Bahasa Sunda Indramayu

dialek bahasa Sunda yang bertipe non-h

Bahasa Sunda Indramayu atau bahasa Sunda dialek Indramayu[6] atau bahasa Sunda Parean-Lelea adalah sebutan untuk varian bahasa Sunda yang secara lokal dikenal sebagai basa Sunda Léa atau basa Sunda Léléa[7] di Kecamatan Lelea, dan basa Sunda Paréan[8] di Kecamatan Kandanghaur di wilayah Kabupaten Indramayu. Secara fonologis, dialek yang dituturkan di daerah-daerah tersebut termasuk ke dalam jenis dialek bahasa Sunda non-h, sehingga dalam kosakatanya, sebagian besar bunyi konsonan /h/ tidak direalisasikan di segala posisi, selain konsonan /h/, dialek ini juga secara alamiah tidak memiliki bunyi vokal /eu/ seperti halnya dialek bahasa Sunda pada umumnya. Dialek ini dianggap sebagai fase bahasa Sunda lama karena kosakatanya terbilang arkais atau masih mempertahankan bentuk-bentuk leksikal dari bahasa pendahulunya, yakni bahasa Sunda Kuno.[9][10]

Bahasa Sunda Indramayu
Basa Sunda Léléa
Basa Sunda Paréan
Dialek non-h
Sebuah contoh teks berbahasa Sunda Lelea yang berisikan petuah kekolot Léléa (petuah tetua desa Lelea) yang disampaikan dalam tradisi Ngarot. (Samian, 1992:2)[1]
Pengucapanbasa sʊnda lɛja
basa sʊnda parɛjan/basa sʊnda prɛjan
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
Penutur
37.956 (penutur di Indramayu):
  • 9.644 (penutur di Lelea)[a]
  • 28.312 (penutur di Kandanghaur)[b] (2020)[2][3]
Lihat sumber templat}}
Bentuk awal
Latin
Kode bahasa
ISO 639-3
Glottologindr1249
Status pemertahanan
Terancam

CRSingkatan dari Critically endangered (Terancam Kritis)
SESingkatan dari Severely endangered (Terancam berat)
DESingkatan dari Devinitely endangered (Terancam)
VUSingkatan dari Vulnerable (Rentan)
Aman

NESingkatan dari Not Endangered (Tidak terancam)
ICHEL Red Book: Definitely Endangered
Sunda Indramayu diklasifikasikan sebagai bahasa terancam punah (DE) pada Atlas Bahasa-Bahasa di Dunia yang Terancam Kepunahan
Referensi: [4][5]

Lokasi penuturan
  Kecamatan di Indramayu yang menuturkan fase bahasa Sunda lama (Parean-Lelea)
  Kecamatan di Indramayu yang menuturkan fase bahasa Sunda baru (Priangan)
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Asal-usul

sunting

Menurut sebuah hipotesis, asal-usul penduduk asli Indramayu berasal dari lembah pegunungan Ceremai yang membentang hingga ke wilayah Tasikmalaya. Jika hipotesis atau dugaan ini terbukti benar maka dapat dipastikan bahwa pribumi asli Indramayu adalah orang Sunda yang berbudaya serta berbahasa Sunda dan telah menempati wilayah tersebut selama berabad-abad.[11]

Dalam Naskah Wangsakerta, disebutkan bahwa di wilayah yang sekarang menjadi bagian dari Kabupaten Indramayu pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Manukrawa pada abad ke-5 yang lokasinya berada di sekitar hilir sungai Cimanuk, selanjutnya pada abad ke-9 wilayah Indramayu menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Sumedang Larang. Sejak abad ke-12 Sumedang Larang menjadi vasal Kerajaan Pajajaran, sehingga otomatis Indramayu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kerajaan Galuh/Pajajaran. Pada awal berdirinya, wilayah Kerajaan Sumedang Larang sendiri mencakup Sumedang (wilayah inti), Karawang, Ciasem, Pamanukan, Indramayu, Sukapura, Bandung, dan Parakanmuncang, meskipun pada akhirnya sebagian dari wilayah-wilayah ini melepaskan diri dari pengaruh Sumedang Larang.[12] Dengan dikuasainya wilayah Indramayu sebelah utara seperti Kandanghaur, Lelea, dan Haurgeulis oleh kerajaan Sumedang Larang, membuat kultur di wilayah tersebut masih bertahan pada kultur Sunda yang melekat hingga sekarang termasuk dalam hal bahasa yang dituturkan.[13][14]

