Kabupaten Subang
- Subang beralih ke halaman ini. Untuk kota yang bernama sama, lihat Subang (kota). Untuk kegunaan lain, lihat Subang (disambiguasi).
Kabupaten Subang (aksara Sunda: ᮊᮘ᮪. ᮞᮥᮘᮀ, Latin: Kab. Subang) adalah sebuah kabupaten di Tatar Pasundan provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Subang. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Indramayu di timur, Kabupaten Sumedang di tenggara, Kabupaten Bandung Barat di selatan, serta Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang di barat.
Kabupaten Subang ᮊᮘ᮪. ᮞᮥᮘᮀ | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Kebun Teh Ciater, Curug Cijalu, Gedung Wisma Karya, Alun-alun & Masjid Agung, Rumah Dinas Bupati Subang | |
Motto: Karya Utama Satya Nagara | |
Koordinat: 6°34′11″S 107°45′46″E / 6.56985°S 107.7628313°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Barat |
Dasar hukum | Undang-undang No. 4 Tahun 1968 |
Hari jadi | 5 April 1948[1] |
Ibu kota | Subang |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Hj. Imas Aryumningsih, S.E. (Plt.) |
Luas | |
• Total | 2.051,76 km2 (79,219 sq mi) |
Populasi ((2012)[2]) | |
• Total | 1,501,647 |
• Kepadatan | 732/km2 (1,900/sq mi) |
Demografi | |
• Bahasa | Indonesia, Sunda, Bahasa Cirebon (penyebaran utama Bahasa Cirebon berada pada kecamatan-kecamatan di Pesisir Subang dan Bantaran Sungai Cipunegara yang berbatasan langsung dengan kabupaten Indramayu)[3][4] |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0260 |
Kode Kemendagri | 32.13 |
DAU | Rp. 1.032.567.532.000.- |
Situs web | www |
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007, Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi 30 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 245 desa dan 8 kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Subang.
Kabupaten ini dilintasi jalur pantura, namun ibu kota Kabupaten Subang tidak terletak di jalur ini. Jalur pantura di Kabupaten Subang merupakan salah satu yang paling sibuk di Pulau Jawa. Kota kecamatan yang berada di jalur ini diantaranya Ciasem dan Pamanukan. Selain dilintasi jalur Pantura, Kabupaten Subang dilintasi pula jalur jalan Alternatif Sadang Cikamurang, yang mlintas di tengah wilayah Kabupaten Subang dan menghubungkan Sadang, Kabupaten Purwakarta dengan Tomo, Kabupaten Sumedang, jalur ini sangat ramai terutama pada musim libur seperti lebaran. Kabupaten Subang yang berbatasan langsung dengan kabupaten Bandung disebelah selatan memiliki akses langsung yang sekaligus menghubungkan jalur pantura dengan kota Bandung. Jalur ini cukup nyaman dilalui dengan panorama alam yang amat indah berupa hamparan kebun teh yang udaranya sejuk dan melintasai kawasan pariwisata Air panas Ciater dan Gunung Tangkuban Parahu
Penduduk Subang pada umumnya adalah suku Sunda, yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Sementara kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir Subang dan beberapa kecamatan di sepanjang sungai Cipunegara yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu penduduknya menggunakan bahasa Cirebon yang hampir serupa dengan bahasa Cirebon dialek Indramayu atau yang lebih dikenal dengan nama basa Dermayon[5][6].
Sejarah
Masa prasejarah
Bukti adanya kelompok masyarakat pada masa prasejarah di wilayah Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Temuan benda-benda prasejarah bercorak neolitikum ini menandakan bahwa saat itu di wilayah Kabupaten Subang sekarang sudah ada kelompok masyarakat yang hidup dari sektor pertanian dengan pola sangat sederhana. Selain itu, dalam periode prasejarah juga berkembang pula pola kebudayaan perunggu yang ditandai dengan penemuan situs di Kampung Engkel, Kecamatan Sagalaherang. Para peneliti, sekarang sedang meneliti situs Nyai Subanglarang, yang diduga asal-muasal nama "Subang".
