Kota Yogyakarta

ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia


Yogyakarta (bahasa Jawa: ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ, translit. Ngayogyakarta, pengucapan bahasa Jawa: [kuʈɔ ŋajogjɔˈkart̪ɔ]) atau dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Jogja atau Yogya adalah ibu kota Provinsi DI Yogyakarta yang sekaligus pusat pemerintahan dan perekonomian dari Provinsi DI Yogyakarta, Indonesia. Kota ini adalah kota besar yang mempertahankan konsep tradisional dan budaya Jawa. Kota Yogyakarta menjadi kediaman bagi Sultan Hamengkubuwana dan Adipati Paku Alam.

Kota Yogyakarta
  • Yogya
  • Jogja
Transkripsi bahasa daerah
 • Hanacarakaꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ
 • Pegonڠايوڮياكارتا
Lambang resmi Kota Yogyakarta
Etimologi: Ayodhya + Karta
Julukan: 
  • Kota Perjuangan
  • Kota Pelajar
  • Kota Gudeg
  • Kota Wisata
  • Kota Murah Meriah
  • Kota Berhati Nyaman
Motto: 
ꦩꦁꦲꦪꦸ​ꦲꦪꦸꦤꦶꦁ​​ꦧꦮꦤ
Mangayu hayuning bawana
Memperindah keindahan dunia
Peta
Peta
Kota Yogyakarta di Jawa
Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Peta
Kota Yogyakarta di Indonesia
Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta
Kota Yogyakarta (Indonesia)
Koordinat: 7°48′5″S 110°21′52″E / 7.80139°S 110.36444°E / -7.80139; 110.36444
Negara Indonesia
ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta
Tanggal berdiri7 Juni 1947
Dasar hukumUU No. 17 Tahun 1947
Hari jadi7 Oktober 1756 (umur 267)
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kemantren: 14
  • Kelurahan: 45
Pemerintahan
 • JenisPemerintahan Kota (Wali Kota-DPRD)
 • Wali KotaSumadi (Plt.)
 • Wakil Wali Kotalowong
 • Sekretaris DaerahAman Yuriadijaya
 • Ketua DPRDDanang Rudyatmoko
Luas
 • Total32,5 km2 (12,5 sq mi)
Populasi
 • Total415.509
 • Kepadatan12.784/km2 (33,110/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam 83,40%
Kristen 16,19%
Katolik 9,89%
Protestan 6,30%
Buddha 0,28%
Hindu 0,12%
Lainnya 0,01%[2]
 • BahasaBahasa Indonesia, Jawa
 • IPMKenaikan 87,18 (2021)
Sangat Tinggi[3]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode pos
Kode BPS
3471 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon+62 274
Pelat kendaraan
  • AB xxxx A*/F*/H*/I*/S*
  • YB xxxx KT/KTB (khusus becak)[4]
  • YK xxxx KT/KTB (khusus andong[4])
Kode Kemendagri34.71 Edit nilai pada Wikidata
Kode SNI 7657:2023YYK
DAURp 691.457.574.000,00 (2019)
Semboyan daerah"Berhati Nyaman"
("Bersih, Sehat, Indah, dan Nyaman")
Flora resmiKelapa gading[5]
Fauna resmiTekukur biasa[5]
Situs webwww.jogjakota.go.id

Salah satu kecamatan di Yogyakarta, yaitu Kotagede pernah menjadi pusat Kesultanan Mataram antara kurun tahun 1575–1640. Keraton (Istana) yang masih berfungsi dalam arti yang sesungguhnya adalah Keraton Ngayogyakarta dan Puro Paku Alaman, yang merupakan pecahan dari Kesultanan Mataram. Pada masa revolusi, Yogyakarta juga pernah menjadi ibu kota Indonesia antara tahun 1946 hingga 1950.

Etimologi

Nama Yogyakarta terambil dari dua kata, yaitu Ayogya atau Ayodhya yang berarti "kedamaian" (atau tanpa perang, a "tidak", yogya merujuk pada yodya atau yudha, yang berarti "perang"), dan Karta yang berarti "baik". Ayodhya merupakan kota yang bersejarah di India di mana wiracarita Ramayana terjadi. Tapak keraton Yogyakarta sendiri menurut babad (misalnya Babad Giyanti) dan leluri (riwayat oral) telah berupa sebuah dalem yang bernama Dalem Gerjiwati; lalu dinamakan ulang oleh Sunan Pakubuwana II sebagai Dalem Ayogya.[6]

Pusaka dan Identitas Daerah

Pusaka Daerah

Tombak Kyai Wijoyo Mukti

Tombak Kyai Wijoyo Mukti merupakan pusaka pemberian Raja Kraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tombak ini dibuat tahun 1921 semasa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Senjata yang sering dipergunakan para prajurit ini mempunyai panjang 3 meter. Tombak dengan pamor wos wutah wengkon dengan dhapur kudhuping gambir ini, landeannya sepanjang 2,5 meter terbuat dari kayu walikun, yakni jenis kayu yang sudah lazim digunakan untuk gagang tombak dan sudah teruji kekerasan dan keliatannya.

Sebelumnya tombak ini disimpan di bangsal Pracimosono dan sebelum diserahkan terlebih dahulu dijamasi oleh KRT. Hastono Negoro, di dalem Yudonegaran. Pemberian nama Wijoyo Mukti baru dilakukan bebarapa hari menjelang upacara penyerahan ke Pemkot Yogyakarta, pada peringatan hari ulang tahun ke-53 Pemerintah Kota Yogyakarta tanggal 7 Juni 2000. Upacara penyerahan dilakukan di halaman Balaikota dan pusaka ini dikawal khusus oleh prajurit Kraton ”Bregodo Prajurit Mantrijero”.

Tombak Kyai Wijoyo Mukti melambangkan kondisi Wijoyo Wijayanti. Artinya, kemenangan sejati pada masa depan, di mana seluruh lapisan masyarakat dapat merasakan kesenangan lahir bathin karena tercapainya tingkat kesejahteraan yang benar-benar merata.

Identitas Daerah

 
City branding Kota Yogyakarta, diluncurkan pada tanggal 28 Oktober 2021. Huruf YK yang mengarah ke atas melambangkan dinamis, akseleratif, menghasilkan karya dan pelayanan yang baik, serta gotong royong. Warna merah diturunkan dari logo Jogja Istimewa melambangkan spirit berani dan menjunjung spirit Indonesia Raya.[7]

Sesuai dengan Keputusan Wali Kotamadya Yogyakarta Nomor 2 tahun 1998, pemerintah kota Yogyakarta menetapkan kelapa gading dan tekukur biasa sebagai flora dan fauna resmi kota Yogyakarta. Penetapan tersebut dilakukan dalam rangka menumbuhkan kebanggaan dan maskot daerah.[8]

Kelapa Gading

Keberadaan pohon kelapa gading begitu melekat pada kehidupan masyarakat kota Yogyakarta. Kelapa gading dikenal sebagai tanaman raja serta mempunyai nilai filosofis dan budaya yang sangat tinggi, sebagai kelengkapan pada upacara tradisional/religius, mempunyai makna simbolis dan berguna sebagai obat tradisional.[8]

Tekukur

Burung tekukur (Streptopelia chinensis) adalah jenis burung merpati kecil yang mempunyai paruh, berekor agak panjang, berdarah panas, dan bereproduksi dengan cara bertelur. Burung ini termasuk ke dalam genus streptopelia dari famili Columbidae.

Tekukur yang memiliki suara merdu dan tubuh yang indah diyakini mampu memberikan suasana kedamaian bagi yang mendengar. Tekukur juga menjadi kesayangan para pangeran di lingkungan keraton.[8]

Sejarah

Masa awal

Berdirinya kota Yogyakarta tidak lepas dari Perjanjian Giyanti pada Tanggal 13 Februari 1755 yang ditandatangani Kompeni Belanda di bawah tanda tangan Gubernur Nicholas Hartingh atas nama Gubernur Jendral Jacob Mossel. Perjanjian tersebut berisi tentang pembagian wilayah Kesultanan Mataram, yang dimana setengah dari wilayah Mataram masih menjadi milik Kerajaan Surakarta yang kala itu dipimpin oleh Susuhunan Pakubuwana III, dan setengah lagi menjadi Hak Pangeran Mangkubumi. Pangeran Mangkubumi pun diakui menjadi Raja pada wilayah tersebut dengan Gelar Sri Sultan Hamengku Buwana Senopati Ing Ngalaga Abdul Rahman Sayidin Panatagama Khalifatullah. Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I segera menetapkan bahwa Daerah Mataram yang ada di dalam kekuasaannya itu diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat dan beribukota di Ngayogyakarta (Yogyakarta), sebulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti.[9]

Pangeran Mangkubumi memilih wilayah Hutan Beringin, dimana di wilayah tersebut terdapat sebuah desa bernama Pachetokan dan Pesanggrahan Gerjiwati (Garjitawati) yang dibuat oleh Susuhunan Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi pun mengubah nama wilayah tersebut menjadi Ayodya. Setelah perubahan nama tersebut, Pangeran Mangkubumi segera memerintahkan kepada rakyat membabad hutan tadi untuk didirikan Kraton. Kraton tersebut didirikan di suatu kawasan di antara Kali Winongo dan Kali Code. Lokasi tersebut dinilai strategis dari sisi pertanahan dan keamanan. Sebelum pembangunan kraton tersebut selesai, pemerintahan sementara dipusatkan di daerah Gamping, tepatnya di Pesanggrahan Ambarketawang.[9]

Pada tanggal 7 Oktober 1756, bangunan kraton selesai dibangun, sekaligus menjadi tanggal pemindahan pusat pemerintahan dari Gamping ke kraton baru, yang kelak bernama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Peristiwa pemindahan pusat pemerintahan Kesultanan Yogyakarta tersebut diperingati sebagai hari ulang tahun Kota Yogyakarta, sampai saat ini.[9]

Hari jadi tersebut diwujudkan pula dengan surya sengkala Dwi Naga Rasa Tunggal, yang memiliki nilai tahun 1756 Masehi. bermakna tentang kesatuan kegotong-royongan, serta kewibawaan, kesaktian, dan kesucian seorang raja atau pemimpin, dan sebagai tolak bala serta keyakinan akan keselamatan, ketenteraman, dan harapan pencapaian kemakmuran sebuah kerajaan yang dibangun, Sengkalan tersebut juga ditandai dengan adanya sengkalan memet berbentuk relief dua ekor ular naga yang kini masih ada di Regol Gadhung Mlathi Keraton Yogyakarta.

