Kitab Samuel

Revisi sejak 23 Juni 2019 01.06 oleh LaninBot (bicara | kontrib) (Perubahan kosmetik tanda baca)

Kitab Samuel merupakan bagian dari kitab Perjanjian Lama dan Tanakh. Kitab ini merupakan bagian daripada kitab yang bernama Raja-Raja dalam Tanakh, dalam versi aslinya dalam bahasa Ibrani. Tetapi karena keputusan redaksional, kitab Raja-raja ini dibagi menjadi empat:[1]

  1. 1 Samuel
  2. 2 Samuel
  3. 1 Raja-Raja
  4. 2 Raja-Raja

Pembagian

 
Kitab Samuel (Kitab 1 & 2 Samuel) lengkap pada Kodeks Leningrad, salinan Teks Masoret yang dibuat tahun 1008.

Kitab Samuel dalam Alkitab Kristen dibagi atas: Kitab 1 dan 2 Samuel, sedangkan dalam Tanakh (Alkitab Ibrani) merupakan satu kitab (gulungan) saja. Pembagian menjadi 2 bagian ini berasal dari Septuaginta (LXX), yang juga memberi label "1 dan 2 Kerajaan" atau "1 dan 2 Pemerintahan" (di mana 1dan 2 Raja-raja diberi label "3 dan 4 Kerajaan/Pemerintahan"). Pembagian ini baru diterapkan dalam Alkitab Ibrani pada abad ke-15 M.[2]

Pembagian Kitab Samuel dari kitab-kitab sebelum dan sesudahnya sudah dilakukan jauh sebelumnya. Para pakar mempertanyakan mengapa catatan kematian Daud pada 1 Raja-raja 1–2 dipisahkan dari Kitab Samuel. Hidup tokoh-tokoh utama lain dalam Kitab Samuel dicatat sampai kematian mereka, dan orang akan mengira kitab yang dipusatkan pada kehidupan Daud akan berakhir dengan catatan kematiannya juga. Tetapi ternyata catatan itu dimasukkan ke dalam Kitab Raja-raja. Diyakini hal ini dilakukan karena kisah tersebut dianggap lebih merupakan catatan pemerintahan Salomo, karena berkaitan erat dengan bagaimana ia menduduki tanta kerajaan, selagi Daud masih hidup. Karena Kitab Samuel dan Kitab Raja-raja dianggap mencapai bentuk akhir pada waktu yang bersamaan oleh kelompok penyunting yang sama, maka tidak terjadi bahwa pembaca Kitab Samuel dibiarkan membaca kisah yang belum selesai, sebab sudah ada kelanjutan langsung dalam Kitab Raja-raja.[2]

Pengarang

Tradisi tradisional yang terlestarikan dalam 1 Tawarikh 29:29 meyakini bahwa Samuel adalah pengarang utama kitab ini, dengan tambahan informasi setelah kematiannya dari nabi-nabi lain yaitu Natan dan Gad.[2] Hal ini terlihat dari adanya duplikasi dan varian tradisi yang menunjukkan bahwa kitab ini disusun oleh lebih dari satu penulis (atau kelompok penyunting), terutama dalam Kitab 1 Samuel. Misalnya, imam Eli dua kali diperingatkan bahwa generasinya akan terputus dari jabatan imam (1 Sam 2:27–36; 3:11–14). Demikian pula persoalan meminta raja diberikan dua versi, satu bagian bersifat sangat antagonistik (1 Samuel 7:1–8:22), sedangkan yang lain melihat adanya raja dari sisi karya penyelamatan ilahi (1 Samuel 9–11). Ada dua kisah mengenai pengumuman Saul sebagai raja di hadapan umum (1 Samuel 10:17–24; 11:15) dan dua kisah penolakannya sebagai raja oleh Allah (1 Samuel 13:14; 15:23). Daud diperkenalkan kepada Saul dan menjadi musisi pribadi serta pembantu dekat dalam 1 Samuel 16:14–23, tetapi pada pasal berikutinya, Daud yang melawan Goliat, adalah pemuda yang tidak dikenal oleh Saul. Ketika Daud melarikan diri dari Saul, ia dua kali dikhianati oleh orang Zifit (1 Samuel 23:19–28; 26:1–5). Juga dalam ada dua kesempatan di mana Daud dapat membunuh Saul, tetapi tidak mau melakukannya (1 Samuel 24:1–22; 26:6–25). Kematian Saul juga dikisahkan dalam dua versi (1 Samuel 31; 2 Samuel 1). Sejumlah pakar mengusulkan hipotesis bahwa dua sumber J (Yahwis) dan E (Elohis) yang diduga adalah penyunting bagian-bagian Taurat juga merupakan penyunting bagian ini, meskipun belum ada bukti kuat.[2]

