Hukum

sistem aturan dan pedoman, umumnya disokong oleh otoritas pemerintah
(Dialihkan dari Ilegal)

Hukum (serapan dari bahasa Arab: حكم) adalah kumpulan peraturan yang terdiri atas norma dan sanksi-sanksi.[1] Hukum merupakan keseluruhan kaedah-kaedah serta asas-asas yang mengatur ketertiban yang meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaedah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat. Hukum adalah sesuatu yang berkaitan erat dengan kehidupan manusia merujuk pada sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan penegakan hukum oleh kelembagaan penegak hukum karena segala kehidupan manusia dibatasi oleh hukum.[2][3]

Simbol Lex Heraldik

Hukum mengatur sanksi bagi penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi, dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap pelanggaran hak individu dalam hukum perdata, dan hukum pidana yang mengupayakan cara negara untuk menuntut pelaku pelanggaran hukum publik.

Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan, lingkungan, peraturan atau tindakan militer. Filsuf Aristotles menyatakan bahwa "sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela."[4][5]

Etimologi

sunting

Kata hukum berasal dari bahasa Arab al-hukmu yang berarti putusan, ketetapan, perintah, pemerintahan, kekuasaan, dan hukuman.[6]

Para ahli dan sarjana hukum mencoba untuk memberikan pengertian atau definisi hukum, tetapi belum ada satupun ahli atau sarjana hukum yang mampu memberikan pengertian hukum yang dapat diterima oleh semua pihak.[7] Ketiadaan definisi hukum yang dapat diterima oleh seluruh pakar dan ahli hukum pada gilirannya memutasi adanya permasalahan mengenai ketidaksepahaman dalam definisi hukum menjadi mungkinkah hukum didefinisikan atau mungkinkah kita membuat definisi hukum? Lalu berkembang lagi menjadi perlukah kita mendefinisikan hukum?[8]

Ketiadaan definisi hukum jelas menjadi kendala bagi mereka yang baru saja ingin mempelajari ilmu hukum. Tentu saja dibutuhkan pemahaman awal atau pengertian hukum secara umum sebelum memulai untuk mempelajari apa itu hukum dengan berbagai macam aspeknya. Bagi masyarakat awam pengertian hukum itu tidak begitu penting. Lebih penting penegakannya dan perlindungan hukum yang diberikan kepada masyarakat. Namun, bagi mereka yang ingin mendalami lebih lanjut soal hukum, tentu saja perlu untuk mengetahui pengertian hukum.[9] Secara umum, rumusan pengertian hukum setidaknya mengandung beberapa unsur sebagai berikut:

  • Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.
  • Peraturan hukum ditetapkan oleh lembaga atau badan yang berwenang untuk itu. Peraturan hukum tidak dibuat oleh setiap orang melainkan oleh lembaga atau badan yang memang memiliki kewenangan untuk menetapkan suatu aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat luas.
  • Penegakan aturan hukum bersifat memaksa. Peraturan hukum dibuat bukan untuk dilanggar namun untuk dipatuhi. Untuk menegakkannya diatur pula mengenai aparat yang berwenang untuk mengawasi dan menegakkannya sekalipun dengan tindakan yang represif. Meski demikian, terdapat pula norma hukum yang bersifat fakultatif/melengkapi.[10]
  • Hukum memliki sanksi dan setiap pelanggaran atau perbuatan melawan hukum akan dikenakan sanksi yang tegas. Sanksi juga diatur dalam peraturan hukum.[9]

