Stasiun Babat

stasiun kereta api di Indonesia

Stasiun Jatimekar atau dahulu disebut Stasiun Jabung atau Stasiun Djaboeng (JTM, dahulu JBG dan DBG, +35,56 m dpl. (Bangunan baru)/+35,52 m dpl. (Bangunan lama)) adalah bekas stasiun kereta api kelas I/besar yang terletak di Jatimekar, Jati Asih, Bekasi. Bekas stasiun yang terletak pada ketinggian +35,5 meter ini termasuk dalam Daerah Operasi I Jakarta dan merupakan stasiun KA yang lokasinya paling barat di Kecamatan Jatiasih serta melayani pemberhentian dan pemberangkatan trem uap, trem listrik, kereta api penumpang dan kereta api barang serta dahulunya pernah memiliki jalur kereta api yang banyak dan banyak percabangan jalur serta melayani pemberangkatan kereta api barang angkutan pasir dan hasil industri dari Kawasan industri di Jatimekar Jatiasih Kota Bekasi serta kereta api penumpang lokal dan KRD jurusan Ciangsana, Wanaherang, Nambo dan Depok.

Stasiun Jatimekar
Stasiun Jatimekar (dahulu Jabung) dari arah barat dengan KRD Purwakarta dan KRD Jabung yang hendak berangkat menuju Stasiun Depok, Jawa Barat. Foto ini kemungkinan diambil sekitar tahun 1973.
Lokasi
Koordinat7°6′23″S 112°10′19″E / 7.10639°S 112.17194°E / -7.10639; 112.17194
Ketinggian+35,56 m (bangunan baru), +35,52 m (bangunan lama)
Operator
Letak
Jumlah peron4 (dua peron sisi dan dua peron pulau yang sama-sama rendah)
Jumlah jalur21 (jalur 1 dan 2: sepur lurus)
Layanan
Konstruksi
Jenis strukturAtas tanah
Informasi lain
Kode stasiun
  • JTM, dulu JBG
  • 1313[2]
KlasifikasiI/besar[2]
Sejarah
Dibuka1934-1935
Ditutup8 Januari 2001
Nama sebelumnyaDjaboeng (s/d 1962), Jabung (1962-1989)
Tanggal penting
Dibuka kembali2013
Fasilitas dan teknis
FasilitasParkir 
Lokasi pada peta
Peta
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Berkas:Parahyangan Padalarang PJKA.JPG
Stasiun Jatimekar (dahulu bernama Jabung) dari ketinggian dari arah barat dengan Kereta api Lokal Jabung feat D301 26 berangkat dari Stasiun Jabung (sekarang Jatimekar) menuju Manggarai, Jakarta Selatan pada pagi hari untuk mengangkut warga-warga dari desa Jabung (sekarang Jatimekar) dan sekitarnya menuju Jakarta, Depok, Cibinong, Wanaherang dan Bogor untuk bekerja. Foto ini diambil pada hari Selasa, 15 Juli 1975 pagi sekitar pukul 06.30 WIB.

Peremajaan dan pembangunan di Stasiun kereta api

Sebelum peremajaan, pembangunan jalur kereta api ganda dan jalur pintas serta elektrifikasi

Pada saat itu, sebelum dibangunnya jalur ganda dan jalur shortcut kereta api serta diganti dengan bangunan yang baru yang terletak di utara bangunan yang lama pada akhir dekade 1980an, saat itu jalur kereta api ini masih merupakan jalur tunggal atau single track dengan saat itu masih 12 jalur dengan jalur 1 sebagai sepur lurus serta masih berkali-kali menimbulkan kecelakaan dan memakai bangunan stasiun yang lama yang terletak di Jalan Layur nomor 7, Kampung Jabung Tengah RT 05/RW 15, Kelurahan Jatimekar (pada saat itu masih bernama Desa Jabung), Kecamatan Jatiasih (pada saat itu masih merupakan bagian dari Kecamatan Pondokgede), Kota Bekasi (pada saat itu masih merupakan bagian dari Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi), Provinsi Jawa Barat (dahulu Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat), Indonesia dengan kode pos 17422 (yang dibangun sekitar ± tahun 1932 oleh NIS).

