Mahkamah Agung Republik Indonesia
Mahkamah Agung Republik Indonesia (disingkat MA RI atau MA) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial serta bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung menyatakan kekuasaannya pada badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan tata usaha negara dan lingkungan peradilan militer.
Mahkamah Agung Republik Indonesia | |
---|---|
Gambaran umum | |
Didirikan | 19 Agustus 1945 |
Dasar hukum | Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 |
Yurisdiksi | Indonesia |
Jenis perkara | Kasasi, Peninjauan Kembali, Uji materil peraturan di bawah UU, perkara khusus |
Jumlah perkara masuk | 13.977 (tahun 2015[2]) |
Slogan | Dharmmayukti (Kebaikan yang sesungguhnya) |
Alokasi APBN | Rp8.575,7 miliar (APBN-P 2015)[1] |
Lokasi | Jakarta |
6°10′13″S 106°49′35″E / 6.17028°S 106.82639°E | |
Pimpinan | |
Ketua | Sunarto |
Wakil Ketua Yudisial | — |
Wakil Ketua Non Yudisial | Suharto |
Ketua Kamar Pidana | Prim Haryadi |
Ketua Kamar Perdata | I Gusti Agung Sumanatha |
Ketua Kamar Agama | Yasardin |
Ketua Kamar TUN | Yulius |
Ketua Kamar Militer | Burhan Dahlan |
Ketua Kamar Pembinaan | Syamsul Ma'arif |
Ketua Kamar Pengawasan | Dwiarso Budi Santiarto |
Hakim Agung | |
Jumlah jabatan | Maksimal 60 orang hakim |
Sistem seleksi | Diseleksi oleh Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR dan penetapan Presiden |
Panitera | |
Heru Pramono | |
Sekretaris | |
Sugiyanto | |
Kantor pusat | |
Jl. Medan Merdeka Utara No, 9-13 Jakarta | |
Situs Web | |
www |
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
Sejarah
suntingMasa kolonial Belanda atas Indonesia, selain memengaruhi roda pemerintahan, juga sangat besar pengaruhnya terhadap peradilan di Indonesia. Baik sejak masa kolonial Belanda (Herman Willem Daendels – Tahun 1807), kemudian oleh Inggris (Thomas Stamford Raffles – Tahun 1811 Letnan Jenderal), dan masa kembalinya Pemerintahan Hindia Belanda (1816-1842).[3]
Pada masa kolonial Belanda, Hooggerechtshof merupakan pengadilan tertinggi yang berkedudukan di Jakarta/Batavia dengan wilayah hukum meliputi seluruh Hindia Belanda pada waktu itu. Hooggerechtshof beranggotakan seorang Ketua, 2 orang anggota, seorang Pokrol Jenderal, 2 orang Advokat Jenderal dan seorang Panitera yang dibantu oleh seorang Panitera Muda atau lebih. Jika perlu, Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hooggerechtshof dengan seorang wakil serta seorang atau lebih anggota.[3]
Setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Presiden Soekarno melantik/mengangkat Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pertama. Hari pengangkatan itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Mahkamah Agung melalui Surat Keputusan KMA/043/SK/VIII/1999 tentang Penetapan Hari Jadi Mahkamah Agung Republik Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945 juga merupakan tanggal disahkannya UUD 1945 beserta pembentukan dan pengangkatan Kabinet Presidentil. Mahkamah Agung terus mengalami dinamika sesuai dinamika ketatanegaraan. Antara tahun 1946 sampai dengan 1950 Mahkamah Agung pindah ke Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia. Pada saat itu terdapat dua lembaga peradilan tertinggi di Indonesia yaitu:[3]
- Hooggerechtshof di Jakarta dengan:
- Ketua: Dr. Mr. Wirjers
- Anggota Indonesia:
- Mr. Notosubagio,
- Koesnoen
- Anggota Belanda:
- Mr. Peter,
- Mr. Bruins
- Procureur-Generaal: Mr. Urip Kartodirdjo
- Mahkamah Agung Republik Indonesia di Yogyakarta dengan:
- Ketua: Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja
- Wakil: Mr. R. Satochid Kartanegara
- Anggota:
- Mr. Husen Tirtaamidjaja,
- Mr. Wirjono Prodjodikoro,
- Sutan Kali Malikul Adil
- Panitera: Mr. Soebekti
- Kepala TU: Ranuatmadja
Kemudian terjadi kapitulasi Jepang, yang merupakan Badan Tertinggi disebut Saikoo Hooin (最高法院, saikō-hōin) yang kemudian dihapus dengan Osamu Seirei (Undang-Undang No. 2 Tahun 1944). Pada tanggal 1 Januari 1950 Mahkamah Agung kembali ke Jakarta dan mengambil alih (mengoper) gedung dan personil serta pekerjaan Hooggerechtschof. Dengan demikian, para anggota Hooggerechtschof dan Procureur-Generaal meletakkan jabatan masing-masing dan pekerjaannya diteruskan pada Mahkamah Agung Republik Indonesia Serikat (MA-RIS) dengan susunan:[3]
