Gamelan

ansambel tradisional indonesia
Revisi sejak 16 Desember 2024 15.17 oleh Apri DAV (bicara | kontrib) (Memperbaiki kesalahan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Gamelan adalah musik ansambel tradisional Jawa dan Bali di Indonesia yang memiliki tangga nada pentatonis dalam sistem tangga nada (laras) slendro dan pelog. Terdiri dari instrumen musik perkusi yang digunakan pada seni musik karawitan.[1]

Gamelan
Perangkat Gamelan Jawa
Nama lain
Klasifikasi Ansambel musik
PenciptaOrang Jawa, Indonesia
Gamelan
Alat musik gamelan
NegaraIndonesia
DomainKerajinan tradisional, tradisi lisan dan ekspresi, seni drama, pengetahuan dan praktik tentang alam dan alam semesta, praktik sosial, ritual dan acara pesta
Referensi01607
KawasanAsia dan Pasifik
Sejarah Inskripsi
Inskripsi2021 (sesi ke-16)
DaftarDaftar Perwakilan

Instrumen yang paling umum digunakan adalah metalofon antara lain gangsa, gender, bonang, gong, saron, slenthem dimainkan oleh wiyaga menggunakan palu (pemukul) dan membranofon berupa kendang yang dimainkan dengan tangan. Juga idiofon berupa kemanak dan metalofon lain adalah beberapa di antara instrumen gamelan yang umum digunakan. Instrumen lain termasuk xilofon berupa gambang, aerofon berupa seruling, kordofon berupa rebab, dan kelompok vokal disebut sinden.[2]

Seperangkat gamelan dikelompokkan menjadi dua, yakni gangsa pakurmatan dan gangsa ageng. Gangsa pakurmatan dimainkan untuk mengiringi hajad dalem (upacara adat karaton), jumenengan (upacara penobatan raja atau ratu), tingalan dalem (peringatan kenaikan takhta raja atau ratu), garebeg (upacara peristiwa penting), sekaten (upacara peringatan hari lahir Nabi Muhammad). Gangsa ageng dimainkan sebagai pengiring pergelaran seni budaya umumnya dipakai untuk mengiringi beksan (seni tari), wayang (seni pertunjukan), uyon-uyon (upacara adat/hajatan), dan lain-lain.[3]

Gamelan tersebar diberbagai daerah, seperti di pulau Jawa, Madura, Bali, Kalimantan dan Lombok. Akan tetapi, jenis gamelan utama adalah gamelan Jawa dan gamelan Bali, asli daerah Jawa dan Bali. Saking pentingnya gamelan sebagai tradisi budaya dunia, maka pada tahun 1977, NASA memasukkan musik gamelan Jawa ke dalam satelit Voyager I dan Voyager II. Sedangkan gamelan yang peredarannya luas dan pelestarian terbanyak adalah Gamelan Reyog dari Ponorogo. Gamelan Jawa merupakan alat musik tertua didunia.[4][5]

Sejak 2021, seluruh instrumen gamelan secara resmi diakui oleh UNESCO sebagai salah satu Mahakarya Warisan Budaya Lisan dan Takbenda yang berasal dari Indonesia.[6]

Terminologi

Kata gamelan berasal dari bahasa Jawa gamêl yang berarti 'memukul' atau 'menabuh', dapat merujuk pada jenis palu yang digunakan untuk memukul instrumen, diikuti akhiran an yang menjadikannya kata benda.[2][7] Istilah karawitan mengacu pada musik gamelan klasik dan praktik pertunjukan, dan berasal dari kata rawit, yang berarti 'rumit' atau 'dikerjakan dengan baik'.[7] Kata ini berasal dari kata bahasa Jawa yang berakar dari bahasa Sanskerta, 'rawit', yang mengacu pada rasa kehalusan dan keanggunan yang diidealkan dalam musik Jawa. Kata lain dari akar kata ini, pangrawit, berarti seseorang dengan pengertian demikian, dan digunakan sebagai penghargaan ketika mendiskusikan musisi gamelan yang terhormat. Bahasa Jawa halus (krama) untuk 'gamelan' adalah gangsa, dibentuk dari kata tiga dan sedasa (tiga dan sepuluh) merujuk pada elemen pembuat gamelan berupa perpaduan tiga bagian tembaga dan sepuluh bagian timah. Perpaduan tersebut menghasilkan perunggu, yang dianggap sebagai bahan baku terbaik untuk membuat gamelan.[8]