Sejarah Hukum

sunting

Sejarah hukum adalah studi tentang bagaimana hukum telah berkembang dan mengapa hukum berubah. Sejarah hukum berhubungan erat dengan perkembangan peradaban[11] dan beroperasi dalam konteks sejarah sosial yang lebih luas. Para ahli hukum dan sejarawan proses hukum tertentu telah melihat sejarah hukum sebagai rekaman evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini telah berevolusi dengan tujuan untuk lebih memahami asal-usul berbagai konsep hukum; beberapa menganggap sejarah hukum sebagai cabang dari sejarah intelektual. Sejarawan abad ke-20 memandang sejarah hukum dengan cara yang lebih kontekstual-lebih sejalan dengan pemikiran sejarawan sosial[11]. Mereka telah melihat institusi hukum sebagai sistem aturan, pemain, dan simbol yang kompleks, dan telah melihat elemen-elemen ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau mempromosikan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil. Sejarawan hukum tersebut cendrung menganalisis sejarah kasus dari parameter penyelidikan ilmu sosial, menggunakan metode statistik, menganalisis perbedaan kelas di antara pihak-pihak yang berperkara, pemohon, dan pemain lain dalam berbagai proses hukum. Dengan menganalisis hasil kasus, biaya transaksi, dan jumlah kasus yang diselesaikan, mereka telah memulai analisis lembaga hukum, praktik, prosedur, dan risalah yang memberikan gambaran yang lebih kompleks tentang hukum dan masyarakat daripada yang dapat dicapai oleh studi yurisprudensi, hukum kasus, dan kode perdata[11].

Fungsi Hukum

sunting

Dalam rangka menjalankan fungsi hukum untuk sebagai a tool of social engineering. hukum sebagai sarana pembangunan, hukum itu menurut Michael Hager dapat mengabdi pada 3 (tiga) sektor yaitu:

  1. Hukum sebagai alat penertib (Ordering) "Dalam rangka penertiban ini hukum dapat menciptakan suatu kerangka bagi pengambilan keputusan politik dan mencegah sengketa yang mungkin timbul melalui suatu hukum acara yang baik. Ia pun dapat meletakkan dasar hukum (legitimacy) bagi penggunaan kekuasaan"[1].
  2. Hukum sebagai alat penjaga keseimbangan (balancing). "Fungsi hukum dapat menjaga keseimbangan dan keharmonisan antara kepentingan negara/kepentingan umum dan kepentingan perorangan"[1].
  3. Hukum sebagai katalisator[1]. "Sebagai katalisator hukum dapat membantu untuk memudahkan terjadinya proses perubahan melalui pembaharuan hukum (Law Reform) dengan bantuan tenaga kreatif di bidang profesi hukum"[1].

Mengingat fungsi dan peranan hukum yang sangat strategis dalam pembangunan masyarakat dewasa ini, maka hukum harus menjamin adanya kepastian hukum, keadilan dan kegunaan bagi masyarakat[1].

Bidang hukum

sunting

Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain: hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum umum, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.

Hukum pidana

sunting

Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan-perbuatan yang diharuskan dan dilarang oleh peraturan perundang-undangan, norma dan berakibat diterapkannya sanksi berupa pemidanaan dan denda bagi para pelanggarnya.

Dalam hukum pidana dikenal 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran.

  • Kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat. Pelaku pelanggaran berupa kejahatan mendapatkan sanksi berupa pemidanaan, contohnya: mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya.
  • Pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh peraturan perundangan namun tidak memberikan efek yang tidak berpengaruh secara langsung kepada orang lain, seperti tidak menggunakan helm, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.

Di Indonesia, hukum pidana diatur secara umum dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang merupakan peninggalan dari zaman penjajahan Belanda, sebelumnya bernama Wetboek van Straafrecht (WvS). KUHP merupakan lex generalis bagi pengaturan hukum pidana di Indonesia di mana asas-asas umum termuat dan menjadi dasar bagi semua ketentuan pidana yang diatur di luar KUHP (lex specialis).

Pasal-Pasal Pidana di Indonesia Terkait Gangguan Ketenangan Tetangga

sunting

Pasal 503 ayat (1) KUHP: Pasal ini memberikan perlindungan terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan istirahat yang cukup. Tindakan yang termasuk dalam pelanggaran pasal ini tidak hanya terbatas pada suara keras, tetapi juga dapat berupa tindakan lain yang mengganggu ketenteraman umum pada malam hari.[12]

Pasal 170 ayat (1) KUHP: Pasal ini lebih fokus pada tindakan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama. Namun, pasal ini juga dapat diterapkan pada kasus perorangan jika tindakan tersebut disertai dengan ancaman kekerasan atau kerusakan barang.[13]

Hukum perdata

sunting

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau seperti ilmu hukum sipil (sistem hukum). Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah, sengketa kepemilikan barang, pencemaran nama baik, masalah warisan, wanprestasi, perebutan hak asuh anak dan kendaraan[14].

