Sulawesi Tengah
Sulawesi Tengah (disingkat Sulteng) adalah sebuah provinsi di bagian tengah Pulau Sulawesi, Indonesia. Ibu kota provinsi ini adalah Kota Palu. Luas wilayahnya 61.841,29 km², dan jumlah penduduknya 3.222.241 jiwa (2015). Sulawesi Tengah memiliki wilayah terluas di antara semua provinsi di Pulau Sulawesi, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Pulau Sulawesi setelah provinsi Sulawesi Selatan. Gubernur yang menjabat sekarang adalah Drs. H. Longki Djanggola, M.Si. bersama dengan (Alm) Sudarto untuk periode kedua.
Sulawesi Tengah
Central Celebes | |
---|---|
Motto: "Nosarara Nosabatutu" Bahasa Indonesia: "Bersama Kita Satu" | |
Negara | Indonesia |
Dasar hukum pendirian | UU No. 13/1964 |
Tanggal | 13 April 1964 |
Ibu kota | Kota Palu |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Gubernur | Longki Djanggola |
• Wakil Gubernur | (Tidak Ada) |
• Sekretaris Daerah | Hidayat Lamakarate |
• Ketua DPRD | Aminuddin Ponulele |
Luas | |
• Total | 61,841,29 km2 (23,877,06 sq mi) |
Populasi (2015) | |
• Total | 3,222,241 jiwa[1] |
Demografi | |
• Agama | Islam 76.37% Kristen Protestan 16.58% Hindu 4.45% Katolik 1.85% Budha 0.74%[1] |
• Bahasa | Indonesia (bahasa resmi) Pamona, Mori, Kaili, Banggai, Saluan, Balantak, Bugis |
Kode Kemendagri | 72 |
Kode BPS | 72 |
APBD | (2015) |
PAD | Rp. 883.322.000,- (2015) |
DAU | Rp. 1.272.925.036.000,- (2016) |
DAK | Rp. 73.986.000,- (2015) |
Lagu daerah | Tananggu Kaili, Tondok Kadadingku, Rano Poso, Banggai Tano Monondok, Wita Mori |
Rumah adat | Rumah Tambi |
Situs web | [1] |
Sejarah
Pengaruh Hindia Belanda
Wilayah sepanjang pesisir barat Sulawesi Tengah, dari Kaili hingga Tolitoli, ditaklukkan oleh Kerajaan Gowa sekitar pertengahan abad ke-16 di bawah kepemimpinan Raja Tunipalangga.[2] Wilayah di sekitar Teluk Palu merupakan pusat dan rute perdagangan yang penting, produsen minyak kelapa, dan "pintu masuk" ke pedalaman Sulawesi Tengah.[3] Di sisi lain, daerah Teluk Tomini sebagian besar berada di bawah kekuasaan Kerajaan Parigi. Pada tahun 1824, perwakilan Kerajaan Banawa dan Kerajaan Palu menandatangani Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) dengan pemerintah kolonial.[4] Kapal-kapal Belanda mulai sering berlayar di bagian selatan Teluk Tomini setelah tahun 1830.[5]
Sulawesi Tengah baru benar-benar "diperhatikan" oleh Pemerintah Hindia Belanda pada periode tahun 1860-an. Seorang pejabat pemerintah bernama Johannes Cornelis Wilhelmus Diedericus Adrianus van der Wyck, berhasil mengunjungi Danau Poso pada tahun 1865—menjadi orang Eropa dan Belanda pertama yang melakukannya. Langkah ini diikuti oleh pejabat pemerintah lainnya, Willem Jan Maria Michielsen, pada tahun 1869.[5] Wacana untuk menduduki wilayah ini ditolak—merujuk kepada kebijakan anti-ekspansi yang dikeluarkan pemerintah kolonial pada zaman itu.[6] Baru pada tahun 1888, sebagian besar wilayah ini mulai menjalin hubungan dengan pemerintah di Batavia melalui perjanjian pendek yang ditandatangani oleh para raja dan penguasa lokal, sebagai tindakan antisipasi pemerintah terhadap kemungkinan tersebarnya pengaruh politik dan ekonomi Britania Raya di wilayah ini.[6]