Sejarah

 
Relief wiyaga sedang memainkan gamelan, candi Borobudur abad ke 8, Jawa Tengah, Indonesia

Keberadaan gamelan mendahului proses transisi budaya Hindu-Buddha yang mendominasi Nusantara, dalam catatan-catatan awalnya dan dengan demikian mewakili bentuk kesenian asli Indonesia.[9]

Dalam mitologi Jawa, gamelan yang awalnya bernama Gamelan Lokananta gamelan tidak berwujud yang berbunyi di awang awang (angkasa udara) diciptakan oleh Batara Guru pada Tahun 167 Saka (atau 230 M), raja dewa yang memerintah sebagai raja seluruh alam semesta jagad raya dari sebuah Kahyangan istana di Wukir Mahendra Giri di Medang Kamulan (sekarang Gunung Lawu). Batara Guru memerintah Batara Indrasurapati menciptakan gamelan yang berwujud tiruan gamelan lokananta yang tidak berwujud yaitu gong, kethuk, kenong, gong, rebab, sebagai sinyal untuk memanggil para dewa. Untuk pesan yang lebih kompleks, kemudian ia menciptakan dua gong lainnya, sehingga membentuk set gamelan utuh.[10]

Gambar paling awal dari himpunan alat musik (musik ansambel) gamelan ditemukan di relief dinding candi Borobudur dibangun abad ke-8 oleh Arsitek Candi Borobudur yaitu Gunadharma pada masa wangsa syailendra dari kerajaan Mataram Kuno di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.[11] Relief tersebut menampilkan sejumlah alat musik termasuk suling, lonceng, kendang dalam berbagai ukuran, kecapi, alat musik dawai yang digesek dan dipetik, ditemukan dalam relief tersebut. Bagaimanapun, relief tentang himpunan alat musik tersebut dikatakan sebagai asal mula gamelan.

Kerajaan Bantarangin di Wengker (sekarang Ponorogo, Jawa Timur) membuat gamelan yang merupakan syarat sayembara dari kerajaan Daha abad 11, isi sayembara adalah membuat alat musik dan hiburan kesenian yang belum pernah ada di dunia. Meski gamelan sudah pernah ada, tetapi gamelan yang dibuat oleh wengker menghasilkan musik yang berbeda dari gamelan pada umumnya, yang kemudian dikenal dengan Gamelan Reog.[12]

Instrumen gamelan diperkenalkan menjadi bentuk seperangkat peranti musik lengkap dan berkembang pada zaman Kerajaan Majapahit, dan menyebar ke berbagai daerah seperti Bali, Sunda, dan Lombok.[13] Menurut prasasti dan manuskrip yang bertanggal dari periode Majapahit, kerajaan bahkan memiliki balai seni yang bertugas mengawasi seni pertunjukan, termasuk gamelan. Balai seni mengawasi konstruksi alat musik, serta menjadwalkan pentas pertunjukan.[11]

 
Gamelan adalah disebutkan dalam Kakawin Nagarakertagama dalam naskah lontar yang disebut lontar yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada tahun 1365 Masehi. Koleksi Perpustakaan Nasional Indonesia di Jakarta

Di Bali, ada beberapa gamelan selonding yang sudah ada sejak abad ke-9 pada masa Sri Kesari Warmadewa memerintah.[14][15] Beberapa kata yang merujuk pada gamelan selonding ditemukan dalam beberapa prasasti dan manuskrip Bali kuno. Saat ini, gamelan selonding disimpan dan dilestarikan dengan baik di pura-pura kuno di Bali. Dianggap sakral dan digunakan untuk keperluan upacara keagamaan, terutama saat upacara besar diadakan. Gamelan Selonding merupakan bagian dari kehidupan dan budaya sehari-hari bagi sebagian masyarakat adat di kampung-kampung kuno seperti Bungaya, Bugbug, Seraya, Tenganan Pegringsingan, Timbrah, Asak, Ngis, Bebandem, Besakih, dan Selat di Kabupaten Karangasem.