Hukum perdata itu ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis. Hukum perdata yang tertulis ialah hukum perdata sebagaimana yang diatur dalam kitab Undang-undang hukum Perdata. Hukum Perdata yang tidak tertulis ialah Hukum Adat. Menurut ilmu Pengetahuan Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:

  1. Hukum perorangan/hukum badan pribadi (Personen recht)
  2. Hukum keluarga (Familierecht)
  3. Hukum harta kekayaan (Vermogensrecht)[butuh rujukan]
  4. Hukum waris (Erfrecht)[15]

Pasal-Pasal Perdata di Indonesia Terkait Gangguan Ketenangan Tetangga

sunting

Pasal 1365 KUHPer merupakan dasar hukum perdata yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum. Jika seseorang mengalami kerugian akibat tindakan mengganggu ketenangan tetangga, maka ia dapat mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi.[16]

Hukum acara

sunting

Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum materiil perdata, maka ada hukum acara perdata. Sedangkan untuk hukum materiil tata usaha negara, diperlukan hukum acara tata usaha negara. Hukum acara pidana harus dikuasai terutama oleh para polisi, jaksa, advokat, hakim, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan.

Hukum acara pidana yang harus dikuasai oleh polisi terutama hukum acara pidana yang mengatur soal penyelidikan dan penyidikan, oleh karena tugas pokok polisi menurut hukum acara pidana (KUHAP) adalah terutama melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan. Yang menjadi tugas jaksa adalah penuntutan dan pelaksanaan putusan hakim pidana. Oleh karena itu, jaksa wajib menguasai terutama hukum acara yang terkait dengan tugasnya tersebut. Sedangkan yang harus menguasai hukum acara perdata termasuk hukum acara tata usaha negara terutama adalah advokat dan hakim. Hal ini disebabkan di dalam hukum acara perdata dan juga hukum acara tata usaha negara, baik polisi maupun jaksa (penuntut umum) tidak diberi peran seperti halnya dalam hukum acara pidana. Advokatlah yang mewakili seseorang untuk memajukan gugatan, baik gugatan perdata maupun gugatan tata usaha negara, terhadap suatu pihak yang dipandang merugikan kliennya. Gugatan itu akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Pihak yang digugat dapat pula menunjuk seorang advokat mewakilinya untuk menangkis gugatan tersebut.

Tegaknya supremasi hukum itu sangat tergantung pada kejujuran para penegak hukum itu sendiri yang dalam menegakkan hukum diharapkan benar-benar dapat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan kejujuran. Para penegak hukum itu adalah hakim, jaksa, polisi, advokat, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan. Jika kelima pilar penegak hukum ini benar-benar menegakkan hukum itu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, maka masyarakat akan menaruh respek yang tinggi terhadap para penegak hukum. Dengan semakin tingginya respek itu, maka masyarakat akan terpacu untuk menaati hukum.

Sistem hukum

sunting
 
Halaman pertama dari kode Napoleon edisi 1804

Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain: sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, dan sistem hukum agama. Sebagai negara hukum, Indonesia menganut 3 (tiga) sistem hukum sekaligus yang hidup dan berkembang di masyarakat yakni sistem hukum sipil, sistem hukum adat, sitem hukum Islam.

Ketiga sistem tersebut saling melengkapi, harmonis dan romantis[17]. Hukum Islam dan Hukum Adat dasar awal dari pengembanhan hukum di Indonesia karena mayoritas penduduk di Indonesia menganut agama Islam yang memungkinkan hukum islam dan hukum umum menjadi bagian yang terpenting dalam pengembanhan sistem hukum di Indonesia[17]Hukum Adat sebagai hukum yang asli yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sangat mempengaruhi proses pengembangan hukum di Indonesia[18].

Sistem hukum Eropa Kontinental

sunting

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.