- Ketua: Mr. Dr. R.S.E. Koesoemah Atmadja
- Wakil: Mr. Satochid Kartanegara
- Anggota:
- Mr. Husen Tirtaamidjaja,
- Mr. Wirjono Prodjodikoro,
- Sutan Kali Malikul Adil
- Panitera: Mr. Soebekti
- Jaksa Agung: Mr. Tirtawinata
Dapat dikatakan sejak diangkatnya Mr. Dr. Koesoemah Atmadja sebagai Ketua Mahkamah Agung, secara operasional pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman di bidang Pengadilan Negara Tertinggi adalah sejak disahkannya Kekuasaan dan Hukum Acara Mahkamah Agung yang ditetapkan tanggal 9 Mei 1950 dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 tentang Susunan Kekuasaan dan Jalan Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.[3]
Dalam kurun waktu tersebut Mahkamah Agung telah dua kali melantik dan mengambil sumpah Presiden Soekarno, yaitu tanggal 19 Agustus 1945 sebagai Presiden Pertama Republik Indonesia dan tanggal 27 Desember 1949 sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS).[3]
Waktu terus berjalan dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1950 sudah harus diganti, maka pada tanggal 17 Desember 1970 lahirlah Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman yang Pasal 10 ayat (2) menyebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan Negara Tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai Badan Pengadilan Kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan di bawahnya, yaitu Pengadilan Tingkat Pertama dan Pengadilan Tingkat Banding yang meliputi 4 (empat) Lingkungan Peradilan:[3]
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan TUN
Sejak Tahun 1970 tersebut kedudukan Mahkamah Agung mulai kuat dan terlebih dengan keluarnya Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, maka kedudukan Mahkamah Agung sudah mulai mapan, dalam menjalankan tugastugasnya yang mempunyai 5 fungsi, yaitu:[3]
- Fungsi Peradilan
- Fungsi Pengawasan
- Fungsi Pengaturan
- Fungsi Memberi Nasihat
- Fungsi Administrasi
Situasi semakin berkembang dan kebutuhan baik teknis maupun nonteknis semakin meningkat, Mahkamah Agung harus bisa mengatur organisasi, administrasi dan keuangan sendiri tidak bergabung dengan Departemen Kehakiman (sekarang Kementerian Hukum dan HAM). Waktu terus berjalan, gagasan agar badan Kehakiman sepenuhnya ditempatkan di bawah pengorganisasian Mahkamah Agung terpisah dari Kementerian Kehakiman.[3]
Pada Mei 1998 di Indonesia terjadi perubahan politik yang radikal dikenal dengan lahirnya Era Reformasi. Konsep Peradilan Satu Atap dapat diterima yang ditandai dengan lahirnya TAP MPR No. X/MPR/1998 yang menentukan Kekuasaan Kehakiman bebas dan terpisah dari Kekuasaan Eksekutif. Ketetapan ini kemudian dilanjutkan dengan diundangkannya Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang tersebut memberi batas waktu lima tahun untuk pengalihannya sebagaimana tertuang dalam Pasal II ayat (1) yang berbunyi:
Pengalihan Organisasi, administrasi dan Finansial dilaksanakan secara bertahap paling lama 5 Tahun sejak Undang-Undang ini berlaku
Berawal dari Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 inilah kemudian konsep Satu Atap dijabarkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.[3]
Pada tanggal 23 Maret 2004 lahirlah Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2004 tentang pengalihan organisasi, administrasi dan finansial dan lingkungan Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara, Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung, yang ditindaklanjuti dengan:
- Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara dari Departemen Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung pada tanggal 31 Maret 2004.[3]
- Serah terima Pengalihan organisasi, administrasi dan finansial lingkungan Peradilan Agama dari Departemen Agama ke Mahkamah Agung yang dilaksanakan tanggal 30 Juni 2004.[3]
Wewenang
suntingMahkamah Agung memiliki wewenang:[4]
- Berwenang mengadili pada tingkat kasasi.
- Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
- Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
- Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.
Struktur
suntingMahkamah Agung terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Kepaniteraan, dan Sekretariat. Pimpinan dan Hakim Anggota adalah Hakim Agung. Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
Pimpinan
suntingBerdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua, 2 (dua) wakil ketua, dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. Wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan.[5] Dengan adanya penerapan sistem kamar di Mahkamah Agung, pada tahun 2013 nomenklatur unsur Pimpinan Mahkamah Agung RI berubah berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 50A/KMA/SK/IV/2013.[6]
Hakim anggota
suntingHakim anggota Mahkamah Agung adalah Hakim Agung. Pada Mahkamah Agung terdapat Hakim Agung sebanyak maksimal 60 orang. Hakim agung dapat berasal dari sistem karier atau sistem non karier. Calon hakim agung diusulkan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Tugas Hakim Agung adalah Mengadili dan memutus perkara pada tingkat Kasasi.
Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung, calon hakim agung memenuhi syarat:
- hakim karier:
- warga negara Indonesia;
- bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
- berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
- mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
- berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan
- tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim.[7]
- nonkarier:
- memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan angka 5 (syarat hakim karier);
- berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;
- berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan
- tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.[7]
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 75, tahun 2000, berikut gaji pokok hakim agung per bulan berdasarkan jabatan:
- Ketua sebesar Rp. 5.040.000,-
- Wakil Ketua sebesar Rp. 4.620.000,-
- Ketua Muda adalah sebesar Rp. 4.410.000,-
- Hakim Anggota adalah sebesar Rp. 4.200.000,-.[8]
Selain itu gaji pokok, hakim agung juga memperoleh tunjangan jabatan setiap bulan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55, tahun 2014 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim Agung dan Hakim Konstitusi yakni:
- Ketua Mahkamah Agung sebesar Rp. 121.609.000,-
- Wakil Ketua Mahkamah Agung Rp. 82.451.000,-
- Ketua Muda Mahkamah Agung Rp. 77.504.000,-
- Hakim Agung Mahkamah Agung Rp. 72.854.000,-[9]
Hakim Agung yang sedang menjabat pada saat ini:
Hakim | Tanggal lahir | Mulai menjabat | Selesai menjabat | Lama menjabat | Kamar | Jabatan fungsional | Alma mater | ||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1 | Syamsul Maarif S.H., LL.M., Ph.D. |
26 September 1957[10] | 30 Desember 2008 | petahana | Perdata | Brawijaya | |||
2 | Andi Abu Ayyub Saleh Dr.; S.H., M.H. |
14 Juli 1952[10] | 30 Desember 2008 | petahana | Pidana | Hasanuddin | |||
3 | Yulius S.H. |
14 Juli 1958 | 7 April 2010[11] | petahana | Tata Usaha Negara | ||||
4 | Salman Luthan Dr.; S.H., M.H. |
11 Juli 1959 | 7 April 2010[11] | petahana | Pidana | ||||
5 | Surya Jaya S.H. |
19 Juni 1961 | 7 April 2010[11] | petahana | Pidana | ||||
6 | Sofyan Sitompul S.H. |
4 April 1952 | 7 April 2010[11] | petahana | Pidana | ||||
7 | Sri Murwahyuni S.H., M.H. |
26 Februari 1953 | 7 April 2010[11] | petahana | Pidana | Islam Indonesia | |||