Pada proses penetrasi Islam, Sunan Bonang menggubah gamelan yang waktu itu sangat kental dengan estetika Hindu, juga memberi nuansa baru. Gubahannya waktu itu memberi nuansa transendental atau wirid yang mendorong kecintaan pada kehidupan, dan menambahkan instrumen bonang pada satu set gamelan.[16]

Dalam kebudayaan wengker atau Ponorogo, Pada abad ke-15 Gamelan Reog selain digunakan untuk mengiringi kesenian Reog Ponorogo juga digunakan saat latihan bela diri hingga perang, pasukan Ki Ageng Surya Alam dari desa Kutu membunyikan gamelan reog saat sebelum hingga perang berlangsung ketika melawan Majapahit yang berkoalisi dengan Demak saat menyerbu Wengker, alhasil Wengker selalu mendapatkan kemenangannya sebelum pusaka Ki Ageng Surya Alam jatuh ke tangan musuh.[17]

 
Pengadilan Sultan Yogyakarta, c. 1876. Pertunjukan Tari Sakral Bedhaya diiringi dengan Gamelan Jawa

Dalam lingkup kraton di Jawa gamelan tertua yang diketahui adalah Gamelan Munggang dan Gamelan Kodok Ngorek, berasal dari abad ke-12. Ini membentuk dasar tempo cepat atau "gaya keras" pada gamelan. Sebaliknya, tempo pelan atau "gaya lembut" berkembang dari tradisi kemanak juga berkaitan dengan tradisi melantunkan geguritan (puisi Jawa), dengan cara yang sering diyakini mirip dengan paduan suara yang menyertai tarian modern bedaya. Pada abad ke-17, gaya keras dan lembut bercampur, dan sebagian besar menjadi variasi pada gaya gamelan modern Bali, Jawa, dan Sunda, dihasilkan dari berbagai cara pencampuran unsur-unsur tersebut. Dengan demikian, terlepas dari keragaman gaya yang tampak, banyak konsep, instrumen, dan teknik teoretis yang sama dibagikan di antara gaya-gaya tersebut.[18]

Alat Musik Gamelan

Gamelan adalah ansambel multi-timbre yang terdiri dari metalofon, idiofon, xilofon, aerofon, kordofon, suara vokal, siter yang dipetik dan membranofon yang dimainkan dengan tangan disebut kendhang, mengontrol tempo dan irama potongan-potongan serta transisi dari satu bagian ke bagian lainnya. Jenis-jenis instrumen dalam bahasa jawa disebut ricikan/waditra. Beberapa waditra yang membentuk gamelan ditunjukkan di bawah ini :[19][20]