Pada periode tersebut, Sulawesi Tengah berada di bawah yurisdiksi Afdeling Gorontalo, yang berpusat di Gorontalo. G. W. W. C. Baron van Höevell, Asisten Residen Gorontalo, khawatir pengaruh Islam yang begitu kuat di Gorontalo akan meluas ke wilayah Sulawesi Tengah—yang saat itu masih belum dimasuki agama samawi, dan penduduknya sebagian besar masih pagan, penganut animisme, dan memeluk agama suku. Baginya, agama Kristen adalah penyangga yang paling efektif melawan pengaruh Islam.[7] Ia menghubungi lembaga misionaris Belanda, Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG), dan meminta mereka untuk menempatkan seorang misionaris di wilayah ini. Pada tahun 1892, NZG kemudian mengirimkan misionaris bernama Albertus Christiaan Kruyt, yang ditempatkan di Poso. Langkah ini dilanjutkan pada tahun 1894, ketika pemerintah mengangkat Eduard van Duyvenbode Varkevisser, sebagai Kontrolir atau pejabat pemerintah yang akan menjadi pengawas dan pemimpin wilayah di Poso.[8]
Penaklukan militer Sulawesi Tengah
Penaklukan Belanda di Sulawesi Tengah dimulai dengan serangkaian serangan militer terhadap berbagai kerajaan lokal dan daerah. Pada tahun 1905, sebagian wilayah di Poso terlibat dalam pemberontakan gerilya melawan pasukan Belanda, sebagai bagian dari kampanye militer terkoordinasi Belanda ke seluruh daratan Sulawesi. Salah satu kampanye militer yang terkenal adalah "penaklukan" Kerajaan Mori dalam Perang Wulanderi yang terjadi pada tahun 1907.[9]
Semenjak tahun 1905, wilayah Sulawesi Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Pemerintahan Hindia Belanda, dari Tujuh Kerajaan di Timur dan Delapan Kerajaan di Barat, kemudian oleh Pemerintah Hindia Belanda dijadikan Landschap-landschap atau Pusat-pusat Pemerintahan Hindia Belanda yang meliputi, antara lain:
- Poso Lage di Poso
- Lore di Wanga, Lore Utara, Poso
- Tojo di Ampana
- Una-Una di Pulau Una-Una
- Bungku di Bungku
- Mori di Kolonedale
- Banggai di Luwuk
- Parigi di Parigi
- Moutong di Tinombo
- Tawaeli di Tawaeli
- Banawa di Donggala
- Palu di Palu
- Sigi/Dolo di Biromaru
- Kulawi di Kulawi
- Tolitoli di Tolitoli
Zaman Kemerdekaan
Dalam perkembangannya, ketika Pemerintahan Hindia Belanda jatuh dan sudah tidak berkuasa lagi di Sulawesi Tengah serta seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat kemudian membagi wilayah Sulawesi Tengah menjadi 3 (tiga) bagian, yakni:
- Sulawesi Tengah bagian Barat, meliputi wilayah Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Pembagian wilayah ini didasarkan pada Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959, tentang pembentukan Daerah-daerah Tingkat II di Sulawesi.
- Sulawesi Tengah bagian Tengah (Teluk Tomini), masuk Wilayah Karesidenan Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1919, seluruh Wilayah Sulawesi Tengah masuk Wilayah Karesidenen Sulawesi Utara di Manado. Pada tahun 1940, Sulawesi Tengah dibagi menjadi 2 Afdeeling yaitu Afdeeling Donggala yang meliputi Tujuh Onder Afdeeling dan Lima Belas Swapraja.
- Sulawesi Tengah bagian Timur (Teluk Tolo) masuk Wilayah Karesedenan Sulawesi Timur Bau-bau.
