Vincent Willem van Gogh (Belanda: [ˈvɪnsɛnt ˈʋɪləm vɑn ˈɣɔx] ;[note 1] (30 Maret 1853 – 29 Juli 1890) adalah seorang pelukis pascaimpresionis Belanda yang menjadi salah satu tokoh paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah seni di Barat. Dalam waktu lebih dari satu dasawarsa, ia menciptakan kurang lebih 2.100 karya seni, termasuk sekitar 860 lukisan minyak yang kebanyakan dibuat selama dua tahun terakhir kehidupannya. Karya-karya tersebut meliputi lukisan bentang alam, alam benda, potret dan potret diri, dan memiliki ciri khas berupa warna yang tebal dan dramatis serta goresan kuas yang impulsif dan ekspresif.

Vincent van Gogh
Sebuah potret kepala dan bahu pria berusia 30-an tahun, dengan jenggot merah, dan menghadap ke kiri
Potret Diri, 1887, Art Institute of Chicago
LahirVincent Willem van Gogh
30 Maret 1853
Zundert, Belanda
Meninggal29 Juli 1890(1890-07-29) (umur 37)
Auvers-sur-Oise, Perancis
MakamCimetière d'Auvers-sur-Oise, Perancis
49°04′31″N 2°10′44″E / 49.07531°N 2.17894°E / 49.07531; 2.17894
KebangsaanBelanda
PendidikanAnton Mauve
Dikenal atasLukisan, gambar
Karya terkenalKesedihan (1882)
Pemakan Kentang (1885)
Bunga Matahari (1887)
Kamar Tidur di Arles (1888)
Malam Berbintang (1889)
Potret Dr. Gachet (1890)
Ladang Gandum dengan Gagak-Gagak (1890)
Gerakan politikPasca-impresionisme
IMDB: nm0994883 Discogs: 2238691 IMSLP: Category:Gogh,_Vincent_van Find a Grave: 1055 Modifica els identificadors a Wikidata
Bunga Matahari (F.458), pengulangan versi ke-4 (latar belakang kuning), Agustus 1889.[1] Museum Van Gogh, Amsterdam.
Ladang Gandum dengan Gagak-Gagak, 1890. Museum Van Gogh, Amsterdam.

Pada masa kecilnya, putra sulung kelahiran keluarga menengah ke atas ini merupakan seorang anak yang serius, pendiam dan penuh dengan pikiran. Saat masih muda, ia menjadi seorang pedagang seni dan sering berkelana, tetapi ia mengalami depresi setelah dipindah ke London. Ia beralih ke bidang agama dan menjalani waktunya sebagai seorang misionaris Protestan di Belgia Selatan. Ia terombang ambing di tengah kesakitan dan ketenangan sebelum akhirnya mulai melukis pada tahun 1881 setelah kembali ke rumah orang tuanya. Ia mendapatkan bantuan keuangan dan emosional dari adiknya yang bernama Theo, dan mereka berdua menjalin komunikasi jangka panjang melalui surat-menyurat. Karya-karya awalnya, yang kebanyakan merupakan lukisan alam benda dan ilustrasi para buruh tani, sudah menunjukkan pewarnaan yang cerah dan tebal yang kelak menjadi ciri khas karya-karyanya. Pada tahun 1886, ia pindah ke Paris, dan di situ ia bertemu dengan anggota pergerakan avant-garde, termasuk Émile Bernard dan Paul Gauguin. Seiring berjalannya waktu, ia mengembangkan pendekatan baru terhadap lukisan alam benda dan bentang alam setempat. Lukisan-lukisannya menjadi lebih cerah dan akhirnya gaya baru ini terbentuk secara utuh pada masanya di Arles di Perancis Selatan pada tahun 1888. Pada masa itu pula ia memperluas cakupan subjek-subjeknya, termasuk sejumlah lukisan pohon zaitun, ladang gandum, dan bunga matahari.

Van Gogh mengalami psikosis dan delusi. Walaupun ia merasa khawatir dengan kondisi kejiwaannya, ia seringkali mengabaikan kesehatan fisiknya, sehingga ia tidak makan dengan benar dan malah banyak minum alkohol. Pertemanannya dengan Gauguin berakhir setelah terjadinya pertengkaran yang kemudian membuat Van Gogh memotong kuping kirinya sendiri. Ia menjalani waktunya di beberapa rumah sakit jiwa, salah satunya di Saint-Rémy. Setelah ia dibolehkan keluar, ia pindah ke Auberge Ravoux di Auvers-sur-Oise di dekat Paris, dan di situ ia dirawat oleh seorang dokter homeopati yang bernama Paul Gachet. Depresinya masih berlanjut dan pada tanggal 27 Juli 1890 van Gogh menembak dadanya sendiri dengan sebuah pistol revolver. Ia meninggal akibat luka-lukanya dua hari kemudian.

Van Gogh bukanlah seorang seniman yang sukses pada masa hidupnya dan dianggap sebagai orang gila. Ia menjadi terkenal setelah ia bunuh diri, dan tampil dalam khayalan publik sebagai seorang jenius yang disalahpahami dan "tempat bertemunya kegilaan dengan kreativitas".[6] Reputasinya mulai bertumbuh pada awal abad ke-20 karena unsur-unsur gaya lukisnya digunakan oleh seniman ekspresionis Jerman dan Fauvis. Dalam beberapa dasawarsa berikutnya, ia meraih kesuksesan dari segi popularitas, komersial, dan kritik, dan namanya diingat sebagai seorang pelukis yang penting namun berakhir tragis, dan kepribadiannya yang bermasalah melambangkan idealisme romantik akan seorang seniman yang tersiksa.

Surat-surat

Vincent van Gogh pada tahun 1873, saat ia bekerja di galeri Goupil & Cie di Den Haag.[7] Theo (gambar kanan, dari tahun 1878) mendukung kakaknya dan juga menjadi sahabat Vincent sepanjang hidupnya

Sumber primer yang paling lengkap mengenai kehidupan Vincent van Gogh adalah surat-menyurat antara dia dan adiknya, Theo. Hubungan persahabatan seumur hidup mereka dan sebagian besar dari apa yang diketahui tentang pemikiran dan teori seni Vincent tertulis di dalam ratusan surat yang mereka saling kirimkan dari tahun 1872 sampai 1890.[8] Theo sendiri adalah seorang pedagang seni yang memberikan bantuan keuangan dan emosional kepada kakaknya, dan ia juga memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh seni yang berpengaruh.[9]

Theo menyimpan semua surat yang dikirimkan oleh Vincent kepadanya,[10] tetapi Vincent hanya menyimpan beberapa surat yang ia terima. Setelah mereka berdua meninggal dunia, istri Theo yang bernama Johanna memutuskan untuk menerbitkan beberapa surat mereka. Beberapa surat tersebut muncul pada tahun 1906 dan 1913, dan kebanyakan diterbitkan pada tahun 1914.[11][12] Surat-surat yang ditulis oleh Vincent berkesan fasih dan ekspresif dan disebut-sebut memiliki tingkat "keintiman seperti buku harian",[9] dan sebagian lainnya terasa seperti sebuah otobiografi.[9] Penerjemah Arnold Pomerans menyatakan bahwa penerbitan surat-surat tersebut menambahkan sebuah "dimensi segar untuk memahami pencapaian seni Van Gogh, sebuah pemahaman yang tidak dianugerahkan kepada kita oleh pelukis yang lain".[13]

Terdapat lebih dari 600 surat yang dikirimkan oleh Vincent kepada Theo dan sekitar 40 dari Theo untuk Vincent. Selain itu, terdapat 22 surat yang dikirimkan oleh Vincent kepada adik perempuannya, Wil, 58 kepada pelukis Anthon van Rappard, 22 kepada Émile Bernard, serta surat-surat pribadi kepada Paul Signac, Paul Gauguin dan kritikus Albert Aurier. Beberapa dilengkapi dengan sketsa.[9] Banyak dari antara surat-surat tersebut yang tidak diberi tanggal, namun para sejarawan seni dapat mengurutkan surat-surat ini secara kronologis. Masih terdapat masalah-masalah dalam proses transkripsi dan penanggalan, terutama untuk surat-surat yang dikirim dari Arles. Saat berada di sana, Vincent menulis sekitar 200 surat dalam bahasa Belanda, Prancis dan Inggris.[14] Sebagai catatan, tidak ditemukan surat pada masa ketika Vincent menetap di Paris karena ia tinggal bersama dengan Theo, sehingga mereka tidak perlu saling mengirimkan surat.[15]

Kehidupan

Masa awal

Vincent Willem van Gogh lahir pada tanggal 30 Maret 1853 di Groot-Zundert di provinsi Brabant Utara yang mayoritas penduduknya menganut agama Katolik.[16] Ia adalah anak sulung dari pasangan Theodorus van Gogh, seorang pendeta Gereja Reformasi Belanda, dan Anna Cornelia Carbentus. Van Gogh diberi nama kakeknya dan juga kakaknya yang lahir mati setahun sebelum Vincent dilahirkan.[note 2] Nama Vincent sendiri sebenarnya merupakan nama yang sering dipakai dalam keluarga Van Gogh: kakeknya, Vincent (1789–1874), yang memperoleh gelar dalam bidang teologi di Universitas Leiden pada tahun 1811, dikaruniai enam anak laki-laki, dan tiga diantaranya menjadi pedagang seni. Vincent yang ini mungkin dinamai dari paman ayahnya yang berprofesi sebagai seorang pemahat (1729–1802).[18]

Ibu Van Gogh berasal dari keluarga kaya di Den Haag,[19] sementara ayahnya adalah anak bungsu seorang pendeta.[20] Keduanya bertemu saat adik Anna, Cornelia, menikahi kakak Theodorus, Vincent (Cent). Orang tua Van Gogh menikah pada Mei 1851 dan pindah ke Zundert.[21] Adik Van Gogh yang bernama Theo lahir pada tanggal 1 Mei 1857. Van Gogh juga memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Cor dan tiga adik perempuan yang bernama Elisabeth, Anna, dan Willemina (dikenal sebagai "Wil"). Pada saat sudah dewasa, Van Gogh hanya berhubungan dengan Willemina dan Theo.[22] Ibu Van Gogh adalah seorang wanita relijius dan saklek yang sangat mementingkan keluarga hingga orang yang berada di sekitarnya merasa klaustrofobik.[23] Gaji Theodorus tidaklah besar, tetapi gereja menyediakan keluarga tersebut dengan sebuah rumah, seorang pembantu, dua juru masak, seorang tukang kebun, dan sebuah kereta kuda, dan Anna mewajibkan anak-anaknya untuk menjunjung tinggi status sosial keluarga tersebut.[24]

 
Vincent saat berumur sekitar 13 tahun.

Van Gogh adalah seorang anak yang serius dan penuh dengan pikiran.[25] Minatnya terhadap seni sudah berkembang sejak masih muda. Ia didorong untuk menggambar semenjak kecil oleh ibunya,[26] dan gambar-gambar pertama yang ia buat terlihat ekspresif,[27] namun tak sebanding dengan karya-karyanya saat sudah dewasa.[28] Ia dididik di rumah oleh ibunya dan seorang pengajar, dan pada tahun 1860 ia dikirim ke sekolah desa. Pada tahun 1864, ia masuk ke sekolah asrama di Zevenbergen,[27] tetapi di situ ia merasa ditinggalkan dan meminta dipulangkan. Sebagai gantinya, pada tahun 1866, orang tuanya mengirimkannya ke sekolah menengah di Tilburg, namun di situ ia sangat tidak bahagia.[29] Sementara itu, Constantijn C. Huysmans yang telah menjadi seniman sukses di Paris menjadi guru di sekolah Van Gogh di Tilburg. Huysmans menolak teknik yang menangkap kesan-kesan dari suatu hal, terutama objek umum atau alam. Ketidakbahagiaan Van Gogh yang mendalam tampaknya telah membayangi pelajaran-pelajarannya, sehingga ajaran Huysmans tidak terlalu berdampak terhadap diri Van Gogh.[30] Pada Maret 1868, Van Gogh secara mendadak kembali ke rumahnya. Saat sudah dewasa, ia menulis bahwa masa mudanya "keras dan dingin, dan hampa".[31]

Pada Juli 1869, paman Van Gogh, Cent, memberikannya sebuah pekerjaan di perusahaan seni Goupil & Cie di Den Haag.[32] Setelah menyelesaikan pelatihannya pada tahun 1873, ia dikirim ke kantor cabang Goupil di Southampton Street, London, dan ia lalu tinggal di 87 Hackford Road, Stockwell.[33] Masa ini merupakan masa yang bahagia bagi Van Gogh; ia sukses dengan pekerjaannya, dan pada usia 20 tahun pendapatannya sudah melebihi ayahnya. Istri Theo kemudian berkomentar bahwa ini adalah tahun terbaik dalam kehidupan Vincent. Namun, ia tergila-gila dengan anak ibu kosnya, Eugénie Loyer, dan Van Gogh ditolak setelah mengungkapkan perasaannya; perempuan tersebut diam-diam malah bertunangan dengan seorang bekas pemilik penginapan. Van Gogh pun menjadi terisolasi dan semakin kuat agamanya. Ayah dan pamannya lalu memindahkannya ke Paris pada tahun 1875, tetapi di situ ia merasa marah akibat berbagai hal, seperti bagaimana perusahaannya menjadikan seni sebagai komoditas, sehingga ia dipecat satu tahun kemudian.[34]

 
Rumah Van Gogh di Cuesmes. Di sini ia memutuskan untuk menjadi seorang seniman

Pada April 1876, ia kembali ke Inggris untuk melakukan pekerjaan tak dibayar sebagai guru pengganti di sebuah sekolah asrama kecil di Ramsgate. Saat pemiliknya pindah ke Isleworth, Middlesex, Van Gogh juga ikut dengannya.[35][36] Pada akhirnya ia tidak cocok dengan pekerjaan tersebut dan keluar untuk menjadi asisten pendeta Methodis.[37] Sementara itu, orang tuanya sudah pindah ke Etten.[38] Ia kembali ke Belanda pada hari Natal tahun 1876 dan lalu menetap selama enam bulan dan bekerja di sebuah toko buku di Dordrecht. Ia merasa tak bahagia dengan pekerjaan tersebut dan menjalani waktunya dengan mencorat-coret sesuatu atau menerjemahkan ayat-ayat Alkitab ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman.[39] Ia memutuskan untuk membenamkan dirinya dalam ilmu agama dan menjadi semakin saleh dan hidup sesuai dengan aturan keagamaan.[40] Menurut teman kosnya pada saat itu yang bernama Paulus van Görlitz, Van Gogh makan dengan sederhana dan menghindari konsumsi daging.[41]