Pada umumnya para pakar setuju adanya paling sedikit dua unit panjang merupakan runtunan cerita dengan ciri khas masing-masing. Yang pertama sering disebut "Sejarah Naiknya Daud" ("History of David’s Rise"; disingkat "HDR"). Unit ini dimulai dari 1 Samuel 16:14 dan berlanjut sampai 2 Samuel 5:10, meskipun ada beberapa komentator yang berpendapat berakhirnya pada 2 Samuel 6. Unit besar kedua mencatat detail pergolakan di dalam keluarga untuk menentukan penerus tahta Daud, biasanya disebut "Kisah Penerusan Tahta" ("The Succession Narrative'"; disingkat "SN"), mulai dari 2 Samuel 9–20, di mana mendapat sisipan beberapa lampiran (2 Samuel 21–24), kemudian berlanjut dan berakhir pada 1 Raja-raja 1–2.[2]

Latar belakang sejarah

Periode yang diliput dalam Kitab Samuel ini jarang mendapat dukungan dari catatan sejarah kerajaan-kerajaan di sekitar Israel, sehingga sempat menumbuhkan pendapat dari kelompok "Minimalis" bahwa kisah tokoh Daud dan kerajaannya ini hanyalah hasil karangan belaka. Kitab Samuel dan Raja-raja mengklaim bahwa kerajaan Daud dan Salomo membentang dari Laut Tengah sampai ke sungai Efrat. Ternyata kemudian ditemukan Prasasti Tel-Dan oleh Avraham Biran dan J. Naveh, yang memberikan kesaksian nama raja-raja Israel dan Yehuda serta terutama terdapat tulisan "bytdwd" yang artinya "rumah Daud" atau "dinasti Daud". Bukti lain adalah dari Batu Moab (Mesha Stele) yang menguatkan bahwa kerajaan Israel dan Yehuda memang pernah ada dan sekuat yang dicatat dalam Alkitab.[2]

Kitab 1 dan 2 Samuel hanya meliput periode sekitar satu abad, dimulai dari kelahiran Samuel, sekitar tahun 1070-an SM sampai sesaat sebelum kematian Daud yang sering diberi tarikh 961 SM. Periode ini ternyata bertepatan dengan waktu sulit bagi pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya, karena dua wilayah kerajaan besar, Mesir dan Mesopotamia, yang secara tradisional merupakan penguasa besar di daerah tersebut, sedang mengalami masa kerusuhan internal serta kelemahan eksternal.[2] Selama berabad-abad Mesir menguasai tanah Kanaan atau Palestina, tetapi ketika dinasti Tanit mengambil alih kekuasaan pada sekitar tahun 1065 SM, Mesir memasuki masa pergolakan dalam negeri, sehingga tidak mampu mempertahankan kekuasaan atas tanah-tanah miliknya di sebelah timur, termasuk Kanaan. Daerah Mesopotamia dipimpin oleh Tiglat-Pileser I (1116–1078 BC) yang sempat membawa kemuliaan sesaat bagi kerajaan Asyur, tetapi keturunannya tidak efektif dan kehilangan kekuasaan pada tanah-tanah di sebelah barat yang pernah didudukinya, termasuk bagian Suriah dan Palestina. Kerajaan Asyur Baru dan Babel baru meningkat kekuatannya di Palestina dua abad kemudian.[2]

