Komisi Codex Alimentarius
Komisi Codex Alimentarius (bahasa Inggris: Codex Alimentarius Commission; disingkat CAC) adalah sebuah organisasi antarpemerintah yang dibentuk bersama oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Komisi ini didirikan pada tahun 1963. Tugas utama dari CAC adalah membuat dan melaksanakan program standar pangan gabungan FAO/WHO serta mengembangkan kumpulan standar yang disebut Codex Alimentarius.
Komisi Codex Alimentarius memiliki struktur organisasi yang terdiri dari Komisi, Komite, Sekretariat, dan Badan Subsider yang terdiri dari beberapa komite dan gugus tugas. Komisi Codex Alimentarius memiliki 189 anggota dengan 188 negara anggota dan satu organisasi anggota. Tiap anggota komite merupakan perwakilan dari negara anggota di tujuh kawasan regional. Tiap komite pada CAC mengadakan sidang di negara yang terpilih sebagai tuan rumah. Tiap keputusan sidang komite ditentukan melalui pemungutan suara yang dihadiri perwakilan negara anggota dan pengamat.
Komisi Codex Alimentarius menjadi salah satu organisasi internasional yang mengadakan standardisasi dan telah menghasilkan sedikitnya 200 standar di bidang pangan. Standar-standar yang dibuat berkaitan dengan mutu pangan, keamanan pangan, bahan tambahan pangan, serta tindakan sanitasi dan fitosanitasi. Bersama dengan organisasi internasional lainnya, CAC juga terlibat dalam sertifikasi mengenai analisis bahaya dan pengendalian titik kritis serta memberikan pengaruh terhadap kebijakan tentang sumber daya genetik ternak.
Sejarah
suntingPada tahun 1953, Majelis Kesehatan Dunia (WHA) sebagai badan pengatur dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa masalah kesehatan jenis baru telah bermunculan seiring dengan meluasnya penggunaan zat kimia dalam makanan.[1] Pada tahun 1954, terbentuk sebuah lembaga yang bertugas untuk membuat kode pangan regional di Austria. Pendirinya adalah Menteri Alimentasi Publik Austria yang menjabat sebagai menteri setelah berakhirnya Perang Dunia II, Hans Frenzel. Lembaga ini dinamai Komisi Codex Alimentarius Eropa. Lembaga ini juga berhasil membuat kode pangan regional yang disebut Codex Alimentarius Europaeus.[2]
Di sisi lain, WHO melakukan kerja sama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) untuk menyelenggarakan Konferensi Gabungan FAO/WHO tentang Bahan Tambahan Makanan. Konferensi ini diadakan pada tahun 1955. Konferensi itu mengarah pada pembentukan Komite Ahli Gabungan FAO/WHO untuk Bahan Tambahan Makanan.[1] Upaya FAO dan WHO ini kemudian diikuti dengan pembuatan standar untuk komoditas pangan oleh para lembaga swadaya masyarakat di tingkat internasional. Para lembaga swadaya masyarakat ini kemudian bekerja sama dengan FAO dan WHO sehingga membentuk sebuah komite yang kemudian disebut sebagai Komite Codex.[3]
Pada bulan Oktober 1960, FAO mengadakan Konferensi Regional FAO untuk Eropa. Hasil konferensi ini menyatakan bahwa akan ditetapkan sebuah perjanjian internasional tentang standar minimum terhadap makanan. Standar ini ditetapkan sebagai bentuk perlindungan konsumen dalam kaitannya dengan pemastian kualitas dan pengurangan hambatan perdagangan, khususnya di pasar Eropa. Penetapan ini didasarkan kepada banyaknya koordinasi program standar pangan yang dilakukan oleh banyak organisasi yang memunculkan masalah khusus. Empat bulan setelah konferensi selesai diselenggarakan, FAO mengadakan diskusi dengan WHO, Komisi Ekonomi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Eropa (ECE), Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), dan Dewan Codex Alimentarius Eropa. Diskusi ini menghasilkan sebuah proposal yang kemudian melandasi pembentukan program standar pangan internasional.[3]
Pada bulan November 1961, Konferensi FAO telah selesai menyelenggarakan sesi kesebelas. Sesi ini menghasilkan keputusan untuk mengeluarkan sebuah resolusi yang mengarah pada pembentukan Komisi Codex Alimentarius.[3] Pada tahun 1962, WHO bergabung dengan FAO dalam rencana pembentukan Komisi Codex Alimentarius.[4] Pada bulan Oktober 1962, Konferensi Standar Pangan Gabungan FAO/WHO diselenggarakan di Jenewa. Hasilnya berupa kerangka kerja gabungan oleh kedua organisasi tersebut.[3] Komisi Codex Alimentarius ditetapkan sebagai badan yang bertugas dalam implementasi Program Standar Pangan Gabungan FAO/WHO.[5]
Secara bertahap, semua pekerjaan FAO/WHO, badan regional dan badan internasional lainnya yang berhubungan dengan standar pangan dimasukkan ke dalam program kerja Komisi Codex Alimentarius. Sedangkan konferensi mempersiapkan sesi pertama dari Komisi Codex Alimentarius. Pada sidang Majelis Kesehatan Dunia yang keenam belas yang diselenggarakan pada bulan Mei 1963, disetujui pembentukan Program Standar Pangan Gabungan FAO/WHO. Program ini diadopsi dari statuta pada Komisi Codex Alimentarius. Pertemuan perdana dari Komisi Codex Alimentarius diadakan di Roma. Penyelenggaraannya dimulai tanggal 25 Juni dan berakhir 3 Juli 1963. Pertemuan perdana itu dianggap sebagai tanggal terbentuknya Komisi Codex Alimentarius.[3]
Tugas