Untuk mendukung keinginan Van Gogh untuk menjadi pastor, pada tahun 1877 ia dikirim oleh keluarganya untuk tinggal bersama dengan pamannya, Johannes Stricker, yang merupakan seorang teolog yang dihormati di Amsterdam.[42] Van Gogh mempersiapkan diri untuk ikut ujian masuk teologi di Universitas Amsterdam,[43] tetapi ia gagal lulus ujian tersebut dan meninggalkan rumah pamannya pada Juli 1878. Ia lalu mengambil kursus tiga bulan di sekolah misionaris Protestan di Laken di dekat Brussel, tetapi ia lagi-lagi mengalami kegagalan.[44]

Pada Januari 1879, Van Gogh diberi tugas sebagai seorang misionaris di Petit-Wasmes[45] yang terletak di daerah penambangan batu bara Borinage di Belgia. Sebagai tanda dukungannya kepada jemaat yang miskin, ia memberikan tempat tinggalnya yang nyaman di sebuah toko roti kepada seorang tuna wisma, dan ia lalu pindah ke sebuah gubuk kecil dan tidur di atas jerami.[46] Kondisi hidupnya yang jorok membuatnya tidak disukai oleh gereja, yang kemudian memecatnya karena telah "merusak martabat kependetaan". Ia kemudian berjalan sejauh 75 km ke Brussel,[47] dan sempat kembali ke Cuesmes di Borinage. Ia akhirnya mau menuruti permintaan orang tuanya untuk kembali ke Etten. Namun, ia tinggal di sana hanya sampai bulan Maret 1880,[note 3] sehingga orang tuanya merasa cemas dan frustrasi. Terjadi perseturuan antara dirinya dengan ayahnya, sampai-sampai sang ayah mempertimbangkan untuk mengirim Van Gogh ke rumah sakit jiwa di Geel.[49][50][note 4]

Van Gogh kembali ke Cuesmes pada Agustus 1880, dan di situ ia tinggal dengan seorang penambang hingga bulan Oktober.[52] Ia mulai tertarik dengan orang-orang dan pemandangan di sekitarnya, dan ia mengabadikannya dalam bentuk gambar-gambar sesuai dengan saran dari Theo agar ia mempelajari seni dengan sungguh-sungguh. Van Gogh mengunjungi Brussel setahun kemudian untuk mengikuti saran Theo agar ia berguru dengan seniman Belanda Willem Roelofs. Roelofs berhasil meyakinkannya untuk masuk ke Académie Royale des Beaux-Arts, meskipun Van Gogh sebenarnya tidak menyukai sekolah seni yang resmi. Ia mendaftar di akademi tersebut pada November 1880, dan di situ ia mempelajari anatomi dan aturan-aturan standar pemodelan dan perspektif.[53]

Etten, Drenthe dan Den Haag

 
Kee Vos-Stricker dengan putranya Jan, sekitar tahun 1879–80

Van Gogh kembali ke Etten pada April 1881 untuk tinggal bersama dengan orang tuanya.[54] Ia terus menggambar dan seringkali menjadikan tetangga-tetangganya sebagai subjek lukisan. Pada Agustus 1881, sepupunya yang telah menjanda, Cornelia "Kee" Vos-Stricker, datang berkunjung. Kee merupakan anak dari pasangan Johannes Stricker dan istrinya yang merupakan kakak kandung ibu Van Gogh, Willemina. Van Gogh merasa sangat senang dengan kehadiran Kee dan sering berjalan kaki bersamanya. Kee berusia tujuh tahun lebih tua darinya, dan memiliki seorang putra berusia delapan tahun. Van Gogh mengejutkan semua orang dengan menyatakan cintanya kepadanya dan mengusulkan pernikahan.[55] Ia menolak dengan berkata "Tidak akan, tidak, tidak akan pernah" ("nooit, neen, nimmer").[56] Setelah Kee kembali ke Amsterdam, Van Gogh datang ke Den Haag untuk mencoba menjual lukisan-lukisannya dan untuk menemui sepupu jauhnya, Anton Mauve. Mauve adalah seorang seniman sukses dan Van Gogh ingin menjadi sepertinya.[57] Mauve mengundangnya untuk kembali dalam beberapa bulan, dan menyarankan agar ia menjalani waktu dengan berkarya menggunakan arang dan pastel; Van Gogh lalu kembali ke Etten dan mengikuti nasihatnya.[57]

Pada akhir November 1881, Van Gogh menulis sebuah surat kepada Johannes Stricker, yang dikatakan oleh Theo sebagai sebuah serangan pribadi.[58] Setelah beberapa hari, ia pergi ke Amsterdam.[59] Kee tak sudi menemuinya, dan orangtuanya menyatakan bahwa "kekerasan hatinya menjijikkan".[60] Van Gogh merasa putus asa, sehingga ia menyentuh api lentera dengan tangan kirinya dan berkata: "Biarkan aku bertemu dengannya selama aku bisa menahan tanganku di api."[60][61] Ia tidak dapat mengingat peristiwa tersebut dengan baik, tetapi kemudian menduga bahwa pamannya telah memadamkan api tersebut. Ayah Kee menegaskan bahwa penolakan Kee harus dihormati dan keduanya tidak dapat menikah, terutama karena Van Gogh tidak mampu menafkahi dirinya sendiri.[62]

Mauve menerima Van Gogh sebagai muridnya dan mengenalkannya pada cat air, yang ia pakai selama sebulan berikutnya sebelum pulang untuk perayaan hari Natal.[63] Ia berseteru dengan ayahnya, menolak ke gereja, dan lalu pergi ke Den Haag.[note 5][66] Setelah sebulan berlalu, Van Gogh dan Mauve bertengkar, kemungkinan akibat permasalahan mengenai kelayakan penggunaan plaster untuk menggambar.[67] Van Gogh hanya dapat mempekerjakan orang-orang dari jalanan sebagai model, dan praktik ini tampaknya juga tidak disukai oleh Mauve.[68] Pada bulan Juni, Van Gogh terserang kencing nanah dan masuk rumah sakit selama tiga minggu.[69] Tidak lama sesudahnya, ia mulai melukis dengan menggunakan minyak[70] yang dibeli dengan uang yang dipinjamkan oleh Theo. Ia menyukai penggunaan medium tersebut, dan ia menggoreskan kuasnya dengan bebas. Ia mengaku terkejut bahwa hasilnya ternyata bagus.[71]

 
Atap, Pemandangan dari Ruang Kerja Den Haag, 1882, koleksi pribadi

Pada Maret 1882, Mauve tampaknya telah memperlakukan Van Gogh dengan dingin, dan ia berhenti membalas surat-suratnya.[72] Ia mendengar kabar mengenai hubungan Van Gogh dengan seorang pelacur alkoholik yang bernama Clasina Maria "Sien" Hoornik (1850–1904).[73] Van Gogh bertemu dengan Sien menjelang akhir Januari 1882, saat Sien tidak hanya memiliki seorang putri yang berumur lima tahun, tetapi juga sedang hamil. Ia sebelumnya sudah pernah melahirkan dua anak yang telah meninggal,, namun Van Gogh tidak mengetahui hal tersebut;[74] pada tanggal 2 Juli, ia melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Willem.[75] Saat ayah Van Gogh mendapati rincian hubungan mereka, ia berusaha menekan Van Gogh untuk mencampakkan Sien dan kedua anaknya. Vincent mula-mula menolaknya,[76] dan mempertimbangkan untuk pindah bersama dengan Sien dan anak-anaknya ke luar kota, tetapi pada akhir tahun 1883 ia memutuskan untuk meninggalkan Sien dan anak-anaknya.[77]

Kemiskinan mungkin telah memaksa Sien untuk kembali ke dunia pekerja seks komersial; keadaan di rumah menjadi kurang bahagia dan Van Gogh merasa kehidupan keluarganya tak sejalan dengan perkembangan artistiknya. Sien menitipkan anak perempuannya kepada ibunya, dan bayi Willem kepada saudara laki-lakinya.[78] Willem ingat bahwa ia pernah mengunjungi Rotterdam saat ia berusia sekitar 12 tahun, dan di situ seseorang mencoba meyakinkan Sien untuk menikah untuk mengesahkan anak-anaknya.[79] Ia percaya bahwa Van Gogh adalah ayah kandungnya, tetapi waktu kelahirannya menjadikan hal tersebut tidak mungkin.[80] Sien akhirnya menenggelamkan dirinya sendiri di Sungai Scheldt pada tahun 1904.[81]

Pada September 1883, Van Gogh pindah ke Drenthe di Belanda Utara. Pada bulan Desember, akibat kesendirian yang menyayat hati, ia memutuskan untuk tinggal dengan orang tuanya yang menetap di Nuenen, Brabant Utara, pada masa itu.[81]

Menjadi seniman

Nuenen dan Antwerp (1883–86)

 
Pemakan Kentang, 1885. Museum Van Gogh, Amsterdam

Di Nuenen, Van Gogh berfokus pada lukisan dan gambar. Ia bekerja di luar ruangan dengan sangat cepat, dan ia berhasil menyelesaikan berbagai sketsa dan lukisan para penenun dan gubuk mereka.[82] Dari Agustus 1884, Margot Begemann, seorang putri tetangga yang lebih tua sepuluh tahun dari Van Gogh, jatuh cinta kepada Van Gogh dan Van Gogh membalas perasaan tersebut, walaupun perasaannya tidak sekuat Margot. Mereka ingin menikah, namun keluarga mereka tak menyetujuinya. Margot merasa putus asa dan meracuni dirinya sendiri dengan striknina, namun selamat setelah Van Gogh melarikannya ke rumah sakit terdekat.[75] Pada tanggal 26 Maret 1885, ayah Van Gogh meninggal dunia akibat serangan jantung.[83]

Van Gogh membuat sejumlah lukisan alam benda pada tahun 1885.[84] Selama dua tahun di Nuenen, ia menyelesaikan banyak gambar dan lukisan cat air, dan hampir sekitar 200 lukisan minyak. Paletnya utamanya terdiri dari warna-warna tanah yang gelap, terutama warna coklat tua, dan tak menunjukkan warna-warna tebal dan cerah yang kelak menjadi ciri khas karyanya.[85]

Seorang pedagang seni di Paris tertarik dengan karyanya pada awal tahun 1885.[86] Theo menanyakan kepada Vincent apakah ia memiliki lukisan-lukisan yang siap untuk dipamerkan.[87] Pada bulan Mei, Van Gogh menjawabnya dengan mempersembahkan karya besar pertamanya, Pemakan Kentang, dan sejumlah lukisan "studi karakter petani" yang merupakan hasil kerja selama beberapa tahun.[88] Saat ia mengeluh karena ia merasa bahwa Theo tidak melakukan upaya yang cukup untuk menjual lukisan-lukisannya di Paris, Theo menjawabnya dengan menyatakan bahwa lukisan-lukisan tersebut terlalu gelap, dan tidak sejalan dengan gaya Impresionisme yang cerah.[85] Pada bulan Agustus, karya Van Gogh dipamerkan untuk pertama kalinya di muka umum, tepatnya di jendela toko seni Leurs di Den Haag. Salah satu petani muda yang pernah ia lukis hamil pada September 1885; Van Gogh dituduh telah memaksa berhubungan badan dengannya, sehingga pendeta di desa melarang jemaatnya untuk menjadi model Van Gogh.[89]

Ia pindah ke Antwerpen pada bulan November, dan menyewa sebuah kamar di atas toko lukisan di rue des Images (Lange Beeldekensstraat).[91] Ia hidup dalam kemiskinan dan makan seadanya, dan ia lebih memilih untuk menggunakan uang yang diberikan oleh Theo untuk membeli bahan lukisan dan menyewa model. Roti, kopi dan tembakau menjadi bagian dari makanan pokoknya. Pada Februari 1886, ia menulis kepada Theo bahwa ia hanya dapat mengingat enam hidangan panas yang pernah ia makan sejak bulan Mei. Giginya menjadi longgar dan menyakitkan.[92] Di Antwerpen, ia berusaha mempelajari teori warna dan menghabiskan waktu di museum-museum — terutama untuk mempelajari karya Peter Paul Rubens – dan menambah warna yang ia pakai di paletnya dengan warna karmina, biru kobalt dan hijau zamrud. Van Gogh membeli karya seni ukiyo-e Jepang di daerah dermaga, dan kemudian memasukkan unsur-unsur seni tersebut ke dalam latar belakang beberapa lukisannya.[93] Namun, ia kembali menjadi seorang peminum alkohol yang berlebihan.[94] Ia juga masuk rumah sakit dari Februari hingga Maret 1886,[95] dan di situ ia mungkin juga menjalani pengobatan sifilis.[96][note 6]

Setelah pulih, ia mengambil ujian masuk Akademi Seni Rupa di Antwerpen, meskipun sebenarnya ia membenci pendidikan akademis. Pada Januari 1886, ia diterima di program lukisan dan gambar. Ia jatuh sakit dan dibuat lunglai oleh kerja yang berlebihan, pola makan yang buruk dan kebiasaan merokok yang berlebihan.[99] Meskipun begitu, ia mulai mengikuti kelas-kelas menggambar model-model plaster di Akademi Antwerpen pada 18 Januari 1886. Ia kemudian berseteru dengan Charles Verlat, direktur akademi dan guru kelas melukis, akibat gaya lukisan Van Gogh yang tidak biasa. Van Gogh juga berselisih pandang dengan guru kelas menggambar Franz Vinck. Van Gogh akhirnya masuk kelas menggambar model-model plaster yang diajarkan oleh Eugène Siberdt. Siberdt dan Van Gogh bertengkar setelah Van Gogh tak memenuhi permintaan Siberdt untuk menegaskan kontur dan berkonsentrasi pada garis. Ketika Van Gogh diminta untuk menggambar Venus de Milo, ia malah membuat gambar tubuh seorang petani perempuan Flandria yang telanjang dan tak bertangan. Siberdt menganggapnya sebagai tindakan pembangkangan terhadap ajarannya dan ia memperbaiki lukisan Van Gogh dengan krayonnya hingga kertasnya robek. Van Gogh kemudian mengamuk dan berteriak kepada Siberdt: 'Kau benar-benar tidak tahu seorang wanita muda itu seperti apa, jahanam! Seorang wanita harus memiliki pinggul, pantat, panggul yang dapat menggendong seorang bayi!' Menurut beberapa catatan, ini menjadi terakhir kalinya Van Gogh menghadiri kelas-kelas di akademi tersebut dan kemudian ia pindah ke Paris.[100] Pada tanggal 31 Maret 1886, sekitar sebulan setelah berseteru dengan Siberdt, para guru akademi memutuskan agar 17 murid, termasuk Van Gogh, mengulang satu tahun. Maka dari itu, kabar bahwa Van Gogh dikeluarkan dari akademi oleh Siberdt terbukti salah.[101]