Masa penyebaran agama Hindu
Pada saat berkembangnya corak kebudayaan Hindu, wilayah Kabupaten Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yakni Tarumanagara, Galuh, dan Pajajaran. Selama berkuasanya 3 kerajaan tersebut, dari wilayah Kabupaten Subang diperkirakan sudah ada kontak-kontek dengan beberapa kerajaan maritim hingga di luar kawasan Nusantara. Peninggalan berupa pecahan-pecahan keramik asal Cina di Patenggeng (Kalijati) membuktikan bahwa selama abad ke-7 hingga abad ke-15 sudah terjalin kontak perdagangan dengan wilayah yang jauh. Sumber lain menyebutkan bahwa pada masa tersebut, wilayah Subang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires seorang Portugis yang mengadakan perjalanan keliling Nusantara menyebutkan bahwa saat menelusuri pantai utara Jawa, kawasan sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten adalah wilayah kerajaan Sunda.
Masa penyebaran agama Islam
Masa datangnya pengaruh kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak terlepas dari peran seorang tokoh ulama, Wangsa Goparana yang berasal dari Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Wangsa Goparana membuka permukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan Agama Islam ke berbagai pelosok Subang.
Masa Hindia Belanda
Pasca runtuhnya kerajaan Pajajaran, wilayah Subang seperti halnya wilayah lain di P. Jawa, menjadi rebutan berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris, dan Kerajaan Belanda berupaya menanamkan pengaruh di daerah yang cocok untuk dijadikan kawasan perkebunan serta strategis untuk menjangkau Batavia. Pada saat konflik Mataram-VOC, wilayah Kabupaten Subang, terutama di kawasan utara, dijadikan jalur logistik bagi pasukan Sultan Agung yang akan menyerang Batavia. Saat itulah terjadi percampuran budaya antara Jawa dengan Sunda, karena banyak tentara Sultan Agung yang urung kembali ke Mataram dan menetap di wilayah Subang. Tahun 1771, saat berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sumedanglarang, di Subang, tepatnya di Pagaden, Pamanukan, dan Ciasem tercatat seorang bupati yang memerintah secara turun-temurun. Saat pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816) konsesi penguasaan lahan wilayah Subang diberikan kepada swasta Eropa. Tahun 1812 tercatat sebagai awal kepemilikan lahan oleh tuan-tuan tanah yang selanjutnya membentuk perusahaan perkebunan Pamanoekan en Tjiasemlanden (P & T Lands). Penguasaan lahan yang luas ini bertahan sekalipun kekuasaan sudah beralih ke tangan pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikuasai penguasa perkebunan saat itu mencapai 212.900 ha. dengan hak eigendom. Untuk melaksanakan pemerintahan di daerah ini, pemerintah Belanda membentuk distrik-distrik yang membawahi onderdistrik. Saat itu, wilayah Subang berada di bawah pimpinan seorang kontrilor BB (bienenlandsch bestuur) yang berkedudukan di Subang.
Masa nasionalisme
Tidak banyak catatan sejarah pergerakan pada awal abad ke-20 di Kabupaten Subang. Namun, Setelah Kongres Sarekat Islam di bandung tahun 1916 di Subang berdiri cabang organisasi Sarekat Islam di Desa Pringkasap (Pabuaran) dan di Sukamandi (Ciasem). Selanjutnya, pada tahun 1928 berdiri Paguyuban Pasundan yang diketuai Darmodiharjo (karyawan kantor pos), dengan sekretarisnya Odeng Jayawisastra (karyawan P & T Lands). Tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya mengadakan pemogokan di percetakan P & T Lands yang mengakibatkan aktivitas percetakan tersebut lumpuh untuk beberapa saat. Akibatnya Odeng Jayawisastra dipecat sebagai karyawan P & T Lands. Selanjutnya Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional Indonesia yang berkedudukan di Subang. Sementara itu, Darmodiharjo tahun 1935 mendirikan cabang Nahdlatul Ulama yang diikuti oleh cabang Parindra dan Partindo di Subang. Saat Gabungan Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut Indonesia berparlemen, di Bioskop Sukamandi digelar rapat akbar GAPI Cabang Subang untuk mengenukakan tuntutan serupa dengan GAPI Pusat.
Masa pendudukan Jepang
Pendaratan tentara angkatan laut Jepang di pantai Eretan Timur tanggal 1 Maret 1942 berlanjut dengan direbutnya pangkalan udara Kalijati. Direbutnya pangkalan ini menjadi catatan tersendiri bagi sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tak lama kemudian terjadi kapitulasi dari tentara Hindia Belanda kepada tentara Jepang. Dengan demikian, Hindia Belanda di Nusantara serta merta jatuh ke tangan tentara pendudukan Jepang. Para pejuang pada masa pendudukan Belanda melanjutkan perjuangan melalui gerakan bawah tanah. Pada masa pendudukan Jepang ini Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna, dan Sasmita ditangkap dan dibunuh tentara Jepang.
