Orang Korea Amerika

kelompok etnik; orang Amerika Serikat keturunan Korea

Korea-Amerika (Korean-American) adalah kelompok masyarakat atau warga negara Amerika Serikat keturunan Korea.[1] Berdasarkan sensus tahun 2000, orang Korea Amerika merupakan salah satu kelompok imigran yang berkembang paling cepat di Amerika Serikat.[2] Lebih dari satu juta jiwa warga Korea Amerika tinggal di Amerika Serikat, mewakili kelompok etnis Asia Amerika yang terbesar ke-4.[2] Mayoritas orang Korea Amerika tinggal di Kalifornia.[2] Orang Korea Amerika, seperti kelompok Asia Amerika yang lain, dianggap sebagai bagian dari "minoritas teladan", dikarenakan sedikitnya masalah yang dihadapi dalam lingkup personal dan profesional.[2]

Koreatown, Manhattan.

Sejarah

sunting
 
Imigran Korea di Hawaii pada abad ke-19

Imigran asal Korea ke Amerika Serikat berasal dari baik Korea Utara maupun Korea Selatan. Orang Korea berimigrasi dalam 3 gelombang permulaan pada tahun 1903-1924.[3] Dari tahun 1903-1905, sekitar 7000 warga Korea bermigrasi ke Hawaii sebagai pekerja di ladang tebu, dan sekitar 1000 orang di antaranya pergi ke daratan Amerika. Pada tahun 1905, Korea menjadi protektorat Jepang dan mulai dijajah pada tahun 1910.[2] Jepang melarang secara ketat emigrasi ke Amerika Serikat untuk menghentikan eksodus para pekerja yang terampil dan membendung pergerakan kemerdekaan. Pada tahun 1924, Undang-Undang Imigrasi Johnson-Reed membatasi orang Korea memasuki Amerika Serikat sampai seratus orang per tahunnya.

Periode dari akhir perang Korea pada tahun 1953 sampai 1965 menandai gelombang imigrasi yang kedua. Berdasarkan pada Undang-undang Pengantin Perang (War Brides Act) tahun 1945 salah seorang pasangan (suami atau istri) dan anak yang diadopsi oleh personel militer Amerika diizinkan untuk memasuki Amerika Serikat.

Gelombang imigrasi ketiga dimulai dengan Undang-undang Imigrasi tahun 1965 (Immigration Act of 1965) yang melenyapkan asal usul kebangsaan sebagai basis kebijakan imigrasi Amerika. Sampai saat itu, warga Korea masih tetap menjadi minoritas dengan populasi sekitar 10.000 jiwa.

Kebudayaan

sunting
 
Korea-Amerika

Orang Korea-Amerika dianggap sebagai kelompok etnis Amerika Serikat yang memiliki keterkaitan kuat terhadap nilai-nilai dan praktik terhadap budaya asal mereka. Sebagian besar orang Korea-Amerika masih mengkonsumsi masakan Korea, dan mempraktikkan perilaku-perilaku budaya Korea. Pada tahun 1998, sebuah studi menunjukkan bahwa 90% imigran Korea di Chicago berbicara dalam bahasa Korea di rumah dan 82% ikut berpartisipasi dalam organisasi etnik.[2]

Kuatnya nilai-nilai dan prinsip budaya Korea pada masyarakat Korea-Amerika disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, dikarenakan bangsa Korea termasuk homogen, tidak seperti Tiongkok atau Jepang yang memiliki beberapa bahasa dan dialek, orang Korea hanya berbicara dalam satu bahasa. Kedua, orang Korea-Amerika cenderung bekerja di dalam bisnis mereka sendiri dan berinteraksi dengan orang Korea yang lain. Bekerja di bisnis kecil meningkatkan solidaritas etnik karena perusahaan Korea harus bekerja sama untuk bersaing dalam pasar mainstream. Setelah peristiwa kerusuhan tahun 1992, para pebisnis Korea-Amerika semakin mempererat persatuan antar sesama komunitas.

Orang Korea-Amerika mematuhi prinsip-prinsip Konfusianisme dan terlihat secara jelas dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka cenderung menunjukkan rasa hormat terhadap orang yang berpendidikan serta memfokuskan pendidikan untuk anak-anaknya.[2] Mobilitas sosial dianggap dapat dilakukan lewat pendidikan dan orang tua ingin meningkatkan sosialisasi anak-anak mereka. Sebagian besar imigran Korea dengan anak-anak usia sekolah memutuskan untuk tinggal di suatu wilayah hanya dikarenakan kualitas sekolah di lingkungan tersebut. Mendampingi anak-anak dalam mendapatkan pendidikan yang baik orang tua Korea-Amerika mendatangkan guru pribadi, memasukkan anak mereka ke les privat atau sekolah privat. Sebagian besar orang tua ini melakukan pengorbanan agar anak-anak mereka bisa berpendidikan baik. Hasil keras usaha mereka telah dapat dilihat pada komunitas ini, yakni 2 atau 3 penerima tahunan untuk beasiswa jasa presidensial (presidential merit scholarships) pada 2 SMA terbaik di setiap negara bagian adalah siswa Korea-Amerika.

Dalam imigrasi pertama ke Hawaii, dari 7000 orang Korea, 400 orang memeluk agama Kristen.[4] Ke-400 orang ini kemudian membentuk persekutuan di Hawaii dan pada tahun 1918, hampir 40% imigran Korea telah memeluk agama Kristen.[4] Imigran Korea memusatkan aktivitas mereka di gereja sebagai pusat komunitas. Setelah beribadah di gereja pada hari minggu, mereka saling bersosialisasi dalam bahasa Korea dan berdiskusi mengenai masalah-masalah mereka. Gereja juga berperan sebagai pusat pendidikan yang menyediakan kelas menulis dan membaca bahasa Korea. Pada tahun 1990, diperkirakan terdapat 2000 gereja Protestan Korea di Amerika Serikat. Di kota besar seperti Los Angeles, New York dan Chicago, mereka membentuk organisasi Kristen dan mengadakan kebaktian beberapa kali dalam seminggu. Gereja Misi Oriental dan Gereja Presbiterian Youngnak di Los Angeles adalah dua gereja Protestan Korea terbesar di Amerika.