8 | Nurul Elmiyah Dr.; S.H., M.H. |
11 November 1956 | 9 November 2011[12] | petahana | Perdata | Indonesia | |||
9 | Irfan Fachruddin Dr.; S.H., CN |
20 April 1957 | 11 Maret 2013[13] | petahana | Tata Usaha Negara | Islam Jakarta | |||
10 | Desnayetti S.H. |
30 Desember 1954 | 11 Maret 2013[13] | petahana | Pidana | Andalas | |||
11 | Hamdi S.H., M.Hum. |
2 Oktober 1957 | 11 Maret 2013[13] | petahana | Perdata | ||||
12 | Yakub Ginting Dr.; S.H., CN, M.Kn. |
5 Juni 1954 | 11 Maret 2013[13] | petahana | Perdata | ||||
13 | Sumardijatmo S.H., M.H. |
31 Oktober 2013 | petahana | Pidana | |||||
14 | Eddy Army Dr.; S.H., M.H. |
8 Januari 1954 | 31 Oktober 2013 | petahana | Pidana | Andalas | |||
15 | Sudrajad Dimyati S.H., M.H. |
27 Oktober 1957 | 21 Oktober 2014[14] | petahana | Perdata | Islam Indonesia | |||
16 | Purwosusilo Dr.; S.H., M.H. |
29 September 1954 | 21 Oktober 2014[14] | petahana | Agama | ||||
17 | Is Sudaryono S.H., M.H. |
7 Mei 1954 | 21 Oktober 2014[14] | petahana | Tata Usaha Negara | ||||
18 | Maria Anna Samiyati S.H., M.H. |
22 April 1955 | 5 Agustus 2015[15] | petahana | Perdata | 17 Agustus 1945 | |||
19 | Yosran Dr.; S.H., M.Hum. |
21 Juni 1959 | 5 Agustus 2015[15] | petahana | Tata Usaha Negara | Andalas | |||
20 | Mukti Arto S.H. |
11 Oktober 1951 | 5 Agustus 2015[15] | petahana | Agama | ||||
21 | Panji Widagdo Dr.; S.H., M.H. |
26 Juni 1957 | 30 September 2016[16] | petahana | Perdata | Sebelas Maret | |||
22 | Ibrahim Dr.; S.H., LL.M. |
25 November 1962 | 30 September 2016[16] | petahana | Agama | Hasanuddin | |||
23 | Edi Riadi S.H. |
16 Oktober 1955 | 30 September 2016[16] | petahana | Agama | Syarif Hidayatullah Kristen Indonesia-Tomohon | |||
24 | Gazalba Saleh Dr.; S.H., M.H.[17] |
15 April 1968 | 7 November 2017[18] | petahana | Pidana | Hasanuddin | |||
25 | Muhammad Yunus Wahab Dr. Drs.; S.H., M.H. |
20 Oktober 1957 | 7 November 2017[18] | petahana | Perdata | Muslim Indonesia | |||
26 | Yasardin Dr.; S.H., M.Hum. |
10 November 1959 | 7 November 2017[18] | petahana | Agama | Syarif Hidayatullah Mahendradatta | |||
27 | Yodi Martono Wahyunadi Dr.; S.H., M.H. |
2 Maret 1963 | 7 November 2017[18] | petahana | Tata Usaha Negara | Padjadjaran | |||
28 | Hidayat Manaö Brigadir Jenderal TNI (Purn.); S.H., M.H. |
1 Januari 1961 | 7 November 2017[18] | petahana | Militer | 17 Agustus 1945 | |||
29 | Abdul Manaf Dr. Drs.; S.H., M.H. |
12 Juli 1958 | 16 Agustus 2018[19] | petahana | Agama | Syarif Hidayatullah | |||
30 | Pri Pambudi Teguh Dr.; S.H., M.H. |
13 Maret 1961 | 16 Agustus 2018[19] | petahana | Perdata | Gadjah Mada | |||
31 | Soesilo S.H.,, M.H. |
22 September 1961 | 12 Maret 2020[20] | petahana | Pidana | 17 Agustus 1945 | |||
32 | Dwi Sugiarto S.H., M.H. |
5 Januari 1962 | 12 Maret 2020[20] | petahana | Perdata | Gadjah Mada | |||
33 | Rahmi Mulyati S.H., M.H. |
7 Desember 1959 | 12 Maret 2020[20] | petahana | Perdata | Andalas | |||
34 | Busra Drs.; S.H., M.H. |
24 Juni 1956 | 12 Maret 2020[20] | petahana | Agama | Muhammadiyah Sumatera Utara | |||
35 | Sugeng Sutrisno Brigadir Jenderal TNI; S.H., M.H. |
20 Desember 1965 | 12 Maret 2020[20] | petahana | Militer | Islam Jakarta |
Kepaniteraan
suntingKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia
- Panitera Muda Perdata
- Panitera Muda Perdata Khusus
- Panitera Muda Pidana
- Panitera Muda Pidana Khusus
- Panitera Muda Perdata Agama
- Panitera Muda Pidana Militer
- Panitera Muda Tata Usaha Negara.