Tahun 1964 dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 1964 terbentuklah Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah yang meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Donggala, Kabupaten Poso, Kabupaten Banggai dan Kabupaten Buol Tolitoli. Selanjutnya Pemerintah Pusat menetapkan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai Provinsi yang otonom berdiri sendiri yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Pembentukan Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan selanjutnya tanggal pembentukan tersebut diperingati sebagai Hari Lahirnya Provinsi Sulawesi Tengah.
Zaman Reformasi
Dengan perkembangan Sistem Pemerintahan dan tutunan Masyarakat dalam era Reformasi yang menginginkan adanya pemekaran Wilayah menjadi Kabupaten, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan kebijakan melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Morowali dan Banggai Kepulauan. Kemudian melalui Undang-undang Nomor 10 Tahun 2002 oleh Pemerintah Pusat terbentuk lagi 2 Kabupaten baru di Provinsi Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Parigi Moutong dan Kabupaten Tojo Una-Una. Setelah pemekaran beberapa wilayah kabupaten, provinsi ini terbagi menjadi 14 daerah, yaitu 13 kabupaten dan 1 kota.
Ibukota Sulawesi Tengah adalah Palu. Kota ini terletak di Teluk Palu dan terbagi dua oleh Sungai Palu yang membujur dari Lembah Palu dan bermuara di laut.
Geografi
Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah bagian utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Provinsi Gorontalo, bagian timur berbatasan dengan Provinsi Maluku, bagian selatan berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, bagian tenggara berbatasan dengan Sulawesi Tenggara, dan bagian barat berbatasan dengan Selat Makassar.
Hidrografi
Sulawesi Tengah juga memiliki beberapa sungai, di antaranya sungai Lariang yang terkenal sebagai arena arung jeram, sungai Gumbasa dan sungai Palu. Juga terdapat danau yang menjadi objek wisata terkenal yakni Danau Poso dan Danau Lindu.
Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan konservasi seperti suaka alam, suaka margasatwa dan hutan lindung yang memiliki keunikan flora dan fauna yang sekaligus menjadi objek penelitian bagi para ilmuwan dan naturalis.
Iklim
Garis khatulistiwa yang melintasi semenanjung bagian utara di Sulawesi Tengah membuat iklim daerah ini tropis. Akan tetapi berbeda dengan Jawa dan Bali serta sebagian pulau Sumatera, musim hujan di Sulawesi Tengah antara bulan April dan September sedangkan musim kemarau antara Oktober hingga Maret. Rata-rata curah hujan berkisar antara 800 sampai 3.000 milimeter per tahun yang termasuk curah hujan terendah di Indonesia.
Temperatur berkisar antara 25 sampai 31° Celsius untuk dataran dan pantai dengan tingkat kelembaban antara 71 sampai 76%. Di daerah pegunungan suhu dapat mencapai 16 sampai 22' Celsius.
Flora dan Fauna
Sulawesi merupakan zona perbatasan unik di wilayah Asia Oceania, di mana flora dan faunanya berbeda jauh dengan flora dan fauna Asia yang terbentang di Asia dengan batas Kalimantan, juga berbeda dengan flora dan fauna Oceania yang berada di Australia hingga Papua dan Pulau Timor. Garis maya yang membatasi zona ini disebut Wallace Line, sementara kekhasan flora dan faunanya disebut Wallacea, karena teori ini dikemukakan oleh Wallace seorang peneliti Inggris yang turut menemukan teori evolusi bersama Darwin.
Sulawesi memiliki flora dan fauna tersendiri. Binatang khas pulau ini adalah anoa yang mirip kerbau, babirusa yang berbulu sedikit dan memiliki taring pada mulutnya, tersier, monyet tonkena Sulawesi, kuskus marsupial Sulawesi yang berwarna-warni yang merupakan varitas binatang berkantung serta burung maleo yang bertelur pada pasir yang panas.
