Islam

agama Abrahamik monoteistik
Revisi sejak 14 Juni 2022 14.46 oleh Fazoffic (bicara | kontrib) (632-661: Khalifah Rasyidin: Revisi: Penambahan Templat)

Islam (bahasa Arab: الإسلام, dengarkan) adalah salah satu agama dari kelompok agama yang diterima oleh seorang nabi (agama samawi) yang mengajarkan monoteisme tanpa kompromi, iman terhadap wahyu, iman terhadap akhir zaman, dan tanggung jawab.[1] Islam diestimasi tahun 2020 dianut oleh kurang lebih 1,8 miliar orang di seluruh dunia sehingga menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen.[2]

Terminologi

Islam

"Islam" dalam bahasa Arab adalah bentuk kata benda inifinitf kuadri-literal (maṣdar rubā‘ī). Bentuk kata kerja perfek aktif triliteralnya (fi‘l māḍi ṡulaṡī mabnī ma‘lūm) adalah salima (سلم, "selamat"). Arti semantik dari bentuk kuadri-literalnya ini adalah tunduk dan patuh (khadha‘a wa istaslama), berserah diri, menyerahkan, memasrahkan (sallama), mengikuti (atba‘a), menunaikan, menyampaikan (addā), atau masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām).[3] Semua istilah yang seakar kata dengan “islām” berhubungan erat dengan makna keselamatan, kedamaian, dan kemurnian.[4]

Secara istilah, Islam bermakna penyerahan diri; ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah serta pasrah dan menerima dengan puas terhadap ketentuan dan hukum-hukum-Nya.[5] Pengertian “berserah diri” dalam Islam kepada Tuhan bukanlah sebutan untuk paham fatalisme, melainkan sebagai kebalikan dari rasa berat hati dalam mengikuti ajaran agama dan lebih suka memilih jalan mudah dalam hidup.[4] Seorang muslim mengikuti perintah Allah tanpa menentang atau mempertanyakannya, tetapi disertai usaha untuk memahami hikmahnya.[4]

Istilah "Islam" juga dapat diartikan sebagai agama yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai jalan keselamatan di dunia dan akhirat yang ajarannya dilandasi oleh tauhid dan diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia.[6]

(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.” إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ  
Qur'an Al-Baqarah:131

Islam sebenarnya juga dipakai untuk menyebut keyakinan monoteistik yang diyakini bersama oleh agama-agama samawi (saat ini Judaisme dan Kekristenan); lihat QS al-Maidah ayat 44, QS Ali Imran ayat 67 dan 52.[7] Namun, Islam lebih populer digunakan untuk agama yang dibawa oleh Muhammad sebagaimana terdapat dalam sebuah ayat Al-Qur'an yang diturunkan di akhir-akhir masa kenabiannya:[8]

Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Qur'an Al-Ma’idah:3

Iman, Islam, dan Ihsan

Islam adalah agama Allah yang diturunkan untuk seluruh manusia. Di dalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ada tiga hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam itu sendiri, yakni Iman, Islam, dan Ihsan.[9] Dalam sebuah hadits, disebutkan:

"Dari Umar bin al-Khatthab RA, berkata: "Pada suatu hari kami berkumpul bersama Rasulullah ﷺ‎ , tiba-tiba datang seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam. Tidak kelihatan tanda-tanda kalau dia melakukan perjalanan jauh, dan tak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi ﷺ‎ sambil menempelkan kedua lututnya pada lutut Nabi ﷺ‎ . sedangkan kedua tangannya diletakkan di atas paha Nabi ﷺ‎ . Laki-laki itu bertanya, "Wahai Muhammad beritahukanlah aku tentang Islam." Rasulullah ﷺ‎ menjawab,

"Islam adalah kamu bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, puasa pada bulan Ramadhan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya."

Laki-laki itu menjawab, "Kamu benar." Umar berkata, "Kami heran kepada laki-laki itu bertanya lagi, "Beritahukanlah aku tentang Iman." Nabi menjawab,

"Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah) yang baik dan yang buruk."

Laki-laki itu menjawab, "Kamu benar." Laki-laki itu bertanya lagi, "Beritahukanlah aku tentang Ihsan." Nabi menjawab,

"Ihsan adalah kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Kemudian orang itu pergi. Setelah itu aku (Umar) diam beberapa saat. Kemudian Rasulullah ﷺ‎ bertanya kepadaku, "Wahai Umar siapakah orang yang datang tadi?" Aku menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Lalu Nabi ﷺ‎ bersabda, "Sesungguhnya laki-laki itu adalah Malaikat Jibril AS. Ia datang kepadamu untuk mengajarkan agamamu."

(HR. Muslim: 9) [10]

Dari segi keilmuan, semula ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi. Namun selanjutnya para ulama mengadakan pemisahan, sehingga menjadi bagian ilmu sendiri. Bagian-bagian itu mereka elaborasi sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda. Perhatian terhadap Iman memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam (teologi).[9] Perhatian khusus pada aspek Islam (dalam pengertian yang sempit) menghadirkan ilmu fikih atau ilmu hukum Islam. Sedangkan penelitian terhadap dimensi Ihsan melahirkan ilmu tasawuf atau ilmu akhlak.[9]

Namun demikian, meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, dalam tataran pengalaman kehidupan beragama, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Tidak terlalu mementingkan aspek Iman dan meninggalkan dimensi Ihsan dan Islam, atau sebaliknya.[11] Misalnya orang yang sedang shalat, dia harus megesakan Allah disertai keyakinan bahwa hanya Dia yang wajib disembah (Iman), harus memenuhi syarat dan rukun shalat (Islam), dan shalat harus dilakukan dengan khusyuk dan penuh penghayatan (Ihsan).[11]

Muslim

Muslim adalah orang yang memeluk ajaran Islam dengan cara menyatakan kesaksiannya tentang keesaan Allah dan kenabian Muhammad.[12] Bentuk jamaknya adalah muslimin, muslimun, atau umat Islam.

Konsep ketuhanan

Untuk informasi lebih lanjut, lihat Allah (Islam).

Konsep dasar mengenai ketuhanan di dalam Islam dijelaskan dalam satu surah bernama Surah Al-Ikhlas yang hanya terdiri dari empat ayat. Ayat pertama dari surah ini menyebutkan bahwa Tuhan yang Maha Esa bernama Allah. Ayat kedua menjelaskan tentang kemampuan yang dimiliki-Nya sebagai Tuhan, yaitu sebagai tempat meminta segala sesuatu. Kemudian, pada ayat ketiga disebutkan sifat-Nya ialah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Ayat keempat juga menyebutkan sifat-Nya yaitu tidak ada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya.[13] Dalam ajaran Islam. Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, memiliki nama-nama terbaik, dan memiliki sifat dan karakter tertinggi.[14] Ajaran monoteisme Islam disebut tauhid, yang didefinisikan sebagai pengesaan Allah dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Tuhan dan yang Dia wajibkan.[15] Pengesaan Allah dalam hal-hal kekhususan Tuhan dibagi menjadi dua bahasan: tauhid rububiyah dan tauhid asma' wash-shifat, sedangkan pengesaan Allah dalam hal-hal yang Dia wajibkan dibahas dalam tauhid uluhiyah.[16]

Tauhid (Monoteisme)