Saat itu, yang ada di Stasiun Jatimekar sebelum pengadaan fasilitas yakni pengadaan fasilitas di stasiun ini (seperti pengadaan listrik, pengadaan telepon, pembangunan jembatan penyeberangan orang dan terowongan penyeberangan orang, pemasangan kanopi, perluasan parkir, perluasan gudang, penambahan jalur kereta api dan peron, dll), peningkatan jumlah penumpang, pembangunan fly over Jalan raya Tepus, pembangunan jalur ganda kereta api, jalur shortcut (jalur pintas) kereta api, perluasan stasiun kereta api serta diganti dengan yang baru di sebelah utara bangunan lama, masih banyak masalah, adalah:

Mengatasi permasalahan dan berubah wajah

Untuk mengatasi permasalahan di atas, pada tahun 1988, sesuai kebijakan dari Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bekasi, Suko Martono (1983-1993), maka pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dan Departemen Perhubungan harus membangun jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) kereta api serta elektrifikasi, mengadakan pengadaan fasilitas penumpang dan barang, mengadakan pengadaan air bersih, listrik PLN dan telepon, meningkatkan jumlah penumpang dan barang, memperluas stasiun kereta api dan menambah jalur kereta api agar bertujuan untuk mencegah kecelakaan dan persilangan antarkereta api di setiap stasiun kereta api dan Stasiun Jatimekar.

Saat pembangunan jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) kereta api serta perluasan jembatan kereta api Kali Cakung di daerah Jatikramat dan penambahan jalur kereta api di Stasiun Jatimekar, Jatiasih, Jatikramat dan Jatibening, yang dimulai pada akhir dekade 1980-an, tepatnya tahun 1988, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dan Departemen Perhubungan dengan menutup berbagai stasiun kereta api, seperti: Halte Tepus (di lintas Tanjung Barat-Jatiasih), Halte Jedor, Halte Kepuh (jembatan kereta api sungai) dan Halte Kiham (di lintas Jabung-Cakung).

1,6 dekade lalu, Tepatnya sekitar dekade 1970-an awal, sekitar tahun 1972, PJKA menutup dan membongkar jalur kereta api ke Kampung Dalem akibat okupansi yang minim dan dikarenakan karena ada pembangunan jalur ganda, jalur pintas (shortcut), perluasan jembatan kereta api di daerah Jedor dan penambahan jalur kereta api di berbagai stasiun kereta api besar di Kota Bekasi, besertaan dengan 5 stasiun kereta api lainnya di wilayah Bekasi, yakni: Jatiasih, Jatikramat, Jatibening, Bekasi dan Tambun.

Selain jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) serta renovasi bangunan stasiun kereta api, pembangunan stasiun kereta api yang baru di sisi utara bangunan stasiun kereta api yang lama, perluasan depo lokomotif, penambahan jalur kereta api di sekitar Stasiun kereta api, perluasan stasiun kereta api dan pengadaan fasilitas perkeretaapian, Untuk mengatasi kemacetan dan kecelakaan di perlintasan sebidang di daerah Tepus, Jalan Layur dan Jatikramat, maka pada tahun 1988, maka pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi membangun jalan layang (fly over) di daerah Tepus dan terowongan (underpass) di daerah Jatikramat dan Jalan Layur.

Maka 2 dekade sebelumnya, Jalan lingkar Jabung, yang membentang 15,9 km sejak Kampung Baru sampai Kampung Tepus Kidul dibangun untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di berbagai tempat di Kota Jabung, seperti di depan stasiun kereta api, terminal bus, stasiun trem, pertigaan dan perlintasan sebidang.

Untuk mencegah permasalahan tersebut di atas, maka Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bekasi, Suko Martono (1983-1993) dan Presiden RI yang menjabat saat itu, Soeharto (1966-1998), maka pemerintah harus ada berbagai pengadaan fasilitas umum di Stasiun Jatimekar, seperti pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO), pembangunan dalam perkeretaapian (jalur ganda, elektrifikasi dan shortcut kereta api), penertiban penumpang yang berada di atap gerbong kereta api, penertiban pembersihan toilet, pemanjangan dan peninggian peron, pemasangan kanopi, dll.

