Kabinet Republik Indonesia Serikat
Kabinet Republik Indonesia Serikat atau Kabinet RIS adalah kabinet yang dibentuk sebagai hasil dari pembentukan negara Republik Indonesia Serikat setelah pengakuan kedaulatan dari kekuasaan kolonial Belanda. Kabinet ini bertugas kurang dari satu tahun sebelum akhirnya Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kabinet Republik Indonesia Serikat | |
---|---|
Kabinet Pemerintahan Indonesia ke-10 & ke-11 Kabinet pemerintahan RIS ke-1 | |
1949–1950 | |
Dibentuk | 20 Desember 1949 |
Diselesaikan | 15 Agustus 1950 |
Struktur pemerintahan | |
Presiden | Soekarno |
Wakil Presiden | Mohammad Hatta |
Perdana Menteri | Mohammad Hatta |
Total jumlah menteri | 17 |
Partai anggota | Masyumi PNI Parkindo Independen |
Sejarah | |
Periode | Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat |
Nasihat dan persetujuan | Senat Republik Indonesia Serikat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat |
Pendahulu | Kabinet Hatta II |
Pengganti | Kabinet Natsir |
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
| ||
---|---|---|
Prakemerdekaan Kebijakan dalam negeri Kebijakan luar negeri Media dan warisan Galeri: Gambar, Suara, Video |
||
Kabinet ini bertugas dari tanggal 20 Desember 1949 hingga 6 September 1950 di Jakarta. Kabinet ini memerintah pada waktu yang kurang lebih bersamaan dengan kabinet Republik Indonesia, Kabinet Halim, di Yogyakarta. Kabinet ini merupakan zaken kabinet, yang mengutamakan keahlian dari anggota-anggotanya, bukan kabinet koalisi yang berdasarkan pada kekuatan partai politik.
Latar belakang
Presiden Soekarno, Presiden Republik Indonesia Serikat, menunjuk Mohammad Hatta, Ida Anak Agung Gde Agung, Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sultan Hamid II untuk membentuk kabinet Republik Indonesia Serikat yang baru. Dua hari kemudian, pada 20 Desember 1949, anggota kabinet disumpah, dan satu minggu kemudian kabinet tersebut menerima kedaulatan negara dari Belanda.[1]
Pimpinan
Presiden | Wakil Presiden | ||
---|---|---|---|
Soekarno (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Mohammad Hatta (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Anggota
Hanya lima anggota kabinet yang berasal dari luar Negara Bagian Republik Indonesia. Hatta bekerja keras untuk memastikan para menteri dipilih berdasarkan kompetensi dibandingkan afiliasi partai politik, dan empat dari menteri yang berasal dari Negara Bagian Republik Indonesia tidak berafiliasi partai. Secara praktis, Hatta memegang posisi dominan di dalam kabinet, dikarenakan kedekatannya dengan Presiden Soekarno, kesuksesan Hatta pada Konferensi Meja Bundar dan perannya dalam peristiwa penting selama Revolusi Nasional Indonesia.[2]
No. | Jabatan | Pejabat (negara bagian) |
Periode | Partai Politik | |||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Mulai menjabat | Selesai menjabat | ||||||
Perdana Menteri | |||||||
1 | Perdana Menteri | Mohammad Hatta (Negara Bagian Republik Indonesia) |
20 Desember 1949 | 15 Agustus 1950 | Non-Partai | ||
Menteri | |||||||
2 | Menteri Luar Negeri | Mohammad Hatta (Negara Bagian Republik Indonesia) |
20 Desember 1949 | 15 Agustus 1950 | Non-Partai | ||
3 | Menteri Dalam Negeri | Ide Anak Agung Gde Agung (Negara Indonesia Timur) |
|||||
4 | Menteri Pertahanan | Sri Sultan Hamengkubuwana IX (Negara Bagian Republik Indonesia) |
|||||
5 | Menteri Kehakiman | Soepomo (Negara Bagian Republik Indonesia) |
|||||
6 | Menteri Penerangan | Arnold Mononutu (Negara Indonesia Timur) |
PNI | ||||
7 | Menteri Keuangan | Syafruddin Prawiranegara (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Masyumi | ||||
8 | Menteri Kemakmuran | Djuanda Kartawidjaja (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Non-Partai | ||||
9 | Menteri Perhubungan, Tenaga dan Pekerjaan Umum | Herling Laoh (Negara Bagian Republik Indonesia) |
PNI | ||||
10 | Menteri Perburuhan | Wilopo (Negara Bagian Republik Indonesia) |
|||||
11 | Menteri Sosial | Kosasih Purwanegara (Negara Pasundan) |
Non-Partai | ||||
