Zakat

salah satu ibadah umat Islam

Zakat (bahasa Arab: زكاة, translit. zakāh) dalam segi istilah adalah kegiatan mengeluarkan harta tertentu dari seseorang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya. Zakat dari segi bahasa berarti 'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'. Menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.

Definisi

Menurut kebahasaan, zakat itu bisa ditilik dari kata زكى (zakā), yang kalau dirangkaikan pada kalimat, yaitu زكا الشيء يزكو (sesuatu itu bertambah dan tumbuh), atau bisa pula زكا الزرع (tanaman itu tumbuh),[1] dan pada yang lain seperti: زكت التجارة (perniagaan itu tumbuh dan berkembang).[2] Definisi zakāh sebagai madah/pujian dapat pula dilihat dalam firman Allah Ta'ala: فـلَا تُزَكُّوْا اَنْفُسَكُمْ (Maka janganlah kamu memuji dirimu suci).[3] Kalau ia bermakna "pembersihan", apakah ia secara kasatmata (hissiyyah) atau secara makna, bisa dilihat pada QS as-Syams ayat 9: قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاها (Maka beruntunglah orang yang menyucikannya), yakni menyucikannya (jiwa) dari segala kekotoran. Dari zakā terbentuk kata tazkiyah (تزكية), atau menyebut kata-kata pujian bagi diri. Dari situ pada bahasa Arab juga dikenal kata زكى الرجل نفسه zakā ar-rajulu nafsahu.[4] Inilah yang masuk ke dalam definisi awal zakat yang artinya adalah "tumbuh", "suci", dan "berkah". Dengan makna kebahasaan di atas, yakni "tumbuh" dan "suci", menurut Ibnu Hajar Al 'Asqalani, sesuai tinjauan syariat, maka itulah yang akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan pada harta dan pahala, terlebih juga, zakat itu berkaut pula dengan perdagangan dan pertanian.[1]

Adapun secara makna, ia berarti nama atau sebutan dari sesuatu hak Allah Ta'ala yang dikeluarkan kepada fakir miskin,[5] ini ditunjukkan oleh sebuah riwayat di mana Nabi Muhammad mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman, untuk mengambil sebagian harta orang yang kaya agar diberikan kepada orang yang papa di antara mereka.[6] Adapun secara keistilahan, makna zakat dalam syariat Islam ialah seukuran tertentu beberapa jenis harta, yang wajib diberikan kepada golongan-golongan tertentu, dengan syarat-syarat yang tertentu pula. Bagian dari harta inilah yang dinamai zakat, dan didoakan oleh penerimanya agar diberi keberkatan dari Allah.[2] Tak jauh dengan ketentuan di atas, ia dikecualikan dari bani Hasyim dan bani Muthalib, dan wajib dikeluarkan bagi yang berakal, baligh, dan merdeka.[7] Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, disebutkan bahwasanya zakat merupakan harta yang wajib disisihkan oleh orang Muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.[8]

Kewajiban

Setiap muslim diwajibkan untuk berzakat ketika hartanya sudah mencapai batas agar dapat dikenakan zakat. Dalam Islam, kondisi ini disebut nisab. Zakat juga diwajibkan diberikan ketika umat muslim telah melaksanakan puasa di bulan Ramadan selama satu bulan penuh.[9]

Jika penguasanya adalah Muslim dan mereka menjalankan syariat Islam secara utuh, merekalah yang mengumpulkan dan membagi uang zakat sebab mereka akan takut menyalahgunakan harta milik Allah SWT. Penguasa yang demikian akan mendapat pahala. Membagi zakat melalui pemerintah mengandung hikmah yang tinggi. Penerima lebih terhormat, dia terhindar dari rasa malu karena tidak banyak orang tahuo Kalau dia harus menerima dari orang per orang dan berkeliaran di jalan-jalan, ini memberi kesan rendah. Rendah untuk mereka (penerima) dan rendah untuk agama.[10]