Maka harus dalam sesuai kebijakan Bupati KDH Tk. II Bekasi, harus ada:

Persinyalan

Setelah selesainya perluasan jembatan kereta api di Jedor, pembangunan shortcut (jalur pintas), elektrifikasi pada jalur kereta api tersebut, penambahan jalur kereta api di sekitar stasiun kereta api, pembangunan jalur kereta api baru berupa jalur ganda di bawah Jalan Tol Jakarta-Cikampek yang dibangun dan jalur ganda kereta api pada lintas Nambo-Jabung, lintas Jabung-Cakung dan lintas Tanjung Barat-Jatiasih dengan APBD Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat pada tahun 1989 sebesar Rp379,9 juta dan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 1989 sebesar Rp184,2 juta serta diberi dana sebesar Rp87,5 juta, dan diresmikan sekitar tanggal 1 Agustus 1991, Stasiun Jatimekar yang dulunya menggunakan sinyal mekanik ini kini sudah menggunakan sistem persinyalan secara elektrik.

Penggantian persinyalan dari mekanik ke elektrik memakan APBD Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat pada tahun 1991 sebesar Rp1,4 milyar, APBD Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tahun 1991 sebesar Rp309,65 juta dan diberi dana sebesar Rp154,1 juta.

Pengadaan fasilitas penumpang dan barang

Selain penggantian persinyalan dari mekanik ke elektrik, setelah pembangunan jalur ganda kereta api dan shortcut (jalan pintas) kereta api pada tahun 1991 serta berganti nama menjadi "JATIMEKAR" pada tahun 1989, diadakan pengadaan fasilitas penumpang dan barang di Stasiun Jatimekar, adalah:

Maka pengadaan fasilitas di Stasiun Jatimekar dengan APBD Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat tahun 1991 sebesar Rp358,9 juta dan diberi dana sebesar Rp50,1 juta.

Pengadaan jaringan listrik dan telepon

Pengadaan jaringan listrik

Selain penumpang dan barang, di Stasiun Jatimekar, setelah pembangunan rel ganda dan jalur shortcut kereta api selesai pada tahun 1991, pada akhir tahun 1991, juga ada pengadaan jaringan listrik dan telepon pada Stasiun Jatimekar, pengadaan jaringan listrik PLN, maka dibangun Gardu induk Cibinong, Gardu induk Jatimekar dan jaringan SUTT 150kV dari PLTU Muara Tawar, PLTU Cikarang dan PLTA Jatiluhur serta SUTET 500kV dari PLTA Saguling disalurkan melalui Gardu induk Cibinong, kemudian disalurkan melalui SUTT 150kV ke Gardu induk Jatimekar untuk melakukan pengadaan jaringan listrik di Stasiun Jatimekar.

Pengadaan jaringan listrik di Stasiun Jatimekar untuk menerangi bangunan stasiun kereta api yang baru dibangun dan dipasang kanopi. Pengadaan jaringan listrik ini menelan dana APBD Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat sebesar Rp154,98 juta dan diberi dana sebesar Rp67,5 juta.

Pengadaan jaringan telepon

Selain itu, pada waktu yang sama, sistem pengadaan jaringan telepon oleh TELKOM juga diadakan di Stasiun Jatimekar, maka dibangun Telepon umum dan dibangun tiang telepon ke Stasiun Jatimekar.

Pengadaan air bersih

Selain itu, pada waktu yang sama, sistem pengadaan air bersih oleh PDAM Jaya juga diadakam di Stasiun Jatimekar, maka air disalurkan dari daerah hulu sungai atau mata air di Gunung Salak dan Gunung Pangrango melalui beberapa sungai, yakni Kali Sunter dan Kali Cakung untuk diolah di pengolahan PDAM lalu disalurkan ke pabrik untuk diolah kemudian didistribusikan untuk ke Stasiun Jatimekar.

Pembelian tiket

Sebelum dibangunnya jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) kereta api di akhir dekade 1980-an, ketika masih jalur tunggal, sistem pembelian tiket masih dioperasikan secara manual dan menggunakan sistem tertutup serta loket dan toilet masih berada di sisi barat serta masih menggunakan bangunan lama (di Jalan Layur nomor 5, yang dibangun pada ± tahun 1932 oleh NIS dan diresmikan pada ± tanggal 2 Agustus 1934 saat jalur kereta api dari Stasiun Nambo dihubungkan dengan jalur Tanjung Barat-Jatiasih).

