Kota Surakarta

kota di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia
Revisi sejak 4 Mei 2016 23.12 oleh Lyndonbaines (bicara | kontrib) (Menolak perubahan teks terakhir (oleh Agussup) dan mengembalikan revisi 11530151 oleh Gilang Bayu Rakasiwi)

7°33′24″S 110°49′17″E / 7.5567545°S 110.8213985°E / -7.5567545; 110.8213985

Kota Surakarta
ꦑꦸꦛꦯꦸꦫꦏꦂꦠ
Daerah tingkat II
Dari atas searah jarum jam: Pasar Gede Harjonagoro, Citywalk Ngarsopuro, Keraton Surakarta Hadiningrat, Jalan Slamet Riyadi, Pura Mangkunegaran, Kampung Batik Laweyan.
Motto: 
Mulat sarira angrasa wani
ꦩꦸꦭ​ꦠ꧀ꦱꦫꦶꦫꦲꦁꦫ​ꦱ​ꦮ​ꦤꦶ
Introspeksi diri, merasa berani
Slogan: Berseri
"Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah" (umum)
The Spirit of Java (pariwisata)
Peta
Peta
Kota Surakarta di Jawa
Kota Surakarta
Kota Surakarta
Peta
Koordinat: 7°34′0″S 110°49′0″E / 7.56667°S 110.81667°E / -7.56667; 110.81667
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
Tanggal berdiri17 Februari 1745
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 5
  • Kelurahan: 51
Pemerintahan
 • Wali KotaF.X. Hadi Rudyatmo
 • Wakil Wali KotaDr. H. Achmad Purnomo
Luas
 • Total44,03 km2 (17,00 sq mi)
Peringkat79
Ketinggian
93 - 98 m (−229 ft)
Populasi
 (2010)[1]
 • Total503,421
 • Peringkat27
 • Kepadatan11,000/km2 (30,000/sq mi)
 • Peringkat kepadatan8
Demografi
 • AgamaIslam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha
 • BahasaJawa, Indonesia
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3372 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon0271
Pelat kendaraanAD
Kode Kemendagri33.72 Edit nilai pada Wikidata
Flora resmiSirih
Fauna resmiPunai Manten
Situs webwww.surakarta.go.id

Kota Surakarta (Hanacaraka: ꦑꦸꦛꦯꦸꦫꦏꦂꦠ[2]), juga disebut Solo atau Sala (ꦱꦭ), adalah wilayah otonom dengan status kota di bawah Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, dengan penduduk 503.421 jiwa (2010)[1] dan kepadatan 13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2, ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.[3]. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Surakarta merupakan pewaris Kesultanan Mataram yang dipecah melalui Perjanjian Giyanti, pada tahun 1755.

Nama

"Sala" adalah satu dari tiga dusun yang dipilih oleh Sunan Pakubuwana II atas saran dari Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, serta komandan pasukan Belanda, J.A.B. van Hohendorff, ketika akan mendirikan istana baru, setelah perang suksesi Mataram terjadi di Kartasura.[4]

Pada masa sekarang, nama Surakarta digunakan dalam situasi formal-pemerintahan, sedangkan nama Sala/Solo lebih merujuk kepada penyebutan umum yang dilatarbelakangi oleh aspek kultural. Kata sura dalam Bahasa Jawa berarti "keberanian" dan karta berarti "makmur", sebagai sebuah harapan kepada Yang Maha Kuasa. Dapat pula dikatakan bahwa nama Surakarta merupakan permainan kata dari Kartasura. Kata sala, nama yang dipakai untuk desa tempat istana baru dibangun, adalah nama pohon suci asal India, yaitu pohon sala (Couroupita guianensis atau Shorea robusta).

Ketika Indonesia masih menganut Ejaan van Ophuysen, nama kota ini ditulis Soerakarta. Dalam aksara Jawa modern, ditulis ꦱꦸꦫꦏꦂꦠ atau ꦯꦸꦫꦑꦂꦡ. Nama "Surakarta" diberikan sebagai nama "wisuda" bagi pusat pemerintahan baru Mataram. Namun, sejumlah catatan lama menyebut, bentuk antara "Salakarta".[5]

Sejarah

Masa pra-kemerdekaan

Eksistensi kota ini dimulai di saat Sunan Pakubuwana II, raja Kesultanan Mataram, memindahkan kedudukan raja dari Kartasura ke Desa Sala, sebuah desa yang tidak jauh dari tepi Bengawan Solo, karena istana Kartasura hancur akibat serbuan pemberontak. Sunan Pakubuwana II membeli tanah dari lurah Desa Sala, yaitu Kyai Sala, sebesar 10.000 ringgit (gulden Belanda) untuk membangun istana Mataram yang baru.[6][7] Secara resmi, istana Mataram yang baru dinamakan Keraton Surakarta Hadiningrat dan mulai di tempati tanggal 17 Februari 1745. Tanggal ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surakarta. Perjanjian Giyanti yang ditanda-tangani oleh Sunan Pakubuwana III, Belanda, dan Pangeran Mangkubumi pada 13 Februari 1755 membagi wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga yang diadakan pada 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama Praja Mangkunegaran. Sebagai penguasa Mangkunegaran, Raden Mas Said bergelar Adipati Mangkunegara I.

Masa kemerdekaan


Daerah Istimewa Surakarta

Kekuasaan politik kedua kerajaan ini dilikuidasi setelah berdirinya Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Selama 10 bulan, Surakarta berstatus sebagai daerah istimewa setingkat provinsi, yang dikenal sebagai Daerah Istimewa Surakarta.

Karesidenan Surakarta

Selanjutnya, karena berkembang gerakan antimonarki di Surakarta serta kerusuhan, penculikan, dan pembunuhan pejabat-pejabat DIS, pada tanggal 16 Juni 1946 pemerintah membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Kasunanan dan Mangkunegaran. Status Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegaran menjadi rakyat biasa di masyarakat dan keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa. Kemudian Surakarta ditetapkan menjadi tempat kedudukan dari residen, yang memimpin Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) dengan luas daerah 5.677 km². Karesidenan Surakarta terdiri dari daerah-daerah Kota Praja Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, Kabupaten Boyolali. Tanggal 16 Juni 1946 diperingati sebagai hari jadi Pemerintah Kota Surakarta era modern.

Kota Surakarta

Setelah Karesidenan Surakarta dihapuskan pada tanggal 4 Juli 1950, Surakarta menjadi kota di bawah administrasi Provinsi Jawa Tengah. Semenjak berlakunya UU Pemerintahan Daerah yang memberikan banyak hak otonomi bagi pemerintahan daerah, Surakarta menjadi daerah berstatus kota otonom.

Geografi dan administrasi

Hidrogeologi

 
Aliran sungai Bengawan Solo.

Surakarta terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl, dengan luas 44,1 km2 (0,14 % luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km timur laut Yogyakarta, 100 km tenggara Semarang dan 260 km barat daya Surabaya serta dikelilingi oleh Gunung Merbabu (tinggi 3145 m) dan Merapi (tinggi 2930 m) di bagian barat, dan Gunung Lawu (tinggi 3265 m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, serta dilewati oleh Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali Jenes[8]. Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi, yang keseluruhannya berjumlah 19 lokasi, dengan kapasitas 3.404 l/detik. Ketinggian rata-rata mata air adalah 800-1.200 m dpl. Pada tahun 1890 – 1827 hanya ada 12 sumur di Surakarta. Saat ini pengambilan air bawah tanah berkisar sekitar 45 l/detik yang berlokasi di 23 titik. Pengambilan air tanah dilakukan oleh industri dan masyarakat, umumnya ilegal dan tidak terkontrol.[9]

Sampai dengan Maret 2006, PDAM Surakarta memiliki kapasitas produksi sebesar 865,02 liter/detik. Air baku berasal dari sumber mata air Cokrotulung, Klaten (387 liter/detik) yang terletak 27 km dari kota Solo dengan elevasi 210,5 di atas permukaan laut dan yang berasal dari 26 buah sumur dalam, antara lain di Banjarsari, dengan total kapasitas 478,02 liter/detik. Selain itu total kapasitas resevoir adalah sebesar 9.140 m3.Dengan kapasitas yang ada, PDAM Surakarta mampu melayani 55,22% masyarakat Surakarta termasuk kawasan hinterland dengan pemakaian rata-rata 22,42 m3/bulan.[10]

Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan tebu. Namun, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk kegiatan industri dan perumahan penduduk.