Paris (1886–88)

 
Henri de Toulouse-Lautrec, Potret Vincent van Gogh, 1887, gambar pastel, Museum Van Gogh, Amsterdam

Van Gogh pindah ke Paris pada Maret 1886 dan di situ ia tinggal di apartemen rue Laval di Montmartre bersama dengan Theo, dan berguru di studio Fernand Cormon. Pada bulan Juni, kakak beradik tersebut pindah ke apartemen yang lebih besar di 54 rue Lepic.[102] Di Paris, Vincent melukis potret teman-teman dan kenalan-kenalannya, lukisan alam benda, serta pemandangan Le Moulin de la Galette, Montmartre, Asnières dan daerah di sepanjang Sungai Seine. Pada tahun 1885 di Antwerpen, ia mulai tertarik dengan teknik cukil kayu Jepang yang disebut ukiyo-e, dan memakainya untuk menghias tembok studionya; saat berada di Paris, ia mengumpulkan ratusan karya seni cukil kayu. Ia juga mencoba membuat seni Japonaiserie, termasuk dengan melukis The Courtesan or Oiran (1887) yang merupakan reproduksi gambar Keisai Eisen dari majalah Paris Illustre yang telah ia perbesar.[103]

Setelah melihat potret Adolphe Monticelli di Galerie Delareybarette, Van Gogh menggunakan palet yang lebih cerah dan goresan yang lebih berani, terutama dalam lukisan-lukisan seperti Pemandangan Laut di Saintes-Maries (1888).[104][105] Dua tahun kemudian, Vincent dan Theo membiayai penerbitan sebuah buku mengenai lukisan-lukisan Monticelli, dan Vincent membeli beberapa karya Monticelli untuk menambah koleksinya.[106]

Van Gogh mendengar kabar mengenai ruang kerja Fernand Cormon dari Theo.[107] Ia bekerja di studio tersebut pada April dan Mei 1886.[108] Di situ ia bertemu dengan seniman Australia John Peter Russell dan murid-muridnya, Émile Bernard, Louis Anquetin dan Henri de Toulouse-Lautrec, dan Russell juga membuat lukisan diri Van Gogh pada tahun 1886.[109] Mereka bertemu di toko lukisan Julien "Père" Tanguy,[108] yang pada masa itu merupakan satu-satunya tempat penyimpanan lukisan-lukisan buatan Paul Cézanne. Pada tahun 1886, dua pameran besar diadakan disana dan menampilkan lukisan Pointillisme dan Neo-impresionisme untuk pertama kalinya, sehingga menarik perhatian kepada pelukis Georges Seurat dan Paul Signac. Theo menyimpan lukisan-lukisan bergaya Impresionis di galerinya di bulevar Montmartre, namun Van Gogh tidak langsung mengakui perkembangan baru ini.[110]

Terjadi perselisihan di antara kedua kakak beradik tersebut. Pada akhir tahun 1886, Theo merasa "hampir tidak tahan lagi" tinggal bersama dengan Vincent.[108] Pada akhir tahun 1887, mereka kembali berbaikan, tetapi Vincent sudah pindah ke Asnières, sebuah kawasan suburban di Paris barat laut, dan di situ ia berkenalan dengan Signac. Ia mulai menggunakan unsur-unsur Pointillisme, sebuah teknik yang menorehkan sejumlah titik kecil yang berwarna di atas kanvas sehingga jika dilihat dari jauh akan membentuk perpaduan warna. Gaya tersebut menekankan penggunaan warna komplementer – yang meliputi biru dan jingga – untuk menghasilkan kontras yang penuh dengan energi.[87][108]

Saat berada di Asnières, Van Gogh melukis taman, restoran dan Sungai Seine, termasuk Jembatan yang melintasi sungai Seine, Asnières. Pada November 1887, Theo dan Vincent berteman dengan Paul Gauguin yang baru tiba di Paris.[111] Menjelang akhir tahun, Vincent mengadakan sebuah pameran bersama dengan Bernard, Anquetin, dan mungkin juga dengan Toulouse-Lautrec, di Grand-Bouillon Restaurant du Chalet, 43 avenue de Clichy, Montmartre. Dalam catatan kontemporer, Bernard menulis bahwa pameran tersebut lebih maju daripada pameran yang lainnya di Paris.[112] Di sana, Bernard dan Anquetin menjual lukisan-lukisan pertama mereka, sementara Van Gogh bertukar karya dengan Gauguin. Diskusi tentang seni, seniman, dan keadaan sosial mereka dimulai saat pameran tersebut, yang kemudian juga diikuti oleh para pengunjung acara tersebut, seperti Signac, Seurat, serta Camille Pissarro dan putranya, Lucien. Pada Februari 1888, Vincent merasa dilelahkan oleh kehidupan di Paris, sehingga ia memutuskan untuk pindah setelah menghabiskan waktu selama dua tahun di sana dan menghasilkan lebih dari 200 lukisan. Berjam-jam sebelum keberangkatannya dan dengan ditemani oleh Theo, ia melakukan kunjungan pertama dan satu-satunya ke studio milik Seurat.[113]

Puncak artistik

Arles (1888–89)

 
Rumah Kuning, 1888. Museum Van Gogh, Amsterdam

Van Gogh jatuh sakit akibat minum-minum dan mengalami batuk-batuk yang dipicu oleh rokok, sehingga pada Februari 1888 Van Gogh pindah ke Arles.[14] Ia tampaknya memiliki hasrat untuk mendirikan sebuah koloni seni rupa di situ. Seniman Denmark Christian Mourier-Petersen menemaninya selama dua bulan, dan pada awalnya Arles terkesan eksotis. Dalam sebuah surat, ia menggambarkan kota tersebut sebagai negeri asing: "Para Zouave, rumah-rumah bordil, anak-anak kecil Arlésienne yang memperoleh Komuni Pertamanya, pastor dengan jubahnya, yang terlihat seperti badak yang berbahaya, orang-orang meminum absinthe, bagiku semuanya terkesan seperti makhluk-makhluk dari dunia lain."[114]

Masa-masa di Arles menjadi salah satu masa yang paling produktif bagi Van Gogh: ia menyelesaikan 200 lukisan dan lebih dari 100 gambar dan karya cat air.[115] Ia terpesona oleh pemandangan dan sinar di sekelilingnya; karya-karyanya pada masa itu kaya akan warna kuning, biru laut dan ungu pucat. Lukisan-lukisannya bertema panen, ladang gandum dan pemandangan desa di kawasan sekitar, termasuk lukisan Penggilingan Tua (1888), sebuah bangunan yang berada di sebelah ladang gandum.[116] Ini adalah salah satu dari tujuh kanvas yang dikirim ke Pont-Aven pada tanggal 4 Oktober 1888 untuk ditukar dengan karya Paul Gauguin, Émile Bernard, Charles Laval dan lain-lain.[116]

Cara Van Gogh menggambarkan pemandangan di Arles dipengaruhi oleh latar belakangnya sebagai seseorang yang dibesarkan di Belanda; perpaduan ladang dan jalanan di lukisannya tampak datar dan kurang perspektif, tetapi penggunaan warnanya sangat bagus.[117] Namun begitu, pada Maret 1888, ia mulai melukis bentang-bentang alam dengan menggunakan "kerangka perspektif"; tiga karya tersebut ditampilkan di pameran tahunan Société des Artistes Indépendants. Pada bulan April, ia dikunjungi oleh seniman Amerika Dodge MacKnight, yang tinggal di Fontvieille yang terletak tidak jauh dari Arles.[118][119] Pada tanggal 1 Mei 1888, dengan biaya 15 franc per bulan, ia menyewa bagian timur Rumah Kuning yang beralamat di 2 place Lamartine. Kamar-kamarnya tak memiliki perabotan dan tidak berpenghuni selama berbulan-bulan.[120]

Pada tanggal 7 Mei, Van Gogh pindah dari Hôtel Carrel ke Café de la Gare,[121] dan di situ ia berteman dengan para pemiliknya, yaitu Joseph dan Marie Ginoux. Rumah Kuning harus diisi dengan perabotan sebelum ia dapat tinggal di sana, tetapi ia masih dapat memanfaatkannya sebagai sebuah studio.[122] Ia ingin mendirikan sebuah galeri untuk memamerkan karya-karyanya, dan mulai membuat sejumlah lukisan yang meliputi Kursi Van Gogh (1888), Kamar Tidur di Arles (1888), Kafé Malam (1888), Teras Kafé di Malam Hari (September 1888), Malam Berbintang di Atas Rhone (1888), dan Alam benda: Vas dengan Dua Belas Bunga Matahari (1888), semuanya ditujukan sebagai dekorasi untuk Rumah Kuning.[123]

Van Gogh menulis bahwa dalam lukisan Kafé Malam, ia berusaha "untuk mengungkapkan gagasan bahwa kafe adalah tempat orang dapat menghancurkan dirinya sendiri, menjadi gila, atau melakukan kejahatan".[124] Saat ia mengunjungi Saintes-Maries-de-la-Mer pada bulan Juni, ia memberikan pelajaran kepada seorang letnan dua Zouave – Paul-Eugène Milliet[125] – dan melukis perahu-perahu di laut dan desa.[126] MacKnight memperkenalkan Van Gogh kepada Eugène Boch, seorang pelukis Belgia yang terkadang singgah di Fontvieille, dan keduanya saling berbalas kunjungan pada bulan Juli.[125]

Kunjungan Gauguin (1888)

 
Paul Gauguin, Pelukis Bunga Matahari: Potret Vincent van Gogh, 1888. Museum Van Gogh, Amsterdam

Setelah Gauguin menyatakan kesediaannya untuk berkunjung ke Arles pada tahun 1888, Van Gogh mengharapkan persahabatan dan perwujudan gagasan Van Gogh mengenai perkumpulan seniman. Sembari menunggu, pada bulan Agustus, ia melukis Bunga Matahari. Saat Boch berkunjung lagi, Van Gogh membuat potret Boch serta lukisan Penyair dengan Latar Belakang Langit Berbintang.[127][note 7]

Untuk mempersiapkan kunjungan Gauguin, Van Gogh membeli dua kasur atas saran dari pengawas pos di stasiun Joseph Roulin. Roulin dan keluarganya sendiri pernah dijadikan model oleh Van Gogh. Kemudian, pada tanggal 17 September, ia melewati malam pertamanya di Rumah Kuning yang masih belum banyak diisi oleh perabotan.[129] Setelah Gauguin mengabarkan bahwa ia bersedia untuk bekerja dan tinggal di Arles dengannya, Van Gogh mulai mengerjakan proyek Dékorasi untuk Rumah Kuning yang dianggap sebagai proyek paling ambisius yang pernah ia lakukan.[130] Ia berhasil menyelesaikan dua lukisan kursi: Kursi Van Gogh dan Kursi Gauguin.[131]

Setelah berulang kali dimohon oleh Van Gogh, Gauguin tiba di Arles pada tanggal 23 Oktober, dan mereka kemudian mulai melukis bersama pada bulan November. Gauguin menggambarkan Van Gogh dalam lukisan Pelukis Bunga Matahari buatannya, sementara Van Gogh melukis gambar-gambar berdasarkan ingatannya, sesuai dengan saran dari Gauguin. Salah satu lukisan "imajinatif" tersebut adalah Kenangan Kebun di Etten.[132][note 8] Setelah itu, mereka untuk pertama kalinya membuat lukisan bersama-sama di luar rumah, tepatnya di Alyscamps, dan di situ mereka menghasilkan sepasang lukisan yang dijuluki Les Alyscamps.[133]

Salah satu lukisan yang berhasil diselesaikan oleh Gauguin selama kunjungannya di Arles adalah lukisan Van Gogh Melukis Bunga Matahari.[134] Van Gogh dan Gauguin juga mengunjungi kota Montpellier pada Desember 1888, dan di situ mereka menyaksikan karya-karya Courbet dan Delacroix di Musée Fabre.[135] Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka mulai retak. Van Gogh mengagumi Gauguin dan ingin dianggap sebagai rekan sejawatnya, tetapi Gauguin bersikap arogan dan mendominasi, yang membuat Van Gogh merasa frustrasi. Mereka sering bertengkar, sementara Van Gogh semakin takut dengan kemungkinan bahwa Gauguin akan meninggalkannya. Permasalahan ini, yang digambarkan oleh Van Gogh sebagai "ketegangan yang berlebihan", dengan segera mencapai titik terburuknya.[136]

Rumah Sakit di Arles (Desember 1888)

 
Laporan surat kabar setempat tertanggal 30 Desember 1888 yang melaporkan tindakan mutilasi diri Van Gogh.[137]

Urutan kronologis peristiwa yang membuat Van Gogh memutilasi telinganya sendiri tidak diketahui secara pasti. Gauguin mengklaim lima belas tahun sesudah peristiwa ini bahwa insiden tersebut terjadi setelah kemunculan perilaku-perilaku yang mengancam secara fisik.[138] Hubungan mereka rumit, dan Theo mungkin berutang kepada Gauguin, sehingga Gauguin merasa curiga bahwa kedua kakak beradik tersebut sedang memanfaatkannya.[139] Kemungkinan Van Gogh sadar bahwa Gauguin berencana untuk meninggalkannya.[139] Hujan deras turun pada hari-hari berikutnya, dan akibatnya mereka berdua tidak meninggalkan Rumah Kuning.[140] Gauguin melaporkan bahwa ketika ia keluar rumah hanya untuk berjalan kaki, Van Gogh mengikutinya dan "bergegas menuju diriku, dengan pisau cukur yang terbuka di tangannya".[140] Pernyataan tersebut tidak didukung oleh bukti;[141] Gauguin hampir pasti tidak berada di Rumah Kuning pada malam itu dan kemungkinan bermalam di sebuah hotel.[140]

Setelah bertengkar dengan Gauguin, Van Gogh kembali ke kamarnya, dan di situ ia mengalami halusinasi pendengaran hingga akhirnya ia memotong telinga kirinya sendiri dengan sebuah pisau cukur (secara keseluruhan atau sebagian, tergantung catatan yang dibaca),[note 9] sehingga mengakibatkan pendarahan.[142] Ia membalut lukanya, membungkus telinga yang telah diputus dengan kertas, dan lalu mengirimkannya kepada seorang perempuan di rumah bordil yang sering dikunjungi oleh Van Gogh dan Gauguin.[142] Van Gogh ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri pada keesokan paginya oleh seorang polisi dan lalu ia dibawa ke rumah sakit.[145][146] Di situ ia dirawat oleh Félix Rey, seorang dokter muda yang masih menjalani pelatihan. Telinga yang diputus dikirim ke rumah sakit, namun Rey tak dapat menyatukannya kembali karena sudah terlambat.[140]

