Budaya Indonesia

gambaran besar budaya indonesia
(Dialihkan dari Kebudayaan nasional)

kebudayaan Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Budaya Indonesia dapat juga diartikan bahwa Indonesia memiliki beragam suku bangsa dan budaya yang beragam seperti tarian daerah, pakaian adat, dan rumah adat.[1] Budaya Indonesia tidak hanya mencakup budaya asli bumiputera, tetapi juga mencakup budaya-budaya pribumi yang mendapat pengaruh budaya Tionghoa, Arab, India, Melanesia dan Eropa.

Kebudayaan nasional

sunting

Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional atau jati diri bangsa.[2] Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:

Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya, dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K, 199

Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Kebudayaan nasional bisa juga berarti sifat wutuhnya bangsa, teristimewa mengenai tingkatan atau derajat kemanusiaannya, baik lahir maupun batin.[3] Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari pernyataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”

Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.

Sebelum diamendemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Bangsa Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.[4]

Wujud kebudayaan daerah di Indonesia

sunting

Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Berikut ini beberapa kebudayaan Indonesia berdasarkan jenisnya:

Rumah adat

sunting
 
Rumah gadang, rumah adat sumatera barat

Berikut adalah daftar rumah adat di Indonesia

Upacara adat

sunting

Upacara adat merupakan suatu bentuk tradisi yang bersifat turun-temurun yang dilaksanakan secara teratur dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu rangkaian aktivitas permohonan sebagai ungkapan rasa terima kasih.[5] Selain itu, upacara adat merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal, bernilai sakral, suci, religius, dilakukan secara turun-temurun serta menjadi kekayaan kebudayaan nasional.

Unsur-unsur dalam upacara adat meliputi: tempat upacara, waktu pelaksanaan, benda-benda/peralatan dan pelaku upacara yang meliputi pemimpin dan peserta upacara.

Jenis-jenis upacara adat di Indonesia antara lain: Upacara kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan, pemujaan, pengukuhan kepala suku dan sebagainya.

Beberapa upacara adat tradisional yang dilaksanakan masyarakat antara lain:

Sumatra

sunting
 
Wayang Kulit

Kalimantan

sunting
Kalimantan Barat
sunting
Kalimantan Tengah
sunting
Kalimantan Selatan
sunting
Kalimantan Timur
sunting

Sulawesi

sunting

Nusa Tenggara

sunting

Maluku

sunting

Aksara

sunting

Aksara Nusantara merupakan beragam aksara atau tulisan yang digunakan di Indonesia untuk secara khusus menuliskan bahasa daerah tertentu, meskipun penggunaannya untuk sekarang tergeser oleh alfabet Latin.

Teater dan drama

sunting
 
Pandawa dan Kresna dalam suatu adegan pagelaran wayang wong.

Teater merupakan tontonan yang dipertunjukkan di depan khalayak umum. Seni teater adalah jenis kesenian dalam bentuk pertunjukkan drama secara langsung yang dipentaskan di atas panggung.[6] Teater di Indonesia banyak macamnya, berikut macam-macam teater Indonesia:

Pada masa Hindia Belanda, sebuah teater komedi stambul pernah populer. Teater ini adalah suatu bentuk seni pertunjukan teater sandiwara keliling yang pada waktu itu lahir untuk memenuhi hiburan bagi rakyat. Sebenarnya teater keliling ini mirip dengan teater yang ada di Eropa, seperti halnya pertunjukan sirkus. Komedi stambul mati pada tahun 1891. Pada umumnya, pertunjukannya bersumber dari cerita-cerita Melayu, Arab, Persia, India, Gujarat, Eropa, dan opera.

Seiring berjalannya waktu, seni teater modern berkembang di Indonesia dengan gaya drama mereka yang berbeda. Kelompok teater, tari, dan drama terkemuka seperti Teater Koma semakin populer di Indonesia karena drama mereka sering menggambarkan sindiran sosial dan politik masyarakat Indonesia.

Tarian

sunting
 
Tari tradisional, bagian dari budaya daerah yang menyusun kebudayaan nasional Indonesia

Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Biasanya tarian berfungsi untuk menyambut tamu, peringatan hari atau peristiwa tertentu atau bentuk ritual keagamaan.[7] Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya dari negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki berbagai tarian khasnya sendiri; Di Indonesia terdapat lebih dari 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh pihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah.