  1. 1 Buah Kendang ageng (Kendang Gending)
  2. 1 Buah Kendang ciblon (Batangan)
  3. 1 Buah Kendang sabet (Kendhang Wayangan)
  4. 1 Buah Kendang ketipung(Ketipung)
  5. 1 Buah Bedug
  6. 1 Set Bendhe
  7. 2 Buah Bonang Penembung
  8. 2 Buah Bonang Barung (Bonang)
  9. 2 Buah Bonang Penerus
  10. 2 Set Kenong
  11. 2 Set Kethuk
  12. 1 Buah Kempyang
  13. 1 Buah Kemong
  14. 2 Buah Slenthem (Gender Panembung)
  15. 2 Buah Slentho
  16. 2 Buah Cluring
  17. 3 Buah Gender Barung (Gender)
  18. 3 Buah Gender Penerus
  19. 2 Buah Saron Demung (Demung)
  20. 4 Buah Saron Barung (Saron/Saron Ricik)
  21. 2 Buah Saron Peking (Peking/Saron Penerus)
  22. 2 Buah Saron Cacahan
  23. 2 Buah Gong Ageng (Gong Besar)
  24. 2 Buah Gong Suwukan (Gong Siyem)
  25. 1 Buah Gong Beri
  26. 2 Set Kempul
  27. 2 Buah Rebab
  28. 2 Buah Gambang
  29. 2 Buah Gambang Gangsa
  30. 2 Buah Siter
  31. 2 Buah Celempung
  32. 2 Buah Suling (Seruling)
  33. 1 Buah Kecer
  34. 3 Buah Kepyak
  35. 2 Buah Kemanak
  36. 1 Buah Byong (Brong/Gentorag/Klinthing)
  37. 1 Buah Rojeh
  38. Sindhen (Waranggana/Swarawati) - Penyanyi Wanita
  39. Gerong (Wiraswara) - Penyanyi Pria
  40. Wiyaga (Nayaga) - Penabuh Gamelan

Penyebaran

1. Era Kuno (Zaman Hindu Buddha)

Gamelan bentuk kuno menyebar dari Jawa ke Sunda, Madura, Bali dan Lombok. Nampak dari bentuk gendang yang lebih kurus dan ukirannya yang masih dipenuhi hewan mitologis. Saat ini yang masih melestarikan gamelan bentuk kuno adalah Bali dan Lombok.

2. Era Demak - Mataram (Zaman Islam)

Gamelan era Kesultanan Demak mengalami sedikit modifikasi oleh para Wali Songo, diantaranya bentuk gendang yang lebih gemuk dan juga ukiran gamelan yang tidak terlalu didominasi hewan mitologis. Gamelan dengan bentuk ini menyebar ke Sunda, Banjar, Kutai dan Palembang. Gamelan Jawa berkembang menjadi berbagai sub gaya diantaranya gaya Cirebon, Banyumas, Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timuran dll.

3. Era Kolonial

Pada era ini kesenian gamelan semakin diperhitungkan. Para saudagar banyak mengoleksi gamelan. Kesultanan melayu di Riau, Pahang dan Trengganu juga turut mengoleksi gamelan. Raffles juga turut mengoleksi gamelan yang ia jarah dari Keraton Yogyakarta dan Madura. Pada tahun - tahun berikutnya gamelan berkesempatan ditampilkan di Paris. Setelah itu banyak komposer - komposer musik barat yang tertarik dengan gamelan.

4. Era Kini

Akhirnya gamelan menjadi bagian dari musik dunia. Banyak universitas - universitas di luar Indonesia yang mengajarkan musik gamelan diantaranya[21]:

  • Cambridge University, Inggris
  • University of Minnesota Amerika Serikat
  • Lawrence University, Amerika Serikat
  • University of Michigan, Amerika Serikat
  • Santa Clara University, Amerika Serikat.
  • The University of Sydney, Australia
  • The University of Melbourne, Australia
  • The University of Hawai’i at Mānoa, Amerika Serikat
  • Memorial University of Newfoundland, Kanada
  • Seattle Pacific University, Amerika Serikat
  • The University of Hongkong-Hongkong
  • University of Pittsburgh, Amerika Serikat
  • The University of Manchester, Inggris.
  • University of Waterloo, Kanada
  • University of Maryland, Amerika Serikat

Ragam

Jenis-jenis gamelan dibedakan berdasarkan koleksi instrumen dan penggunaan suara, penyetelan tangga nada (laras), repertoar, gaya, dan konteks budaya. Secara umum, tidak ada dua ansambel gamelan yang sama, dan yang muncul di kraton sering dianggap memiliki gaya dan penyetelan sendiri. Gaya tertentu juga dapat dibagikan oleh ansambel terdekat, yang mengarah ke gaya daerah.