Berlandaskan asal-usul penduduk Indramayu, dapatlah dikemukakan bahwa penutur jati bahasa di Indramayu pada awalnya adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda yang digunakan di Indramayu membentuk bahasa Sunda dialek Indramayu atau yang sering dikenal dengan sebutan Sunda Parean atau Sunda Lea.[15]

Letak persebaran geografis

sunting

Bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu umumnya dituturkan di wilayah kecamatan Lelea, tepatnya di desa Lelea dan Tamansari serta di wilayah desa Parean Girang, Ilir, dan Bulak di kecamatan Kandanghaur.[16][17] Selain dituturkan di wilayah-wilayah di atas, bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu juga dituturkan di wilayah desa Cikawung (Cikamurang), kecamatan Terisi,[18] beberapa desa di kecamatan Gantar, Cikedung, dan Haurgeulis, serta di desa Mangunjaya, kecamatan Anjatan.[19] Namun, dialek bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah terakhir kurang lebih sama dengan bahasa Sunda Priangan yang digolongkan sebagai fase bahasa Sunda baru.

Dalam artikel ini, penjabaran mengenai bahasa Sunda di Kabupaten Indramayu akan lebih banyak membahas tentang dialek non-h mulai dari fungsi hingga contoh penggunaan serta perbandingannya dengan bahasa Sunda baku.

Klasifikasi dan kekerabatan

sunting

Dalam rumpun bahasa Sunda, bahasa Sunda dialek Indramayu digolongkan sebagai bagian dari bahasa Sunda Cirebon atau dialek Sunda Timur-Laut,[20] walaupun kosakatanya tergolong divergen bila dibandingkan dengan kerabat-kerabat terdekatnya seperti bahasa Sunda Majalengka (dialek Tengah-Timur), bahasa Sunda Kuningan, dan bahasa Sunda Brebes. Bahasa Sunda Cirebon sendiri lingkup penggunaannya meliputi wilayah bekas Keresidenan Cirebon, yaitu Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Kuningan yang sering diakronimkan sebagai Ciayumajakuning.[21]

Daerah penggunaan dialek Indramayu merupakan enklave dari bahasa Sunda Cirebon karena letak persebarannya cukup jauh dari wilayah penggunaan bahasa Sunda Cirebon lainnya.[22] Beberapa jenis kata pada dialek Indramayu ada yang menunjukkan persamaan dengan bahasa Sunda di daerah Banten.[10]

Penggunaan

sunting
 
Poster virus Corona yang dibuat oleh pemerintah desa Lelea
 
Upacara adat Ngarot yang berlangsung pada hari Rabu pertama pada bulan Desember di Kecamatan Lelea.

Di Kecamatan Lelea, dialek yang secara lokal disebut sebagai bahasa Sunda Lelea digunakan dalam berbagai aktivitas, khususnya dalam setiap upacara adat,[23] contohnya pada acara tradisi Ngarot di desa Lelea yang merupakan sebuah upacara adat untuk menyambut musim tanam di daerah agraris. Kegiatannya berupa prosesi iring-iringan pemuda dan pemudi yang dihiasi dengan berbagai macam pakaian menuju balai desa.[24] Seluruh rangkaian acara mulai dari penyambutan, pembacaan sejarah tradisi, hingga ke acara inti selalu menggunakan bahasa Sunda Lelea.[25]

Contoh penggunaan bahasa Sunda Lelea adalah pada bagian penyampaian Petuah Kekolot Léléa (Petuah Tetua Lelea) yang disampaikan oleh kepala desa Lelea sebagai berikut:[1]

Mikirun budak engkéna kuma’a, senajan boga arta kudu tetep usa’a. Kur ngora ula poya–poya, kamberan kolota ula sengsara. Jlema laki kerja, éwéna usa’a. Néangan pekaya rukun runtut, aturan agama kudu diturut slamet dunya akérata.

Terjemahan bebas dari teks di atas dalam bahasa Sunda baku dan Indonesia adalah:[26]

Bahasa Sunda baku Bahasa Indonesia
Mikirkeun budak engkéna kumaha, sanajan boga harta kudu tetep usaha. Keur ngora ulah poya-poya, sangkan kolotna moal sangsara. Salakina digawé, pamajikanna usaha. Néangan pakaya rukun runtut, aturan agama kudu diturut salamet dunya akhératna. Memikirkan nasib anak ke depannya bagaimana, meskipun memiliki harta harus tetap usaha. Tatkala masih muda jangan berfoya-foya, agar nanti di hari tua tidak sengsara. Suaminya bekerja, istrinya berusaha. Mencari penghasilan rukun bersama, aturan agama harus dituruti maka selamat di dunia dan akhirat.