Masa kemerdekaan Indonesia
Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta berimbas didirikannya berbagai badan perjuangan di Subang, antara lain Badan Keamanan Rakyat (BKR), API, Pesindo, Lasykar Uruh, dan lain-lain, banyak di antara anggota badan perjuangan ini yang kemudian menjadi anggota TNI. Saat tentara KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang di Subang menghadapinya melalui dua front, yakni front selatan (Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Tahun 1946, Karesidenan Jakarta berkedudukan di Subang. Pemilihan wilayah ini tentunya didasarkan atas pertimbangan strategi perjuangan. Residen pertama adalah Sewaka yang kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni menggantikannya. Bulan Desember 1946 diangkat Kosasih Purwanegara, tanpa pencabutan Kusnaeni dari jabatannya. Tak lama kemudian diangkat pula Mukmin sebagai wakil residen. Pada masa gerilya selama Agresi Militer Belanda I, residen tak pernah jauh meninggalkan Subang, sesuai dengan garis komando pusat. Bersama para pejuang, saat itu residen bermukim di daerah Songgom, Surian, dan Cimenteng. Tanggal 26 Oktober 1947 Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang dan pejabat Residen Mukmin yang meninggalkan Purwakarta tanggal 6 Februari 1948 tidak pernah mengirim berita ke wilayah perjuangannya. Hal ini mendorong diadakannya rapat pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Di bawah pimpinan Karlan, rapat memutuskan : 1.Wakil Residen Mukmin ditunjuk menjadi Residen yang berkedudukan di daerah gerilya Purwakarta. 2.Wilayah Karawang Timur menjadi Kabupaten Karawang Timur dengan bupati pertamanya Danta Gandawikarma. 3.Wilayah Karawang Barat menjadi Kabupaten Karawang Barat dengan bupati pertamanya Syafei. Wilayah Kabupaten Karawang Timur adalah wilayah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta sekarang. Saat itu, kedua wilayah tersebut bernama Kabupaten Purwakarta dengan ibu kotanya Subang. Penetapan nama Kabupaten Karawang Timur pada tanggal 5 April 1948 dijadikan momentum untuk kelahiran Kabupaten Subang yang kemudian ditetapkan melalui Keputusan DPRD No.: 01/SK/DPRD/1977.
Iklim
Tingkat kemiringan dan Iklim dilihat dari tingkat kemiringan lahan, sekitar 80.80 % wilayah Kabupaten memiliki tingkat kemiringan 0° - 17°, 10.64 % dengan tingkat kemiringan 18° - 45° sedangkan sisanya (8.56 % memiliki kemiringan di atas 45 °. Secara umum wilayah Kabupaten Subang beriklim tropis, dalam tahun 2005 curah hujan rata-rata pertahun 2.352 mm dengan jumlah hari hujan 100 hari. Dengan iklim yang demikian, serta ditunjang oleh adanya lahan yang subur dan banyaknya aliran sungai, menjadikan sebagian besar luas tanah Kabupaten Subang digunakan untuk Pertanian.
Geografi
Wilayah Kabupaten Subang terbagi menjadi 3 bagian wilayah, yakni wilayah selatan, wilayah tengah dan wilayah utara. Bagian selatan wilayah Kabupaten Subang terdiri atas dataran tinggi/pegunungan, bagian tengah wilayah Kabupaten Subang berupa dataran, sedangkan bagian Utara merupakan dataran rendah yang mengarah langsung ke Laut Jawa. Sebagian besar wilayah Pada bagian selatan kabupaten Subang berupa Perkebunan, baik perkebunan Negara maupun perkebunan rakyat, hutan dan lokasi Pariwisata. Pada bagian tengah wilayah kabupaten Subang berkembang perkebunan karet, tebu dan buah-buahan dibidang pertanian dan pabrik-pabrik dibidang Industri, selain perumahan dan pusat pemerintahan serta instalasi militer. Kemudian pada bagian utara wilayah Kabupaten Subang berupa sawah berpengairan teknis dan tambak serta pantai.
