Ramuan tradisional adalah media pengobatan yang menggunakan tanaman dengan kandungan bahan – bahan alamiah sebagai bahan bakunya.[1] Berbagai jenis tanaman yang berkhasiat obat sebenarnya banyak yang dapat diperoleh di lingkungan sekitar, seperti di halaman rumah, pinggir jalan, atau di dapur sebagai bahan atau bumbu masakan.[1]

Sejarah Ramuan Tradisional

 
Ramuan tradisional dari Cina.

Perkembangan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat telah dilakukan seiring dengan perkembangan kedokteran barat yang telah berlaku secara internasional. Penggunaan tanaman obat sebagai obat telah berlangsung sejak jaman dahulu.[2] Pada jaman tersebut, manusia sudah mengonsumsi banyak tumbuh-tumbuhan karena khasiatnya yang menyehatkan.[2] Pada jaman Mesir kuno, para budak diberi ransum bawang untuk membantu menghilangkan banyak penyakit demam dan infeksi yang umum terjadi pada masa itu.[2] Sejak itulah catatan pertama tentang penulisan tanaman obat dan berbagai khasiatnya telah dikumpulkan oleh orang-orang mesir kuno.[2] Pada saat itu, para pendeta Mesir kuno telah melakukan dan mempraktekkan pengobatan herbal.[2] Dari abad 1500 SM telah dicatat pembuatan berbagai tanaman obat, seperti jintan dan kayu manis. Orang-orang Yunani dan Romawi kuno juga telah melakukan pengobatan herbal. Mereka menemukan berbagai tanaman obat baru, seperti rosemary dan lavender pada saat mengadakan perjalanan ke berbagai daratan lain.[2] Berbagai kebudayaan lain yang memiliki sejarah penggunaan pengobatan dengan menggunakan ramuan tradisional adalah orang Cina dan India.[2] Di Inggris, penggunaan tanaman obat dikembangkan bersamaan dengan didirikannya biara-biara di seluruh negeri.[2] Setiap biara memiliki tamanan obat masing-masing yang digunakan untuk merawat para pendeta maupun para penduduk setempat.[2] Pada beberapa daerah, khususnya Wales dan Skotlandia, orang-orang Druid dan para penyembuh Celtik menggunakan obat-obatan dalam perayaan agama dan ritual mereka.[2] Pengetahuan ramuan tradisional semakin berkembang dengan terciptanya mesin cetak pada abad ke 15, sehingga penulisan mengenai Tanaman-Tanaman Obat dapat dilakukan.[2] Sekitar tahun 1630, John Parkinson dari London menulis mengenai tanaman obat dari berbagai tanaman.[2] Nicholas Culpepper ( 1616-1654 ) dengan karyanya yang paling terkenal yaitu The Complete Herbal and English Physician, Enlarged, diterbitkan pada tahun 1649.[2] Pada tahun 1812, Henry Potter telah memulai bisnisnya menyediakan berbagai tanaman obat dan berdagang lintah.[2] Sejak saat itu banyak sekali pengetahuan tradisional dan cerita rakyat tentang tanaman obat dapat ditemukan mulai dari Inggris, Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika, sehingga Potter terdorong untuk menulis kembali bukunya Potter’s Encyclopaedia of Botanical Drug and Preparatians, yang sampai saat inipun masih diterbitkan.[2] Tahun 1864, National Association of Medical Herbalists didirikan dengan tujuan mengorganisir pelatihan para praktisi pengobatan secara tradisional, serta mempertahankan standar-standar praktek pengobatan.[2] Sampai awal abad ini, banyak organisasi telah berdiri untuk mempelajari pengobatan ramuan tradisional.[2] Berkembangnya penampilan obat-obatan herbal yang lebih alami telah menyebabkan tumbuhnya dukungan dan popularitasnya.[2] Pengobatan dengan ramuan tradisional dapat dipandang sebagai pendahuluan farmakologi modern.[2] Pada saat ini, ramuan tradisional digunakan sebagai metode yang efektif dan lebih alami untuk menyembuhkan dan mencegah penyakit.[2] Sejarah ramuan tradisional di Indonesia berdasarkan catatan sejarah, wilayah nusantara dari abad ke 5 sampai dengan abad ke 19, menggunakan tanaman obat sebagai sarana paling utama bagi masyarakat tradisional untuk pengobatan penyakit dan pemeliharan kesehatan.[2] Kerajaan di wilayah nusantara seperti Sriwijaya, Majapahit dan Mataram mencapai beberapa puncak kejayaan dan menyisakan banyak peninggalan yang dikagumi dunia.[2] Salah satunya adalah produk masyarakat tradisional yang mengandalkan pemeliharaan kesehatannya dari tanaman obat. Banyak jenis tanaman yang digunakan secara tunggal maupun ramuan terbukti sebagai bahan pemelihara kesehatan.[2] Pengetahuan tanaman obat yang ada di wilayah nusantara bersumber dari pewarisan pengetahuan secara turun-temurun, dan terus-menerus diperkaya dengan pengetahuan dari luar nusantara, khususnya dari China dan India.[2]