Selain digunakan dalam kegiatan formal, bahasa Sunda Lelea juga digunakan dalam kegiatan nonformal seperti pengajian, khutbah Jumat, kenduri, dan lain sebagainya.[27] Bahkan dalam kegiatan pendidikan pun bahasa Sunda Lelea digunakan sebagai bahasa pengantar pelajaran.[28]

Pengguna bahasa Sunda dialek Indramayu di Kecamatan Kandanghaur (bahasa Sunda Parean) sebagian besar berprofesi sebagai nelayan karena letak geografis tempat tinggal mereka yang dekat dengan laut, sehingga membuat sebagian masyarakat Sunda yang ada di sana memilih menjadi nelayan sebagai mata pencaharian mereka,[8] selain itu, karena profesi tersebut yang memungkinkan mereka untuk bertemu dengan masyarakat lainnya yang berbeda bahasa menyebabkan mereka rata-rata bisa menguasai 2-3 bahasa sekaligus (memiliki kemampuan bilingual atau trilingual).[29][30][31]

Fonologi

sunting

Dalam hal fonologi, dialek Indramayu secara gamblang mempunyai perbedaan yang cukup mencolok bila dibandingkan dengan bahasa Sunda baku. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, jika dalam bahasa Sunda baku fonem /h/ dan /eu/ direalisasikan di segala posisi, maka secara alami dialek ini tidak merealisasikan kedua fonem tersebut,[c] yang menyebabkan, bila dalam bahasa Sunda baku terdapat 25 fonem berupa 18 fonem konsonan dan 7 fonem vokal, maka dalam dialek ini, fonem konsonannya hanya ada 17 dan fonem vokalnya ada 6, sehingga, jumlah seluruh fonemnya ada 23.

Pelambang fonem dalam contoh-contoh yang ada di bagian fonologi ini menggunakan Ejaan Bahasa Sunda, huruf é (e dengan tanda petik di atas) melambangkan e (pelafalan dalam bahasa Indonesia: [ɛ] atau [e]) seperti pada kata merah atau boleh.

Fonem vokal dalam dialek Indramayu yang berjumlah sebanyak 6 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Vokal
Depan Madya Belakang
Tertutup i u
Tengah ɛ ə ɔ
Terbuka a

Fonem /eu/ yang umum dijumpai dalam bahasa Sunda baku dan dialek-dialek lainnya tidak digunakan dalam dialek ini. Kosakata yang memiliki fonem /eu/ dalam bahasa Sunda baku akan digantikan dengan fonem /ə/ atau /u/ atau bahkan /i/. Contohnya pada kata eusi 'isi' menjadi esi, heubeul 'dahulu', 'lama' menjadi ubul, geus 'sudah' menjadi gis. Akhiran -keun '-kan' dalam bahasa Sunda baku juga berubah menjadi -ken atau -kun dalam dialek ini.[32]

Pola pembangunan kata dalam dialek Indramayu berjenis fonotaktik o-u, ini berbeda dengan bahasa Sunda baku yang memiliki fonotaktik i-u, sehingga, beberapa kosakata dalam bahasa Sunda baku seperti ditu ‘sana’, incu ‘cucu’, tilu ‘tiga’, lintuh ‘gemuk’, mintul ‘tumpul’, dan diuk ‘duduk’ akan berubah menjadi dotu ‘sana’, oncu ‘cucu’, tolu ‘tiga’, lontuh ‘gemuk’, montul ‘tumpul’, dan douk ‘duduk’ dalam dialek Indramayu.[10]

Fonem vokal

sunting

Tabel berikut menunjukkan fonem vokal di posisi awal, tengah, dan akhir.[33]

Fonem Posisi
Awal Tengah Akhir
1 2 3 4
/i/ /inya/ 'Anda' /siring/ 'sisi' /toli/ 'kemudian'
/é/ /éjo/ 'hijau' /ngéés/ 'tidur' /cowéné/ 'gadis'
/e/ /engges/ 'sudah' /keding/ 'juga'[34] /ente/ 'tidak'
/u/ /uduh/ 'empuk' /mungkal/ 'batu'[35] /kuru/ 'kurus'
/o/ /oncu/ 'cucu'[10] /montul/ 'tumpul' /éto/ 'itu (dekat)'[36]
/a/ /aya/ 'ada' /cacan/ 'belum'[37] /léa/ 'Lelea'

Konsonan

sunting

Terdapat sebanyak 17 fonem konsonan dalam dialek Indramayu yang dapat dijabarkan dalam tabel di bawah ini.