Namun, setelah jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) diresmikan pada awal dekade 1990-an, sistem pembelian tiket diubah menjadi sistem terbuka, maka dibangun bangunan baru di utara bangunan stasiun kereta api yang lama, loket tiket di sisi timur, besertaan dengan minimarket dan toilet di sisi timur dan ATM di sisi utara. Saat itu sistem pembelian tiket kereta api masih secara manual.

Mulai 1 Maret 1994, Sistem pembelian tiket kereta api di stasiun kereta api ini diubah, dari semula secara manual menjadi secara elektronik serta memakai sistem pendeteksi tiket kereta api secara elektronik. Mulai 5 April 1994, Stasiun Jatimekar mulai menerapkan sistem check in dan boarding pass seperti yang berlaku di bandara.

Peresmian

Setelah melakukan pembangunan stasiun yang baru setelah jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) selesai, Maka, Peresmian bangunan stasiun kereta api Jatimekar yang baru, yang setelah direnovasi dan dibangun di sebelah utara bangunan lama serta pengadaan fasilitas seperti penumpang, barang, peti kemas, air minum, listrik, dll, dengan APBD Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat sebesar Rp155,2 juta dan diberi dana sebesar Rp87,2 juta, dilakukan oleh Presiden RI, Soeharto, pada hari Sabtu, 1 Februari 1992 siang sekitar pukul 11.00 WIB. Peresmian pada bangunan baru yang selesai dibangun dan direnovasi ini dilakukan saat jalur ganda dan jalur pintas (shortcut) yang selesai dibangun serta proyek perluasan stasiun kereta api yang selesai diperluas. Peresmian bangunan stasiun kereta api baru yang berada di utara bangunan lama, yang dibangun setelah selesai pembangunan bangunan baru dan perluasan stasium kereta api.

Pembangunan bangunan baru dan renovasi pada bangunan lama tersebut dilakukan setelah diresmikan jalur ganda, elektrifikasi dan jalur pintas (shortcut) pada jalur ini yang selesai dibangun serta proyek perluasan stasiun kereta api dan depo lokomotif di Stasiun Jatimekar yang selesai diperluas, oleh Presiden RI, Soeharto pada tanggal 1 Agustus 1991.

Fasilitas dan ukuran stasiun kereta api

Jalur sekitar stasiun

Stasiun ini memiliki 21 jalur dengan jalur 1 dan 2 sebagai sepur lurus serta beberapa jalur kereta api yang mengarah ke tambang pasir, gudang stasiun, pengawas urusan kereta api, terminal petikemas, balai yasa dan sebuah depo lokomotif yang sangat asli bentuknya sejak zaman kolonial dulu.

Depo lokomotif, balai yasa dan gudang

Depo lokomotif

Semasa masih aktif, Stasiun Jatimekar memiliki depo lokomotif, yang terletak di Jalan Layur nomor 5, yang terletak 100 m dari Stasiun kereta api. Depo lokomotif ini melayani penyimpanan dan perawatan lokomotif uap seperti B25 dan C18, serta lokomotif diesel seperti D301, BB301, BB303, BB304, BB306 dan CC201 milik DEPO INDUK JBG. Depo ini juga melayani perawatan gerbong kereta api lokal dan KRD, jurusan ke Stasiun Depok, Jakarta Kota, Manggarai, Nambo dan Ciangsana.

Balai yasa

Stasiun Jatimekar ini juga memiliki balai yasa, yang terletak di Jalan Haji Arwan nomor 16, tepatnya perbatasan antara Kampung Tepus Wetan RT 06/12, Kelurahan Jatimekar, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi dengan Kampung Jatiasih Kulon RT 05/14, Kelurahan Jatiasih, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, yang terletak 750 m dari Stasiun kereta api.

Balai yasa ini melayani perawatan lokomotif uap seperti B25, CC50, B51 dan C18, serta lokomotif diesel seperti D301, BB301, BB303, BB304, BB306 dan CC201 milik DEPO INDUK JBG.

