Krisis konstitusional Malaysia 1988
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh David Wadie Fisher-Freberg (Kontrib • Log) 1617 hari 984 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Bagian dari seri artikel mengenai |
Sejarah Malaysia |
---|
Sebuah krisis konstitusional (bahasa Melayu: krisis perlembagaan) terjadi di Malaysia pada tahun 1988. Akar permasalahannya adalah kejadian pasca-pemilihan internal partai berkuasa pada saat itu, United Malays National Organisation (UMNO) pada tahun 1987 yang berakhir dengan dipecatnya Presiden Mahkamah Agung, Tun Salleh Abas, dan beberapa hakim agung lainnya oleh Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Krisis ini dipercaya menjadi salah satu faktor dari melemahnya kemerdekaan kehakiman di Malaysia.[1]
Pemilihan UMNO 1987
Pada bulan April 1987, United Malays National Organisation (UMNO), partai terbesar dalam koalisi pemerintah Barisan Nasional, menyelenggarakan pemilihan internal partai. Tengku Razaleigh Hamzah mencalonkan diri menjadi Presiden UMNO, menantang petahana dan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Pendukung Tengku Razaleigh disebut "Tim B", sedangkan pendukung Mahathir disebut "Tim A". [2] Razaleigh dan Mahathir berkampanye sengit untuk memenangkan suara dari sekitar 1,500 perwakilan cabang UMNO. Pada saat penghitungan suara, Tim B meyakini bahwa mereka telah mengalahkan Mahathir dan Tim A. Namun, ketika hasil resmi diumumkan, Mahathir memenangkan 761 suara melawan Razaleigh yang hanya mendapat 718 suara. Calon Wakil Presiden dari Tim B, Musa Hitam, juga dikalahkan oleh tokoh Tim A Ghafar Baba. Tim A juga merebut mayoritas (16 dari 25) kursi di Majelis Tertinggi UMNO.[3].
Tim B merasa tidak puas hati dengan hasil pemilihan tersebut, yang mereka rasa telah diatur. Perdana Menteri Mahathir juga memecat seluruh tokoh yang terkait dengan Tim B, seperti Razaleigh dan Musa Hitam, dari Kabinet.[4] Dua belas orang anggota UMNO kemudian mengajukan permohonan di Mahkamah Tinggi Kuala Lumpur, meminta perintah pengadilan untuk membatalkan hasil pemilihan UMNO dan menggelar pemilihan ulang. Para pemohon menduga bahwa 78 orang pemegang suara telah dipilih oleh cabang-cabang UMNO di daerah yang tidak didaftarkan dengan Registrar of Societies (ROS), lembaga pemerintah yang bertugas untuk melegalisir partai politik dan organisasi masyarakat, sehingga menyebabkan hasil pemilihan tersebut tidak sah. Para pemohon juga menduga bahwa berkas-berkas pemilihan telah dirusak. Meskipun Razaleigh tidak termasuk di dalam dua belas orang pemohon tersebut, ia diduga sebagai aktor intelektual di baliknya.[5]
Mahkamah Tinggi kemudian memerintahkan UMNO untuk menyelesaikan perselisihan dengan dua belas anggotanya di luar pengadilan (out of court settlement). Percobaan ini gagal karena para pemohon tidak mau mencabut permohonannya di pengadilan, sementara para pejabat teras partai berkeras bahwa permohonan tersebut dicabut untuk menjaga nama baik partai dan menawarkan alternatif para pemohon tersebut dapat tetap menjadi anggota UMNO. Para pemohon memutuskan untuk tetap mendesak pengadilan mengeluarkan perintah yang berkekuatan hukum.[6]
Perkembangan ini membuat Perdana Menteri Mahathir berang. Mahathir, yang tidak pula memiliki hubungan baik dengan lembaga pengadilan Malaysia, berkomentar pedas pada wartawan dari majalah Time tentang para "hakim kambing hitam yang ingin kebebasan mutlak".[7] Tak lama setelah komentar tersebut terbit, beberapa hakim Mahkamah Tinggi dipindahtugaskan ke pengadilan-pengadilan lain di seluruh Malaysia, termasuk Hakim Harun Hashim yang menyidangkan perkara perselisihan pemilihan UMNO. Namun, oleh karena perkara tersebut sedang dalam proses, pemindahtugasan Harun tidak berlaku sampai perkara selesai.[8]
Harun memutuskan bahwa UMNO adalah organisasi yang melawan hukum (unlawful society) dan membatalkan hasil pemilihan partai 1987. Dalam putusannya, ia menyalahkan Parlemen yang ia anggap "mengikat tangannya" dalam menentukan putusan.[9] Selepas putusan tersebut dibacakan, Mahathir berusaha untuk meyakinkan anggota-anggota UMNO bahwa putusan pengadilan tersebut hanyalah suatu perkara teknis yang kecil, dan tidak akan mengganggu kedudukannya sebagai Perdana Menteri yang hanya dapat dijatuhkan melalui mosi tidak percaya.[10] Mahathir mengumumkan berdirinya partai UMNO Baru, yang dipimpin oleh para tokoh Tim A, dan dengan segera memindahkan aset dan kekayaan UMNO ke UMNO Baru.[11] Para pemohon, yang berafiliasi pada Tim B, meneruskan proses hukum mereka ke Mahkamah Agung, dengan masih menuntut diselenggarakannya pemilihan ulang pada badan hukum UMNO yang lama. Permohonan ini ditolak oleh Mahkamah Agung.[12]
Razaleigh dan para pendukungnya memutuskan untuk mendirikan partai baru bernama Semangat 46--46 berarti tahun 1946, tahun UMNO didirikan oleh Onn Jaafar. Namun, setelah itu UMNO Baru memutuskan untuk menanggalkan nama "Baru" dan mengklaim bahwa mereka adalah penerus yang sah dari UMNO yang lama.[13]
Sumber
- ^ Means, hlm. 237.
- ^ "The day of the dictator – Oct 27, 1987 | Malaysia Today". malaysia-today.net. Diakses tanggal 30 Juni 2020.
- ^ Means, hlm. 204.
- ^ Means, hlm. 204-205.
- ^ Means, hlm. 206.
- ^ Means, hlm. 215-216.
- ^ Means, hlm. 216.
- ^ Means, hlm. 217-218.
- ^ Means, hlm. 218-219.
- ^ Means, hlm. 223.
- ^ Means, hlm. 224, 225, 226.
- ^ Means, hlm. 227.
- ^ Means, hlm. 228-230.
Bibliografi
- Means, Gordon P. (1991). Malaysian Politics: The Second Generation. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-588988-6.