Konsonan
Dwi-bibir Gigi Langit-langit
keras
Langit-langit
lunak
Celah suara
Sengau m n ɲ ŋ
Letup/Gesek nirsuara p t k ʔ
bersuara b d g
Desis/Geser s
Kepak/Hampiran r l
Semivokal w j

Hilangnya fonem h dalam dialek Indramayu merupakan inovasi internal yang terjadi di wilayah Kandanghaur dan Lelea. Ketiadaan fonem h dalam dialek Indramayu menyebabkan dialek ini tidak merealisasikan fonem /h/ di segala posisi (initial, medial, dan final kata). Bunyi [h] dalam bahasa Sunda baku bervariasi dengan bunyi [Ø] atau [ʔ] (hamzah) dalam dialek ini, misalnya di posisi initial seperti [untuʔ] ‘gigi’; [ɛd͡ʒo] 'hijau'; [idɨŋ] 'hitam'; [ud͡ʒan] ‘hujan’, dan sebagainya, di posisi medial seperti pada bentuk: [saʔa] 'siapa’, [poʔo] lupa’, [kumaʔa] 'bagaimana’, dan sebagainya, dan di posisi final seperti pada bentuk [labuʔ] ‘jatuh’, [d͡ʒauʔ] ‘jauh’, [utaʔ] ‘muntah’.[38]

Fonem konsonan

sunting

Tabel berikut memaparkan fonem konsonan posisi awal, tengah, dan akhir.[39]

Fonem Posisi
Awal Tengah Akhir
1 2 3 4
/p/ /paré/ 'padi' /sepit/ 'sunat' /nanggap/ 'menyelenggarakan'
/b/ /bebera/ 'sawah baru' /tabo/ 'sabut' /calub/ 'subur'
/m/ /mawar/ 'mawar' /kami/ 'saya' /celem/ 'sayur'
/t/ /tanu/ 'tanah' /catu/ 'catu padi' /mangkat/ 'berangkat'
/d/ /dotu/ 'sana' /mudu/ 'harus' /kosod/ 'kosod'
/n/ /napé/ 'membuat tapai' /nonun/ 'menenun' /naun/ 'apa'
/c/ /caor/ 'alat tenun' /boncél/ 'jenis ikan'
/j/ /jambrong/ 'udang besar' /ujungan/ 'ujungan'
/ny/ /nyoru/ 'tampah'[40] /kanyéré/ 'pohon kanyere'
/k/ /kola/ 'saya', 'patik' /raksa/ 'jaga' /wuduk/ 'nasi uduk'
/g/ /gagé/ 'cepat' /rega/ 'harga' /badog/ 'rampok
/ng/ /ngora/ 'muda' /mungkal/ 'batu' /kasang/ 'kain penutup'
/s/ /serobodan/ 'saling serobot' /rusia/ 'bertengkar' /rérés/ 'selesai'
/l/ /lading/ 'pisau' /gili/ 'jalan' /katil/ 'keranda'
/r/ /rérés/ 'selesai' /gura/ 'segera' /siar/ 'cari'
/w/ /wirayat/ 'riwayat' /wéwé/ 'perempuan'[41] /cewaw/ 'mulut terbuka'
/y/ /yakin/ 'yakin' /ayang/ 'ingin' /jurey/ 'banyak ikannya'

Selain perbedaan di atas, di bawah ini dituliskan beberapa perbedaan lain sistem bunyi antara dialek Indramayu dengan bahasa Sunda baku.[42][43]