Van Gogh sama sekali tak mengingat kejadian tersebut, sehingga kemungkinan besar ia mengalami kekalutan mental yang akut.[147] Rumah sakit menjatuhkan diagnosis "mania akut dengan delirium umum",[148] dan dalam waktu beberapa hari, kepolisian setempat memerintahkan agar ia tetap dirawat di rumah sakit.[149][150] Gauguin langsung memberitahukan Theo mengenai peristiwa ini, padahal Theo baru saja melamar saudara perempuan Andries Bonger (teman lama Theo) yang bernama Johanna pada tanggal 24 Desember.[151] Theo langsung bergegas ke stasiun untuk menumpangi kereta malam menuju Arles. Ia tiba pada Hari Natal dan mencoba menenangkan Vincent yang tampak setengah sadar. Pada sore harinya, Theo meninggalkan Arles dan kembali ke Paris.[152]

Pada hari-hari pertama pengobatannya, Van Gogh berulang kali meminta dipertemukan dengan Gauguin, tetapi permintaan ini tidak dikabulkan. Gauguin lalu berkata kepada seorang polisi yang mengurus perkaranya untuk "berbaik hati, Monsieur, dengan membangunkan laki-laki ini dengan penuh perhatian, dan jika ia ingin bertemu denganku katakan kepadanya bahwa aku sudah berangkat ke Paris; jika ia melihat saya, bisa berakibat fatal baginya."[153] Gauguin melarikan diri dari Arles dan tak pernah bertemu dengan Van Gogh lagi. Namun demikian, mereka masih saling mengirimkan surat, dan pada tahun 1890 Gauguin mengusulkan agar mereka mendirikan sebuah studio di Antwerpen. Meskipun tidak sempat bertemu lagi dengan Gauguin, masih ada orang lain yang membesuknya di rumah sakit, termasuk Marie Ginoux dan Roulin.[154]

Walaupun ia memperoleh diagnosis yang pesimis, Van Gogh berhasil pulih dan akhirnya pulang ke Rumah Kuning pada tanggal 7 Januari 1889.[155] Ia menjalani bulan berikutnya dengan bolak-balik antara rumah sakit dan tempat tinggal, mengalami halusinasi dan delusi.[156] Pada bulam Maret, kepolisian menutup rumahnya setelah sebuah petisi dari 30 orang warga (termasuk keluarga Ginoux) yang menyebutnya "le fou roux" (pria aneh berkepala merah);[149] Van Gogh kembali ke rumah sakit tersebut. Paul Signac mengunjunginya dua kali pada bulan Maret;[157] pada bulan April, Van Gogh pindah ke kamar-kamar yang dimiliki oleh Dr Rey setelah banjir merusak lukisan-lukisan di rumahnya sendiri.[158] Dua bulan kemudian, ia meninggalkan Arles dan secara sukarela memasuki sebuah suaka di Saint-Rémy-de-Provence. Pada sekitaran masa tersebut, ia menulis, "terkadang perasaan melunjak, terkadang teringat masa indah dan masa buruk secara bergantian secara cepat."[159]

Van Gogh menyerahkan karya tahun 1889 Potret Dokter Félix Rey kepada Dr Rey. Dokter tersebut tak memasang lukisan tersebut dan memakainya untuk memperbaiki kandang ayam, kemudian membawanya pergi.[160] Pada 2016, potret tersebut disimpan di Museum Seni Rupa Murni Pushkin dan diperkirakan memiliki harga lebih dari $50 juta.[161]

Saint-Rémy (Mei 1889 – Mei 1890)

 
Malam Berbintang, Juni 1889. Museum Seni Rupa Modern, New York

Van Gogh masuk suaka Saint-Paul-de-Mausole pada 8 Mei 1889, ditemani oleh perawatnya, Frédéric Salles, seorang rohaniwan Protestan. Saint-Paul adalah sebuah bekas biara di Saint-Rémy, yang berjarak kurang dari 30 kilometer (19 mi) dari Arles, dan dijalankan oleh bekas dokter angkatan laut, Théophile Peyron. Van Gogh memiliki dua sel dengan batas jendela, salah satunya ia pakai sebagai sebuah studio.[162] Klinik dan tamannya menjadi subyek utama dari lukisan-lukisannya. Ia membuat beberapa studi dalam ruangan rumah sakit tersebut, seperti Vestibul Suaka dan Saint-Rémy (September 1889). Beberapa karyanya dari masa ini dikarakteristikkan dengan bentuk putaran obat nyamuk, seperti Malam Berbintang. Ia diperbolehkan sedikit berjalan-jalan, dimana ia melukis sipres dan pohon zaitun, yang meliputi Pohon Zaitun dengan Pegunungan di Latar Belakang 1889, Sipres 1889, Ladang Jagung dengan Sipres (1889), Jalan Desa di Provence pada Malam Hari (1890). Pada September 1889 ia membuat dua versi berikutnya dari Kamar Tidur di Arles.[163]

Akses terbatas untuk hidup di luar klinik tersebut mengakibatkan penipisan materi subyek. Van Gogh sebagai gantinya mengerjakan tafsiran-tafsiran dari lukisan seniman lainnya, seperti Sang Penabur dan Pemandangan Siang Hari karya Millet, dan ragam-ragam pada karyanya sendiri dari masa sebelumnya. Van Gogh adalah seorang pengikut Realisme dari Jules Breton, Gustave Courbet dan Millet,[164] dan ia membandingkan salinan-salinannya dengan Beethoven saat menafsirkan seorang musisi.[165]

Putaran Para Tahanan (1890) buatannya dilukis berdasarkan pada sebuah engravir karya Gustave Doré (1832–1883). Tralbaut berpendapat bahwa wajah tahanan di bagian tengah lukisan yang menghadap penonton adalah Van Gogh sendiri;[166] Jan Hulsker menentangnya.[167]

Antara Februari dan April 1890, sakit Van Gogh makin parah. Tertekan dan tak dapat menulis, ia masih dapat melukis dan sedikit menggambar pada masa itu,[168] dan ia kemudian menulis kepada Theo bahwa ia membuat beberapa kanvas kecil "dari kenangan ... Ingatan di Utara".[169] Salah satu diantaranya adalah Dua Petani Wanita Membungkuk di sebuah Ladang Terselimuti Salju saat Senja. Hulsker meyakini bahwa kelompok kecil lukisan ini membentuk nukleus dari beberapa gambar dan lembar studi yang menggambarkan lanskap dan figur yang Van Gogh kerjakan pada masa itu. Ia menyatakan bahwa masa pendek tersebut adalah satu-satunya masa dimana sakit Van Gogh memiliki dampak signifikan pada karyanya.[170] Van Gogh membujuk ibunya dan saudaranya untuk mengirim gambar-gambarnya dan dilaksanakan pada awal 1880an sehingga ia dapat mengerjakan lukisan-lukisan baru dari sketsa-sketsa lamanya.[171] Salah satu karya buatannya pada masa ini adalah Pria Tua yang Bersedih ("Di Gerbang Keabadian"), sebuah studi warna yang Hulsker sebut sebagai "kenangan tak terlupakan lainnya dari masa lampau yang panjang".[90][172] Lukisan-lukisan berikutnya menampilkan seorang seniman pada puncak kemampuannya, yang menurut kritikus seni Robert Hughes, "disertai dengan kepercayaan diri dan kerahmatan".[114]

Albert Aurier memuji karyanya dalam Mercure de France pada Januari 1890, dan menyebutnya sebagai "orang pintar".[173] Pada Februari, Van Gogh melukis lima versi dari L'Arlésienne (Madame Ginoux), berdasarkan pada sebuah sketsa kekacauan yang Gauguin buat saat ia membimbing kedua seniman tersebut pada November 1888.[174][note 10] Selain itu pada bulan Februari, Van Gogh diundang oleh Les XX, sebuah perhimpunan dari para pelukis avant-garde di Brussels, untuk ikut serta dalam pameran tahunan mereka. Di makan malam pembukaan, seorang anggota Les XX, Henry de Groux, menghina karya Van Gogh. Toulouse-Lautrec menuntut satisfaksi, dan Signac mendeklarasikan bahwa ia akan melanjutkan pertarungan bagi kehormatan Van Gogh jika Lautrec menyerah. De Groux meminta maaf atas kejadian tersebut dan meninggalkan grup tersebut. Kemudian, saat pajangan Van Gogh disimpan di Artistes Indépendants, Paris, Claude Monet berkata bahwa karyanya adalah hal terbaik dalam acara tersebut.[175] Setelah kelahiran keponakannya, Van Gogh menulis, "Aku memulai menjauhi pembuatan sebuah gambar baginya, untuk digantung di kamar tidur mereka, cabang-cabang kembang almond putih melawan sebuah langit biru."[176]

Auvers-sur-Oise (Mei–Juli 1890)

 
Rumah Putih di Malam Hari, 1890. Museum Hermitage, St Petersburg, yang dilukis enam pekan sebelum kematian seniman tersebut

Pada Mei 1890, Van Gogh meninggalkan klinik di Saint-Rémy untuk pindah ke wilayah terdekat dengan Dr Paul Gachet di Auvers-sur-Oise dan dengan Theo. Gachet adalah seorang pelukis amatir dan merawat beberapa seniman lainnya – Camille Pissarro telah merekomendasikannya. Impresi pertama Van Gogh adalah bahwa Gachet "lebih sakit ketimbang saya, ini ditunjukkan kepada saya, atau mari tanyakan ke dia."[177]

 
Akar Pohon, Juli 1890, Museum Van Gogh, Amsterdam

Pelukis Charles Daubigny pindah ke Auvers pada 1861, dan menggambar seniman lainnya disana, termasuk Camille Corot dan Honoré Daumier. Pada Juli 1890, Van Gogh menyelesaikan dua lukisan dari Taman Daubigny, salah satu karya terakhirnya.[178]

 
Gereja di Auvers, 1890. Musée d'Orsay, Paris

Pada pekan-pekan terakhirnya, di Saint-Rémy, pikiran-pikirannya kembali ke "kenangan-kenangan Utara",[169] dan beberapa dari sekitar 70 lukisan minyak, yang dilukis pada masa-masa di Auvers-sur-Oise, adalah kenangan dari pemandangan-pemandangan utara.[179] Pada Juni 1890, ia melukis beberapa potret dari dokternya, termasuk Potret Dr Gachet, dan satu-satunya etsa buatannya. Dalam setiap karya, sorotannya adalah pada disposisi melankolik Gachet.[180] Terdapat lukisan lainnya yang mungkin belum selesai, yang meliputi Gubuk-gubuk Jerami di sebuah Bukit.[178]

Pada Juli, Van Gogh menulis bahwa ia menjadi merasuk "dalam dataran indah di sebelah perbukitan, tak bertulang seperti halnya laut, bersemarak warna kuning".[181] Ia pertama kali mengabadikan ladang tersebut pada Mei, saat gandumnya muda dan kehijauan. Pada Juli, ia menjelaskan kepada Theo soal "ladang gandum besar di bawah langit mendung".[182]

Ia menyatakan bahwa mereka mewakili "kesedihan dan kesendirian ekstrim"nya, dan bahwa "kanvas-kanvas akan menyatakan kepadamu bahwa aku tak dapat berkata dalam kata-kata, tentang kesehatan dan kesegaran yang aku temukan di sudut desa".[183] Ladang Gandum dengan Gagak-Gagak, dari Juli 1890, adalah sebuah lukisan yang Hulsker bahas karena berkaitan dengan "melankoli dan kesendirian ekstrim".[184] Hulsker mengidentifikasikan tujuh lukisan minyak dari Auvers yang menyelesaikan kerampungan dari Ladang Gandum dengan Gagak-Gagak.[185]

Kematian

 
Artikel tentang kematian Vincent dalam surat kabar L'Écho Pontoisien edisi 7 Agustus 1890

Pada tanggal 27 Juli 1890, saat berumur 37 tahun, Vincent Van Gogh menembaki dadanya sendiri dengan menggunakan sepucuk revolver Lefaucheux à broche 7mm.[186][187] Tidak ada saksi mata pada saat kejadian berlangsung, dan ia wafat 30 jam kemudian.[160] Peristiwa penembakan ini mungkin terjadi di ladang gandum tempat ia melukis, atau di sebuah bangsal ternak setempat.[188] Arah peluru sedikit melenceng akibat membentur salah satu tulang rusuknya sehingga menembusi dadanya tanpa merusak organ-organ dalam, namun mungkin tertahan di tulang rusuknya. Ia masih sanggup berjalan pulang ke Auberge Ravoux, tempat ia kemudian diobati oleh dua orang dokter; namun tanpa penanganan seorang ahli bedah, peluru yang bersarang di tubuhnya mustahil dapat dikeluarkan. Kedua dokter itu memberi perawatan semampu mereka, lalu meninggalkan Vincent beristirahat seorang diri di dalam kamar sambil mengisap pipa tembakau. Pada pagi hari berikutnya, Theo buru-buru datang menjenguk Vincent, namun justru mendapati abangnya itu dalam keadaan riang gembira. Akan tetapi beberapa jam kemudian tubuh Vincent mulai melemah karena luka tembakan di tubuhnya mengalami infeksi dan tidak diobati. Ia menghembuskan nafas terakhir pada dini hari tanggal 29 Juli. Menurut keterangan Theo, ucapan terakhir Vincent adalah: "Kesedihan akan kekal selama-lamanya".[189][190][191][192]

 
Makam Vincent dan Theo di tanah pemakaman Auvers-sur-Oise

Jenazah Vincent Van Gogh dimakamkan pada 30 Juli, di tanah pemakaman kotapraja Auvers-sur-Oise. Upacara pemakamannya dihadiri oleh dua puluh orang kerabat, sahabat, dan warga setempat, termasuk Theo van Gogh, Andries Bonger, Charles Laval, Lucien Pissarro, Émile Bernard, Julien Tanguy, dan Paul Gachet. Theo sendiri sebenarnya sedang sakit, dan kesehatannya semakin terganggu sepeninggal abangnya. Akibat kondisi tubuh yang lemah dan dukacita mendalam karena ditinggal mati abangnya, Theo akhirnya wafat pada 25 Januari 1891 di Den Dolder, dan dimakamkan di Utrecht.[193] Pada 1914, Johanna van Gogh-Bonger mengeluarkan jenazah Theo dari makamnya di Utrecht untuk dimakamkan kembali di tanah pemakaman Auvers-sur-Oise, tepat di sebelah makam Vincent.[194]