suntingTugas utama dari Komisi Codex Alimentarius adalah melaksanakan program standar pangan gabungan bagi Organisasi Pangan dan Pertanian dan Organisasi Kesehatan Dunia.[6] Komisi Codex Alimentatrius juga ditugaskan untuk mengembangkan standar pangan dalam rangka melindungi kesehatan konsumen.[7] Komisi Codex Alimentarius juga bertugas menjamin praktik perdagangan internasional atas pangan secara jujur.[5] Selain itu, Komisi Codex Alimentarius ditugaskan untuk menjamin terjadinya perdagangan yang adil. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Komisi Codex Alimentarius melakukan koordinasi dengan badan standardisasi lainnya. Koordinasi ini diadakan sebagai bentuk kampanye mengenai pentingnya keamanan pangan. Di sisi lain, Komisi Codex Alimentarius juga membuat rekomendasi internasional yang terangkum dalam Codex Alimentarius.[8]
Struktur organisasi
suntingKomisi
suntingKomisi merupakan forum tertinggi yang bertugas menetapkan standar Codex Alimentarius. Topik yang dibahas pada Sidang Komisi utamanya meliputi persetujuan pekerjaan baru, adopsi standar pada tahap tertentu, penghentian pembahasan standar tertentu, penarikan standar Codex Alimentarius, dan amendemen Manual Prosedur Komisi Codex Alimentarius. Sidang Komisi juga membahas tentang program dan anggaran serta pembahasan mengenai agenda umum lain yang terkait dengan pekerjaan Komisi Codex Alimentarius. Pemimpin pada Sidang Komisi terdiri dari seorang ketua dan tiga wakil ketua. Pemilihan ketua dan para wakilnya dilakukan ketika sidang sedang berlangsung dan dapat diperpanjang untuk satu periode sidang berikutnya. Pemilihan ketua dan wakil ketua umumnya berimbang antara perwakilan dari negara maju dan negara berkembang.[9]
Komite Eksekutif
suntingKomite Eksekutif memiliki anggota yang terdiri dari Ketua Komisi, Wakil Ketua Komisi, dan Koordinator Regional. Ketua Komisi hanya satu orang, sedangkan Wakil Ketua Komisi sebanyak tiga orang. Sementara anggota dari Koordinator Regional dipilih masing-masing dari perwakilan Komisi Codex Alimentarius untuk wilayah Asia, Afrika, Eropa, Amerika Latin dan Kepulauan Karibia, Timur Dekat, Amerika Utara dan Pasifik Barat Daya. Anggota Koordinator Regional juga dipilih dari perwakilan tujuh negara yang mewakili masing-masing kawasan tersebut.[9]
Sekretariat Codex
suntingSekretariat Codex dipimpin oleh seorang Sekretaris yang bekerja bersama dengan para staf teknis di bidang standar pangan dan administrasi. Kantor Sekretriat Codex berkedudukan di kantor pusat Organisasi Pangan dan Pertanian di Roma, Italia. Sekratis Codex dipilih langsung oleh Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian dan Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia. Tanggung jawab yang diberikan kepada Sekretaris Codex adalah melaksanakan dan menerapkan program standar pangan bersama dari Organisasi Pangan dan Pertanian dan Organisasi Kesehatan Dunia. Hasil pelaksanaan dan penerapannya kemudian dilaporkan kepada kedua Direktur Jenderal tersebut.[10]
Sekretaris Codex juga memiliki tugas lain yaitu mengorganisasi sidang Komisi, sidang Komite Eksekutif maupun sidang Gugus Tugas. Dalam tugasnya ini, Sekretaris Codex harus menyiapkan dokumen kerja, laporan sidang dan tindak lanjut yang diperlukan. Setelah itu, Sekretaris Codex harus melakukan komunikasi dan penyebarluasan dokumen Codex Alimentarius kepada seluruh negara anggotanya. Penyebarluasan dan komunikasi diadakan melalu Codex Contact Point atau melalui organisasi internasional yang lainnya. Sekretaris Codex juga harus berhubungan dengan organisasi internasional antar-pemerintah dan organisasi internasional non-pemerintah yang merumuskan standar pangan.[10]
Kantor Sekretariat Codex Alimentarius Commission berada di markas FAO di Roma, Italia.[11] Staf Sekretariat Codex disebut sebagai Petugas Standar Pangan Codex. Mereka bertugas dalam persiapan, pengelolaan dan distribusi informasi dari komite kepada anggota dan pengamat. Informasi yang dikelola tentang rancangan standar yang diusulkan, revisi teks dan publikasi laporan komite. Para petugas standar pangan merupakan dipilih dari para spesialis internasional. Mereka memiliki spesialisasi di bidang pengawasan keamanan pangan, kesehatan masyarakat, penetapan standar, teknologi pangan, kimia, mikrobiologi atau kedokteran hewan. Selain Petugas Standar Pangan, di dalam Kantor Sekretariat Codex juga terdapat pendukung untuk sistem informasi, teknologi informasi, pengelolaan web dan komunikasi, manajemen dan pengeditan dokumen. Seluruh rapat yang akan diadakan oleh komite di dalam Komisi Codex Alimentarius juga dipersiapkan oleh para staf di Kantor Sekretariat Codex.[11]
Badan Subsider
suntingKomite Subjek umum
suntingKomite Subjek Umum disebut juga sebagai Komite Horizontal. Penamaan ini diberikan karena pekerjaan dari komite ini berkaitan dengan seluruh standar yang dibahas oleh komite lainnya, yaitu Komite Komoditas. Komite Subjek Umum dibagi menjadi sepuluh bagian berdasarkan kategori pekerjaan yang spesifik. Setiap bagian dari Komite Subjek Umum memiliki satu negara yang menjadi tuan rumah. Negara tersebut diberikan tanggung jawab atas penyelenggaraan dan pembiayaan sidang komite, pemilihan ketua yang menjadi pimpinan sidang, dan pengelolaan kesekretariatan komite.[10] Kesepuluh Komite Subjek Umum dan negara yang menjadi tuan rumahnya, yaitu:[12]
- Komite Codex tentang Prinsip-Prinsip Umum (Prancis)
- Komite Codex tentang Bahan Tambahan Makanan (Tiongkok)
- Komite Codex tentang Kontaminan dalam Makanan (Belanda)
- Komite Codex tentang Kebersihan Makanan (Amerika Serikat)
- Komite Codex tentang Sistem Sertifikasi dan Inspeksi Makanan Impor dan Ekspor (Australia)
- Komite Codex tentang Metode Analisis dan pencuplikan (Hungaria)
- Komite Codex tentang Residu Pestisida (Tiongkok)
