Kammaṭṭhāna

(Dialihkan dari Kasiṇa)

Dalam Buddhisme, kammaṭṭhāna (Pali) secara harfiah berarti tempat bekerja. Arti aslinya adalah pekerjaan seseorang (bertani, berdagang, memelihara ternak, dan lain sebagainya), tetapi arti ini telah berkembang menjadi beberapa penggunaan berbeda namun terkait, semuanya berkaitan dengan meditasi Buddhis.

Etimologi dan makna

sunting

Arti paling mendasarnya adalah sebagai kata untuk merujuk pada meditasi, dengan meditasi menjadi pekerjaan utama para biksu. Di Burma, praktisi meditasi senior dikenal sebagai "kammaṭṭhānācariya" (guru meditasi). Tradisi Hutan Thailand menamakan dirinya Tradisi Hutan Kammaṭṭhāna mengacu pada praktik meditasi mereka di hutan.

Dalam literatur Pali, sebelum komentar Pali pasca-kanonis, istilah kammaṭṭhāna hanya muncul dalam beberapa diskursus (sutta) dan kemudian dalam konteks "pekerjaan" atau "perdagangan."[a]

Buddhaghosa menggunakan istilah kammaṭṭhāna untuk merujuk pada masing-masing dari empat puluh objek meditasi yang dirangkumnya. Objek-objek tersebut tercantum dalam bab ketiga kitab Visuddhimagga, yang sebagian berasal dari Tripitaka Pāli. Dalam pengertian ini, kammaṭṭhāna dapat dipahami sebagai "pekerjaan" dalam arti "hal-hal yang menyibukkan batin", atau sebagai "tempat kerja" dalam arti "tempat-tempat untuk memfokuskan batin selama melakukan meditasi". Dalam seluruh terjemahannya terhadap Visuddhimagga, Ñāṇamoli menerjemahkan istilah ini secara sederhana sebagai "subjek meditasi".[1]

Empat puluh pokok bahasan meditasi Buddhaghosa

sunting

Kasiṇa sebagai kammaṭṭhāna

sunting

Kasiṇa (Pali) merujuk pada kategorisasi objek visual dasar meditasi yang digunakan dalam Buddhisme Theravāda. Objek-objek tersebut dijelaskan dalam Tripitaka Pali dan diringkas dalam kitab ringkasan meditasi Visuddhimagga yang terkenal sebagai kammaṭṭhāna dan menjadi fokus batin setiap kali perhatian teralih.[2] Meditasi kasiṇa adalah salah satu jenis meditasi samatha-vipassanā yang paling umum, dimaksudkan untuk menenangkan batin praktisi dan menciptakan landasan bagi praktik meditasi selanjutnya.

Kitab Visuddhimagga menekankan pentingnya meditasi kasiṇa.[3] Menurut seorang biksu-cendekiawan Amerika, Ṭhānissaro Bhikkhu, "kitab tersebut kemudian mencoba untuk memasukkan semua metode meditasi lainnya ke dalam 'cetakan' praktik kasiṇa sehingga mereka [metode-metode tersebut] juga menimbulkan tanda-tanda tandingan, tetapi bahkan dengan pengakuannya sendiri, meditasi napas tidak cocok dengan 'cetakan' tersebut."[3] Ia berpendapat bahwa dengan menekankan meditasi kasiṇa, kitab Visuddhimagga menyimpang dari fokus pada jhāna dalam Tripitaka Pali. Pernyataan Bhikkhu Thanissaro ini menunjukkan bahwa apa yang dimaksud dengan "jhāna dalam kitab komentar adalah sesuatu yang sangat berbeda dari apa yang dimaksud dalam Kanon."[3]

Meskipun praktik kasiṇa dikaitkan dengan aliran Theravāda, tampaknya praktik ini lebih dikenal secara luas di antara berbagai aliran Buddhisme di India pada suatu waktu. Asaṅga merujuk pada kasiṇa di bagian Samāhitabhūmi dari Yogācārabhūmi-Śāstra karyanya.[4] Uppalavaṇṇā, salah satu murid perempuan utama Sang Buddha, terkenal mencapai tingkat Arahat dengan meditasi menggunakan kasiṇa api (tejo) sebagai objek meditasinya.[5][6][7]