Masa Hindia Belanda dan Inggris

 
Suasana kota Yogyakarta pada tahun 1869.

Tahun 1811, Inggris menaklukkan Hindia Belanda. Pemerintahan dibawah Sir Thomas Stamford Raffles membentuk beberapa keresidenan, salah satunya Keresidenan Yogyakarta. Di zaman Inggris pula terjadi peristiwa Geger Sepoy, dimana pasukan Inggris dibantu dengan beberapa pasukan dari Mangkunegaran menyerang Keraton. Hasilnya, Pada tahun 1813, wilayah Yogyakarta kembali terpecah. Kali ini, berdiri sebuah kadipaten bernama Kadipaten Pakualaman yang didirikan oleh Pangeran Notokusumo yang diangkat oleh Inggris. Notokusumo sendiri adalah adik dari Hamengkubuwono II, dan kemudian bergelar Adipati Paku Alam I[10]. Ia mendapatkan tanah dari Kesultanan meliputi sebuah kemantren di dalam kota Yogyakarta, berada di antara Kali Code dan Kali Manunggal. Di tanah tersebut kemudian didirikan istana Pura Pakualaman (sekarang menjadi wilayah kemantren Pakualaman). Inggris juga mengangkat Tan Jin Sing, kapitan Tionghoa yang berasal dari Kedu, sebagai Bupati Nayaka dalam Kabupaten Kota Yogyakarta dengan gelar KRT. Secodiningrat.[11]

Sepeninggal Inggris, Kota Yogyakarta semakin berkembang, dibuat kesepakatan birokrasi antara Belanda dengan Keraton. Sistem Keresidenan tetap dipertahankan, dan kesepakatan tersebut juga menghasilkan Residen dan Patih untuk menjembatani birokrasi antara pihak Belanda dengan pihak Keraton. Fungsinya adalah sebagaimana kedutaan besar sekarang. Diantara keduanya, perlu menguasai bahasa Jawa dan Belanda. Danureja III dipilih sebagai Patih pertama untuk tugas di Pemerintahan Hindia-Belanda dan J.M. van Rhijn sebagai Residen pertama untuk Yogyakarta. Posisi Residen disini setara dengan Patih, dimana ia harus mengabdi kepada raja. Residen memiliki loyalitas ganda kepada kompeni dan kepada rajanya, sebagaimana fungsi kerja Patih di Jawa[12]. Residen Yogyakarta bertempat tinggal di Gedung Residen yang terletak di sisi barat Benteng Vredeburg, dimana kini dikenal sebagai Gedung Agung.[12]

Baik Kasultanan maupun Pakualaman, diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Hal tersebut dikuatkan dengan dimasukkannya Kasultanan dan Pakualaman ke dalam sebuah wilayah otonomi vorstenlanden oleh Hindia Belanda, Bersama dengan Kasunanan dan Mangkunegaran di Surakarta.[10]

Masa Pendudukan Jepang

Pendudukan Jepang di Yogyakarta berlangsung sejak tanggal 6 Maret 1942. Mereka menempati gedung-gedung pemerintah yang semula ditempati pemerintah Belanda. Pendudukan tentara Jepang atas Kota Yogyakarta berjalan sangat lancar tanpa ada perlawanan.[13]

Pemerintah Jepang memberlakukan UU nomor 1 tahun 1942 bahwa kedudukan pimpinan daerah tetap diakui tetapi berada di bawah pengawasan Kooti Zium Kyoku Tjokan (Gubernur Jepang) yang berkantor di Gedung Tjokan Kantai (Gedung Agung). Pusat kekuatan tentara Jepang ditempatkan di Kotabaru dan di Benteng Vredeburg.[13]

Masa Kemerdekaan

 
Potret para pasukan gerilya di kota Yogyakarta pada tahun 1949.

Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia pada tahun 1946 hingga 1948, dilatarbelakangi oleh situasi keamanan ibu kota Jakarta (saat itu masih disebut Batavia) yang memburuk dengan terjadinya saling serang antara kelompok pro-kemerdekaan dan kelompok pro-Belanda. Alhasil, Presiden Soekarno memberikan perintah rahasia kepada Balai Yasa Manggarai untuk segera menyiapkan rangkaian kereta api demi menyelamatkan para petinggi negara. Pada tanggal 3 Januari 1946 diputuskan bahwa Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta beserta beberapa menteri/staf dan keluarganya meninggalkan Jakarta dan pindah ke Yogyakarta sekaligus pula memindahkan ibu kota. Yogyakarta juga menjadi tempat terjadinya Serangan Umum 1 Maret 1949, serangan mempertahankan kemerdekaan yang dipimpin langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX saat itu.

Pada tahun 1947, terbit Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947 pasal I yang menyatakan status Kota Praja Yogyakarta. Pasal tersebut menyebutkan bahwa Kabupaten Kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah dari Kabupaten Bantul yang sekarang menjadi Kecamatan Kotagede dan Umbulharjo ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tanggal ditetapkannya undang-undang ini diperingati sebagai hari jadi pemerintahan Kota Yogyakarta setiap tahunnya.[9]

Untuk melaksanakan otonomi tersebut, pemerintah mengangkat M. Enoch sebagai walikota pertama. Pada awalnya, walikota mengalami kesulitan karena wilayah tersebut masih merupakan bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan statusnya belum dilepas. Hal itu semakin nyata dengan adanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, di mana Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Tingkat I dan Kotapraja Yogyakarta sebagai Tingkat II yang menjadi bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta.[9]

Masa setelah Kemerdekaan

Di era walikota Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo, Yogyakarta memiliki Badan Pemerintah Harian dan Badan Legislatif yang bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang, dimana badan tersebut dipimpin pula oleh walikota. DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955.[9]

Dengan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diganti dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah. Undang-undang tersebut mengatur pemisajan tugas Kepala Daerah dan DPRD, serta pembentukan Wakil Kepala Daerah dan badan Pemerintah Harian. sebutan Kota Praja Yogyakarta diganti dengan Kotamadya Yogyakarta.[9]

Masa kini

pada tahun 1999, terbitlah Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur kewenangan Daerah menyelenggarakan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Dengan berlakunya undang-undang tersebut, sebutan untuk Kotamadya Daerah Tingkat II Yogyakarta diubah menjadi Kota Yogyakarta, sedangkan untuk pemerintahannya disebut denan Pemerintahan Kota Yogyakarta dengan Walikota Yogyakarta sebagai Kepala Daerahnya.[9]

Geografi

 
Lokasi Kota Yogyakarta di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kota Yogyakarta terletak di lembah tiga sungai, yaitu Sungai Winongo, Sungai Code (yang membelah kota dan kebudayaan menjadi dua), dan Sungai Gajahwong. Kota ini terletak pada jarak 600 KM dari Jakarta, 116 KM dari Semarang, dan 65 KM dari Surakarta, pada jalur persimpangan Bandung – Semarang – Surabaya – Pacitan. Kota ini memiliki ketinggian sekitar 112 m dpl.

Meski terletak di lembah, kota ini jarang mengalami banjir karena sistem drainase yang tertata rapi yang dibangun oleh pemerintah kolonial, ditambah dengan giatnya penambahan saluran air yang dikerjakan oleh Pemkot Yogyakarta.

Tata Ruang Kota

Sejak awal berdirinya, Yogyakarta telah memiliki penataan kota yang cukup baik. Arah perkembangan kota didasarkan pada Garis Imajiner Yogyakarta, yang berada satu garis lurus dengan keraton. Disini dibangun beberapa fasilitas umum seperti pasar, kantor pemerintahan, dan perkampungan abdi dalem.