Topografi
Berdasarkan tofografinya, wilayah kabupaten Subang dapat dibagi ke dalam 3 zona, yaitu:
Daerah pegunungan (Subang bagian selatan)
Daerah ini memiliki katinggian antara 500-1500 m dpl dengan luas 41.035,09 hektare atau 20 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Jalancagak, Ciater, Kasomalang, Cisalak, Sagalaherang, Serangpanjang. sebagian besar Kecamatan Jalancagak, Cisalak dan sebagian besar Kecamatan Tanjungsiang.
Daerah berbukit dan dataran (Subang bagian tengah)
Daerah dengan ketinggian antara 50 – 500 m dpl dengan luas wilayah 71.502,16 hektare atau 34,85 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Zona ini meliputi wilayah Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipeundeuy, sebagian besar Kecamatan Purwadadi, Cikaum dan Pagaden Barat.
Daerah dataran rendah (Subang bagian utara)
Dengan ketinggian antara 0-50 m dpl dengan luas 92.639,7 hektare atau 45,15 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Pabuaran, Pagaden, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya Pamanukan, Sukasari, Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi, Tambakdahan, sebagian Pagaden Barat.
Transportasi
Kabupaten Subang dilewati jalur utama pada wilayah Utaranya dan dimanfaatkan juga sebagai jalur alternatif untuk ke Bandung, Cirebon atau Tasikmalaya. Lintas Subang - Bandung melalui Kalijati semakin diminati para pengemudi karena jalannya yang halus dan bebas hambatan apalagi setelah dibukanya Gerbang Tol Keluar di daerah Sadang. Persimpangan Jalancagak merupakan persimpangan strategis karena dari persimpangan tersebut dapat menjangkau Bandung - Sumedang - Sadang melalui Wanayasa dan Kota Subang sendiri. Bila dilihat dari pola jaringan jalan yang ada, aksesibilitas jaringan jalan di kabupaten subang bersifat sentris, dimana pergerakan antar wilayah yang berseberangan akan melewati ibu kota Kabupaten Subang yang berada pada pusat wilayah kabupaten subang secara keseluruhan. Hal ini sebenarnya merupakan potensi positif bagi kota subang sebagai pusat dari CBD kabupaten subang dalam upaya pengembangan daerah, namun disisi lain akumulasi dampak negatif muncul ketika tingkat pengelolan jaringan jalan sebagai aksesibilitas pergerakan relatif rendah juga faktor kondisi prasarana jalan dibeberapa segmen ruas jalan di kota yang masih dalam kondisi rusak secara strukural. masih kurang nya apresiasi masyarakat sekitar terhadap tingkat kinerja aksesibilitas yang dimiliki akan berdampak negatif terhadap pengembangan daerah secara keseluruhan, hal ini terlihat pada tingkat kepedulian masyarakat terhadap kondisi jaringan jalan bilamana jalan tersebut dalam keadaan butuh perbaikan masih relatif rendah, ditambah lagi dengan upaya penanganan pemerintah daerah yang dinilai sangat lamban terhadap kondisi serupa. Tema "Rakyat Subang Gotong Royong Subang Maju" diharapkan akan menjadi pemicu semangat Pemerintah Daerah sebagai pengelola sekaligus warga subang secara keseluruhan dalam merealisasikan cita-cita luhur Kabupaten Subang khususnya dalam upaya pengelolaan di atas.
Secara kuantitas maupun kualitas, kondisi angkutan umum di kota subang belum mampu mengakomodir mobilitas masyarakat subang, hal ini disebabkan keterbatasan trayek/rute dari angkutan kota yang belum menjangkau kawasan padat penduduk secara keseluruhan yang mendorong masyarakat lebih memilih untuk menggunakan sarana transportasi pribadi dibandingkan angkutan umum. Efek negatif dari kondisi tersebut sudah terlihat, dimana pada beberapa ruas khususnya jalan pemukiman intensitas kemacetan menjadi lebih tinggi. hal ini perlu perhatian lebih serius guna mengantisipasi situasi yang lebih parah lagi di kemudian hari. Dengan belajar dari daerah lain yang jauh lebih maju, konsekuensi dari kondisi ini akan mahal harganya jika tidak ditangani sejak dini.