Dari empat puluh objek yang dimeditasikan sebagai kammaṭṭhāna, sepuluh yang pertama adalah kasiṇa yang dijelaskan sebagai 'hal-hal yang dapat dilihat secara langsung'. Hal ini dijelaskan dalam Visuddhimagga, dan juga disebutkan dalam Tipitaka Pali.[8] Sepuluh kasiṇa tersebut adalah kasiṇa:

  1. tanah (Pali: pathavī kasiṇa; Sansekerta: pṛthivī kṛtsna)
  2. air (āpo kasiṇa; ap kṛtsna)
  3. api (tejo kasiṇa; tejas kṛtsna)
  4. udara/angin (vāyo kasiṇa; vāyu kṛtsna)
  5. biru (nīla kasiṇa; nīla kṛtsna)
  6. kuning (pīta kasiṇa; pīta kṛtsna)
  7. merah (lohita kasiṇa; lohita kṛtsna)
  8. putih (odāta kasiṇa; avadāta kṛtsna)
  9. ruang tertutup, lubang, bukaan (ākāsa kasiṇa; ākāśa kṛtsna)
  10. kesadaran (viññāṇa kasiṇa; vijñāna kṛtsna) dalam sutta Pali dan beberapa teks lainnya; cahaya terang (dari batin yang bercahaya) (āloka kasiṇa) menurut sumber-sumber belakangan, seperti Visuddhimagga karya Buddhaghosa.

Kasiṇa biasanya digambarkan sebagai cakram berwarna, dengan warna, sifat, dimensi, dan media tertentu yang sering ditentukan menurut jenis kasiṇa. Kasiṇa tanah, misalnya, merupakan cakram berwarna merah kecokelatan yang dibentuk dengan menyebarkan tanah atau lempung (atau medium lain yang menghasilkan warna dan tekstur serupa) pada layar kanvas atau bahan pendukung lainnya.

Paṭikkūla-manasikāra

sunting
 
Ilustrasi dua perenungan asubha (ketidakmenarikan) pertama: mayat yang membengkak dan mayat yang berubah warna menjadi kebiruan. Dari manuskrip awal abad ke-20 yang ditemukan di Distrik Chaiya, Provinsi Surat Thani, Thailand.[9]

Sepuluh berikutnya merupakan objek yang menjijikan (asubha) dan merupakan objek kejijikan/keengganan (paṭikkūla), khususnya 'perhatian/atensi pada pemakaman' (sīvathikā-manasikāra) pada sepuluh tahap pembusukan tubuh manusia yang bertujuan untuk mengembangkan perhatian-penuh pada tubuh (kāyagatāsati). Sepuluh objek tersebut adalah:

  1. mayat yang bengkak
  2. mayat yang berubah warna atau kebiruan
  3. mayat yang membusuk
  4. mayat yang retak
  5. mayat yang digerogoti
  6. mayat yang terpotong-potong
  7. mayat yang dipotong-potong dan berserakan
  8. mayat berdarah
  9. mayat dimakan cacing
  10. kerangka tubuh

Anussati

sunting

Sepuluh objek meditasi berikutnya adalah perenungan (anussati):

  1. Tiga perenungan pertama adalah tentang keutamaan Triratna:
    1. Buddha
    2. Dhamma
    3. Sangha
  2. Tiga berikutnya adalah perenungan atas nilai-nilai:
    1. moralitas (sīla)
    2. kemurahan hati (cāga)
    3. sifat-sifat baik para dewa
  3. Empat perenungan tambahan:
    1. tubuh (kāya)
    2. kematian (lihat Upajjhatthana Sutta)
    3. napas (prāṇa) atau pernapasan (ānāpāna)
    4. kedamaian (lihat Nibbāna)

Brahmavihāra

sunting

Empat objek meditasi selanjutnya adalah 'kediaman brahma', yang merupakan kebajikan dari "alam brahma" (Pāli: brahmaloka):

  1. cinta kasih (mettā)
  2. belas kasih (karuṇā)
  3. kegembiraan simpatik atas keberhasilan orang lain (muditā)
  4. ketenangan/keseimbangan batin (upekkhā)

Āyatana

sunting

Empat objek meditasi selanjutnya adalah empat landasan nonmateri/tanpa-bentuk (empat arūpa-āyatana):