Hakikat dari gangguan kesehatan yang diderita Van Gogh serta dampaknya terhadap karya-karyanya sudah banyak diperdebatkan, dan sudah banyak pula diagnosis retrospektif yang dikemukakan. Menurut kesepakatan umum, Vincent Van Gogh mengidap gangguan jiwa yang bersifat episodik (adakalanya kambuh dan adakalanya normal).[195] Isabella H. Perry adalah orang pertama yang berpendapat (pada 1947) bahwa Vincent Van Gogh mengidap gangguan bipolar,[196] dan pendapatnya ini telah didukung oleh para psikiater, yakni oleh R. E. Hemphill dan Dietrich Blumer.[197][198] Meskipun demikian, pendapat ini telah disanggah oleh ahli biokimia, Wilfred Arnold, yang beranggapan bahwa gejala-gejala pada diri Vincent lebih bersuaian dengan gangguan porfiria intermiten akut, dan berpendapat bahwa penyangkutpautan gangguan bipolar dengan kreativitas, sebagaimana yang banyak dilakukan orang, mungkin saja menyesatkan.[195] Epilepsi lobus temporalis disertai masa-masa depresi yang berlangsung singkat juga pernah dikemukakan sebagai gangguan kesehatan yang diderita Vincent.[198] Apa pun diagnosisnya, kondisi kesehatan Vincent agaknya kian diperburuk oleh malagizi, bekerja melampaui batas, insomnia, dan alkohol.[198]

Gaya dan karya

Pengembangan artistik

 
Malam Berbintang di Atas Rhone, 1888. Musée d'Orsay, Paris

Van Gogh menggambar, dan melukis dengan warna cair saat di sekolah, namun hanya beberapa contoh yang masih ada dan kepengarangan dari beberapa karya telah dipertentangkan.[199] Saat ia memasuki kesenian pada masa dewasa, ia mulai pada tingkat dasar. Pada awal 1882, pamannya, Cornelis Marinus, pemilik sebuah galeri seni rupa kontemporer terkenal di Amsterdam, membujuknya untuk menggambar Den Haag. Karya Van Gogh tak berminat. Marinus menawarkan sebuah komisi kedua, menspesifikasikan materi subyek secara detail, namun kembali ditolak. Van Gogh beralasan; ia bereskperimentasi dengan pencahayaan di studionya memakai beragam bahan, dan dengan alat gambar berbeda. Selama lebih dari setahun, ia berkarya pada figur-figur tunggal – studi tingkat tinggi dalam hitam-putih,[note 11] yang pada masa itu hanya meraih kritikan. Kemudian, karya-karyanya dianggap sebagai adikarya-adikarya awal.[201]

Pada Agustus 1882, Theo memberikan uang kepada Vincent untuk membeli bahan-bahan untuk mengerjakan en plein air. Vincent menyatakan bahwa ia sekarang "melukis dengan semangat baru".[202] Dari awal 1883, ia berkarya pada komposisi multi-figur. Ia memiliki beberapa dari mereka yang difoto, namun saat saudaranya menyatakan bahwa mereka kurang hidup dan segar, ia menghancurkannya dan beralih ke lukisan minyak. Van Gogh beralih ke para seniman Aliran Den Haag terkenal seperti Weissenbruch dan Blommers, dan meraih nasehat teknikal dari mereka, serta dari para pelukis seperti De Bock dan Van der Weele, keduanya adalah generasi kedua dari Aliran Den Haag.[203] Saat ia pindah ke Nuenen setelah masa-masa di Drenthe, ia memulai beberapa lukisan besar namun kebanyakan dihancurkan. Pemakan Kentang dan karya-karya yang menyertainya adalah beberapa karya yang masih ada.[203] Setelah berkunjung ke Rijksmuseum, Van Gogh menulis ajuannya untuk karya kuas ekonomis dan cepat dari Para Master Belanda, khususnya Rembrandt dan Frans Hals.[204][note 12] Ia menyadari bahwa beberapa kelemahannya adalah kurang berpengalaman dan keahlian teknis,[203] sehingga pada November 1885, ia berkunjung ke Antwerp dan kemudian Paris untuk mendalami dan mengembangkan keterampilannya.[205]

 
Pohon-pohon Zaitun dengan Perbukitan di Latar Belakang, 1889. Museum of Modern Art, New York

Theo mengkritik Pemakan Kentang karena palet berwarna tuanya, yang ia anggap tak sesuai dengan gaya modern.[206] Saat Van Gogh singgah di Paris antara 1886 dan 1887, ia berusaha untuk memajukan palet yang baru dan berwarna lebih muda. Potret Père Tanguy (1887) buatannya menunjukkan kesuksesannya dengan palet yang lebih besarm dab nerupakan bukti dari sebuah gaya kepribadian yang berubah.[207] Risalah berwarna Charles Blanc sangat mempengaruhinya, dan membuatnya berkarya dengan warna-warna komplementer. Van Gogh meyakini bahwa dampak warna lebih deskriptif; ia menyatakan bahwa "warna mengekspresikan beberapa hal dalam hal itu sendiri".[208][209] Menurut Hughes, Van Gogh menganggap warna memiliki "berat psikologi dan moral", seperti yang tertuang dalam warna merah dan hijau dari Kafe Malam, sebuah karya yang ingin ia "tunjukkan semangat besar dari kemanusiaan".[210] Kuning berarti banyak baginya, karena menyimbolkan rasa emosional. Ia memakai warna kuning sebagai simbol sinar matahari, kehidupan dan Allah.[211]

Van Gogh kemudian menjadi pelukis kehidupan dan alam pedesaan,[212] dan pada musim panas pertamanya di Arles, ia memakai palet barunya untuk menggambar pemandangan dan kehidupan pedesaan tradisional.[213] Keyakinannya bahwa sebuah kekuatan berdiri di balik alam membuatnya berusaha untuk mengabadikan sebuah esensi dari kekuatan tersebut, atau esensi alam dalam seni rupanya, terkadang melalui pemakaian simbol.[214] Pencantuman penabur yang ia lakukan, mula-mula dijiplak dari Jean-François Millet, merefleksikan keyakinan agama Van Gogh: penabur sebagai Yesus yang menaburkan kehidupan di bawah kehangatan matahari.[215] Ini adalah tema dan motif yang ia sering tuangkan pada pengerjaan ulang dan pengembangan.[216] Lukisan-lukisan bunga buatannya diisi dengan simbolisme, namun lebih memakai ikonografi Kristen tradisional yang ia buat sendiri, dimana kehidupan berada di bawah matahari dan keryanya adalah sebuah alegori dari kehidupan.[217] Di Arles, dimana ia meraih kepercayaan diri setelah melukis kembang-kembang musim dingin dan belajar untuk mengabadikan sinar matahari, ia melukis Sang Penabur.[208]

 
Kenangan Taman di Etten (Para Wanita Arles), 1888. Museum Hermitage, St Petersburg

Van Gogh singgah di apa yang ia sebut "penunjukan kenyataan",[218] dan mekritik karya-karya yang terlalu bergaya.[219] Setelah itu, ia menulis bahwa abstraksi Malam Berbintang telah terlalu jauh dan bahwa realitasnya "terlalu jauh dalam latar belakang".[219] Hughes menyebutnya sebagai sebuah momen dari gairah visioner ekstrim: bintang-bintangnya sangat besar, mengingatkan pada Arus Besar karya Hokusai, gerakan di surga di bagian atas terefleksi oleh sipres di bumi yang ada di bawahnya, dan penglihatan pelukis tersebut "diterjemahkan dalam sebuah plasma lukisan yang sangat tegas".[220]

Antara 1885 dan kematiannya pada 1890, Van Gogh tampaknya membangun sebuah oeuvre,[221] sebuah koleksi yang merefleksikan penglihatan pribadinya, dan kemudian sukses secara komersial. Ia terpengaruhi oleh definisi gaya menurut Blanc, bahwa sebuah lukisan yang sebenarnya mengharuskan pemakaian warna optimal, perspektif dan penekanan kuas. Van Gogh menerapkan kata "keperluan" untuk lukisan-lukisan yang ia anggap telah sempurna, berlawanan dengan hal-hal yang ia pikirkan saat belajar.[222] Ia melukis beberapa serial studi;[218] kebanyakan adalah alam benda, beberapa dieksekusi dengan eksperimen warna atau sebagai hadiah-hadiah kepada para teman.[223] Karya di Arles dianggap berkontribusi kepada oeuvre-nya: karya-karya yang ia anggap sangat berpengaruh dari masa itu adalah Sang Penabur, Kafe Malam, Kenangan Taman di Etten dan Malam Berbintang. Dengan penekanan kuas yangbesar, perspektif intensif, warna, kontur dan rancangan, lukisan-lukisan tersebut mewakili gaya yang ia majukan.[219]

Serial besar

 
L'Arlésienne: Nyonya Ginoux dengan Buku-buku, November 1888. Metropolitan Museum of Art, New York

Pengembangan artistik Van Gogh biasanya berhubungan dengan masa-masa yang ia jalani saat tinggal di tempat-tempat berbeda di sepanjang Eropa. Ia meresapkan dirinya sendiri dalam budaya-budaya lokal dan keadaan-keadaan yang disoroti, meskipun ia mengutamakan seluruh pandangan visual yang sangat individual. Evolusinya sebagai seorang seniman bersifat lambat, dan ia menyadari batas-batas keahliannya sebagai pelukis. Ia sering berpindah tempat tinggal, diyakini untuk menunjukkan dirinya sendiri kepada stimuli visual baru, dan melalui penyorotan yang membangun keterampilan teknikalnya.[224] Sejarawan seni Melissa McQuillan meyakini bahwa pergerakan tersebut juga merefleksikan perubahan gaya pada masa berikutnya, dan bahwa Van Gogh memakai perpindahan tersebut untuk menghindari konflik, dan sebagai mekanisme penjiplakan agar seniman yang idealistik dihadapkan dengan kenyataan dari keadaan-keadaan saat itunya.[225]

Potret

Potret-potret memberikan Van Gogh kesempatan terbaiknya untuk diraih. Ia meyakini bahwa karya-karya tersebut adalah "satu-satunya hal dalam lukisan yang sangat mengubahku dan memberiku sebuah esensi tak terbatas."[223][226] Ia berkata kepada saudarinya bahwa ia ingin melukis potret-potret yang akan mewakili, dan bahwa ia akan memakai warna untuk menangkap emosi dan karakter mereka ketimbang bertujuan untuk realisme fotografi.[227] Orang-orang terdekat Van Gogh kebanyakan absen dari potret-potretnya; ia jarang melukis Theo, Van Rappard atau Bernard. Potret-potret ibunya berasal dari foto-foto.[228]

Pada Desember 1888, ia melukis La Berceuse – sebuah figur yang ia anggap sebaik bunga mataharinya. Karya tersebut memiliki palet terbatas, tekanan kuas yang beragam dan kontur yang sederhana.[219] Karya tersebut tampaknya menjadi sebuah wujud dari potret-potret keluarga Roulin yang diselesaikan di Arles antara November dan Desember. Potret-potret tersebut menunjukkan sebuah peralihan dalam gaya dari tekanan kuas yang terbatas dan cair, dan bahkan permukaan dari Potret Tukang Pos menjadi bergaya frenetik, permukaan melingkar, tekanan kuas besar dan pemakaian pisau palet dalam Nyonya Roulin dengan Bayi.[229]

Potret diri

 
Potret Diri, September 1889. Musée d'Orsay, Paris

Van Gogh membuat lebih dari 43 potret diri antara 1885 dan 1889.[230][note 13] Karya-karya tersebut biasanya diselesaikan dalam serial, seperti lukisan-lukisan yang dilukis di Paris pada pertengahan 1887, dan masih dilakukan sampai tak lama sebelum kematiannya.[231] Potret-potret yang umumnya dipelajari, dibuat saat periode-periode introspektif saat ia kurang memadukannya dengan yang lainnya, atau saat ia kekurangan model, dan sehingga melukis dirinya sendiri.[223][232]

Potret-potret diri merefleksikan tingkat tinggi secara tak lazim dari ketelitian diri.[233] Seringkali, karya-karya tersebut ditujukan untuk menandai periode-periode penting dalam kehidupanya, contohnya serial Paris pertengahan 1887 dilukis pada saat dimana ia bertemu dengan Claude Monet, Paul Cezanne dan Signac.[234] Dalam Potret Diri dengan Topi Keabu-abuan, pendirian kuat dari lukisan menyebar ke luar kanvas. Karya tersebut adalah potret diri paling terkenal buatannya pada masa itu, "dengan tekanan-tekanan kuas ritmik yang sangat terorganisirnya, dan halo novel yang didatangkan dari repertori Neo-impresionis yang Van Gogh sendiri sebut sebuah kanvas yang 'diperlukan'".[235]

Karya-karya tersebut terdiri dari serangkaian besar perwakilan fisiognomikal.[230] Keadaan mental dan fisik Van Gogh biasanya dimunculkan; ia tampak tak semangat, tak meriah atau dengan sebuah jenggot yang menonjol, dengan mata yang sangat terbenam, rahang yang terlihat, atau tertutup giginya. Beberapa karya menampilkannya dengan bibir lebar, wajah panjang atau tengkorak terlihat, atau fitur-fitur yang dipakai. Rambutnya biasanya merah, atau terkadang berwarna keabu-abuan.[230]

Perwujudan Van Gogh dalam kesendirian ditujukan kepada penontonnya. Potret-potret tersebut memiliki intensitas dan warna yang beragam, dan dalam karya-karya yang secara khusus dilukis setelah Desember 1888, warna-warna vivid menampakkan warna pucat dari kulitnya.[232] Beberapa karya menggambarkan seniman tersebut dengan sebuah jenggot, yang lainnya tak menggambarkannya. Ia dapat terlihat dengan perban dalam potret-potret yang dieksekusi tepat setelah ia memutilasi telinganya. Dalam beberapa karya, ia menggambar dirinya sendiri sebagai seorang pelukis.[230] Karya-karya yang dilukis di Saint-Rémy menampilkan kepala dari arah kanan, sisi yang berlawanan dengan telinganya yang rusak, karena ia melukis dirinya sendiri yang terpantul dari cerminnya.[236][237]

Bunga

 
Alam benda: Vas dengan Empat Belas Bunga Matahari, Agustus 1888. Galeri Nasional, London

Van Gogh melukis beberapa pemandangan dengan bunga, yang meliputi mawar, lilac, iris, dan bunga matahari. Beberapa karya menampilkan peminatannya dalam bahasa warna, dan juga dalam ukiyo-e Jepang.[240] Terdapat dua serial bunga matahari sekarat. Yang pertama dilukis di Paris pada 1887 dan menampilkan bunga-bunga yang terhampar di ladang. Set kedua diselesaikan setahun kemudian di Arles, dan merupakan pajangan-pajangan di sebuah vas yang diletakkan dalam sinar pagi hari.[241] Keduanya dihimpun dari karya lukisan berlapis tebal, yang, menurut Galeri Nasional London, melibatkan "tekstur kepala-kepala benih".[242]