Penduduk
Tahun | Jumlah penduduk | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
2000 | 1.329.838 | |||||||||||
2010 | 1.465.157 | |||||||||||
2012 | 1.501.647 | |||||||||||
Kependudukan di Kabupaten Subang Sumber:[7] |
Penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2012 berjumlah 1.501.647 orang, yang terdiri atas 759.408 orang laki-laki dan 742.239 orang perempuan dengan pertumbuhan penduduk sebesar 0,64%. sedangkan Laju Pertumbuhan Penduduk antar Sensus (SP2000-SP2010) rata rata pertahun sebesar 0,97%. Dengan luas Kabupaten Subang sebesar 2051,76 km2, maka tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Subang pada tahun 2012 mencapai 732 jiwa/km2. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Subang masih relatif rendah, merupakan indikasi bahwa Kabupaten Subang bukan merupakan daerah tujuan urbanisasi. Kebijakan pemerintah yang memposisikan Kabupaten Subang sebagai salah satu lumbung padi Jawa Barat, juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan penduduk serta kepadatan penduduk di wilayah ini. Penduduk berjumlah besar sekaligus berkualitas merupakan modal pelaksanaan pembangunan dan potensi bagi peningkatan pembangunan di segala bidang. Namun penduduk yang berjumlah besar tanpa diupayakan pengembangan kualitasnya akan menjadi beban bagi pembangunan yang seharusnya dinikmati oleh keseluruhan penduduk tersebut.
Pertumbuhan penduduk selalu dipengaruhi oleh faktor tingkat kelahiran/kematian dan migrasi (perpindahan penduduk antar kabupaten). Untuk menghindari permasalah yang kompleks akibat tingginya kepadatan penduduk maka pengendalian penduduk melalui berbagai cara yang tepat tentunya harus dilakukan. Laju urbanisasi yang tinggi yang mengakibatkan permasalahan sosial di daerah perkotaan juga harus ditekan, karena selain menimbulkan masalah sosial di daerah perkotaan, urbanisasi juga meninggalkan ruang kosong dipedesaan (banyak lahan garapan yang tidak tergarap secara optimal dan berkurangnya sumber daya manusia berkualitas di pedesaan).
Penduduk Subang pada umumnya adalah Suku Sunda, yang menggunakan Bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Sementara kecamatan-kecamatan di wilayah pesisir subang dan beberapa kecamatan di sepanjang sungai Cipunegara yang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu penduduknya menggunakan bahasa Cirebon yang hampir serupa dengan bahasa cirebon dialek Indramayu atau yang lebih dikenal dengan nama basa Dermayon
Berikut merupakan contoh percakapan yang terjadi di wilayah sekitar kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang.[8][9]
Ita : Mas boleh ngobrol-ngobrol sebentar?
Mas Radi : Boleh, ini ada apa?
Ita : Enggak, kita cuma sedang jalan-jalan untuk mengetahui iibahasa di sini.
Nurul : Daerah sini masih Sukamahi?
Mas Radi : Iya Sukamahi
Retno : Kalau disini semua pakai bahasa jawa ya Mas?
Mas Radi : Ya sawarehlah, tetapi sundanya juga ada campuran kejawa-jawaan.
Siti : Tos sabaraha lami di Sukamahi Mas?
Mas Radi : Di dieu mah nembe 6 sasih, tiheula mah dipalih kaler, da di iidieu mah kontrakan.
Ita : Pami kanu sepuh Mas nganggo bahasa sunda atau jawa?
Mas Radi : Nya teu langkung nungajak ngomongna, ai abdi mah bade iijawa, sunda oge tiasa.
Satria : bahasa jawa lengkene contona apa Pa?
Bapak Susilo : Ya Jawa
Satria : Ya bahasa Jawa lengkene serupa kaya apa?
Bapak Susilo : Jawa Indramayu
Satria : Lengkenena pendatang ora?
Bapak Susilo : Akeh
Satria : Lengkene bahasa Jawa Tengah ora Pa?
Bapak Susilo : Bahasa Jawa Tengan ana mah ana, tetapi ngomongna jawa ngeneh. Jawa Indramayu lah biasa. Bahasa sundane sing seperempat, sing akeh bahasa jawa.
Satria : Akehlah bahasa jawa ngono?
Bapak Susilo : Jawane jawa kuol.