Iklim dan topografi

Menurut klasifikasi iklim Koppen, Surakarta memiliki iklim muson tropis. Sama seperti kota-kota lain di Indonesia, musim hujan di Solo dimulai bulan Oktober hingga Maret, dan musim kemarau bulan April hingga September. Rata-rata curah hujan di Solo adalah 2.200 mm, dan bulan paling tinggi curah hujannya adalah Desember, Januari, dan Februari. Suhu udara relatif konsisten sepanjang tahun, dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Suhu udara tertinggi adalah 32,5 derajat Celsius, sedangkan terenda adalah 21,0 derajat Celsius. Rata-rata tekanan udara adalah 1010,9 MBS dengan kelembaban udara 75%. Kecepatan angin 4 Knot dengan arah angin 240 derajat.[11]

Data iklim Surakarta
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata tertinggi °C (°F) 29
(84)
29
(84)
29
(85)
31
(87)
30
(86)
30
(86)
29
(85)
30
(86)
31
(87)
31
(88)
30
(86)
29
(85)
30
(86)
Rata-rata terendah °C (°F) 22
(72)
22
(72)
22
(72)
22
(72)
22
(72)
21
(70)
21
(69)
21
(69)
22
(71)
22
(72)
22
(72)
22
(72)
22
(71)
Presipitasi mm (inci) 350
(13.78)
330
(12.99)
210
(8.27)
210
(8.27)
120
(4.72)
80
(3.15)
40
(1.57)
20
(0.79)
30
(1.18)
90
(3.54)
220
(8.66)
340
(13.39)
2.180
(85,83)
Sumber: http://www.weatherbase.com/weather/weather.php3?s=54869&refer==&units=metric

Batas-batas administrasi

 
Cakrawala Surakarta pada siang hari.

Kota Surakarta terletak di antara 110 45` 15" - 110 45` 35" Bujur Timur dan 70` 36" - 70` 56" Lintang Selatan dan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan.[11] Di masing-masing batas kota terdapat Gapura Kasunanan yang didirikan sekitar tahun 1931–1932 pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwana X di Kasunanan Surakarta. Gapura Kasunanan didirikan sebagai pembatas sekaligus pintu gerbang masuk ibu kota kerajaan (Kota Surakarta) dengan wilayah sekitar. Gapura Kasunanan tidak hanya didirikan di jalan penghubung, namun juga didirikan di pinggir sungai Bengawan Solo yang pada waktu itu menjadi dermaga dan tempat penyeberangan (di Mojo/Silir).

Ukuran Gapura Kasunanan terdiri dari dua ukuran yaitu berukuran besar dan kecil. Gapura Kasunanan ukuran besar didirikan di jalan besar. Gapura Kasunanan ukuran besar bisa dilihat di Grogol (selatan), Jajar (barat), dan Jurug (timur). Sedangkan Gapura Kasunanan ukuran kecil bisa dilihat di daerah RS Kandang Sapi (utara), jalan arah Baki di Solo Baru (selatan), Makamhaji (barat), dan di Mojo/Silir. Gapura Kasunanan besar juga memiliki prasasti waktu pendirian gapura.[12]

Pembagian administratif

 
Balai kota Surakarta.

Kota Surakarta dan kabupaten-kabupaten di sekelilingnya, Karanganyar, Sragen, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, secara kolektif masih sering disebut sebagai eks-Karesidenan Surakarta. Surakarta dibagi menjadi 5 kecamatan yang masing-masing dipimpin oleh seorang camat dan 51 kelurahan yang masing-masing dipimpin oleh seorang lurah. Kelima kecamatan di Surakarta adalah:

Kota satelit

Surakarta dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak) adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini unik karena dengan luas kota Surakarta sendiri yang hanya 44 km persegi dan dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih setengah dari luas kota Surakarta dan berbatasan langsung membentuk satu kesatuan kawasan kota besar yang terpusat.

Solo Baru (Soba) merupakan kawasan yang dimekarkan dari kota Solo.[butuh rujukan] Solo baru selain sebagai salah satu kota satelit dari Kota Surakarta juga merupakan kawasan permukiman bagi para pekerja atau pelaku kegiatan ekonomi di kawasan Kota Surakarta. Di Solo Baru banyak terdapat perumahan sedang dan mewah, maka dari itu Solo Baru juga merupakan kawasan permukiman elit. Di Solo Baru juga terdapat pasar swalayan Carrefour. Pandawa waterboom yang merupakan waterboom terbesar di Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat di kawasan ini. Meskipun termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo tetapi secara ekonomi dan politis Solo Baru lebih dekat ke Kota Surakarta, karena letak wilayah kotanya yang langsung berbatasan dengan Kota Surakarta, bahkan pernah ada wacana tentang penggabungan wilayah wilayah kota satelit di sekitar Surakarta termasuk Solo Baru untuk dimasukkan ke dalam wilayahnya. Luas wilayah Kota Surakarta beserta wilayah-wilayah kota penyangganya saat ini sekitar 150 km² dengan jumlah penduduknya sekitar 1 juta jiwa.

Pemerintahan

DPRD Kota Surakarta
2014-2019
Partai Kursi
Lambang PDI-P PDI-P 24
Lambang PKS PKS 5
Lambang Partai Golkar Partai Golkar 4
  PAN 4
  Partai Gerindra 3
Lambang Partai Demokrat Partai Demokrat 3
  Partai Hanura 1
  PPP 1
Total 45

Surakarta terletak di Provinsi Jawa Tengah. Sebelum bergabung dengan Indonesia, Surakarta diperintah oleh Susuhunan Surakarta dan Adipati Mangkunegaran. Semasa dikuasai oleh Belanda, Surakarta dikenal sebagai sebuah Vorstenland atau wilayah kerajaan. Penguasa Kasunanan Surakarta saat ini adalah Sunan Pakubuwana XIII, dan penguasa Praja Mangkunegaran saat ini adalah Adipati Mangkunegara IX. Kedua penguasa monarki seremonial ini tidak memiliki kekuasaan politik di Surakarta.

Secara yuridis Kota Surakarta terbentuk berdasarkan Penetapan Pemerintah tahun 1946 Nomor 16/SD, yang diumumkan pada tanggal 15 Juli. Dengan berbagai pertimbangan faktor-faktor historis sebelumnya, tanggal 16 Juni 1946 ditetapkan sebagai hari jadi Pemerintah Daerah Kota Surakarta.

Wali kota

Wali kota Surakarta sejak Juli 2015 dijabat oleh pejabat sementara, merangkap sebagai Sekretaris Daerah, Boeddy Soeharto. Sebelumnya jabatan ini dijabat oleh F.X. Hadi Rudyatmo yang menggantikan Ir. Joko Widodo yang dilantik menjadi gubernur DKI Jakarta tanggal 15 Oktober 2012. Pasangan wali kota dan wakil wali kota, yang sering disebut sebagai Jokowi-Rudy, pertama kali terpilih sebagai wali kota Surakarta untuk masa bakti 2005-2010. Kemudian pasangan dari PDI-P ini terpilih lagi untuk masa bakti kedua dengan perolehan suara lebih dari 90% untuk masa jabatan 2010-2015[13].

Di bawah kepemimpinan Jokowi dan Rudy, Surakarta mengalami perubahan yang pesat. Para pedagang barang bekas di Taman Banjarsari dapat direlokasi hampir tanpa gejolak untuk merevitalisasi fungsi lahan hijau terbuka. Investor diberi syarat untuk mau memikirkan kepentingan publik. Komunikasi langsung rutin dan terbuka (disiarkan oleh televisi lokal) diadakan secara rutin dengan masyarakat. Taman Balekambang, yang telantar semenjak ditinggalkan oleh pengelolanya, dijadikannya taman. Sebagai tindak lanjut branding, Jokowi mengajukan Surakarta untuk menjadi anggota Organisasi Kota-kota Warisan Dunia dan diterima pada tahun 2006. Langkahnya berlanjut dengan keberhasilan Surakarta menjadi tuan rumah konferensi organisasi tersebut pada bulan Oktober 2008 ini. Sejak 1 Oktober 2012 Wali Kota Surakarta Ir. Joko Widodo mengundurkan diri dari jabatan wali kota setelah terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta periode 2012 - 2017.

Oleh Majalah Tempo, Joko Widodo terpilih menjadi salah satu dari "10 Tokoh 2008"[14].

Pada tanggal 17 April 2013, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo resmi melantik Dr. H. Achmad Purnomo sebagai wakil wali kota Surakarta menggantikan F.X. Hadi Rudyatmo yang menjadi wali kota Surakarta.

Julukan dan semboyan

Berkas:Solo-Spirit-of-Java.jpg
Logo branding pariwisata Kota Surakarta: Solo, The Spirit of Java.