Dalam tauhid rububiyah, Allah diakui sebagai satu-satunya Rabb (Yang Menguasai), sehingga semua selain Allah adalah ‘abd (hamba/budak/yang dikuasai).[17] Allah adalah Rabb Yang Berkuasa dalam penciptaan, pengurusan, dan kerajaan alam semesta.[18] Allah sebagai satu-satunya Pencipta adalah juga Yang Memberi rezeki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, serta Yang Memberi manfaat dan bahaya.[19] Allah yang mengurus segala sesuatu; semua urusan yang Dia tangani adalah kebaikan; dan Allah Mahakuasa terhadap apa yang Dia kehendaki.[19] Dalilnya adalah ayat dalam Al-Qur'an, “Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya.”[Al-A'raf:54][18]

Allah juga diakui memiliki kesempurnaan nama dan atribut (atribut esensial dan atribut aksidental) selain mencipta, mengurus, dan merajai alam semesta; hal ini dibahas dalam tauhid asma wa sifat (keesaan nama dan sifat).[16] Nama dan sifat Allah diketahui melalui dan ditetapkan dengan Al-Qur'an dan Sunnah pada makna tersuratnya dan tidak bisa ditetapkan oleh akal semata.[20] Namun, nama dan sifat Allah tidak terbatas; selain dari yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan Sunnah dirahasiakan dalam ilmu gaib-Nya.[21]

Dalam tauhid uluhiyah, Allah diakui sebagai Tuhan Yang Maha Esa dalam segala bentuk peribadahan dari seluruh makhluk-Nya.[16] Pengakuan Allah sebagai satu-satunya Rabb berkonsekuensi penyembahan makhluk kepada Rabb-nya semata.[22] Ibadah atau penghambaan diri kepada Allah merupakan perbuatan makhluk untuk merendahkan diri kepada-Nya dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya seumur hidup.[23] Ibadah tidak boleh ditujukan sedikit pun kepada selain Allah.[24] Beribadah kepada selain Allah, meskipun juga menyembah Allah, adalah dosa yang paling besar dalam Islam yang disebut dengan syirik (mempersekutukan Allah), sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:[24]

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.” وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ  
Qur'an Luqman:13

Asmaulhusna

Allah menjelaskan tentang nama-nama dan atribut-atribut ketuhanan di Quran.[25]

Zikir dan doa

Zikir dan doa adalah dua macam ibadah kepada Allah yang secara umum tidak memiliki batasan waktu dan tempat.[26] Zikir secara bahasa artinya mengingat atau menyebut. Secara istilah, zikir mencakup ibadah memuji Allah, mengingat nama-nama-Nya, nikmat-Nya, keputusan dan takdir-Nya, ajaran agama-Nya, serta janji balasan pahala dan ancaman siksa-Nya.[27] Ibadah zikir mencakup zikir hati dan zikir lisan.[28] Zikir bertujuan untuk mewujudkan kesempurnaan peribadahan kepada Allah.[29] Membaca Al-Qur'an juga termasuk zikir.[30]

Doa secara bahasa artinya memanggil atau meminta. Secara istilah, doa mencakup panggilan pujian dan permintaan kepada Allah.[31] Setiap muslim diperbolehkan untuk berdoa meminta kebaikan atau berlindung dari keburukan.[32] Allah memerintahkan untuk berdoa kepada-Nya dengan doa-doa yang terdapat di Al-Qur'an dan Sunnah.[33] Doa yang tidak terdapat di dalam Al-Qur'an dan Sunnah diperbolehkan selain doa yang melampaui batas, seperti meminta agar mengetahui segala sesuatu atau mengetahui hal gaib karena itu merupakan kekhususan Allah.[33]

Ajaran Islam: Takwa

 
Sebuah sekolah Al-Qur'an di Jawa. Oleh: Tropenmuseum, National Museum of World Cultures.

Inti dari ajaran Islam sekaligus sebab berbagai kebaikan adalah takwa kepada Allah.[34] Takwa adalah perbuatan menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya yang dilandasi oleh rasa takut, harap, dan cinta kepada Allah.[35] Seorang muslim menyembah Allah juga dalam rangka berharap masuk surga dan terhindar dari neraka.[36] Istilah takwa merupakan istilah yang paling banyak disebutkan di dalam Al-Qur'an. Adapun ayat yang paling menjelaskan tentang kedudukan takwa adalah:[37]

Dan sungguh, Kami telah memerintahkan kepada orang yang diberi kitab suci sebelum kamu dan (juga) kepadamu agar bertakwa kepada Allah. وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ
Qur'an An-Nisa’:131

Seluruh ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur'an dan sunnah (perilaku kehidupan Nabi Muhammad) dapat dikelompokkan menjadi tiga judul besar berdasarkan bidang kajian keilmuannya. Pertama, ajaran yang berhubungan dengan keimanan terhadap Allah, para malaikat-Nya, kitab suci yang diturunkan-Nya, para utusan-Nya, dan peristiwa di kehidupan setelah kematian. Pembahasan hal ini tercakup dalam bidang ilmu Aqidah (teologi). Kedua, ajaran yang berhubungan dengan perbuatan hati dan jiwa, nilai-nilai moral, dan aturan perilaku. Ajaran ini dimaksudkan untuk mengembangkan sifat-sifat mulia dan tercakup dalam bidang ilmu Akhlak dan Adab (etika). Ketiga, ajaran yang berhubungan dengan perbuatan raga yang mencakup perintah, larangan, dan kebolehan. Ajaran ini masuk dalam bidang ilmu Fiqih (hukum Islam).[38][39]

Aqidah: kepercayaan

Ajaran pokok dalam Islam adalah hal-hal yang menyangkut kepercayaan atau keyakinan hati.

Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara, yaitu:

  1. iman kepada Allah,
  2. iman kepada malaikat Allah,
  3. iman kepada kitab Allah (Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur dan suhuf),
  4. iman kepada nabi dan rasul Allah,
  5. iman kepada hari kiamat, serta
  6. iman kepada qada dan qadar.

Fiqih: ibadah dan muamalah

Aspek hukum dalam Islam meliputi berbagai amal perbuatan.[38] Amal-amal perbuatan tersebut dapat dibagi menjadi dua kategori dasar menurut arah hubungannya.

Ibadah
Ibadah adalah amal perbuatan manusia berhubungan dengan Allah. Ibadah ada yang murni ibadah,[a] seperti Salat dan puasa; ada yang ibadah sosial,[b] seperti Zakat dan Haji. Keempat amal ini disebut sebagai "Rukun Islam" setelah syahadat.
Muamalah
Muamalah adalah perbuatan manusia berhubungan dengan manusia lain. Hukum yang mengatur masalah muamalah dibagi lagi menjadi empat sub-bagian:
  • hukum-hukum yang memastikan keberlangsungan dakwah Islam dan mempertahankannya. Hukum-hukum ini adalah yang dimaksud dengan Jihad. Jihad dapat berupa upaya bersenjata dan upaya tidak bersenjata.
  • hukum-hukum keluarga untuk melindungi dan membina keluarga. Di dalamnya termasuk hukum pernikahan, perceraian, dan warisan.
  • hukum-hukum perdagangan yang mengatur transaksi bisnis, kontrak sewa-pinjam, dan lain-lain.
  • hukum-hukum pidana yang mengatur tindakan kriminal dalam masyarakat.[40]

Adab dan akhlak

Bukan hanya sekadar menjalani ajaran iman dan amal, Islam juga mengajari agar semua muslim menghiasi diri lahir dan batin dengan adab dan akhlak mulia.[41]

