan memutuskan secara sengaja apa yang bermanfaat bagi banyak makhluk dan apa yang tidak adalah paññā pāramī;
    • mencabut kemelekatan terhadap anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain sebagainya, dan memutuskan secara sengaja apa yang bermanfaat bagi banyak makhluk dan apa yang tidak adalah paññā upa-pāramī;
    • mencabut kemelekatan terhadap nyawa (internal) dan memutuskan secara sengaja apa yang bermanfaat bagi makhluk hidup dan apa yang tidak adalah paññā paramattha-pāramī.
  5. Berusaha untuk memenuhi dan menjadi mahir dalam penyempurnaan pāramī tersebut di atas dan yang akan disebutkan kemudian adalah vīriya pāramī;
    • berusaha untuk memenuhi dan menyempurnakan upa-pāramī tersebut di atas dan yang akan disebutkan kemudian adalah vīriya upa-pāramī;
    • berusaha untuk memenuhi dan menyempurnakan paramattha-pāramī yang disebutkan di atas dan yang akan disebutkan kemudian adalah vīriya paramattha-pāramī.
  6. Menghadapi perubahan-perubahan yang membahayakan objek-objek eksternal dengan kesabaran adalah khanti pāramī;
    • menghadapi dengan sabar perubahan-perubahan yang membahayakan anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain-lain, adalah khanti upa-pāramī;
    • menghadapi dengan sabar perubahan-perubahan yang membahayakan nyawa (internal) adalah khanti paramattha-pāramī.
  7. Tidak meninggalkan kebenaran (dengan berbohong, dsb.) karena objek eksternal adalah sacca pāramī;
    • tidak meninggalkan kebenaran karena anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain sebagainya adalah sacca upa-pāramī;
    • tidak meninggalkan kebenaran karena nyawa (internal) adalah sacca paramattha-pāramī.
  8. Tekad yang tidak tergoyahkan meskipun objek-objek eksternal hancur, tetapi tetap berpegang teguh bahwa “paramī seperti dāna, dsb., hanya dapat terpenuhi dengan tekad yang tidak dapat dihancurkan” adalah adhiṭṭhāna pāramī;
    • tekad yang tidak tergoyahkan meskipun anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain sebagainya hancur adalah adhiṭṭhāna upa-pāramī;
    • tekad yang tidak tergoyahkan meskipun nyawa (internal) hancur adalah adhiṭṭhāna paramattha-pāramī.
  9. Tidak meninggalkan cinta kasih terhadap makhluk hidup (terus menerus memenuhi makhluk-makhluk dengan cinta kasih), bahkan jika mereka telah menyebabkan kerusakan pada objek eksternal adalah mettā pāramī;
    • tidak meninggalkan cinta kasih terhadap makhluk hidup, bahkan jika mereka telah menyebabkan kerusakan pada anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain sebagainya adalah mettā upa-pāramī;
    • tidak meninggalkan cinta kasih terhadap makhluk hidup, bahkan jika mereka telah menyebabkan kerusakan pada nyawa (internal) adalah mettā paramattha-pāramī.
  10. Menjaga sikap (mental) yang seimbang terhadap makhluk-makhluk dan perbuatan berkehendak mereka, tanpa memandang apakah aktivitas tersebut bermanfaat atau merugikan objek eksternal kita, adalah upekkhā pāramī;
    • mempertahankan sikap netral terhadap makhluk-makhluk dan perbuatan berkehendak mereka, tanpa memandang apakah aktivitas tersebut bermanfaat atau merugikan anggota tubuh (internal), seperti tangan, kaki, dan lain sebagainya, adalah upekkhā upa-pāramī;
    • mempertahankan sikap netral terhadap makhluk-makhluk dan perbuatan berkehendak mereka, tanpa memandang apakah aktivitas tersebut bermanfaat atau merugikan nyawa (internal) adalah upekkhā paramattha-pāramī.