Jika para pelaksana, pengumpul, dan pembagi zakat dari pemerintah diragukan kejujurannya, akan lebih baik dibagi sendiri saja. Untuk apa repot-repot, akhirnya, uang itu "menguap". Apabila pembagiannya dilakukan sendiri, tanpa melalui pemerintah ata u lembaga zakat, lebih baik dirahasiakan, terutama kepada an ak pemberi yang belum dewasa.Ini karena dia bisa menganggap rendah (hina) terhadaP anak-anak dari orang tua penerima zakat ayahnya. Diutamakan memberi zakat kepada fakir miskin dan sanak keluarga l alu tetangga, kawan dekat, atau kenalan, dengan mendahulukan Jakilaki atau perempuan yang saleh (salihah).[10]

Dalil-dalil berzakat

Al Qur'an

Di dalam Al-Quran, ada banyak sekali dalil soal berzakat. Diantaranya Al-Baqarah ayat 177, Al-Ma'idah ayat 55, At-Taubah ayat 5, 34-35, Al-Mu'minun ayat 1-4, An-Naml ayat 2-3, Luqman ayat 3-4, serta Fushshilat ayat 6-7.[11]

Di bawah ini, adalah beberapa dalil Quran sehubungan dengan kewajiban zakat:

...dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'". (Al-Baqarah 2:43)

Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At-Taubah 9:35)

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka..." (At-Taubah 9:103)

...dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya pada hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan." (al-An'am 6:141)

Hadits

Ada beberapa hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari tentang zakat ini. Contohnya:

Dari Ibnu Umar RA berkata, "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda, "Pokok-pokok iman ada 5 perkara: yakni persaksian bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan ibadah haji, dan puasa bulan Ramadhan."

[12]

Dari Abu Ayyub RA, bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah, dan berkata: "Beritahukan kepadaku suatu amal yang bisa memasukkanku ke dalam Surga!" Orang ada yg berkata padanya: "Ada apa dengannya, ada apa dengannya?" Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam menjawab: "Ia punya kepentingan (berupa perkara yang sangat besar, yaitu) engkau menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan mempererat tali kekerabatan."

[13]

Sejarah zakat

Setiap umat muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah. Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari, umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menurut sebuah hadits ilmu dari percakapan Anas bin Malik dengan Dhamman bin Tsa'labah ditetapkan sebelum tahun ke-9 Hijriah/631 Masehi. Dikatakan ia wajib setelah hijrah Rasulullah ke Madinah. Dalil yang menjelaskan ini ialah hadits tentang zakat fitrah, riqayat Imam Ahmad dan Hakim, yang menyebut adanya zakat fitrah sebelum zakat mal, yang konsekuensinya ia ditetapkan setelah adanya perintah puasa.[14] Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan zakat bertingkat bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin.[15] Sejak saat ini, zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.[16]

Pada zaman khilafah, zakat dikumpulkan oleh pegawai negara dan didistribusikan kepada kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, budak yang ingin membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar.[17] Syari'ah mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.

Hukum zakat

Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah menyebutkan bahwa "Islam dibangun di atas 5 tiang pokok, yaitu kesaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu."[18] Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib fardhu atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Abdullah bin Mas'ud RA menyebutkan: "Anda sekalian diperintahkan menegakkan shalat dan membayar zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat, maka shalatnya tidak diterima.'[19] Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan umat manusia di mana pun.

Jenis zakat

Zakat terbagi atas dua jenis yakni:

  • Zakat fitrah
    Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Besar zakat ini setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan.
  • Zakat maal (harta)
    Zakat yang dikeluarkan seorang muslim yang mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak. Masing-masing jenis memiliki perhitungannya sendiri-sendiri.

Hak zakat

Penerima

Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60 yakni:

  • Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup. Menurut Buya Hamka, kata fakir berasal dari makna "membungkuk tulang punggung", satu sebutan buat orang yang telah bungkuk memikul beban berat kehidupan.[20]
  • Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup.[21] Secara kebahasaan, orang miskin berasal dari kata سُكُوْنٌ (sukūn), artinya tidak ada perubahan pada hidupnya, tetap saja begitu, menahan penderitaan hidup.[20]
  • Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.[22] Tentu saja dalam memungut zakat ini, ada para petugas yang mengambilnya. Mereka juga berhak terhadap zakat. Namun begitu, Buya Hamka memberi catatan, bahwa jika si pengurus atau pegawai mengambil sebagian hartanya yang telah dipungut untuk dirinya sendiri, ini dijatuhkan kepada korupsi/ghulūl (غُلُوْلٌ). Karenanya menurut beliau, boleh saja mengadakan kepanitiaan dalam rangka pemungutan zakat.[23]
  • Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
  • Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya.[24]
  • Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk memenuhinya.[25]
  • Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan sebagainya.
  • Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.