- Komite Codex tentang Residu Obat Hewan dalam Makanan (Amerika Serikat)
- Komite Codex tentang Pelabelan Makanan (Kanada)
- Komite Codex tentang Nutrisi dan Makanan untuk Penggunaan Diet Khusus (Jerman)
Komite Komoditas
suntingKomite Komoditas merupakan komite yang bertanggung jawab untuk mengembangkan standar untuk pangan yang spesifik sesuai dengan ruang lingkup wilayah di sekitar komitenya. Terdapat tujuh belas Komite Komoditas yang telah dibentuk. Namun, jumlah Komite Komoditas yang masih aktif hanya enam dan hanya melakukan pembahasan mengenai standar pangan. Enam Komite Komoditas yang lainnya sudah tidak aktif. sedangkan lima Komite Komoditas sisanya sudah dibubarkan. Setiap bagian dari Komite Komoditas memiliki satu negara tuan rumah. Negara tersebut diberikan tanggung jawab atas penyelenggaraan dan pembiayaan sidang komite, pemilihan ketua yang menjadi pimpinan sidang, dan pengelolaan kesekretariatan komite.[13] Ketujuh belas komite komoditas beserta negara tuan rumahnya adalah sebagai berikut:[14]
- Komite Codex tentang Lemak dan Minyak (Malaysia, masih aktif)
- Komite Codex tentang Rempah-rempah dan Herbal Kuliner (India, masih aktif)
- Komite Codex tentang Buah-buahan Segar dan Sayuran (Meksiko, masih aktif)
- Komite Codex tentang Buah Olahan dan Sayuran (Amerika Serikat, masih aktif)
- Komite Codex tentang Gula (Inggris, masih aktif)
- Komite Codex tentang Sereal, Kacang-kacangan dan Sayuran (Amerika Serikat, masih aktif)
- Komite Codex tentang Susu dan Produk Susu (Selandia Baru, tidak aktif)
- Komite Codex tentang Air Mineral Alami (Swiss, tidak aktif)
- Komite Codex tentang Kebersihan Daging (Selandia Baru, tidak aktif)
- Komite Codex tentang Produk Biji Cokelat dan Cokelat (Swiss, tidak aktif)
- Komite Codex tentang Protein Sayuran (Kanada, tidak aktif)
- Komite Codex tentang Ikan dan Produk Perikanan (Norwegia, tidak aktif)
- Komite Codex tentang Es yang Dapat Dimakan (Swedia, dibubarkan)
- Komite Codex tentang Daging (Jerman, dibubarkan)
- Komite Codex tentang Daging Olahan dan Produk Unggas (Denmark, dibubarkan)
- Komite Codex tentang Sup dan Kaldu (Swiss, dibubarkan)
- Pertemuan Gabungan Komisi Codex Alimentarius dan Dewan Zaitun Internasional tentang Standardisasi Buah Zaitun (Spanyol, dibubarkan)
Komite Koordinasi
suntingKomite Koordinasi disebut juga sebagai Komite Regional. Komite ini bertugas untuk memastikan bahwa kepentingan negara di wilayah tertentu dapat terakomodasi oleh Codex Alimentarius. Ini diwajibkan karena setiap masalah dan kebutuhan di masing-masing wilayah harus dapat diidentifikasi, khususnya yang terkait dengan standar pangan dan pengawasan pangan. Suatu negara dapat memberikan rekomendasi kepada Komite Koordinasi mengenai pengembangan standar produk pangan yang spesifik dan tersedia di wilayahnya. Rekomendasi ini dapat ditetapkan sebagai standar regional atau standar internasional. Negara tuan rumah pada Komite Koordinasi tidak bersifat tetap. Sidang komitenya diselenggarakan dua tahun sekali di negara yang menyatakan kesediaannya dan disetujui oleh Komisi untuk menjadi Koordinator Regional. Komite Koordinasi di Komisi Codex Alimentarius ada enam, yaitu:[15]
- Komite Kordinasi untuk Afrika.
- Komite Kordinasi untuk Asia
- Komite Kordinasi untuk Eropa
- Komite Kordinasi untuk Amerika Latin dan Karibia
- Komite Kordinasi untuk TImur Dekat
- Komite Kordinasi untuk Amerika Utara dan Pasifik Barat Daya
Gugus Tugas Ad Hoc Antar-pemerintah
suntingGugus Tugas Ad Hoc Antar-pemerintah atau disingkat Gugus Tugas, dibentuk pada tahun 1999. Pembentukannya disebabkan adanya kesadaran dari Komisi bahwa komite yang ada tidak dapat mencakup seluruh standar dan pedoman yang diusulkan untuk dikembangkan. Gugus Tugas diberikan tugas khusus yang berlaku hanya pada jangka waktu tertentu. Salah satu Gugus Tugas yang pernah dibentuk oleh Komisi Codex Alimentarius adalah Gugus Tugas Ad Hoc Antar-pemerintah tentang Resistansi Antimikroba. Gugus Tugas ini dibentuk pada tahun 2017 dengan negara tuan rumahnya adalah Korea Selatan.[16]
Keanggotaan
suntingKeanggotaan Komisi Codex Alimentarius bersifat terbuka bagi seluruh negara yang menjadi anggota FAO, WHO atau keduanya sekaligus. Negara yang ingin bergabung menjadi anggota harus mengajukan pendaftaran ke Direktur Jenderal FAO atau Direktur Jenderal WHO. Setiap negara yang menjadi anggota Komisi Codex Alimentarius memilih sebuah instansi pemerintah sebagai perwakilan keanggotaannya. Keanggotaan Komisi Codex Alimentarius juga terbuka untuk organisasi integrasi ekonomi regional.[16]
Pada bulan Januari 2013, terdapat 185 negara dan satu organisasi yang menjadi anggota dari Komisi Codex Alimentarius. Satu-satunya organisasi yang bergabung ialah Uni Eropa. Sebanyak 23 negara berasal dari kawasan Asia, dengan 10 negara di antaranya merupakan anggota dari Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.[17] Jumlah anggota yang terdaftar di Komisi Codex Alimentarius bertambah menjadi 188 anggota pada tahun 2017. Jumlah ini terbagi menjadi 187 negara dan 1 organisasi (Uni Eropa).[16] Jumlah anggota Komisi Codex Alimentarius kemudian bertambah lagi menjadi 189 anggota, dengan 188 negara anggota dan 1 organisasi anggota.[4]
Daftar negara anggota dan organisasi yang bergabung dengan Komisi Codex Alimentarius sebagai berikut:[18]
Nomor | Negara | Tahun
bergabung |