Komunitas Katolik Korea-Amerika didirikan pada tahun 1960-an.[4] Pada tahun 1977, pusat Katolik Korea yang pertama dibuka di Orange County, Kalifornia. Pada tahun 1955, sekiktar 35 ribu orang Korea-Amerika memeluk agama Katolik.

Seorang biksu bernama Soh Kyongbo mendirikan organisasi agama Buddha Korea pertama di Amerika Serikat pada tahun 1964. Sebagian besar pemeluk agama Buddha Korea di Amerika mengikuti mazhab Chogye.[4] Lembaga agama Buddha utama di Amerika adalah Zen Lotus Society di Ann Arbor, Michigan,[Korean Buddhist Temple Association, Young Buddhist Union di Los Angeles, Buddhists Concerned with Social Justice and World Peace, Western Buddhist Monk's Association, Southern California Buddhist Temples Association, dan beberapa pusat Seon dan Dharma di seluruh Amerika. Berdasarkan laporan Korean Buddhist Temple Association, terdapat 60 kuil Buddha di Amerika Serikat dan Kanada pada tahun 1990.[4]

Kesenian

sunting

Banyak tokoh Korea-Amerika yang menonjol dalam bidang kesenian di Amerika Serikat, antara lain, Peter Hyun, Nam Jun Paik, Myung-Whun Chung, Margaret Cho dan sebagainya.[4]

Peristiwa kerusuhan 1992

sunting

Pada awal tahun 1990-an, konflik yang terjadi antara Korea-Amerika dan kelompok etnik lain menarik perhatian seluruh Amerika.[6] Di New York, Los Angeles dan Chicago, para pemilik toko Korea-Amerika berkonflik dengan orang kulit hitam yang dianggap mencuri dari toko mereka. Hal tersebut dianggap oleh tetangga kulit hitam mereka sebagai bentuk tidak hormat dan arogan sehingga memicu pertikaian.[6]

Di Los Angeles Tenggara, berbagai toko yang menjual bahan makanan, minuman keras, dan bensin dimiliki oleh orang Korea, yang telah menggantikan bisnis-bisnis orang kulit putih. Orang kulit hitam menjadi merasa was-was karena orang Korea telah mendominasi bisnis eceran di wilayah mereka. Pada kerusuhan tahun 1992 di wilayah tersebut, bisnis-bisnis dan toko orang Korea menjadi sasaran perusakan. Lebih dari 1800 pertokoan dan bisnis orang Korea musnah terbakar.

Kerusuhan tahun 1992 di Los Angeles yang dikenal oleh orang Korea dengan istilah sa-i-gu turut mengubah komunitas Korea-Amerika di seluruh Amerika Serikat. Akibat kerusuhan tersebut orang Korea-Amerika menderita kerugian AS $ 1 triliun.

Walaupun orang Korea-Amerika sukses dalam bidang pendidikan dan bisnis, komunitas mereka juga tidak luput dari diskriminasi. Banyak orang Korea-Amerika menjadi antipati terhadap kelompok etnis lain setelah peristiwa kerusuhan di Los Angeles tahun 1992. Walau dianggap paling kurang berasimilasi dengan etnis lain di Amerika Serikat, mereka telah berusaha untuk dapat berinteraksi.[2] Dalam sebuah studi terhadap anak-anak yang tinggal di New York, 30% siswa SMA Korea dilaporkan pernah mengalami diskriminasi oleh guru dan siswa lain.[2] Perbedaan budaya sering kali menjadi faktor kesalahpahaman antara mereka dan terlalu sedikit guru dan konselor Korea yang dapat memenuhi kebutuhan anak-anak sekolah dalam komunitas yang lebih besar. Selain itu, anak-anak Korea-Amerika tidak mampu untuk menerima beban psikologis.

Seperti banyaknya wanita Asia-Amerika yang lain, wanita Korea-Amerika umumnya dikenal sebagai pekerja, walaupun mereka diharapkan untuk memenuhi tugas sebagai ibu rumah tangga saja.[6] Mereka juga diharuskan untuk mendukung keluarga, sementara suami mereka juga berjuang untuk memenuhi kebutuhan keuangan.[6] Banyak pria Korea-Amerika membuka usaha kecil-kecilan di bidang jasa dan penjualan eceran dan akhirnya mengikutsertakan istri mereka untuk mengerjakan bisnis tersebut.

Pranala luar

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ KOREAN AMERICAN HISTORY, apa.si.edu. Diakses pada 5 Mei 2011
  2. ^ a b c d e f g h i Jackson, Yo (2006). Encyclopedia of Multicultural Psychology. Sage Publications, Inc. ISBN 1-4219-0948-1. 
  3. ^ (Inggris)Korean American History Diarsipkan 2010-03-30 di Wayback Machine. kamuseum. Diakses pada 10 Mei 2010.
  4. ^ a b c d e f g (Inggris)KOREAN AMERICANS, everyculture. Diakses pada 17 Mei 2010.
  5. ^ TV-Buddha, medienkunstnetsz. Diakses pada 18 Mei 2010.
  6. ^ a b c d Schaefer, Richard T. (2006). Sociology, A brief introduction. McGraw-Hill International Edition, New York. ISBN 978-0-07-110178-3.