Haram menerima

  • Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.[26]
  • Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
  • Keturunan Nabi Muhammad (ahlul bait).[27]
  • Orang yang dalam tanggungan dari orang yang berzakat, misalnya anak dan istri.

Faedah zakat

Zakat memiliki beberapa faedah yang sangat berguna bagi umat Islam, di antaranya faedah agama (diniyyah), akhlak (khuluqiyah) dan kesosialan (ijtimaiyyah). Berikut penjelasan lebih rinci mengenai faedah-faedahnya.

Seorang fakir yang lemah, jika melihat orang kaya, dapat timbul rasa kurang senang, dengki, benci, dan iri. Namun, jika orang kaya itu baik hati, memberi bantuan dengan penuh keakraban dan kekeluargaan, hal ini dapat mengubah pandangan orang fakir tentang kenikmatan bahwa kekayaan yang dimiliki oleh orang itu bermanfaat bagi mereka. Oleh sebab itu, hati orang fakir menjadi bersih, serta tidak ada rasa dendam, benci, atau iri.[10]

Harta yang diterima orang fakir dari zakat, yang mungkin belum pernah dia peroleh dari usahanya sendiri, dapat memberikan gairah untuk dijadikan modal usaha, memberi dorongan kepada dirinya bahwa dia sebagai anggota masyarakat yang baik juga harus mengamalkan harta dan bergotong-royong. Oleh karena itu, harta zakat yang dia peroleh dapat mencegah dari sifat-sifat malas, pesimis, dan lemah jiwa.[10]

Faedah agama

  1. Dengan berzakat berarti telah menjalankan salah satu dari rukun Islam yang mengantarkan seorang hamba kepada kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat.
  2. Merupakan sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Rabb-nya, akan menambah keimanan karena keberadaannya yang memuat beberapa macam ketaatan.
  3. Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang berlipat ganda, sebagaimana firman Allah, yang artinya: "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah" (Al Baqarah: 276). Dalam sebuah hadits muttafaq alaih, nabi ﷺ juga menjelaskan bahwa sedekah dari harta yang baik akan ditumbuhkan kembangkan oleh Allah berlipat ganda.
  4. Zakat merupakan sarana penghapus dosa.

Faedah akhlak

  1. Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran dan kelapangan dada kepada pribadi pembayar zakat.
  2. Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
  3. Merupakan realita bahwa menyumbangkan sesuatu yang bermanfaat baik berupa harta maupun raga bagi kaum Muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa. Sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
  4. Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
  5. Menjadi tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

Faedah kesosialan

  1. Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.
  2. Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
  3. Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan rasa dongkol yang ada dalam dada fakir miskin. Karena masyarakat bawah biasanya jika melihat mereka yang berkelas ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta untuk sesuatu yang tidak bermanfaaat bisa tersulut rasa benci dan permusuhan mereka. Jikalau harta yang demikian melimpah itu dimanfaatkan untuk mengentaskan kemiskinan tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si kaya dan si miskin.
  4. Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan yang jelas berkahnya akan melimpah.
  5. Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang mengambil manfaat.

Hikmah zakat

Hikmah dari zakat antara lain:

  1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
  2. Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.
  3. Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk
  4. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat.
  5. Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan
  6. Untuk pengembangan potensi ummat
  7. Dukungan moral kepada orang yang baru masuk Islam
  8. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi ummat.