Surakarta memiliki semboyan "Berseri", akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi, dan Indah", sebagai slogan pemeliharaan keindahan kota. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Surakarta mengambil slogan pariwisata Solo, The Spirit of Java (Jiwanya Jawa)[15] sebagai upaya pencitraan kota Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa. Slogan Solo The Spirit of Java diperoleh dari hasil sayembara yang diadakan oleh Pemerintah Kota Surakarta pada 4 Oktober sampai 14 November 2005 yang dimenangkan oleh Dwi Endang Setyorini (warga Giriroto, Ngemplak, Boyolali). Logonya, dikerjakan oleh perusahaan periklanan pemenang pitching (tender), yaitu Freshblood Indonesia (Surakarta) dan didampingi oleh tim konsultan desain Optimaxi (Jakarta) di bawah pengawasan GTZ dalam rangkaian program Regional Economic Development (RED) atau GTZ-RED.

Perancangan logo berlangsung sekitar enam bulan di Surakarta. Selama masa itu diselenggarakan sesi konsultasi dengan Badan Koordinasi Antar Daerah (BKAD) dan tokoh masyarakat, yang puncak sosialisasinya digelar di Ballroom Hotel Quality (The Sunan Hotel saat ini), dihadiri beragam kalangan sebagai representasi wilayah Solo Raya.

Tim perancang bekerja dengan bekal slogan hasil sayembara dan dituntut menjabarkan konsep Spirit of Java dalam wujud visual. Identitas visual yang berupa tulisan ”Solo” beserta slogan di bawahnya dengan aksen huruf ”O” berbentuk relung diperoleh dari ekstraksi konsep visual yang merefleksikan kesan Jawa dalam tampilannya. Relung dalam logo bisa saja mengingatkan orang pada ornamen keris, batik, atau mebel yang merujuk pada wilayah (Jawa).[16]

Selain itu Kota Surakarta juga memiliki beberapa julukan, antara lain Kota Batik, Kota Budaya, Kota Liwet. Penduduk Surakarta disebut sebagai wong Solo, dan istilah putri Solo juga banyak digunakan untuk menyebut wanita yang memiliki karakteristik mirip wanita dari Surakarta.

Kependudukan

 
Abdi dalem Keraton Surakarta mengenakan busana Jawi Jangkep Sowan Keraton. Suku Jawa merupakan etnis mayoritas di Kota Surakarta, dan Surakarta merupakan kota pusat pengembangan dan pelestarian kebudayaan Jawa.

Salah satu sensus paling awal yang dilakukan di wilayah Karesidenan Surakarta (Residentie Soerakarta) pada tahun 1885 mencatat terdapat 1.053.985 penduduk, termasuk 2.694 orang Eropa dan 7.543 orang Tionghoa. Wilayah seluas 5.677 km² tersebut memiliki kepadatan 186 penduduk/km². Ibukota karesidenan tersebut sendiri pada tahun 1880 memiliki 124.041 penduduk.[17]

Jumlah penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa[1], terdiri dari 270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, yang tersebar di lima kecamatan yang meliputi 51 kelurahan dengan daerah seluas 44,1 km2. Perbandingan kelaminnya 96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka ketergantungan penduduknya sebesar 66%. Catatan dari tahun 1880 [18] memberikan cacah penduduk 124.041 jiwa. Pertumbuhan penduduk dalam kurung 10 tahun terakhir berkisar 0,565 % per tahun.[19] Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/km2, yang merupakan kepadatan tertinggi di Jawa Tengah (kepadatan Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km2).[20]

Jika dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota terpadat di Jawa Tengah[1] dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota administratif di Indonesia.

Daftar kecamatan di Surakarta
No. Peta Nama kecamatan Kode Pos Luas % luas Penduduk % penduduk Kepadatan Laju pertumbuhan
1   Banjarsari 57130 14,81 33,63% 157.438 31,45% 10.630/km2 0,25
2   Jebres 57120 12,58 28,57% 138.624 27,69% 11.019/km2 0,88
3   Laweyan 57140 8,64 19,62% 86.315 17,24% 10.002/km2 -0,21
4   Pasar Kliwon 57110 4,82 10,95% 74.145 14,80% 15.383/km2 -0,07
5   Serengan 57150 3,19 7,24% 44.120 8,81% 13.830/km2 -0,59
  • Berdasarkan sensus 2010 [2]

Kecamatan terpadat di Surakarta adalah Pasar Kliwon, yang luasnya hanya sepersepuluh luas keseluruhan Surakarta, sedangkan Laweyan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah. Laju pertumbuhan penduduk Surakarta selama 2000-2010 adalah 0,25%, jauh di bawah laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah sebesar 0,46%.

Jika wilayah penyangga Surakarta juga digabungkan secara keseluruhan (Solo Raya: Surakarta, Kartasura, Colomadu, Ngemplak, Baki, Grogol, Palur), maka luasnya adalah 130 km². Penduduknya lebih dari 800.000 jiwa.[butuh rujukan]

Pendidikan

Berkas:Universitas-sebelas-maret.jpg
Universitas Sebelas Maret, salah satu perguruan tinggi negeri favorit di Indonesia.

Menurut Data Pokok Pendidikan (Dapodik) pada tahun ajaran 2010/2011 terdapat 68.153 siswa dan 869 sekolah di Surakarta, dengan perincian: 308 TK/RA, 292 SD/MI, 97 SMP/MTs, 56 SMA/MA, 46 SMK, 54 PT, dan 16 sekolah lain.[21] Di Surakarta terdapat dua universitas besar, yaitu Universitas Sebelas Maret (UNS), Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS),keduanya memiliki lebih dari 20.000 mahasiswa aktif dan termasuk katagori 50 universitas terbaik di Indonesia. Demikian pula terdapat Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surakarta dan Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta . Selain itu terdapat 52 universitas swasta lainnya seperti Unisri, Universitas Tunas Pembangunan, Universitas Setia Budi, STIKES Muhammadiyah, Universitas Islam Batik, dll. Surakarta juga kini menjadi tempat tujuan studi para lulusan SMA dari seluruh Indonesia [22]

Perekonomian dan perdagangan

Berkas:Pusat Grosir Solo.jpg
Pusat perdagangan batik di Pusat Grosir Solo.

Industri batik menjadi salah satu industri khas Surakarta. Sentra kerajinan batik dan perdagangan batik antara lain di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer serta beberapa pasar batik tradisional lain menjadi salah satu pusat perdagangan batik di Indonesia. Perdagangan di Surakarta berada di bawah naungan Dinas Industri dan Perdagangan[23]

Selain Pasar Klewer, Surakarta juga memiliki banyak pasar tradisional, di antaranya Pasar Gedhe (Pasar Besar), Pasar Legi, dan Pasar Kembang. Pasar-pasar tradisional yang lain menggunakan nama-nama dalam bahasa Jawa, antara lain nama pasaran (hari) dalam Bahasa Jawa: Pasar Pon, Pasar Legi, sementara Pasar Kliwon saat ini menjadi nama kecamatan dan nama pasarnya sendiri berubah menjadi Pasar Sangkrah. Selain itu ada pula pasar barang antik yang menjadi tujuan wisata, yaitu Pasar Triwindu/Windu Jenar (setiap Sabtu malam diubah menjadi Pasar Ngarsopuro) serta Pasar Keris dan Cinderamata Alun-Alun Utara Keraton Surakarta.

Pusat bisnis kota Surakarta terletak di sepanjang Jalan Slamet Riyadi. Beberapa bank, hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan terletak di sepanjang jalan protokol ini, termasuk Graha Soloraya, Loji Gandrung (rumah dinas wali kota). Pada hari minggu pagi, jalanan Slamet Riyadi khusus ditutup bagi kendaraan bermotor, untuk digunakan sebagai ajang Solo Car Free Day, sebagai bagian dari tekad pemda untuk mengurangi polusi. Beberapa mal modern di Surakarta antara lain Solo Square, Solo Grand Mall (SGM), Solo Paragon, Solo Center Point (SCP), Singosaren Plaza, Pusat Grosir Solo (PGS), Beteng Trade Center (BTC), Hartono Mall Solo Baru, Pusat Perbelanjaan Luwes (Ratu Luwes, Sami Luwes, Luwes Sangkrah, Luwes Gading, Luwes Nusukan, Luwes Mojosongo, Luwes Palur), dan Palur Plaza.

Surakarta memiliki beberapa pabrik yang mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang besar antara lain Sritex, Konimex, dan Jamu Air Mancur. Selain itu masih ada banyak pabrik-pabrik lain di zona industri Palur. Industri batik juga menjadi salah satu industri khas Surakarta.

Keberagaman

 
Masjid Agung Surakarta.
 
Klenteng Tien Kok Sie.