Adab-adab dalam Islam:[42][43]

  • adab kepada Allah, termasuk adab dalam niat
  • adab kepada Al-Qur'an
  • adab kepada Muhammad sebagai utusan Allah
  • adab kepada diri sendiri: taubat, muroqobah, muhasabah, dan mujahadah
  • adab kepada semua makhluk
    • berbakti kepada orang tua
    • menyambung hubungan kekerabatan (silaturahim)
    • berbuat baik kepada tetangga
    • berbuat baik kepada anak yatim, fakir miskin, dan anak jalanan
    • tidak mencela, berburuk sangka, memata-matai, maupun menyebarkan keburukan orang lain (gosip)
  • adab persaudaraan, cinta, dan benci karena Allah
  • adab majelis
  • adab makan dan minum
  • adab bertamu
  • adab bepergian
  • adab berpakaian
  • adab tidur

Akhlak-akhlak terpuji dalam Islam:[42]

  • sabar menghadapi cobaan
  • bertawakal kepada Allah dan tidak hanya mengandalkan diri sendiri
  • mendahulukan orang lain dan mencintai kebaikan
  • adil dan berimbang
  • kasih sayang
  • malu
  • melakukan yang terbaik
  • jujur
  • dermawan
  • rendah diri, tidak sombong

Akhlak-akhlak tercela dalam Islam:[42]

  • lalim
  • dengki
  • menipu
  • riya'
  • bangga diri dan tertipu oleh dunia
  • lemah dan malas

Pembawa ajaran Islam: Muhammad

Sejarah dan keyakinan muslim menggambarkan Muhammad sebagai seorang manusia dan nabi yang memiliki jasa yang besar.[44] Biografi mengenai kehidupan awalnya tidak banyak diketahui; yang lebih banyak adalah catatan riwayat tentang kehidupannya setelah menjadi nabi dan rasul pada usia empat puluh tahun pada tahun 610.[44] Al-Qur'an menjadi sumber informasi utama mengenai kehidupan Nabi Muhammad.[45] Di samping itu, hadis dan sirah nabawi (sejarah kehidupan kenabian) lebih jauh menggambarkan kedudukan dan perannya pada masa awal Islam.[46] Muhammad berperan sebagai penerima wahyu dari Allah dan sekaligus sebagai panutan agar semua muslim berusaha menirunya.[46]

Sebelum mendakwahkan Islam

Muhammad bin Abdullah (putra Abdullah) lahir pada tahun 570 M di Mekkah (sekarang masuk Arab Saudi).[47][c] Ayahnya yang merupakan seorang pedagang meninggal sebelum kelahirannya.[48] Ibunya, Aminah, meninggal saat Muhammad masih berusia enam tahun.[49] Di permulaan masa mudanya, Muhammad tidak memiliki pekerjaan tetap di Mekkah yang merupakan kota perdagangan yang sedang berkembang; banyak yang menyebutkannya bekerja sebagai penggembala kambing.[50] Pada usia 25 tahun Muhammad dipekerjakan oleh seorang janda kaya, Khadijah binti Khuwailid, untuk mengawasi angkutan dagangnya ke wilayah Syam (sekarang mencakup Yordania, Lebanon, Suriah, dan Palestina).[51] Muhammad membuat Khadijah terkesan atas hasil pekerjaannya yang mendatangkan keuntungan yang belum pernah ia dapatkan sebanyak itu–selain juga keterangan pembantu Khadijah yang menyertai perjalanan dagang itu tentang perilaku Muhammad–sampai Khadijah menawarkan diri kepada Muhammad untuk menikah.[52] Saat menikah, Khadijah disebutkan telah berusia empat puluh tahun, tetapi pernikahan itu membuahkan dua anak laki-laki (Al-Qasim dan Abdullah, meninggal saat kanak-kanak) dan empat anak perempuan (Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Fatimah).[53] Fatimah, putri bungsu Muhammad, adalah yang paling dikenal, yang menikahi sepupu Muhammad, Ali bin Abi Thalib, khalifah (“penerus”; penerus Nabi Muhammad sebagai pemimpin) keempat menurut Islam sunni dan imam sah pertama menurut Syiah.[46]

Mekkah merupakan pusat kemakmuran perdagangan.[46] Namun, masyarakatnya merupakan masyarakat kesukuan yang mudah bertikai.[54] Beberapa peristiwa yang menunjukkan hal tersebut, yang juga melibatkan Muhammad, adalah Pertempuran Fujjar, Hilful Fudul, serta renovasi Ka'bah dan pemindahan Hajar Aswad.[55] Peristiwa-peristiwa tersebut dan kondisi sosiologis lainnya ikut mempengaruhi Muhammad, yang menjadi seorang pribadi yang sukses di tengah masyarakat Mekkah.[46] Dia dihormati atas sifatnya yang bisa dipercaya dan keputusan-keputusannya terhadap persengketaan; dia dikenal dengan gelarnya al-Amīn, “yang dapat dipercaya”.[56] Kejujuran itu lengkap dengan kesukaannya merenung yang akhirnya membuat dia terbiasa menyendiri di Gua Hira'–yang berjarak hampir dua mil di utara Mekkah–saat usianya mendekati empat puluh tahun.[57]

 
Gua Hira'.

Di sini, dalam waktu yang lama mengasingkan diri, dia merenungkan kehidupannya dan penyakit yang menimpa masyarakatnya.[46] Di sini, di usianya yang keempat puluh pada bulan Ramadan, pada malam yang disebut Lailatul Qadar, “malam kemuliaan”, Muhammad menerima wahyu pertama dari Allah melalui perantara Malaikat Jibril.[58] Wahyu yang turun adalah lima ayat permulaan Surat al-'Alaq.[59]

(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ  
(2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ  
(3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ  
(4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ  
(5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ  
Qur'an Al-'Alaq:1-5

Dengan turunnya wahyu ini, Muhammad diangkat menjadi nabi seperti nabi-nabi yang dikenal dalam agama-agama samawi.[60] Setelah wahyu yang berikutnya turun setelah jeda beberapa hari,[d] yaitu tujuh ayat permulaan Surat Al-Muddassir, Muhammad baru diutus sebagai seorang rasul (“utusan”) yang diperintah untuk mendakwahkan tauhid (monoteisme) dan memperingatkan masyarakatnya dari kesyirikan (politeisme).[61] Selama 22 tahun (610-632), Muhammad terus menerima wahyu yang kemudian dikumpulkan dan ditulis menjadi Al-Qur'an (“bacaan”).[60]

(1) Wahai orang yang berkemul (berselimut)! يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ  
(2) bangunlah, lalu berilah peringatan! قُمْ فَأَنذِرْ  
(3) dan agungkanlah Tuhanmu, وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ  
(4) dan bersihkanlah pakaianmu, وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ  
(5) dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji, وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ  
(6) dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. وَلَا تَمْنُن تَسْتَكْثِرُ  
(7) Dan karena Tuhanmu, bersabarlah. وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ  
Qur'an Al-Muddassir:1-7

Hadis dari Aisyah, istri kedua Muhammad di kemudian hari, menceritakan betapa Muhammad ketakutan saat ditemui malaikat Jibril, yang sosoknya tidak pernah dia lihat sebelumnya.[62] Dia juga tidak begitu yakin dengan apa yang baru saja terjadi; apakah dia tidak waras atau kerasukan jin.[60] Khadijah menenangkannya dan meyakinkannya bahwa dia tidaklah gila maupun kerasukan jin.[63] Khadijah segera mengajak suaminya itu menemui salah seorang sepupunya yang menganut Kristen, Waraqah bin Naufal,[e] dan Muhammad menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.[63] Mendengar itu, Waraqah mengatakan,