Tanaman Obat Tradisional

Semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan sebagai bahan ramuan tradisional, dari bagian daun, kulit batang, buah, biji, bahkan pada bagian akarnya.[3]

Daun

No. Nama Tanaman Khasiat dan Manfaat
1.
Daun dewa (Gynura Segetum) Menyembuhkan muntah darah dan payudara bengkak
2.
Seledri Menyembuhkan tekanan darah tinggi
3.
Belimbing Menyembuhkan tekanan darah tinggi
4.
Kelor Mengobati panas dalam dan demam
5.
Daun bayam duri Mengobati kurang darah
6.
Kangkung Mengobati insomnia
7.
Saga (Abrus precatorius) Menyembuhkan batuk dan sariawan
8.
Pacar cina (Aglaiae ordorota Lour) Menyembuhkan penyakit gonorrhoe (penyakit kelamin)
9.
Landep (Barleriae prionitis L.) Menyembuhkan rematik
10.
Miana (Coleus atropurpureus Bentham) Menyembuhkan wasir
11.
Pepaya (Carica papaya L.) Menyembuhkan demam dan disentri
12.
Jintan (Coleus amboinicus) Menyembuhkan batuk, mules, dan sariawan
13.
Pegagan (Cantella asiatica Urban) Menyembuhkan sariawan dan bersifat astringensia (mampu membasmi bakteri)
14.
Blustru (Luffa cylindrice Roem) Bersifat diuretik (peluruh air seni)
15.
Kemuning (Murrayae paniculata Jack) Menyembuhkan penyakit gonorrhoe
16.
Murbei (Morus indica Rumph) Bersifat diuretik
17.
Kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) Bersifat diuretik
18.
Sirih (Chavica betle L.) Menyembuhkan batuk, antiseptika (membunuh mikroorganisme berbahaya), dan obat kumur
19.
Randu (Ceiba pentandra Gaerth) Sebagai obat mencret dan kumur
20.
Salam (Eugenia polyantha Wight) Bersifat astringensia
21.
Jambu biji (Psidium guajava L.) Menyembuhkan mencret

Batang

  1. Kayu manis (Cinnamomum burmanii) dimanfaatkan untuk mengobati penyakit batuk dan sesak napas, nyeri lambung, perut kembung, diare, rematik, dan menghangatkan lambung.[4]
  2. Dadap ayam (Erythrina varigata Linn.Var.orientalis), kulit batangnya dapat menyembuhkan asma.[4]
  3. Pulasari (Alyxia stellata Roem), kulit batangnyas sifat karminatif, sehingga dapat digunakan sebagai obat perut kembung.[4]
  4. Brotawali (Tonospora rumphii Boerl), kulit batangnya digunakan untuk mengobati demam, sakit kuning, obat cacingan, kudis, dan diabetes.[4]
  5. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia), kulit batangnya dapat digunakan sebagai antiseptik, sehingga dapat dipakai sebagai obat kumur.[4]
  6. Delima (Punice granatum L.), kulit batangnya berkhasiat sebagai anti cacing pita (obat antelmentika).[4]

Buah

  1. Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) , buahnya berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit demam, batuk kronis, kurang darah, menghentikan kebiasaan merokok, menghilangkan bau badan, menyegarkan tubuh, dan memperlancar buang air kecil.[4]
  2. Cabai merah (Capsicum annuum L.), buahnya berkhasiat sebagai obat gosok untuk penyakit rematik dan masuk angin[4]
  3. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), buahnya dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit batuk, melegakan napas, dan mencairkan dahak.[4]
  4. Mengkudu (Morinda citrifolia), buahnya dapat digunakan untuk mengobati penyakit radang usus, susah buang air kecil, batuk, amandel, difetri, lever, sariawan, tekanan darah tinggi, dan sembelit.[4]
  5. Kemukus (Piper cubeba L.), buahnya banyak digunakan sebagai obat radang selaput lendir saluran kemih.[4]
  6. Kapulaga (Elettaria cardamomum Maton) dan ketumbar (Coriandrum sativum L.), buahnya dapat dimanfaatkan sebagai obat antikembung.[4]