Bangunan ibadah bersejarah di Surakarta beragam, yang mencerminkan keberagaman kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Surakarta, mulai dari masjid terbesar dan paling sakral yang terletak di bagian barat Alun-alun Utara Keraton Kasunanan, Surakarta, yaitu Masjid Agung Surakarta yang dibangun sekitar tahun 1763 atas prakarsa dari Sunan Pakubuwana III, Masjid Al Wustho Mangkunegaran, Masjid Laweyan yang merupakan masjid tertua di Surakarta[24], Gereja St. Petrus di Jl. Slamet Riyadi, Gereja St. Antonius Purbayan, hingga Tempat Ibadah Tri Dharma Tien Kok Sie, Vihara Am Po Kian, dan Sahasra Adhi Pura[25].

Selain dihuni oleh Suku Jawa, ada banyak pula penduduk beretnis Tionghoa, dan Arab yang tinggal di Surakarta. Walaupun tidak ada data pasti berapa jumlah masing-masing kepercayaan maupun etnis penduduk dalam sensus terakhir (2010), namun mereka banyak membaur di tengah-tengah warga Surakarta pada umumnya.

Perkampungan Arab menempati tiga wilayah kelurahan, yaitu Kelurahan Pasar Kliwon, Semanggi dan Kedung Lumbu di Kecamatan Pasar Kliwon[26] Penempatan kampung Arab secara berkelompok tersebut sudah diatur sejak zaman dulu untuk mempermudah pengurusan bagi etnis asing di Surakarta dan demi terwujudnya ketertiban dan keamanan. Etnis Arab mulai datang di Pasar Kliwon diperkirakan sejak abad ke-19. Terbentuknya perkampungan di Pasar Kliwon, selain disebabkan oleh adanya politik permukiman pada masa kerajaan, juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah kolonial. Warto dalam penelitiannya menyebutkan pada tahun 1984, jumlah keturunan Arab adalah 1.877 jiwa, sementara jumlah warga Tionghoa adalah 103 jiwa. Berdasarkan data monografi kelurahan Pasar Kliwon tahun 2005, menyebutkan bahwa jumlah keturunan Arab adalah 1.775 jiwa, sedangkan keturunan Tionghoa adalah 135 jiwa. Dari data tersebut dapat dilihat adanya penurunan jumlah penduduk keturunan Arab di Pasar Kliwon. Hal ini disebabkan karena lahan di kelurahan Pasar Kliwon semakin sempit sehingga terjadi perpindahan di daerah lain.[27]

Sementara itu perkampungan Tionghoa banyak terfokus di wilayah Balong, Coyudan, dan Keprabon. Hal ini dapat dilihat dengan adanya bangunan-bangunan kelenteng dan tempat ibadah, seperti Kelenteng Tien Kok Sie[28].

Layanan publik

Berkas:Pedestrian di sepanjang Jalan Slamet Riyadi.jpg
Pedestrian di sepanjang Jalan Slamet Riyadi.

Beberapa rumah sakit bersejarah antara lain RS Kadipolo dan Rumah Sakit Panti Kosala (Kandang Sapi). Sementara rumah sakit lain dengan fasilitas UGD 24 jam antara lain RSUD Moewardi, RS PKU Muhammadiyah, RS Islam Surakarta (Yarsis), RS Kustati, RS Kasih Ibu, RS Panti Waluyo, RS Brayat Minulyo, dan RS Dr. Oen Solo Baru. RS Ortopedi Dr. Soeharso adalah salah satu pusat ortopedi terkemuka di Indonesia yang pernah menjadi pusat rujukan tulang nasional.[butuh rujukan]

Surakarta juga memiliki beberapa taman, antara lain Taman Balekambang, Taman Tirtonadi, Taman Sekartaji, Taman Sriwedari, yang juga merangkap sebagai tempat hiburan, tempat pagelaran musik dangdut dan wayang orang, tepatnya di Gedung Wayang Orang Sriwedari. Tempat ini menyajikan seni pertunjukan daerah wayang orang yang menyajikan cerita wayang berdasarkan pada cerita Ramayana dan Mahabarata. Pada kesempatan tertentu juga digelar cerita-cerita wayang orang gabungan antara wayang orang sriwedari dengan wayang orang RRI Surakarta dan bahkan dengan seniman-seniman wayang orang Jakarta, Semarang, ataupun Surabaya.[29] Tempat hiburan umum lainnya adalah Kebun Binatang Jurug (Taman Satwataru Jurug), yaitu salah satu dari kebun binatang terbesar dan tertua di Indonesia.

Tempat pemakaman umum di Surakarta antara lain adalah TPU Purwoloyo, TPU Utoroloyo, TMP Kusuma Bakti, TPU Pucang Sawit, dan pemakaman Tionghoa yang terletak di kecamatan Jebres, TPU Bonoloyo, Astana Utara Nayu, dan Astana Bibis Luhur yang terletak di kecamatan Banjarsari, TPU Pracimoloyo maupun TPU Daksinoloyo di perbatasan Kabupaten Sukoharjo.[30] Karena jumlah lahannya yang terbatas, saat ini banyak anggota masyarakat yang memilih untuk menguburkan orang yang sudah meninggal di pemakaman-pemakaman yang terletak di luar batas kota Surakarta, misalnya pemakaman Kristen di Jeruksawit, Karanganyar[31], kompleks pemakaman Delingan di Karanganyar[32], dll. Khusus bagi raja-raja keraton Surakarta, bagi raja yang meninggal akan dimakamkan di pemakaman hereditas di Makam Imogiri di puncak sebuah bukit 12 km di sebelah selatan Yogjakarta[33][34]

Kode area untuk kota Surakarta adalah 0271 (+6271). Telepon umum koin/kartu jarang dijumpai, sebagai gantinya, beberapa wartel tersebar di berbagai sudut kota. Selain itu mereka juga biasanya menjual pulsa prabayar. Warnet juga banyak dijumpai di berbagai tempat, sedangkan beberapa tempat sudah mulai menyediakan fasilitas Wi-Fi untuk para pengunjungnya.

Kesehatan

Rumah sakit

Kota Surakarta dan wilayah sekitarnya mempunyai beberapa rumah sakit, di antaranya:

Puskesmas

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) di Surakarta antara lain:

  • Puskesmas Pajang
  • Puskesmas Penumping
  • Puskesmas Purwosari
  • Puskesmas Jayengan
  • Puskesmas Kratonan
  • Puskesmas Gajahan
  • Puskesmas Sangkrah
  • Puskesmas Purwodiningratan
  • Puskesmas Ngoresan
  • Puskesmas Sibela
  • Puskesmas Pucangsawit
  • Puskesmas Nusukan
  • Puskesmas Manahan
  • Puskesmas Gilingan
  • Puskesmas Banyuanyar
  • Puskesmas Setabelan
  • Puskesmas Gambirsari

Olahraga

 
Stadion Manahan, stadion terbesar di Surakarta.

Kota Surakarta memiliki sejarah olahraga yang cukup lama. Tahun 1923 di Surakarta telah terbentuk klub sepak bola, salah satu klub yang pertama di Indonesia yang kala itu masih bernama Hindia Belanda, yang bernama Persis Solo. Persis Solo adalah raksasa sepak bola di Hindia Belanda yang masih eksis hingga saat ini, Persis pernah menjuarai kompetisi Perserikatan sebanyak 7 kali dan saat ini bermain di Divisi Utama Liga Indonesia. Selain Persis Solo, tercatat beberapa klub sepak bola lain pernah hadir di Surakarta, antara lain Arseto Solo, Pelita Solo, Persijatim Solo FC, dan terakhir adalah kontestan Liga Primer Indonesia, Solo FC yang baru terbentuk pada tahun 2010. Kedua tim sepak bola yang masih eksis saat ini, yaitu Persis Solo dan Solo FC, bermarkas di Stadion Manahan, sebuah stadion tipe Stadion Madya Olimpiade kategori B+ dan salah satu stadion terbaik di Jawa Tengah yang pernah beberapa kali menjadi tempat penyelenggaraan even olahraga tingkat nasional dan internasional. Di stadion yang memiliki kapasitas 25.000 penonton ini antara lain pernah menjadi tempat pertandingan Liga Champions AFC 2007 karena Persik tidak punya stadion kandang memadai, final Piala Indonesia 2010, pembukaan Liga Primer Indonesia musim pertama pada 15 Januari 2011[35], dan menjadi penyelenggara ASEAN Paragames 2011. Jika awalnya Manahan merupakan tanah lapang tempat olahraga memanah, stadion ini beberapa kali berubah fungsinya, mulai dari tempat balapan kuda (dengan kandang-kandang kuda di kampung Kestalan dan Setabelan, serta di kompleks keraton), hingga saat ini difungsikan sebagai lapangan sepak bola dan ketika malam hari dan hari Minggu berubah menjadi kawasan sosial bagi warga kota Surakarta. Kebudayaan serta olahraga memanah dan pacuan kuda sendiri saat ini sudah sangat jarang ditemukan di kota Surakarta.[36]

Pada tahun 1948, Surakarta juga dipercaya untuk menyelenggarakan pertama, yang tanggal pembukaannya masih diperingati sebagai Hari Olahraga Nasional. Pada kejuaraan itu, Surakarta yang berlaga mewakili Karesidenan Surakarta berhasil merebut gelar juara umum.