Kedatangan Belanda di Yogyakarta turut mewarnai penataan kota. Belanda membangun Benteng Rustenburg di sisi timur laut keraton pada 1767 (kemudian dikenal dengan Benteng Vredeburg), dilanjutkan dengan membangun beberapa fasilitas seperti gedung Nederlandsch-Indische Levensverzekeringen en Lijfrente Maatschappij (kini menjadi gedung Bank BNI), gedung Post, Telegraaf en Telefoonkantoor (kini menjadi Kantor Pos Besar Yogyakarta), gedung De Javasche Bank (kini menjadi gedung Bank Indonesia Yogyakarta), dan Gedung Residen Yogyakarta (kini menjadi Istana Kepresidenan Gedung Agung) di sekitar garis imajiner tersebut.[14]

Belanda juga mengatur beberapa pemukiman untuk masyarakat non-pribumi pada masa itu. Etnis Eropa tinggal di wilayah bernama loji kecil dan Bintaran yang terletak di sebelah timur benteng. Etnis Cina tinggal di kampung Ketandan yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengkubuwono III. Perkampungan Ketandan terletak di sisi utara Pasar Besar (Pasar Beringharjo). Sedangkan etnis Arab tinggal di kampung Sayidan yang terletak di barat Sungai Code, di dekat Gondomanan. Berkembangnya penduduk etnis Eropa di Yogyakarta membuat Belanda kembali membangun kawasan permukiman Eropa atas izin Sri Sultan Hamengkubuwono VII di timur Sungai Code, dekat Gondolayu. Pembangunan dimulai pada tahun 1917 dan selesai pada tahun 1922, dimana wilayah tersebut diberi nama Nieuwe Wijk. Pembangunan kawasan ini mengusung konsep kota taman (garden city) seperti halnya kawasan Menteng di Jakarta. Pada masa sekarang, kawasan tersebut menjadi wilayah dari kelurahan Kotabaru di kemantren Gondokusuman, serta menjadi kawasan cagar budaya.[15]

Kini, segala perencanaan penataan ruang kota dituangkan dalam Rencana Strategis yang disusun oleh Dinas Pertanahan dan Tata Ruang kota. Biasanya rencana-rencana strategis ini disusun untuk tiga bahkan lima tahun.

Batas Wilayah

Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan di sekitarnya, sehingga batas-batas administrasi sudah tidak terlalu menonjol. Meski begitu, Pemerintah kota Yogyakarta tetap membangun beberapa gapura batas kota dan memasang papan penanda batas wilayah kota Yogyakarta di perbatasan. Terdapat dua gapura kota Yogyakarta, yakni di Jalan Magelang (sisi utara) dan Jalan Adisucipto (sisi timur). Sedangkan di beberapa titik perbatasan dipasang papan penanda bertuliskan "Batas Wilayah Kota Yogyakarta", serta lampu berbentuk wayang dengan tulisan "Jogja Berhati Nyaman".

Adapun batas-batas administratif Yogyakarta adalah:

Utara Kabupaten Sleman
Timur Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul
Selatan Kabupaten Bantul
Barat Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul

Iklim & Cuaca

Kota Yogyakarta memiliki iklim yang sama dengan wilayah lain di Indonesia yaitu beriklim tropis, dengan tipe iklim muson tropis (Am). Angin muson timur–tenggara yang bersifat kering dan dingin menyebabkan musim kemarau di wilayah Kota Yogyakarta dan angin muson ini berlangsung pada periode Mei hingga Oktober. Sementara itu, angin muson barat–barat daya yang bersifat lembab dan membawa banyak uap air menyebabkan musim penghujan di wilayah Kota Yogyakarta dan angin muson ini bertiup pada periode November hingga April. Rata-rata curah hujan di wilayah Kota Yogyakarta adalah ±2012 milimeter per tahun dengan jumlah hari hujan berkisar antara 100–150 hari hujan per tahunnya. Tingkat kelembapan rata-rata per tahun di wilayah ini adalah ±77%.[16]

Data iklim Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rekor tertinggi °C (°F) 34
(93)
34.2
(93.6)
34.7
(94.5)
35.3
(95.5)
34.1
(93.4)
34.3
(93.7)
34.3
(93.7)
35.4
(95.7)
36.8
(98.2)
37.9
(100.2)
37.7
(99.9)
34.6
(94.3)
37.9
(100.2)
Rata-rata tertinggi °C (°F) 28.6
(83.5)
28.7
(83.7)
28.9
(84)
29.1
(84.4)
28.7
(83.7)
28.2
(82.8)
27.7
(81.9)
28
(82)
28.3
(82.9)
29.3
(84.7)
29
(84)
28.7
(83.7)
28.6
(83.44)
Rata-rata harian °C (°F) 26.3
(79.3)
26.5
(79.7)
26.6
(79.9)
27.1
(80.8)
26.9
(80.4)
26.2
(79.2)
25.4
(77.7)
25.6
(78.1)
26.4
(79.5)
27
(81)
26.8
(80.2)
26.5
(79.7)
26.44
(79.63)
Rata-rata terendah °C (°F) 23.3
(73.9)
23.1
(73.6)
23
(73)
23.1
(73.6)
22.8
(73)
22.2
(72)
21.4
(70.5)
21
(70)
21.4
(70.5)
22.6
(72.7)
23.2
(73.8)
23.2
(73.8)
22.53
(72.53)
Rekor terendah °C (°F) 20.4
(68.7)
20.3
(68.5)
18.3
(64.9)
19.8
(67.6)
18.1
(64.6)
16.4
(61.5)
16.3
(61.3)
17.4
(63.3)
17.9
(64.2)
18.5
(65.3)
19.9
(67.8)
20.1
(68.2)
16.3
(61.3)
Presipitasi mm (inci) 365
(14.37)
348
(13.7)
290
(11.42)
181
(7.13)
77
(3.03)
63
(2.48)
32
(1.26)
18
(0.71)
33
(1.3)
93
(3.66)
233
(9.17)
336
(13.23)
2.069
(81,46)
Rata-rata hari hujan 22 21 19 16 8 6 2 1 3 9 18 20 145
% kelembapan 83 83 83 83 84 84 83 81 80 80 83 82 82.4
Rata-rata sinar matahari harian 5.7 6.2 6.7 7.0 7.5 7.6 7.8 8.0 7.9 7.7 6.8 6.4 7.11
Sumber #1: BMKG[17] & WeatherAtlas (semua kecuali rekor tertinggi dan terendah)[18]
Sumber #2: ClimateData[19] & Weatherbase (rekor tertinggi dan terendah saja)[20]

Pemerintahan

Berkas:Telepon penting kota Yogyakarta.jpg
Telepon penting Kota Yogyakarta (klik gambar untuk memperbesar)

Daftar Wali Kota

Wali Kota Yogyakarta (bahasa Jawa: ꦮꦭꦶꦏꦸꦛ​ꦔꦪꦺꦴꦒꦾꦏꦂꦠ, translit. Walikutha Ngayogyakarta) adalah pemimpin tertinggi di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Wali kota Yogyakarta bertanggungjawab kepada Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Saat ini, wali kota atau kepala daerah yang menjabat di Kota Yogyakarta adalah Sumadi, yang ditunjuk menjadi pelaksana tugas wali kota Yogyakarta sejak 22 Mei 2022, menggantikan wali kota sebelumnya, Haryadi Suyuti yang telah menjabat selama dua periode jabatan. Sedangkan jabatan wakil wali kota dikosongkan hingga Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024.

Nomor urut Wali kota Potret Partai Awal Akhir Masa jabatan Wakil
1 M. Enoch
(1893–1965)
  Penugasan Pemerintah Mei 1947 Juli 1947 2 bulan
2 Soedarisman Poerwokoesoemo
(1913–1988)
  PNI Juli 1947 Januari 1966 18 tahun, 6 bulan
3 Soedjono A. Y.   ABRIAngkatan Darat Januari 1966 November 1975 9 tahun. 11 bulan
4 H. Ahmad   ABRIAngkatan Darat November 1975 Mei 1981 5 tahun, 6 bulan
5 Soegiarto   ABRIAngkatan Darat 1981 1986 6 tahun
6 Djatmikanto Danumartono
(lahir 1944)
  ABRIAngkatan Darat 13 Mei 1986 17 September 1991 5 tahun, 5 bulan
7   R. Widagdo
(1942–2018)
  ABRIAngkatan Darat 1991 1996 5 tahun
1996 2001 5 tahun
8   Herry Zudianto
(lahir 1955)
  PAN 20 Desember 2001 20 Desember 2006 5 tahun Syukri Fadholi
2001-2006
20 Desember 2006 20 Desember 2011 5 tahun Haryadi Suyuti
2006-2011
9 Haryadi Suyuti
(lahir 1964)
  Golkar 20 Desember 2011 20 Desember 2016 5 tahun Imam Priyono
2011-2016
Sulistyo
(Penjabat)
  Penugasan Pemerintah 20 Desember 2016 22 Mei 2017 5 bulan, 3 hari
(9) Haryadi Suyuti
(lahir 1964)
  Golkar 22 Mei 2017 22 Mei 2022 5 tahun Heroe Poerwadi
2017-2022
Sumadi
(Penjabat)
(lahir 1963)
  Penugasan Pemerintah 22 Mei 2022 22 Mei 2023 1 tahun
Singgih Raharjo
(Penjabat)
(lahir 1965)
  Penugasan Pemerintah 22 Mei 2023 Petahana 1 tahun, 63 hari


Dewan Perwakilan

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kota Yogyakarta dalam empat periode terakhir.

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2009–2014[21] 2014–2019[22] 2019–2024[23] 2024–2029
PKB 0   0   0   2
Gerindra (baru) 2   5   5   5
PDI-P 11   15   13   11
Golkar 5   5   4   5
NasDem (baru) 1   4   4
PKS 5   4   5   5
PAN 5   5   6   4
Demokrat 10   1   2   0
PPP 2   4   1   4
Jumlah Anggota 40   40   40   40
Jumlah Partai 7   8   8   8

Kemantren

Lua error in Modul:Location_map/multi at line 27: Tidak dapat menemukan definisi peta lokasi yang ditentukan. Baik "Modul:Location map/data/Kota Yogyakarta" maupun "Templat:Location map Kota Yogyakarta" tidak ada.