Kosongnya kekuasaan negara-negara adikukasa bukanlah berarti mudah bagi bangsa Israel untuk hidup tenang, karena kerajaan-kerajaan kecil dan kelompok suku bangsa yang kuat muncul mengisi kevakuman tersebut. Mengingat bangsa Israel diam di tanah yang sudah ditempati berbagai suku bangsa (yang tidak berhasil mereka halau pada zaman Kitab Hakim-hakim, setelah kematian Yosua bin Nun) yang secara umum disebut orang Kanaan (termasuk orang Yebus di Yerusalem serta orang Gibeon di luar Yerusalem), maka mereka sering dijajah oleh kota-negara yang diperkuat misalnya Hazor, Taanakh, Akko, dan Megido. Suku-suku di sebelah timur sungai Yordan seperti bani Amon (Hakim–hakim 11:1–40; 1 Samuel 11) dan Moab (Hakim–hakim 3:12–30), yang bersekutu dengan orang Midian (Hakim-hakim 6–7), tumbuh menjadi kuat dan sering berusaha mengembangkan wilayahnya ke arah Kanaan. Dari utara, negeri-negeri Aram di sekitar Damaskus juga sering memasuki dan berperang di tanah Israel (2 Sam 8:3–12; 10:6–19). Bangsa Israel mengalami tantangan terkuat dari sebelah barat, yaitu "orang-orang Laut" yang tidak berhasil memasuki Mesir, akhirnya tinggal di pantai-pantai lebih utara di Laut Tengah, di tanah subur yang luas pada sebelah barat wilayah suku Yehuda, bagian paling selatan yang didiami oleh bangsa Israel. Nama Alkitab suku ini adalah Filistin. Kekuatan mereka dipusatkan pada persekutuan lima kota-negara yang erat, teknologi militer yang lebih maju, dan secara perlahan mereka mencoba mendesak maju ke arah timur dari wilayah pantai, mengakibatkan banyak peperangan berdarah dengan bangsa Israel ([https://alkitab.sabda.org/?Hakim-hakim%203%3A31%3B%2013%3A1-%0A15%3A20&version=tb Hakim–hakim 3:31; 13:1– 15:20]; 1 Samuel 4-6). Catatan pada 1 Samuel 7:7–14 mengisahkan bagaimana Samuel memimpin bangsa Israel untuk sementara waktu memukul mundur orang Filistin, tetapi Saul mendapati mereka menguasai daerah-daerah pegunungan ketika mulai menjadi raja (1 Samuel 13:1–14:46). Hanya dengan kepemimpinan Daud, bangsa Israel dapat mendesak orang Filistin kembali ke dataran pantai semula (1 Sam 17; 23:1–5; 28–31; 2 Sam 5:17–25; 8:1).[2]

Ketiadaan pemerintahan sentral pada bangsa Israel pada zaman sebelum munculnya kerajaan membuat mereka tidak kuat melawan musuh-musuh yang terorganisir baik seperti orang Filistin, yang memiliki sistem monarki untuk mendukung pengembangan senjata dan tentara yang kuat. Faktor politik dan militer ini akhirnya mendorong evolusi alamiah identitas Israel, dengan pandangan umum condong kepada pemerintahan terpusat, yang dipimpin oleh seorang raja "seperti bangsa-bangsa lain" (1 Sam 8:5, 20). Kelompok yang mendukung "teokrasi" (dipimpin oleh Allah secara langsung) yang berfungsi selama masa Hakim-hakim, menolak gerakan ini, sedangkan yang lain memandang perkembangan menuju bentuk kerajaan bukanlah ancaman terhadap otoritas ilahi, melainkan suatu anugerah Allah. Contoh positif dan negatif dari masa pemerintahan Saul dan Daud menunjukkan bahwa kedua kelompok ini sama-sama mempunyai ketakutan dan harapan yang sah. Latar belakang sejarah dari kekuatan yang kontras ini menjadi kawah penggodokan bangsa Israel, bukan sebagai bangsa, melainkan sebagai entitas politik. Melalui pengalaman ini, bangsa Israel ditantang untuk percaya bahwa Yahweh saja sudah cukup untuk membawa mereka melalui periode krisis dan ke dalam masa depan yang penuh harapan.[2]