Sedangkan hingga tahun 2009, Surakarta juga memiliki satu-satunya klub basket profesional di Jawa Tengah, yaitu Bhinneka Solo. Beberapa gelanggang olahraga di kota Surakarta antara lain Stadion Manahan dan Stadion Sriwedari untuk olahraga sepak bola dan GOR Bhinneka, yang kini berganti nama menjadi Stadion Sritex.

Transportasi

 
Becak adalah salah satu moda transportasi paling umum di Surakarta.

Kota Surakarta terletak di pertemuan antara jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya yang strategis sebagai kota transit. Jalur kereta api dari jalur utara dan jalur selatan Jawa juga terhubung di kota ini. Saat ini sebuah jalan tol – Jalan Tol Semarang-Solo – yang menghubungkan ke Semarang sedang dalam proses pembangunan. Surakarta juga merupakan kota yang terkurung daratan, sehingga tidak memiliki moda transportasi air.

Angkutan darat

Taksi adalah salah satu moda transportasi yang sering dijumpai. Dari bandara, turis dapat memesan tiket dengan menyebutkan tujuannya dan membayar ongkos taksi di muka. Beberapa jasa pelayanan taksi antara lain Aravia (636468), Solo Central Taksi (728728), Kosti (664504,856300), Mahkota Ratu (655666). Sementara itu beberapa persewaan mobil juga dapat ditemu di bandara.

Jasa transportasi tradisional yang terkenal lainnya adalah becak, yang dikayuh dengan tenaga manusia. Angkutan umum dalam kota yang lain mencakup bus kota, angkot, dan andong.

Bus

 
Batik Solo Trans di Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo.

Terminal bus besar kota ini bernama Terminal Tirtonadi yang beroperasi 24 jam karena merupakan jalur antara yang menghubungkan angkutan bus dari Jawa Timur (terutama Surabaya dan Banyuwangi) dan Jawa Barat (Bandung). Selain Tirtonadi, terdapat pula dua terminal untuk angkutan lokal: Terminal Harjodaksino di sisi selatan kota (dulu merupakan terminal bus antarkota) dan Terminal Tipes di sisi barat kota. Selain itu, dua terminal penunjang terdapat pula di sekitar kota namun berada di luar pengelolaan pemerintah kota, yaitu Terminal Kartasura di barat, yang terhubung ke Jakarta dan Surabaya, dan Terminal Palur di timur kota.

Selain itu pada tahun 2010 diluncurkan angkutan umum massal bus Batik Solo Trans. Saat ini bus rapid transit Batik Solo Trans telah memiliki dua koridor.[37]

Kereta api

 
Stasiun Solo Balapan.

Stasiun kereta api utama bernama Stasiun Solo Balapan yang merupakan salah satu stasiun besar tertua di Indonesia (dibangun 1873) yang menghubungkan Yogyakarta (barat), Semarang (utara), dan Surabaya (timur), dan terletak berdekatan dengan terminal bus Tirtonadi, suatu hal yang jarang dijumpai di Indonesia. Hubungan perjalanan dari setasiun ini cukup baik, mencakup semua kota besar di Jawa secara langsung dan hampir dalam semua kelas. Di Kota Surakarta juga terdapat tiga stasiun kereta api lain. Stasiun Solo Jebres dipakai sebagai stasiun perhentian untuk kereta-kereta api kelas ekonomi atau kereta api relasi Semarang-Madiun. Stasiun Solo-Kota (Sangkrah) merupakan stasiun perhentian untuk jalur KA Purwosari-Wonogiri. Stasiun Purwosari di tepi barat kota merupakan stasiun cabang menuju Wonogiri (selatan). Dulu Purwosari juga merupakan stasiun pemberhentian untuk jurusan Boyolali (barat). Kereta api ekspres ke Jakarta memakan waktu tempuh 10 jam, sementara kereta api ekspres ke Surabaya memakan waktu tempuh 5 jam. Kereta api ekspres yang melalui Surakarta antara lain: Argo Lawu, Argo Dwipangga, Bima dan Gajayana (dari/ke Jakarta, dengan AC), Argo Wilis dan Lodaya (dari/ke Bandung), Argo Wilis dan Sancaka (dari/ke Surabaya). Kereta bisnis malam Senja Utama Solo juga melayani transportasi dari/ke Jakarta.

Selain itu transportasi Surakarta juga memiliki keunikan tersendiri karena merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang memiliki rel kereta api yang paralel dengan jalan raya, tepatnya di sepanjang jalan protokol Slamet Riyadi. Di jalur ini terdapat rel Railbus Batara Kresna dan juga difungsikan sebagai jalur kereta api wisata Sepur Kluthuk Jaladara yang berhenti di Loji Gandrung (kantor wali kota Surakarta) dan Kampung Batik Kauman.[38]

Pesawat terbang

Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo (kode SOC, dulu bernama "Panasan") terletak 14 kilometer di sebelah utara kota Surakarta. Secara administratif banda udara ini terletak di luar batas kota Surakarta, tepatnya di perbatasan Kabupaten Karanganyar dan Boyolali. Bandara ini terhubung ke Jakarta (8-penerbangan sehari), Kuala Lumpur, Singapura & Bandar Seri Begawan, serta Arab Saudi (pada musim haji). Waktu tempuh perjalanan udara dengan Jakarta berlangsung sekitar satu jam. Beberapa operator penerbangan yang melayani rute dari/ke kota Surakarta antara lain Garuda Indonesia, Sriwijaya Air, Lion Air, Malaysia Airlines, Singapore Airlines & Royal Brunei Airlines. Bandara Adi Sumarmo juga menjadi pusat pemberangkatan dan penerimaan haji dari Asrama Haji Donohudan, Boyolali.

Pariwisata

 
Tratag Sasana Sewayana Siti Hinggil Lor di Keraton Surakarta. Siti Hinggil secara harafiah berarti "tanah tinggi". Terletak di antara Kori Kamandungan Lor dan Pagelaran Sasana Sumewa.

Surakarta juga dikenal sebagai daerah tujuan wisata yang biasa didatangi oleh wisatawan dari kota-kota besar. Biasanya wisatawan yang berlibur ke Yogyakarta juga akan singgah di Surakarta, atau sebaliknya. Tujuan wisata utama kota Surakarta adalah Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, dan kampung-kampung batik serta pasar-pasar tradisionalnya.

Di Surakarta terdapat beberapa citywalk yang ditujukan untuk pejalan kaki dan pengendara sepeda, antara lain di koridor Ngarsopuro, di sepanjang Jalan Slamet Riyadi (sepanjang 6–7 km dan selebar 3 m), dan di sepanjang Jalan Perintis Kemerdekaan. Tempat-tempat yang ditunjuk sebagai citywalk tidak boleh dilalui oleh kendaraan bermotor.

Wisata alam

Wisata-wisata alam di sekitar Surakarta antara lain Kawasan Wisata Tawangmangu (berada di Kabupaten Karanganyar), Kawasan Wisata Selo (berada di Kabupaten Boyolali), Agrowisata Kebun Teh Kemuning, Air Terjun Jumog, Air Terjun Parang Ijo, Air Terjun Segoro Gunung, Grojogan Sewu, dan lain-lain. Selain itu di Kabupaten Karanganyar, tepatnya di lereng Gunung Lawu, terdapat beberapa candi peninggalan kebudayaan Hindu-Buddha, seperti Candi Sukuh, Candi Cetho, Candi Monyet, dan lain-lain.