Untuk mencapai tingkat Kebuddhaan tertinggi (sammāsambuddha), seseorang perlu menyempurnakan seluruh tiga puluh paramita.[5][13]

Paramita dan kebajikan

sunting

Paramita adalah akumulasi puncak dari kebajikan yang diaspirasikan untuk pencapaian Nirwana, alih-alih keuntungan duniawi. Paramita (Pāli: pāramī) berbeda dari kebajikan (Pāli: puñña) dalam arti apabila menghasilkan kelahiran kembali, maka kebajikan yang akan melahirkan makhluk di alam-alam tertentu. Kebajikan tidak akan bisa membuat suatu makhluk keluar dari samsara karena kebajikan berbuah di dalam samsara. Kebajikan mengendorkan ikatan suatu makhluk di samsara, tidak melepaskannya. Dengan kebajikan, seseorang mendapatkan kehidupan yang baik sehingga mempermudah seseorang untuk belajar (pariyatti) dan berlatih meditasi (paṭipatti). Namun, untuk keluar dari saṃsāra, dibutuhkan paramita atau pāramī. Paramita membantu penembusan Empat Kebenaran Mulia (paṭivedha) dan pencapaian Nirwana.[4]

Mahayana

sunting

Sarjana studi agama Dale S. Wright menyatakan bahwa teks-teks Mahāyāna merujuk pada pāramitā sebagai "dasar pelatihan" bagi mereka yang ingin mencapai kecerahan. Wright menggambarkan pāramitā sebagai daftar aspirasi yang membimbing pengembangan diri dan memberikan gambaran konkret tentang aspirasi Buddha.[14]

Enam jenis paramita

sunting

Dalam aliran Mahāyāna, Prajñapāramitā Sūtra dan sejumlah besar teks Mahāyāna lainnya mencantumkan enam jenis paramita:[15][16]

  1. Dāna pāramitā (दान पारमिता): kedermawanan, derma, pemberian diri sendiri (dalam bahasa Tionghoa, Korea, dan Jepang, 布施波羅蜜; dalam bahasa Tibet, སྦྱིན་པ sbyin-pa)
  2. Śīla pāramitā (शील पारमिता): sila, moralitas, akhlak, perilaku benar (持戒波羅蜜; ཚུལ་ཁྲིམས tshul-khrims)
  3. Kṣānti pāramitā (क्षान्ति पारमिता): kesabaran, toleransi, penerimaan, ketahanan (忍辱波羅蜜; བཟོད་པ bzod-pa)
  4. Vīrya pāramitā (वीर्य पारमिता): energi, ketekunan, kekuatan, usaha (精進波羅蜜; བརྩོན་འགྲུས brtson-’grus)
  5. Dhyāna pāramitā (ध्यान पारमिता): konsentrasi terpusat, kontemplasi (禪定波羅蜜, བསམ་གཏན bsam-gtan)
  6. Prajñā pāramitā (प्रज्ञा पारमिता): kebijaksanaan (般若波羅蜜; ཤེས་རབ shes-rab)

Daftar ini juga disebutkan oleh Dhammapala, penulis kitab komentar Theravāda, yang menggambarkannya sebagai kategorisasi dari sepuluh paramita Buddhisme Theravada. Menurut Dhammapala, Sacca diklasifikasikan sebagai Śīla dan Prajñā; Mettā dan Upekkhā diklasifikasikan sebagai Dhyāna; dan Adhiṭṭhāna termasuk dalam keenamnya.[16] Bhikkhu Bodhi menyatakan bahwa korelasi antara kedua aliran tersebut menunjukkan adanya inti yang sama sebelum aliran Theravāda dan Mahāyāna terpecah.[17]

Empat jenis paramita

sunting

Dalam Daśabhūmika Sūtra aliran Mahāyāna, empat jenis paramita tambahan diuraikan sebagai berikut:

  1. Upāya pāramitā (उपाय पारमिता): cara yang terampil (方便波羅蜜
  2. Praṇidhāna pāramitā (प्राणिधान पारमिता): sumpah, resolusi, aspirasi, tekad (願波羅蜜)
  3. Bala pāramitā (बल पारमिता): kekuatan spiritual (力波羅蜜)
  4. Jñāna pāramitā (ज्ञान पारमिता): pengetahuan (智波羅蜜)

Mahāratnakūṭa Sūtra (महारत्नकूट सूत्र, Sutra Tumpukan Permata) juga mencakup empat jenis paramita tambahan ini, dengan urutan Praṇidhāna dan Bala yang dibalik.