  1. ruang/angkasa tanpa-batas (Pāḷi ākāsānañcāyatana; Skt. ākāśānantyāyatana)
  2. kesadaran tanpa-batas (Pāḷi viññāṇañcāyatana; Skt. vijñānānantyāyatana)
  3. ketiadaan apa pun (Pāḷi ākiñcaññāyatana; Skt. ākiṃcanyāyatana)
  4. bukan-persepsi dan bukan-non-persepsi (Pāḷi nevasaññānāsaññāyatana; Skt. naivasaṃjñānāsaṃjñāyatana)

Lainnya

sunting

Dari lima yang tersisa, satu adalah persepsi rasa jijik terhadap makanan (āhāre paṭikūlasaññā) dan empat terakhir adalah 'empat unsur pokok' (catudhātuvavaṭṭhāna): tanah (pathavī), air (āpo), api (tejo), dan udara (vāyo).

Subjek meditasi dan empat jhāna

sunting
Tabel: Rūpa jhāna
Cetasika
(mental factors)
Jhāna
pertama
Jhāna
kedua
Jhāna
ketiga
Jhāna
keempat
Kāma / Akusala dhamma
(kualitas indrawi / tidak baik)
disingkirkan;
diredam
tak muncul tak muncul tak muncul
Pīti
(kegembiraan)
muncul dari pengasingan;
meresapi tubuh
muncul dari samādhi;
meresapi tubuh
memudar
(bersama dengan duka)
tak muncul
Sukha
(kesenangan non-indrawi)
meresapi
tubuh fisik
disingkirkan
(tanpa suka dan duka)
Vitakka
("penempelan awal")
menyertai
jhāna
manunggal
bebas dari vitakka dan vicāra
tak muncul tak muncul
Vicāra
("penempelan terus-menerus")
Upekkhāsati-
pārisuddhi
tak muncul keyakinan internal tenang-seimbang;
penuh-perhatian
kemurnian
ketenangan dan perhatian-penuh
Referensi:[10][11][12]

Menurut Gunaratana, mengikuti Buddhaghosa, karena kesederhanaan pokok bahasannya, keempat jhāna (penyerapan meditatif) dapat dicapai melalui ānāpānasati (perhatian-penuh pada napas) dan sepuluh kasiṇa.[13]

Menurut Gunaratana, subjek meditasi berikut ini hanya mengarah pada "konsentrasi permulaan/akses" (upacāra samādhi) karena kompleksitasnya: merenungi sifat-sifat Buddha, Dhamma, Sangha, moralitas, kemurahan hati, sifat-sifat baik para dewa, kematian, dan Kedamaian (Nirwana); persepsi rasa jijik terhadap makanan; dan analisis terhadap empat unsur.[13]

Penyerapan meditatif dalam jhāna pertama dapat diwujudkan melalui perhatian-penuh pada sepuluh objek menjijikan (asubha) dan perhatian-penuh pada tubuh (kāyagatāsati). Namun, meditasi-meditasi ini tidak dapat melampaui jhāna pertama karena melibatkan faktor mental penempelan-awal (vitakka), yang tidak ada pada jhāna-jhāna yang lebih tinggi.[13]

Penyerapan meditatif dalam tiga jhāna pertama dapat diwujudkan dengan merenungkan tiga brahma-vihāra pertama (cinta kasih, belas kasih, dan simpati). Akan tetapi, meditasi-meditasi ini tidak dapat membantu dalam mencapai jhāna keempat karena perasaan-perasaan menyenangkan yang menyertainya. Sebaliknya, setelah jhāna keempat tercapai, maka brahma-vihāra keempat, yaitu upekkhā, pun muncul.[13]

Subjek dan temperamen meditasi

sunting

Setiap kammaṭṭhāna dapat disarankan, khususnya oleh seorang sahabat spiritual (kalyāṇa-mitta), kepada seorang siswa tertentu pada suatu titik tertentu, dengan menilai apa yang terbaik bagi temperamen siswa tersebut dan kondisi batinnya saat itu.[14]

Semua subjek meditasi yang disebutkan di atas dapat menekan Lima Rintangan sehingga memungkinkan seseorang untuk mengejar kebijaksanaan dengan hasil yang baik. Di samping itu, siapa pun dapat secara produktif menerapkan subjek meditasi tertentu sebagai "penawar racun (batin)", misalnya dengan bermeditasi pada pengotor batin untuk menghadapi hawa nafsu, atau bermeditasi pada napas untuk melepaskan pikiran yang mengembara.

