Sādhu (Buddhisme)
Sādhu (Pali dari Sanskerta sādhu, "baik, berbudi luhur, saleh"; bahasa Thai: สาธุ, sāthu; KBBI: sadu) adalah kata bahasa Pali yang digunakan sebagai kata persetujuan. Kata ini umum digunakan dalam konteks Buddhisme dan sekuler di Asia Tenggara. Kata ini berperan seperti kata Amin dalam agama Abrahamik,[1] atau Swaha dalam agama Weda, yang juga berfungsi sebagai salah satu bentuk salam.[2] Kata ini sering dianggap sebagai kata yang tidak dapat diterjemahkan,[3] namun tetap dapat diterjemahkan dengan berbagai cara menjadi "amin",[4] "baik", "ya",[5] "terima kasih",[6] "telah diterima",[7] "bagus sekali",[8] "jadilah demikian",[9] atau "semuanya akan baik".[10]
Terjemahan dari Sādhu | |
---|---|
Pali | sādhu |
Sanskerta | साधु (IAST: sādhu) |
Myanmar | သာဓု (MLCTS: sadhu) |
Thai | สาธุ (RTGS: sathu) |
Khmer | សាធុ (UNGEGN: sathŭ) |
Shan | သႃႇထူႉ ([sàa thṵ̂u]) |
Daftar Istilah Buddhis |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Etimologi
suntingKata berbahasa Pali "sādhu" berasal dari akar kata bahasa Sanskerta sādh yang berarti 'untuk mencapai', 'untuk berhasil', atau 'menjadi efisien'.[11][12] Dengan menambahkan sufiks '-u', ia menjadi kata sifat yang berarti 'tercapai' atau 'efisien.'[13] Arti dari kata ini adalah menggambarkan seseorang yang telah berhasil dalam usaha spiritual atau moralnya.[14] Dalam bahasa Sanskerta klasik, kata benda terkaitnya, sādhu, mengacu pada orang yang berbudi luhur atau suci yang telah meninggalkan kehidupan duniawi untuk mencapai tujuan spiritual, tetapi pemaknaan ini tidak sepenuhnya digunakan oleh Buddhisme.[15] Istilah ini erat kaitannya dengan cita-cita penolakan keduniawian yang menjadi inti tradisi agama-agama India, seperti Hinduisme, Buddhisme, dan Jainisme.[16]
Theravāda
suntingBagian dari seri tentang |
Buddhisme Theravāda |
---|
Buddhisme |
Dalam tradisi yang dipertahankan aliran Theravāda, kata sādhu digunakan dalam berbagai konteks sebagai suatu cara menambah kebajikan, kata penutup, kata pembuka, pernyataan kebaikan, dan seruan apresiasi. Penggunaan kata ini merujuk pada penggunannya dalam kitab suci Tripitaka Pāli.
Pengulangan sādhu sebanyak tiga kali merupakan ritual umum umat Buddha yang melambangkan Triratna: Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.[17] Kadang-kadang, sādhu juga diulang untuk keempat kalinya dengan nada yang lebih panjang dan tegas. Alasan mengapa umat Buddha mengucapkan “sādhu” keempat dengan cara yang begitu panjang mungkin merupakan penghormatan terhadap mereka yang hidup disiplin sesuai Jalan Mulia Berunsur Delapan.[18]
Kebajikan
suntingSalah satu jenis kebajikan, yaitu landasan kebajikan yang dibuat melalui ungkapan kebahagiaan atas kebajikan yang telah dilakukan oleh orang lain (abbhanumodanā atau pattanumodanā) dapat dilakukan pada saat seseorang memberikan ucapan terima kasih dengan mengucapkan, "sādhu sādhu" sebagai apresiasi atau ungkapan rasa bahagia kepada mereka yang telah membagikan kebajikannya atau diberikan ketika mereka sedang melakukan kebajikan.[19]
Kata penutup
suntingSādhu paling sering terdengar sebagai kata penutup dalam suasana keagamaan. Kata ini dapat digunakan oleh semua umat Buddha, seperti bhikkhu, bhikkhunī, dan umat awam.[20] Kata ini diucapkan setelah menerima persembahan, khotbah (ceramah Dhamma), serta dalam konteks profan. Pengkhotbah biasanya mengakhiri khotbahnya dengan mengharapkan pencapaian Nibbāna yang kemudian dilanjutkan dengan penutup secara serempak “sādhu, sādhu, sādhu”. Umat Buddha mengucapkan “sādhu sādhu sādhu” tiga kali untuk menjawab pertanyaan yang memuaskan, mengakhiri pernyataan, atau mengungkapkan perasaan religius.