Untuk keperluan penggolongan, seni tari di Indonesia dapat digolongkan ke dalam berbagai kategori. Dalam kategori sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah, era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari kontemporer.

Lagu daerah atau musik daerah atau lagu kedaerahan, adalah lagu atau musik yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan baik oleh rakyat daerah tersebut maupun rakyat lainnya. Pada umumnya pencipta lagu daerah ini tidak diketahui lagi alias noname.

Lagu kedaerahan mirip dengan lagu kebangsaan, namun statusnya hanya bersifat kedaerahan saja. Lagu kedaerahan biasanya memiliki lirik sesuai dengan bahasa daerahnya masing-masing seperti Manuk Dadali dari Jawa Barat dan Rasa Sayange dari Maluku. Hal itu dikarenakan lagu daerah dibuat berdasarkan gaya, tradisi, serta bahasa yang sesuai dengan daerahnya.[8]

Selain lagu daerah, Indonesia juga memiliki beberapa lagu nasional atau lagu patriotik yang dijadikan sebagai lagu penyemangat bagi para pejuang pada masa perang kemerdekaan.

Perbedaan antara lagu kebangsaan dengan lagu patriotik adalah bahwa lagu kebangsaan ditetapkan secara resmi menjadi simbol suatu bangsa. Selain itu, lagu kebangsaan biasanya merupakan satu-satunya lagu resmi suatu negara atau daerah yang menjadi ciri khasnya. Lagu Kebangsaan Indonesia adalah Indonesia Raya yang diciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman.

 
Gamelan

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keragaman alat musiknya.[9] Identitas musik Indonesia mulai terbentuk ketika budaya Zaman Perunggu bermigrasi ke Nusantara pada abad ketiga dan kedua Sebelum Masehi. Musik-musik suku tradisional Indonesia umumnya menggunakan instrumen perkusi, terutama gendang dan gong. Beberapa berkembang menjadi musik yang rumit dan berbeda-beda, seperti alat musik petik sasando dari Pulau Rote, angklung dari Jawa Barat, dan musik orkestra gamelan yang kompleks dari Jawa dan Bali

Musik di Indonesia sangat beragam dikarenakan oleh suku-suku di Indonesia yang bermacam-macam, sehingga boleh dikatakan seluruh 17.508 pulaunya memiliki budaya dan seninya sendiri.[10] Indonesia memiliki ribuan jenis musik, kadang-kadang diikuti dengan tarian dan pentas. Musik tradisional yang paling banyak digemari adalah gamelan, angklung dan keroncong, sementara musik modern adalah pop dan dangdut.

Seni pertunjukan

sunting

Indonesia adalah negara yang memiliki beragam kekayaan budaya dan tradisinya. Beberapa tradisi tersebut bersifat seni pertunjukan dan saat ini sudah berkembang di Nusantara.[11] Seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Berikut adalah macam-macam seni pertunjukan di Indonesia:


Seni gambar dan lukis

sunting

Lukisan Indonesia sebelum abad ke-19 sebagian besar terbatas pada seni dekoratif, dianggap sebagai kegiatan religius dan spiritual, sebanding dengan seni Eropa pra-1400. Nama-nama seniman pada kala itu anonim, sebab pencipta manusia dipandang jauh lebih penting daripada kreasi mereka untuk menghormati dewa atau roh. Beberapa contoh adalah seni dekoratif kenyah, yang didasarkan pada motif alam endemik seperti pakis dan rangkong, umumnya ditemukan pada dinding rumah panjang Kenyah untuk tujuan estetika. Seni tradisional yang terkenal lainnya adalah ukiran kayu Toraja yang geometris. Lukisan Bali pada awalnya merupakan gambar narasi untuk menggambarkan adegan legenda Bali dan skrip agama Hindu. Lukisan-lukisan Bali klasik sering menghiasi manuskrip lontar dan juga langit-langit paviliun pura dan kuil.