Pada Gamelan Jawa terdapat beberapa jenis Gamelan meliputi :

  1. Gamelan Reog Ponorogo, Untuk mengiringi kesenian Reog Ponorogo. Gamelan ini terdiri dari Kendang Reog, Slompret, Kenong, Gong, Angklung Reog, Ketipung.
  2. Gamelan Jaranan Thek, Untuk mengiringi kesenian kuda Lumping yang saat ini memiliki banyak Jenis kuda Lumping.
  3. Gamelan Karaton Kasunanan Surakarta, untuk mengiringi berbagai tarian dan tradisi di lingkungan Karaton Kasunanan Surakarta.
  4. Gamelan Karaton Kasultanan Yogyakarta, untuk mengiringi berbagai tarian dan tradisi di lingkungan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
  5. Gamelan Wayang, Untuk Mengiringi kesenian Wayang Kulit.
  6. Gamelan Banyuwangi, Untuk Mengiringi berbagai kesenian khas Banyuwangi. Bunyi musik gamelan ini menghasilkan suara gamelan Jawa keraton, Gamelan Reog, Gamelan Jaranan Thek, dan Bali karena mendapatkan pengaruh dari ke empat jenis gamelan tersebut di banyuwangi.
  1. Gamelan Degung, Untuk mengiringi berbagai kesenian khas Sunda. Biasanya diiringi oleh sorakan suara atau Senggak khas Sunda.
  1. Gamelan Wayah (Tua atau era Majapahit)
  2. Gamelan Bambu (Rindik), mulanya sebuah Angklung Reog yang kemudian dimainkan dengan cara dipukul
  3. Gamelan Madya (Masa Kolonial)
  4. Gamelan Anyar (Baru)

Gamelan Sasak Lombok

  1. Gamelan Sasak, Untuk mengiringi berbagai kesenian khas suku sasak di Lombok. Gamelan sasak mendapat pengaruh dari Bali. sehingga bunyi yang dihasilkan sangat mirip dengan gamelan Bali.

Gamelan Madura

  1. Gamelan Saronoin, untuk mengiringi kesenian khas Madura. Gamelan Saronin mendapat pengaruh yang kuat dari Gamelan Reyog Ponorogo, meski begitu nada bunyi yang dihasilkan memiliki ciri khas Madura.

Gamelan Kutai

  1. Gamelan Kutai, Untuk mengiringi berbagai tarian di lingkungan Keraton Kutai Kartanegara yang mendapatkan pengaruh Jawa era Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Demak

Gamelan Banjar

  1. Gamelan Banjar, Untuk Mengiringi berbagai kesenian khas Banjar yang mendapatkan pengaruh Jawa era Kerajaan Majapahit dan Kesultanan Demak.

Gamelan Palembang

  1. Gamelan Palembang, Kerajaan Palembang dibangun oleh para bangsawan dari Demak. Seiring dengan itu budaya jawa masuk ke keraton Palembang termasuk gamelan. Gamelan ini biasa digunakan untuk mengiringi wayang kulit dan berbagai kesenian khas Palembang.

Gamelan Melayu

  1. Gamelan Melayu Riau
  2. Gamelan Melayu Semenanjung (Malaysia), Gamelan Melayu baru ada pada zaman kolonial. Secara fisik memiliki bentuk yang sama persis dengan Gamelan Jawa. Yang membedakan ialah lagu-lagunya dibikin oleh orang Melayu. Gamelan ini digunakan untuk mengiringi Joget Gamelan.