Kota Yogyakarta memiliki 14 Kemantren dan 45 Kelurahan. Pada tahun 2017, jumlah penduduk mencapai 410.262 jiwa yang tersebar di wilayah seluas 32,50 km² dengan tingkat kepadatan penduduk 12.623 jiwa/km².[24][25]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Yogyakarta, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Hanacaraka Transliterasi Kodepos[26] Jumlah
Kelurahan
Daftar
Kelurahan
34.71.04 Danurejan ꦢꦤꦸꦸꦉꦗꦤ꧀ Danurĕjan atau Danurějan 55211-55213 3
34.71.05 Gedongtengen ꦒꦼꦝꦺꦴꦁꦠꦼꦔꦼꦤ꧀ Gĕḍongtĕngĕn atau Gědhongtěngěn 55271-55272 2
34.71.03 Gondokusuman ꦒꦤ꧀ꦢꦏꦸꦱꦸꦩꦤ꧀ Gåndåkusuman 55221-55225 5
34.71.10 Gondomanan ꦒꦤ꧀ꦢꦩꦤꦤ꧀ Gåndåmanan 55121-55122 2
34.71.02 Jetis ꦗꦼꦛꦶꦱ꧀ Jĕṭis atau Jěthis 55231-55233 3
34.71.14 Kotagede ꦏꦸꦛꦒꦼꦝꦺ Kuṭagĕdhé atau Kuthagědhe 55171-55173 3
34.71.09 Kraton ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ Karaton 55131-55133 3
34.71.08 Mantrijeron ꦩꦤ꧀ꦠꦿꦶꦗꦼꦫꦺꦴꦤ꧀ Mantrijĕron atau Mantrijěron 55141-55143 3
34.71.12 Mergangsan ꦩꦼꦂꦒꦁꦱꦤ꧀ Mĕrgangsan atau Měrgangsan 55151-55153 3
34.71.06 Ngampilan ꦔꦩ꧀ꦥꦶꦭ꧀ꦭꦤ꧀ Ngampilan 55261-55262 2
34.71.11 Pakualaman ꦥꦏꦸꦮꦭꦩ꧀ꦩꦤ꧀ Pakualaman 55111-55112 2
34.71.01 Tegalrejo ꦠꦼꦒꦭ꧀ꦉꦗ Tĕgalrĕjå atau Těgalrějå 55241-55244 4
34.71.13 Umbulharjo ꦈꦩ꧀ꦧꦸꦭ꧀ꦲꦂꦗ Umbulharjå 55161-55167 7
34.71.07 Wirobrajan ꦮꦶꦫꦧꦿꦗꦤ꧀ Wiråbrajan 55251-55253 3
TOTAL 45


Ekonomi

Kota Yogyakarta mengandalkan sektor industri, perdagangan, dan jasa, khususnya dalam bidang pariwisata. Seiring dengan pesatnya perkembangan Kota Yogyakarta, perubahan struktur perekonomian menjadi hal yang alami. Beberapa sektor ekonomi terus meningkat kontribusinya terhadap perekonomian daerah dan sektor-sektor lain terlihat mengalami penurunan kontribusi terhadap perekonomian daerah.[27]

Yogyakarta memiliki beberapa sentra industri menengah, kebanyakan dari mereka memproduksi barang yang masih ada kaitannya dengan kebudayaan Yogyakarta. Seperti industri pembuatan blangkon gaya Yogyakarta di Mantrijeron, industri perak di Kotagede, dan industri batik gaya Yogyakarta di Ngasem. Meski begitu, Yogyakarta juga memiliki sentra industri modern, seperti CV Karya Hidup Sentosa produsen alat-alat pertanian, yang memiliki pabrik di Jalan Magelang, Kelurahan Karangwaru, Kemantren Tegalrejo.

Di sektor perdagangan, Yogyakarta memiliki beberapa pasar tradisional yang tersebar di beberapa kemantren, dengan Pasar Beringharjo sebagai pasar terbesar. Pasar tradisional di Yogyakarta tidak hanya menjual bahan pokok, melainkan juga menjual beberapa barang bekas atau barang antik. Salah satu pasar barang bekas dan antik di Yogyakarta adalah Pasar Klithikan Pakuncen yang terletak di Kelurahan Pakuncen, Wirobrajan.

Selain itu terdapat pula kawasan-kawasan perdagangan di Kawasan Malioboro dan Jalan Urip Sumoharjo. Sedangkan pasar modern yang berdiri di Kota Yogyakarta antara lain Mal Malioboro, Galeria Mall, Lippo Plaza Jogja, Ramai Mall, Ramayana, Gardena, dan Mirota Kampus.

Demografi

 
Suasana perkampungan di kota Yogyakarta. Terlihat anak-anak sedang bermain bersama.

Kependudukan

Jumlah penduduk Kota Yogyakarta, berdasar Sensus Penduduk 2010[28]., berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara. Sementara tahun 2021 jumlah penduduk kota ini bertambah menjadi 415.509 jiwa dengan kepadatan 12.784 jiwa/km². Penduduk kota Yogyakarta termasuk dalam 10,18% dari total penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.[2]

Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Yogyakarta menjadi kota terpadat ke-6 di Indonesia, dengan luas wilayah terkecil ke-6, dan populasi terbanyak ke-38 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia.

Kepadatan penduduk tertinggi di kota Yogyakarta terdapat di Kemantren Ngampilan dengan kepadatan 18.729 jiwa/km², sedangkan kepadatan penduduk terendah terdapat di Kemantren Umbulharjo dengan kepadatan 8.395 jiwa/km².[1]

Kota satelit

Yogyakarta memiliki wilayah penyangga urban bernama Kartamantul, yang merupakan akronim dari Yogyakarta, Sleman, dan Bantul dengan wilayah utama berada di Kapanewon Depok, Mlati, Gamping dan Ngaglik di Kabupaten Sleman dan Kapanewon Sewon, Banguntapan dan Kasihan di Kabupaten Bantul. Dengan luas wilayah 1.114,15 km², wilayah metropolitan Yogyakarta memiliki total jumlah penduduk lebih dari 2.4 juta jiwa.[29]

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Surat Keputusan Gubernur No.163/KEP/2017 menyatakan pembentukan sekretariat bersama Kartamantul, dengan tujuan untuk mempermudah sinergi kerjasama antar ketiga wilayah dalam hal sampah, pengolahan limbah, drainase, jalan, transportasi, dan air bersih.[30]

Agama

 
Masjid Agung Yogyakarta.
 
Gereja Santo Antonius, Kotabaru.
 
Kelenteng Gondomanan.

Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat Kota Yogyakarta 83,40%, dengan jumlah penganut Kristen yang relatif signifikan (Katolik 9,89% dan Protestan 6,30%). Sebagian kecil lagi adalah pemeluk agama Buddha yakni 0,28%, Hindu 0,12% dan Konghucu 0,01%.[2] Seperti kebanyakan dari Islam kebanyakan di kota-kota pedalaman Jawa, mayoritas masih mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat.

Sejak awal berdirinya, Yogyakarta sudah menjadi kota majemuk yang dihuni oleh beberapa etnis dan agama. Tercatat beberapa tempat ibadah yang sudah berdiri sejak dahulu, seperti Masjid Gede Kauman, Masjid Syuhada, Masjid Mataram Kotagede, Gereja HKBP, Gereja Kotabaru, Kelenteng Tjen Ling Kiong, dan Kelenteng Fuk Ling Miau.

Yogyakarta juga menjadi tempat lahirnya salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, yaitu Muhammadiyah yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tahun 1912 di Kauman, Ngupasan, Gondomanan, Yogyakarta. Hingga saat ini, Pengurus Pusat Muhammadiyah masih tetap berkantor pusat di Yogyakarta.

<div style="border:solid transparent;position:absolute;width:100px;line-height:0;

Agama di Yogyakarta

  Islam (83.40%)
  Katolik (9.89%)
  Protestan (6.30%)
  Hindu (0.12%)
  Buddha (0.28%)
  Konghucu (0.01%)

Bahasa

Menurut Badan Bahasa, bahasa Jawa dialek Jogja-Surakarta merupakan bahasa daerah yang dituturkan mayoritas penduduk Kota Yogyakarta.[31] Menurut Statistik Kebahasaan 2019, bahasa ini menjadi satu-satunya bahasa daerah asli Kota Yogyakarta.[32] Bahasa resmi instansi pemerintahan di Kota Yogyakarta adalah bahasa Indonesia.

Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2021[33] menetapkan Bahasa Jawa menjadi bahasa resmi Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk Kota Yogyakarta.

Budaya

Kota Yogyakarta menjadi salah satu pusat pelestarian Budaya Jawa, khususnya gaya Yogyakarta. Budaya Jawa gaya Yogyakarta memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan dengan gaya kebudayaan Jawa di daerah lainnya. Hal ini dikarenakan keberadaan Kesultanan Yogyakarta yang memilih untuk mempertahankan budaya Jawa murni yang telah ada sejak masa Kesultanan Mataram pada Perjanjian Jatisari.

Tarian

 
Tari Golek Ayun-Ayun, salah satu tarian khas Yogyakarta yang dikembangkan di dalam Keraton.

Tarian khas Yogyakarta berkembang dari dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Pura Pakualaman, dimana kedua keraton memiliki beberapa tarian Srimpi dan Bedaya sesuai dengan pakem masing-masing. Salah satu tarian yang dikenal oleh masyarakat adalah tari Beksan Lawung Ageng. Beksan Lawung Ageng adalah salah satu tarian pusaka Keraton Yogyakarta yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I, dan biasanya dipentaskan pada ritual kenegaraan. Tarian ini menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak.

Batik

Batik gaya Yogyakarta memiliki ciri khas pada warna dasaran atau latar belakang putih atau hitam. Batik Yogyakarta juga dapat dilihat dari seret atau bagian putih di pinggir kain batik [34]. Adapun motif batik yang berkembang di Yogyakarta, seperti motif Parang dan Kawung.