Hutan Sulawesi juga memiliki ciri tersendiri, didominasi oleh kayu agatis yang berbeda dengan Sunda Besar yang didominasi oleh pinang-pinangan (spesies rhododenron). Variasi flora dan fauna merupakan objek penelitian dan pengkajian ilmiah. Untuk melindungi flora dan fauna, telah ditetapkan taman nasional dan suaka alam seperti Taman Nasional Lore Lindu, Cagar Alam Morowali, Cagar Alam Tanjung Api dan terakhir adalah Suaka Margasatwa di Bangkiriang.
Demografi
Jumlah penduduk Sulawesi Tengah pada tahun 2010 adalah 2.831.283 jiwa, dengan kepadatan 46 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak di provinsi Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Parigi Moutong dengan jumlah penduduk 449.157 jiwa, sedangkan Kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Palu sebanyak 362.202 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk adalah 1,95% per tahun (2010). Sementara penduduk Provinsi Sulawesi Tengah yang tinggal di daerah pemukiman dan pedalaman ialah sekitar 30%, daerah pesisir 60%, dan kawasan kepulauan ialah 10%.[10]
Pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian penduduk dengan padi sebagai tanaman utama. Kopi, Kelapa, Kakao dan Cengkih merupakan tanaman perdagangan unggulan daerah ini dan hasil hutan berupa rotan, beberapa macam kayu seperti agatis, ebony dan meranti yang merupakan andalan Sulawesi Tengah.
Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan diketuai oleh ketua adat disamping pimpinan pemerintahan seperti Kepala Desa. Ketua adat menetapkan hukum adat dan denda berupa kerbau bagi yang melanggar. Umumnya masyarakat yang jujur dan ramah sering mengadakan upacara untuk menyambut para tamu seperti persembahan ayam putih, beras, telur serta tuak yang difermentasikan dan disimpan dalam bambu.
Tahun | 1971 | 1980 | 1990 | 1995 | 2000 | 2010 | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Jumlah penduduk | 913.662 | 1.289.635 | 1.711.327 | 1.938.071 | 2.218.435 | 2.635.009 | ||||||
Sejarah kependudukan Sulawesi Tengah Sumber:[11] |
Agama
Penduduk Sulawesi Tengah sebagian besar memeluk agama Islam. Tercatat pada sensus tahun 2015, 76.37% penduduknya memeluk agama Islam, 16.58% memeluk agama Kristen Protestan, 4.45% memeluk agama Hindu, Katolik sebanyak 1.85%, serta Budha 0.74%[1]. Islam disebarkan di Sulawesi Tengah oleh Datuk Karama dan Datuk Mangaji, ulama dari Sumatera Barat; yang kemudian diteruskan oleh Al Alimul Allamah Al-Habib As Sayyed Idrus bin Salim Al Djufri, seorang guru pada sekolah Alkhairaat dan juga diusulkan sebagai Pahlawan nasional. Salah seorang cucunya yang bernama Salim Assegaf Al Jufri menduduki jabatan sebagai Menteri Sosial saat ini.
Agama Kristen pertama kali disebarkan di kabupaten Poso dan bagian selatan Donggala oleh misionaris Belanda, A.C Cruyt dan Adrian. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah mayoritas beragama Islam, namun tingkat toleransi beragama sangat tinggi dan semangat gotong-royong yang kuat merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.