Jenis gamelan umumnya dikelompokkan berdasarkan geografis, dengan pembagian utama antara gaya yang disukai oleh orang Bali, Jawa, dan Sunda. Orang Madura juga memiliki gaya gamelan sendiri, meskipun tidak lagi digunakan.[22] Gamelan Sunda mempunyai dinamika degung, yang menggunakan subset instrumen gamelan dengan laras pelog tertentu. Gamelan Bali sering dikaitkan dengan keahlian dan perubahan tempo yang cepat dan dinamika gong kebyar. Gamelan Sasak memiliki kemiripan dengan Gamelan Bali, dengan sedikit ragam yang berbeda. Gamelan Jawa, sebagian besar didominasi oleh kraton-kraton di Jawa, sesuai dengan gayanya masing-masing, dikenal dengan kualitas meditasi yang lebih pelan atau bertempo lambat dan bersifat transendental atau mersudi yang meiliki makna berusaha mencapai sesuatu dengan kesabaran.

Referensi

  1. ^ Gamelan Music | Definition, Instruments & Types[1]
  2. ^ a b Sumarsam (1998). Introduction to Javanese Gamelan Diarsipkan 2017-12-14 di Wayback Machine.. Middletown.
  3. ^ KRT Widyacandra Ismayaningrat, dkk (2016). Serial Khasanah Pustaka KHP Widyabudaya: Bab Kagungan Dalem Gangsa lan Ringgit. Yogyakarta: KHP Widayabudaya Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. 
  4. ^ GAMELAN JAWA ALAT MUSIK TERTUA DI DUNIA [2] Diarsipkan 2023-03-28 di Wayback Machine.
  5. ^ Gamelan Jadi Warisan Budaya Tak Benda oleh UNESCO, Siapa sih Penemunya?[3] Diarsipkan 2023-03-28 di Wayback Machine.
  6. ^ "Gamelan". ich.unesco.org. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. 2021. 
  7. ^ a b Lindsay, Jennifer (1992). Javanese Gamelan, p.10. ISBN 0-19-588582-1.
  8. ^ Lindsay (1992), p.35.
  9. ^ Lentz, 5.
  10. ^ R.T. Warsodiningrat, Serat Weda Pradangga. Cited in Roth, A. R. New Compositions for Javanese Gamelan. University of Durham, Doctoral Thesis, 1986. Page 4.
  11. ^ a b "Learn the History Behind Gamelan, Indonesian Music and Dance". ThoughtCo. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-14. Diakses tanggal 2019-11-16. 
  12. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-16. Diakses tanggal 2022-04-12. 
  13. ^ Asal, Contoh Alat Musik Gamelan & Cara Memainkannya [4] Diarsipkan 2023-03-28 di Wayback Machine.
  14. ^ "Selonding, Gamelan Suci dari Desa Kuno". Komunitas Ubud. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-19. Diakses tanggal 5 Desember 2020. 
  15. ^ "Pelajari Gamelan Selonding Kuno di Mekar Bhuana". Mekar Bhuana. Diakses tanggal 5 Desember 2020. [pranala nonaktif permanen]
  16. ^ "Walisongo: Sunan Bonang". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-18. Diakses tanggal 2019-11-16. 
  17. ^ Reyog Ponorogo: untuk perguruan tinggi oleh Hartono, terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1980
  18. ^ Roth, 4–8
  19. ^ Drummond, Barry. Javanese Gamelan Terminology Diarsipkan 2020-03-27 di Wayback Machine.. Boston.
  20. ^ Ben Jordan (10 June 2002). "Javanese Gamelan: Instruments". Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 November 2013. 
  21. ^ Gamelan Ternyata Dipelajari Di 20 Universitas Luar Negeri Ini. Sebagai UKM Sampai Jadi Mata Kuliah![5]
  22. ^ Across Madura Strait: the dynamics of an insular society, edited by Kees van Dijk, Huub de Jonge and Elly Touwen-Bouwsma.[perlu rujukan lengkap]

Bacaan lanjutan

  • Music of Indonesia [Series]. Ed. by Philip Yampolsky. Washington, DC: Smithsonian/Folkways, 1990–1999. 20 Compact Discs with Liner Notes. Bibliography.
    • Vol. 14: Lombok, Kalimantan, Banyumas: Little-known Forms of Gamelan and Wayang.

Pranala luar