  1. Fonem /a/ kadang-kadang direalisasikan menjadi /o/, seperti contohnya pada kata éta 'itu' menjadi éto (Alofon).
  2. Ada diftong /ée/, seperti dalam /kapbéeh/, /empéeng/.
  3. Diftong dalam bahasa Sunda baku /uy/ menjadi vokal /i/, seperti /tuluy/ menjadi /toli/.
  4. Setelah fonem vokal akhir, terdengar bunyi hamzah (ditandai dengan '), misalnya /ente'/
  5. Kosakata dalam bahasa Sunda baku yang disisipi dengan fonem vokal di suku kata awal berubah menjadi gugus konsonan, misalnya /salapan/ menjadi /slapan/, /ngalakon/ menjadi /nglakon/, /paréan/ menjadi /préan/, /carita/ menjadi /crita/, /sabaraha/ menjadi /sebraha/.
  6. Fonem /a/ pada awal suku kata menjadi /e/, misalnya, /sajalan/ menjadi /sejalan/, /saperti/ menjadi /seperti/, /cawéné/ menjadi /cewéné/, /kunaon/ menjadi /kenaon/[44], /sanaon/ menjadi /senaon/[45] juga /i/ menjadi /e/, misalnya, /mimiti/ menjadi /memiti/.
  7. Ada metatesis /w/ dan /r/, misalnya, /riwayat/ menjadi /wirayat/; /w/ dan /h/, misalnya, /wahangan/ menjadi /hawangan/.

Morfologi

sunting

Morfologi atau ilmu tata kata dalam dialek Indramayu tidak jauh berbeda dengan bahasa Sunda baku, tetapi dalam beberapa kasus, dialek ini memiliki beberapa kekhasannya tersendiri terutama dalam hal afiksasi. Beberapa contohnya dijabarkan di bawah ini.

Sufiksasi

sunting

Ada beberapa sufiks yang hanya ditemui dalam dialek Indramayu, yaitu sufiks seperti asalé 'asalnya', -né seperti artiné 'artinya', yang berdampingan dengan sufiks -na seperti dalam bahasa Sunda baku, kemudian ada juga sufiks -a seperti pada kata ngaputa 'menjahit'. Dalam bahasa Sunda baku, sufiks -na '-nya' yang menunjukkan kepemilikan orang ketiga memiliki satu bentuk yaitu -na saja, seperti pada contoh kata bajuna 'bajunya' dan sababna 'karenanya', tetapi dalam dialek Indramayu, variasi sufiks ini mencakup -na bila huruf terakhir dalam kosakata tersebut berupa vokal, dan menjadi sufiks -a bila huruf terakhir kosakata tersebut berupa konsonan, seperti contohnya bajuna 'bajunya' dan sebaba 'karenanya'.[46][47]

Selain itu, sufiks -un dalam dialek Indramayu terkadang memiliki fungsi gramatikal yang mirip dengan sufiks -keun dalam bahasa Sunda baku, seperti ngarosulun 'merasulkan' dalam dialek Indramayu yang berpadanan dengan ngarosulkeun dalam bahasa Sunda baku.[46]

Simulfiksasi

sunting

Simulfiksasi ialah penambahan prefiks dan sufiks, yaitu afiks yang ditambahkan pada awal dan akhir suku kata. Dalam dialek Indramayu, prefiks pa- (berfungsi sebagai pemberi ciri pada kata keterangan yang 'menyendiri' sehingga dapat diperlakukan sebagai subjek)[48] dan ba- (berfungsi sebagai pemberi tanda pada kata yang dilekatinya sebagai kata keterangan, sifat, keadaan, atau gerak)[49] kadang-kadang berubah menjadi pe- dan be-, seperti pegunungan (bahasa Sunda baku: pagunungan) 'pegunungan' dan betempuran (bahasa Sunda baku: batempuran) 'bertempuran'.[50]

Nasaliasi

sunting

Nasalisasi pada dialek Indramayu sama dengan nasalisasi yang ada di bahasa Sunda baku. Jika dalam bahasa Sunda baku nasalisasi biasanya berfungsi untuk mengubah kelas kata nomina menjadi verba atau membentuk kalimat aktif, dalam dialek Indramayu, karena ada gejala penghilangan fonem /h/, ada kata dasar yang mengalami nasalisasi seperti pada kata héés 'tidur' dalam bahasa Sunda baku, dalam nasalisasinya berupa éésngéés 'tidur'.[51]

Contoh

sunting
Perbandingan kosakata khas dialek Indramayu dengan bahasa Sunda baku[52][53][7]
Indonesia Sunda Indramayu Sunda Priangan
telur tori (arkais) endog
tumpul kentud mintul
supaya kamberan sangkan