Sekretariat
suntingSekretariat Mahkamah Agung Republik Indonesia
- Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum
- Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum
- Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis
- Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Umum
- Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata
- Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana
- Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
- Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama
- Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis Peradilan Agama
- Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama
- Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Agama
- Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara
- Sekretariat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara
- Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Militer
- Direktorat Pembinaan Tenaga Teknis dan Administrasi Peradilan Tata Usaha Negara
- Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Militer
- Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Tata Usaha Negara
- Badan Pengawasan
- Sekretariat Badan Pengawasan
- Inspektorat Wilayah I
- Inspektorat Wilayah II
- Inspektorat Wilayah III
- Inspektorat Wilayah IV
- Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan
- Sekretariat
- Pusat Penelitian dan Pengaembangan Hukum dan Peradilan
- Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Peradilan
- Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen Kepemimpinan
- Badan Urusan Administrasi
- Biro Perencanaan dan Organisasi
- Biro Kepegawaian
- Biro Keuangan
- Biro Perlengkapan
- Biro Sekretariat Pimpinan
- Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
- Biro Umum
Pengadilan Tingkat Banding
suntingPengadilan tingkat banding yang berada di bawah Mahkamah Agung terdiri:
- Pengadilan Tinggi
- Pengadilan Tinggi Agama
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
- Pengadilan Militer Utama
- Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan Tingkat Pertama
suntingPengadilan tingkat pertama yang berada di bawah Mahkamah Agung terdiri:
Kinerja
suntingKeadaan perkara
suntingKewenangan Mahkamah Agung RI berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi: pertama, kewenangan memeriksa dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, dan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap; kedua, kewenangan menguji peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang; ketiga, memberikan pertimbangan terhadap permohonan grasi. Selain itu, Mahkamah Agung RI dapat memberi keterangan, pertimbangan, dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan.[21] Berikut daftar keadaan perkara kasasi, peninjauan kembali, grasi, dan hak uji materil di Mahkamah Agung Republik Indonesia:
Tahun | Sisa Tahun Sebelumnya | Perkara Masuk | Beban Perkara | Perkara Putus | Sisa Perkara |
---|---|---|---|---|---|
2004[2] | 20.825 | 5.730 | 26.555 | 6.241 | 20.314 |
2005[2] | 20.314 | 7.468 | 27.782 | 11.807 | 15.975 |
2006[2] | 15.975 | 7.825 | 23.800 | 11.775 | 12.025 |
2007[2] | 12.025 | 9.516 | 21.541 | 10.714 | 10.827 |
2008[2] | 10.827 | 11.338 | 22.165 | 13.885 | 8.280 |
2009[2] | 8.280 | 12.540 | 20.820 | 11.985 | 8.835 |
2010[2] | 8.835 | 13.480 | 22.315 | 13.891 | 8.424 |
2011[2] | 8.424 | 12.990 | 21.414 | 13.719 | 7.695 |
2012[2] | 7.695 | 13.412 | 21.107 | 10.995 | 10.112 |
2013[2] | 10.112 | 12.337 | 22.449 | 16.034 | 6.415 |
2014[2] | 6.415 | 12.511 | 18.926 | 14.501 | 4.425 |
2015[2] | 4.425 | 13.977 | 18.402 | 14.452 | 3.950 |
2016[22] | 3.950 | 14.630 | 18.580 | 16.223 | 2.357 |
2017[23] | 2.357 | 15.505 | 17.862 | 16.474 | 1.388 |
Sistem kamar
suntingSejak Tahun 2011 melalui Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 142/KMA/SK/IX/2011, Mahkamah Agung telah memberlakukan sistem kamar. Dengan sistem ini hakim agung dikelompokkan ke dalam lima kamar, yaitu perdata, pidana, agama, tata usaha negara, dan militer. Hakim agung masing-masing kamar pada dasarnya hanya mengadili perkara-perkara yang termasuk dalam lingkup kewenangan masing-masing kamar.[24] Konsep Sistem Kamar ini diadopsi dari Sistem Kamar yang selama ini diterapkan di Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda.[25]
Penerapan sistem kamar sangat mempengaruhi produktivitas penanganan perkara di Mahkamah Agung. Berdasarkan data sisa tunggakan perkara sejak enam tahun terakhir, tercatat terus mengalami penurunan. Terlebih jika dibandingkan dengan sisa tunggakan pada tahun 2012 yang mencapai 10.112 perkara sehingga dalam kurun waktu enam tahun Mahkamah Agung telah mengurangi lebih dari 86 persen sisa perkara. Bahkan sisa perkara pada 2017 menjadi yang terendah sepanjang sejarah, yakni sebanyak 1.388 perkara.[26]
Galeri
sunting-
Gedung Mahkamah Agung (masa Hindia Belanda) dan Istana Daendels ("Het Grote Huis") di Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng), Batavia
-
Gedung Mahkamah Agung pada tahun 1980 (sekarang menjadi milik Kementerian Keuangan)
-
Gedung Mahkamah Agung sebelum tahun 2015
Lihat pula
suntingPranala luar
sunting- (Indonesia) Situs resmi Mahkamah Agung RI Diarsipkan 2007-01-10 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Situs resmi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI Diarsipkan 2014-03-13 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Situs resmi Direktori Putusan Mahkamah Agung RI
- (Indonesia) Peta Keadaan Perkara di Seluruh Wilayah Indonesia Diarsipkan 2015-12-03 di Wayback Machine.