Dalam serial tersebut, Van Gogh tak dirasuki oleh peminatan lazimnya dalam mengisi karyanya dengan subyektivitas dan emosi; disamping dua serial tersebut ditujukan untuk menunjukkan kemampuan teknikalnya dan metode pengerjaan kepada Gauguin,[134] saat berkunjung. Lukisan tahun 1888 tersebut dibuat pada masa optimisme yang langka untuk seniman tersebut. Vincent menulis kepada Theo pada Agustus 1888, "Aku melukis dengan gusto dari seorang Marseillais yang menyantap bouillabaisse, yang tak mengejutkanku ketika karya tersebut menjadi sebuah pertanyaan dari lukisan bunga-bunga matahari besar ... Jika aku melakukan rencana ini, akan terdapat puluhan atau berpanel-panel. Seluruh hal tersebut setelah itu akan menjadi sebuah simfoni dalam biru dan kuning. Aku mengerjakannya setiap pagi, dari fajar. Karena bunga-bunga tersebut cepat layu dan itu adalah sebuah bahan dari seluruh hal dalam satu gerakan."[243]

Bunga-bunga matahari dilukis untuk mendekorasi dinding-dinding dalam antisipasi kunjungan Gauguin, dan Van Gogh menempatkan karya-karya individual di sekitaran ruang tamu Rumah Kuning di Arles. Gauguin sangat tersanjung dan kemudian membawa dua karya dari versi Paris.[134] Setelah keberangkatan Gauguin, Van Gogh membayangkan dua versi besar dari bunga matahari sebagai sayap-sayap dari Berceuse Triptych, dan meliputkan mereka dalam Les XX dalam pameran Brussels. Pada saat ini, karya-karya besar dari serial tersebut merupakan salah satu karyanya yang paling dikenal, yang disanjung atas konotasi dari warna kuningnya dan hubungannya dengan Rumah Kuning, ekspresionisme tekanan-tekanan kuas, dan kontras mereka seringkali melawan latar warna tua.[244]

Sipres

 
Jalan dengan Sipres dan Bintang, Mei 1890, Museum Kröller-Müller, Otterlo

Lima belas kanvas menggambarkan sipres, sebuah pohon yang membiusnya saat berada di Arles.[246] Ia mencurahkan hidupnya kepada pohon-pohon tersebut, yang secara tradisional dipandang sebagai lambang kematian.[214] Serial sipres yang ia mulai di Arles menampilkan pohon-pohon tersebut pada jarak jauh, karena terlintasi lahan-lahan; saat ia berada di Saint-Rémy, ia membuatnya pada jarak dekat.[247] Vincent menulis kepada Theo pada Mei 1889: "Sipres masih mendudukiku, aku sepertinya harus melakukan beberapa hal dengan mereka seperti kanvas-kanvas bunga matahariku", ia ingin berkata, "Mereka berbaris indah dan teratur seperti sebuah obelisk Mesir."[248]

Pada pertengahan 1889, dan atas permintaan saudarinya Wil, Van Gogh melukis beberapa versi yang lebih kecil dari Ladang Gandum dengan Sipres.[249] Karya-karya tersebut dikarakteristikkan oleh impasto yang dilukis secara menekan dan ramai, dan meliputi Malam Berbintang, dimana sipres-sipres mendominasi bagian depan.[246]

Karya-karya lainnya dari periode tersebut meliputi Pohon Zaitun dengan Pegunungan di Latar Belakang (1889, pada sekitaran masa dimana sebuah surat kepada saudaranya yang Van Gogh tulis, "Pada akhirnya, aku memiliki sebuah lanskap dengan zaitun-zaitun"[250]), Sipres (1889), Sipres dengan Dua Figur (1889–90), dan Jalan dengan Sipres dan Bintang (1890).[250] Saat di Saint-Rémy, Van Gogh menjalani waktu di luar suaka, dimana ia melukis pohon-pohon dalam kerindangan zaitun. Dalam karya-karya tersebut, kehidupan alam dilukiskan secara jeli dan artistik seperti sebuah personifikasi dari kehidupan alam, yang menurut Hughes dilapisi dengan "bidang berkelanjutan dari energi dimana alam merupakan sebuah manifestasi".[214]

Kebun buah

 
Pohon Persik Merah Jambu Bermekaran (Kenangan Mauve), warna cair, Maret 1888. Museum Kröller-Müller

Kebun Buah Berbunga (juga Kebun Buah Bermekaran) adalah salah satu kelompok karya pertama yang diselesaikan setelah kedatangan Van Gogh di Arles pada Februari 1888. 14 lukisan tersebut menampilkan optimistik, kebahagiaan dan secara visual mengekspresikan musim semi yang berkelimpahan. Tempat-tempat tersebut biasanya sensitif dan tak berpenduduk. Ia melukis secara berubah-ubah, dan meskipun ia memakai versi Impresionisme pada serialt ersebut, sebuah esensi kuat dari gaya personal mulai muncul pada masa ini. Penampilan pohon-pohon yang bermekaran, dan peralihan musim, dipandang berkaitan dengan rasa tersanjungnya dan keyakinan terhadap permulaan baru di Arles. Pada saat pohon-pohon tersebut bermekaran di musim semi, ia menemukan "sebuah dunia motif yang tak melebihi Jepang".[251] Vincent menulis kepada Theo pada 21 April 1888 bahwa ia memiliki 10 lukisan kebun buah dan "satu [lukisan] besar dari sebuah pohon ceri, yang aku sukai".[252]

Pada masa itu, Van Gogh menyanjung pemakaian warna muda dengan menambahkan bayangan dan melukis pohon-pohon tersebut saat mereka menjadi sumber terang – hampir dalam sebuah perilaku keramat.[251] Pada awal tahun berikutnya, ia melukis sekelompok kebun buah lainnya yang lebih kecil, termasuk Pemandangan Arles, Kebun Buah Berbunga.[253] Van Gogh disajikan dengan lanskap dan vegetasi dari selatan Perancis, dan sering berkunjung ke taman-taman kebun di dekat Arles. Dalam sorotan vivid dari iklim Mediterania, paletnya menekankannya secara signifikan.[254]

Ladang gandum

 
Ladang Gandum di bawah Awan Berpetir, 1890, Museum Van Gogh, Amsterdam, Belanda

Van Gogh membuat beberapa lukisan saat berkunjung ke lanskap sekitaran Arles. Ia membuat beberapa lukisan panen, ladang gandum dan pemandangan desa lainnya di kawasan tersebut, termasuk Pabrik Tua (1888); sebuah contoh bagus dari sebuah struktur gambar yang membatasi ladang-ladang gandum di atasnya.[116] Pada beberapa titik, Van Gogh melukis pemandangan dari jendelanya – di Den Haag, Antwerp, dan Paris. Karya-karya tersebut dipadukan dalam seriang Ladang Gandum, yang menggambarkan pemandangan dari sel-selnya di suaka Saint-Rémy.[255]

Beberapa lukisan pada masa berikutnya berifat sombre namun secara khusus optimistik dan, menjelang waktu kematian Van Gogh, merefleksikan keputusannya untuk kembali sehat secara mental. Sehingga, beberapa karya akhirnya merefleksikan perhatian-perhatian mendalamnya.[256][257] Menulis pada Juli 1890, dari Auvers, Van Gogh berkata bahwa ia menjadi terjerumus "di sebuah dataran membius di balik perbukitan, tak bertulang seperti laut, memantulkan warna kuning".[181]

Van Gogh mengabadikan ladang pada bulan Mei saat gandumnya muda dan hijau. Ladang Gandum di Auvers dengan Rumah Putih buatannya menampilkan palet yang lebih menekankan warna kuning dan biru, yang menciptakan esensi harmodi idilik.[258]

Sekitar 10 Juli 1890, Van Gogh menuliskan kepada Theo dari "ladang gandum besar di bawah langit mendung".[259] Ladang Gandum dengan Gagak-Gagak menampilkan keadaan pikiran dari seniman tersebut pada hari-hari terakhirnya; Hulsker menyebut karya tersebut sebagai sebuah "lukisan berlapis kubah dengan langit mengancam dan gagak-gagak yang mengintai".[184] Palet warna tua dan tekanan kuasnya yang kuat menunjukkan esensi ancaman.[260]

Reputasi

 
Johanna van Gogh-Bonger, 1889

Selepas pameran perdana Vincent yang digelar pada akhir era 1880-an, reputasinya terus bertumbuh di kalangan para seniman, kritikus seni, pialang, dan kolektor.[261] Pada 1887, André Antoine memajang lukisan-lukisan karya Vincent bersama-sama dengan lukisan-lukisan karya Georges Seurat dan Paul Signac di Théâtre Libre, Paris; beberapa di antaranya dibeli oleh Julien Tanguy.[262] Pada 1889, karyanya diulas dalam jurnal Le Moderniste Illustré oleh Albert Aurier sebagai lukisan yang ditandai oleh "api, intensitas, sinar matahari".[263] Sepuluh buah lukisan karyanya dipajang di Société des Artistes Indépendants, Brussels pada Januari 1890.[264] Konon kabarnya Presiden Perancis, Marie François Sadi Carnot, sangat terkesan melihat karya-karya Vincent.[265]

Setelah Vincent wafat, pameran-pameran digelar di Brussel, Paris, Den Haag, dan Antwerpen untuk mengenang dirinya. Lukisan-lukisan karyanya dipajang dalam beberapa pameran terkemuka, antara lain dalam pameran tahunan Lex XX yang mengikutsertakan enam buah lukisan karyanya; pada 1891, digelar sebuah pameran retrospektif di Brussel.[264] Pada 1892, Octave Mirbeau mengulas dalam tulisannya bahwa peristiwa bunuh diri Vincent adalah "kehilangan yang sangat memilukan bagi dunia seni rupa ... sekalipun upacara pemakamannya tidak digelar secara besar-besaran dan dihadiri banyak pelayat, dan si malang Vincent van Gogh, yang kepergiannya bermakna sirnanya secercah cahaya jenius yang indah, telah berpulang dalam keadaan tidak terkenal dan terabaikan sebagaimana ketika ia masih hidup."[262]

Theo wafat pada bulan Januari 1891, dan dengan demikian hilanglah sosok pendukung Vincent yang paling lantang bersuara dan yang paling luas koneksinya.[266] Janda Theo, Johanna van Gogh-Bonger, adalah seorang perempuan Belanda berusia sekitar dua puluhan yang tidak begitu lama mengenal suami maupun abang iparnya, dan mendadak harus mengurusi beberapa ratus lukisan, surat-surat, gambar-gambar, dan putranya yang masih bayi, Vincent Willem van Gogh.[261][note 14] Paul Gauguin tidak tergerak menawarkan bantuannya untuk mengangkat reputasi Vincent, bahkan abang kandung Johanna sendiri, Andries Bonger, tampaknya tidak sungguh-sungguh berminat mengurusi lukisan-lukisan peninggalan Vincent.[261] Albert Aurier, salah seorang pendukung Vincent yang paling awal dari kalangan kritikus, wafat akibat demam tifoid (typhus abdominalis) pada 1892 saat berusia dua puluh tujuh tahun.[268]

 
Pelukis di Jalan menuju Tarascon, Agustus 1888 (musnah terbakar pada Perang Dunia Kedua)

Pada 1892, Émile Bernard menggelar sebuah pameran solo kecil-kecilan yang menampilkan lukisan-lukisan karya Vincent di Paris, dan Julien Tanguy memamerkan lukisan-lukisan karya Vincent yang ia miliki bersama-sama dengan beberapa buah lukisan Vincent yang dititipkan untuk dijual oleh Johanna van Gogh-Bonger. Pada April 1894, Galeri Durand-Rue di Paris setuju untuk mengambil 10 buah lukisan dari kediaman keluarga Van Gogh sebagai barang titipan sampai laku terjual.[268] Pada 1896, pelukis aliran Fauvisme, Henri Matisse, yang kala itu masih berstatus pelajar seni rupa yang belum terkenal, mengunjungi John Peter Russell di Pulau Belle Île yang terletak di perairan lepas pantai Bretagne.[269][270] John Peter Russell, salah seorang kawan akrab Vincent semasa hidupnya, mengenalkan Henri Matisse pada karya-karya pelukis Belanda itu, dan menghadiahinya sebuah gambar karya Vincent. Henri Matisse, yang terilhami oleh karya-karya Vincent, meninggalkan palet warna-warna tanah yang sebelumnya ia gunakan dengan palet warna baru yang berisi kumpulan warna-warna cerah.[270][271]

Di Paris pada 1901, sebuah retrospektif Van Gogh besar diadakan di Galeri Bernheim-Jeune, yang disanjung André Derain dan Maurice de Vlaminck, dan berkontribusi terhadap pemulihan Fauvisme.[268] Pameran-pameran kelompok penting diadakan dengan para seniman Sonderbund di Koln pada 1912, Armory Show, New York pada 1913, dan Berlin pada 1914.[272] Henk Bremmer merupakan tokoh penting dalam pengajaran dan perbincangan tentang Van Gogh,[273] dan memperkenalkan Helene Kröller-Müller kepada seni Van Gogh; ia menjadi seorang kolektor giat dari karyanya.[274] Figur-figur awal dalam Ekspresionisme Jerman seperti Emil Nolde memberikan sebuah perhatian kepada karya Van Gogh.[275] Bremmer membantu Jacob Baart de la Faille, saat meluncurkan catalogue raisonné L'Oeuvre de Vincent van Gogh pada 1928.[276][note 15]

Ketenaran Van Gogh meraih puncak pertamanya di Austria dan Jerman sebelum Perang Dunia I,[279] dibantu oleh penerbitan surat-suratnya dalam tiga volume pada 1914.[280] Surat-suratnya bersifat ekspresif dan literat, dan dianggap sebagai salah satu tulisan abad ke-19 terdepan dari jenisnya.[9] Hal ini memulai sebuah mitologi terkompilasi Van Gogh sebagai seorang pelukis intens dan terdedikasi yang berkorban demi seninya dan mati muda.[281] Pada 1934, novelis Irving Stone menulis sebuah novel biografi dari kehidupan Van Gogh berjudul Lust for Life, berdasarkan pada surat-surat Van Gogh ke Theo. Novel tersebut dan film tahun 1956 makin mengukir ketenarannya, khususnya di Amerika Serikat dimana Stone hanya mengetahui beberapa ratus orang yang mengetahui van Gogh sebelum buku berpenjualan terbaik mendadaknya.[282][283]