Nomor | Negara | Tahun bergabung | Nomor | Negara | Tahun bergabung |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Argentina | 1963 | 64 | Venezuela | 1969 | 127 | Honduras | 1988 |
2 | Australia | 1963 | 65 | Aljazair | 1970 | 128 | Rwanda | 1988 |
3 | Austria | 1963 | 66 | Barbados | 1970 | 129 | Yaman | 1988 |
4 | Belgia | 1963 | 67 | Kosta Rika | 1970 | 130 | Papua Nugini | 1989 |
5 | Kanada | 1963 | 68 | Republik Demokratik Kongo | 1970 | 131 | Vietnam | 1989 |
6 | Denmark | 1963 | 69 | Ekuador | 1970 | 132 | Angola | 1990 |
7 | Prancis | 1963 | 70 | Guyana | 1970 | 133 | Republik Dominika | 1990 |
8 | Jerman | 1963 | 71 | Islandia | 1970 | 134 | Kiribati | 1990 |
9 | Yunani | 1963 | 72 | Lebanon | 1970 | 135 | Albania | 1992 |
10 | Republik Irlandia | 1963 | 73 | Pakistan | 1970 | 136 | Belize | 1992 |
11 | Israel | 1963 | 74 | Uruguay | 1970 | 137 | Estonia | 1992 |
12 | Jepang | 1963 | 75 | Bolivia | 1971 | 138 | Lituania | 1992 |
13 | Luksemburg | 1963 | 76 | Afrika Tengah | 1971 | 139 | Mongolia | 1992 |
14 | Belanda | 1963 | 77 | Republik Kongo | 1971 | 140 | Latvia | 1993 |
15 | Selandia Baru | 1963 | 78 | Siprus | 1971 | 141 | Mikronesia | 1993 |
16 | Norwegia | 1963 | 79 | Republik Dominika | 1971 | 142 | Rusia | 1993 |
17 | Peru | 1963 | 80 | Fiji | 1971 | 143 | Slovenia | 1993 |
18 | Polandia | 1963 | 81 | Gambia | 1971 | 144 | Armenia | 1994 |
19 | Portugal | 1963 | 82 | Indonesia | 1971 | 145 | Kroasia | 1994 |
20 | Spanyol | 1963 | 83 | Jamaika | 1971 | 146 | Ceko | 1994 |
21 | Swedia | 1963 | 84 | Liberia | 1971 | 147 | Makedonia Utara | 1994 |
22 | Swiss | 1963 | 85 | Malawi | 1971 | 148 | Slowakia | 1994 |
23 | Thailand | 1963 | 86 | Malaysia | 1971 | 149 | Afrika Selatan | 1994 |
24 | Turki | 1963 | 87 | Mauritius | 1971 | 150 | Laos | 1995 |
25 | Inggris | 1963 | 88 | Nikaragua | 1971 | 151 | Eritrea | 1996 |
26 | Amerika Serikat | 1963 | 89 | Qatar | 1971 | 152 | Mauritania | 1996 |
27 | Burundi | 1964 | 90 | Korea Selatan | 1971 | 153 | Saint Kitts dan Nevis | 1996 |
28 | Kuba | 1964 | 91 | Zambia | 1971 | 154 | Brunei Darussalam | 1997 |
29 | Finlandia | 1964 | 92 | Mesir | 1972 | 155 | Nigeria | 1997 |
30 | India | 1964 | 93 | Eswatini | 1972 | 156 | Moldova | 1997 |
31 | Kuwait | 1964 | 94 | Gabon | 1972 | 157 | Tonga | 1997 |
32 | Trinidad dan Tobago | 1964 | 95 | Oman | 1972 | 158 | Vanuatu | 1997 |
33 | Uganda | 1964 | 96 | Panama | 1972 | 159 | Kepulauan Cook | 1998 |
34 | Tunisia | 1965 | 97 | Sri Lanka | 1972 | 160 | Georgia | 1998 |
35 | Ghana | 1966 | 98 | Libya | 1972 | 161 | Kepulauan Solomon | 1998 |
36 | Iran | 1966 | 99 | Uni Emirat Arab | 1972 | 162 | Bhutan | 1999 |
37 | Italia | 1966 | 100 | Tanzania | 1972 | 163 | Namibia | 1999 |
38 | Yordania | 1966 | 101 | Benin | 1974 | 164 | Bahama | 2002 |
39 | Madagaskar | 1966 | 102 | Kamboja | 1974 | 165 | Burkina Faso | 2002 |
40 | Malta | 1966 | 103 | Guinea-Bissau | 1974 | 166 | Kirgizstan | 2002 |
41 | Senegal | 1966 | 104 | Nepal | 1974 | 167 | Uni Eropa | 2003 |
42 | Brasil | 1968 | 105 | Samoa | 1974 | 168 | Kazakhstan | 2003 |
43 | Etiopia | 1968 | 106 | Bangladesh | 1975 | 169 | Mali | 2003 |
44 | Guatemala | 1968 | 107 | El Salvador | 1975 | 170 | Saint Vincent dan Grenadines | 2004 |
45 | Hungaria | 1968 | 108 | Botswana | 1978 | 171 | Ukraina | 2004 |
46 | Maroko | 1968 | 109 | Chad | 1978 | 172 | Afganistan | 2005 |
47 | Filipina | 1968 | 110 | Guinea | 1978 | 173 | Uzbekistan | 2005 |
48 | Arab Saudi | 1968 | 111 | Myanmar | 1978 | 174 | Belarus | 2006 |
49 | Sudan | 1968 | 112 | Sierra Leone | 1980 | 175 | Serbia | 2006 |
50 | Suriah | 1968 | 113 | Bahrain | 1981 | 176 | Bosnia dan Herzegovina | 2007 |
51 | Togo | 1968 | 114 | Tanjung Verde | 1981 | 177 | Maladewa | 2008 |
52 | Bulgaria | 1969 | 115 | Korea Utara | 1981 | 178 | Komoro | 2009 |
53 | Kamerun | 1969 | 116 | Grenada | 1982 | 179 | Jibuti | 2009 |
54 | Chili | 1969 | 117 | Tiongkok | 1984 | 180 | Montenegro | 2009 |
55 | Kolombia | 1969 | 118 | Haiti | 1984 | 181 | Sao Tome dan Principe | 2009 |
56 | Pantai Gading | 1969 | 119 | Lesotho | 1984 | 182 | Somalia | 2009 |
57 | Irak | 1969 | 120 | Mozambik | 1984 | 183 | Tajikistan | 2009 |
58 | Kenya | 1969 | 121 | Seychelles | 1984 | 184 | Azerbaijan | 2011 |
59 | Meksiko | 1969 | 122 | Suriname | 1984 | 185 | Nauru | 2011 |
60 | Nigeria | 1969 | 123 | Zimbabwe | 1985 | 186 | Turkmenistan | 2012 |
61 | Paraguay | 1969 | 124 | Saint Lucia | 1987 | 187 | Sudan Selatan | 2015 |
62 | Rumania | 1969 | 125 | Antigua dan Barbuda | 1988 | 188 | San Marino | 2016 |
63 | Singapura | 1969 | 126 | Guinea Khatulistiwa | 1988 | 189 | Timor Leste | 2018 |
Persidangan
suntingSidang komite
suntingPelaksanaan sidang komite diadakan di negara yang menjadi tuan rumah. Hal ini berlaku pada Komite Subyek Umum maupun Komite Komoditas. Namun, sejak awal tahun 2000 sidang Komisi telah mengupayakan agar negara tuan rumah yang termasuk negara maju dapat melibatkan negara berkembang sebagai negara penyelenggara sidang. Keterlibatan negara berkembang dalam penyelenggaraan sidang komite di negara maju yang menjadi tuan rumah, tidak menghilangkan status sebagai negara tuan rumah dari negara maju yang menjadi penyelenggara. Ini dikarenakan pelaksanaan sidang di negara penyelenggara hanya untuk tahun tertentu saja. Selain itu, ketua sidang serta kesekretariatan tetap berada di negara tuan rumah.[19]