Setelah upacara puja bakti atau sesi meditasi selesai, biasanya Buddhis di Indonesia mengucapkan harapan agar semua makhluk bahagia yang diakhiri dengan tiga kali pengucapan sādhu.
Sabbe sattā bhavantu sukhitattā, semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sādhu! sādhu! sādhu!
— Latihan mettā (cinta kasih)
Ketika seorang bhikkhu Burma, U Tiloka, memperingatkan penduduk desa untuk menolak membayar pendapatan tanah dan pajak kapitasi sebagai perlawanan terhadap Kerajaan Inggris, beliau biasanya mengakhiri khotbahnya dengan meminta orang yang hadir untuk mengucapkan sādhu tiga kali.[21]
Dalam beberapa tradisi Buddhis seperti Festival Vessantara, kata sādhu sering kali diucapkan berurutan dengan bunyi instrumen keong[22] atau bunyi gong. Kata sādhu menandai akhir pembacaan setiap bab dari ayat Pāli yang dibacakan.[23]
Kata pembuka
suntingSādhu juga digunakan sebagai pembuka aspirasi Buddhis.[24] Dalam penggunaan tersebut, kata sādhu dapat diartikan sebagai "semoga".
Sādhu no bhante, saṅgho, imaṁ, saparivāraṁ, cīvara-dussaṁ, paṭiggaṇhātu, paṭiggahetvā ca, iminā dussena, cīvaraṁ attharatu, amhākaṁ, dīgha-rattaṁ, hitāya, sukhāya. |
Semoga Bhikkhu Saṅgha sudi menerima semua persembahan kami. Semoga persembahan ini dapat digunakan sebaik-baiknya, sehingga bermanfaat dan mendatangkan kebahagiaan bagi kami untuk selama-lamanya. |
—Kaṭhina Gāthā | —Gāthā pada bulan Kaṭhina |
Pernyataan kebaikan
suntingSādhu juga digunakan untuk memaksudkan sesuatu yang dianggap baik. Penggunaan demikian terdapat pada Dhammapada ayat 35 ketika Sang Buddha berkata bahwa menjinakkan pikiran adalah sesuatu hal yang sādhu.[25]
Dunniggahassa lahuno, yatthakāmanipātino; Cittassa damatho sādhu, cittaṁ dantaṁ sukhāvahaṁ. |
Pikiran itu sangat sulit dikendalikan, bergerak sangat cepat, menuju ke mana ia mau pergi. Melatih pikiran adalah baik (sādhu); pikiran yang terkendali akan membawa kebahagiaan. |
—Dhammapada 35 | —Bait Kebenaran 35 |
Seruan apresiasi
suntingKata sādhu juga digunakan oleh Sang Buddha sebagai seruan apresiasi ketika para umat bertanya tentang permasalahan yang mendalam dan sulit. Misalnya, dalam Vinaya Piṭaka, ketika Sang Buddha mengapresiasi sesuatu yang telah dikatakan oleh Bhante Sāriputta, Sang Buddha menjawab:
Sādhu, sādhu, Sāriputta!
— Vin. I,56
Pengulangan kata sādhu sebanyak dua kali menjadi "sādhu, sādhu, [subjek]" yang disertai subjek yang dituju merupakan jenis pemakaian kata sādhu yang umum ditemui di berbagai bagian Tripitaka Pali, seperti Aṅguttara Nikāya, sebagai seruan apresiasi.
Buddha ke Bhante Hatthaka:
“Sādhu sādhu, Hatthaka!"
— Dutiyahatthaka Sutta, Aṅguttara Nikāya 8.24
Buddha ke Bhante Anuruddha:
“Sādhu sādhu, Anuruddha!"
— Anuruddhamahāvitakka Sutta, Aṅguttara Nikāya 8.30
Buddha ke Bhante Nandaka:
“Sādhu sādhu, Nandaka!"
— Nandaka Sutta, Aṅguttara Nikāya 9.4
Kegunaan lain
suntingAgama dan kepercayaan
suntingKepercayaan tradisional
suntingKata ini juga digunakan sebagai kata pembuka dalam konteks non-Buddhis. Misalnya, kata sādhu digunakan oleh tentara yang mempersembahkan kepatuhan[26] kepada raja,[27] atau oleh orang beriman yang berdoa kepada dewa lokal Burma, seperti nat,[28] sebagai pembuka:[29]
Sādhu, sādhu, kami sangat miskin dan menderita. Semoga para dewa memberkati kami dengan berkat yang melimpah. Semoga kami dikaruniai anak kandung.