Itu adalah makhluk kepercayaan Allah[f] (Jibril) yang telah Allah utus kepada Nabi Musa! Andai saja aku masih bugar dan muda ketika itu! Andai saja aku masih hidup ketika engkau diusir oleh kaummu! ... tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa ini melainkan akan dimusuhi, dan jika aku masih hidup pada saat itu niscaya aku akan membelamu dengan segenap jiwa ragaku.[64]

Dakwah di Mekkah

Bukanlah hal yang mudah mendakwahkan pesan mengenai Tuhan Yang Maha Esa di Kota Mekkah karena kota ini adalah pusat agama.[65] Muhammad mengawali dakwahnya secara sembunyi-sembunyi selama tiga tahun untuk menghindari hal yang akan memancing kemarahan penduduk Kota Mekkah.[66] Di antara yang pertama menerima ajakannya adalah Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantunya yang saat itu masih kanak-kanak, dan Abu Bakar, mertuanya di kemudian hari dan khalifah pertama.[67] Setelah itu, dia secara bertahap berdakwah secara terang-terangan mulai dari keluarga terdekat dari Bani Hasyim sampai akhirnya kepada penduduk Mekkah secara umum.[68]

Meskipun ada sejumlah orang yang masuk Islam menerima dakwahnya, perlawanan yang dia terima selama dakwahnya sangat hebat.[69] Bagi masyarakat oligarki Mekkah yang makmur dan kuat, pesan mengenai keesaan Tuhan, beserta penentangan terhadap gaya hidup Mekkah yang tidak merata secara sosioekonomis, telah memunculkan penolakan langsung tidak hanya terhadap agama tradisi yang politeistik, tetapi juga terhadap kekuasaan dan hak istimewa yang telah mereka nikmati, serta mengancam kepentingan politik, sosial, dan ekonomi mereka.[69] Nabi Muhammad mencela transaksi-transaksi tidak benar, riba, serta pengabaian dan eksploitasi terhadap janda dan anak yatim.[69] Dia membela hak-hak orang-orang miskin dan orang-orang tertindas, menekankan bahwa orang-orang kaya memiliki kewajiban atas orang-orang miskin.[69] Sebagai bentuk komitmen atas kewajiban itu, ditetapkanlah zakat atas harta dan produk pertanian dan perkebunan.[69] Persis seperti Amos dan Yeremia sebelum dia, Muhammad merupakan seorang “pemberi peringatan” dari Tuhan untuk menegur para pendengarnya untuk bertobat dan bertakwa kepada-Nya, karena hari penghakiman sudah dekat:

(49) Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku (diutus) kepadamu sebagai pemberi peringatan yang nyata.” قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ  
(50) Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mem-peroleh ampunan dan rezeki yang mulia. فَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ  
(51) Tetapi orang-orang yang berusaha menentang ayat-ayat Kami dengan maksud melemahkan (kemauan untuk beriman), mereka itu adalah penghuni-penghuni neraka Jahim. وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ  
Qur'an Al-Hajj:49-51[69]

Awalnya, penduduk Mekkah hanya berusaha agar orang-orang dari luar Mekkah tidak mendengar dakwah itu dan melakukan perlawanan verbal dengan argumentasi dan celaan.[70] Kematian paman dan pelindungnya, Abu Thalib, dan Khadijah pada tahun 619 menambah kesedihannya.[71] Perlawanan meningkat menjadi tindakan-tindakan persekusi sampai pemboikotan massal.[72] Karena kondisi di Mekkah memburuk, Muhammad mengizinkan para pengikutnya untuk hijrah ke luar Mekkah, seperti Habasyah (Etiopia) yang merupakan wilayah Kristen, untuk mendapat keamanan.[71]

Dakwah di Madinah

Di Madinah, Muhammad memiliki kesempatan sangat luas untuk mewujudkan pemerintahan dan menyebarluaskan dakwah atas perintah Allah, berkat posisinya sekarang sebagai nabi dan pemimpin masyarakat dari Negara-kota Madinah.[71]

Sumber hukum dan ajaran Islam

 
Contoh halaman cetakan Al-Qur'an, terlihat halaman berisi Surah Al-Fatihah. Surah tersebut merupakan surah pertama dalam Al-Qur'an.

Fikih (hukum) merupakan kajian keilmuan primer dalam Islam.[73] Jika dalam kekristenan teologi merupakan kajian primernya, dalam Islam, seperti halnya dalam Yudaisme, hukum lebih menjadi titik berat karena islam berarti tunduk kepada hukum Allah.[74] Meskipun demikian, penekanan pada ajaran hukum yang bersifat praktis tidaklah mengesampingkan ajaran kepercayaan.[74] Kepercayaan (iman) dan praktek yang benar (amal shalih) saling berkaitan.[74]

Dalam masa pembentukannya, yaitu selama masa kenabian, ajaran-ajaran dan hukum-hukum Islam diambil dari dua wahyu sebagai sumber primer: Al-Qur'an dan sunnah.[75] Al-Qur'an berlaku sebagai sumber pokok dan cetak biru untuk kehidupan Islami, sedangkan kehidupan sehari-hari Nabi (sunnah) berlaku untuk menerangkan prinsip-prinsip dalam cetak biru tersebut serta untuk menunjukkan cara mengaplikasikannya.[76] Pada masa sahabat ketika mereka bersentuhan dengan sistem pemerintahan, budaya, dan pola perilaku masyarakat yang baru yang belum pernah disinggung semasa kenabian, para khalifah dan sahabat lain harus menggunakan proses pengambilan keputusan berdasarkan ijmak (“konsensus”) dan ijtihad.[77] Dalam tahap perkembangannya pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, madzhab fikih bermunculan.[78] Para imam mazhab, seperti Imam asy-Syafi'i, dan ulama lainnya tetap menitikberatkan pada penggunaan Al-Qur'an dan sunnah sebagai sumber primer sebelum merujuk pada pendapat sahabat, baik pendapat konsensus maupun perseorangan, dan sumber atau metode penetapan hukum lainnya berupa qiyās (“analogi”), istiḥsān (“preferensi hukum”), dan ‘urf (“adat kebiasaan”).[79]

Al-Qur'an

Al-Qur'an adalah pokok dari semua argumentasi dan dalil.[10] Al-Qur'an adalah dalil yang membuktikan kebenaran risalah Nabi Muhammad, dalil yang membuktikan benar dan tidaknya suatu ajaran. Al-Qur'an juga merupakan kitab Allah terakhir yang menegaskan pesan-pesan kitab-kitab samawi sebelumnya. Allah memerintahkan dalam Al-Qur'an agar kaum Muslim senantiasa mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya:

(59) Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا  
Qur'an An-Nisa’:59[69]

Mengembalikan persoalan kepada Allah, berarti mengembalikannya kepada Al-Qur'an.[10] Sedangkan mengembalikan persoalan kepada Rasul berarti mengembalikannya kepada hadits/sunnah Rasul.