Di bawah pengaruh kekuasaan kolonial Belanda, seni lukis yang cenderung ke arah lukisan gaya Barat muncul—pada abad ke-19. Di Belanda, istilah "Lukisan Indonesia" diterapkan pada lukisan-lukisan yang diproduksi oleh Belanda atau seniman asing lainnya yang tinggal dan bekerja di—bekas—Hindia Belanda. Pelukis asli Indonesia abad ke-19 yang paling terkenal adalah Raden Saleh (1807–1877), seniman pribumi—bercampur darah Arab—pertama yang belajar di Eropa. Seninya sangat dipengaruhi oleh romantisisme. Pada tahun 1920, Walter Spies menetap di Bali, ia sering dikreditkan dengan menarik perhatian tokoh budaya Barat ke budaya dan kesenian Bali. Karya-karyanya telah mempengaruhi seniman dan pelukis Bali. Kini, Bali memiliki salah satu tradisi melukis yang paling jelas dan paling kaya di Indonesia.

1920-an hingga 1940-an adalah masa pertumbuhan nasionalisme di Indonesia. Periode sebelumnya gerakan romantisme tidak dilihat sebagai gerakan murni Indonesia dan tidak berkembang. Pelukis mulai melihat dunia alami untuk inspirasi. Beberapa contoh pelukis Indonesia selama periode ini adalah Bali Ida Bagus Made dan realis Basuki Abdullah. Asosiasi Pelukis Indonesia (Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia atau PERSAGI, 1938–1942) dibentuk selama periode ini. PERSAGI menetapkan filosofi seni kontemporer yang melihat karya seni sebagai refleksi dari pandangan individu atau pribadi seniman serta ekspresi pemikiran budaya nasional.

Sejak tahun 1940-an, para seniman mulai menggabungkan teknik-teknik Barat dengan citra dan budaya di Asia Tenggara. Pelukis yang berakar dalam gerakan revolusioner Perang Dunia dan periode pasca Perang Dunia mulai muncul selama periode ini, seperti Sudjojono, Affandi, dan Hendra. Selama tahun 1960-an, unsur-unsur baru ditambahkan ketika abstrak ekspresionisme dan seni Islam mulai diserap oleh komunitas seni. Juga selama periode ini, kelompok pelukis yang lebih peduli tentang realitas masyarakat Indonesia mulai muncul, mengambil inspirasi dari masalah sosial seperti pembagian antara orang kaya dan orang miskin, polusi, dan penggundulan hutan. Identitas nasional Indonesia ditekankan oleh para pelukis ini melalui penggunaan gaya dokumenter yang realistis. Selama periode Soekarno, seni yang terlibat secara sosial ini secara resmi dipromosikan, tetapi setelah tahun 1965, popularitasnya menurun karena kecenderungan yang diduga komunis.

Tiga akademi seni yang menawarkan pelatihan formal yang luas dalam seni visual adalah Institut Teknologi Bandung yang didirikan pada 1947; Akademi Seni Rupa Indonesia (ASI) atau ASRI, sekarang dikenal sebagai ISI, di Yogyakarta diresmikan pada 1950; dan Institut Kesenian Jakarta (IKJ), dibuka pada tahun 1970.

Seni patung

sunting

Pakaian adat

sunting
 
Ulos yang dipakai penari Sigale gale.

Berikut adalah daftar pakaian adat di Indonesia:

Seni suara

sunting

Kesusastraan

sunting

Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut.

Sastra Indonesia dibagi menjadi 2 bagian besar yakni lisan dan tulisan.[12] Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.

Masakan

sunting
 
Contoh hidangan Indonesia khas Sunda; ikan bakar, nasi timbel (nasi dibungkus daun pisang), ayam goreng, sambal, tempe dan tahu goreng, dan sayur asem; semangkuk air dengan jeruk nipis adalah kobokan.

Masakan Indonesia merupakan pencerminan beragam budaya dan tradisi berasal dari kepulauan Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan memegang tempat penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum dan hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan bumbu berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, temu kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui perdagangan yang berasal seperti dari India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa (terutama Belanda, Portugis, dan Spanyol).

Perbedaan antara masakan di satu daerah dan daerah lain begitu jauh.[13] Pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada, keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh Kebudayaan Indonesia serta pengaruh asing. Sebagai contoh, beras yang diolah menjadi nasi putih, ketupat atau lontong (beras yang dikukus) sebagai makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia namum untuk bagian timur lebih umum dipergunakan juga jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar. Bentuk lanskap penyajiannya umumnya disajikan di sebagian besar makanan Indonesia berupa makanan pokok dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur disisi piring.

 
Poster film Loetoeng Kasaroeng tahun 1926.