Balai yasa ini juga melayani penyimpanan dan perawatan gerbong Kereta api Cirebon Ekspres, Kereta api Tegal Arum, Kereta api Parahyangan, kereta api lokal dan KRD, jurusan ke Stasiun Depok, Jakarta Kota, Manggarai, Nambo dan Ciangsana. Oleh karena itu, tempat penyimpanan kereta api jurusan Jawa Tengah dan Yogyakarta terletak di depo lokomotif dan pengawas urusan kereta api (PUK) di Jalan Layur. Sedangkan, tempat penyimpanan kereta api jurusan Jawa Tengah bagian timur dan Jawa Timur terletak di Depo lokomotif di Stasiun Jatikramat, Jalan Stasiun nomor 1, Kampung Pekojan, Kelurahan Jatikramat, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi, Jawa Barat.

Percabangan jalur

Stasiun Jatimekar dahulu adalah stasiun persimpangan. Dahulu, dari stasiun ini terdapat jalur cabang yang akan melalui Jatikramat dan Jatibening dan berakhir di Cakung (dari jalur 3 ke arah timur) dan Wanaherang dan Gunung Putri melalui Bojongkulur dan Ciangsana, namun kedua jalur cabang tersebut sudah dinonaktifkan pada pertengahan dekade 1990an. Jalur ini juga mempunyai cabang di Wanaherang menuju berbagai kecamatan di Kabupaten Bogor bagian timur.

Selain itu, Jalur ini juga mempunyai cabang di Cakung menuju Cilincing dan Tanjung Priok yang dimiliki SS juga sudah dinonaktifkan. Di Cilincing mempunyai cabang kereta api ke Rorotan dan Marunda, kemudian berlanjut melalui Tarumajaya, Babelan, Ujung Harapan, Perwira dan kemudian berpisah dengan jalur Jakarta-Surabaya sejak Stasiun Kranji serta terhubung dengan jalur Jakarta-Surabaya di Stasiun Bekasi.

Dahulu juga pernah ada percabangan menuju tambang pasir dan Kawasan industri namun telah ditutup akibat Krisis 1997. Jalur kereta api ini dibangun pada tahun 1932 dan diresmikan pada tanggal 2 Agustus 1934. Pembangunan jalur ini untuk memudahkan pengangkutan kayu jati, karet, buah-buahan, sayur-sayuran, hasil pertanian, hasil perkebunan, madu, hasil kehutanan, pasir, semen dan hasil industri dari kawasan industri dan tambang pasir di Jatimekar.

Cabang jalur trem

Cabang jalur trem lembah Sungai Cikeas

Dahulu juga, stasiun ini memiliki cabang jalur kereta api dengan gauge 600 ke Stasiun Jabung Trem, yang merupakan titik awal (KM 0) dari lintas trem di lembah Sungai Cikeas, Tjikaas Valleien Stoomtram Maatschappij (TjVSM), yang berada 1 km dari Stasiun kereta api ini.

Stasiun trem dulunya merupakan titik awal (KM 0) dari perjalanan trem uap TjVSM dan melayani pemberangkatan penumpang trem uap kalau jika ke Bantargebang, Ciangsana, Nambo, Citeureup, Sukaraja, Sirnagalih dan Megamendung.

Dahulu (sampai tahun 1970-an awal), dari Stasiun Jabungtambangpasir, jalur kereta api milik ex. BcETM ini masih berlanjut sampai Pondok Gede melalui Pondokan (dengan jalur cabang menuju Jandalan)-Kampung Dalem-Tinger (dengan jalur cabang menuju Bekantan)-Welar (dengan jalur cabang menuju Benteng Tiga (pabrik gula))-Jatimakmur (dengan jalur cabang menuju Loji (pabrik gula))-Pondok Gede (dengan jalur cabang menuju Jatiwaringin (pabrik gula) dan kemudian berakhir di Pinang Ranti (sekarang terminal bus) dengan cabang ke Pabrik Gula Pinang Ranti, yang dibangun oleh Baccasie Elektrische Tram Maatschappij pada masa Hindia-Belanda, tepatnya pada tahun 1936, lalu dihubungkan di Stasiun Tinger dan diresmikan pada tanggal 2 Agustus 1939 oleh Gubernur Jendral Hindia-Belanda yang saat itu. Pembangunan jalur ini untuk memudahkan pengangkutan penumpang dan barang dari Pondok Gede dan sekitarnya untuk diangkut ke Jakarta dengan kereta api melalui Stasiun Jatimekar.