Kitab komentar belakangan memberikan pedoman untuk menyarankan subjek meditasi berdasarkan temperamen umum seseorang:

  • Serakah (lobha): sepuluh objek menjijikan (asubha); atau, perhatian-penuh pada tubuh (kāyagatāsati).
  • Membenci (dosa): empat brahma-vihāra; atau, empat kasiṇa warna.
  • Delusional (moha): perhatian-penuh pada napas.
  • Berkeyakinan (saddhā): enam perenungan pertama.
  • Bijaksana (paññā): merenungi kematian, atau merenungi Nirwana; persepsi rasa jijik terhadap makanan; atau, analisis keempat unsur pokok.
  • Spekulatif: perhatian-penuh pada napas.

Enam kasiṇa yang bukan warna dan empat landasan nonmateri/tanpa-bentuk cocok untuk semua temperamen.[13]

Kemampuan supernormal

sunting

Kitab Visuddhimagga adalah salah satu kitab dalam literatur Buddhisme yang memberikan rincian eksplisit tentang bagaimana guru spiritual dianggap benar-benar menunjukkan kemampuan supernormal (abhiññā).[15] Rincian eksplisit semacam itu jarang ditemukan dalam literatur Buddhis. Kemampuan seperti terbang di udara, berjalan melewati rintangan berwujud padat, menyelam ke dalam tanah, berjalan di atas air, dan sebagainya dilakukan dengan mengubah satu unsur, seperti tanah, menjadi unsur lain, seperti udara.[16] Seseorang harus menguasai meditasi kasiṇa sebelum dapat melakukannya.[16] Dipa Ma, yang melatih diri dengan panduan dalam kitab Visuddhimagga, dikatakan menunjukkan kemampuan-kemampuan ini.[17]

Lihat juga

sunting

Catatan

sunting
  1. ^ Misalnya, dalam tiga kitab nikāya pertama, istilah ini hanya ditemukan dalam Subha Sutta (MN 99), meskipun di sana ditemukan sebanyak 22 kali. Dalam diskursus ini, hal itu dikontekstualisasikan, misalnya, dalam pertanyaan kepada Buddha ini oleh Brahmin Subha:
    "Guru Gotama, para brahmin berkata seperti ini: 'Karena pekerjaan kehidupan rumah tangga [Pali: gharāvāsa-kammaṭṭhāna] melibatkan banyak sekali aktivitas, fungsi-fungsi besar, keterlibatan-keterlibatan besar, dan usaha-usaha besar, maka pekerjaan itu menghasilkan buah yang besar. Karena pekerjaan mereka yang telah meninggalkan keduniawian [Pali: pabbajjā-kammaṭṭhāna] melibatkan sedikit aktivitas, fungsi-fungsi kecil, keterlibatan-keterlibatan kecil, dan usaha-usaha kecil, maka pekerjaan itu menghasilkan buah yang kecil.' Apa yang Guru Gotama katakan tentang hal ini?"[18]
    Demikian pula, dalam Dīghajāṇu Sutta (AN 8.54) yang terkenal:
    "Dan apa artinya menjadi sempurna dalam inisiatif? Ada kasus di mana seorang awam, dengan pekerjaan apa pun ia mencari nafkah [Bahasa Pali: yena kammaṭṭhānena jīvikaṃ kappeti] — baik dengan bertani atau berdagang atau memelihara ternak atau memanah atau sebagai orang kepercayaan raja atau dengan kerajinan lainnya — pandai dan tidak kenal lelah dalam hal itu, diberkahi dengan kebijaksanaan dalam tekniknya, cukup untuk mengatur dan melaksanakannya. Ini disebut menjadi sempurna dalam inisiatif."[19]
    Frasa yang identik dapat ditemukan dalam diskursus berikutnya, Ujjaya Sutta (AN 8.55),[20] dan dalam Dutiyasampadā Sutta (AN 8.76)[21] Penggunaan kanonik terakhir dari istilah ini dapat ditemukan dalam Sakya Sutta (AN 10.46):
    "Bagaimana menurut kalian, orang Sakya. Misalkan seseorang, berdasarkan profesi tertentu [Pali: yena kenaci kammaṭṭhānena], tanpa mengalami hari yang tidak baik, memperoleh setengah kahāpaṇa. Apakah ia layak disebut orang yang cakap, penuh inisiatif?"[22]