Meskipun Al-Qur'an menyatakan diri, “Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa,”[Ali Imran:138] yang disebutkan di dalamnya bukanlah aturan hukum yang komprehensif.[80] Bagian demi bagian Al-Qur'an diturunkan secara berkelanjutan selama rentang waktu 22 tahun lebih untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh Nabi Muhammad dan para sahabatnya.[81]

Hadis/Sunnah

Prinsip-prinsip dan nilai-nilai dalam Al-Qur'an dibakukan dan diejawantahkan oleh sunnah Nabi Muhammad, perilaku normatif Nabi Muhammad yang berfungsi sebagai contoh dan teladan.[82] Karena sama-sama merupakan wahyu meskipun dalam wujud yang berbeda dari Al-Qur'an, sunnah juga menjadi sumber hukum; yang kebanyakannya merupakan jawaban dari pertanyaan para sahabat atau penjelasan atas peristiwa yang tengah terjadi.[83] Kedudukan penting sunnah ini telah Al-Qur'an nyatakan dengan bentuk kalimat perintah, “Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), ... jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya),”[An-Nisa’:59] maupun dengan bentuk kalimat berita, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”[Al-Ahzab:21][84][85]

Ijmak

Qiyas

Sejarah

Masa pra Islam

Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan perdagangan dalam Jalur sutra yang menghubungkan antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di timur.[86] Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi.[87] Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu,[88] karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah.[89] Masyarakat ini disebut pula jahiliyah, artinya bodoh, bukan dalam hal intelegensia namun dalam pemikiran moral.[90] Warga Quraisy adalah masyarakat yang suka berpuisi, dan menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan di saat berkumpul di tempat-tempat ramai.[91]

609-632: masa kenabian

Islam bermula pada tahun 609 ketika wahyu pertama diturunkan kepada Muhammad di Gua Hira', 2 mil dari Mekah.[92]

Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571). Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Setelah tiga tahun menyebarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, ia akhirnya menyampaikan ajaran Islam secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.

Pada tahun 622, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut hijrah dan menjadi dasar acuan permulaan perhitungan kalender Islam, yaitu Kalender Hijriah. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga umat Islam semakin menguat. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.

Keunggulan diplomasi nabi Muhammad pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat di usia yang ke-61, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk Islam.

632-661: Khalifah Rasyidin

Khalifah Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang diberi petunjuk, diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi. Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.

632-Abad ke-20: Masa kekhalifahan selanjutnya

Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau kadang-kadang disebut "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah yang kesemuanya diwariskan berdasarkan keturunan.

Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.

Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.

Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I. Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V. Karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh Mustafa Kemal Pasya atau Kemal Atatürk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.

Masyarakat dan budaya Islam

Demografi dan Denominasi

 
Populasi Muslim dunia. Oleh: Pew Forum.

Sebuah data penelitian tahun 2015 memperkirakan 1.752.620.000 jiwa (24,1%) dari populasi dunia adalah muslim dengan angka pertumbuhan sejak 2010 adalah 31%.[93] Mayoritas muslim (61%) tinggal di negara-negara Asia-Pasifik; di Timur Tengah dan Afrika Utara adalah 20%; di Sub-Sahara adalah 16%, dan 3% di Eropa.[93] Jumlah muslim diperkirakan akan meningkat 70% pada tahun 2060 menjadi 2.987.390.000 jiwa; adapun Kristen diperkirakan mencapai 3.054.460.000 jiwa pada tahun yang sama.[93]

  • Sunni

Aliran Sunni atau Ahlu Sunnah wal Jamaah, merupakan aliran yang dianut mayoritas (75-90 %) Muslim di dunia.[94] Istilah "Sunni" dapat diartikan sebagai golongan yang mengikuti Sunnah (tradisi) dari Nabi Muhammad.[95]

Sejumlah mazhab fiqih (hukum Islam) utama dalam aliran Sunni adalah Syafi'i, Maliki, Hambali dan Hanafi.[96] Akan tetapi, terdapat pemikiran Salafi dalam aliran Sunni yang menolak mengikuti (taqlid) kepada mazhab-mazhab tersebut.[97]

Sufisme Tasawuf dalam aliran Sunni didefinisikan sebagai ajaran pendalaman batin (asketisme) kepada Allah, semisal dalam bentuk dzikir.[98] Terdapat pula pemikiran Wahhabisme yang dicetuskan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahhab sebagai paham ultra-konservatif yang dengan penekanan kepada "ajaran monoteisme murni" yang bersih dari segala "ketidakmurnian" seperti praktik-praktik yang mereka anggap bid'ah, syirik dan khurafat.[99][100] Wahhabisme menjadi paham Sunni yang berkembang di Arab Saudi dan Qatar.

  • Syiah

Berbeda dengan aliran Sunni, aliran ini meyakini bahwa penerus nabi Muhammad adalah khalifah Ali bin Abi Thalib sebagai menantu dan keturunan langsung Bani Hasyim, keluarga nabi Muhammad, sementara Abu Bakar, Umar, dan Usman tidak diakui sebagai khalifah umat Islam oleh pengikut Syiah.

Syiah dianut oleh mayoritas di Iran.

Hari raya dan hari besar

Hari perayaan dalam Islam secara umum dapat dibagi menjadi hari raya keagamaan dan hari besar lainnya. Hari raya keagamaan Islam ada dua, yaitu:[101]

Sedangkan hari besar Islam lainnya, antara lain yaitu:

Tempat ibadah

Tiga masjid suci (dari kiri): Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjidilaqsa.

Masjid (bentuk tidak baku: mesjid) adalah rumah tempat ibadah umat Islam. Masjid artinya tempat sujud, sebutan lain yang berkaitan dengan masjid di Indonesia adalah musala, langgar, atau surau; istilah tersebut diperuntukkan bagi bangunan menyerupai masjid yang tidak digunakan untuk salat Jumat, iktikaf, dan umumnya berukuran kecil. Selain digunakan sebagai tempat ibadah, masjid juga merupakan pusat kehidupan komunitas muslim. Kegiatan-kegiatan perayaan hari besar, diskusi, kajian agama, ceramah dan belajar Al-Qur'an sering dilaksanakan di Masjid. Bahkan dalam sejarah Islam, masjid turut memegang peranan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan hingga kemiliteran.

Nubuat

Dimenangkan atas segala agama

Nubuat atas kemenangan Islam atas segala agama disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat 33. Ayat ini berisi firman Allah bahwa Islam akan dimenangkan atas segala agama. Kemenangan Islam ini diawali oleh pengutusan rasul yang membawa petunjuk berupa Al-Qur'an. Ayat ini juga menyatakan bahwa orang-orang musyrik tidak menyukai kemenangan tersebut. Nubuat tentang kemenangan Islam juga disampaikan dalam Surah As-Saff ayat 9 dan Surah Al-Fath ayat 28 dengan redaksi yang mirip. Kemenangan yang dimaksudkan dalam ayat-ayat tersebut tidak berkaitan dengan peperangan. Kemenangan yang dimaksud adalah kenyataan bahwa diikutinya ajaran-ajaran Islam meskipun kaum musyrik tidak menyukainya. Mereka akan mengikuti ajaran Islam dengan menganggapnya sebagai kebenaran dan tidak hanya sebagai bentuk kepatuhan semata.[102]