Zakat dan Pajak

Tidak ada hubungan antara pajak dan zakat. Pajak adalah kewajiban tiap warga negara, sedangkan zakat adalah pajak perikemanusiaan. Sasaran utama dari pemberian zakat, yaitu para fakir miskin dan yatim. Uang zakat digunakan demi menanggulangi kemelaratan dan kelaparan, serta demi memerangi kemiskinan. Kalau sasaran utama ini sudah tercapai dan uang zakat berlebih, boleh diberikan kepada yang Iain.[10]

Pembangunan dilaksanakan untuk semua golongan, kaya atau miskin, misal membangun jalan atau jembatan, waduk atau irigasi, sekolah dan perguruan tinggi, semuanya dinikmati tidak hanya untuk fakir miskin, tetapi juga sebagian besarnya dinikmati oleh orang-orang kaya. Oleh karena itu, untuk kepentingankepentingan seperti itu tidak dapat dibayar dengan uang zakat. Pemerintah mencari sumber-sumber Iain, selain pajak untuk pembangunannya.[10]

Zakat Pemberian Wajib sebagai Rasa Syukur

Selain berbagi sedekah jika ada yang membutuhkan, muslim yang mampu secara finansial diwajibkan untuk berzakat 2.5% secara rutin dari pemasukannya setiap bulan kepada orang yang kurang mampu sebagai salah satu cara mencegah kemiskinan. Tidak seperti sedekah, zakat harus diberikan kepada salah satu dari delapan kategori penerima zakat: fakir miskin, riqab, gharim, mualaf, fii sabilillah, ibnu sabil, dan amil zakat.[28]

Saat memberi zakat atau sedekah, uang yang diberikan harus berasal dari usaha yang halal. Pendapatan yang berasal dari menjual bunga dari uang yang dipinjamkan, judi, atau cara lain yang tidak halal maka tidak terhitung dalam kewajiban zakat. Hal penting lain yang perlu kita ingat adalah bahwa zakat menjadi wajib jika Anda sudah dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga Anda. İni bukan sekadar berbagi, tapi sebuah kewajiban dari wujud syukur kita, untuk memberi pada orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Zakat ibarat tabungan ibadah yang kita tunaikan untuk kehidupan kita di bumi ini.[28]

Selain menjadi sebuah kewajiban, kata zakat sering dimaknai sebagai "hal yang menyucikan'l Sebagaimana tubuh yang harus mengeluarkan zat yang tidak digunakan untuk menjaga kesehatan, zakat menyucikan kita dari materialistic dengan menjauhkan kebergantungan kita dari kekayaan.

...Najkahkanlah najkah yang baik unluk dirimu. Dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orangyang berun[ung.”

(QS. 64: 16)

Keserakahan adalah musuh rasa syukur dan keimanan, inilah yang kemudian membuat Rasulullah bersabda, "Aku tidak takut jika kalian akan menduakan Allah setelah aku meninggal, tapi aku takut kalian akan saling berseteru untuk hal-hal yang duniawi.” Ketika kita memberi pada orang lain dengan ikhlas, maka itü akan membantu untuk menjauhkan kita dari dunia yang materialistik ini.

Secara ideal, zakat membantu membangun keseimbangan dalam masyarakat—sebuah perputaran alami dalam memberi dan menerima. Jika kita hanya menarik napas dan tidak pernah mengeluarkan napas maka kita akan sesak, zakat secara esensi adalah sebuah media untuk mengeluarkan sedekah, untuk membuat ruang agar kita bisa menarik napas syukur. Dalam sebuah pepatah kuno Indian, Upanishads, dikatakan bahwa. "Apa yang ada di dunia ini cukup untuk kebutuhan semua orang; tapi tidak cukup untuk memenuhi keserakahan semua orang Tanpa memberi, kita akan merasa sesak secara spiritual. Faktanya, sebuah kata yang sering digunakan untuk uang dalam bahasa Inggris adalah currency, yang berasal dari kata currere dalam bahasa Latin dan bermakna "mengadakan perlombaan" atau untuk melakukan pergerakan. Dengan kata Iain, saat mata uang tidak berputar maka akan timbul stagnansi dalam kehidupan kita. Seperti sebuah sungai atau arus, uang harus mengalir ke dalam dan dari luar dari tangan kita atau ia akan mengekang semangat dalam diri kita.[28]

Zakat adalah bentuk rahmat dari Allah, karena dengannya kita menyucikan kebergantungan kita pada dunia dan meningkatkan keimanan kita. Semakin kita tidak memberi asupan untuk ego kita, semakin baik pula keimanan kita. Kita mendekatkan diri kepada-Nya bukan melalui apa yang kita punya, tapi melalui apa yang kita beri. Karena segala sesuatu yang kita miliki akan sirna, hanya apa yang kita beri karena Allah yang akan benar-benar kita miliki.