Era awal perfilman Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 di daerah Tanah Abang, Batavia dengan nama Gambar Idoep yang menayangkan berbagai film bisu.[14][15] Bioskop tersebut didirikan bukan di sebuah gedung, tapi di sebuah rumah.[16]

Film pertama yang dibuat pertama kalinya di Indonesia adalah film bisu tahun 1926 yang berjudul Loetoeng Kasaroengcdan dibuat oleh sutradara Belanda G. Kruger dan L. Heuveldorp.[17] Saat film ini dibuat dan dirilis, negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda, wilayah jajahan Kerajaan Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal oleh Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada tanggal 31 Desember, 1926 di teater Elite and Majestic, Bandung.

Perfilman Indonesia sendiri memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy (1987), Blok M dan masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, dan Desy Ratnasari.[18]

Selain film-film komersial, juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet.[19] Selain dari itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata.[20] Selain itu juga ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.

Agama dan filsafat

sunting

Islam adalah agama mayoritas di Indonesia, dengan hampir 88% orang Indonesia menyatakan Muslim menurut sensus tahun 2000, menjadikan Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia, sehingga Indonesia dijuluki dengan "The Most Big Muslim Population". Populasi lainnya adalah 9% Kristen (yang kira-kira dua pertiga adalah Protestan dengan sisanya Katolik), 2% Hindu, 1% Buddha, dan konghuchu 0.05%

Perayaan publik

sunting
Tanggal (kalender Gregorian) Tanggal (tarikh agama) Nama perayaan Keterangan
1 Januari Tahun Baru Masehi Tahun baru sekuler
12 Rabiul awal Maulid Nabi Muhammad Ulang tahun Nabi Muhammad
Januari–Februari Tahun Baru Imlek Hari pertama pada bulan pertama kalender Tionghoa
Maret 1 Kasa 40 Pawukon Hari Raya Nyepi (Tahun Baru Saka) Tahun baru kalender Saka
Maret–April Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus (Jumat Agung dan Paskah) Tanggal Paskah bervariasi. Lihat Computus
1 Mei Hari Buruh
Mei–Juni Kenaikan Yesus Kristus
Mei Setiap Mei pada Waisakha Waisak Di Indonesia dirayakan sebagai Trisuci Waisak, untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam agama Buddha; Ulang tahun Buddha, pencerahan dan kematiannya. Tanggal bervariasi menurut kalender Buddha
27 Rajab Isra Mikraj Nabi Muhammad
1 Juni Hari Lahir Pancasila Hari libur publik sejak tahun 2016, menandai tanggal pidato Soekarno tahun 1945 tentang ideologi nasional
17 Agustus Hari Proklamasi Kemerdekaan RI Soekarno and Mohammad Hatta sebagai proklamator
1–2 Syawal Idul Fitri (Lebaran Mudik) Tanggal bervariasi menurut kalender Islam
10 Zulhijjah Idul Adha (Lebaran Haji) Tanggal bervariasi menurut kalender Islam
1 Muharram Tahun Baru Hijriyah Hari pertama bulan Muharram, mengawali Tahun Baru Hijriyah
25 Desember Hari Natal

Kongres Kebudayaan Indonesia

sunting

Bangsa Indonesia telah memiliki semangat untuk memajukan kebudayaan dari zaman kolonial Hindia Belanda. Semangat itu tergambar dari penyelenggaraan Kongres Kebudayaan Indonesia. Dari waktu ke waktu, Kongres Kebudayaan Indonesia dilaksanakan untuk menjawab peran kebudayaan terhadap perkembangan zamannya.

Masa Kolonial

sunting

Kongres Kebudayaan Indonesia pertama kali dilaksanakan pada 1909..Hal ini tidak lepas dari mulai tumbuhnya kalangan pelajar dan mengemukakan gagasan tentang "bangsa". Walaupun pada 1909, kongres ini masih kental dengan budaya Jawa, tetapi mulai terlihat semangat baru untuk memajukan kebudayaan sendiri di tengah kolonialisme. Kongres pertama ini juga menghasilkan Java Institut, yang selanjutnya banyak bepartisipasi dalam penyelenggaraan berbagai kongres kebudayaan pada masa kolonial.