Festival dan perayaan

Setiap tahun pada tanggal-tanggal tertentu Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran mengadakan berbagai macam perayaan yang menarik. Perayaan tersebut pelaksanaannya berdasarkan pada penanggalan Jawa. Perayaan-perayaan tersebut antara lain:

Kirab Pusaka Malam 1 Sura

Acara ini diselenggarakan oleh Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran pada malam hari menjelang tanggal 1 Sura. Acara ini ditujukan untuk merayakan Tahun Baru Jawa 1 Sura. Rute yang ditempuh oleh kirab yang diselenggarakan oleh Keraton Surakarta kurang lebih sejauh 3 km yaitu Keraton Surakarta - Alun-Alun Utara - Gladag - Jl. Mayor Kusmanto - Jl. Kapten Mulyadi - Jl. Veteran - Jl. Yos Sudarso - Jl. Slamet Riyadi - Gladag kemudian kembali ke Keraton Surakarta lagi. Pusaka-pusaka yang memiliki daya magis tersebut dibawa oleh para abdi dalem yang berbusana Jawi Jangkep. Peserta kirab yang berada di barisan paling depan adalah sekelompok kerbau albino (kebo bule) bernama keturunan kerbau pusaka Kyai Slamet, sedangkan barisan para pembawa pusaka berada di belakangnya.

Sekaten

 
Suasana kirab gunungan saat Grebeg Mulud di Keraton Surakarta.

Sekaten diadakan setiap bulan Mulud untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Pada tanggal 12 Mulud diselenggarakan Grebeg Mulud. Kemudian diadakan pesta rakyat selama dua minggu. Selama dua minggu ini pesta rakyat diadakan di Alun-Alun Utara. Pesta rakyat menyajikan pasar malam, arena permainan anak dan pertunjukan-pertunjukan seni dan akrobat. Pada hari terakhir sekaten, diadakan kembali acara grebeg di Alun-Alun Utara. Upacara sekaten diadakan pertama kali pada masa pemerintahan Kesultanan Demak.[39]

Grebeg Sudiro

Grebeg Sudiro diadakan untuk memperingati Tahun Baru Imlek dengan perpaduan budaya Tionghoa-Jawa. Festival yang dimulai sejak 2007 ini biasa dipusatkan di daerah Pasar Gedhe dan Balong (di Kelurahan Sudiroprajan) dan Balai Kota Surakarta.[40]

Grebeg Mulud

Diadakan setiap tanggal 12 Mulud untuk memperingati hari Maulud Nabi Muhammad SAW. Grebeg Mulud merupakan bagian dari perayaan Sekaten. Dalam upacara ini para abdi dalem dengan berbusana Jawi Jangkep Sowan Keraton mengarak gunungan (pareden) dari Keraton Surakarta ke Masjid Agung Surakarta. Gunungan terbuat dari berbagai macam sayuran dan penganan tradisional. Setelah didoakan oleh ngulamadalem (ulama keraton), satu buah gunungan kemudian akan diperebutkan oleh masyarakat pengunjung dan satu buah lagi dibawa kembali ke keraton untuk dibagikan kepada para abdi dalem.

Tinggalandalem Jumenengan

 
Tarian Sakral Bedhaya Ketawang.

Diadakan setiap tanggal 2 Ruwah untuk memperingati hari ulang tahun penobatan Sri Susuhunan Surakarta. Dalam acara ini sang raja duduk di atas dampar (singgasana) di Pendapa Agung Sasana Sewaka dengan dihadap oleh para abdi dalem dan bangsawan sambil menyaksikan tari sakral, Tari Bedhaya Ketawang, yang ditarikan oleh sembilan remaja putri yang belum menikah. Para penari terdiri dari para wayahdalem, sentanadalem, dan kerabat raja lainnya atau dapat juga penari umum yang memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan.

Grebeg Pasa

Grebeg ini diadakan untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal. Acara ini berlangsung setelah melakukan Salat Ied. Prosesi acaranya sama dengan Grebeg Mulud yaitu para abdi dalem mengarak gunungan dari Keraton Surakarta ke Masjid Agung Surakarta untuk didoakan oleh ulama keraton kemudian dibagikan kepada masyarakat pengunjung.

Syawalan

Syawalan mulai diadakan satu hari setelah Hari Raya Idul Fitri dan berlangsung di Taman Satwataru Jurug di tepi Bengawan Solo. Pada puncak acara yaitu "Larung Gethek Jaka Tingkir" diadakan pembagian ketupat pada masyarakat pengunjung. Pada acara syawalan juga diadakan berbagai macam pertunjukan kesenian tradisional.

Grebeg Besar

Berlangsung pada hari Idul Adha (tanggal 10 Besar). Upacara sama dengan prosesi gunungan pada Grebeg Pasa dan Grebeg Mulud.

Solo Batik Carnival

 
Suasana Solo Batik Carnival.

Karnaval Batik Solo atau Solo Batik Carnival adalah sebuah festival tahunan yang diadakan oleh pemerintah Kota Surakarta dengan menggunakan batik sebagai bahan utama pembuatan kostum. Para peserta karnaval akan membuat kostum karnaval dengan tema-tema yang di tentukan. Para peserta akan mengenakan kostumnya sendiri dan berjalan di atas catwalk yang berada di Jalan Slamet Riyadi. Karnaval ini diadakan setiap tahun pada bulan Juni sejak tahun 2008.

Solo Batik Fashion

Demikian pula Solo Batik Fashion adalah sebuah peragaan busana batik tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah di tempat-tempat terbuka supaya dapat dinikmati oleh segenap warga Surakarta. Peragaan batik ini diadakan setiap tahun pada bulan Juli sejak tahun 2009.

Wisata kuliner

 
Deretan penjual makanan tradisional Surakarta di Galabo.

Solo terkenal dengan banyaknya jajanan kuliner tradisional. Beberapa makanan khas Surakarta antara lain: sate kambing, nasi liwet, nasi timlo, nasi gudeg dan gudeg cakar, pecel desa, cabuk rambak, bestik solo, selat Solo, bakso solo, serabi solo, intip, tengkleng, roti mandarin, sosis solo, kambing guling, sate buntel, sate kere, dll.[41]

Beberapa minuman khas Surakarta antara lain: wedang asle yaitu minuman hangat dengan nasi ketan, wedang dawet gempol pleret (gempol terbuat dari sejenis tepung beras, sedangkan pleret terbuat dari ketan dan gula merah), jamu beras kencur, yaitu jamu kesehatan yang berbeda dari jamu yang lain karena rasanya yang manis, dll.[42] Sementara itu, koridor Gladag setiap malam diubah menjadi pusat jajanan terbesar di Kota Surakarta dengan nama Galabo (Gladang Langen Bogan)[43]

Arsitektur dan peninggalan sejarah

 
Suasana Pasar Klewer.

Karena sejarahnya, terdapat banyak bangunan bersejarah di Surakarta, mulai dari bangunan ibadah, bangunan umum, keraton, hingga bangunan militer. Selain Keraton Surakarta (dibangun 1745) dan Pura Mangkunagaran (dibangun 1757), terdapat pula Benteng Vastenburg peninggalan Belanda[44], dan Loji Gandrung yang saat ini digunakan sebagai kediaman Wali Kota Surakarta. Sebelumnya, bangunan peninggalan Kolonial yang sampai saat ini masih utuh kondisinya ini selain digunakan sebagi tempat kediaman pejabat pemerintah Belanda, juga sering digunakan untuk dansa-dansi gaya Eropa dan bangsawan Jawa, sehingga disebut sebagai “Gandrung”.[45]

Pada tahun 1997 telah didata 70 peninggalan sejarah di Surakarta yang meliputi tempat bersejarah, rumah tradisional, bangunan kolonial, tempat ibadah, pintu gerbang, monumen, furnitur jalan, dan taman kota.[46]

Lansekap kota Surakarta juga dikenal tidak memiliki bangunan pencakar langit. Namun sejak 2010, di Surakarta terdapat sebuah apartemen pencakar langit, yaitu Solo Paragon.

Museum dan perpustakaan

 
Museum Radya Pustaka, museum tertua di Indonesia.

Museum batik yang terlengkap di Indonesia, yaitu House of Danar Hadi, dan museum tertua di Indonesia, yaitu Museum Radya Pustaka, terletak di Jalan Slamet Riyadi, Surakarta. Museum Radya Pustaka yang dibangun pada tanggal 28 Oktober 1890 oleh KRA. Sosrodiningrat IV, pepatih dalem pada masa pemerintahan Sunan Pakubuwana IX dan Sunan Pakubuwana X, museum ini memiliki artefak-artefak kuno kebudayaan Jawa dan bertempat di kompleks Taman Wisata Budaya Sriwedari.[47] Selain itu ada pula Museum Keraton Surakarta (termasuk perpustakaan Sasana Pustaka), Museum Pura Mangkunegaran (termasuk perpustakaan Reksa Pustaka), Museum Pers, Museum Sangiran (terletak di Kabupaten Sragen), dan Museum Lukis Dullah.