Hal ini tergambar dengan indah melalui sebuah percakapan antara Nabi Muhammad dan istrinya. Setelah istri beliau menyedekahkan daging kambing, Nabi Muhammad bertanya, "Apa yang tersisa darinya?" Istri beliau menjawab, "Tidak ada kecuali bagian pundaknya." Nabi Muhammad kemudian menjawab, "Semuanya masih ada (dalam kitab Allah) kecuali bagian pundaknya." Dalam kata Iain, Nabi Muhammad mengilustrasikan bahwa hanya yang kita sedekahkan karena Allah yang benar-benar ada untuk kita.

Kebaikan-kebaikan yang kita tanam di dunia ini tidak ada yang menjadi Sia-Sia, sebaliknya kebaikan itu menjadi hal yang kekal di rat nanti. Sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itü adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal.” (QS. 42: 36)

Saat kita memasuki alam kubur, kita tidak membawa harta yang kita simpan; kita hanya membawa harta berupa pahala dari harta yang kita sedekahkan.

Pada akar kata zakat kita menemukan makna "tumbuh, syukur, dan penggandaan.” Ketika kita memberi hanya karena Allah, sebenarnya kita membuka pintu rahmat Allah, semakin terbuka untuk tumbuh dan melipatgandakan kekayaan materi dan spiritual kita. Allah menegaskan kembali mengenai hal ini dalam firman-Nya, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya.” (QS. 34: 39). Sebagaimana para petani memangkas bagian dari tanamannya agar tanaman itü tumbuh lebih cepat, saat kita bersedekah kita mengurangi harta kita agar tumbuh lebih baik lagi (QS. 2:245).

Zakatmu Bukan Milikmu

Untuk menjaga kemuliaan orang miskin, zakat dilihat bukan sebagai harta yang dimiliki oleh orang yang menunaikannya, tapi merupakan hak milik orang yang menerimanya. İni adalah sebuah pengingat bahwa apa pun yang kita dapat dan miliki pada hakikatnya bukan milik kita, tapi hanya sebuah titipan dari Allah. Saat kita menunaikan zakat, bukan kita yang memberi pada orang lain, tapi Allah yang memberi pada mereka melalui kita. Kita bukanlah pemilik dari harta kita, kita hanya menjadi orang yang terpilih untuk mengelolanya. Ketika kita ada dalam kondisi benar-benar memberi, tidak ada lagi yang namanya pemberi dan penerima, yang ada hanyalah cinta-Nya melalui tangan dan kebaikan kita.

Sebagaimana orang terdahulu berkata, "Ada empat dimensi dalam Islam: (1) Apa Yang menjadi milikku adalah milikku dan apa yang menjadi milikmu adalah milikmu. (2) Apa yang menjadi milikku adalah milikmu dan apa yang menjadi milikmu adalah milikmu juga. (3) Ada yang bukan juga milikku atau milikmu. (4) Tidak ada lagi aku atau kamu, yang ada hanyalah kita." Karena itu, jika kamu memberi kepadaku, bukan kamu yang memberi padaku ialah Allah yang memberi kepada kita. Ketika menerima sedekah, aku merasakan nama Allah Ar-Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki), dan sebagai pemberi sedekah kamu akan merasakan nama Allah Al-Karim (Yang Mahamulia), terwujud melaluimu sebagai respons dari kebutuhanku. Intinya, kita hanya cermin yang merefleksikan kagungan Allah pada-Nya.[28]

Ada perbedaan yang besar antara melakukan kebaikan dan melihat diri kita dengan melakukan kebaikan dan hanya melihat Allah. Bagi yang meniatkannya ikhlas hanya untuk Allah, sedekah menjadi penyuci ego untuk mengakui kepemilikan pemberian yang diberikan Allah kepada kita.

"Janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya... " (QS. 2: 264)

Jangan merasa memiliki kebaikan hati kita karena sebenarnya kebaikan itu adalah sebuah manifestasi dari kebaikan Allah, Dia yang memberi kita peluang untuk melakukan kebaikan. Sebagaimana penyair Libanon abad ke-20 Khalil Gibran berkata, "Ada orang yang memberi dengan senang hati dan kesenangan itulah balasan bagi mereka. Ada Yang memberi dengan terpaksa dan rasa itulah balasan bagi mereka. Ada Yang memberi tanpa rasa paksaan, mencari kesenangan, atau memikirkan kebaikan... Melalui tangan-tangan itu Tuhan berkata dan di balik mata mereka Dia tersenyum pada bumi." Allah memberi kita kesempatan untuk memakmurkan dunia bukan karena Dia membutuhkan kita, tetapi karena jiwa kita berkembang saat kita menyiraminya dengan melakukan kebaikan.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itü adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kcpada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu Iebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagiaıı kesalahan-kcsalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. 2:271). Memberi sedckah dengan sem. bunyi-sembunyi menjaga kchormatan orang yang menerima sedekah kita dan mejaga kita dari kcinginan dipuji. Saat kita diminta oleh Allah untuk memberi pada orang miskin, seharusnya kitalah yang bersyukur atas kesempatan yang telah kita dapatkan. Lagipula, jika kita bukan karena kebutuhan orang lain atau karena kelebihan harta yang Allah berikan kepada kita, kita tidak dapat merefleksikan dan merasakan kebaikan, kasih sayang, dan cinta-Nya.

Kita mewujudkan rasa syukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan demgan membantu orang lain. Saat kita membantu orang lain, kita menyiram benih-benih kebaikan, kemudian kita akan melihat bahwa dengan memberi maka kita akan tumbuh. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendir?" (QS. 17: 7). Ketika kita memberi dengan sungguh-sungguh pada orang lain, kita memberi pada diri kita sendiri, menaikkan derajat kita di sisi Allah. Sebagaimana Allah berkata dalam sebuah hadis qudsi, "Wahai anak Adam! Berinfaklah, niscaya Aku akan berinfak kepadamu!”[28]

Sekecil Apa Pun Pemberian Akan Diperhitungkan

Kadang kita merasa bahwa kemampuan kita untuk memberi sangat terbatas, sedangkan yang dibutuhkan dunia ini sangat besar sehingga membuat kita menyerah sebelum mencoba. Saat kita merasa terlalu berat untuk mencoba dan menyembuhkan masalah besar di dunia ini, kita harus ingat bahwa segala sesuatu yang diciptakan berasal dari awal yang sederhana. Butiran pasir lama kelamaan membentuk pegunungan, sperma yang sangat kecil dan telur kemudian membentuk seorang manusia, dan bahkan big bang yang mungkin mengakibatkan terciptanya alam semesta ini berawal dari angkasa yang hanya sebesar kacang. Jangan menganggap remeh apa yang dapat Allah ciptakan dengan hati dan niat yang baik, sekecil apa pun ciptaan itu. Sebagaimana Imam Ali berkata, "Berbisnislah dengan Allah maka kamu akan beruntung."[28]

Al-Qur'an juga menegaskan hal ini dalam sebuah ayat, "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih Yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. 2:261).

Kita juga diingatkan melalui Al-Qur'an bahwa kita hanya diminta untuk memberi sesuai dengan kemampuan yang Allah berikan kepada kita: "Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan” (QS. 65:07). İni adalah langkah kecil yang kita ambil saat ini dan akan menjadi langkah beşar suatu saat nanti; langkah yang diambil karena cinta dan konsistensi akan membuat revolusi kebaikan dan cahaya yang meruntuhkan kegelapan.[28]

Sedekahkan hartamu, berikan waktumu, berikan apa pun yang dapat kamu berikan, karena dalam kekosongan dan kekuranganmu, kamu akan menemukan karunia Allah yang tak terhingga. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur'an, "Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya” (QS. 14:34). Bagaimanapun, kita memberi Allah apa yang fana dan terbatas, tapi Allah memberi kita apa yang kekal dan tak terbatas.[28]

