Djatikoesoemo

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan
(Dialihkan dari GPH. Djatikusumo)

Jenderal TNI (HOR) Goesti Pangeran Harjo Djatikoesoemo (1 Juli 1917 – 4 Juli 1992)[1] adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat Ke-1 (1948-1949) dan Duta Besar RI untuk Singapura (1958—1960).

Djatikoesoemo
Djatikusumo saat berpangkat Letnan Jenderal
Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata
Masa jabatan
10 Juli 1959 – 13 November 1963
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Soekardan
Sebelum
Menteri Perhubungan Indonesia ke-12
Masa jabatan
10 Juli 1959 – 13 November 1963
PresidenSoekarno
Kepala Staf TNI Angkatan Darat ke-1
Masa jabatan
15 Mei 1948 – 27 Desember 1949
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1917-07-01)1 Juli 1917
Kasunanan Surakarta, Hindia Belanda
Meninggal4 Juli 1992(1992-07-04) (umur 75)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Orang tuaPakubuwana X (ayah)
AlmamaterCorps Opleiding Reserve Officieren (CORO) (1941)
ProfesiTentara
Penghargaan sipilPahlawan Nasional Indonesia
Karier militer
Pihak
Dinas/cabang
Masa dinas1941—1973
Pangkat Jenderal TNI (HOR)
SatuanZeni
Pertempuran/perang
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Djatikoesoemo adalah putra bangsa yang berdarah keraton, terlahir sebagai putra ke-23 dari Susuhunan Pakubuwono X. Jenazahnya dimakamkan di kompleks Makam Imogiri, Bantul, Yogyakarta.[2]

Karier

sunting

GPH Jatikusumo memulai karier militernya saat ia mengikuti pendidikan militer pada zaman belanda yaitu di Corps Opleiding Reserve Officieren (CORO) akan tetapi di Tanggal 3 Maret 1942, Djatikoesoemo yang saat itu masih taruna CORO ditugaskan ikut bertempur melawan tentara Jepang di Ciater, Subang, Jawa Barat sampai dengan Tanggal 8 Maret 1942 karena pada tanggal tersebut Pemerintah Kolonial Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Tentara Jepang di Pangkalan Udara Kalijati.[3]

Setelah Belanda menyerah maka Djatikoesoemo pun mengikuti pendidikan militer yang bernama Jawa Boei Kanbu Giyugun Resentai dimana pendidikan tersebut diselenggarakan oleh Jepang di Bogor, Jawa Barat dengan tujuan melatih calon perwira Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang bertugas memimpin Pasukan Sukarela untuk mempertahankan pulau jawa dari ancaman invasi Sekutu setelah lulus dari pendidikan tersebut, Djatikoesoemo pun menyandang pangkat Shodancho (Komandan Kompi) dan ditugaskan di Daidan (Batalyon) I Tentara PETA Surakarta.

Pasca proklamasi kemerdekaan, Chudancho GPH Djatikoesoemo bergabung kedalam Badan Keamanan Rakyat dan menjabat sebagai Ketua BKR Soerakarta hingga pada puncaknya menjadi Perwira Tinggi diperbantukan Markas Besar Angkatan Darat di Tahun 1972.

Riwayat Jabatan

sunting
  1. Ketua BKR Surakarta (1945).
  2. Komandan Batalyon I TKR Divisi X Surakarta (1945).
  3. Perwira Menengah dpb Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta (1945-1946).
  4. Panglima TRI Divisi IV / Panembahan Senopati (1946).
  5. Panglima TRI kemudian menjadi TNI Divisi V / Ronggolawe (1946-1948).
  6. Kepala Staf Angkatan Darat (1948-1949).
  7. Gubernur Militer Akademi (MA) Yogyakarta (1948-1950).
  8. Ketua Panitia Gencatan Senjata Pusat, Jakarta (1949-1950).
  9. Kepala Biro Perancang Operasi Militer, Kementerian Pertahanan (1950).
  10. Kepala Biro Pendidikan Pusat, Kementerian Pertahanan (1950-1952).
  11. Komandan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat, Bandung, Jawa Barat (1952-1955).
  12. Direktur Corps Zeni Angkatan Darat merangkap sebagai Koordinator Operasi Militer di Sumateta (1955-1958).
  13. Ketua Tim Pengatur Penempatan Kontingen Pasukan Indonesia pada United Nations Emergency Forces (UNEF) (1958).
  14. Kepala KJRI di Singapura juga merangkap sebagai Kepala KJRI di Serawak, Sabah dan Brunei (1958-1959).
  15. Menteri Muda Perhubungan Darat, Pos, Telegraf dan Telepon pada Kabinet Kerja I (1959-1960).
  16. Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telegraf dan Telepon pada Kabinet Kerja II (1960-1962).
  17. Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata pada Kabinet Kerja III (1962-1963).
  18. Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh pada Kerajaan Malaya (1963).
  19. Deputi I Menko Hankam / KSAB (1963-1965).
  20. Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh pada Kerajaan Maroko (1965-1966).
  21. Duta Besar RI Luar Biasa dan Berkuasa Penuh pada Republik Perancis dan Kerajaan Spanyol merangkap Kepala Perwakilan Tetap pada UNESCO (1966-1969).
  22. Perwira Tinggi diperbantukan Markas Besar Angkatan Darat (1969-1972).
  23. Pensiun (1972).
  24. Anggota Dewan Pengurus Pusat PEPABRI (1973-1992).
  25. Anggota Dewan Pertimbangan Agung R.I (1978-1992).
  26. Wakil Ketua DPA RI (1979-1983).
  27. Anggota Tim P-7 (1978-1992).