Selain museum, terdapat pula sebuah situs budaya bernama Balai Sudjatmoko. Bangunan ini adalah rumah Sudjatmoko yang di dalamnya masih bisa dilihat karya-karya dan peninggalan Sudjatmoko baik dalam bentuk buku, kaca mata, toga, dan foto-foto asli dokumenter koleksi pribadi keluarga Sudjatmoko. Balai Sudjatmoko difungsikan oleh pengelolanya sebagai pusat apresiasi baik pementasan, pertunjukan, pameran, bedah buku dan sarasehan. Para seniman juga diberi kesempatan luas untuk memanfaatkan Balai Sudjatmoko untuk melakukan apresiasi seni dalam bentuk pameran baik pameran lukisan, patung, kriya sampai dengan pameran pendidikan. Di samping itu, Balai ini juga dapat dijadikan sebagai alternatif wahana pembelajaran bagi orang non seni.[48]

Budaya

 
Wayang orang yang ditampilkan di Gedung Wayang Orang Sriwedari.

Surakarta dikenal sebagai salah satu inti kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah satu pusat politik dan pengembangan tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur berbahasa Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi budaya lainnya. Orang mengetahui adanya "persaingan" kultural antara Surakarta dan Yogyakarta, sehingga melahirkan apa yang dikenal sebagai "Gaya Surakarta" dan "Gaya Yogyakarta" di bidang busana, gerak tarian, seni tatah kulit (wayang), pengolahan batik, gamelan, dan sebagainya.

Bahasa

 
Papan nama Jalan Slamet Riyadi ditulis menggunakan aksara Jawa.
 
R. Ng. Ranggawarsita adalah pujangga besar sastra dan budaya Jawa yang lahir dan hidup di Surakarta. Ia dianggap sebagai pujangga besar terakhir tanah Jawa.

Bahasa yang digunakan di Surakarta adalah Bahasa Jawa Dialek Mataraman dengan varian Surakarta. Dialek Mataraman juga dituturkan di daerah Yogyakarta, Semarang, Madiun, hingga sebagian besar Kediri. Meskipun demikian, varian lokal Surakarta ini dikenal sebagai "varian halus" karena penggunaan kata-kata krama yang meluas dalam percakapan sehari-hari, lebih luas daripada yang digunakan di tempat lain. Bahasa Jawa varian Surakarta digunakan sebagai standar Bahasa Jawa nasional (dan internasional, seperti di Suriname). Beberapa kata juga mengalami spesifikasi, seperti pengucapan kata "inggih" ("ya" bentuk krama) yang penuh (/iŋgɪh/), berbeda dari beberapa varian lain yang melafalkannya "injih" (/iŋdʒɪh/), seperti di Yogyakarta dan Magelang. Dalam banyak hal, varian Surakarta lebih mendekati varian Madiun-Kediri, daripada varian wilayah Jawa Tengahan lainnya.[butuh rujukan]

Walaupun dalam kesehariannya masyarakat Surakarta menggunakan bahasa nasional Bahasa Indonesia, namun sejak kepemimpinan wali kota Joko Widodo maka Bahasa Jawa mulai digalakkan kembali penggunaannya di tempat-tempat umum, termasuk pada plang nama-nama jalan dan nama-nama instansi pemerintahan dan bisnis swasta.

Surakarta juga berperan dalam pembentukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional Indonesia. Pada tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Surakarta. Kongres ini dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara.[49] Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:

Pernikahan adat

Pernikahan adat Surakarta juga memiliki ciri-ciri yang khusus, mulai dari lamaran, persiapan pernikahan, hingga upacara siraman dan midodaren.

Tarian

 
Tiga orang penari sedang menari di Pura Mangkunegaran.

Surakarta memiliki beberapa tarian daerah seperti Bedhaya (Ketawang, Dorodasih, Sukoharjo, dll.) dan Srimpi (Gandakusuma dan Sangupati). Tarian ini masih dilestarikan di lingkungan Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran sebagai pusat pengembangan dan pelestarian kebudayaan Jawa. Tarian seperti Bedhaya Ketawang misalnya, secara resmi hanya ditarikan sekali dalam setahun untuk menghormati Sri Susuhunan Surakarta sebagai pemimpin Kota Surakarta.[50]

Batik

Batik adalah kain dengan corak atau motif tertentu yang dihasilkan dari bahan malam khusus (wax) yang dituliskan atau di cap pada kain tersebut, meskipun kini sudah banyak kain batik yang dibuat dengan proses cetak. Surakarta memiliki banyak corak batik khas, seperti Sidomukti dan Sidoluruh.[51] Beberapa usaha batik terkenal adalah Batik Keris, Batik Danarhadi, dan Batik Semar. Sementara untuk kalangan menengah dapat mengunjungi pusat perdagangan batik di kota ini berada di Pasar Klewer, Pusat Grosir Solo (PGS), Beteng Trade Center (BTC), atau Ria Batik. Selain itu di kecamatan Laweyan juga terdapat Kampung Batik Laweyan, yaitu kawasan sentra industri batik yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Pajang tahun 1546.[52] Kampun batik lainnya yang terkenal untuk para turis adalah Kampung Batik Kauman. Produk-produk batik Kampung Kauman dibuat menggunakan bahan sutra alam dan sutra tenun, katun jenis premisima dan prima, rayon. Keunikan yang ditawarkan kepada para wisatawan adalah kemudahan transaksi sambil melihat-lihat rumah produksi tempat berlangsungnya kegiatan membatik. Artinya, pengunjung memiliki kesempatan luas untuk mengetahui secara langsung proses pembuatan batik bahkan untuk mencoba sendiri mempraktikkan kegiatan membatik.[53]

Batik Surakarta memiliki ciri pengolahan yang khas: warna kecoklatan (sogan) yang mengisi ruang bebas warna, berbeda dari gaya Yogyakarta yang ruang bebas warnanya lebih cerah. Pemilihan warna cenderung gelap, mengikuti kecenderungan batik pedalaman. Jenis bahan batik bermacam-macam, mulai dari sutra hingga katun, dan cara pengerjaannya pun beraneka macam, mulai dari batik tulis hingga batik cap. Setiap tahunnya Surakarta juga mengadakan Karnaval Batik Solo dan mulai tahun 2010 pemerintah kota Surakarta mengoperasikan bus yang bercorak batik bernama Batik Solo Trans.

Surakarta dalam budaya populer

Sungai Bengawan Solo menjadi inspirasi dari lagu yang diciptakan oleh Gesang pada tahun 1940-an. Lagu ini menjadi populer di negara-negara di Asia. Selain itu, sungai ini pun telah menjadi judul tiga film, yaitu dua film berjudul "Bengawan Solo" tahun 1949 dan 1971, serta satu film berjudul Di Tepi Bengawan Solo (1951). Film-film lain yang mengambil tema Surakarta antara lain adalah: Putri Solo (1953) dan Bermalam di Solo (1962).

Media

Ada beberapa surat kabar yang beroperasi di daerah Surakarta, antara lain Solo Pos, Radar Solo (grup Jawapos), dan Joglosemar (surat kabar Jogja, Solo, Semarang). Selain itu ada pula puluhan stasiun radio di Surakarta dan sebuah televisi lokal yang beroperasi di Surakarta, yaitu TA TV (Terang Abadi Televisi).

Tokoh-tokoh dari Surakarta

 
Sunan Pakubuwana X (memerintah tahun 1893-1939), raja terbesar Kasunanan Surakarta dan salah satu Pahlawan Nasional Indonesia.

Tokoh-tokoh dari Surakarta meliputi raja-raja Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran, antara lain Mangkunegara I (Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyawa), Mangkunegara IV, yang pada masa pemerintahannya membawa Mangkunegaran menuju puncak kejayaan, Mangkunegara VII, serta Pakubuwana VI, yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, dan Pakubuwana X, yang mendukung pergerakan Sarekat Islam dan Budi Utomo. Pahlawan dari Surakarta antara lain: Albertus Soegijopranoto, Uskup Agung Semarang, Dr. Muwardi, Kiai Haji Samanhudi, pendiri Sarekat Dagang Islam, R. Maladi, Menteri Penerangan, Menteri Pemuda dan Olahraga, dan Ketua PSSI, Jenderal GPH. Djatikusumo, Kepala Staf TNI Angkatan Darat yang pertama (1948-1949), Muljadi Djojomartono, Menteri Sosial dan tokoh Muhammadiyah, Achmad Baiquni, ahli atom indonesia, Dr. Suharso, ahli ortopedi, lalu Dr. Supomo, Menteri Hukum dan HAM dan salah satu arsitek UUD 1945, Ir. Sedyatmo, pencipta struktur cakar ayam, Ir. Sutami, Menteri Pekerjaan Umum dan insinyur gedung DPR/MPR, dan Slamet Riyadi, dan dalam pemerintahan, Presiden Joko Widodo juga berasal dari Surakarta.