Pengaturan tersebut telah diterapkan pada beberapa sidang komite. Pertama pada sidang komite dari Komite Codex tentang Nutrisi dan Makanan untuk Penggunaan Diet Khusus. Sidang ini diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2014. Kemudian pada tahun 2017, ini kembali diterapkan pada tiga sidang komite lainnya. Sidang-sidang ini yaitu sidang Komite Codex tentang Pelabelan Makanan yang diselenggarakan di Paraguay, sidang Komite Codex tentang Sistem Sertifikasi dan Inspeksi Makanan Impor dan Ekspor di Meksiko, dan sidang Komite Codex tentang Kontaminan dalam Makanan di Brasil. Pada sidang-sidang tersebut, ketua sidang dan kesekretariatan tetap dipegang oleh negara tuan rumah. Pelaksanaan sidang komite dengan penyelenggara yang bukan negara tuan rumah ini dapat dilakukan selama ada kesepakatan antara negara tuan rumah dengan negara penyelenggara. Kesepakatan ini khususnya berkaitan dengan pembiayaan dan fasilitas penyelenggaraan sidang.[19]
Persidangan yang diadakan oleh Komisi Codex Alimentarius berada dalam pengawasan dari Organisasi Pangan dan Pertanian dan Organisasi Kesehatan Dunia.[20] Negara-negara yang merupakan anggota FAO, WHO, maupun keduanya sekaligus, tetapi bukan anggota dari Komisi Codex Alimentarius dapat menghadiri sidang-sidang Komisi Codex Alimentarius. Hanya saja, status negera-negara tersebut di dalam sidang hanya sebagai pengamat. Organisasi internasional yang berminat berpartisipasi dalam pekerjaan Codex Alimentarius juga diberikan status sebagai pengamat. Status sebagai pengamat dapat diperoleh oleh negara atau organisasi internasional dengan melakukan pendaftaran ke Direktur Jenderal FAO atau Direktur Jenderal WHO dan memperoleh persetujuan dari salah satunya. Khusus untuk organisasi internsional, dokumen pengajuan sebagai pengamat harus terlebih dahulu diserahkan kepada Sekretariat Codex untuk dikaji dan diberi pertimbangan oleh Komite Eksekutif. Setelah disetujui, barulah dokumen tersebut diajukan ke Direktur Jenderal FAO atau Direktur Jenderal WHO.[21]
Di dalam persidangan, Komisi Codex Alimentarius melakukan pengambilan keputusan dengan melakukan pemungutan suara. Di dalam pengambilan keputusan sidang dari Komisi Codex Alimentarius, pengamat tidak memiliki hak suara. Hak yang diberikan kepada pengamat di setiap sidang Codex Alimentarius hanya hak untuk bicara. Hak ini diberikan selama dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan standar Codex Alimentarius. Pemberian hak berbicara diberikan kepada pengamat dalam bentuk penyampaian komentar. Komentar dari pengamat dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan. Pengamat juga diberikan hak untuk terlibat dalam kelompok kerja maupun penyusunan rancangan awal suatu standar.[22]
Pada tahun 2017 terdapat sebanyak 2019 pengamat yang terdaftar di Komisi Codex Alimentarius. Sebanyak 56 organisasi termasuk dalam organisasi pemerintah internasional, sedangkan sebanyak 147 organisasi termasuk organisasi non-pemerintah. Selain itu terdapat 16 organisasi yang termasuk unit kerja dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).[21]
Publikasi
suntingSelama 45 tahun sejak pembentukannya, Komisi Codex Alimentarius telah menghasilkan sedikitnya 200 standar. Standar-standar ini digunakan sebagai standar pada beragam produk makanan, pelabelan makan serta pengambilan sampel dan analisis makanan. Selain itu, Komisi Codex Alimentarius juga membuat peraturan mengenai sanitasi, pembatasan jumlah bahan tambahan makanan, pestisida, residu obat hewan dalam makanan, kode praktik higienis, dan kontaminan makanan.[23] Komisi Codex Alimentarius juga mulai membuat pedoman umum penggunaan aspek halal sejak tahun 1997 sebagai bagian dari standar mutu pangan skala internasional.[24]
Codex Alimentarius
suntingCodex Alimentarius adalah himpunan dari berbagai standar, tata cara, petunjuk, dan rekomendasi yang digunakan untuk melindungi kesehatan konsumen dan menjamin bahwa perdagangan pangan dan bahan pangan dilakukan secara sehat dan adil. Selain itu, Codex Alimentarius juga mempromosikan koordinasi atas berbagai standar yang dikembangkan oleh pemerintah maupun lembaga bukan pemerintah. Pengembangan atas Codex Alimentarius dilakukan oleh Komisi Codex Alimentarius. Codex Alimentarius memiliki 6 aspek yang menjadi topik pembahasan utamanya. Keenam topik ini yaitu makanan ternak (termasuk ikan), resistansi antimikroba, bioteknologi, kontaminan, pestisida, serta kandungan nutrisi dan pelabelan.[25]
Tujuan dari pembuatan Codex Alimentarius adalah untuk memastikan keselamatan, kualitas, dan keadilan komoditas pangan dalam perdagangan internasional. Komisi Codex Alimentarius diberikan tugas untuk mengembangkan Codex Alimentarius dengan tujuan untuk menjaga kesehatan konsumen dan memastikan praktik-praktik yang berkeadilan dalam perdagangan pangan.[4]
Publikasi dari standar Codex Alimentarius dimaksudkan sebagai sebuah panduan atau referensi bagi negara anggota Komisi Codex Alimentarius. Pedoman ini dapat digunakan dalam pengembangan dan perbaikan standar atau kebijakan pangan di masing-masing negara, sehingga terjadi penyesuaian secara internasional. Penerapan standar Codex Alimentarius hanya bersifat sukarela. Sifatnya menjadi wajib sebagai rujukan ketika terjadi perselisihan dalam perdagangan internasional.[17] Codex Alimentarius telah menjadi pedoman global bagi konsumen, produsen, pengolah pangan, badan pengawas pangan tingkat nasional, maupun badan perdagangan pangan internasional.[26]
Standar bahan tambahan makanan