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Esposito 1988, hlm. 3.
  2. ^ "Religious Composition by Country, 2010-2050". Pew Research Center. 2 April 2015. Diakses tanggal 21 Desember 2021. 
  3. ^ Wasik 2016, hlm. 227.
  4. ^ a b c Cornell 2007, hlm. 6.
  5. ^ Cornell 2007, hlm. 6; Syalabi 1985, hlm. 28.
  6. ^ Hambali 2017, hlm. 17.
  7. ^ Syalabi 1985, hlm. 28.
  8. ^ Syalabi 1985, hlm. 5.
  9. ^ a b c 1978-, Anam, Choirul,. Pemikiran KH. Achmad Siddiq tentang: aqidah, syari'ah dan tasawwuf, khitthah NU 1926, hubungan agama dan Pancasila, negara kesatuan RI bentuk final, watak sosial Ahlussunnah, seni dan agama. OCLC 945650142. 
  10. ^ a b c Risalah ahlussunnah wal-jama'ah : dari pembiasaan menuju pemahaman dan pembelaan akidah-amaliah NU. N.U.. Pengurus Wilayah Jawa Timur. Tim Aswaja (edisi ke-Cet. 1). Surabaya: Khalista. 2012. ISBN 978-979-1353-36-6. OCLC 808811005. 
  11. ^ a b Abdusshomad, Muhyiddin (2008). Hujjah NU : akidah, amaliah, tradisi (edisi ke-Cet. 1). Surabaya: Khalista. ISBN 978-979-1353-06-9. OCLC 606237527. 
  12. ^ Why Islam.
  13. ^ Nuruddin, Muhammad (2021). Hal-Hal yang Membingungkan Seputar Tuhan. Depok: Keira. hlm. 78. ISBN 978-623-7754-64-0. 
  14. ^ At-Tuwaijiri 2010, hlm. 16.
  15. ^ At-Tuwaijiri 2010, hlm. 15.
  16. ^ a b c At-Tuwaijiri 2010, hlm. 17.
  17. ^ At-Tuwaijiri 2010, hlm. 15-16.
  18. ^ a b Al-Utsaimin 2000, hlm. 21.
  19. ^ a b Zaki 2017.
  20. ^ Al-Utsaimin 1984, hlm. 6-8.
  21. ^ Al-Utsaimin 1984, hlm. 8.
  22. ^ At-Tuwaijiri 2010, hlm. 18.
  23. ^ At-Tuwaijiri 2010, hlm. 21.
  24. ^ a b At-Tuwaijiri 2010, hlm. 26.
  25. ^ "The Names and Attributes of Allah". WhyIslam?. 25 October 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-09. Diakses tanggal 18 Maret 2021. 
  26. ^ At-Tuwaijiri 2009, hlm. I/697, I/703, II/7.
  27. ^ At-Tuwaijiri 2009, hlm. I/697-8.
  28. ^ At-Tuwaijiri 2009, hlm. I/702.
  29. ^ At-Tuwaijiri 2009, hlm. I/697.
  30. ^ Jawas 2005, hlm. 5.
  31. ^ At-Tuwaijiri 2009, hlm. II/7.
  32. ^ At-Tuwaijiri 2009, hlm. 9-10.
  33. ^ a b At-Tuwaijiri 2009, hlm. II/10.
  34. ^ At-Taqwa Sabab Kull Khair.
  35. ^ Al-Asyqar 2012, hlm. 9-10.
  36. ^ Al-Asyqar 2012, hlm. 11.
  37. ^ Asy-Syarif 2017.
  38. ^ a b Philips 2006, hlm. 26.
  39. ^ Syalabi 1985, hlm. 29.
  40. ^ Philips 2006, hlm. 26-27.
  41. ^ Al-Asyqar 1994, hlm. 147.
  42. ^ a b c Al-Jazairy 1964.
  43. ^ Al-Asyqar 1994.
  44. ^ a b Esposito 1988, hlm. 7.
  45. ^ Esposito 1988, hlm. 7-8.
  46. ^ a b c d e f Esposito 1988, hlm. 8.
  47. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Sinai & Watt 2020.
  48. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 63.
  49. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 69.
  50. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 73; Esposito 1988, hlm. 8.
  51. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 74; Sinai & Watt 2020.
  52. ^ Sinai & Watt 2020; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 74.
  53. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 75; Sinai & Watt 2020.
  54. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017.
  55. ^ Al-Mubarakfuri 2017.
  56. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 77-79.
  57. ^ Esposito 1988, hlm. 8; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 81.
  58. ^ Esposito 1988, hlm. 8-9.
  59. ^ Esposito 1988, hlm. 9; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 84; Sinai & Watt 2020.
  60. ^ a b c Esposito 1988, hlm. 9.
  61. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 85-6; Al-Barrak 2010, hlm. 38.
  62. ^ Esposito 1988, hlm. 9; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 83-4.
  63. ^ a b Esposito 1988, hlm. 9; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 84.
  64. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 84-5.
  65. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 92; Esposito 1988, hlm. 10.
  66. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 92.
  67. ^ Esposito 1988, hlm. 10; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 92-3.
  68. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 96-10.
  69. ^ a b c d e f g Esposito 1988, hlm. 10.
  70. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 100-6.
  71. ^ a b c Esposito 1988, hlm. 11.
  72. ^ Esposito 1988, hlm. 11; Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 152-4.
  73. ^ Esposito 1988, hlm. 75.
  74. ^ a b c Esposito 1988, hlm. 68.
  75. ^ Al-Asyqar 1994, hlm. 222; Philips 2006, hlm. 19.
  76. ^ Philips 2006; Asy-Syatsri 2007, hlm. 218.
  77. ^ Philips 2006, hlm. 55.
  78. ^ Philips 2006, hlm. 73.
  79. ^ Philips & 2006 82-4.
  80. ^ Esposito 1988, hlm. 79-80.
  81. ^ Philips 2006, hlm. 19.
  82. ^ Esposito 1988, hlm. 80.
  83. ^ Philips 2006, hlm. 21.
  84. ^ Esposito 1988, hlm. 80-1.
  85. ^ "MARKAZSUNNAH.COM | MENEBAR SUNNAH MENUAI HIKMAH". Markaz Sunnah. Diakses tanggal 2022-06-05. 
  86. ^ Jerry Bentley, Old World Encounters: Cross-Cultural Contacts and Exchanges in Pre-Modern Times Diarsipkan 2016-08-07 di Wayback Machine. (New York: Oxford University Press, 1993), 32.
  87. ^ Abdurrahman 2012, hlm. 16-20.
  88. ^ Translated by C H Oldfather, Diodorus Of Sicily, Volume II, William Heinemann Ltd., London & Harvard University Press, Cambridge, Massachusetts, MCMXXXV, p. 217.
  89. ^ Hawting, G. R. (1980). "The Disappearance and Rediscovery of Zamzam and the 'Well of the Ka'ba'". Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London. 43 (1): 44–54 (44). doi:10.1017/S0041977X00110523. JSTOR 616125. 
  90. ^ Amros, Arne A. and Stephan Pocházka 2004: A Concise Dictionary of Koranic Arabic Diarsipkan 2016-08-07 di Wayback Machine., Reichert Verlag, Wiesbaden
  91. ^ Nu'mani, Syekh Maulana Shilbi (2015). Best Stories Umar Bin Khaththab. Puspa Swara. hlm. 19. ISBN 979-1479-85-2, 9789791479851. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-07. Diakses tanggal 2016-06-02. 
  92. ^ Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 82.
  93. ^ a b c Hackett & Stonawski 2017.
  94. ^ "Mapping the Global Muslim Population: A Report on the Size and Distribution of the World's Muslim Population". Pew Research Center. October 7, 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-12-25. Diakses tanggal 2013-09-24. Of the total Muslim population, 10–13% are Shia Muslims and 87–90% are Sunni Muslims. 
  95. ^ John L. Esposito, ed. (2014). "Sunni Islam". The Oxford Dictionary of Islam. Oxford: Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-10-05. Diakses tanggal 2020-01-20. 
  96. ^ Rabb, Intisar A. (2009). "Fiqh". Dalam John L. Esposito. The Oxford Encyclopedia of the Islamic World. Oxford: Oxford University Press. doi:10.1093/acref/9780195305135.001.0001. ISBN 9780195305135. 
  97. ^ Al-Yaqoubi, Muhammad (2015). Refuting ISIS: A Rebuttal Of Its Religious And Ideological Foundations. Sacred Knowledge. hlm. xiii. ISBN 978-1908224125. 
  98. ^ A Prayer for Spiritual Elevation and Protection (2007) by Muhyiddin Ibn 'Arabi, Suha Taji-Farouki
  99. ^ Commins, David (2006). The Wahhabi Mission and Saudi Arabia. I.B. Tauris. hlm. vi. ISBN 9781845110802. 
  100. ^ Abu Mujahid & Haneef Oliver, Virus Wahabi, Toobagus Publishing, 2010, hal. 120 – 121.
  101. ^ Hadis Rasulullah saw, diriwayatkan dari Anas bin Malik, "Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main pada masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya pada masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)" (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth.
  102. ^ asy-Sya'rawi, M. Mutawalli (2007). Basyarahil, U., dan Legita, I. R., ed. Anda Bertanya Islam Menjawab. Diterjemahkan oleh al-Mansur, Abu Abdillah. Jakarta: Gema Insani. hlm. 8. ISBN 978-602-250-866-3. 