Dari bidang politik terdapat antara lain mantan ketua MPR Amien Rais dan Wiranto, sedangkan dari bidang seni dan sastra ada sederet tokoh, antara lain Basuki Abdullah, Gesang, Luluk Purwanto, Radjiman Wedyodiningrat, Rangga Warsita, Rendra, Teguh Srimulat, Waljinah, Wahjoe Sardono, Nunung, Yasadipura I, Yasadipura II, Didi Kempot, Setiawan Djodi, dan Mamiek Prakoso. Dari bidang olahraga terdapat petenis Wynne Prakusya, pelari tercepat di Asia Tenggara, Suryo Agung, pebalap Formula 1 Rio Haryanto, grandmaster Edhi Handoko, serta pebulutangkis Icuk Sugiarto, Rudy Gunawan, dan Bambang Suprianto.

Kota kembar

Rujukan

Referensi

  1. ^ a b c d "Kepadatan Penduduk Solo Tertinggi Se-Jateng". Jawa Pos. 1 Juni 2010. Diakses tanggal 2010-07-09. 
  2. ^ Majalah Pawarti Surakarta
  3. ^ Peta batas-batas Surakarta
  4. ^ KYAI SALA situs sejarah Kota Sala
  5. ^ Lihat, misalnya, Ann Kumar. 1980. Javanese court society and politics in the late eighteenth century: the record of a lady soldier. Part I. The religious, social, and economic life of the court. Indonesia 29:1-46. Artikel ini mengkaji suatu catatan harian mengenai kehidupan keraton Kasunanan pada masa Pakubuwana IV. Pembukaan pada Serat Babad Mangkunagaran (1779) juga menyebut Pémut tatkala wiwit tinulis, wonten nagari ing Salakarta.
  6. ^ Sejarah Kota Solo
  7. ^ SEJARAH BERDIRINYA KOTA SALA
  8. ^ Solo Kota Kita: Sampai ke Ujung Sungai
  9. ^ (Inggris) PDAM Solo: The Greater Surakarta
  10. ^ Produksi air
  11. ^ a b Batas Administratif Kota Solo
  12. ^ Gapura Batas Kota (Keraton)
  13. ^ "Diingatkan, Joko Widodo Urung Tampil - KPUD Diminta Fair", Suara Pembaruan, diakses Juni 2007
  14. ^ Sedikit Orang Baik di Republik yang Luas Joko Widodo, Wali Kaki Lima. Tempointeraktif edisi Luarbiasa Akhir Tahun 2008. Diakses 8 Januari 2009
  15. ^ "Solo The Spirit of Java Menangi Lomba Slogan". Suara Merdeka. 2013-05-17. http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/03/slo06.htm. Accessed: 2013-05-17. (Archived by WebCite® at http://www.webcitation.org/6GgJKhvJ4)
  16. ^ Sisi Lain Spirit of Java
  17. ^ (Jerman) Seite aus Meyers Konversationslexikon: Suppeditieren - Surate: Surakarta
  18. ^ Surakarta, dalam Retrobibliothek Online dari Meyers Knversationslexikon, Leipzig & Wien. 1885-1892
  19. ^ PDAM Solo: Profil
  20. ^ http://www.bps.go.id/hasilSP2010/jateng/3372.pdf
  21. ^ http://surakarta.dapodik.org/
  22. ^ Daftar universitas swasta di Surakarta
  23. ^ Dinas Industri dan Perdagangan
  24. ^ Masjid Laweyan, Tertua di Solo
  25. ^ Sahasra Adhi Pura
  26. ^ Kampung Arab di Kota Semarang dan Surakarta
  27. ^ Zunainingsih, Memik (2010) Sekolah Islam Diponegoro Surakarta Tahun 1966-2005. Other thesis, UNS.
  28. ^ Nilai-nilai Simbolik Prosesi Ritual Etnis China di Kelenteng Tien Kok Sie
  29. ^ Gedung Wayang Orang
  30. ^ DPRD Solo tolak serahkan dua makam perbatasan
  31. ^ Beberapa Dimensi Pelayanandi GKJ Nusukan
  32. ^ Tiong Ting & Delingan
  33. ^ Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri
  34. ^ Makam Imogiri, Komplek Makam Raja-Raja Mataram
  35. ^ (Inggris) The Jakarta Post: Welcome LPI
  36. ^ Menengok Manahan Tempo Doeloe
  37. ^ Rute Bus Solo
  38. ^ Calon Jalan untuk Sepur Berlokomotif Uap
  39. ^ (Inggris) The Jakarta Post: ‘Sekaten’: Celebrating the Prophet’s birthday
  40. ^ The Jakarta Post: A Javanese-Chinese ‘Imlek’ for Solo
  41. ^ Wisata Kuliner
  42. ^ Solo Culinary
  43. ^ Gladag Langen Bogan - Galabo
  44. ^ Benteng Vastenburg
  45. ^ Loji Gandrung
  46. ^ (Inggris) The Jakarta Post: Surakarta surveying its cultural heritage
  47. ^ Museum Radya Pustaka
  48. ^ Balai Soedjatmoko
  49. ^ Sejarah Bahasa Indonesia
  50. ^ Solo's Classical Court Dance
  51. ^ [1]
  52. ^ Kampung Batik Laweyan
  53. ^ Kampung Batik Kauman
  54. ^ "Surakarta dan Montana, Bulgaria Menjadi Kota Kembar". Portal Nasional Republik Indonesia. 21-10-2007. Diakses tanggal 25-01-2010. 
  55. ^ Sister City Montana – Surakarta

Daftar pustaka

  • Miksic, John (general ed.), et al. (2006) Karaton Surakarta. A look into the court of Surakarta Hadiningrat, central Java (First published: 'By the will of His Serene Highness Paku Buwono XII'. Surakarta: Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, 2004) Marshall Cavendish Editions Singapore ISBN 981-261-226-2
  • Soeharto, G. Dwipayana dan Ramadhan K.H. "Ucapan, Pikiran dan Tindakan Saya". 1988. PT Citra Lamtoro Gung.
  • Paku Buwono XII (Sunan of Surakarta), A. Mutholi'in, "Kraton Surakarta", Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta, 2004
  • Nancy K. Florida, Javanese literature in Surakarta manuscripts / Vol. 1 Introduction and manuscripts of the Karaton Surakarta, Cornell University, Ithaca, N.Y. Southeast Asia Program (SEAP), 1993.
  • Nancy K. Florida, Javanese literature in Surakarta manuscripts / Vol. 2 Manuscripts of the Mangkunagaran Palace, Cornell University Ithaca, NY : Southeast Asia Program (SEAP), 2000.
  • Nancy K. Florida, "Writing the past, inscribing the future: history as prophesy in colonial Java", Duke University Press, 1995
  • Richard Anderson Sutton, "Traditions of gamelan music in Java: musical pluralism and regional identity", CUP Archive, 1991
  • Clara Brakel-Papenhuijzen, "Classical Javanese dance: the Surakarta tradition and its terminology", KITLV Press, 1995
  • The domestication of desire: Women, wealth, and modernity in Java (1998) Brenner, Suzanne April. Princeton, N.J.: Princeton University Press.
  • Kraton and Kumpeni: Surakarta and Yogyakarta, 1830-1870 (1994) Houben, V. J. H.. Leiden: KITLV Press.
  • Prelude to revolution: Palaces and politics in Surakarta, 1912-1942 (1987) Larson, George D.. Dordrecht, Holland and Providence, R.I., U.S.A.: Foris Publications.
  • Solo in the new order: Language and hierarchy in an Indonesian city (1986) Siegel, James T.. Princeton, N.J.: Princeton University Press.
  • Pakubuwono's kraton of Surakarta: Short guide to Surakarta's grandeur : the palace of the Susuhunans Pakubuwono (1980) No contributors listed. Jakarta: Proyek Pengembangan Sarana Wisata Budaya Jakarta.
  • Miftah Sanaji, "Wisata Kuliner Makanan Daerah Khas Solo", Gramedia 2009, ISBN 978-979-22-5209-5
  • "Ekspedisi Bengawan Solo", Laporan Jurnalistik Kompas, Kompas 2009, ISBN 978-979-709-390-7
  • Linda Carolina Brotodjojo, "Jajanan Kaki Lima Khas Solo", Gramedia 2008, ISBN 978-979-22-4143-3
  • Izharry Agusjaya Moenzir, "Gesang", Gramedia 2010, ISBN 978-979-22-5911-7

Pranala luar

  Gambar pada pranala luar
Klik pranala guna melihat gambar
  Foto-foto Solo di Flickr
  Video tentang Solo dan sekitarnya