Bahasa Sunda
Bahasa Sunda (basa Sunda, aksara Sunda: ᮘᮞ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ, Pegon: باسا سوندا) adalah sebuah bahasa dari cabang Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia. Bahasa ini umumnya dituturkan oleh penduduk bersuku Sunda di wilayah bagian barat pulau Jawa. Bahasa Sunda juga dituturkan oleh diaspora Sunda di beberapa wilayah lain di Indonesia dan di luar Indonesia dengan jumlah penutur setidaknya 42 juta orang pada tahun 2016.
Dialek
Sumber referensi dari bagian ini belum dipastikan dan mungkin isinya tidak benar. |
Dialek (basa wewengkon) bahasa Sunda beragam. Para pakar bahasa biasanya membedakan delapan dialek yang berbeda.[5] Dialek-dialek ini adalah:
- Dialek Badui: Kabupaten Lebak dan sebagian Kabupaten Pandeglang.
- Dialek Banten: Kabupaten Serang bagian selatan, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, dan sebagian barat Kabupaten Bogor dan sebagian barat Kabupaten Sukabumi
- Dialek Banyumas: Kabupaten Banyumas bagian barat dan sebagian timur Kabupaten Cilacap
- Dialek Bogor: Kabupaten Bogor bagian selatan dan Kota Bogor. Dialek ini menghasilkan subdialek Cilebut.
- Dialek Ciamis: Kota Banjar, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya dan sebagian barat Kabupaten Cilacap.
- Dialek Cirebon: Kabupaten Cirebon bagian timur - selatan, Kabupaten Indramayu bagian selatan, Sebagian Kabupaten Subang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, sebagian barat selatan Kabupaten Brebes, dan sebagian utara Kabupaten Cilacap Jawa Tengah yakni di kecamatan Karangpucung. Dialek ini menghasilkan Subdialek Brebes
- Dialek Pantai Utara: Sebagian Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang (seluruh kecamatan kecuali wilayah utara)
- Dialek Priangan (standar): Wilayah Bandung Raya, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cianjur, bagian timur Kabupaten Sukabumi dan Kota Sukabumi
- Dialek Majalengka : Seluruh wilayah Kabupaten Majalengka dan sebagian Kabupaten Kuningan
- Dialek Cilacap : Sebagian wilayah Cilacap bagian Barat seperti Kecamatan Dayeuhluhur, Wanareja, Kedungreja, Patimuan, Majenang, Cimanggu, dan Karangpucung.
- Dialek Tangerang : Wilayah Tangerang Raya yang meliputi Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Sejarah dan penyebaran
Bahasa Sunda terutama dipertuturkan di sebelah barat pulau Jawa, di daerah yang dijuluki Tatar Sunda (Pasundan). Bahasa Sunda juga dipertuturkan di bagian barat Jawa Tengah, khususnya di sebagian selatan Kabupaten Brebes dan sebagian barat Cilacap, dikarenakan beberapa kecamatan di wilayah ini dahulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Galuh.
Seiring transmigrasi dan imigrasi yang dilakukan etnis Sunda, penutur bahasa ini telah menyebar sampai ke luar pulau Jawa. Misalkan di Lampung, Sumatra Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara di mana penduduk etnis Sunda dengan jumlah signifikan menetap di wilayah tersebut.
Fonologi
Terdapat tujuh fonem vokal dalam bahasa Sunda: /a/, /ɛ/ ⟨é⟩, /i/, /ɨ/ ⟨eu⟩, /ə/ ⟨e⟩, /u/ dan /ɔ/ ⟨o⟩.[6]
Depan | Madya | Belakang | |
---|---|---|---|
Tertutup | i | ɨ | u |
Tengah | ɛ | ə | ɔ |
Terbuka | a |
Dwi-bibir | Gigi | Langit2 keras |
Langit2 lunak |
Celah suara | |
---|---|---|---|---|---|
Sengau | m | n | ɲ | ŋ | |
Letup/Gesek | p b | t d | tʃ dʒ | k ɡ | ʔ |
Desis/Geser | s | h | |||
Kepak/Hampiran | r l | ||||
Semivokal | w | j |
Sistem penulisan
Aksara Sunda (Kaganga)
Mulanya bahasa Sunda ditulis dengan aksara Sunda. Aksara Sunda merupakan salah satu aksara berumpun Brahmi yang diturunkan dari aksara Pallawa lewat aksara Kawi. Bukti-bukti tertulis mengenai evolusi aksara ini muncul di beberapa prasasti yang ditemukan dari abad ke-10 (era kerajaan Mataram Kuno) hingga abad ke-15 M pada masa keemasan Kerajaan Pajajaran. Prasasti yang diyakini merupakan kunci evolusi aksara Sunda adalah Prasasti Batutulis, Prasasti Astana Gede, dan Prasasti Kebantenan.[7][8]
Dahulu aksara ini dituliskan di permukaan batu. Pada abad ke-15 hingga ke-16, aksara Sunda kuno mulai berevolusi jauh dari aksara Kawi dan mudah dikenali perubahannya. Aksara ini kemudian lebih banyak ditulis di atas daun lontar. Aksara tersebut digunakan dalam penulisan naskah Bujangga Manik, Carita Parahyangan dan Carita Waruga Guru.[9] Naskah ini kelak dijadikan sebagai rujukan bagi pengembangan aksara Sunda yang kemudian, aksara Sunda baku.