Pada 1957, Francis Bacon mendasarkan serangkaian lukisan pada reproduksi dari Pelukis di Jalan menuju Tarascon buatan Van Gogh, yang karya aslinya hancur saat Perang Dunia Kedua. Bacon terinspirasi oleh sebuah gambar yang ia sebut "menghantui", dan menganggap Van Gogh sebagai orang luar yang terasingkan, sebuah keadaan yang terulang padanya. Bacon teridentifikasi dengan teori-teori seni Van Gogh dan kalimat-kalimat kutipan yang ditulis kepada Theo: "Para pelukis sebenarnya tak dapat melukis hal-hal dari mereka ... Mereka melukisnya sebagai diri mereka sendiri yang mereka rasakan untuk melakukannya."[284]

Karya-karya Van Gogh adalah salah satu lukisan termahal di dunia. Karya-karya yang terjual lebih dari US$100 juta (penyetaraan saat ini) meliputi Potret Dr Gachet,[285] Potret Joseph Roulin dan Iris. Versi Museum Seni Rupa Metropolitan dari Ladang Gandum dengan Sipres dilelang pada 1993 dengan harga US$57 juta.[286] Pada 2015, L'Allée des Alyscamps terjual US$66.3 juta di Sotheby's, New York, melampaui karya termahal sebelumnya yang seharga US$40 juta.[287]

Museum Van Gogh

 
Museum Van Gogh memiliki koleksi karya seni Van Gogh terbesar di dunia

Keponakan Van Gogh, Vincent Willem van Gogh (1890–1978),[288] mewarisi kediamannya setelah ibunya meninggal pada 1925. Pada awal 1950an, ia memutuskan untuk menerbitkan edisi lengkap dari surat-surat yang dipersembahkan dalam empat novel dan beberapa bahasa. Ia kemudian memulai negosiasi dengan pemerintah Belanda untuk mensubsidi sebuah yayasan untuk mengumpulkan dan menyimpan seluruh koleksi tersebut.[289] Putra Theo ikut serta dalam rencana proyek tersebut dengan harapan agar karya-karya tersebut akan dipamerkan dengan keadaan terbaik sememungkinkannya. Proyek tersebut dimulai pada 1963, arsitek Gerrit Rietveld ditugaskan untuk merancangnya, dan setelah kematiannya pada 1964, Kisho Kurokawa mengambil alih.[290] Pengerjaannya dilakukan sepanjang 1960an, dengan tahun 1972 menjadi target untuk pembukaan besarnya.[288]

Museum Van Gogh dibuka di Museumplein, Amsterdam pada 1973.[291] Gedung tersebut menjadi museum paling populer di Belanda, setelah Rijksmuseum, yang giat meraih lebih dari 1.5 juta pengunjung setahun. Pada 2015, gedung tersebut meraih rekor 1.9 juta pengunjung;[292] 85 persen pengunjung datang dari negara lain.[293]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Pengucapan "Van Gogh" berbeda-beda dalam bahasa Inggris maupun Belanda. Dalam bahasa Inggris dari Britania, namanya dilafalkan /ˌvæn ˈɡɒx/[2] atau terkadang /ˌvæn ˈɡɒf/.[3] Kamus-kamus Inggris Amerika mencantumkan /ˌvæn ˈɡ/, dengan gh yang tak diucapkan, sebagai pelafalan yang paling umum.[4] Dalam dialek Holandia, namanya dibaca [ˈvɪnsɛnt fɑŋˈxɔx] , dengan V yang nirsuara. Ia dibesarkan di Brabant, dan menulis dalam dialek Brabant; jika ia mengucapkan namanya dengan logat Brabant, pelafalannya akan menjadi [vɑɲˈʝɔç], dengan V yang bersuara dan G dan gh yang mengalami palatisasi. Di Prancis, tempat pembuatan sebagian besar karyanya, namanya dibaca [vɑ̃ ɡɔɡə].[5]
  2. ^ Pemberian nama yang sama dengan kakaknya yang meninggal diyakini memiliki dampak psikologis yang mendalam terhadap diri Vincent, dan unsur-unsur karya seninya, seperti penggambaran sepasang figur lelaki, mungkin diakibatkan oleh hal tersebut.[17]
  3. ^ Hulsker menduga bahwa Van Gogh pergi ke Borinage dan lalu kembali lagi ke Etten pada masa ini.[48]
  4. ^ Lihat pidato Jan Hulsker The Borinage Episode and the Misrepresentation of Vincent van Gogh, Van Gogh Symposium, 10–11 Mei 1990.[51]
  5. ^ "Pada hari Natal, aku berantem dengan Pa, dan emosinya menjadi penuh dengan amarah sehingga Pa berkata akan lebih baik jika aku keluar dari ruma. Yah, hal itu dikatakan dengan begitu tegas sehingga aku pergi pada hari yang sama."[64] Pada Januari 1882, Mauve mengenalkannya dengan lukisan minyak dan meminjamkannya uang untuk mendirikan studionya sendiri.[65]
  6. ^ Satu-satunya bukti yang menunjukkan hal ini berasal dari wawancara dengan cucu dokternya.[97] Untuk ulasan selengkapnya lihat Naifeh dan Smith.[98]
  7. ^ Saudari Boch Anna (1848–1936), yang juga seorang seniman, membeli lukisan Ladang Anggur Merah pada tahun 1890.[128]
  8. ^ Van Gogh (2009), Letter 719 Vincent to Theo van Gogh. Arles, Sunday, 11 or Monday, 12 November 1888:
    Aku sedang mengerjakan dua kanvas ... Mengingatkan pada kebun kita di Etten dengan kubis, sipres, dahlia dan orang-orang ... Gauguin membuatku berani untuk berimajinasi, dan hal-hal dalam imajinasi memang lebih bersifat misterius.
  9. ^ Theo dan istrinya, Gachet dan putranya, dan Signac, mereka semua melihat Van Gogh setelah perbannya dilepas, dan mereka mengaku bahwa hanya cuping telinganya yang dipotong.[142] Menurut Doiteau dan Leroy, potongan secara diagonal memutus cuping telinga tersebut dan mungkin sedikit lebih dari itu.[143] Polisi dan Rey sama-sama mengklaim bahwa Van Gogh memotong seluruh telinganya;[142] Rey mengulangi pernyataan ini pada tahun 1930 saat menulis sebuah catatan untuk penulis novel Irving Stone, dan di dalam catatan tersebut juga terdapat sebuah sketsa yang menggambarkan garis potongannya.[144]
  10. ^ Versi yang ditujukan untuk Ginoux telah hilang. Ini adalah sebuah upaya untuk mengirimkan lukisan ini kepadanya di Arles yang terhalang oleh kekambuhannya pada bulan Februari.[168]
  11. ^ Artis-artis berkarya dalam hitam-putih, contohnya pada surat-surat kabar berilustrasi seperti The Graphic atau The Illustrated London News adalah beberapa kesukaan Van Gogh.[200]
  12. ^ Van Gogh (2009), Letter 535 To Theo van Gogh. Nuenen, on or about Tuesday, 13 October 1885:
    What particularly struck me when I saw the old Dutch paintings again is that they were usually painted quickly. That these great masters like Hals, Rembrandt, Ruisdael – so many others – as far as possible just put it straight down – and didn't come back to it so very much. And – this, too, please – that if it worked, they left it alone. Above all I admired hands by Rembrandt and Hals – hands that lived, but were not finished in the sense that people want to enforce nowadays ... In the winter I’m going to explore various things regarding manner that I noticed in the old paintings. I saw a great deal that I needed. But this above all things – what they call – dashing off – you see that's what the old Dutch painters did famously. That – dashing off – with a few brushstrokes, they won’t hear of it now  – but how true the results are.
  13. ^ Rembrandt adalah salah satu dari beberapa pelukis besar yang menjelaskan volume dari potret-potret diri ini, memproduksi lebih dari 50, namun ia melakukannya sepanjang lebih dari periode empat puluh tahun.[230]
  14. ^ Mendiang suaminya adalah satu-satunya pencari nafkah dalam keluarga, dan Johanna hanya ditinggali sebuah apartemen di Paris, beberapa buah perabot, dan lukisan-lukisan karya abang iparnya yang kala itu "dianggap sama sekali tidak bernilai".[267]
  15. ^ Dalam katalog tahun 1928 buatan de la Faille, setiap karya Van Gogh dipasangi sebuah nomor. Nomor-nomor tersebut didahului oleh huruf "F" yang dipakai saat merujuk kepada sebuah lukisan atau gambar tertentu.[277] Tak semua karya yang dicantumkan dalam katalog asli tersebut sekarang diyakini menjadi karya otentik Van Gogh.[278]