Pada percakapan diatas tampak sebuah dialek bahasa Cirebon yang mirip dengan bahasa Cirebon dialek indramayu atau yang biasa disebut basa Dermayon namun tidak sepenuhnya mirip karena mendapat beberapa sisipan dari bahasa lokal yang ada, sehingga salah satu penduduknya menyebut ini sebagai jawareh yang artinya jawa sewareh (setengah jawa). Dikarenakan metode guiter sebagai metode pembeda bahasa menunjukan bahwa bahasa Cirebon dengan bahasa Jawa memiliki perbedaan sekitar 75% dari syaratnya adalah 80% maka masih banyak para peneliti yang menggunakan kata bahasa jawa dialek cirebon untuk menyebut bahasa cirebon dan seluruh dialeknya daripada langsung menyebutnya sebagai bahasa Cirebon. Namun pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003 yang juga merupakan masukan para budayawan cirebon - indramayu dan suku asli lainnya di Jawa Barat maka Peraturan Daerah tersebut telah mengakomodir dengan memberikan payung hukum akan perlindungan yang jelas kepada bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri terlepas dari bahasa Jawa, bukti perlindungan hukum akan penyebutan bahasa Cirebon sebagai bahasa yang mandiri ini juga telah tertuang dengan diterbitkannya sebuah peta budaya provinsi jawa barat pada tahun 2011 yang menjabarkan secara terperinci penyebaran bahasa Cirebon, bahasa Cirebon dialek indramayu atau biasa disebut basa dermayon dan bahasa jawa, sehingga jelas terlihat perbedaan yang nyata dalam pola sebaran bahasa daerah di Jawa Barat tentang mana yang disebut sebagai bahasa Cirebon dan mana yang disebut sebagai bahasa jawa.
Perekonomian
Karena sebagian besar penduduknya masih berpenghasilan utama sebagai petani dan buruh perkebunan, maka perekonomian Subang masih banyak ditunjang dari sektor pertanian. Subang wilayah Selatan banyak terdapat area perkebunan, seperti karet pada bagian Barat Laut dan Kebun Teh yang sangat luas. Subang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil buah nanas yang umumnya kita kenal dengan nama Nanas Madu. Nanas Madu dapat kita temui di sepanjang Jalancagak yang merupakan persimpangan antara Wanayasa - Bandung - Sumedang dan Kota Subang sendiri. Dodol nanas, keripik singkong dan selai yang merupakan hasil home industry yang dapat dijadikan makanan oleh-oleh.
Melalui program binaan dibawah naungan Yayasan Kandaga, para petani sedang membudidayakan jamur tiram dan perikanan di desa Cipunagara. Sedangkan di desa Cibogo, selain membudidayakan jamur tiram dan tanaman hias serta tanaman nilam, Yayasan Kandaga juga menggalakkan ternak kelinci dan penyulingan minyak nilam serta bioetanol. Dan saat ini sedang diupayakan untuk membudidaya ternak kelinci, budidaya ternak lele bagi masyarakat yang memiliki sosial ekonomi kurang beruntung yang terlibat di dalam Program Kesetaraan (Program Paket B) dan Keaksaraan (PBH=Pemberantasan Buta Huruf) dalam rangka menggali dan mengembangkan sumber daya lokal baik SDM maupun SDA yang ada serta untuk melestarikan budaya bangsa dan mengembangkan wisata budaya wisata agro sebagai aset bangsa khususnya di daerah tutugan G. Canggah yang berada diketinggian 1600 mdpl dengan dikelilingi panorama yang sangat mengagumkan. Sebagai akselerasi dan penggerak program di atas, Yayasan Kandaga membuat suatu pusta pelatihan dan Pemberdayaan masyarakat yang disebut PLPM Haur Kuning (Pusat Latihan dan Pemberdayaan Masyarakat "Hayu Urang Kumpul Ningkatkeun Elmu"). Hingga saat ini sudah seringkali dikunjungi dari negara Amerika Serikat, Korea Selatan/Korea Utara dan Jerman, termasuk dari tim akademisi perguruan tinggi lokal serta para praktisi dari seluruh Indonesia dari Pendidikan Luar Sekolah (Pendidikan Non-Formal)
Pendidikan
Pendidikan merupakan modal dasar pembangunan. karena pelaksanaan pembangunan tidak cukup mengandalkan kepada sumber daya alam (SDA) saja, tetapi juga harus meningkatkan sumber daya manusianya (SDM). Suatu wilayah yang mempunyai kepadatan yang tinggi tanpa dibarengi dengan mutu SDM yang tinggi maka akan menimbulkan kerawanan sosial atau bahkan penduduk tersebut akan menjadi beban pembangunan. Jalur yang paling realistis untuk meningkatkan SDM adalah jalur pendidikan.