Aksara Sunda Kuno memiliki sintaksis penulisan yang lebih kompleks, seperti adanya pasangan (hanya semua huruf pasangannya sama dengan huruf utama), huruf leu dan reu, dan jumlah guratan yang lebih banyak daripada aksara Sunda baku. Aksara Sunda baku mulai diperkenalkan pada dekade 1990-an untuk menggantikan peran Cacarakan. Saat ini, seluruh pembelajaran bahasa Sunda menggunakan aksara Sunda baku dan alfabet Latin.[10]
Alfabet Bahasa Sunda
Kolonialisasi di Nusantara menyebabkan aksara Sunda kuno menjadi terancam. Bersama dengan keluarnya ultimatum dari VOC pada tanggal 3 November 1705, aksara Sunda kuno dan Rikasara Cirebon punah. Setiap orang yang menulis dokumen-dokumen resmi hanya diperbolehkan menulis aksara Jawa yang dimodifikasi, abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Sunda. Alfabet Latin sendiri mulai diintensifkan untuk mentranskripsi karya-karya yang ditulis menggunakan aksara Sunda Kuno dan Pegon pada abad ke-19 hingga ke-20. Salah satu tokoh yang berjasa dalam transkripsi aksara Cacarakan dan Sunda ke Latin adalah seorang keturunan Bugis-Sunda bernama Daeng Kanduruan Ardiwinata (1866–1947) yang menulis buku berjudul Palanggéran Nuliskeun Aksara Sunda ku Aksara Walanda (terbitan Commissie voor de Volkslectuur tahun 1912) yang berisi aturan transkripsi bahasa Sunda menggunakan alfabet Latin serta Élmuning Basa Sunda (edisi I 1916 dan II 1917) yang berisi peraturan tata bahasa Sunda modern.[11][12][13]
Cacarakan
Cacarakan adalah aksara Jawa termodifikasi yang digunakan untuk menuliskan bahasa Sunda, dan telah dipakai selama 300 tahun setelah keluarnya ultimatum dari VOC pada tanggal 3 November 1705 yang mewajibkan penggunaan aksara Jawa, abjad Pegon, dan alfabet Latin untuk menuliskan bahasa Sunda. Dengan lahirnya aksara Sunda baku, hanya sebagian kecil daerah di Jawa Barat masih mempertahankan Cacarakan untuk menulis bahasa Sunda.[14][13]
Abjad Pegon Sunda
Selain digunakan untuk menulis bahasa Jawa, abjad Pegon yang bersaudara dengan abjad Jawi (Arab-Melayu) juga digunakan untuk menulis bahasa Sunda, menggunakan huruf-huruf Arab standar dan huruf-huruf rekaan baru yang tidak ada dalam huruf Arab asli. Huruf-huruf itu juga tidak bisa dipahami oleh orang Arab jika mereka tak menguasai bahasa Sunda dengan huruf tersebut. Hadir bersama Islam di Tanah Jawa, abjad Pegon menjadi materi yang masih diajarkan di sebagian kecil pesantren di Jawa Barat tempat bahasa Sunda berasal.[15][16][17]
Aksara Lain
Selain itu, ada beberapa aksara lain yang sempat digunakan dalam menuliskan bahasa Sunda terutama bahasa Sunda Kuno, contohnya adalah aksara Buda dan aksara Kawi, penggunaannya sempat tercatat dalam prasasti dan naskah-naskah kuno.