Pakaian adat

Surjan merupakan salah satu pakaian adat Yogyakarta yang dikenakan untuk kegiatan sehari-hari. Masyarakat Yogyakarta biasanya melengkapi pakaian Surjan dengan mengenakan penutup kepala yang disebut Blangkon.

Blangkon gaya Yogyakarta memiliki ciri khas berupa mondolan (tonjolan di belakang) yang membulat. Mondolan tersebut pada awalnya adalah rambut masyarakat yang digulung ke dalam, mengingat pada saat itu masyarakat sekitar Keraton Yogyakarta masih memanjangkan rambutnya.

Perayaan

 
Abdi dalem Keraton Yogyakarta menabuh gamelan sekaten Kyai Guntur Madu di Bangsal Pagongan Masjid Agung Kauman.

Perayaan dan upacara adat di kota Yogyakarta biasanya diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman. Beberapa perayaan tersebut antara lain:

  • Sekaten

Sekaten adalah pergelaran rangkaian kegiatan tahunan untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad yang diadakan oleh Keraton Yogyakarta. Rangkaian perayaan secara resmi berlangsung dari tanggal 5 dan berakhir pada tanggal 12 Mulud penanggalan Jawa (dapat disetarakan dengan Rabiul Awal penanggalan Hijriah). Biasanya pergelaran ini dimeriahkan dengan pasar malam, dan dimainkannya gamelan pusaka (miyos gongso) di halaman Masjid Agung.

  • Hajad Dalem Mubeng Beteng

Mubeng Beteng atau Tapa Bisu merupakan tradisi yang dilakukan oleh abdi dalem Keraton Yogyakarta dan masyarakat dalam menyambut tahun baru Hijriyah. Tradisi ini dilakukan dalam bentuk jalan kaki bersama mengitari Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta pada malam hari sambil membisu sebagai sarana merefleksikan diri dalam keheningan.

Tradisi mubeng beteng diilhami dari tradisi Jawa-Islam yang dimulai ketika Kerajaan Mataram yang saat itu beribukota di Kotagede membangun benteng mengelilingi kerajaan atau keraton yang kemudian selesai pada tanggal 1 Suro 1580 Masehi. Setelah itu para prajurit rutin mengelilingi benteng untuk menjaga dari ancaman musuh. Setelah dibangunnya parit, tugas berkeliling digantikan oleh abdi dalem agar tidak terkesan seperti militer. Para abdi berkeliling dengan membisu sambil membacakan doa-doa dalam hati agar mereka diberi keselamatan.[35]

Biasanya tradisi ini diawali pada pukul 20.00 dengan serangkaian acara seperti tahlilan, pembagian makanan berkah, tembangan macapat hingga prosesi mubeng beteng dilakukan tepat pukul 00.00 WIB.[36]

  • Grebeg

Grebeg atau Garebeg merupakan tradisi yang rutin diselenggarakan oleh masyarakat Jawa untuk memperingati peristiwa penting. Dalam acara grebeg, biasanya dilakukan pembagian gunungan sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Esa.

Di Yogyakarta, grebeg dilaksanakan sebanyak tiga kali dalam setahun, yakni pada bulan Rabiul Awal (Maulud), Syawal, dan Dzulhijjah (Besar). pembagian gunungan bertempat di tiga titik, seperti Masjid Gedhe Kauman, Kepatihan, dan Pura Pakualaman.

Garis imajiner kota

Yogyakarta memiliki garis imajiner khusus yang menghubungkan antara Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan Laut Selatan, dimana hubungan antar ketiga tempat tersebut ditandai dengan Tugu Yogyakarta di bagian utara dan Panggung Krapyak di bagian selatan. Garis imajiner ini menjadi ciri khas Kota Yogyakarta dibandingkan wilayah lain, sekaligus menjadi titik awal perkembangan perkotaan Yogyakarta, dimana Keraton membangun beberapa fasilitas fisik di ruas ini seperti Pasar Beringharjo, Alun-alun Utara, Alun-alun Selatan, dan Masjid Gedhe Kauman.

Garis imajiner tersebut dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I ketika membangun Keraton di antara Sungai Code dan Sungai Winongo. Garis imajiner memiliki filosofi tentang hubungan manusia kepada Sang Pencipta. Laut Selatan yang merupakan titik terendah dan Gunung Merapi yang lebih tinggi melambangkan sikap manusia yang semakin dekat dengan Sang Pencipta seiring berjalannya waktu.

Budaya populer

Kota Yogyakarta menjadi inspirasi bagi Ismail Marzuki untuk menciptakan lagu Sepasang Mata Bola pada tahun 1946. Lagu tersebut mencitrakan suasana senja di Stasiun Yogyakarta. Ada pula lagu Yogyakarta, lagu yang diciptakan oleh Katon Bagaskara pada tahun 1990 dalam album Kedua. Lagu tersebut mencitrakan suasana Yogyakarta yang hangat dan ramah.

Beberapa film yang mengangkat tema Yogyakarta antara lain Jagad X Code (2009), Sang Pencerah (2010).

Pariwisata

 
Bagian dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton menjadi salah satu tujuan wisata utama kota Yogyakarta.

Pariwisata merupakan salah satu sektor penting di Kota Yogyakarta. Sejak dahulu, Kota Yogyakarta menjadi salah satu tujuan wisata utama di Indonesia dan menjadi andalan pariwisata Indonesia, bersama dengan Bali. Pada Januari 2022, tercatat 780.000 wisatawan berkunjung ke Kota Yogyakarta.[37][38]

Wisata sejarah, edukasi dan budaya

Posisi Kota Yogyakarta sebagai ibukota Kesultanan Yogyakarta menjadikan kota ini memiliki banyak tempat bersejarah yang menjadi objek wisata seperti Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Taman Sari, Malioboro, Alun-alun Selatan, Situs Warungboto, Pura Pakualaman, Benteng Vredeburg, Kawasan Kotabaru, Keraton Kotagede dan lain sebagainya. Yogyakarta juga memiliki beberapa objek wisata edukasi, seperti Taman Pintar, Museum Sonobudoyo, Museum Biologi UGM, Museum Sasmitaloka Jenderal Sudirman, Museum Perjuangan, dan lain sebagainya.

Yogyakarta juga memiliki kebun binatang bernama Kebun Binatang Gembira Loka, yang menjadi sentra wisata edukasi keanekaragaman hayati. Kebun binatang ini memiliki beberapa jenis hewan dan tumbuhan dari berbagai belahan dunia.

Kampung wisata

Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Pariwisata juga memberdayakan beberapa kampung wisata di setiap kemantren di wilayah Kota Yogyakarta. Bahkan, tiap kampung wisata memiliki identitas yang berbeda-beda, seperti kampung wisata di Kelurahan Tahunan yang berfokus kepada wisata industri kreatif, kampung wisata Dipowinatan yang berfokus kepada wisata kebudayaan, dan kampung wisata Kauman yang berfokus pada wisata religi dan sejarah.[39]

Festival

Sebagai kota pariwisata dan kebudayaan, Yogyakarta memiliki banyak pergelaran festival guna menarik wisatawan, sekaligus menjadi agenda rutin setiap tahunnya. Pergelaran yang rutin digelar di Kota Yogyakarta, seperti :

  • Pasar Kangen

Pasar Kangen Yogyakarta merupakan agenda rutin tahunan yang digelar oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Festival ini diselenggarakan sejak tahun 2007 yang dikemas dengan nuansa klasik tempo dulu.

  • Jogja Night Carnival

Jogja Night Carnival merupakan agenda rutin tahunan yang diselenggarakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun Kota Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober. Biasanya pergelaran ini menyajikan aksi karnaval jalanan yang menampilkan tokoh-tokoh wayang dikombinasikan dengan lakon pewayangan dibalut dalam seni koreografi, busana serta musik kontemporer.[40]

  • Selasa Wagen

Pergelaran selasa wagen rutin diselenggarakan setiap hari selasa wage dalam penanggalan Jawa di kawasan Malioboro, dimana kawasan Malioboro dijadikan sebagai kawasan bebas kendaraan bermotor mulai dari jam 06.00 pagi hingga jam 21.00 malam. Selama waktu tersebut, diselenggarakan beberapa pementasan kebudayaan Yogyakarta[41]. Dalam mitos Jawa, selasa wage adalah hari dimana manusia beristirahat dari aktivitas sehari-hari.

  • Festival Kesenian Yogyakarta

Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Juni atau Juli setiap tahunnya. Festival ini diselenggarakan sejak tahun 1989, dan melibatkan seluruh kabupaten dan kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk kota Yogyakarta.

Di kota Yogyakarta, acara berpusat di Benteng Vredeburg, Jalan Malioboro, Taman Budaya Yogyakarta, Monumen Serangan Umum 1 Maret dan kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta.

Wisata ramah pejalan kaki

 
Salah satu ruang trotoar pejalan kaki di Jalan Malioboro.

Yogyakarta juga memiliki beberapa kawasan khusus untuk wisata pejalan kaki (pedestrian zone). Penataan kawasan wisata khusus pejalan kaki dimulai di jalan Malioboro pada tahun 2016 hingga 2018[42], kemudian dilanjutkan dengan penataan kawasan khusus pejalan kaki di sekitar Kotabaru dan Jalan Jendral Sudirman pada 2019 hingga 2021.[43]

Julukan

Kota Yogyakarta memiliki beberapa julukan, antara lain :

  • Kota Perjuangan

Yogyakarta dijuluki sebagai kota perjuangan, karena beberapa peristiwa perjuangan pergerakan nasional Indonesia terjadi di kota ini, seperti Serangan Umum 1 Maret 1949 dan Pertempuran Kotabaru.