Sejak tahun 1994, pemerintah telah melakukan kebijakan untuk perbaikan dunia pendidikan yaitu dengan dicanangkannya Program Wajib Belajar sembilan tahun. Tentunya hal tersebut merupakan hal yang menggembirakan karena kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang setinggi–tingginya bagi seluruh rakyat semakin terbuka. Perkembangan mutu pendidikan penduduk Kabupaten Subang salah satunya dapat dilihat dari kemampuan baca-tulis, pendidikan yang ditamatkan dan lain-lain.
Dari hasil survei IPM tahun 2012 dapat diperoleh gambaran bahwa penduduk 10 tahun ke atas di Kabupaten Subang yang dapat membaca dan menulis huruf latin sebesar 91.43%, huruf lainnya 0.27%, sedangkan yang tidak dapat membaca dan menulis sebesar 8.30&. Bila dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk Kabupaten Subang masih terbesar di tamatan SD/MI sebesar 39.25%, SLP/MTs sederajat 19.48%.
Pendidikan formal | SD atau MI negeri dan swasta | SMP atau MTs negeri dan swasta | SMA, SMK atau MA negeri dan swasta | Perguruan tinggi | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jumlah satuan | 850 | 81 | 38 | 4 | ||||||||
Data sekolah di Kabupaten Subang Sumber:[10] |
Kesehatan
Mewujudkan masyarakat yang sehat, tanpa membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan merupakan salah satu tujuan dari pembangunan nasional. Adanya keterbatasan dana, sarana, dan prasarana pemerintah, dalam pelaksanaannya, pembangunan kesehatan disusun berdasarkan prioritas-prioritas utama yang akan dicapai. Karena itu hasilnya mungkin tidak dapat dirasakan secara merata oleh semua lapisan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Subang telah melakukan berbagai macam upaya dalam melakukan peningkatan kesehatan masyarakat. Terutama peningkatan kesehatan masyarakat miskin dengan pemberlakuan Jamkesmas, Jamkesda, dan jaminan lainnya
Pariwisata
Di antara rimbunnya perkebunan teh, diwilayah Selatan Kabupaten Subang memiliki sumber mata air panas yang terus mengalir di daerah Ciater. Sari Ater merupakan tujuan wisata yang sangat terkenal karena ke-khasan-nya dan ramai pada saat liburan terutama pada saat liburan Hari Raya Lebaran. Selain menyediakan kolam pemandian air panas juga memiliki penginapan - penginapan yang terjangkau dan berkualitas, sehingga sangat cocok bagi keluarga yang ingin berlibur. Kemudian juga terdapat sebuah tempat Spa yang letaknya berdekatan dengan obyek wisata Sari Ater. Selain itu Kabupaten Subang memiliki tujuan wisata alam air terjun yang memiliki pemandangan yang sangat indah, yaitu Curug Cijalu. Meskipun masih dikelola secara sederhana, Curug Cijalu memiliki daya tarik yang luar biasa karena curug ini memiliki tujuh curug, namun yang hanya bisa didatangi oleh pengunjung hanya dua, karena letaknya cukup dekat dan curug lainnya berada di tengah-tengah hutan dan cukup jauh, tetapi jika kita ingin melihat ke tujuh curug tersebut bisa saja dan akan menjadi pengalaman yang luar biasa. Ada juga Curug Cileat yang berada di Kecamatan Cisalak dan Curug Cibareuhbeuy yang tak kalah keeksotisannya. Gunung berapi Tangkuban Perahu (su: Tangkuban Parahu) yang memiliki keindahan kawahnya dan udaranya yang sejuk. Di bagian subang tengah terdapat berbagai wisata dari wisata kuliner hingga sejarah dan budaya seperti, Masjid Agung Al-Musabaqoh Subang, Gedung Wisma Karya, Museum Daerah, dan lain sebagainya. Di bagian pesisir utara Subang menyajikan wisata pantai, yakni Pantai Kalapa Patimban Subang yang setiap tahunnya mengadakan Upacara Adat Nadran.