Referensi

sunting
  1. ^ www.wisdomlib.org (2008-06-01). "Paramita, Pāramitā, Pāramita: 12 definitions". www.wisdomlib.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-28. Diakses tanggal 2020-01-28. 
  2. ^ "A Treatise on the Paramis: From the Commentary to the Cariyapitaka". www.accesstoinsight.org. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-11. Diakses tanggal 2020-01-27. 
  3. ^ Bodhi, Bhikkhu (2005). "A Treatise on the Paramis: From the Commentary to the Cariyapitaka". www.accesstoinsight.org. Diakses tanggal 2024-04-11. 
  4. ^ a b Kheminda, Ashin (2017). "Tentang Kebajikan dan Pāramī". Dhammavihārī Buddhist Studies. Diakses tanggal 2024-04-11. 
  5. ^ a b Dhammapala, Acariya. (1996). A treatise on the Paramis : from the commentary to the Cariyapitaka (PDF). Translated by Bodhi, Bhikkhu. Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society. hlm. 2–5; 105 note 8. ISBN 955-24-0146-1. OCLC 40888949. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-06-22. Diakses tanggal 2020-01-26. 
  6. ^ Thera, Nyanatiloka; Thera, Nyanaponika (2007). Buddhist Dictionary: A Manual of Buddhist Terms and Doctrines (PDF) (edisi ke-Thailand and Indochina). Chiang Mai: Buddhist Publication Society; Silkworm Books (Thai-Indochina edition). ISBN 978-974-9511-30-5. 
  7. ^ Cp III.15.9: "Having inquired of the learned [paññā]. having engaged in supreme energy [viriya], having gone to the perfection of patience [khanti], I attained supreme Self-Awakening." (Horner, 2000, hlm. 49.)
  8. ^ Lihat Horner (2000), hlm. 49 cat. 5.
  9. ^ Horner (2000), hlm. vi: "Indeed they [wisdom, energy and patience] are implicit in the collection: Wisdom, as implied by the term pandita, in the titles of Cp.I.10, III.5.6, 8; Energy in II.2.3, II.10.2 when the Bodhisatta resolutely determined on the four factors of energy, that great instrument for Awakening, since without it nothing can be achieved; and Patience is recognizable in the story of Wise Temiya, III.6, and in others." Terkait dengan "empat faktor energi," Horner (2000), hlm. 19 cat. 11, mengidentifikasinya dalam suatu bagian kanonis: "gladly would I be reduced to skin, sinews, bone and let my body's flesh and blood dry up" (A.i.50, S.ii.28, M.i.481, diidentifikasi sebagai "energi rangkap empat" dalam MA.iii.194).
  10. ^ Kloppenborg, Ria (1983). The Paccekabuddha: A Buddhist Ascetic (PDF). Kandy: Buddhist Publication Society. hlm. 105, note 8. 
  11. ^ Sayadaw, Ven. Mingun (1990). The Great Chronicle of Buddhas. 
  12. ^ Sayadaw, Ven. Mingun (2008). The Great Chronicle of Buddhas: Singapore Edition (PDF). Singapore. 
  13. ^ Burlingame, Eugene Watson; Khemaratana, Ven.; Bhikkhu, Anandajoti (2020). Buddhist Legends: Dhammapada Commentary (PDF). Harvard: Harvard University Press. 
  14. ^ Wright, Dale Stuart (2009). The Six Perfections: Buddhism and the Cultivation of Character (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 3–4. ISBN 978-0-19-538201-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2020-01-27. 
  15. ^ Wright, Dale Stuart (2009). The Six Perfections: Buddhism and the Cultivation of Character (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. contents. ISBN 978-0-19-538201-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2020-01-27. 
  16. ^ a b Bodhi, Bhikkhu (2007-12-01). The Discourse on the All-embracing Net of Views: The Brahmajāla Sutta and Its Commentaries (dalam bahasa Inggris). Buddhist Publication Society. hlm. 300. ISBN 978-955-24-0052-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2020-01-27. 
  17. ^ Bodhi, Bhikkhu (2007-12-01). The Discourse on the All-embracing Net of Views: The Brahmajāla Sutta and Its Commentaries (dalam bahasa Inggris). Buddhist Publication Society. hlm. 44. ISBN 978-955-24-0052-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-06-24. Diakses tanggal 2020-01-27.