Java Institut telah melaksanakan enam kongres kebudayaan yaitu pada 1919, 1921, 1924, 1926, 1929 dan 1937. Pada 1919', topik Utama masih berorientasi pada pengembangan kebudayaan Jawa, khususnya sejarah dan kebudayaan. Pada kongres 1921', topik yang diangkat adalah pendidikan musik dan sejarah kepada para siswa bumiputra, khususnya kebudayaan Sunda. Kongres yang diselenggarakan di Kota Bandung ini juga memiliki topik terkait kesenian asing. Masa itu, peserta mengajukan tiga sikap dalam menanggapi kesenian asing. Pertama, membuang budaya lama dan membangun budaya baru. Sedangkan yang kedua, adalah budaya lama dipelihara. Terakhir, budaya baru disesuaikan dengan budaya lama. Para peserta kongres mengambil sikap yang ketiga. Kongres pada tahun-tahun selanjutnya mengangkat topik akan dijelaskan secara berurutan. Pada 1924, perhatian kepada kebudayaan daerah dalam penyelenggaraan Pendidikan. Pada 1926, Bahasa, bumi dan suku bangsa Jawa timur. Pada 1929, pengajaran filsafat timur dan sastra dalam dunia Pendidikan. Pada 1937 adalah mengangkat perhatian yang besar kepada kebudayaan Bali.

Masa Kemerdekaan

sunting

Setelah Indonesia Merdeka sampai tahun 1960, telah dilaksanakan 5 kali Kongres Kebudayaan. Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Kongres Kebudayaan I pada 1948, mengangkat topik upaya seniman, cendekiawan dan budayawan untuk meletakkan dasar pembangunan bangsa yang berwawasan budaya;
  • Kongres Kebudayaan II pada 1951, mengangkat topik usaha pemecahan di bidang kesenian seperti hak pengarang/hak cipta, perkembangan kesusastraan, kritik seni, sensor film dan organisasi kebudayaan;
  • Kongres Kebudayaan III pada 1954, mengangkat topik Pendidikan kebudayaan bagi kaum pelajar, masyarakat kota, buruh dan tani;
  • Kongres Kebudayaan IV pada 1957, mengangkat topik kebudayaan dan arsitektur;
  • Kongres Kebudayaan V pada 1960, mengangkat topik kebudayaan dan ekonomi.

Masa Pemerintahan Presiden Soeharto dan Reformasi

sunting

Ada jeda yang panjang selama lebih dari tiga puluh tahun baru Kongres Kebudayaan VI dilaksanakan kembali pada 1991. Penjelasan secara singkat sebagai berikut:

  • Kongres Kebudayaan VI pada 1991, membahas lima topik Utama, yaitu warisan budaya, penyaringan dan pengembangan; kebudayaan nasional, kini dan masa depan; daya cipta dan pertumbuhan kesenian daerah dan nasional; kebudayaan dan sector-sector kehidupan masyarakat; kebudayaan nasional dan dunia.
  • Kongres Kebudayaan VII pada 2003, membahas kebijakan dan strategi kebudayaan Indonesia yang melingkupi 16 pokok topik, di antaranya:
    1. integrasi dan disintegrasi,
    2. krisis otoritas,
    3. desentralisasi politik daerah
    4. identitas dan transisi
    5. konflik dan kekerasan
    6. warisan budaya
    7. kesetaraan gender
    8. hukum dan korupsi
    9. reinterpretasi dan reposisi adat dan tradisi
    10. pendidikan
    11. ekonomi kerakyatan
    12. bahasa dan simbol
    13. budaya pop dan hiburan
    14. religi dan spiritualitas
    15. ilmu pengetahuan dan teknologi
    16. lingkungan hidup
  • Kongres Kebudayaan VIII pada 2008, bertema "Kebudayaan untuk Kemajuan dan Perdamaian Menuju Kesejahteraan" yang melingkupi 15 pokok bahasanf:
    1. film/seni media
    2. sastra
    3. bahasa
    4. seni rupa
    5. media massa
    6. seni pertunjukkan
    7. ekonomi kreatif
    8. hak kekayaan intelektual
    9. diplomasi kebudayaan
    10. warisan budaya
    11. kebijakan dan strategi kebudayaan
    12. pendidikan
    13. filantropi kebudayaan
    14. identitas budaya
    15. etika
  • Kongres Kebudayaan IX pada 2013. Kongres yang diselenggarakan di Yogyakarta ini pernah menuai kecaman dari beberapa kalangan aktivis dan seniman. Kekecawaan aktivis mengenai kongres ini masih dapat dilihat jejaknya di internet. Salah satunya adalah Hanny Setiawan yang menuliskan artikel dengan judul "Kongres Kebudayaan, Kongres Abal-abal" di kolom Kompasiana. Kongres Kebudayaan IX pada 2013 menghasilkan 5 rekomendasi, di antaranya D:
    1. demokrasi
    2. pendidikan
    3. diplomasi kebudayaan
    4. pengelolaan kebudayaan
    5. generasi muda sebagai sumber kebudayaan
  • Kongres Kebudayaan X pada 2018. Kongres Kebudayaan 2018 menghasilkan 7 agenda strategis kebudayaan dan 7 resolusi yang menjawab agenda strategis.