suntingKomisi Codex Alimentarius menetapkan standar internasional untuk bahan tambahan pangan setelah melalui proses kajian keamanan pangan secara ilmiah oleh Komite Ahli Gabungan FAO-WHO tentang Aditif Makanan.[27] Komisi Codex Alimentarius telah menetapkan bahwa bahan tambahan makanan dikelompokkan menjadi 27 golongan, yaitu:[28]
- antibuih
- antikempal
- antioksidan
- pengkarbonasi
- garam pengemulsi
- gas untuk kemasan
- humektan
- pelapis
- pemanis
- pembawa
- pembentuk gel
- pembuih
- pengatur keasaman
- pengemulsi
- pengawet
- pengembang
- pengeras
- pengental
- penyedap rasa
- peningkat volume
- penstabil
- peretensi warna
- perlakuan tepung
- pewarna makanan
- Bahan pendorong
- perisa
- sekuestran.
Produk susu
suntingSalah satu katalis penting dalam konsepsi Komisi Codex Alimentarius adalah Federasi Produk Susu Internasional. Pada tahun 1903, Federasi Produk Susu Internasional telah mengembangkan standar internasional untuk susu dan produk susu.[2] Standar dari Federasi Produk Susu Internasional menetapkan bahwa perlakuan panas setelah proses fermentasi tidak dapat menghasilkan yogurt. Perlakuan panas membunuh kultur yang ada pada yoghurt, meskipun masa simpannya untuk fermentasi menjadi bertahan lebih lama. Aturan ini kemudian diikuti oleh Codex Alimentarius. Standar ini membedakan secara jelas antara produk yogurt yang telah mengalami pasteurisasi namun tidak mengandung kultur aktif, dengan yang mengandung bakteri hidup bagi konsumennya. Federasi Produk Susu Internasional memberikan standar metode perhitungan total viabel bakteri yogurt. Acuan yang digunakan ialah jumlah minimum bakteri sebanyak 107 - 108 koloni per gram yogurt. Jumlah ini harus diketahui pada saat yogurt diproduksi dan selama distribusi dan pemasaran yogurt. Federasi Produk Susu Internasional juga menetapkan masa simpan minimum selama 30 hari dengan suhu pembekuan pada rentang 4–7 oC. Komisi Codex Alimentarius Codex menggunakan rancangan konsep tentang yogurt ini dan membedakan produk yogurt menjadi yogurt, semi lunak dan lunak. Selain itu, yogurt juga dibedakan berdasarkan prosesnya menjadi yogurt, yogurt flavor, yogurt manis dan yogurt yang dipasteurisasi setelah difermentasi.[29]
Standar Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi
suntingDalam kesepakatan tentang standar Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi, terdapat tiga organisasi internasional yang disebut sebagai "Tiga Bersaudari". Ketiga organisasi ini diminta persetujuannya dalam kesepakatan Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi oleh anggota WTO. Organisasi pertama yaitu Konvensi Perlindungan Tanaman Internasional yang menangani masalah kesehatan tumbuhan. Organisasi kedua yaitu Organisasi Kesehatan Hewan Dunia yang menangani masalah kesehatan hewan. Sedangkan organisasi yang ketiga yakni Komisi Codex Alimentarius yang menangani masalah keamanan pangan.[30]
Selain menjadi acuan untuk Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi, ketiga organisasi ini juga dijadikan sebagai acuan teknis dalam Organisasi Standardisasi Internasional untuk hambatan non-tarif jenis hambatan teknis perdagangan.[31] Peraturan pengemasan bahan pangan yang ditetapkan oleh Komisi Codex Alimentarius menjadi acuan bagi WTO dalam menetapkan persetujuan hambatan teknis untuk perdagangan dan Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi.[32]
Peran global
suntingStandardisasi internasional
suntingSejak Revolusi Industri dimulai, standardisasi telah menjadi bagian dari zaman modern yang mengalami perkembangan yang pesat. Pesatnya perkembangan Revolusi Industri kemudian menyebabkan terbentuknya berbagai badan standardisasi internasional yang menjadi rujukan utama dalam standardisasi. Badan standardisasi internasional ini yaitu Komisi Elektroteknik Internasional (IEC), Persatuan Telekomunikasi Internasional (ITU), Organisasi Standardisasi Internasional (ISO), dan Komisi Codex Alimentarius.[33]
Komisi Codex Alimentarius merupakan salah satu badan internasional yang menangani persoalan standardisasi internasional yang berbeda dari IEC, ITU, dan ISO. Komisi Codex Alimentarius memperoleh mandat dari FAO dan WHO untuk membuat standar internasional beserta dengan dokumen yang berkaitan dengan standar pangan. Hasil standardisasi internasional dari Komisi Codex Alimentarius dipublikasikan dalam bentuk Codex Alimentarius. Publikasi ini kemudian digunakan sebagai pedoman atau referensi bagi negara anggota Komisi Codex Alimentarius. Penerapannya pada pengembangan dan perbaikan standar atau kebijakan publik di bidang pangan di masing-masing negara anggota. Melalui standardisasi internasional ini kemudian akan terbentuk keselarasan standar pangan secara internasional. Standar Codex Alimentarius ini tidak bersifat wajib bagi negara anggota dari Komisi Codex Alimentarius. Status penerapannya adalah sukarela. Namun, penerapan standar Codex Alimentarius berubah menjadi rujukan utama ketika terjadi perselisihan dalam perdagangan internasional.[6]
Sertifikasi HACCP
suntingAnalisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis and Critical Control Point, disingkat HACCP) merupakan sebuah sistem jaminan mutu yang mengkhususkan penjaminan mutu melalui pengawasan bahan makanan dari bahan baku hingga menjadi produk akhir.[34] Ditetapkannya sistem jaminan mutu ini berawal dari adanya tuntutan dalam pasar bebasa mengenai jamina mutu dan keamanan pangan. Pertimbangan ini berasal dari pandangan bahwa keamanan pangan merupakan paramter utama dalam penilaian mutu pangan.[34]