Kepangkatan

sunting
  1. Mayor (1945).
  2. Letnan Kolonel (1945-1946).
  3. Kolonel (1946).
  4. Mayor Jenderal (1946-1948).
  5. Kolonel (1948-1957), pangkat diturunkan karena adanya kebijakan Re-Ra dalam TNI.
  6. Brigadir Jenderal TNI (1957-1959).
  7. Mayor Jenderal TNI (1959-1963).
  8. Letnan Jenderal TNI (1963-1972).
  9. Pensiun (1972).
  10. Jenderal TNI Kehormatan (1997), diberikan kenaikan pangkat tersebut karena jasanya atas nusa dan bangsa.

Kematian

sunting

Djatikoesoemo meninggal dunia pada 4 Juli 1992 dalam usia 75 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD Gatot Soebroto), Jakarta akibat serangan jantung. Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sudharmono melayat ke rumah duka. Sudharmono merupakan anak didik Djati saat di Divisi Ronggolawe. Anak didik lainnya, Jenderal Try Sutrisno yang kala itu menjadi Panglima ABRI memimpin upacara penghormatan terakhir pemakaman KSAD pertama itu. Djati dimakamkan di Imogiri, makam keluarga raja-raja Jawa. Lima tahun kemudian, pada November 1997, Presiden Soeharto memberikan penghargaan untuk para mantan KSAD.

Penghargaan

sunting

Tanda jasa[4]

sunting
   
     
     
     
     
     
Baris ke-1 Bintang Mahaputera Adipradana (17 Agustus 1982)[5] Bintang Dharma
Baris ke-2 Bintang Gerilya Bintang Kartika Eka Paksi Utama (1978)[6] Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia
Baris ke-3 Satyalancana Kesetiaan 16 Tahun Satyalancana Perang Kemerdekaan I Satyalancana Perang Kemerdekaan II
Baris ke-4 Satyalancana G.O.M I Satyalancana G.O.M II Satyalancana Sapta Marga
Baris ke-5 Satyalancana Wira Dharma Satyalancana Penegak Satyalancana Dwidya Sistha
Baris ke-6 Satyalancana Perintis Kemerdekaan Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia Knight of the Order of Pope Pius IX (K.P.O.) - Vatikan

Pahlawan Nasional

sunting

Atas jasa dan perjuangannya GPH. Djatikusumo dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional oleh presiden RI Megawati Soekarno Putri dengan No. SK 073/TK/2002 tanggal 6 November 2002 .[1][pranala nonaktif permanen]

Referensi

sunting
  1. ^ G.P.H Djatikusumo, Sosok Prajurit Sepi Ing Pamrih Rame Ing Gawe. Bandung: Dinas Sejarah Angkatan Darat. 2009. 
  2. ^ Profil Kepala Staf Angkatan Darat. Bandung: Dinas Sejarah Angkatan Darat. 2011. 
  3. ^ Salam, Solichin (1993). GPH Djatikusumo Prajurit - Pejuang dari Kraton Surakarta. Jakarta: Gema Salam. 
  4. ^ Dinas Sejarah TNI AD 2011, hlm. 15.
  5. ^ Daftar WNI yang Mendapat Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera tahun 1959 s.d. 2003 (PDF). Diakses tanggal 4 Oktober 2021. 
  6. ^ "Penganugerahan bintang Eka Paksi Utama kepada Letjend (Purn) G.P.H.Jati kusumo yang dilakukan oleh Menhankam/Pangab Jend TNI M.Pangabean, di Aula Gedung Hankam Jakarta". onesearch.id. Diakses tanggal 2023-05-21. 

Sumber referensi

Pranala luar

sunting
Jabatan militer
Jabatan baru Kepala Staf TNI Angkatan Darat
1948—1949
Diteruskan oleh:
Abdul Harris Nasution
Jabatan politik
Didahului oleh:
Soekardan
sebagai Menteri Perhubungan
Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi, dan Pariwisata
1959—1963
Diteruskan oleh:
Hidajat Martaatmadja
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Mohamad Razif
Duta Besar Indonesia untuk Malaysia
Januari 1963—September 1963
Diteruskan oleh:
Tan Sri HA Thalib Depati Santio Bowo
Jabatan baru Duta Besar Indonesia untuk Maroko
1965—1966
Diteruskan oleh:
Taufik Rachman Sudarbo
Didahului oleh:
Tamzil Gelar Sutan Narajau
Duta Besar Indonesia untuk Prancis
1966—1968
Diteruskan oleh:
Harry Askari