Penelitian tentang penggunaan dialek Indramayu sudah beberapa kali dilakukan oleh para ahli bahasa,[54] seperti contohnya yang pernah dilakukan secara parsial oleh Abdurrachman, Oyon Sofyan Umsari dan Ruswandi Zarkasih yang disajikan dalam buku yang berjudul Struktur Bahasa Sunda Dialek Cirebon yang diterbitkan pada tahun 1985.[55] Dalam buku tersebut, ada transkripsi rekaman cerita berupa percakapan beserta terjemahannya dari seorang informan penutur dialek Indramayu yang berlokasi di Kecamatan Lelea,[56] di bawah ini akan disajikan sebagian kutipan transkripsi rekaman tersebut untuk memberikan gambaran bagaimana karakteristik dialek Indramayu. Ejaan dalam buku tersebut telah disesuikan dengan ejaan bahasa Sunda yang digunakan dalam artikel ini.

Teks asli[57]

Da: Ari kula mah ento nya'o wirayat. Nya ari béja mah serua baé, kitu. Nya ari béja mah aya. Béjana mah kami Sunda. Nya Sunda baé. Upama kanda nya kanda. Cok paribasana kitu. Sunda Léa ma', ari kami éta maksudna saréréa. Lamun aing, kedéwékan, éta asli Sunda Léa, kitu. Baka ning Sunda pegunungan kan abdi. Ari kami karu'un mah urang Léana.
Ka Baka peting méméh ngéés sok dongéng atawa kanda ka barudak?
Da: Nya dongéng gé dongéng kandeg, biasa. Gis budak pada ngéés kabé', gis puting yu'. Baka isukan dak endi, baka isukan rék lulumpangan dak endi. Los gura barangsiar. Maksuda barangsiar éta, maksuda mah barangtéangan, kitu. Usa'a ari maksuda mah, kitu.
Ka Ari wirayat-wirayat aya?
Da: Ah nya aya mah aya baé. Ngan ah, nya tu nya'o aya nu apal entona mah. Uwu'. Kapan ngedéngé dongéng-dongéng éto kudu ka jlema kolot. Ari kami mah, artiné saluran kang éto, asalé ti buyut Suja. Turun ka kolot Nisar. Ti kolot Nisar turun dui ka Sema. Lah toli turun dui ka ngaing, kitu kandana mah. Ari kami boga anak genep. Arana Darpan anak, Kartiem. Umur kami séket. lima puluh cék urang Sunda. Pegawéan anak mah aya nu tani, nu nukang.
Ka Ayuna jaman kamajuan, nya'o?
Da: Ah, kamajuan kuma'a, ento ngarti-ngarti acan. Ba'ula mah kur wéwé maké baju kurung. Baka ning jlema laki pangsi. Atawa nya biasa maké potongan sekripan. Nu endogna di jerona toli tutupan, warnana naon baé. Aya burum, aya éjo. Umumna kembang encung, kembang mawar. Éta kur waktu bapa kami ngora.

Terjemahan[58]

Da: Saya tidak tahu riwayat. Ya, tetapi kalau tentang berita kan sama dan untuk hal itu ya ada juga. Menurut cerita, kami ini bangsa Sunda dan perkataan kami dalam bahasa Sunda di sini maksudnya 'kita semua'. Kalau perkataan aing itu artinya 'aku' dan itu adalah bahasa asli Sunda di sini. Menurut orang Sunda pegunungan, kata aing itu disebutnya abdi 'saya'.
Ka Kalau malam hari sebelum tidur, apakah Bapak suka bercerita kepada anak-anak?
Da: Ya, walaupun cerita juga cerita yang tidak ada artinya. Sesudah anak-anak tidur, setelah malam, bercerita tentang rencana besok mau ke mana. Berangkatlah untuk mencari nafkah.
Ka Kalau riwayat-riwayat ada juga?
Da: Ya, ada sih ada, hanya ya, saya tidak tahu atau tidak hafal. Namun, ah tidak ada. Kita mendengar cerita-cerita itu kan harus dari orang tua. Hanya tentang silsilah, saya berasal dari Buyut Suja. Kemudian turun kepada Ki Nisar, lalu Ki Nisar berputra Pak Sema. Nah, dari Pak Sema inilah kemudian yang menurunkan saya. Dan saya beranak enam orang di antaranya bernama Darpan dan Kartiem. Saya berumur 50 tahun, dan pekerjaan anak-anak ada yang bertani dan ada juga yang menjadi tukang kayu.
Ka Sekarang zaman kemajuan. Apakah Bapak mengetahui?
Da: Ah, kemajuan bagaimana. Artinya juga tidak tahu. Dahulu orang perempuan di sini memakai baju kurung, dan laki-lakinya memakal pakaian pangsi atau model sekripan yang kantungnya di sebelah dalam serta tertutup. Warna baju apa saja. Ada yang merah, hijau. Hanya umumnya berwarna bunga encung (mawar). Itu waktu ayah saya masih muda.