Suku Bangsa
Penduduk asli Sulawesi Tengah terdiri atas 15 kelompok etnis atau suku, yaitu:
- Etnis Kaili berdiam di kabupaten Donggala, Parigi Moutong, Sigi dan kota Palu
- Etnis Kulawi berdiam di kabupaten Sigi
- Etnis Lore berdiam di kabupaten Poso
- Etnis Pamona berdiam di kabupaten Poso
- Etnis Mori berdiam di kabupaten Morowali
- Etnis Bungku berdiam di kabupaten Morowali
- Etnis Saluan atau Loinang berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Balantak berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Mamasa berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Taa berdiam di kabupaten Banggai
- Etnis Bare'e berdiam di Kabupaten Poso,Kabupaten Tojo Una-Una
- Etnis Banggai berdiam di Banggai Kepulauan
- Etnis Buol mendiami kabupaten Buol
- Etnis Tolitoli berdiam di kabupaten Tolitoli
- Etnis Tomini mendiami kabupaten Parigi Moutong
- Etnis Dampal berdiam di Dampal, kabupaten Tolitoli
- Etnis Dondo berdiam di Dondo, kabupaten Tolitoli
- Etnis Pendau berdiam di kabupaten Tolitoli
- Etnis Dampelas berdiam di kabupaten Donggala
Di samping 13 kelompok etnis, ada beberapa suku hidup di daerah pegunungan seperti suku Da'a di Donggala dan Sigi, suku Wana di Morowali, suku Seasea dan suku Taa di Banggai dan suku Daya di Buol Tolitoli. Meskipun masyarakat Sulawesi Tengah memiliki sekitar 22 bahasa yang saling berbeda antara suku yang satu dengan yang lainnya, namun masyarakat dapat berkomunikasi satu sama lain menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, Sulawesi Tengah dihuni pula oleh transmigran seperti dari Bali, Jawa, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Suku pendatang yang juga banyak mendiami wilayah Sulawesi Tengah adalah Mandar, Bugis, Makasar dan Toraja serta etnis lainnya di Indonesia sejak awal abad ke 19 dan sudah membaur.
Seni dan Budaya
Kesenian
Musik dan tarian di Sulawesi Tengah bervariasi antara daerah yang satu dengan lainnya. Musik tradisional memiliki instrumen seperti gong, kakula, lalove dan jimbe. Alat musik ini lebih berfungsi sebagai hiburan dan bukan sebagai bagian ritual keagamaan. Di wilayah beretnis Kaili sekitar pantai barat - waino - musik tradisional - ditampilkan ketika ada upacara kematian. Kesenian ini telah dikembangkan dalam bentuk yang lebih populer bagi para pemuda sebagai sarana mencari pasangan di suatu keramaian. Banyak tarian yang berasal dari kepercayaan keagamaan dan ditampilkan ketika festival.
Tari masyarakat yang terkenal adalah Dero yang berasal dari masyarakat Pamona, kabupaten Poso dan kemudian diikuti masyarakat Kulawi, kabupaten Donggala. Tarian dero khusus ditampilkan ketika musim panen, upacara penyambutan tamu, syukuran dan hari-hari besar tertentu. Dero adalah salah satu tarian di mana laki-laki dan perempuan berpegangan tangan dan membentuk lingkaran. Tarian ini bukan warisan leluhur tetapi merupakan kebiasaan selama pendudukan Jepang di Indonesia ketika Perang Dunia II. Tarian in adalah tarian tradisional Sulawesi Tengah.
Kebudayaan
Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwariskan secara turun-temurun. Tradisi yang menyangkut aspek kehidupan dipelihara dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh modern serta pengaruh agama.
Karena banyak kelompok etnis mendiami Sulawesi Tengah, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat. Mereka yang tinggal di pantai bagian barat kabupaten Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi Selatan dan masyarakat Gorontalo. Di bagian timur pulau Sulawesi, juga terdapat pengaruh kuat Gorontalo dan Manado, terlihat dari dialek daerah Luwuk dan sebaran suku Gorontalo di kecamatan Bualemo yang cukup dominan.
Ada juga pengaruh dari Sumatera Barat seperti tampak dalam dekorasi upacara perkawinan. Kabupaten Donggala memiliki tradisi menenun kain warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan terdapat di Donggala Kodi, Watusampu, Palu, Tawaeli dan Banawa. Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik spesial yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat ditemukan.