Kutipan

  1. ^ Istilah klasik: ‘ibādah nāqiṣah. Istilah kontemporer: ‘ibādah maḥḍah.
  2. ^ Istilah klasik: ‘ibādah muta‘addiyyah. Istilah kontemporer: ‘ibādah ghairu maḥḍah.
  3. ^ Al-Mubarakfuri (2017):64 menyebutkan angka tahun kelahiran 571 M, lengkapnya 20 atau 22 April 571.
  4. ^ Beberapa riwayat yang masyhur menyebutkan bahwa jeda waktu antara wahyu pertama dengan wahyu berikutnya adalah dua setengah atau tiga tahun.(Al-Mubarakfuri 2017, hlm. 85)
  5. ^ Atau Waraqah bin Qushay (Esposito 1988, hlm. 9).
  6. ^ Atau “Namus yang agung” (Esposito 1988, hlm. 9).

Daftar pustaka

Abdurrahman, Dudung (2012). Siti Maryam, ed. Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik hingga Modern. LESFI. hlm. 16-20. ISBN 9795670247. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-06. Diakses tanggal 2019-04-06. 
Accad, Martin (2003). "The Gospels in the Muslim Discourse of the Ninth to the Fourteenth Centuries: An Exegetical Inventorial Table (Part I)" . Islam and Christian-Muslim Relations (dalam bahasa Inggris). 14 (1). ISSN 0959-6410. 
Adil, Hajjah Amina (2002). Muhammad: The Messenger of Islam (dalam bahasa Inggris). Islamic Supreme Council of America. ISBN 978-1-930409-11-8. 
Ahmed, Akbar (1999). Islam Today: A Short Introduction to the Muslim World (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-2.00). I. B. Tauris. ISBN 978-1-86064-257-9. 
Al-Asyqar, Umar Sulaiman (1994). Naḥw Ṡaqāfah Islamīyah Aṣīlah (dalam bahasa Arab). Amman, Yordania: Darun Nafais. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-24. Diakses tanggal 2019-04-06. 
———— (2012). Al-Taqwā Ta‘rīfuhā Wafaḍluhā Wamaḥḋūrātuhā Waqaṣaṣ min Aḥwālihā (dalam bahasa Arab). Amman, Yordania: Darun Nafais. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-16. Diakses tanggal 2019-04-06. 
Al-Barrak, Abdurrahman Nashir (2010). Abdurrahman as-Sudais, ed. Syarḥ Ṡalāṡat al-Uṣūl. Syarḥ al-Qawā‘id al-Arba‘ Wal-Uṣūl al-Ṡalāṡah Wanawāqiḍ al-Islām Wakasyf al-Syubuhāt (dalam bahasa Arab). Riyadh: Darut Tadmuriyyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-09. Diakses tanggal 2020-04-21. 
Al-Jazairy, Abu Bakar Jabir (1964). Minhāj al-Muslim (dalam bahasa Arab). Kairo: Darus Salam. 
Al-Julayyil, Abdulaziz bin Nashir (2017). Walillāh al-’Asmā’ al-Ḥusnā Fad‘ūhu Bihā (dalam bahasa Arab). Iskandariyah: Al-Qisthawi. ISBN 978-977-430-226-8. 
Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyurrahman (2017) [2001 (edisi revisi)]. Sirah Nabawiyah (edisi ke-22). Jakarta: Darussalam. ISBN 978-979-3407-71-5. 
Al-Utsaimin, Muhammad ash-Shalih (1984). Syarḥ Lum‘at al-I‘tiqād al-Hādī ilā Sabīl al-Rasyād (dalam bahasa Arab). Damaskus: Muassasatur Risalah, Maktabatur Rusyd. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-12. Diakses tanggal 2019-10-09. 
———— (2000). Syarḥ al-‘Aqīdah al-Wāṣiṭīyah (dalam bahasa Arab). 1. Riyadh: Dar Ibnul Jauzy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-10. Diakses tanggal 2019-04-26. 
Asy-Syarif, Isham bin Muhammad (24 October 2017). "Ahmīyah al-Taqwā fī Ḥayāh al-Muslim". Alukah (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-06. Diakses tanggal 6 April 2019. 
Asy-Syatsri, Sa'ad bin Nashir bin Abdul-Aziz, Dr. (2007). Syarḥ al-Mukhtaṣar fī Uṣūl al-Fiqh (dalam bahasa Arab). Riyadh, KSA: Daru Kunuz Eshbelia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-16. Diakses tanggal 2019-05-11. 
At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah (2009). Mawsū‘at al-Fiqh al-Islāmī (dalam bahasa Arab). Amman: Baitul Afkarid Dauliyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-11. Diakses tanggal 2019-10-09. 
———— (2010). Mukhtaṣar al-Fiqh al-Islāmī fī Ḍaw’ al-Qur’ān was-Sunnah (dalam bahasa Arab). Qasim, Arab Saudi: Dar Ashdaa`il Mujtama'. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-05-16. Diakses tanggal 2019-04-19. 
Brockopp, Jonathan E. (2003). Islamic Ethics of Life: abortion, war and euthanasia (dalam bahasa Inggris). University of South Carolina press. ISBN 1-57003-471-0. 
Clark, Malcolm (2011). Islam for Dummies. Indiana: Wiley Publishing Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-14. Diakses tanggal 2016-06-01. 
Cohen-Mor, Dalya (2001). A Matter of Fate: The Concept of Fate in the Arab World as Reflected in Modern Arabic Literature (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 0-19-513398-6. 
Cornell, Vincent J. (2007). Voices of Islam: Voices of tradition (dalam bahasa Inggris). 1 (edisi ke-berilustrasi). Greenwood Publishing Group. ISBN 0-275-98733-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-08-07. Diakses tanggal 2016-06-01.  id, 9780275987336
Curtis, Patricia A. (2005). A Guide to Food Laws and Regulations (dalam bahasa Inggris). Blackwell Publishing Professional. ISBN 978-0-8138-1946-4. 
Eglash, Ron (1999). African Fractals: Modern Computing and Indigenous Design (dalam bahasa Inggris). Rutgers University Press. ISBN 0-8135-2614-0. 
Ernst, Carl (2004). Following Muhammad: Rethinking Islam in the Contemporary World (dalam bahasa Inggris). University of North Carolina Press. ISBN 0-8078-5577-4. 
Esposito, John (1988). Islam: The Straight Path (dalam bahasa Inggris). New York: Oxford University Press. ISBN 9780195043990. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-10-10. Diakses tanggal 2019-10-10. 
Farah, Caesar (1994). Islam: Beliefs and Observances (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-5th). Barron's Educational Series. ISBN 978-0-8120-1853-0. 
———— (2003). Islam: Beliefs and Observances (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-7th). Barron's Educational Series. ISBN 978-0-7641-2226-2. 
Firestone, Rueven (1999). Jihad: The Origin of Holy War in Islam (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. ISBN 0-19-512580-0. 