Referensi

sunting
  1. ^ Buddhaghosa & Nanamoli (1999), hlm. 90–91 (II, 27–28, "Development in Brief"), 110ff. (dimulai dengan III, 104, "enumeration"). Hal ini juga dapat ditemukan pada bagian sebelumnya dalam teks ini, seperti pada hlm. 18 (I, 39, v. 2) dan hlm. 39 (I, 107).
  2. ^ Davidji (2017-03-07). Secrets of Meditation Revised Edition (dalam bahasa Inggris). Hay House, Inc. ISBN 9781401954116. 
  3. ^ a b c Bhikkhu Thanissaro, Concentration and Discernment Diarsipkan 2019-05-28 di Wayback Machine.
  4. ^ Buddhist Insight: Essays by Alex Wayman. Motilal Banarsidass: 1984 ISBN 0-89581-041-7 hlm. 76.
  5. ^ Buswell, Robert E. Jr.; Lopez, Donald S. Jr. (2013-11-24). The Princeton Dictionary of Buddhism (dalam bahasa Inggris). Princeton University Press. hlm. 945. ISBN 9781400848058. 
  6. ^ Therī, Tathālokā. "The Amazing Transformations of Arahant Theri Uppalavanna" (PDF). bhikkhuni.et. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-10-17. Diakses tanggal 2019-09-26. 
  7. ^ "03. The Story about the Elder Nun Uppalavanna". www.ancient-buddhist-texts.net. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-28. Diakses tanggal 2019-08-27. 
  8. ^ A.v.36, A.v.46-60, M.ii.14; D.iii.268, 290; Nett.89, 112; Dhs.202; Ps.i.6, 95
  9. ^ dari Teaching Dhamma by pictures: Explanation of a Siamese Traditional Buddhist Manuscript
  10. ^ Bodhi, Bhikku (2005). In the Buddha's Words. Somerville: Wisdom Publications. hlm. 296–8 (SN 28:1-9). ISBN 978-0-86171-491-9. 
  11. ^ "Suttantapiñake Aïguttaranikàyo § 5.1.3.8". MettaNet-Lanka (dalam bahasa Pali). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-05. Diakses tanggal 2007-06-06. 
  12. ^ Bhikku, Thanissaro (1997). "Samadhanga Sutta: The Factors of Concentration (AN 5.28)". Access to Insight. Diakses tanggal 2007-06-06. 
  13. ^ a b c d e Gunaratana (1988).
  14. ^ Lihat, misalnya, Buddhaghosa & Nanamoli (1999), hlm. 90, yang menyatakan: "He should approach the good friend, the giver of a meditation subject, and he should apprehend from among the forty meditation subjects one that suits his own temperament."
  15. ^ Jacobsen, Knut A., ed. (2011). Yoga Powers. Leiden: Brill. hlm. 93. ISBN 9789004212145. 
  16. ^ a b Jacobsen, Knut A., ed. (2011). Yoga Powers. Leiden: Brill. hlm. 83–86. ISBN 9789004212145. 
  17. ^ Schmidt, Amy (2005). Dipa Ma. Windhorse Publications Ltd. hlm. Chapter 9 "At Home in Strange Realms". 
  18. ^ Ñāṇamoli & Bodhi, 2001, hlm. 809; Bahasa Pali yang diberi tanda kurung siku berasal dari basis data Tipitaka Bodhgaya News yang dapat dicari di [1].
  19. ^ Thanissaro, 1995; Bahasa Pali yang diapit tanda kurung siku berasal dari basis data Tipitaka Bodhgaya News yang dapat dicari di [2].
  20. ^ http://bodhgayanews.net/tipitaka.php?title=sutta%20pitaka&action=next&record=6653 [pranala nonaktif]
  21. ^ http://bodhgayanews.net/tipitaka.php?title=&record=6689 [pranala nonaktif]
  22. ^ Thanissaro, 2000; Pali dalam tanda kurung siku berasal dari basis data Tipitaka Bodhgaya News yang dapat dicari mulai dari [3].

Bacaan lanjutan

sunting

Pranala luar

sunting