Lihat pula

sunting

Budaya Peranakan

Referensi

sunting
  1. ^ Putri, Arum Sutrisni. Putri, Arum Sutrisni, ed. "Keragaman Etnik dan Budaya Indonesia". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  2. ^ Setyowati, Agnes. Margianto, Heru, ed. "Pentingnya Kebudayaan sebagai Pondasi Karakter Bangsa". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  3. ^ "Ki Hadjar Dewantara tentang Kebudayaan Nasional (1): Kebudayaan Itu Sifat Wutuhnya Bangsa". Warta Kebangsaan. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  4. ^ Direktorat Sejarah dan Nilai Tradsional, Kongres Kebudayaan 1991: Kebudayaan Nasional Kini dan pada Masa Depan
  5. ^ Yasmin, Puti. "7 Upacara Adat di Indonesia dan Tujuannya yang Wajib Diketahui". detikcom. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  6. ^ Welianto, Ari. Welianto, Ari, ed. "Seni Teater: Pengertian, Sejarah, Unsur dan Jenisnya". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  7. ^ Sindo, Koran (2018-04-13). "10 Tari Tradisional Indonesia Paling Populer". Sindonews.com. Diakses tanggal 2020-09-24. 
  8. ^ Sari, Nisa Mutia (2019-10-01). Shidqiyyah, Septika, ed. "Mengenal Ciri Khas Lagu Daerah dan Fungsinya, Perlu Dilestarikan". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  9. ^ Astuti, Novi Fuji. Fuji, Novi, ed. "7 Alat Musik Tradisional Indonesia yang Terkenal dan Mendunia". Merdeka.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  10. ^ Indonesian Geography http://countrystudies.us/indonesia/28.htm
  11. ^ Diningtyas, Alifa Muthia (2020-02-06). "Deretan Seni Pertunjukan Tradisional Indonesia, Ada yang Sudah Mendunia". Okezone.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  12. ^ "Pengertian Sastra dan Perkembangannya di Indonesia". Intensely News. 2019-05-21. Diakses tanggal 2020-09-26. [pranala nonaktif permanen]
  13. ^ koran, Yosep suprayogi (2014-11-27). koran, Yosep suprayogi, ed. "Makanan Indonesia adalah...?". Tempo.co. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  14. ^ Kintoko, Irwan Wahyu. "Bioskop Pertama Indonesia Berdiri di Tanah Abang Jakarta Pusat pada 1900, Ini Deretan Film Pertama". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  15. ^ Senin; Desember 2018, 10 Desember 2018 12:12 WIB 10; Wib, 12:12 (2018-12-10). "Bioskop pertama di Indonesia berdiri pada Desember 1900". indozone.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-09-15. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  16. ^ Harera, Muhammad Mirza. Syafirdi, Didi, ed. "Cerita bioskop pertama di Indonesia". Merdeka.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  17. ^ Gischa, Serafica. Gischa, Serafica, ed. "Loetoeng Kasaroeng: Film Pertama Buatan Indonesia". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  18. ^ Safi, Muhammad Fahrur (2020-01-01). Fahrudin, Nanang, ed. "Kabar Terbaru 6 Pemain Wanita di Film Lawas 'Catatan Si Boy'". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  19. ^ Times, I. D. N.; Fasrinisyah. "6 Film Dian Sastrowardoyo Era 2000-an yang Sulit Dilupakan". IDN Times. Diakses tanggal 2020-09-26. 
  20. ^ Liputan6.com (2004-07-23). "Meski Berpolitik, Garin Nugroho Tak Lupa Film". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-09-26. 

Pranala luar

sunting