Biji

  1. Kecubung (Datura metel), bijinya dimanfaatkan untuk menyembuhkan penyakit asma, bisul, dan anus turun.[4]
  2. Kapur barus (Dryobalanops aromatica Gaertn.), bijinya yang dihancurkan dapat menyembuhkan gangguan pencernaan.[4]
  3. Pinang (Areca catecha L.), tepung biji pinang berkhasiat sebagai obat antelmentika, terutama terhadap cacing pita.[4]
  4. Kedawung (Parkia biglobosa Bentham), bijinya banyak digunakan sebagai bahan obat sakit perut, mulas, diare, dan bersifat astringensia.[4]
  5. Pala (Myristica), bijinya dapat dimanfaatkan untuk mengatasi perut kembung, sebagai stimulansia setempat terhadap saluran pencernaan, bahan obat pembius, menyebabkan rasa kantuk, dan memperlambat pernapasan.[4]
  6. Jamblang (Eugenia cumini Merr), bijinya banyak digunakan sebagai bahan obat untuk menyembuhkan penyakit kencing manis (diabetes).[4]

Akar

  1. Pepaya (Carica papaya L.), akarnya dapat digunakan sebagai obat cacing.[4]
  2. Aren (Arenga pinnata Merril), akarnya dimanfaatkan sebagai obat diuretik.[4]
  3. Pule pandak (Rauwolfia serpentina Benth), akarnya dapat digunakan sebagai obat antihipertensiva dan gangguan neuropsikhlatrik, seperti tekanan darah tinggi.[4]

Umbi atau Rimpang

  1. Bangle (Zingiber purpureum Roxb.) dimanfaatkan untuk menyembuhkan sakit kepala, susah buang air besar, nyeri pada perut, sakit kuning, perut kembung, dan melangsingkan tubuh.[4]
  2. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) digunakan untuk menghangatkan badan, menyembuhkan sakit pinggang, asma, muntah, dan nyeri otot.[4]
  3. Kencur (Kaempferia galanga L.) digunakan untuk menyembuhkan sakit kepala, obat batuk, melancarkan keringat, dan mengeluarkan dahak.[4]
  4. Kunyit (Curcuma domestica Val.) dimanfaatkan untuk menyembuhkan diare, masuk angin, hepatitis, dan kejang-kejang.[4]
  5. Lempuyung (Zingiber zerumbel) dimanfaatkan sebagai obat pelangsing, penambah nafsu makan, disentri, dan diare.[4]
  6. Lengkuas (Languas galanga L.Stunzt) dimanfaatkan untuk mengobati panu, serta bersifat antifungi dan anti bakteri.[4]
  7. Temu giring (Curcuma heynaena Val.) digunakan sebagai obat anti cacing, sakit perut, dan melangsingkan tubuh.[4]
  8. Temu hitam (Curcuma aeroginosa Roxb.) digunakan sebagai obat anti cacing, mencegah kelesuan, dan memperlancar peredaran darah.[4]
  9. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) berkhasiat mengatasi sembelit, memperbanyak ASI, dan memperkuat sekresi empedu.[4]
  10. Alang-alang (Imperata cylindrica Beav.) berkhasiat sebagai obat untuk memperlancar air seni (diuretik).[4]


Gambar Berbagai Jenis Tanaman Obat Tradisional

Faktor Peningkatan Penggunaan Obat Tradisional

Kecenderungan meningkatnya penggunaan obat tradisional didasari oleh beberapa faktor, yaitu:[5]

  1. Harga obat – obatan buatan pabrik yang sangat mahal, sehingga masyarakat mencari alternatif pengobatan yang lebih murah.[5]
  2. Efek samping yang ditimbulkan oleh obat tradisional sangat kecil dibandingkan dengan obat buatan pabrik.[5]
  3. Kandungan unsur kimia yang terkandung di dalam obat tradisional sebenarnya menjadi dasar pengobatan kedokteran modern. Artinya, pembuatan obat–obatan pabrik menggunakan rumus kimia yang telah disentetis dari kandungan bahan alami ramuan tradisional.