  • Kota Pelajar

Hampir 20% penduduk produktif kota Yogyakarta adalah pelajar, dan terdapat 137 perguruan tinggi. Kota ini juga diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

  • Kota Gudeg

Gudeg adalah makanan khas berbahan nangka muda dari Kota Yogyakarta. Gudeg asli Yogyakarta memiliki citarasa khas berupa rasa manis dan bertekstur kering.

  • Kota Wisata

Yogyakarta dijuluki kota wisata karena tingginya angka jumlah wisatawan dari tahun ke tahun, serta memiliki banyak tempat wisata menarik dari sisi sejarah, budaya, dan pendidikan.

  • Kota Murah Meriah

Kota Yogyakarta dikenal dengan biaya hidupnya yang murah dibandingkan dengan kota lain di Indonesia.

  • Kota Berhati Nyaman

Berhati Nyaman adalah slogan resmi Kota Yogyakarta, yang berasal dari akronim kata BERsih, seHAT, Indah dan NYAMAN.

Kuliner khas

 
Sepiring nasi Gudeg dengan lauk telur.

Kota Yogyakarta juga dikenal akan kekayaan kulinernya. Salah satu kuliner yang sudah akrab di masyarakat umum adalah Gudeg, sajian dari nangka muda yang dimasak dengan santan. Gudeg biasanya dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tempe, tahu dan sambal goreng krecek. Di Kota Yogyakarta, gudeg dapat dijumpai di setiap sudut kota. Salah satu sentra kuliner gudeg di Yogyakarta adalah Jalan Wijilan, yang masih berada di dalam komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Ada pula Bakpia, kue yang dibuat dari gulungan tepung panggang dengan berbagai isi. Di Kota Yogyakarta, sentra kuliner bakpia terletak di wilayah pasar Pathuk dan Jalan KS Tubun, Kemantren Ngampilan.

Makanan khas Kota Yogyakarta yang lainnya, seperti Nasi kucing (nasi porsi kecil dengan sambal, ikan, dan tempe, lalu dibungkus daun pisang), Sate Kere (sate yang dibuat dari gajih sapi), dan lain sebagainya.

Sementara minuman yang berasal dari Yogyakarta antara lain Kopi Joss (kopi hitam yang dicampur dengan arang), Wedang Ronde (minuman yang disajikan dengan bola-bola dari tepung ketan), dan lain sebagainya.

Angkringan

Angkringan adalah sebuah gerobak dorong untuk menjual berbagai macam makanan dan minuman dengan harga yang sangat terjangkau.

Di Kota Yogyakarta, angkringan dapat ditemui dengan mudah. Biasanya pedagang angkringan akan membuka dagangannya pada sore hari, dan tutup menjelang dini hari.

Transportasi

Kota Yogyakarta sangat strategis, karena terletak di jalur-jalur utama, yaitu Jalan Lintas Selatan yang menghubungkan Yogyakarta, Bandung, Surakarta, Ngawi, Surabaya, dan kota-kota di selatan Jawa, serta jalur Yogyakarta – Semarang, yang menghubungkan Yogyakarta, Magelang, Semarang, dan kota-kota di lintas tengah Pulau Jawa. Karena itu, angkutan di Yogyakarta cukup memadai untuk memudahkan mobilitas antara kota-kota tersebut. Kota ini mudah dicapai oleh transportasi darat dan udara, sedangkan karena lokasinya yang cukup jauh dari laut (27 – 30 KM) menyebabkan tiadanya transportasi air di kota ini.

Transportasi darat

Bus kota

Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang tidak mengenal istilah angkutan kota (angkot dengan armada minibus). Transportasi darat di dalam Yogyakarta dilayani oleh sejumlah bus kota. Kota Yogyakarta dahulu memiliki sejumlah jalur bus yang dioperasikan oleh koperasi masing-masing (antara lain Aspada, Kobutri, Kopata, Koperasi Pemuda Sleman, dan Puskopkar) yang melayani rute-rute tertentu.

Saat ini keberadaan bus kota di Yogyakarta semakin terbatas, hal tersebut dikarenakan terdapat beberapa permasalahan dalam operasional bus tersebut. Selain itu, diluncurkannya Trans Jogja yang lebih cepat dan nyaman juga menjadi titik awal dari pembatasan bus-bus tersebut.[44]

Trans Jogja

 
Trans Jogja, moda transportasi Bus Rapid Transit di Yogyakarta

Sejak Maret 2008, sistem transportasi bus yang baru, bernama Trans Jogja hadir melayani sebagai transportasi massal yang cepat, aman dan nyaman. Trans Jogja merupakan bus 3/4 yang melayani berbagai kawasan di Kota, Sleman dan sebagian Bantul. Hingga saat ini (Tahun 2017), telah ada 17 (tujuh belas) trayek yang melayani berbagai sarana vital di Yogyakarta, yaitu:[45]

  • Trayek 1A, melayani kawasan timur seperti Bandar Udara Adisutjipto, Kalurahan Maguwoharjo, menuju ke Terminal Pakem di Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman.
  • Trayek 1B, melayani ruas protokol dan kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan, seperti Stasiun Yogyakarta, Malioboro, Istana Kepresidenan Yogyakarta, Kampus UGM.
  • Trayek 2A, melayani kawasan selatan, seperti Jokteng Kulon dan Dongkelan, Kampus UGM, menuju Terminal Palbapang di Kabupaten Bantul.
  • Trayek 2B, melayani kawasan perkantoran Kotabaru dan Sukonandi.
  • Trayek 3A dan Trayek 3B, melayani kawasan selatan, termasuk juga Kampus UGM dan kawasan sejarah Kotagede.
  • Trayek 4A dan Trayek 4B, melayani kawasan pendidikan, seperti Kampus UGM, UII, APMD, UIN Sunan Kalijaga, dan Stasiun Lempuyangan.
  • Trayek 5A dan Trayek 5B, melayani kawasan Jalan Magelang, Kampus UGM dan kawasan Seturan.
  • Trayek 6A dan Trayek 6B, melayani kawasan barat daya, seperti kampus UMY dan Jalan Parangtritis.
  • Trayek 7, melayani kawasan Jalan Wonosari dan Babarsari.
  • Trayek 8, melayani kawasan barat seperti Gamping dan Ringroad Barat.
  • Trayek 9, melayani kawasan sejarah bagian barat seperti Ngabean dan Pojok Beteng.
  • Trayek 10, melayani kawasan Gamping dan Stasiun Lempuyangan.
  • Trayek 11, melayani kawasan Kampus UGM dan Condongcatur.
  • Bus Layanan Terbatas (limited service), melayani kawasan wisata dan sejarah seperti Jalan P Mangkubumi, Malioboro, Stasiun Yogyakarta dan Terminal Ngabean, menuju ke Pusat Kuliner Belut di Kapanewon Godean, Kabupaten Sleman. Layanan ini hanya beroperasi pada jam-jam tertentu.

Ada pula tiga jaringan trayek yang dikelola oleh kolaborasi PT Anindya Mitra Internasional dan PT Jogja Tugu Trans bersama dengan Kementerian Perhubungan Republik Indonesia melalui jaringan Teman Bus, yaitu:

  • Koridor 1 (K1J), melayani kawasan pendidikan seperti UNY dan UGM, menuju ke Terminal Pakem di Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman.
  • Koridor 2 (K2J), melayani kawasan perkantoran Kotabaru dan Sukonandi.
  • Koridor 3 (K3J), melayani ruas protokol dan kawasan pusat perekonomian dan pemerintahan, seperti Stasiun Yogyakarta, Malioboro, Istana Kepresidenan Yogyakarta.

Trans Jogja sangat diminati selain karena aman dan nyaman, tarif yang saat ini diterapkan juga terjangkau, yaitu Rp 3.600,- untuk sekali jalan, dengan dua sistem tiket: sekali jalan dan berlangganan. Bagi tiket berlangganan, dikenakan potongan sebesar 50% untuk pelajar dan 15% untuk umum.

Taksi

Taksi mudah dijumpai di berbagai ruas jalan di Yogyakarta, terutama di ruas protokol dan kawasan pusat ekonomi dan wisata. Ada berbagai perusahaan taksi yang melayani angkutan ini, dari yang berupa sedan hingga minibus.

Masa kini, taksi di Yogyakarta terbagi menjadi taksi konvensional dan taksi online.

Becak

 
Becak Yogyakarta.

Meski populasinya kian menyusut, becak masih dijadikan alat transportasi andalan di Yogyakarta. Kebanyakan dari mereka dapat ditemui di pusat kota dan kawasan-kawasan wisata.

Saat ini mayoritas becak di Yogyakarta merupakan becak bermesin atau biasa disebut dengan "bentor" oleh masyarakat sekitar. Meski begitu masih terdapat pula beberapa becak kayuh khas Yogyakarta.

Andong

 
Sebuah andong yang sedang membawa wisatawan melewati Jalan Margo Mulyo.

Andong adalah salah satu transportasi tradisional beroda empat yang ditarik oleh kuda. Di masa Sultan Hamengkubuwono VII, andong menjadi kendaraan prestisius dimana hanya kalangan elit dan kerabat keraton saja yang boleh menaiki kendaraan ini. Namun pada masa Sultan Hamengkubuwono VIII, andong mulai digunakan oleh masyarakat umum.

Di masa kini, keberadaan andong dapat ditemui di kawasan-kawasan wisata seperti Malioboro, Keraton Yogyakarta, atau Pasar Ngasem. Keunikan andong Yogyakarta adalah sang kusir yang menggunakan pakaian adat jawa.