Friedmann, Yohanan (2003). Tolerance and Coercion in Islam: Interfaith Relations in the Muslim Tradition (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-02699-4. 
Ghamidi, Javed (2001). Mizan. Dar al-Ishraq. OCLC 52901690. 
Goldschmidt, Jr., Arthur (2005). A Concise History of the Middle East (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-8th). Westview Press. ISBN 978-0-8133-4275-7. 
Griffith, Ruth Marie (2006). Women and Religion in the African Diaspora: Knowledge, Power, and Performance (dalam bahasa Inggris). Johns Hopkins University Press. ISBN 0-8018-8370-9. 
Hackett, Conrad; McClendon, David (5 April 2017). "Christians remain world's largest religious group, but they are declining in Europe". Pew Research Center (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-24. Diakses tanggal 31 Maret 2019. 
Hackett, Conrad; Stonawski, Marcin (5 April 2017). The Changing Global Religious Landscape (PDF) (Laporan). Pew Research Center. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2018-12-21. Diakses tanggal 2019-04-19. Babies born to Muslims will begin to outnumber Christian births by 2035; people with no religion face a birth dearth. 
Hawting, G. R. (2000). The First Dynasty of Islam: The Umayyad Caliphate AD 661–750 (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 0-415-24073-5. 
Hedayetullah, Muhammad (2006). Dynamics of Islam: An Exposition (dalam bahasa Inggris). Trafford Publishing. ISBN 978-1-55369-842-5. 
Holt, P. M.; Lewis, Bernard (1977a). Cambridge History of Islam, Vol. 1 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 0-521-29136-4. 
————; Lambton, Ann K. S.; Lewis, Bernard (1977b). Cambridge History of Islam, Vol. 2 (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 0-521-29137-2. 
Hourani, Albert (2003). A History of the Arab Peoples (dalam bahasa Inggris). Belknap Press; Revised edition. ISBN 978-0-674-01017-8. 
Humphreys, Stephen (2005). Between Memory and Desire (dalam bahasa Inggris). University of California Press. ISBN 0-520-24691-8. 
Ibnu Baz, Abdul Aziz bin Abdullah (nd). "Ta'rīf bi Dīn al-Islām". Al-Imam Bin Baz (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-10. Diakses tanggal 10 November 2017. 
———— (nd). "At-Taqwā Sabab Kull Khair". Al-Imam Bin Baz (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-22. Diakses tanggal 6 April 2019. 
"Islam Explained". Why Islam? (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-13. Diakses tanggal 2019-04-06. 
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir (2005). Do'a & Wirid: Mengobati Guna-guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah. Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i. ISBN 978-979-3536-18-7. 
Kobeisy, Ahmed Nezar (2004). Counseling American Muslims: Understanding the Faith and Helping the People (dalam bahasa Inggris). Praeger Publishers. ISBN 978-0-313-32472-7. 
Koprulu, Mehmed Fuad (1992). The Origins of the Ottoman Empire (dalam bahasa Inggris). SUNY Press. ISBN 0-7914-0819-1. 
Kramer, Martin (1987). Shi'Ism, Resistance, and Revolution (dalam bahasa Inggris). Westview Press. ISBN 978-0-8133-0453-3. 
Kugle, Scott Alan (2006). Rebel Between Spirit And Law: Ahmad Zarruq, Sainthood, And Authority in Islam (dalam bahasa Inggris). Indiana University Press. ISBN 0-253-34711-4. 
Lapidus, Ira (2002). A History of Islamic Societies (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-2nd). Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-77933-3. 
Madelung, Wilferd (1996). The Succession to Muhammad: A Study of the Early Caliphate (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 0-521-64696-0. 
Malik, Jamal (2006). Sufism in the West (dalam bahasa Inggris). Routledge. ISBN 0-415-27408-7. 
Menski, Werner F. (2006). Comparative Law in a Global Context: The Legal Systems of Asia and Africa (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. ISBN 0-521-85859-3. 
Mohammad, Noor (1985). "The Doctrine of Jihad: An Introduction". Journal of Law and Religion (dalam bahasa Inggris). 3 (2). 
Momen, Moojan (1987). An Introduction to Shi`i Islam: The History and Doctrines of Twelver Shi`ism (dalam bahasa Inggris). Yale University Press. ISBN 978-0-300-03531-5. 
Nasr, Seyed Muhammad (1994). Our Religions: The Seven World Religions Introduced by Preeminent Scholars from Each Tradition (Chapter 7) (dalam bahasa Inggris). HarperCollins. ISBN 0-06-067700-7. 
Nigosian, Solomon A. (2004). Islam: Its History, Teaching, and Practices. Indiana: Indiana University Press. ISBN 0-253-21627-3. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-03. Diakses tanggal 2016-06-01. 
Philips, Abu Ameenah Bilal, Dr. (2006). The Evolution of FIQH (Islamic Law and the Madh-habs) (dalam bahasa Inggris). Riyadh: International Islamic Publishing House. ISBN 9960-9533-3-5. 
Sinai, Nicolai; Watt, William Montgomerry (19 March 2020). "Muhammad: Prophet of Islam". Encyclopædia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-09. Diakses tanggal 20 April 2020. 
Syalabi, Muhammad Musthafa (1985). Al-Madkhal fī Fiqh al-Islāmī (dalam bahasa Arab). Beirut: Addarul Jami'iyyah. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-06-26. Diakses tanggal 2019-04-15. 
Thalal, Wisam (1 August 2016). "Maa Huwa Ta'rīf al-Islām". Maudhū‘ (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-11. Diakses tanggal 10 November 2017. 
Wasik, Moh. Ali (2016). ""Islam Agama Semua Nabi" dalam Perspektif Al-Qur'an". ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 17 (2). ISSN 1411-3775. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-11-10. Diakses tanggal 10 November 2017. 
Zaki, Ahmad (14 January 2017). "Mā Huwa Tawḥīd al-Rubūbīyah". Maudhū‘ (dalam bahasa Arab). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-04-05. Diakses tanggal 26 April 2019. 

Bacaan lanjutan