Objek wisata
Berikut beberapa Objek Wisata terkenal di Kabupaten Subang:
Wisata rekreasi
- Capolaga Adventure Camp
- Ciater Highland Resort
- Curug Agung/Batu Kapur
- Curug Bentang
- Curug Cibareuhbeuy
- Curug Cijalu
- Curug Cileat
- Desa Wisata Sari Bunihayu
- Desa Adat Wisata Wangunharja
- Kampoeng Jatimas
- Wisata Air Cigayonggong
- Pemancingan Lembah Gunung Kujang
- Sariater Spa Spring Resort
- Gunung Tangkuban Parahu
- Kolam Renang Ciheuleut
- Waterboom Tirta Melati (pagaden)
- Planet Waterboom
- Penangkaran Buaya Blanakan
- Pantai Kalapa Patimban
- Kolam Renang Tirta Citapen
- Curug Cijuhung Dawuan
- Kolam Renang Tirta Galih
- Pantai Cirewang Indah
- Waterboom Bintang Fantasi
- Body Rafting Tambak Dami
Wisata sejarah, budaya, dan religi
- Gedung Wisma Karya, Subang
Gedung ini terletak di Jl. Ade Irma Suryani, Subang. Gedung ini dibangun ketika Masa Penjajahan Belanda. Gedung ini digunakan untuk Berdansa dan berpesta ketika zaman itu. Namun sekarang gedung tersebut digunakan untuk public space dan aktivitas masyarakat Kota Subang. Di Gedung ini juga terdapat Museum Sejarah Kabupaten Subang, salah satunya patung tuan tanah, Willem Hofland.[11]
- Masjid Agung Al-Musabaqoh Subang
- Gedung Gede / Big House
- Museum Rumah Sejarah Perjanjian Kalijati
- Museum Daerah Kabupaten Subang
- Museum Amerta Dirgantara
- Makam Raden Aria Wangsa Goparana
Wisata kuliner
- Oncom Dawuan
- Krupuk Miskin Purwadadi
- Nanas Simadu
- Olahan Nanas
- Gepuk
- Ubi Cilembu
- R.M. Abah
- R.M. Mang Yeye
- Nasi Liwet Mang Aca
- Nasi Liwet Mang Nana
- Keripik Pisang 69
- Rambutan Kalijati
- R.M. Nangka
- Mie Level
- Tutut Soding
Kesenian
Subang memiliki beberapa Kesenian yang tidak dimiliki oleh kabupaten/kota lain. Kesenian-kesenian tersebut berkembang di masyarakat Subang sejak Masa Penjajahan dulu.
Berikut kesenian dan kebudayaan asli Kabupaten Subang:
Olahraga
Subang memiliki klub sepak bola, yang bernama Persikas Subang, yang bermain di Divisi Tiga. Klub ini bermain di Stadion Persikas, Subang. Stadion Persikas juga sering dipakai sebagai training center beberapa tim lainnya di Jawa Barat, seperti Persib Bandung, Persikab Kabupaten Bandung, dan Bandung FC dalam masa pemusatan latihan sebelum memulai kompetisi.
Selain dalam cabang olah raga sepak bola, Kabupaten Subang telah melahirkan atlet-atlet berprestasi dalam cabang olah raga dayung, judo, angkat berat, balap motor, sepak takraw dsb. Dan diantaranya pernah meraih medali emas pada Pekan Olahraga Nasional XVII di Provinsi Kalimantan Timur.
Lihat pula
Referensi
- ^ "Sejarah Kabupaten Subang".
- ^ "Hasil Sensus Penduduk 2010 Kab. subang". 2010-09-26. Diakses tanggal 2012-03-25.
- ^ Peraturan daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003
- ^ Peta Budaya Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
- ^ Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun 2003
- ^ Peta Budaya Provinsi Jawa Barat Tahun 2011
- ^ Jumlah Penduduk Kabupaten Subang
- ^ Sartika, Ita. 2011. Analisis Situasi Kebahasaan Kampung Sukamahi, Desa Pamanukan, Subang. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
- ^ Arrahman, Nurul Hikmah. 2013. Ragam Diglosa Sebagai Variasi Bahasa Regional. (Berdasarkan Observasi dan Studi Kasus di Kampung Sukamahi, Desa Pamanukan) Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
- ^ Data sekolah di Kabupaten Subang
- ^ "Wisma Karya-Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat". 2011-12-27. Diakses tanggal 2012-01-05.
- ^ "Seni & Budaya Kab. Subang". Diakses tanggal 2012-01-05.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi Kabupaten Subang
- (Indonesia) Profil Dinas di Kabupaten Subang
- (Indonesia) DPRD Kabupaten Subang
- (Indonesia) KPUD Kabupaten Subang
- (Indonesia) Kota Subang, The Heart of West Java
- (Indonesia) (Inggris) Ciater Spa Resort
- (Indonesia) (Inggris) Sari Ater Hotel & Resort