Kereta api

 
Tampak depan Stasiun Yogyakarta 2020

Kota Yogyakarta merupakan pusat dari Daerah Operasi VI Yogyakarta, wilayah kerja PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang menaungi perkeretaapian di Daerah Istimewa Yogyakarta, Solo Raya, dan sebagian Purworejo. Kota Yogyakarta dilewati oleh Jalur kereta api Kutoarjo–Purwosari–Solo Balapan yang menjadi penghubung utama kereta api dari Surabaya menuju Bandung melalui Kroya ataupun Jakarta melalui Purwokerto. Jalur kereta api yang melewati kota Yogyakarta telah terelektrifikasi listrik aliran atas sebesar 1.500 V DC, mulai dari Stasiun Yogyakarta hingga Stasiun Palur.

Kereta api di kota Yogyakarta melayani berbagai tujuan seperti Jakarta, Bandung, Purwokerto, Kebumen, Semarang, Surakarta, Blitar, Surabaya, Malang, Jember, dan Banyuwangi. Terdapat sebanyak kurang lebih 33 kereta api yang melintasi Kota Yogyakarta (dengan total sebanyak 121-139 total jadwal perjalanan perharinya).

Terdapat 2 stasiun besar di Kota Yogyakarta, yaitu Stasiun Yogyakarta (dikenal sebagai Stasiun Tugu) dan Stasiun Lempuyangan. Tersedia kereta api komuter yang menghubungkan Kutoarjo dengan Yogyakarta, kereta tersebut bernama Prameks, dan untuk penghubung Kota Surakarta dengan Yogyakarta tersedia KRL Lin Yogyakarta, Kereta rel listrik yang menggantikan KA Prameks relasi Yogyakarta-Solo Balapan dan dikelola oleh KAI Commuter. Selain itu, tersedia pula KA Bandara YIA, layanan kereta api bagi masyarakat yang ingin bepergian menuju ke Bandar Udara Internasional Yogyakarta, dengan tujuan akhir Stasiun Yogyakarta International Airport.

Yogyakarta juga memiliki beberapa jalur kereta api menuju Stasiun Palbapang, Stasiun Pundong dan Stasiun Magelang Kota bersambung ke Stasiun Ambarawa yang sudah dinonaktifan sejak dekade 1970-an. Salah satu peninggalan jalur kereta api nonaktif di kota Yogyakarta yang masih bisa disaksikan hingga saat ini adalah Stasiun Ngabean yang terletak di komplek Taman Parkir Wisata Ngabean.

Bus Antarkota

Bus antarkota tersedia dari dan ke semua kota di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, datang dan berangkat dari Terminal Bus Tipe A Giwangan, yang berada di Jalan Imogiri Timur, Giwangan, berada di tepi Jalan Lingkar Luar Selatan Yogyakarta, di batas wilayah antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul.

Transportasi udara

Transportasi udara dari dan ke seluruh wilayah DI Yogyakarta sekarang dilayani oleh bandara Internasional Yogyakarta terletak di kapanéwon Temon, kabupaten Kulon Progo. Bandara ini melayani penerbang domestik ke kota-kota besar di Pulau Jawa (Jakarta, Bandung, Surabaya), Sumatra (Batam), Bali, Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, dan Balikpapan), dan Sulawesi (Makassar).

Selain itu, bandara ini juga melayani penerbangan harian ke Singapura dan Kuala Lumpur dengan AirAsia dan Scoot.

Kesehatan

Rumah sakit

Kode Nama Rumah Sakit Jenis Tipe Alamat
1. 3471234 RSUD Kota Yogyakarta RSUD B Jalan Ki Ageng Pemanahan №1, Sorosutan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55162
2. 3471336 RS Bethesda Lempuyangwangi RS D Jalan Hayam Wuruk №6, Bausasran, Kec. Danurejan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55211
3. 3471063 RS Bethesda Yogyakarta RS B Jalan Jend. Sudirman №70, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55224
4. 3471030 RS Dr. Soetarto RS C Jalan Juadi №19, Kotabaru, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55224
5. 3471096 RS Dr. Yap Yogyakarta RS Mata B Jalan Cik Di Tiro №5, Terban, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55223
6. 3471373 RS Happy Land RS C Jalan Melati Wetan №53, Muja Muju, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55165
7. 3471026 RS Islam Hidayatullah RS D Jalan Veteran №184, Pandeyan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55161
8. 3471282 RS Ludira Husada Tama RS D Jalan Wiratama №4, Tegalrejo, Kec. Tegalrejo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55244
9. 3471041 RS Muhammadiyah Yogyakarta RS B Jalan KH. Ahmad Dahlan №20, Ngupasan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55122
10. 3471052 RS Panti Rapih RS B Jalan Cik Di Tiro №30, Terban, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55223
11. 3471377 RS Pratama Yogyakarta RS D Jalan Kolonel Sugiyono №98, Brontokusuman, Kec. Mergangsan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55153
12. 3471314 RS Prof. R. Oepomo RS THT A Jalan Suryomentaraman Wetan №37, Panembahan, Kec. Kraton, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55131
13. 3471085 RS Puri Nirmala RS Jiwa C Jalan Jayaningprangan №13, Gunungketur, Kec. Pakualaman, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55166
14. 3471293 RS Sari Asih Yogyakarta RS THT A Jalan Tirtodipuran №38, Mantrijeron, Kec. Mantrijeron, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55143
15. 3471380 RS Siloam Yogyakarta RS C Jalan Laksda Adisucipto №32, Demangan, Kec. Gondokusuman, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55221
16. 3471271 RS Soedirman RS Bedah C Jalan Sidobali №402, Muja Muju, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55165
17. 3471374 RS Universitas Muhammadiyah RS Gigi & Mulut B Jalan HOS Cokroaminoto №17, Pakuncen, Kec. Wirobrajan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55252
18. 3471256 RSIA Bhakti Ibu RSIA C Jalan Golo №32, Pandeyan, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55161
19. 3471378 RSIA Fajar RSIA C Jalan Bugisan №6, Patangpuluhan, Kec. Wirobrajan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55251
20. 3471107 RSIA Muhammadiyah Kotagede RSIA C Jalan Kemasan №30, Purbayan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55173
21. 3471325 RSIA Permata Bunda RSIA C Jalan Ngeksigondo №56, Prenggan, Kec. Kotagede, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55172
22. 3471303 RSIA Prof. Dr. Ismangoen RSIA C Jalan Patangpuluhan №35, Patangpuluhan, Kec. Wirobrajan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55251
23. 3471379 RSIA Rachmi RSIA C Jalan KH. Wachid Hasyim №47, Notoprajan, Kec. Ngampilan, Kota Yogyakarta, DI Yogyakarta 55262

Pusat kesehatan masyarakat

  • Puskesmas Danurejan I
  • Puskesmas Danurejan II
  • Puskesmas Gedongtengen
  • Puskesmas Gondokusuman I
  • Puskesmas Gondokusuman II
  • Puskesmas Gondomanan
  • Puskesmas Jetis
  • Puskesmas Kotagede I
  • Puskesmas Kotagede II
  • Puskesmas Kraton
  • Puskesmas Mantrijeron
  • Puskesmas Mergangsan
  • Puskesmas Ngampilan
  • Puskesmas Pakualaman
  • Puskesmas Tegalrejo
  • Puskesmas Umbulharjo I
  • Puskesmas Umbulharjo II
  • Puskesmas Wirobrajan

Pendidikan

Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2022/2023 mencatat 109.217 siswa dan 840 sekolah di Yogyakarta, dengan perincian 210 KB, 221 TK dan RA, 165 SD dan MI, 58 SMP dan MTs, 42 SMA dan MA, 30 SMK, 9 SLB, 36 TPA, 18 PKBM, 182 SPS, serta 1 Sanggar Kegiatan Belajar.[46][47]

Yogyakarta dikenal sebagai kota pelajar, karena hampir 20% penduduk produktifnya adalah pelajar. selain itu, 45 dari 137 perguruan tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di kota ini. Karenanya, kota ini diwarnai dinamika pelajar dan mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Perguruan tinggi yang dimiliki oleh pemerintah adalah Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dan Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta yang secara administratif berada di wilayah Sleman dan Bantul. Menariknya, seluruh perguruan tinggi negeri tersebut tetap menggunakan nama "Yogyakarta" dalam hal surat-menyurat dan tugas akhir, meskipun terletak di luar wilayah kota Yogyakarta.