Di dalam konsep HACCP terdapat enam prinsip dasar. Pertama, identifikasi potensi bahaya yang berkaitan dengan produksi pangan. Prinsip ini diberlakukan pada semua tahapan produksi. Kedua, penentuan titik-titik atau tahapan-tahapan operasional yang dapat dikendalikan. Prinsip kedua dilakukan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya bahaya sebagai ganti dari ketidakmungkinan menghilangkan terjadinya bahaya. Ketiga, menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk memastikan bahwa tahapan-tahapan operasional masih dalam jangkauan pengendalian. Keempat, menetapkan sistem pemantauan pengendalian melalui pengujian dan pengamatan. Kelima, penetapan tindakan perbaikan jika tahapan-tahapan operasional tertentu ditemukan telah tidak berada di dalam jangkauan pengendalian. Keenam, penetapan prosedur verifikasi yang dapay memastikan bahwwa HACCP berfungsi secara efektif. Prinsip keenam ini juga disertai dengan pengembangan dokumentasi tentang semua prosedur dan pencatatan yang tepat terkait dengan keseluruhan prinsip.[35]
Komisi Codex Alimentarius mulai melakukan adopsi konsep dari sistem HACCP sejak tanggal 28 Juni 1993.[36] Adopsi diperolah dari Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sistem HACCP.[36] Selain itu, proses adopsi juga memasukkan isi dari Kode Kodeks tentang Prinsip-Prinsip Umum Kebersihan Makanan. Isi tersebut direvisi sehingga dapat mencakup pula mengenai sistem HACCP.[37] Kemudian pada tahun 1997, Petunjuk Pelaksanaan Penerapan Sistem HACCP selesai direvisi. Hasil revisinya ditetapkan dengan Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis dan Pedoman untuk Penerapan.[37]
Setelah melalui proses adopsi, pedoman hasil revisi tersebut memperoleh pengakuan resmi dari WHO. Pedoman ini kemudian digunakan sebagai penjamin keamanan pangan oleh industri dan jasa pengolah pangan.[36] Sementara itu, standar HACCP Komisi Codex Alimentarius juga memperoleh pengakuan resmi dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan organisasi internasional yang bekerja di bidang perdagangan internasional untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adanya pengakuan ini membuat kegiatan sertifikasi HACCP diberikan kepada lembaga yang telah memperoleh persetujuan dari Komisi Codex Alimentarius. Negara-negara di Uni Eropa telah mengadopsi standar HACCP ini dalam kegiatan ekspor perikanan ke berbagai negara.[38]
Sertifikasi HACCP juga diterapkan secara sukarela dan dikembangkan oleh beberapa negara. Ini didukung oleh keberhasilan sistem sertifikasi ISO 9000 dan ISO 14000. Standar HACCP ke dalam perdagangan memerlukan suatu bentuk pengakuan pihak ketiga. Pengakuan ini diperlukan aga azas ketidak-berpihakan dapat terpenuhi. Sertifikasi HACCP pada tahun 1998 telah mengalami revisi yang ketiga oleh Komisi Codex Alimentarius. Judul baru untuk panduan ini adalah Kode Rekomendasi Internasional untuk Prinsip Penerapan Umum tentang Kebersihan Makanan-Gabungan: Sistem HACCP dan Pedoman untuk Penerapan. Pada pedoman revisi ini, petunjuk pelaksanaan sertifikasi secara umum tidak diberi suatu ketetapan. Masing-masing negara duberi kebebasan dalam mengadopsi standar tersebut. Hal ini membuat suatu negara dapat membuat berbagai macam model pengakuan terhadap pedoma revisi tersebut. Beberapa negara mengadopsinya menjadi sistem sukarela, sedangkan beberapa negara lainnya mengadopsinya menjadi suatu kewajiban.[39]
Pada pertemuan ke-32 di tahun 1998, Komisi Codex Alimentarium juga telah memberikan pedoman berupa diagram pohon keputusan untuk titik kritis pengendalian. Diagram pohon keputusan ini merupakan seri pertanyaan logis yang menanyakan setiap bahaya di dalam produksi pangan. Setiap jawaban dari setiap pertanyaan akan membantu dalam kegiatan pelaksanaan produksi pangan. Selain itu, diagram ini juga dapat mempermudah tim penetapan HACCP untuk memutuskan apakah suatu tahapan produksi termasuk dalam titik kritis pengendalian atau bukan. Pada setiap tahapan dan bahaya yang dapat diidentifikasi, diagram pohon keputusan ini memberikan pola pikir analisa yang terstrukur. Selain itu, diagram ini dapat memberikan jaminan pendekatan yang konsisten.[40]
Kebijakan sumber daya genetik ternak
suntingKomisi Sumber Daya Genetik untuk Pangan dan Pertanian merupakan sebuah forum antar-pemerintah yang dibentuk oleh FAO. Selama forum berlangsung, tiap negara peserta dapat membahas kebijakan serta hal yang berkaitan dengan sektor dan non sektor yang berhubungan dengan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan dari sumber daya genetik ternak untuk pangan dan pertanian. Sedangkan forum dan organisasi internasional lain juga mengadakan diskusi secara rutin dengan topik mengenai kebijakan pembangunan serta pengaturan tindakan yang mempengaruhi manajemen dan pengaturan sumber daya genetik ternak. Pengaruh ini diberikan secara langsung maupun tidak langsung, terutama pada pihak-pihak terkait di sektor peternakan. Komisi Codex Alimentarius menjadi salah satu forum yang berpengaruh, bersama dengan Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD), Organisasi Hak atas Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO), Organisasi Perdagangan Dunia, dan Organisasi Dunia untuk Kesehatan Hewan.[41]
Referensi
suntingCatatan kaki
sunting- ^ a b FAO dan WHO 2018, hlm. 2.