Sementara masyarakat pegunungan memiliki budaya tersendiri yang banyak dipengaruhi suku Toraja, Sulawesi Selatan. Meski demikian, tradisi, adat, model pakaian dan arsitektur rumah berbeda dengan Toraja, seperti contohnya ialah mereka menggunakan kulit beringin sebagai pakaian penghangat badan. Rumah tradisional Sulawesi Tengah terbuat dari tiang dan dinding kayu yang beratap ilalang dan hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau duhunga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau upacara, sedangkan Tambi merupakan rumah tempat tinggal. Selain rumah, ada pula lumbung padi yang disebut Gampiri.
Buya atau sarung seperti model Eropa hingga sepanjang pinggang dan keraba semacam blus yang dilengkapi dengan benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan Eropa. Baju banjara yang disulam dengan benang emas merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. Daster atau sarung sutra yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota kepala yang berwarna-warni dan parang yang diselip di pinggang melengkapi pakaian adat. Senjata tradisional masyarakat Sulawesi Tengah adalah Parang (Guma), Tombak, Sumpit.
Pemerintahan
Pemerintah Provinsi
Kepala daerah Provinsi Sulawesi Tengah adalah gubernur, yang dibantu oleh seorang wakil gubernur. Jabatan Gubernur Sulawesi Tengah secara resmi saat ini diemban oleh Longki Djanggola, yang terpilih dalam Pilkada Sulawesi Tengah dan sekarang menjabat untuk periode kedua.[12]. Sedangkan jabatan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah masih lowong setelah terakhir kali dijabat oleh (Alm.) Sudarto, SH., M.Hum..
Pembagian Administrasi
Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas 13 kabupaten dan 1 kota, 147 kecamatan, 170 kelurahan, dan 1.839 desa. Provinsi ini memiliki luas daratan 61.841,29 km2 (BPS 2015), dengan penduduk 2.831.283 jiwa (BPS 2014), dengan tingkat kepadatan penduduk 46 jiwa/ km2.
Adapun daftar lengkap nama kabupaten/ kota, nama ibu kota, serta jumlah kecamatan, dan desa/ kelurahan di Provinsi Sulawesi tengah hingga saat ini adalah sebagai berikut.
Kabupaten/Kota | Ibu Kota | Kecamatan | Kelurahan / Desa |
---|---|---|---|
Kabupaten Banggai | Luwuk | 23 | 337 |
Kabupaten Banggai Kepulauan | Salakan | 12 | 144 |
Kabupaten Banggai Laut | Banggai | 7 | 66 |
Kabupaten Buol | Buol | 11 | 115 |
Kabupaten Donggala | Donggala | 16 | 167 |
Kabupaten Morowali | Bungku | 9 | 133 |
Kabupaten Morowali Utara | Kolonedale | 10 | 125 |
Kabupaten Parigi Moutong | Parigi | 23 | 283 |
Kabupaten Poso | Poso | 19 | 166 |
Kabupaten Sigi | Sigi Biromaru | 15 | 176 |
Kabupaten Tojo Una-Una | Ampana | 12 | 146 |
Kabupaten Tolitoli | Tolitoli | 10 | 106 |
Kota Palu | Palu | 8 | 45 |
Perwakilan
Sulawesi Tengah mengirim enam wakil ke DPR RI dan empat wakil ke DPD RI.