Sistem hukum umum adalah suatu sistem hukum yang digunakan di Inggris yang mana di dalamnya menganut aliran frele recht lehre yaitu di mana hukum tidak dibatasi oleh undang-undang tetapi hakim diberikan kebebasan untuk melaksanakan undang-undang atau mengabaikannya.

Sistem hukum eropa kontinental ini berkembang di Eropa daratan seperti Perancis dapat dikatakan sebagai negara yang terlebih dahulu menerapkan sistem hukum tersebut. Sebenarnya sistem hukum ini berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi pada masa pemerintahan Kaisar Justisianus abad ke VI sebelum masehi.

Sistem hukum Anglo-Saxon

sunting

Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistem hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, tetapi juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.

Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman. Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.

Sistem hukum adat/kebiasaan

sunting

Hukum Adat adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. Misalnya di perkampungan pedesaan terpencil atau di perkotaan yang sudah modern di haruskan masih membawa mengikuti hukum adat dan memiliki sanksi sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di wilayah tertentu, yang dapat di putuskan oleh dudungan tertinggi adat tersebut. Apabila hakim tidak dapat menemukan hukumannya dalam hukum tertulis, seorang hakim harus dapat menemukan hukumanya dalam aturan yang hidup dalam masyarakat adat setempat karena hukum adat juga mempunyai peran dalam sistem hukum Nasional di Indonesia, adapun yang menjadi dasar peraturan perundang-undangan diberlakukannya hukum adat di Indonesia ialah Undang-Undang Dasar Tahun 1945, UUD Sementara Tahun 1950, Pasal 131 I. S. jis Pasal 75 Baru dan Lama R. R.;, Pasal 134 I. S.;, Undang-Undang Darurat No. 1 Tahun 1951 Lembaran Negara No. 9;, Undang-Undang No. 19/1964 dan Undang-Undang No. 14/1970[19].

Sistem hukum agama

sunting

Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci, dan juga asas hukum-hukum Islam di Indonesia.

Hukum Indonesia

sunting

Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu me-rujuk dari sistem hukum Eropa Kontinental pada jaman Belanda. Sekarang di Indonesia hukum yang diberlakukan dan berjalan yaitu hukum adat Asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah Adatrech yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronye, sistem hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW juga Akhlak dan Agama yang dikembangkan menjadi Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945[20] . Me-rujuk sistem hukum Eropa Kontinental.

Macam-macam Sistem Hukum

sunting

Manusia yang hidup di atas dunia ini memerlukan hukum, sebab hukum selain mencegah terjadinya konflik juga dapat menanggulanginya secara profesional tanpa melibatkan intervensi dari pejabat penguasa politik apabila konflik itu telah terjadi, berikut beberapa sistem hukum yang berlaku:

  1. Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum yang berkembang di negara-negara eropa Jerman, Belanda, Prancis, Italia, dan Asia termasuk indonesia pada Jaman penjajahan Belanda hingga Tahun 1964 Masehi.
  2. Sistem Hukum Anglo-Saxon adalah sistem hukum mula-mula yang berkembang di Negara Inggris, dan dikenal dengan Istilah Rule of Law Common Law atau Unwritten Law (Hukum tidak tertulis) atau sering pula disebut dengan istilah Case Law.
  3. Sistem Hukum Adat adalah yang terdapat dan berkembang di lingkungan kehidupan sosial masyarakat di Indonesia, Tiongkok, India, Jepang, dan negara lain.
  4. Sistem Hukum Islam adalah yang berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara Indonesia sejak Tahun 1289 Masehi Abad ke-7 Hijriyah 688 Hujarood Rosulullah SAW yang dibawa oleh mujahid penyebar agama Islam, Asia, Afrika, Eropa, Amerika secara individu maupun secara kelompok.
  5. Sistem Hukum Kanonik adalah sistem hukum yang dianut oleh negara-negara yang tunduk kepada peraturan-peraturan gereja.
  6. Sistem Hukum Sosialis adalah nama resmi untuk sistem hukum di negara-negara Komunis.

Setelah memahami berbagai macam sistem hukum yang terdapat di dunia, disimpulkan bahwa sistem hukum yang ideal bagi sebuah Negara adalah sistem hukum yang sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan Masyarakat dari Negara tersebut[20].