  • SD Negeri Gondolayu
  • SD Negeri Petinggen
  • SD Negeri Serayu
  • SD Negeri Jetis
  • SD Negeri Demangan
  • SD Negeri Lempuyangwangi
  • SD Negeri Tukangan
  • SD Negeri Ungaran
  • SD Negeri Gedongtengen
  • SD Negeri Kyai Mojo
  • SD Negeri Ngupasan
  • SD Negeri Badran
  • SD Negeri Sosrowijayan
  • MI Negeri 1 Yogyakarta
  • SD Muhammadiyah Pringgokusuman
  • SD Muhammadiyah Kauman
  • SD Muhammadiyah Purbayan
  • SD Muhammadiyah Sagan
  • SD Muhammadiyah Suryowijayan
  • SD Muhammadiyah 1 Wirobrajan
  • SD Muhammadiyah 2 Wirobrajan
  • SD Muhammadiyah 3 Wirobrajan
  • SD Muhammadiyah Suronatan
  • SD Muhammadiyah Ngupasan
  • SD Islam Terpadu Luqman Al Hakim
  • SD Islam Terpadu Luqman Al Hakim Internasional
  • SD Islam Terpadu Al-Khairaat Yogyakarta
  • SD Kristen Kalam Kudus
  • SD Kanisius Notoyudan
  • SD Tarakanita Bumijo
  • SD Bopkri Gondolayu
  • SD Marsudirini
  • SD Netral "C" Yogyakarta
  • SD Netral "D" Yogyakarta

Perguruan Tinggi

Universitas

Institut

Sekolah Tinggi

Politeknik

Akademi

Pondok Pesantren

  • Madrasah Muallimin Muhammadiyah
  • Madrasah 'Aisyiyah Yogyakarta Suronatan
  • Pondok Pesantren Al Barokah Karangwaru
  • Pondok Pesantren Nurul Ummah Kotagede

Olahraga

Yogyakarta memiliki beberapa fasilitas penunjang dalam bidang keolahragaan. Stadion Kridosono merupakan stadion tertua di kota Yogyakarta yang dibangun pada masa kolonial, bersama dengan Kotabaru. Selain stadion Kridosono, terdapat pula Stadion Mandala Krida yang kini menjadi stadion utama. Stadion ini digunakan untuk menggelar pertandingan sepak bola pada umumnya, serta beberapa acara seperti drag race dan Sholat Ied. Stadion Mandala Krida memiliki fasilitas yang cukup lengkap setelah renovasi besar-besaran pada 2013 hingga 2019, dimana terdapat penambahan sejumlah fasilitas di komplek stadion, antara lain untuk olahraga panjat tebing, bola voli pasir, sepatu roda, tenis lapangan, balap motor, dan panahan.

Tak jauh dari stadion Mandala Krida, tepat di bagian tenggara stadion terdapat GOR Among Rogo, gedung olahraga serbaguna yang sering pula digunakan untuk beberapa kejuaraan olahraga basket dan bulu tangkis.

PSIM Yogyakarta

PSIM Yogyakarta didirikan pada 5 September 1929. Nama "Mataram" digunakan karena Yogyakarta merupakan pusat pemerintahan kesultanan Mataram (keraton Ngayogyakarta Hadiningrat).

PSIM menjadikan Stadion Mandala Krida sebagai kandang utama. Saat ini, PSIM bertanding di Liga 2 Indonesia bagian tengah.

Media massa

Televisi

Masyarakat Kota Yogyakarta menikmati sejumlah siaran televisi (lokal dan nasional, dari DIY maupun Jateng), dengan menggunakan televisi analog maupun televisi digital.

Koran

Kota Yogyakarta memiliki 11 koran yang terbit antara lain:

Nama Jenis Jaringan Perusahaan Bahasa
Koran SINDO Edisi Yogyakarta Nasional Koran SINDO SINDOMedia
(melalui MNC)
Indonesia
Republika Edisi Yogyakarta Republika Mahaka Media
Kompas Edisi Yogyakarta Kompas Kompas Gramedia
Bisnis Indonesia Edisi Yogyakarta Bisnis Indonesia Jurnalindo Aksara Grafika
Media Indonesia Edisi Yogyakarta Media Indonesia Media Group
Joglosemar Lokal Sritex Intisari
Radar Jogja Jawa Pos Grup Jawa Pos
Kedaulatan Rakyat Yogyakarta Kedaulatan Rakyat Kedaulatan Rakyat
Tribun Jogja Kompas Kompas Gramedia
Harian Jogja Bisnis Indonesia Jurnalindo Aksara Grafika

Radio

Kota Yogyakarta juga memiliki 35 buah stasiun radio yang bersiaran lokal.

Tokoh penting

Beberapa tokoh penting yang berasal dari kota Yogyakarta, antara lain:

Kota kembar

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b Kota Yogyakarta Dalam Angka 2021 (Laporan). Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. hlm. 65. Diakses tanggal 4 Desember 2021. 
  2. ^ a b c Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama di Kota Yogyakarta 2021 (Laporan). Yogyakarta: Biro Tata Pemerintahan Setda DIY. Diakses tanggal 12 Februari 2022. 
  3. ^ Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021 (Laporan). Jakarta: Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 4 Desember 2021. 
  4. ^ a b "Peraturan Walikota No. 25 Tahun 2010". Diakses tanggal 2022-11-10. 
  5. ^ a b Keputusan Wali Kotamadya Yogyakarta No. 2 Tahun 1998
  6. ^ Surjomihardjo, Abdurracham. 2008. Kota Yogyakarta Tempoe Doeloe, Sejarah Sosial 1880–1930. Jakarta: Komunitas Bambu.
  7. ^ Yanuarwati, Wulan (2021-10-28). "Kota Jogja Punya Logo Baru, Ini Filosofi dan Link Downloadnya - Harian Merapi". Kota Jogja Punya Logo Baru, Ini Filosofi dan Link Downloadnya - Harian Merapi. Diakses tanggal 2022-07-07. 
  8. ^ a b c "Logo dan Identitas". jogjakota.go.id. Diakses tanggal 2022-11-05. 
  9. ^ a b c d e f g h "Sejarah Kota". jogjakota.go.id. Pemerintah Kota Yogyakarta. Diakses tanggal 21 September 2022. 
  10. ^ a b "Sejarah Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta". dpad.jogjaprov.go.id. Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Diakses tanggal 21 September 2022. 
  11. ^ Sutirman Eka Ardhana. 21 November 2013. Lurahing Pacino Kapitan Tan Jin Sing.
  12. ^ a b "Peran Residen Sebagai Utusan Belanda di Keraton Yogyakarta Abad Ke-18". nationalgeographic.grid.id. National Geographic. Diakses tanggal 21 September 2022. 
  13. ^ a b "Yogjakarta, Kota Yang Menyimpan Kisah Perjuangan Bangsa Indonesia". beritadaerah.co.id. Diakses tanggal 29 September 2022. 
  14. ^ Tim Penyusun Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2017. Ragam Penanda Zaman: Memaknai Keberlanjutan Merawat Jejak Keberagaman. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
  15. ^ Priyatmoko, Heri. 2019. Toponim Kota Yogyakarta. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  16. ^ https://www.jogjakota.go.id/pages/geografis
  17. ^ "Buku Prakiraan Musim Hujan 2023-2024 – Rerata Curah Hujan Kota Yogyakarta Zona Musim 271 periode 1991-2020" (PDF). BMKG. hlm. 133. Diakses tanggal 13 September 2023. 
  18. ^ "Yogyakarta, Indonesia". WeatherAtlas. Diakses tanggal 3 Desember 2022. 
  19. ^ "Climate of Yogyakarta". Diakses tanggal 13 September 2023. 
  20. ^ "Yogyakarta, Indonesia Travel Weather Averages". Weatherbase. Diakses tanggal 3 Desember 2022. 
  21. ^ Perolehan Kursi DPRD Kota Yogyakarta 2009-2014
  22. ^ "PDI-P Raih Kursi Terbanyak di DPRD Kota Yogyakarta". Tribunjogja.com. Diakses tanggal 2023-05-03. 
  23. ^ Hadi, Usman. "Ini 40 Caleg Terpilih DPRD Kota Yogyakarta 2019-2024". detiknews. Diakses tanggal 2023-05-03. 
  24. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  25. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  26. ^ Kode Pos Kota Yogyakarta
  27. ^ jogjakota.go.id. "Perekonomian di Jogja". Diakses tanggal 2022-09-29. 
  28. ^ BPS, 2010.
  29. ^ "Yogyakarta". ciptakarya.pu.go.id. Diakses tanggal 2022-10-06. 
  30. ^ "Sektor Kerjasama". kartamantul.jogjaprov.go.id. Diakses tanggal 2022-10-06. 
  31. ^ "Bahasa di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta". Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. Diakses tanggal 23 Mei 2020. 
  32. ^ Statistik Kebahasaan 2019. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan. 2019. hlm. 4. ISBN 9786028449182. 
  33. ^ "Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pemeliharaan dan Pengembangan Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa" – via Database Peraturan JDIH BPK RI. 
  34. ^ "Batik Yogyakarta : Makna Filosofis di Setiap Motifnya". 2022. 
  35. ^ Sekolah Vokasi UGM: Lampah Budaya Mubeng Beteng
  36. ^ Mengenal Mubeng Beteng Tradisi Malam 1 Suro Warga Yogyakarta
  37. ^ "Data Kunjungan Wisatawan di Jogja Bikin Kaget, Ini Sebabnya". harianjogja.com. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  38. ^ "DIY dan Borobudur Tujuan Utama Wisman". krjogja.com. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  39. ^ "Kampung Wisata Jogja". pariwisata.jogjakota.go.id. Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  40. ^ Rusqiyati, Eka Arifa. Buchori, Ahmad, ed. "Wayang Jogja Night Carnival resmi masuk "calendar of event" nasional". ANTARA News. Eka Arifa Rusqiyati. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  41. ^ "Selasa Wage Malioboro, Hari Terbaik Menikmati Suasana Bebas Kendaraan". jogjaku.co.id. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  42. ^ Hanafi, Ristu. "Sultan HB X Resmikan Kawasan Pedestrian Malioboro". detikcom. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  43. ^ (), Pribadi Wicaksono. Chairunnisa, Ninis, ed. "Yogyakarta Rampungkan Penataan Kawasan Pedestrian Jadi Magnet Wisata Baru". Tempo.co. Diakses tanggal 28 September 2022. 
  44. ^ (Indonesia)Situs Resmi Pemerintah kota Yogyakarta. "Jalur bus" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (pdf) tanggal 2010-09-24. Diakses tanggal 21 Juni 2009. 
  45. ^ "Trans Jogja". gudeg.net. Diakses tanggal 2020-06-13. 
  46. ^ Data Sekolah Kota Yogyakarta
  47. ^ Data Peserta Didik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Pranala luar