Catatan kaki
sunting- ^ [Nota Keuangan dan Rancangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015 http://www.anggaran.depkeu.go.id/dja/acontent/NK%20APBNP%202015%20FULL.pdf]
- ^ a b c d e f g h i j k l m Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2015 Diarsipkan 2016-09-20 di Wayback Machine. halaman 21
- ^ a b c d e f g h i j k l Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2010
- ^ Kevin Angkouw (2014). "Fungsi Mahkamah Agung Sebagai Pengawas Internal Tugas Hakim Dalam Proses Peradilan". Lex Administratum. 2 (2): 132. ISSN 2337-6074.
- ^ Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung[pranala nonaktif permanen]
- ^ "Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 050A/KMA/SK/IV/2013". jdih.mahkamahagung.go.id. Mahkamah Agung RI. 1 April 2013. Diakses tanggal 4 Juli 2018.
- ^ a b Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung[pranala nonaktif permanen]
- ^ PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2000 TENTANG GAJI POKOK PIMPINAN LEMBAGA TERTINGGI/TINGGI NEGARA DAN ANGGOTA LEMBAGA TINGGI NEGARA SERTA UANG KEHORMATAN ANGGOTA LEMBAGA TERTINGGI NEGARA[pranala nonaktif permanen]
- ^ Hukumonline.com: Presiden Tetapkan Tunjangan Jabatan Ketua MA/MK Rp121 Juta
- ^ a b Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaAK08
- ^ a b c d e Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaTribun10
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaLip611
- ^ a b c d Fransisco Rosarianis (11 Maret 2013), "8 Hakim Agung Baru Dilantik"[pranala nonaktif permanen], tempo.co, diakses 19 Mei 2021
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaBadilag14
- ^ a b c Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaDetik15
- ^ a b c ASH (30 September 2016), "3 Hakim Agung Baru Dilantik, MA Masih Kekurangan", hukumonline.com, diakses 19 Mei 2021
- ^ "Siapa Gazalba Saleh? Hakim Agung Tersangka Kasus Suap Di MA". 2022-11-11. Diakses tanggal 2022-11-11.
- ^ a b c d e Azizah (7 November 2017), "KETUA MAHKAMAH AGUNG MELANTIK DAN MENGAMBIL SUMPAH 5 (LIMA) HAKIM AGUNG", mahkamahagung.go.id, diakses 19 Mei 2021
- ^ a b Ridwan Anwar (16 Agustus 2018), "Dilantik Ketua MA, Dr. Abdul Manaf Resmi Jadi Hakim Agung", badilag.mahkamahagung.go.id, diakses 19 Mei 2021.
- ^ a b c d e Dian Erika Nugraheny (12 Maret 2020), "Mahkamah Agung Lantik 5 Hakim Agung dan 3 Hakim Ad Hoc", nasional.kompas.com, diakses 19 Mei 2021
- ^ Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI Tahun 2013
- ^ Laporan Tahunan 2016 Mahkamah Agung RI
- ^ RI, Team Mahkamah Agung. "Mahkamah Agung Republik Indonesia". www.mahkamahagung.go.id. Diakses tanggal 2018-04-26.
- ^ RI, Team Mahkamah Agung. "Mahkamah Agung Republik Indonesia". www.mahkamahagung.go.id. Diakses tanggal 2018-07-04.
- ^ "Mengenal 'Sistem Kamar' di MA". hukumonline.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-07-04.
- ^ "MA Klaim Produktivitas Pemutusan Perkara 2017 Tertinggi | Republika Online". Republika Online. Diakses tanggal 2018-07-04.