Garis besar

  • I. Samuel: Nabi, Imam, dan Pengangkat Raja-raja (1 Sam 1:1–12:25)
  • II. Saul: Pahlawan Tragis dan Raja Pejuang (1 Sam 13:1–31:13)
  • III. Daud: Raja seluruh Israel (2 Sam 1:1–24:25)

Kitab 1 Samuel berisi sejarah Israel dalam masa peralihan dari zaman Hakim-Hakim kepada zaman Raja-Raja. Perubahan dalam kehidupan nasional di Israel itu khususnya berkisar pada tiga orang: Nabi Samuel, Raja Saul, dan Raja Daud. Pengalaman-pengalaman Daud pada masa mudanya sebelum ia menjabat raja, terjalin erat dengan kisah Samuel dan Saul.[1]

Amanat kitab, sama seperti kisah-kisah lainnya dalam Perjanjian Lama, ialah bahwa orang akan berhasil kalau setia kepada Allah, dan celaka kalau mendurhaka. Hal itu dinyatakan dengan jelas dalam pasal 2:30 ketika Tuhan berkata kepada Imam Eli, "Yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi yang menghina Aku akan Kuhina."[3]

Dalam kitab ini terlihat perasaan yang berbeda-beda mengenai pembentukan kerajaan Israel. Memang Tuhan sendiri sudah dianggap raja di Israel, tetapi untuk menanggapi permohonan rakyat, Ia memilih seorang raja bagi mereka. Hal yang penting ialah bahwa baik raja maupun rakyat Israel hidup di bawah kedaulatan Allah, Hakim mereka (1 Samuel 2:7–10). Di bawah hukum-hukum Allah, haruslah dijamin hak seluruh rakyat, kaya maupun miskin.[1]

Kitab 2 Samuel adalah sambungan dari Kitab I Samuel. Kitab ini memuat sejarah pemerintahan Raja Daud, mula-mula atas Yudea, kerajaan selatan (pasal 1-4), kemudian atas seluruh negeri, termasuk Israel di sebelah utara (pasal 5-24).[1]

Dalam kitab ini diceritakan dengan jelas dan menarik bagaimana Daud berusaha memperluas dan mengukuhkan kedudukannya. Ia harus berperang melawan musuh-musuhnya, baik di dalam maupun di luar negeri. Daud digambarkan sebagai orang yang sangat beriman, taat dan setia kepada Allah, juga sebagai orang yang mampu memperoleh kesetiaan rakyatnya.[1]

Tetapi ia digambarkan juga sebagai orang yang dapat bertindak kejam, dan yang tidak segan melakukan dosa-dosa besar semata-mata untuk memenuhi keinginannya dan cita-citanya. Tetapi ketika ia dihadapkan kepada dosa-dosanya oleh Natan, nabi Allah, Daud mengakui dosa-dosanya itu dan dengan rela menerima hukuman dari Allah.[1]

Hidup dan prestasi Daud sangat dikagumi oleh rakyat Israel. Di zaman-zaman kemudian, bilamana ada musibah nasional, dan rakyat merindukan seorang raja, maka yang diinginkan ialah seorang "putra Daud". Artinya, seorang keturunan Daud yang akan bertindak seperti dia.[1]

Ayat-ayat terkenal

  • 1 Samuel 3:10: Lalu datanglah TUHAN, berdiri di sana dan memanggil seperti yang sudah-sudah: "Samuel! Samuel!" Dan Samuel menjawab: "Berbicaralah, sebab hamba-Mu ini mendengar."
  • 1 Samuel 16:7: Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: "Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati."
  • 1 Samuel 17:45–47: Tetapi Daud berkata kepada orang Filistin itu (Goliat): "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu. Hari ini juga TUHAN akan menyerahkan engkau ke dalam tanganku dan aku akan mengalahkan engkau dan memenggal kepalamu dari tubuhmu; ...supaya seluruh bumi tahu, bahwa Israel mempunyai Allah, dan supaya segenap jemaah ini tahu, bahwa TUHAN menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing. Sebab di tangan Tuhanlah pertempuran dan Iapun menyerahkan kamu ke dalam tangan kami."