Catatan

  1. ^ a b Al-Asqalani (2004), hlm.7
  2. ^ a b Musthafa dkk. (1987), hlm.4
  3. ^ QS an-Najm ayat 32
  4. ^ Manzhur, Ibnu (2003). Lisanul 'Arab. 7:46. Huruf Zai, Lema Zakāh. Dār ash-Shādir li ath-Thabā'ah wan-Nasyr wat-Tauzī'.
  5. ^ Sabiq (1982), hlm.5
  6. ^ Qardhawi (1999), hlm.87
  7. ^ Al 'Asqalani (2004), hlm.8
  8. ^ Zahari, Ahmad; Idham (Februari 2010). Wakaf, Zakat, & Ekonomi Syariah: Kumpulan Peraturan. Pontianak: FH Untan Press. Hlm. 201. ISBN 978-979-19927-5-6.
  9. ^ Hambali 2017, hlm. 20.
  10. ^ a b c d e f Mutawalli asy-Sya'rawi, M. (2020). Anda Bertanya, Islam Menjawab. Depok: Gema Insani. ISBN 978-602-250-866-3. 
  11. ^ Qardhawi (1995), hlm.92-95
  12. ^ HR Bukhari, jilid 1, hlm.82, no.8. Pada riwayat Imam Muslim dalam riwayat Sa'd bin Ubadah dari Ibnu Umar, puasa lebih dulu disebutkan sebelum haji.
  13. ^ Al 'Asqalani (2004), jilid 8, hlm.3. Hadits no.1396
  14. ^ Al 'Asqalani (2004), jilid 8, hlm.18
  15. ^ Smith, Huston.2001.Agama-agama Manusia. Jakarta: Obor.
  16. ^ Heyneman, Stephen P.,2004.Islam and Social Policy. Nashville: Vanderbilt University Press.
  17. ^ Gibb, H. A. R., 1957. Mohammedanism. London: Oxford University Press.
  18. ^ HR. Bukhari dan Muslim.
  19. ^ riwayat Ath-Thabari dalam Tafsir ath-Thabari, 14:153. Edisi al-Ma'arif, sebagaimana kutipan Qardhawi (1995), hlm.92
  20. ^ a b Hamka (1983), hlm.263
  21. ^ Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada manusia dan bisa disuruh pulang oleh sesuap makanan, atau dua suap makanan, atau satu kurma, atau dua kurma. Namun orang miskin ialah orang yang tidak mempunyai kekayaan yang membuatnya kaya, tidak diketahui kemudian perlu diberi sedekah, dan tidak meminta-minta manusia”. (Hadits riwayat Bukhari)
  22. ^ Sedekah (zakat) tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi lima orang petugasnya, orang yang membeli zakat dengan hartanya, orang yang berhutang, pejuang di jalan Allah atau orang miskin yang bersedekah dengannya kemudian menghadiahkannya kepada orang kaya”. (Hadits riwayat Imam Ahmad)
  23. ^ Hamka (1983), hlm.263 – 64
  24. ^ Admin (2021-05-11). "Ketika Memberikan Zakat Langsung Kepada Mustahik". LAZ al-Hilal. Diakses tanggal 2022-09-07. 
  25. ^ Meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi tiga orang: Orang yang sangat miskin, atau orang yang berhutang banyak, atau orang yang menanggung diyat (ganti rugi karena luka, atau pembunuhan).” (Hadits riwayat At-Timridzi dan ia meng-hasan-kannya)
  26. ^ Rasulullah ﷺ bersabda, "Tidak halal mengambil sedekah (zakat) bagi orang yang kaya dan orang yang mempunyai kekuatan tenaga." (HR Bukhari).
  27. ^ Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya tidak halal bagi kami (ahlul bait) mengambil sedekah (zakat)." (HR Muslim)
  28. ^ a b c d e f g h Helwa, A. (2022). Secrets of Devine Love. Jakarta: Quanta. ISBN 9786230029653. 

Referensi

Bacaan lebih lanjut

Pranala luar