12 | Menteri Pendidikan dan Kebudayaan | Abu Hanifah (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Masyumi | ||||
13 | Menteri Kesehatan | Johannes Leimena (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Parkindo | ||||
14 | Menteri Agama | Wahid Hasjim (Negara Bagian Republik Indonesia) |
Masyumi | ||||
15 | Menteri Negara | Hamid II[3] (Negara Kalimantan Timur |
5 April 1950 | Non-Partai | |||
Mohammad Roem[4] (Negara Bagian Republik Indonesia) |
19 Januari 1950 | Masyumi | |||||
Suparno (Negara Madura) |
15 Agustus 1950 | Non-Partai |
Pergantian anggota
Pada 19 Januari 1950, Menteri Negara Mohammad Roem ditunjuk sebagai Komisi Tinggi RIS di Den Haag dan mengundurkan diri dari kabinet. Setelah adanya laporan dari Jaksa Agung, Menteri Negara Sultan Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950 karena keterlibatannya dalam pemberontakan yang dipimpin oleh Raymond Westerling. Baik Roem maupun Hamid tidak digantikan oleh menteri negara baru.[5][6]
Program
Adapun Program Kabinet Republik Indonesia Serikat adalah sebagai berikut :
- Menyelenggarakan pemindahan kekuasaan ke tangan bangsa Indonesia di seluruh Indonesia terjadi dengan saksama, mengusahakan reorganisasi KNIL dan pembentukan APRIS dan pengembalian tentara Belanda ke negerinya dalam waktu selekas-lekasnya.
- Menyelenggarakan ketenteraman umum dalam waktu yang sesingkat-singkatnya serta menjamin berlakunya hak-hak demokrasi dan terlaksananya dasar-dasar hak manusia dan kemerdekaan.
- Mengadakan persiapan dasar hukum mengenai cara bagaimana rakyat menyatakan kemauannya menurut asas-asas Undang-Undang RIS, dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk konstituante.
- Berusaha memperbaiki perekonomian rakyat, keadaan keuangan, perhubungan, perumahan, dan kesehatan, mengadakan persiapan untuk jaminan sosial dan penempatan tenaga untuk kembali ke masyarakat; mengadakan peraturan tentang upah minimum; pengawasan pemerintah atas kegiatan ekonomi agar kegiatan itu terwujud kepada kemakmuran rakyat seluruhnya.
- Menyempurnakan perguruan tinggi sesuai dengan keperluan masyarakat Indonesia dan membangun pusat kebudayaan nasional; mempergiat pemberantasan buta huruf di kalangan rakyat.
- Menyelesaikan soal Papua dalam setahun ini juga dengan jalan damai.
- Menjalankan politik luar negeri untuk memperkuat kedudukan RIS dalam dunia internasional dengan menguatkan cita-cita perdamaian dunia dan persaudaraan bangsa-bangsa. Memperkuat hubungan moril, politik, dan ekonomi antar negara-negara Asia Tenggara. Menjalankan politik dalam Uni ini yang berguna bagi kepentingan RIS. Berusaha supaya RIS menjadi anggota PBB.
Pembubaran kabinet
Pada 15 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat dibubarkan dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari yang sama, Perdana Menteri Hatta mengembalikan mandatnya kepada Presiden Soekarno. Kabinet Republik Indonesia Serikat secara resmi dibubarkan namun terus bertugas sebagai kabinet Republik Indonesia sampai sebuah kabinet baru dibentuk.[7]
Catatan
- ^ Feith (2007) p46
- ^ Feith (2007) pp 47-52
- ^ Hamid II diberhentikan pada 5 April 1950. Posisinya dibiarkan kosong.
- ^ Mohammad Roem ditunjuk menjadi Komisaris Agung yang berbasis di Den Haag pada 19 Januari 1950. Posisinya dibiarkan kosong.
- ^ Simanjuntak (2003) p94
- ^ Feith (2007) p47
- ^ Simanjuntak (2003) p102
Sumber
- Kahin, George McTurnan (1952) Nationalism and Revolution in Indonesia Cornell University Press, ISBN 0-8014-9108-8
- Ricklefs (1982), A History of Modern Indonesia, Macmillan Southeast Asian reprint, ISBN 0-333-24380-3
- Simanjuntak, P. N. H. (2003) (in Indonesian), Kabinet-Kabinet Republik Indonesia: Dari Awal Kemerdekaan Sampai Reformasi, Jakarta: Djambatan, pp. 91–102, ISBN 979-428-499-8.
Pranala luar
- (Indonesia) Profil Kabinet Republik Indonesia Serikat pada situs web Sekretariat Kabinet Republik Indonesia
Kabinet Pemerintahan Indonesia | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Kabinet Hatta II |
Kabinet Republik Indonesia Serikat 1949–1950 |
Diteruskan oleh: Kabinet Natsir |