— Cerita Rakyat Laos
Hinduisme
suntingSādhu juga digunakan sebagai seruan kemenangan dalam konteks non-Buddhis, seperti pada cerita Weda kuno. Kata ini juga masih digunakan dalam budaya Hindu sebagai seruan umum persetujuan dalam pertempuran.[30] Dalam legenda Bhagavad Gita versi Thailand yang diterjemahkan oleh Eliakim Littell, frasa "sathu, sathu" digunakan sebagai terjemahan dialog yang disampaikan oleh Raja:[31]
Raja akan menangis: "Sādhu, sādhu! Itu baik, itu baik!"
— Bhagavad Gita (Thailand)
Kekristenan
suntingMusik penyembahan kontemporer Kristen di Thailand juga menerjemahkan kata "Amen" versi Kristen sebagai sathu, misalnya dalam terjemahan lagu "Sathu (Amin) atas Nama-Nya" (bahasa Thai: เพลง สาธุการพระนาม).[32]
Budaya
suntingBudaya tradisional
suntingSaathukaan (bahasa Thai: สาธุการ[33]) merupakan melodi tradisional yang digunakan oleh musisi Thailand untuk melakukan persembahan dan menghormati Tiga Permata. Versi khusus saathukaan yang dimainkan hanya dengan drum digunakan sebagai musik persembahan bagi guru-guru yang berjasa.[34]
Budaya populer
suntingPenyanyi pop Thailand, Boom Boom Cash, memproduseri lagu berjudul Sathu (Thai: สาธุ) pada Mei 2018.
Jejaring sosial
suntingPada jejaring sosial, "sādhu, sādhu, sādhu" sering kali diekspresikan dengan emotikon bergambar tiga tangan lipat. Pengekspresian ini populer sebagai tanda penghormatan, persetujuan, dan pemberian semangat.
Referensi
sunting- ^ Pym, Christopher (1959). The Road to Angkor (dalam bahasa Inggris). R. Hale. hlm. 113.
- ^ Lal, Kishori Saran (1969). Studies in Asian History: Proceedings of the Asian History Congress, 1961 (dalam bahasa Inggris). [Published for the] Indian Council for Cultural Relations [by] Asia Publishing House. hlm. 183. ISBN 978-0-210-22748-0.
- ^ Byles, Marie Beuzeville (1962). Journey Into Burmese Silence (dalam bahasa Inggris). Allen & Unwin. hlm. 124. ISBN 978-90-70012-79-3.
- ^ Pezet, Edmond (1975). "L'office quotidien dans les monastères theravada". Studua Missionalia: Vol. 24 (dalam bahasa Prancis). Gregorian University. hlm. 149.
- ^ Collins, Steven (1998-05-13). Nirvana and Other Buddhist Felicities (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 252. ISBN 978-0-521-57054-1.
- ^ U Pandita. "45. Alive and strong". One Life's Journey (dalam bahasa Inggris). Panditãrãma.
- ^ "Traditional festivals of Cambodia". Traditional Festivals of ASEAN (dalam bahasa Inggris). ASEAN Committee on Culture and Information. 2003. hlm. 42.
- ^ U, Khin Zaw (2006). Myanmar Culture (dalam bahasa Inggris). Today Publishing House. hlm. 38.
- ^ Nākhō̜nthap, Thapanī; Chāt, Thailand Samnakngān Khana Kammakān Watthanatham hǣng (1992). Essays on Cultural Thailand (dalam bahasa Inggris). Office of the National Culture Commission, Ministry of Education, Thailand. hlm. 128. ISBN 978-974-7903-25-6.
- ^ Velder, Christian; Velder, Katrin A. (2003). The Rice Birds: Folktales from Thailand (dalam bahasa Inggris). White Lotus Press. hlm. 106. ISBN 978-974-480-029-9.
- ^ Monier-Williams, Monier; Leumann, Ernst; Capeller, Carl (1994). Sanskrit-English dictionary: etymologically and philologically arranged with special reference to cognate Indo-European languages (edisi ke-New ed., greatly enl. and improved). New Delhi: Munshiram Manoharlal. hlm. 1126. ISBN 978-81-215-0200-9.
- ^ Edgerton, Franklin (1970). Buddhist Hybrid Sanskrit grammar and dictionary. William Dwight Whitney linguistic series. Delhi: Motilal Banarsidass. hlm. 542. ISBN 978-81-208-0997-0.
- ^ Apte, Vaman Shivaram (1989). The practical Sanskrit-English dictionary: containing appendices on Sanskrit prosody and important literary and geographical names of ancient India (edisi ke-4., rev. & enlarged ed., repr). Delhi: Motilal Banarsidass. ISBN 978-81-208-0567-5.