- ^ a b "Timeline". fao.org. Diakses tanggal 15 Februari 2022.
- ^ a b c d e FAO dan WHO 2018, hlm. 3.
- ^ a b c Maryadi, H. L. P., dkk. (2019). Peran Diplomasi dalam Mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan: Tinjauan terhadap Pengelolaan Industri Minyak Nabati. Jakarta Pusat: Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. hlm. 32. ISBN 978-602-51358-4-2.
- ^ a b Naiu, A. S., dkk. (2018). Penanganan dan Pengolahan Hasil Perikanan (PDF). Gorontalo: CV. Athra Samudra. hlm. 90. ISBN 978-602-51173-4-3.
- ^ a b Badan Standardisasi Nasional 2014, hlm. 10.
- ^ Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Pemerintah Australia. "Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari" (PDF). awe.gov.au. hlm. 11. Diakses tanggal 14 Februari 2022.
- ^ Sukesi, H., dkk. (2013). Laporan Akhir: Kajian Kebutuhan Standard dalam Dimensi Daya Saing dan Perlindungan Konsumen (PDF). Jakarta: Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri. hlm. 11–12. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-11-01. Diakses tanggal 2022-02-15.
- ^ a b Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 3.
- ^ a b c Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 5.
- ^ a b "The Codex Secretariat". fao.org. Diakses tanggal 15 Februari 2022.
- ^ Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 6.
- ^ Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 6-7.
- ^ Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 7-8.
- ^ Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 9.
- ^ a b c Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 10.
- ^ a b Codex Indonesia: Rencana Strategis 2013-2018 (PDF). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. 2013. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2014-07-29. Diakses tanggal 2022-02-14.
- ^ "Members". fao.org. Diakses tanggal 15 Februari 2022.
- ^ a b Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 8.
- ^ "Book Review: Diplomasi Indonesia di Sektor Pertanian" (PDF). Jurnal Hukum Internasional. 4 (3): 627. 2007.
- ^ a b Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 10-11.
- ^ Direktorat Standardisasi Produk Pangan 2017, hlm. 11.
- ^ Jaswir, I., dan Guntarti, A. (2021). Kerangka Riset Sains Halal Nasional: Teknologi Autentikasi Halal 4.0 (PDF). Jakarta Selatan: Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. hlm. 37–38.
- ^ Abadi, T., dkk. (2011). Tim Pengkajian Hukum tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberian Informasi Produk Halal (PDF). Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional. hlm. 61.
- ^ Purwadi, dkk. 2018, hlm. 102.
- ^ International Egg Commission. "Komisi Codex Alimentarius (CAC)". internationalegg.com. Diakses tanggal 15 Februari 2022.
- ^ Sunaryo, E., dkk. (2017). Bardosono, S., dan Sunaryo, E., ed. Keamanan Bahan Tambahan Pangan: Perspektif Industri Makanan dan Minuman (PDF). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. hlm. 24. ISBN 978-979-496-903-8.
- ^ Faridah, Anni (2018). Teknologi Pangan. Solok: CV. Berkah Prima. hlm. 129–130. ISBN 978-602-5994-07-4.
- ^ Surono, Ingrid S. (2016). Probiotik, Mikrobiome dan Pangan Fungsional (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 68. ISBN 978-602-401-482-7.
- ^ Departemen Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Pemerintah Australia. "Kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tentang Sanitari dan Fitosanitari:" (PDF). awe.gov.au. hlm. 9. Diakses tanggal 14 Februari 2022.
- ^ Dokumen Pendukung Konsep Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2013-2045: Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan, Solusi Pembangunan Indonesia Masa Depan. Jakarta: Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. 2013. hlm. 40–41. ISBN 978-979-15689-1-3.
- ^ Nugraheni, Mutiara (2018). Kemasan Pangan (PDF). Yogyakarta: Plantaxia. hlm. 33. ISBN 978-602-6912-84-8.
- ^ Badan Standardisasi Nasional 2014, hlm. 8.
- ^ a b Yusuf 2018, hlm. 152.
- ^ Purwadi, dkk. 2018, hlm. 109-110.
- ^ a b c Yusuf 2018, hlm. 155.
- ^ a b Wijayaningsih, dkk. 2017, hlm. 87.
- ^ Purwadi, dkk. 2018, hlm. 110-111.
- ^ Hasibuan, S., Mumpuni, F. S., dan Thaheer, H. (2014). "Rancangan Implementasi Sistem Manajemen Keamanan Pangan pada UKM Pengolahan Ikan Rakyat di Sukabumi" (PDF). Seminar Nasional IDEC 2014: 84–85. ISBN 978-602-70259-2-9.
- ^ Wijayaningsih, dkk. 2017, hlm. 99.
- ^ Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (2011). Rencana Aksi Global Sumber Daya Genetik Ternak dan Deklarasi Interlaken (PDF). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 32–33. ISBN 978-602-8475-16-7.
Daftar pustaka
sunting- Badan Standardisasi Nasional (2014). Pengantar Standardisasi (PDF) (edisi ke-2). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. ISBN 978-602-9394-16-0.
- Direktorat Standardisasi Produk Pangan (2017). Panduan Kerja Codex, Revisi 1 (PDF). Jakarta Pusat: Direktorat Standardisasi Produk Pangan. ISBN 978-979-3665-36-8.
- Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO) (2018). Understanding Codex (PDF) (edisi ke-5). Roma: Food and Agriculture Organization. ISBN 978-92-5-130928-5.
- Maha, Munsiah (1998). Suhadi, F., dkk., ed. "Status Iradiasi Pangan Saat Ini dan Arah Perkembangannya" (PDF). Risalah Pertemuan Ilmiah: Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi 1997/1998 Buku 2. Badan Tenaga Atom Nasional, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. ISBN 979-95390-8-0.
- Purwadi, dkk. (2018). Revitalisasi Pendidikan Vokasi Kemaritiman (PDF). Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 978-602-0792-13-2.
- Wijayaningsih, W., dkk. (2017). Bahan Ajar Pelatihan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) (edisi ke-1). Semarang: Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang. ISBN 978-602-6536-07-5.
- Yusuf, Yusnidar (2018). Kimia Pangan dan Gizi (PDF). Penerbit EduCenter Indonesia. ISBN 978-602-52823-4-8.