Leksikologi

sunting

Sebuah penelitian lain mengenai dialek Indramayu yang pernah dilakukan di Kecamatan Kandanghaur (secara lokal dialek ini dikenal sebagai bahasa Sunda Parean), menyajikan data dari berbagai informan berupa kosakata-kosakata khas beserta variasi pemakaiannya yang digunakan di wilayah tersebut.[59]

Variasi bahasa Sunda akan dijabarkan ke dalam beberapa bidang makna yang meliputi: bagian tubuh, kata ganti dan salam; istilah kekerabatan; bagian rumah; waktu, kondisi alam, dan arah; pakaian, dan perhiasan; serta aroma dan rasa. Di bawah ini akan dijabarkan secara lengkap variasi pemakaian bahasa Sunda Parean di Kecamatan Kandanghaur berdasarkan aspek kebahasaan yang meliputi fonologi, morfologi, dan leksikal.[60][59][61][62][62][63][64][64]

Istilah bagian tubuh

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Kepala
Leher be'eng/beuheng/being/bengeng gulu
Badan badan/awak
Tangan lengen/leungeun
Kaki suku/sikil

Pronomina dan Salam

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Saya kula-kola aing/kami/aku
Kamu sampéan inya
Kita kami-kamian kami/kola/kita
Kalian inya-inya'an/kabéan/réa'an inya
Mereka sekabéan/batur-batur inya/kabéh

Istilah kekerabatan

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Kakek bapa endé/bapa gedé mendé/embah
Nenek ma uyut/ema gedé mendé/nini
Ibu ema/emak biang
Ayah bapa/bapak
Cucu oncu/incu

Istilah lain tentang keluarga dalam dialek Indramayu di antaranya yaitu:

Bahasa Indonesia Dialek Sunda Indramayu
Anak perempuan senung
Anak laki-laki senang
Kakak kaka
Gadis cowéné, cuwéné, cawéné
Jejaka bujang, perjaka
Lelaki/Suami laki
Perempuan wéwé
Istri éwé, panotog

Istilah panotog untuk menyatakan istri atau panotog aing untuk menyatakan istri saya adalah bentuk eufimisme (penghalusan bahasa) yang menggantikan istilah éwé karena istilah tersebut sekarang dinilai tabu oleh beberapa penutur dialek bahasa Sunda lainnya karena dianggap berkonotasi negatif meskipun kosakata éwé sendiri telah lama muncul dalam bahasa Sunda Kuno.

Bagian-bagian rumah

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Rumah ima/imah
Genting gendéng/genténg
Dinding
Pintu
Lantai tékel/buruan/lantai

Waktu, Kondisi alam, dan arah

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Kemarin kemari/kermari ker bréto
Sekarang ayeuna/ayena sakiyén
Mendung ceudem/cedem mendung
Kiri kénca/kiri/ngiwé
Kanan nganan/kanan tengen/ketu'u

Pakaian dan perhiasan

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Baju baju/pakéan
Celana soal/sowal celana
Gelang gelang/pinggel
Cincin ali-ali ali/ngerining
Anting anting/cubang

Rasa dan aroma

sunting
Glosarium Fonologi Morfologi Leksikal
Harum sengit/seungit wangi
Busuk berek/bari/bau
Manis
Pahit pait/pa'it letir
Asin

Di bawah ini adalah tabel yang berisi nomor kardinal dan nomor ordinal dalam dialek Indramayu beserta padanannya dalam bahasa Sunda baku dan bahasa Indonesia.[65]

Angka Dialek Sunda Indramayu Bahasa Sunda baku Bahasa Indonesia Ref.
Nomor kardinal Nomor ordinal Nomor kardinal Nomor ordinal Nomor kardinal Nomor ordinal
1 siji kesiji hiji kahiji satu pertama [66]
2 dua kedua dua kadua dua kedua [66]
3 tolu ketolu tilu katilu tiga ketiga [66]
4 opat keopat opat kaopat empat keempat [66]
5 lima kelima lima kalima lima kelima [66]
6 genep kegenep genep kagenep enam keenam [66]
7 tuju ketuju tujuh katujuh tujuh ketujuh
8 delapan kedelapan dalapan kadalapan delapan kedelapan
9 selapan keselapan salapan kasalapan sembilan kesembilan [34]
10 sepulu kesepulu sapuluh kasapuluh sepuluh kesepuluh