Selain itu, dahulu juga memiliki persimpangan jalur kereta ke Jatikramat dan Jatiasih melalui Batukali yang dimiliki Baccasie Elektrische Tram Maatschappij (BcETM) yang ditutup pada dekade 2000-an awal, tepatnya sekitar tahun 2002..

Maka jalur trem ex BcETM ke Pondok Gede ini telah dibongkar pada tahun 1970an awal. Sedangkan, jalur kereta api ke Pinang Ranti telah ditutup dan dibongkar oleh Jepang tahun 1943 untuk diangkut ke Bayah, Pekanbaru dan Burma untuk melakukan kegiatan pembangunan di sana. Inilah masa keterpurukan angkutan umum, termasuk trem listrik dan kereta api yang ditarik lokomotif uap, sejak masa penjajahan Jepang (1942-1945) sampai era Soeharto (1966-1998) dan Bupati Bekasi Abdul Fatah (1973-1983).

Inilah masa keterpurukan angkutan umum di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi dan sekitarnya, termasuk kereta api yang ditarik lokomotif uap dan trem listrik, pada masa lalu, tepatnya sejak masa penjajahan Jepang (1942-1945) sampai masa pemerintahan Soeharto (1966-1998) dan Bupati KDH Tk. II Bekasi, Abdul Fatah (1973-1983).

Maka di era PJKA dan presiden Indonesia Soeharto (1966-1998), tepatnya pada tahun 1970an awal, tepatnya pada tahun 1971, maka jalur kereta ke Pondok Gede (pada ruas Jabungtambangpasir-Kampung Dalem) ini dibongkar dan ditutup akibat okupansi penumpang yang minim serta akibat ketidakstabilan, ketika rel masih jalur tunggal dan sempit.

Rencana, menurut pemerintah Hindia-Belanda, jalur trem tersebut akan diperpanjang sampai Stasiun Pasar Minggu untuk memudahkan pengangkutan hasil bumi dari Pondok Gede. Maka, rencana ini diurungkan karena terbatasnya dana kerajaan Hindia-Belanda.

Berita

Stasiun Wanaherang merupakan stasiun persimpangan
 KOMPAS, Selasa, 15 Mei 2001
 
 JAKARTA, KOMPAS - Wanaherang merupakan stasiun kereta api persimpangan, yang memiliki berbagai cabang jalur kereta api.
 Banyak cabang jalur kereta api, yakni menuju Cianjur melalui Cileungsi (yang memiliki cabang jalur kereta api ke Setu dan Bantargebang), Jonggol (yang memiliki cabang ke Cibarusah yang akan terhubung dengan jalur Tanjung Barat-Cibitung di Jatiasih yang dimiliki SS dan Sukamakmur) dan Cariu, Sirnagalih melalui Nambo dan Sukaraja, Lenteng Agung melalui Cibubur yang memiliki cabang jalur yang akan terhubung dengan jalur Tanjung Barat-Jatiasih di Ciracaslor yang dimiliki NIS, dan Pondok Cina melalui Bulakjagung, Sukatani dan Cisalak.
 Selain pada jalur ini, stasiun ini memiliki cabang jalur yang akan terhubung dengan jalur Jakarta-Bogor di Citayam yang dimiliki SS melalui Nambo dan Cibinong, yang masing-masing telah dinonaktifkan.
 Keunikan stasiun kereta api ini adalah memiliki banyak jalur cabang kereta api ke berbagai kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor bagian timur. Maka banyaknya perlintasan sebidang dapat membuat kemacetan total karena ada kereta api lewat.
 "Saat ini sudah dinonaktifkan semuanya beserta jalur dan stasiun kereta apinya. Dahulu pernah naik kereta api pas berangkat sekolah di SMA Al-Hidayah 15 di Sawah Besar, Jakarta Pusat (Jakpus), waktu SMA kelas I, melalui Stasiun Wanaherang dan Stasiun Depok, tepatnya tahun 1968-1969, ke Stasiun kereta api Pelet yang berjarak 1,2 kilometer dari rumah naik becak", kata Amin Suprianto, yang lahir 05 Mei 1952, warga Kampung Tegalbakung RT 02/16, desa Singasari, kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) ketika dihubungi melalui KOMPAS, Selasa (15/5).
 "Waktu itu saya beserta Amin Suprianto pernah naik kereta api menuju kampung halaman, di Cepu, Blora, Jawa Tengah, dari Stasiun Gambir", katanya ketika dihubungi melalui KOMPAS, Selasa (15/5).
 Saat ini beserta stasiun kereta api lainnya di lintas cabang nonaktif di Daerah Operasi I Jakarta dinonaktifkan karena kalah bersaing dengan transportasi umum lainnya. (ALI/KOMPAS)