Kelebihan dan Kekurangan Ramuan Tradisional

Berawal dari kebutuhan persediaan obat yang sangat mendesak pada zaman pendudukan Jepang, kalangan medis mulai melakukan banyak penelitian dan uji klinis terhadap banyak tanaman obat, terutama tanaman obat asli Indonesia.[5] Saat ini, dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat dari penelitian–penelitian tanaman obat, kalangan medis banyak yang menganjurkan untuk menggunakan pengobatan dengan ramuan tradisional.[5] Tak jarang, para dokter mengombinasikan pengobatan modern dengan pengobatan yang menggunakan ramuan tradisonal.[5] Banyak keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan ramuan tradisional, yaitu:[5]

  1. Harga ramuan tradisional lebih murah jika dibandingkan dengan obat–obatan buatan pabrik, karena bahan baku obat – obatan buatan pabrik sangat mahal dan harganya sangat tergantung pada banyak komponen.[5]
  2. Bahan ramuan tradisional sangat mudah didapatkan di sekitar lingkungan, bahkan dapat ditanam sendiri untuk persediaan keluarga.[5]
  3. Pengolahan ramuannya juga tidak rumit, sehingga dapat dibuat di dapur sendiri tanpa memerlukan peralatan khusus dan biaya yang besar.[5] Hal tersebut sangat berbeda dengan obat - obatan medis yang telah dipatenkan, yang membutuhkan peralatan canggih dalam prose pembuatannya dan butuh waktu sekitar 25 tahun agar diakui oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO).[5]

Penggunaan ramuan tradisional memiliki efek samping negatif yang sangat kecil jika dibandingkan dengan obat–obatan medis modern.[5] Hal ini dikarenakan, bahan baku ramuan tradisional sangat alami atau tidak bersifat kimiawi.[5] Selama mengikuti takaran yang dianjurkan, proses pembuatannya higienis, dan cara penyimpanan yang baik, maka efek samping negatif ramuan tradisional ini tidak perlu dikhawatirkan.[5]

Perawatan Tanaman Obat Tradisional

Tanaman yang dipelihara di pekarangan rumah tidak memerlukan perawatan khusus, baik sebagai bumbu dapur atau bahan obat.[6]. Perlakuan khusus dalam budi daya tanaman obat dilakukan dalam skala usaha, dengan tujuan untuk memperoleh kualitas dan kuantitas hasil yang optimum.[6] Kegiatan pemupukan dan pengandalian hama penyakit tanaman perlu dilakukan.[6] Kegiatan ini sangat erat hubungannya dengan penggunaan bahan kimiawi yang terkandung dalam pupuk atau pestisida.[6] Pemakaian bahan kimiawi dapat mencemari lingkungan, baik tanah maupun air, dan yang paling berbahaya residu yang dihasilkan akan terakumulasi dalam produk tanaman yang dihasilkan.[6] Untuk itu, perlu diperkenalkan sistem budi daya yang tidak tergantung pada bahan-bahan kimia.[6] Sistem ini dikenal dengan istilah pertanian organik.[6] Dalam budi daya tanaman obat dapat dimanfaatkan pupuk organik untuk menambah unsur hara mineral yang dibutuhkan tanaman.[6] Pupuk organik yang digunakan di antaranya adalah pupuk kandang, bokhasi, kompos, humus, sampah dapur, dan serasah daun.[6] Selain itu, sebagai bahan pengendali hama penyakit tanaman, dapat dimanfaatkan pestisida alami yang terdapat di sekitar rumah, seperti tanaman babadotan (Ageratum conyzoides), sirsak, lantana, dan daun tembakau.[6]

Referensi

  1. ^ a b Handayani, Lestari,dr,M.Med(PH)., Maryani,Herti.DRA (2005). Mengatasi Penyakit pada Anak dengan Ramuan Tradisional. Jakarta. Agromedia. Hal 1-2. ISBN 979-3357-84-3,9789793357843.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x Sejarah Tanaman Obat, Rizhosu. Diakses pada 28 Mei 2010.
  3. ^ Hariana, H. Arief. (2006). Tumbuhan Obat & Khasiatnya 3. Jakarta:Swadaya. ISBN 979-002-008-2, 9789790020085. Hal 5-9.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae Lingga, Pinus. (1990). Resep-resep Obat Tradisional Seri pendidikan kesejahteraan Keluarga. Yogyakarta. Penebar Swadaya. Hal 25.
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n Salan,Rudy. (2009). Penelitian faktor-faktor psiko-sosio-kultural dalam pengobatan tradisional pada tiga daerah, Palembang, Semarang, Bali. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian Kanker dan Pengembangan Radiologi, Departemen Kesehatan RI. Hal 40.
  6. ^ a b c d e f g h i j Santoso, Hieronymus Budi. (2008). Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Jakarta Selatan. Agromedia Pustaka. Hal 50.

Lihat Pula

Pranala Luar