- ^ Kuiper, F. B. J. (1961). "Review of Histoire de la langue sanskrite (= Collection "Les langues du monde", série Grammaire, Philologie, Littérature, X)". Indo-Iranian Journal. 5 (1): 79–81. ISSN 0019-7246. JSTOR 24646843.
- ^ Gonda, Jan (2024). Vedic literature: Saṃhitās and Brāhmaṇas. A history of Indian literature / Series editor Jan Gonda Vol. 1, Veda and Upanishads (edisi ke-Reprint 2020). New Delhi: Manohar. ISBN 978-93-88540-34-6.
- ^ Flood, Gavin (2011). An introduction to Hinduism (edisi ke-15. print). Cambridge: Cambridge Univ. Press. ISBN 978-0-521-43878-0.
- ^ Harvey, Peter (2013). An introduction to Buddhism: teachings, history and practices (edisi ke-2nd). New York: Cambridge University Press. hlm. 93. ISBN 978-0-521-85942-4.
- ^ "Sadhu Sadhu Sadhu (Sadu Sadu Sadu)". The Budding Buddhist (dalam bahasa Inggris). 2021-08-07. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-11-29. Diakses tanggal 2022-04-01.
- ^ Kheminda, Ashin (2020-02-01). KAMMA: Pusaran Kelahiran & Kematian Tanpa Awal. Yayasan Dhammavihari. ISBN 978-623-94011-0-8.
- ^ Collins, Steven (1998-05-13). Nirvana and Other Buddhist Felicities (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. 547. ISBN 978-0-521-57054-1.
- ^ Smith, Donald Eugene (2015-12-08). Religion and Politics in Burma (dalam bahasa Inggris). Princeton University Press. hlm. 99. ISBN 978-1-4008-7879-6.
- ^ Burma Dept of Information and Broadcasting (1956). Burma: The Anniversary (dalam bahasa Inggris). Director of Information, Union of Burma. hlm. 2.
- ^ Bowie, Katherine A. (2017-02-21). Of Beggars and Buddhas: The Politics of Humor in the Vessantara Jataka in Thailand (dalam bahasa Inggris). University of Wisconsin Pres. hlm. 107. ISBN 978-0-299-30950-3.
- ^ Kingshill, Konrad (1991). Ku Dæng -- Thirty Years Later: A Village Study in Northern Thailand, 1954-1984 (dalam bahasa Inggris). Northern Illinois University, Center for Southeast Asian Studies. hlm. 196. ISBN 978-1-877979-76-7.
- ^ Sujato, Bhikkhu (2021). "Cittavagga Dhammapada English Translation by Bhikkhu Sujato". SuttaCentral. Diakses tanggal 10 December 2023.
- ^ Ruth, Richard A. (2010-09-16). In Buddha's Company: Thai Soldiers in the Vietnam War (dalam bahasa Inggris). University of Hawaii Press. hlm. 44. ISBN 978-0-8248-6085-1.
- ^ Phya Khankhaak, the Toad King: A Translation of an Isan Fertility Myth in Verse (dalam bahasa Inggris). Bucknell University Press. 1996. hlm. 57. ISBN 978-0-8387-5306-4.
- ^ Mackenzie, Donald Alexander (1929). Burmese Wonder Tales (dalam bahasa Inggris). Blackie & Son. hlm. 172.
- ^ Thotsa, Wayuphā; Nēttavong, Kongdư̄an (2008). Lao Folktales (dalam bahasa Inggris). Libraries Unlimited. hlm. 138. ISBN 978-1-59158-345-5.
- ^ Hopkins, E. Washburn (1931). "Hindu Salutations". Bulletin of the School of Oriental Studies, University of London. 6 (2): 383. ISSN 1356-1898. JSTOR 607665.
- ^ Littell, Eliakim; Littell, Robert S. (1873). "Buddhist preaching". Littell's Living Age (dalam bahasa Inggris). 116. T. H. Carter & Company. hlm. 255.
- ^ "สาธุการพระนาม". www.thaiworship.com. Diakses tanggal 2022-04-01.
- ^ "สาธุ" [Sathu]. www.thai-language.com. Diakses tanggal 2022-04-01.
- ^ Wong, Deborah; Wong, Professor Deborah (2001-08-15). Sounding the Center: History and Aesthetics in Thai Buddhist Performance (dalam bahasa Inggris). University of Chicago Press. hlm. 269. ISBN 978-0-226-90585-3.