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-12-24. Diakses tanggal 2022-08-04. 
  2. ^ Robertson, Crimes against humanity, 90; see "analytical jurisprudence" for extensive debate on what law is; in The Concept of Law Hart argued law is a "system of rules" (Campbell, The Contribution of Legal Studies, 184); Austin said law was "the command of a sovereign, backed by the threat of a sanction" (Bix, John Austin); Dworkin describes law as an "interpretive concept" to achieve justice (Dworkin, Law's Empire, 410); and Raz argues law is an "authority" to mediate people's interests (Raz, The Authority of Law, 3–36).
  3. ^ https://www.kompas.com/tren/read/2022/06/11/150500365/mengenal-apa-itu-hukum-pengertian-unsur-dan-sumbernya?page=all
  4. ^ n.b. this translation reads, "it is more proper that law should govern than any one of the citizens: upon the same principle, if it is advantageous to place the supreme power in some particular persons, they should be appointed to be only guardians, and the servants of the laws." (Aristotle, Politics 3.16).
  5. ^ Definisi "hukum" dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997):
    1. peraturan hukum umum atau adat, yang secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh hakim penguasa, pemerintah atau otoritas.
    2. undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur kehidupan masyarakat.
    3. patokan (kaidah, ketentuan).
    4. keputusan (pertimbangan) yang ditentukan oleh hakim dalam pengadilan, vonis.
  6. ^ Nafis, Ph.D., M. Cholil (2011). Teori Hukum Ekonomi Syariah. Penerbit Universitas Indonesia. hlm. 15. ISBN 9789794564561. 
  7. ^ "Pengertian Hukum". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-06. Diakses tanggal 2014-09-30. 
  8. ^ "Definisi Hukum". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-06. Diakses tanggal 2014-09-30. 
  9. ^ a b "Pengertian Hukum Secara Umum". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-10-06. Diakses tanggal 2014-09-30. 
  10. ^ "Norma hukum dapat dibedakan antara norma hukum fakultatif dan norma hukum imperatif. Sebagaimana sebutannya, norma hukum imperatif merujuk pada norma hukum yang bersifat memaksa sedangkan norma hukum fakultatif adalah merujuk pada norma hukum yang mengatur dan bersifat menambah atau melengkapi. Meski demikian kadang pula dijumpai norma hukum yang sekaligus memiliki kedua sifat tersebut, yakni bersifaf mengatur sekaligus bersifat memaksa." Lihat: Norma Hukum Diarsipkan 2014-10-06 di Wayback Machine.
  11. ^ a b c https://www.britannica.com/topic/international-law
  12. ^ "Suara Knalpot Ganggu Tetangga Masuk RUU KUHP". JDIH Pemerintah Kota Yogyakarta. 
  13. ^ S.H, Renata Christha Auli (2024-01-02). "Bunyi Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan". www.hukumonline.com. Diakses tanggal 2024-09-08. 
  14. ^ https://merchantfaq.wish.com/hc/id/articles/1260800989629-Apa-itu-pelanggaran-paten-#:~:text=Pelanggaran%20paten%20adalah%20jenis%20pelanggaran,invensi%20tanpa%20seizin%20pemilik%20paten.
  15. ^ http://repository.iainponorogo.ac.id/712/1/BUKU%20HUKUM%20PERDATA.pdf
  16. ^ "Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perdata". www.pta-jayapura.go.id. Diakses tanggal 2024-09-08. 
  17. ^ a b https://jdih.situbondokab.go.id/barang/buku/30.%20Sistem%20Hukum%20Indonesia%20by%20Harsanto%20Nursadi%20(z-lib.org).pdf
  18. ^ https://rechtsvinding.bphn.go.id/ejournal/index.php/jrv/article/view/305#:~:text=Sebagai%20negara%20hukum%2C%20Indonesia%20menganut,adat%2C%20dan%20sistem%20hukum%20Islam.
  19. ^ https://www.erisamdyprayatna.com/2020/05/dasar-berlakunya-hukum-adat.html
  20. ^ a b https://bantuanhukum-sbm.com/artikel-macam-macam-sistem-hukum-di-dunia