Teks

Pelestarian Kitab 1 dan 2 Samuel ternyata kurang baik. Versi lengkap yang dipakai sekarang berasal dari tradisi Teks Masoret di mana naskah tertuanya yang ada sekarang berasal dari abad ke-10 M. Sumber naskah kuno tertua yang terlestarikan adalah dalam Septuaginta (LXX), yaitu terjemahan Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani pada abad ke-3 SM, tetapi naskah ini sejak zaman klasik terus mengalami sejumlah revisi sehingga muncul berbagai versi. Versi yang dijadikan standar saat ini berupa naskah uncial yang disimpan di Vatikan dan diberi kode LXXB, yang tampaknya hanya direvisi sedikit dan dianggap lebih dekat kepada naskah Yunani aslinya.[2] Dokumen kuno kedua yang penting sebagai pembanding adalah gulungan kitab Samuel yang ditemukan di antara gulungan Laut Mati di gua-gua Khirbet Qumran. Tiga gulungan telah diidentifikasi memuat Kitab Samuel. Dua berupa fragmen atau potongan-potongan dan tidak memberi banyak informasi substantif, tetapi satu naskah (4QSama) memuat 47 dari 57 kolom aslinya. Naskah berbahasa Ibrani ini diperkirakan disusun pada abad pertama SM, jadi lebih tua lebih dari seribu tahun dibandingkan dengan versi Ibrani Teks Masoret (MT). Ternyata cukup mengherangkan bahwa 4QSama lebih sesuai dengan LXX untuk variasi bacaan yang berbeda dengan MT. Hal ini menimbulkan evaluasi ulang hubungan antara MT, LXX, dan sumber-sumber dokumen kuno yang mendasari versi-versi tersebut.[2] Berhubung LXX kemungkinan bersumber pada teks bahasa Ibrani yang lebih kuno daripada MT, sejumlah penulis, terutama Kyle McCarter, cenderung lebih memfavoritkan bacaan LXX daripada MT bilamana berbeda. Sumber-sumber lain misalnya Targum berbahasa Aram dan terjemahan bahasa Suryani juga membantu, tetapi LXX dan 4QSama adalah esensial untuk penafsiran lebih dalam dari Kitab 1 dan 2 Samuel.[2]

Paralel

Banyak kisah yang dicatat dalam Kitab 1 dan 2 Samuel juga dituturkan dalam Kitab 1dan 2 Tawarikh, dengan perbedaan-perbedaan menyolok. Perbedaan ini tumbuh dari penggunaan sumber yang berbeda serta perbedaan sudut pandang para pengarang dan penyuntingnya. Penyusun kitab Samuel menganggap perlu untuk memuat gambaran lengkap kehidupan bangsa Israel, melestarikan informasi positif maupun negatif. Hal ini terlihat dari riwayat kehidupan Daud, di mana dituliskan dengan indah bahwa Daud adalah seorang yang berkenan kepada Allah, dan yang dijanjikan oleh Allah suatu keturunan kekal, tetapi kelemahan manusiawinya jelas dipaparkan. Tidak ada keraguan untuk menulis detail dosa Daud dalam kasus Batsyeba, istri Uria orang Het, serta malapetaka yang diakibatkannya baik dalam kehidupan pribadi maupun pemerintahan Daud. Dalam Kitab Tawarikhk, yang disusun setelah pembuangan ke Babel pada abad ke-6 SM, memperlakukan Daud lebih sebagai tokoh yang patut diteladani. Daud digambarkan sebagai pendiri banyak institusi agamawi yang masih berlaku pada zaman setelah pembuangan dan legitimasi institusi agamawi ini dikaitkan dengan kenangan bangsa Israel akan raja yang mereka hormati tersebut. Jadi kisah pada Kitab Tawarikh cenderung mengagungkan Daud dan tidak banyak memuat kesalahannya.[2]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Pengantar Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia, 2002
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n Cartledge, Tony W (2001). "1 & 2 Samuel". Dalam: Smyth & Helwys Bible Commentary, 7. Macon, Georgia: Smyth & Helwys Publishing. ISBN 1-57312-064-2
  3. ^ 1 Samuel 2:30