(Sumber: "Stasiun Wanaherang, merupakan stasiun persimpangan", KOMPAS, Selasa, 15 Mei 2001)

Ukuran stasiun

Ukuran stasiun ini sangat luas, yakni 600 m x 440 meter atau luas 264.000 m2 (26,4 ha) yang telah diperluas sekitar akhir dekade 1980-an, tepatnya sekitar tahun 1988 dan diresmikan pada tanggal 1 Agustus 1991 oleh Presiden RI, Soeharto. Luas stasiun ini adalah stasiun besar/persimpangan yang terluas, selain di Stasiun Jatiasih, Stasiun Jatikramat dan Stasiun Bekasi, dibanding Stasiun Jatibening, Stasiun Lenteng Agung dan Stasiun Tanjung Barat yang kecil.

Walaupun bangunan stasiun ini lebih besar di Kota Bekasi, daripada Stasiun Cikarang, Stasiun Tambun, Stasiun Cibarusah, Stasiun Cibatu, Stasiun Bekasi dan Stasiun Jatiasih, kereta api yang melintas lebih banyak yang berhenti di Bekasi, Jatiasih, Cibatu dan Cibarusah (bagi yang melewati jalur kereta api lintas selatan Jawa), serta Bekasi, Jatiasih, Tambun dan Cikarang (bagi yang melewati jalur kereta api lintas utara Jawa).

Layanan

Kereta yang melintas langsung

Kereta api yang melintas langsung/tidak berhenti di stasiun Jatimekar adalah Bima dan Jayabaya.

Kereta api yang berhenti

Kelas campuran (eksekutif-bisnis)

Kelas ekonomi AC plus

Ambarawa Ekspres, tujuan Semarang via Bojonegoro-Cepu dan tujuan Surabaya via Lamongan

Kelas ekonomi AC

Jadwal kereta api

Berikut ini adalah jadwal kereta api di Stasiun Babat per 4 Oktober 2016 (revisi Gapeka 2015).

No. KA KA Tujuan Kelas Tiba Berangkat
178 Kertajaya Surabaya Pasarturi (SBI) Ekonomi AC 00.24 00.26
78 Gumarang Eksekutif & Bisnis 02.15 02.17
213 Maharani Semarang Poncol (SMC) Ekonomi AC 07.04 07.07
75/74 Harina Surabaya Pasarturi (SBI) Eksekutif & Bisnis 08.52 08.54
11002 Ambarawa Ekspres Ekonomi AC Plus 10.46 10.49
472/473 KRD Bojonegoro/Lokal Babat Bojonegoro (BJ) Ekonomi AC 11.52 11.54
10941 Ambarawa Ekspres Semarang Poncol (SMC) Ekonomi AC Plus 14.04 14.07
474/475 KRD Bojonegoro/Lokal Babat Sidoarjo (SDA) 14.16 14.18
214 Maharani Surabaya Pasarturi (SBI) 15.19 15.22
77 Gumarang Jakarta Pasar Senen (PSE) Eksekutif & Bisnis 16.33 16.35
73/76 Harina Cikampek (CKP) bersambung Bandung Hall (BD) 17.18 17.20
177 Kertajaya Jakarta Pasar Senen (PSE) Ekonomi AC 21.59 22.01

Pranala luar

(Indonesia) [1] & [2] Jadwal dan Tarif Kereta Api Tahun 2015

Galat Lua: unknown error. Galat Lua: unknown error. Galat Lua: unknown error.

7°06′23″S 112°10′08″E / 07.1063472°S 112.1688083°E / -07.1063472; 112.1688083{{#coordinates:}}: tidak bisa memiliki lebih dari satu tag utama per halaman

  1. ^ Subdit Jalan Rel dan Jembatan (2004). Buku Jarak Antarstasiun dan Perhentian. Bandung: PT Kereta Api (Persero). 
  2. ^ a b Buku Informasi Direktorat Jenderal Perkeretaapian 2014 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 1 Januari 2020.