Lihat pula

sunting

Rujukan

sunting

Keterangan

sunting
  1. ^ Desa Lelea dan Tamansari
  2. ^ Desa Parean Girang, Ilir, dan Bulak
  3. ^ Dalam beberapa kasus, beberapa kosakata serapan yang berasal dari luar dialek Indramayu yang memiliki konsonan h di posisi akhir tetap dipertahankan, begitu pula beberapa partikel lain dalam dialek Indramayu yang memiliki konsonan h di posisi akhir juga tidak dihilangkan.

Catatan kaki

sunting
  1. ^ a b Tresnasih & Lasmiyati (2016), hlm. 45.
  2. ^ BPS Kabupaten Indramayu (2021a), hlm. 99.
  3. ^ BPS Kabupaten Indramayu (2021b), hlm. 64.
  4. ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011. 
  5. ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022. 
  6. ^ Deasty (2018), hlm. 1.
  7. ^ a b Deasty (2018), hlm. 2.
  8. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3197.
  9. ^ Asteka (2016), hlm. 235.
  10. ^ a b c d Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 7.
  11. ^ Supriatnoko (2017), hlm. 9-10.
  12. ^ Supriatnoko (2017), hlm. 10.
  13. ^ Kasim (2011), hlm. 179-180.
  14. ^ Asteka (2016), hlm. 236.
  15. ^ Supriatnoko (2017), hlm. 11.
  16. ^ Kasim (2011), hlm. 179.
  17. ^ Kasim (2011), hlm. 180.
  18. ^ Djajasudarma (1987).
  19. ^ Kasim (2011), hlm. 178.
  20. ^ Hammarström, Forkel & Haspelmath (2022).
  21. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 6.
  22. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 6-7.
  23. ^ Baehaqi (2017), hlm. 2.
  24. ^ Mascita, Suriah & Susilowati (2021), hlm. 190.
  25. ^ Baehaqi (2017), hlm. 3.
  26. ^ Asteka (2016), hlm. 237.
  27. ^ Mascita, Suriah & Susilowati (2021), hlm. 191.
  28. ^ Mascita, Suriah & Susilowati (2021), hlm. 192.
  29. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3198.
  30. ^ Juwanda, Mudopar & Rasyad (2017), hlm. 1.
  31. ^ Juwanda, Mudopar & Rasyad (2017), hlm. 2-3.
  32. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 9.
  33. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 10-11.
  34. ^ a b Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 66.
  35. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 60.
  36. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 56.
  37. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 68-69.
  38. ^ Badan Bahasa (2019).
  39. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 11-12.
  40. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 68.
  41. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 64.
  42. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 9-10.
  43. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 47.
  44. ^ Wahya (2017), hlm. 16.
  45. ^ Wahya (2017), hlm. 17.
  46. ^ a b Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 17-18.
  47. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 48.
  48. ^ Kats (1982), hlm. 95.
  49. ^ Kats (1982), hlm. 93.
  50. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 19.
  51. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 22.
  52. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 71.
  53. ^ Wahya, Djajasudarma & Citraresmana (2017), hlm. 235.
  54. ^ Deasty (2018), hlm. 3.
  55. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. viii.
  56. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 65.
  57. ^ Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 65-66.
  58. ^ Abdurrachman (1985), hlm. 71-72.
  59. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3199.
  60. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3202.
  61. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 3199-31200.
  62. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 31200.
  63. ^ Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 31200-31201.
  64. ^ a b Kusuma, Rais & Wibowo (2021), hlm. 31201.
  65. ^ Asteka (2016), hlm. 238.
  66. ^ a b c d e f Abdurrachman, Umsari & Zarkasih (1985), hlm. 78.

Daftar pustaka

sunting

Bacaan lanjutan

sunting
  • Wahya (1995). Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek (Tesis untuk gelar magister humaniora program pendidikan magister). Bandung: Universitas Padjajaran. 

Pranala luar

sunting

Bahasa Sunda Indramayu

sunting

Bahasa Sunda Umum

sunting