Tingkat tutur
Bahasa Sunda mempunyai tingkat tutur yang mencakup aturan penggunaan ragam bahasa yang didasarkan kepada tingkat keakraban antara pembicara dan lawan bicara. Dalam bahasa Sunda, tingkat tutur seperti ini dikenal sebagai undak-usuk atau sekarang lebih dikenali sebagai tatakrama basa. Berdasarkan ragam bahasanya, dapat dibedakan menjadi hormat, loma, dan cohag. Sementara kosakata yang digunakan bisa dibedakan menjadi lemes pisan, lemes, sedeng, panengah, loma dan cohag.
Numeralia
Bagian ini memerlukan pengembangan. Anda dapat membantu dengan mengembangkannya. |
Catatan kaki
- ^ "Mempertahankan Eksistensi Bahasa Sunda | Pikiran Rakyat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-27. Diakses tanggal 2017-06-27.
- ^ Ethnologue (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-25, 19), Dallas: SIL International, ISSN 1946-9675, OCLC 43349556, Wikidata Q14790, diakses tanggal 23 April 2022
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Sundanese–Badui". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "Bahasa Sunda". www.ethnologue.com (dalam bahasa Inggris). SIL Ethnologue.
- ^ Misalkan Wurm dan Shirô Hattori dalam Language Atlas of Asia-Pacific (1983).
- ^ Müller-Gotama, Franz (2001). Sundanese. Languages of the World. Materials. 369. Munich: LINCOM Europa.
- ^ Hartono, Dibyo,. Architectural conservation award Bandung = Penghargaan konservasi bangunan cagar budaya. Bandung, West Java, Indonesia. ISBN 978-979-692-541-4. OCLC 897825910.
- ^ Danasasmita, M. (2001). Wacana bahasa dan sastra Sunda lama. Bandung: STSI Press.
- ^ Ensiklopedi Sunda : alam, manusia, dan budaya, termasuk budaya Cirebon dan Betawi. Rosidi, Ajip, 1938-, Pustaka Jaya (Firm) (edisi ke-Cet. 1). [Jakarta]: Pustaka Jaya. 2000. ISBN 979-419-259-7. OCLC 45463431.
- ^ Hasanah, A.; Gustini, N.; Rohaniawati, D. (2016). Nilai-Nilai Karakter Sunda. Yogyakarta: Deepublish. ISBN 9786024532574.
- ^ Kartini, T. (1979). Daeng Kanduruan Ardiwinata, sastrawan Sunda. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- ^ Kridalaksana, Harimurti. (2008). Kamus linguistik (edisi ke-Ed. 4). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-3570-8. OCLC 271724799.
- ^ a b Sisi senyap politik bising. Budi Susanto, A., 1952-. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2007. ISBN 9789792116588. OCLC 262737609.
- ^ Rosyadi (1997). Pelestarian dan usaha pengembangan aksara daerah Sunda. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Jawa Barat, Departemen Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia.
- ^ "BUDAYA – Mengenal Aksara Arab Pegon: Simbol Perlawanan dan Pemersatu Ulama Nusantara". Diakses tanggal 2019-09-05.
- ^ "Huruf Pegon, Sarana Kreativitas Umat Islam di Jawa Masa Lalu". Poskota News (dalam bahasa Inggris). 2016-07-01. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-05. Diakses tanggal 2019-09-05.
- ^ Sastra Jawa : suatu tinjauan umum. Sedyawati, Edi, 1938- (edisi ke-Cet. 1). Jakarta: Pusat Bahasa. 2001. ISBN 979-666-652-9. OCLC 48399092.
Pranala luar
- Kamus Bahasa Sunda Diarsipkan 2014-10-11 di Wayback Machine.
- (Inggris) Bahasa Sunda di Ethnologue
- (Inggris) Ethnologue: "Austronesian, Malayo-Polynesian, Malayo-Sumbawan, Sundanese"
- Abah Usulkan Bahasa Sunda Jadi Mulok di Cilacap Barat
- Konverter Huruf Latin - Aksara Sunda[pranala nonaktif permanen]
- Sundanese-Indonesian Translator Diarsipkan 2011-08-26 di Wayback Machine.
- PDF (47,7M) Kamus Sunda-Indonesia - Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud
- Ucapan dan contoh perkataan dalam bahasa Sunda - kanal I Love Languages di Youtube