DPRD Sulawesi Tengah hasil Pemilihan Umum Legislatif 2014 tersusun dari sebelas partai, dengan perincian sebagai berikut:
Partai | Kursi | % |
---|---|---|
Lambang Partai Golkar Partai Golkar | 7 | 16% |
Partai Gerindra | 6 | 13% |
Lambang Partai Demokrat Partai Demokrat | 6 | 13% |
Lambang PDI-P PDI-P | 6 | 13% |
Partai NasDem | 5 | 11% |
Partai Hanura | 4 | 9% |
PAN PAN | 3 | 7% |
PKS | 3 | 7% |
PKB | 3 | 7% |
Lambang PPP PPP | 1 | 2% |
PBB | 1 | 2% |
Total | 45 | 100,0 |
Pertahanan dan Keamanan
Militer
Sulawesi Tengah merupakan wilayah Kodam XIII/Merdeka, yang bermarkas di Manado. Korem 132/Tadulako terletak di Kota Palu. Korem 132/Tadulako membawahi empat Kodim dan dua Batalyon Infanteri, yaitu:
- Kodim 1305 Buol Tolitoli
- Kodim 1306 Donggala
- Kodim 1307 Poso
- Kodim 1308 Banggai
- Yonif 711/Raksatama
- Yonif 714/Sintuwu Maroso
Palu merupakan daerah cabang Komando Armada II TNI AL yang bermarkas di Watusampu. Kawasan TNI-AU terdapat di Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie (Palu), dan Bandar Udara Kasiguncu (Poso). Daerah latihan militer antara lain terdapat di Bukit Jabal Nur (Palu), dan Gunung Biru (Poso).
Kepolisian
Polda Sulawesi Tengah membawahi 13 kabupaten/kota dengan rincian satu kepolisian resor kota (Polresta Palu), dan 11 kepolisian resor (Polres Banggai Laut masih menjadi satu dengan Polres Banggai Kepulauan).[13]
Kawasan Lindung
Kawasan Pelestarian Alam
Kawasan pelestarian alam meliputi taman nasional, taman hutan raya (tahura), dan taman wisata alam. Sulawesi Tengah memiliki beberapa kawasan taman nasional, yaitu:
Bandar Udara Di Sulawesi Tengah
Provinsi Sulawesi Tengah memiliki beberapa bandar udara (bandara) yang beroperasi untuk penerbangan domestik dan internasional, Adapun daftar bandara yang ada di sulteng adalah sebagai berikut.
Nama Bandara / Kode IATA | Kategori | Status | Alamat | Kabupaten/Kota |
---|---|---|---|---|
Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie / PLW | Domestik | Kelas I | Jl. Abdul Rahman Saleh, Kel. Birobuli Utara, Kec. Palu Selatan | Kota Palu |
Bandar Udara Kasiguncu / PSJ | Domestik | Kelas II | Jl. Trans Sulawesi KM 13 Kel.Kasiguncu , Kec. Poso Pesisir | Kabupaten Poso |
Bandar Udara Sultan Bantilan / TLI | Domestik | Kelas III | Jl. Bandar Udara No. 13, Kel. Lalos, Kec. Galang | Kabupaten Tolitoli |
Bandar Udara Pogogul / UDL | Domestik | Kelas III | Jl. Bandar Udara No. 1, Kel. Mangubi, Kec. Momunu | Kabupaten Buol |
Bandar Udara Tanjung Api / VPM | Domestik | Satpel | Jl. Trans Sulawesi, Kel. Labuan, Kec. Ampana Kota | Kabupaten Tojo Una-una |
Bandar Udara Syukuran Aminuddin Amir / LUW | Domestik | Kelas II | Jl. Mandapar No. 2 Desa Bubung, Kec. Luwuk Selatan | Kabupaten Banggai |
Bandar Udara Maleo | Domestik | Satpel | Kel. Umbele, Kec. Bumi Raya | Kabupaten Morowali |
Referensi
- ^ a b c "Provinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka 2016"
- ^ Druce 2009, hlm. 232–235; Druce 2009, hlm. 244.
- ^ Henley 2005, hlm. 72.
- ^ Henley 2005, hlm. 232.
- ^ a b Henley 2005, hlm. 222.
- ^ a b Coté 1996, hlm. 93.
- ^ Noort 2006, hlm. 28.
- ^ Coté 1996, hlm. 93; Henley 2005, hlm. 222.
- ^ Coté 2006, hlm. 97.
- ^ Letak Geografi dan Demografi Sulawesi Tengah, Letak Geografi dan Demografi Sulawesi Tengah.
- ^ "Badan Pusat Statistik". BPS. Diakses tanggal 17 Oktober 2014.