Kutipan

  1. ^ Sunflowers, Van Gogh Museum
  2. ^ "BBC – Magazine Monitor: How to Say: Van Gogh". BBC Online. 22 January 2010. Diakses tanggal 10 September 2016. 
  3. ^ Sweetman (1990), 7.
  4. ^ Davies (2007), hlm. 83.
  5. ^ Veltkamp, Paul. "Pronunciation of the Name "Van Gogh"". vggallery.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 September 2015. 
  6. ^ McQuillan (1989), 9.
  7. ^ Pickvance (1986), 129; Tralbaut (1981), 39.
  8. ^ Van Gogh (2009), "Van Gogh: The Letters".
  9. ^ a b c d e McQuillan (1989), 19.
  10. ^ Pomerans (1997), xv.
  11. ^ Rewald (1986), 248.
  12. ^ Pomerans (1997), ix, xv.
  13. ^ Pomerans (1997), ix.
  14. ^ a b Hughes (1990), 143.
  15. ^ Pomerans (1997), i–xxvi.
  16. ^ Pomerans (1997), 1.
  17. ^ Lubin (1972), 82–84.
  18. ^ Erickson (1998), 9.
  19. ^ Naifeh & Smith (2011), 14–16.
  20. ^ Naifeh & Smith (2011), 59.
  21. ^ Naifeh & Smith (2011), 18.
  22. ^ Walther & Metzger (1994), 16.
  23. ^ Naifeh & Smith (2011), 23–25.
  24. ^ Naifeh & Smith (2011), 31–32.
  25. ^ Sweetman (1990), 13.
  26. ^ Naifeh & Smith (2011), 36–50.
  27. ^ a b Tralbaut (1981), 25–35.
  28. ^ Hulsker (1980), 8–9.
  29. ^ Naifeh & Smith (2011), 45–49.
  30. ^ Naifeh & Smith (2011), 48.
  31. ^ Van Gogh (2009), Letter 403. Vincent to Theo van Gogh, Nieuw-Amsterdam, on or about Monday, 5 November 1883.
  32. ^ Walther & Metzger (1994), 20.
  33. ^ Van Gogh (2009), Letter 007. Vincent to Theo van Gogh, The Hague, Monday, 5 May 1873.
  34. ^ Tralbaut (1981), 35–47.
  35. ^ Pomerans (1997), xxvii.
  36. ^ Van Gogh (2009), Letter 088. Vincent to Theo van Gogh. Isleworth, Friday, 18 August 1876.
  37. ^ Tralbaut (1981), 47–56.
  38. ^ Naifeh & Smith (2011), 113.
  39. ^ Callow (1990), 54.
  40. ^ Naifeh & Smith (2011), 146–147.
  41. ^ Sweetman (1990), 175.
  42. ^ McQuillan (1989), 26; Erickson (1998), 23.
  43. ^ Grant (2014), hlm. 9.
  44. ^ Hulsker (1990), 60–62, 73.
  45. ^ Sweetman (1990), 101.
  46. ^ Fell (2015), 17.
  47. ^ Callow (1990), 72.
  48. ^ Geskó (2006), 48.
  49. ^ Naifeh & Smith (2011), 209–210, 488–489.
  50. ^ Van Gogh (2009), Letter 186. Vincent to Theo van Gogh. Etten, Friday, 18 November 1881.
  51. ^ Erickson (1998), 67–68.
  52. ^ Van Gogh (2009), Letter 156. Vincent to Theo van Gogh. Cuesmes, Friday, 20 August 1880.
  53. ^ Tralbaut (1981), 67–71.
  54. ^ Pomerans (1997), 83.
  55. ^ Sweetman (1990), 145.
  56. ^ Van Gogh (2009), Letter 179. Vincent to Theo van Gogh. Etten, Thursday, 3 November 1881.
  57. ^ a b Naifeh & Smith (2011), 239–240.
  58. ^ Van Gogh (2009), Letter 189. Vincent to Theo van Gogh. Etten, Wednesday, 23 November 1881.
  59. ^ Van Gogh (2009), Letter 193. Vincent to Theo van Gogh, Etten, on or about Friday, 23 December 1881, describing the visit in more detail.
  60. ^ a b Van Gogh (2009), Letter 228. Vincent to Theo van Gogh, The Hague, on or about Tuesday, 16 May 1882.
  61. ^ Sweetman (1990), 147.
  62. ^ Gayford (2006), 125.
  63. ^ Naifeh & Smith (2011), 250–252.
  64. ^ Van Gogh (2009), Letter 194. Vincent to Theo van Gogh, The Hague, Thursday 29 December 1881
  65. ^ Van Gogh (2009), Letter 196. Vincent to Theo van Gogh. The Hague, on or about Tuesday, 3 January 1882.
  66. ^ Walther & Metzger (1994), 64.
  67. ^ Van Gogh (2009), Letter 219.
  68. ^ Naifeh & Smith (2011), 258.
  69. ^ Van Gogh (2009), Letter 237. Vincent to Theo van Gogh. The Hague, on or about Thursday, 8 June 1882.
  70. ^ Tralbaut (1981), 110.
  71. ^ Naifeh & Smith (2011), 306.
  72. ^ Tralbaut (1981), 96–103.
  73. ^ Callow (1990), 116; mengutip karya Hulsker; Callow (1990), 123–124; Van Gogh (2009), Letter 224. Vincent to Theo van Gogh. The Hague, on or about Sunday, 7 May 1882
  74. ^ Callow (1990), 116–117, mengutip hasil penelitian Jan Hulsker; dua anaknya yang telah wafat lahir pada tahun 1874 dan 1879.
  75. ^ a b Tralbaut (1981), 107.
  76. ^ Callow (1990), 132; Tralbaut (1981), 102–104, 112.
  77. ^ Arnold (1992), 38.
  78. ^ Tralbaut (1981), 113.
  79. ^ Wilkie (2004), 185.
  80. ^ Tralbaut (1981), 101–107.
  81. ^ a b Tralbaut (1981), 111–122.
  82. ^ Sweetman (1990), 174.
  83. ^ Tralbaut (1981), 154.
  84. ^ Hulsker (1980), 196–205.
  85. ^ a b Tralbaut (1981), 123–160.
  86. ^ Naifeh & Smith (2011), 436.
  87. ^ a b van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 29.
  88. ^ McQuillan (1989), 127.
  89. ^ Walther & Metzger (1994), 709.
  90. ^ a b c Naifeh & Smith (2011), 820.
  91. ^ Callow (1990), 181.
  92. ^ Callow (1990), 184.
  93. ^ Hammacher (1985), 84.
  94. ^ Callow (1990), 253.
  95. ^ Naifeh & Smith (2011), 477.
  96. ^ Arnold (1992), 77.
  97. ^ Tralbaut (1981), 177–178.
  98. ^ Naifeh & Smith (2011), 477 n. 199.
  99. ^ Tralbaut (1981), 173.
  100. ^ Naifeh & Smith (2011), 448–489.
  101. ^ Jan Lampo, In het Spoor van de Academie – persbericht (Middle Dutch)
  102. ^ Tralbaut (1981), 187–192.
  103. ^ Pickvance (1984), 38–39.
  104. ^ Sweetman (1990), 135.
  105. ^ Van Gogh (2009), Letter 853. Vincent to Albert Aurier. Saint-Rémy-de-Provence, Sunday, 9 or Monday, 10 February 1890.
  106. ^ Naifeh & Smith (2011), 520–522.
  107. ^ Naifeh & Smith (2011), 702.
  108. ^ a b c d Walther & Metzger (1994), 710.
  109. ^ Pickvance (1986), 62–63.
  110. ^ Tralbaut (1981), 212–213.
  111. ^ Druick & Zegers (2001), 81; Gayford (2006), 50.
  112. ^ Hulsker (1990), 256.
  113. ^ Van Gogh (2009), Letter 640. Vincent to Theo van Gogh, Arles, Sunday, 15 July 1888. Letter 695. Vincent to Paul Gauguin, Arles, Wednesday, 3 October 1888.
  114. ^ a b Hughes (1990), 144.
  115. ^ Pickvance (1984), 11.
  116. ^ a b c Pickvance (1984), 177.
  117. ^ Hughes (1990), 143–144.
  118. ^ Pickvance (1986), 129.
  119. ^ Pomerans (1997), 348.
  120. ^ Nemeczek (1999), 59–61.
  121. ^ Gayford (2006), 16.
  122. ^ Callow (1990), 219.
  123. ^ Pickvance (1984), 175–176.
  124. ^ Tralbaut (1981), 266.
  125. ^ a b Pomerans (1997), 356, 360.
  126. ^ "Fishing Boats on the Beach at Saintes-Maries-de-la-Mer, 1888". Permanent Collection. Van Gogh Museum. Retrieved 23 February 2016.
  127. ^ Hulsker (1980), 356; Pickvance (1984), 168–169, 206.
  128. ^ Hulsker (1980), 356; Pickvance (1984), 168–169, 206.
  129. ^ Van Gogh (2009), Letter 677. Vincent to Theo van Gogh. Arles, Sunday, 9 September 1888; Letter 681 Vincent to Theo van Gogh. Arles, Sunday, 16 September 1888; Gayford (2006), 18; Nemeczek (1999), 61.
  130. ^ Dorn (1990).
  131. ^ Pickvance (1984), 234–235.
  132. ^ Hulsker (1980), 374–376.
  133. ^ Gayford (2006), 61.
  134. ^ a b c Walther & Metzger (1994), 411.
  135. ^ Pickvance (1984), 195.
  136. ^ Gayford (2006), 274–277.
  137. ^ Hulsker (1980), 380–382.
  138. ^ McQuillan (1989), 66.
  139. ^ a b Druick & Zegers (2001), 266.
  140. ^ a b c d Sweetman (1990), 290.
  141. ^ Sweetman (1990), 1.
  142. ^ a b c d Rewald (1978), 243–248.
  143. ^ Doiteau & Leroy (1928).
  144. ^ Bailey, Martin (20 July 2016). "Name of mystery woman who received Van Gogh's ear revealed for first time". The Art Newspaper. Diakses tanggal 31 July 2016. 
  145. ^ Sund (2002), 235.
  146. ^ Gayford (2006), 277.
  147. ^ Naifeh & Smith (2011), 707–708.
  148. ^ Naifeh & Smith (2011), 249.
  149. ^ a b Van Gogh (2009), Concordance, lists, bibliography: Documentation.
  150. ^ Sund (2002), 237.
  151. ^ Rewald (1986), 37.
  152. ^ Naifeh & Smith (2011), 704–705.
  153. ^ Gayford (2006), 284.
  154. ^ Pickvance (1986), 62.
  155. ^ Naifeh & Smith (2011), 713.
  156. ^ Sweetman (1990), 298–300.
  157. ^ Sweetman (1990), 300.
  158. ^ Pickvance (1986), 239–242; Tralbaut (1981), 265–273.
  159. ^ Hughes (1990), 145.
  160. ^ a b Cluskey, Peter (12 July 2016). "Gun used by Vincent van Gogh to kill himself goes on display". The Irish Times (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2016-10-22. 
  161. ^ "Portrait of Doctor Felix Rey Oil Painting Reproduction, 1889". van gogh studio (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2016-10-22. 
  162. ^ Callow (1990), 246.
  163. ^ Pickvance (1984), 102–103.
  164. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 23.
  165. ^ Pickvance (1986), 154–157.
  166. ^ Tralbaut (1981), 286.
  167. ^ Hulsker (1990), 434.
  168. ^ a b Hulsker (1990), 440.
  169. ^ a b Van Gogh (2009), letter 863. Theo van Gogh to Vincent, Saint-Rémy-de-Provence, Tuesday, 29 April 1890.
  170. ^ Hulsker (1990), 390, 404.
  171. ^ Rewald (1978), 326–329.
  172. ^ Hulsker (1990), 390, 404; Tralbaut (1981), 287.
  173. ^ Pickvance (1986), Appendix III, 310–315. Aurier's original 1890 review in French with parallel English translation.
  174. ^ Pickvance (1986), 175–177.
  175. ^ Rewald (1978), 346–347, 348–350.
  176. ^ Tralbaut (1981), 293.
  177. ^ Van Gogh (2009), Letter RM20. Vincent to Theo and Jo van Gogh-Bonger. Auvers-sur-Oise, Saturday, 24 May 1890.
  178. ^ a b Pickvance (1986), 270–271.
  179. ^ Rosenblum (1975), 98–100.
  180. ^ Walther & Metzger (1994), 640.
  181. ^ a b Edwards (1989), 115.
  182. ^ Van Gogh (2009), Letter 898. Vincent to Theo van Gogh and Jo van Gogh-Bonger. Auvers-sur-Oise, on or about Thursday, 10 July 1890.
  183. ^ Van Gogh (2009), Letter 898. Vincent to Theo van Gogh and Jo van Gogh-Bonger. Auvers-sur-Oise, on or about Thursday, 10 July 1890; Rosenblum (1975), 100.
  184. ^ a b Hulsker (1990), 478–479.
  185. ^ Hulsker (1990), 472–480.
  186. ^ Sweetman (1990), 342–343.
  187. ^ Jones, Jonathan (12 Juli 2016). "The whole truth about Van Gogh's ear, and why his 'mad genius' is a myth". The Guardian. ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 22 Oktober 2016. 
  188. ^ Walther & Metzger (1994), 669.
  189. ^ Sweetman (1990), 342–343; Hulsker (1980), 480–483.
  190. ^ "La misère ne finira jamais", Études, 1947, p. 9, Bibliothèque nationale de France, département Philosophie, histoire, sciences de l'homme, D-33939
  191. ^ "La tristesse durera toujours", François-Bernard Michel, La face humaine de Vincent Van Gogh, Grasset, 3 November 1999, ISBN 2-246-58959-2
  192. ^ van Gogh, Theodorus. "Letter from Theo van Gogh to Elisabeth van Gogh Paris, 5 August 1890". Webexhibits.org. Diakses tanggal 28 April 2015. ia berkata, "La tristesse durera toujours" [kesedihan akan kekal selama-lamanya] 
  193. ^ Hayden (2003), 152; Van der Veen & Knapp (2010), 260–264.
  194. ^ Sweetman (1990), 367.
  195. ^ a b Arnold (2004).
  196. ^ Perry (1947).
  197. ^ Hemphill (1961).
  198. ^ a b c Blumer (2002).
  199. ^ Van Heugten (1996), 246–251.
  200. ^ Pickvance (1974).
  201. ^ Dorn & Keyes (2000).
  202. ^ Van Gogh (2009), Letter 253. Vincent to Theo van Gogh. The Hague, Saturday, 5 August 1882.
  203. ^ a b c Dorn, Schröder & Sillevis (1996).
  204. ^ Van Gogh (2009), Letter 535To Theo van Gogh. Nuenen, on or about Tuesday, 13 October 1885.
  205. ^ Walther & Metzger (1994), 708.
  206. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 18.
  207. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 18–19.
  208. ^ a b Sund (1988), 666.
  209. ^ Van Gogh (2009), Letter 537. Vincent to Theo, Nuenen, on or about Wednesday, 28 October 1885.
  210. ^ Hughes (2002), 7.
  211. ^ Hughes (2002), 11.
  212. ^ van Uitert (1981), 232.
  213. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 20.
  214. ^ a b c Hughes (2002), 8–9.
  215. ^ Sund (1988), 668.
  216. ^ van Uitert (1981), 236.
  217. ^ Hughes (2002), 12.
  218. ^ a b van Uitert (1981), 223.
  219. ^ a b c d van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 21.
  220. ^ Hughes (2002), 8.
  221. ^ van Uitert (1981), 224.
  222. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 16–17.
  223. ^ a b c van Uitert (1981), 242.
  224. ^ McQuillan (1989), 138.
  225. ^ McQuillan (1989), 193.
  226. ^ Van Gogh (2009), Letter 652. Vincent to Theo van Gogh. Arles, Tuesday, 31 July 1888.
  227. ^ Channing & Bradley (2007), 67; Van Gogh (2009), Letter 879. Vincent to Willemien van Gogh. Auvers-sur-Oise, Thursday, 5 June 1890.
  228. ^ McQuillan (1989), 198.
  229. ^ Pickvance (1986), 224–228.
  230. ^ a b c d e McQuillan (1989), 15.
  231. ^ Walther & Metzger (1994), 263–269, 653.
  232. ^ a b Sund (2002), 261.
  233. ^ Hughes (2002), 10.
  234. ^ Walther & Metzger (1994), 265–269.
  235. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 83.
  236. ^ Walther & Metzger (1994), 535–537.
  237. ^ Cohen (2003), 305–306.
  238. ^ Pickvance (1986), 131.
  239. ^ Van Gogh (2009), Letter 806, note 16. Vincent to Theo van Gogh. Saint-Rémy-de-Provence, Saturday, 28 September 1889.
  240. ^ Pickvance (1986), 80–81, 184–187.
  241. ^ Walther & Metzger (1994), 413.
  242. ^ "Vincent van Gogh; Sunflowers; NG3863". National Gallery, London. Diakses tanggal 1 August 2016. 
  243. ^ Van Gogh (2009), Letter 666. Vincent to Theo van Gogh. Arles, Tuesday, 21 or Wednesday, 22 August 1888.
  244. ^ Walther & Metzger (1994), 417.
  245. ^ a b Naifeh & Smith (2011), 819–820.
  246. ^ a b Pickvance (1986), 101, 189–191.
  247. ^ Pickvance (1986), 110.
  248. ^ Rewald (1978), 311.
  249. ^ Pickvance (1986), 132–133.
  250. ^ a b Pickvance (1986), 101.
  251. ^ a b Walther & Metzger (1994), 331–333.
  252. ^ Pickvance (1984), 45–53.
  253. ^ Hulsker (1980), 385.
  254. ^ Fell (1997), 32.
  255. ^ Hulsker (1980), 390–394.
  256. ^ van Uitert, van Tilborgh & van Heugten (1990), 283.
  257. ^ Walther & Metzger (1994), 680–686.
  258. ^ Walther & Metzger (1994), 654.
  259. ^ Van Gogh (2009), Letter 898. Vincent to Theo van Gogh and Jo van Gogh-Bonger. Auvers-sur-Oise, on or about Thursday, 10 July 1890.
  260. ^ Walther & Metzger (1994), 680.
  261. ^ a b c Rewald (1986), 244–254.
  262. ^ a b Sund (2002), 305.
  263. ^ Sund (2002), 307.
  264. ^ a b McQuillan (1989), 72.
  265. ^ Furness, Hannah (27 Agustus 2018). "Van Gogh was not unappreciated in his lifetime, myth-busting letter shows". The Daily Telegraph. Diakses tanggal 7 September 2018. 
  266. ^ Sund (2002), 310.
  267. ^ Van Gogh (2009), Memoirs of V.W. Van Gogh.
  268. ^ a b c Rewald (1986), 245.
  269. ^ Spurling (1998), 119–138.
  270. ^ a b interview with Hilary Spurling (8 Juni 2005). "The Unknown Matisse ... – Book Talk". ABC Online. Diakses tanggal 1 Agustus 2016. 
  271. ^ Spurling (1998), 138.
  272. ^ Dorn & Leeman (1990).
  273. ^ Rovers (2007), 262.
  274. ^ Rovers (2007), 258.
  275. ^ Selz (1968), hlm. 82.
  276. ^ Faille (1928); "Faille, J-B de la". Dictionary of Art Historians. Diakses tanggal 3 August 2016. 
  277. ^ Walther & Metzger (1994), 721.
  278. ^ Feilchenfeldt (2013), 278–279.
  279. ^ Weikop (2007), 208.
  280. ^ Naifeh & Smith (2011), 867.
  281. ^ Pomerans (1997), x.
  282. ^ Pomerans (1997), xii.
  283. ^ James Day (April 23, 1974). "Irving Stone interview". Day at Night. Diakses tanggal August 2, 2017. 
  284. ^ Farr, Peppiatt & Yard (1999), 112.
  285. ^ Decker, Andrew (5 November 1998). "The Silent Boom". Artnet. Diakses tanggal 14 September 2011. 
  286. ^ Kimmelman, Michael (25 May 1993). "Annenberg Donates A van Gogh to the Met". The New York Times. 
  287. ^ Boucher, Brian (5 May 2015). "Mysterious Asian Buyer Causes Sensation at Sotheby's $368 Million Impressionist Sale". Artnet. Diakses tanggal 4 August 2016. 
  288. ^ a b Rewald (1986), 253.
  289. ^ Rewald (1986), 252.
  290. ^ Van Gogh's Van Goghs: The Van Gogh Museum, National Gallery of Art, diakses tanggal 23 April 2011 
  291. ^ Pomerans (1997), xiii.
  292. ^ "Bezoekersrecords voor Van Gogh Museum en NEMO" [Record breaking number of visitors to the Van Gogh Museum and the NEMO Science Museum]. AT5 (dalam bahasa Belanda). 15 December 2015. Diakses tanggal 4 August 2016. 
  293. ^ Caines, Matthew (1 September 2015). "Van Gogh Museum chief: it's critical to diversify our income streams". The Guardian. Diakses tanggal 4 August 2016. 

Sumber

Pranala luar