- ^ Menang, Longki Janji Lebih Baik, Menang, Longki Janji Lebih Baik.
- ^ Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Situs Resmi dan Struktur Polda Sulawesi Tengah.
Daftar pustaka
- Publikasi primer
- Coté, Joost (1996). "Colonising Central Sulawesi. The 'Ethical Policy' and Imperialist Expansion 1890–1910". Itinerario. 20 (3): 87–107. doi:10.1017/S0165115300003983.
- Coté, Joost (2010). "Missionary Albert Kruyt and Colonial Modernity in the Dutch East Indies". Itinerario. 34 (3): 11–24. doi:10.1017/S0165115310000653.
- Coté, Joost (2011). "Creating Central Sulawesi: Mission Intervention, Colonialism and 'Multiculturality'". BMGN - Low Countries Historical Review. 126 (2): 2–29. doi:10.18352/bmgn-lchr.7308.
- Kaudern, Walter (1925a). Structures and settlements in Central Celebes. Ethnographical studies in Celebes (1). Göteborg: Martinus Nijhoff.
- Kaudern, Walter (1925b). Migrations of the Toradja in Central Celebes. Ethnographical studies in Celebes (2). Den Haag: Elanders Boktryckeri Aktiebolag.
- Kaudern, Walter (1927). Musical Instruments in Celebes. Ethnographical studies in Celebes (3). Göteborg: Elanders Boktryckeri Aktiebolag.
- Kaudern, Walter (1929). Games and Dances in Celebes. Ethnographical studies in Celebes (4). Göteborg: Elanders Boktryckeri.
- Kaudern, Walter (1938). Megalithic Finds in Central Celebes. Ethnographical studies in Celebes (5). Göteborg: Elanders Boktryckeri Aktiebolag.
- Sadi, Haliadi; Agustino, Leo (2015). "Pemikiran Politik Lokal dalam Sejarah Pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah". COSMOGOV: Jurnal Ilmu Pemerintahan. Universitas Andalas. 1 (2): 354–376. doi:10.24198/cosmogov.v1i2.11843.
Sumber
Buku
- Atkinson, Jane Monnig (1998). "Who Appears in the Family Album?: Writing the History of Indonesia's Revolutionary Struggle". Dalam Rosaldo, Renato. Cultural Citizenship in Island Southeast Asia: Nation and Belonging in the Hinterlands. University of California Press. hlm. 134–161. ISBN 9780520227484.
- Henley, David (2005). Fertility, Food and Fever: Population, Economy and Environment in North and Central Sulawesi, 1600-1930. Verhandelingen van het Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde (201). Leiden: KITLV Press. ISBN 978-9-06-718209-6. LCCN 2006402352.
- Hulstijn, Pieter van (1926). Van Heutsz en de buitengewesten. Den Haag: Luctor et Emergo. OCLC 295723.
- Noort, Gerrit (2006). De weg van magie tot geloof: Leven en werk van Albert C. Kruyt (1869-1949), zendeling-leraar in Midden-Celebes, Indonesië. Utrecht: Universitas Utrecht. ISBN 978-9-02-392155-4.
Laporan
- Gobée, Emile (2007). "Colonising Poso: The Diary of Controleur Emile Gobee, June 1909 - May 1910" . Working Papers. Diterjemahkan oleh Coté, Joost. Monash University Press. ISBN 9781876924577.
Situs web
- Blessing, Maurice (Oktober 2007). "Zending in dienst van de koloniale overheid". Historisch Nieuwsblad (dalam bahasa Belanda) (edisi ke-10). Diakses tanggal 11 Maret 2018.
Pranala luar
- Situs resmi pemerintah provinsi
- Badan Pusat Statistik: Sulawesi Tengah
- (Indonesia) Profil Demografi Sultengah
- (Indonesia) Profil Ekonomi Sultengah
- (Indonesia) Profil Wisata Sultengah
- (Indonesia) Ekonomi Regional Sultengah
- (Indonesia) Statistik Regional Sultengah