Kementerian Indonesia
Kementerian Indonesia adalah lembaga eksekutif dalam lingkungan Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Kementerian dipimpin oleh seorang menteri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Indonesia.
Artikel ini adalah bagian dari seri |
Politik dan ketatanegaraan Indonesia |
---|
Pemerintahan pusat |
Pemerintahan daerah |
Politik praktis |
Kebijakan luar negeri |
Menteri merupakan bagian dari kabinet. Dalam Kabinet Indonesia Maju (2019–2024), terdapat empat kementerian koordinator dan 30 kementerian.
Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran
Landasan hukum
Kementerian Negara diatur dalam Bab V Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang menyebutkan bahwa (1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden. (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.
Pengaturan dasar mengenai kementerian dijelaskan dalam Undang-Undang Kementerian Negara yang saat ini berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008. Sementara itu, ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi kementerian diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres). Dalam periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo, organisasi kementerian negara diatur dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2019, yang kemudian diubah oleh Perpres Nomor 32 Tahun 2021.
Pembentukan kementerian
Suatu kementerian dibentuk untuk membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Ada tiga jenis urusan pemerintahan sebagaimana diuraikan dalam tabel berikut ini.
Jenis urusan | Bidang urusan | Kelompok kementerian |
---|---|---|
Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 | Luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan[1] | Kementerian kelompok I |
Urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945 | Agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan[2] | Kementerian kelompok II |
Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah | Perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal[3] | Kementerian kelompok III |
Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 (yaitu luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan) harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri. Sementara itu, setiap urusan pemerintahan pada kelompok kedua dan ketiga tidak harus dibentuk dalam satu kementerian tersendiri, tetapi dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan pelaksanaan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.[4] Untuk kepentingan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian, presiden juga dapat membentuk kementerian koordinasi.[5] Kementerian-kementerian tersebut dibentuk paling lama 14 hari kerja sejak presiden mengucapkan sumpah/janji,[6] dengan jumlah seluruh kementerian maksimum 34 kementerian.[7]
Pengubahan dan pembubaran kementerian
Kementerian yang membidangi urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945 (yaitu urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan) tidak dapat diubah atau dibubarkan oleh presiden.[8][9] Kementerian-kementerian selain itu dapat diubah dan/atau dibubarkan oleh presiden. Pengubahan (akibat pemisahan atau penggabungan) serta pembubaran kementerian dilakukan dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). kecuali untuk pembubaran kementerian yang menangani urusan agama, hukum, keamanan, dan keuangan harus dengan persetujuan DPR.[10][11]
Daftar saat ini
Setiap kementerian membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Nama kementerian-kementerian tersebut diuraikan di bawah ini.
- Kementerian kelompok I yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD 1945, terdiri atas:
- Kementerian kelompok II yang menangani urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945, terdiri atas:
- Kementerian Agama
- Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
- Kementerian Keuangan
- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
- Kementerian Kesehatan
- Kementerian Sosial
- Kementerian Ketenagakerjaan
- Kementerian Perindustrian
- Kementerian Perdagangan
- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
- Kementerian Perhubungan
- Kementerian Komunikasi dan Informatika
- Kementerian Pertanian
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
- Kementerian Kelautan dan Perikanan
- Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang
- Kementerian kelompok III yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah, terdiri atas:
- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional
- Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
- Kementerian Badan Usaha Milik Negara
- Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
- Kementerian Investasi
- Kementerian Pemuda dan Olahraga
- Kementerian Sekretariat Negara
Selain kementerian yang menangani urusan pemerintahan di atas, ada pula kementerian koordinator yang bertugas melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya.
- Kementerian koordinator (Kemenko), terdiri atas:
Berdasarkan kelompok dan lingkup koordinasinya, kementerian di Indonesia dapat ditabulasikan dalam matriks berikut ini.
Kelompok | Koordinasi oleh kementerian koordinator | ||||
---|---|---|---|---|---|
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan | Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian | Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan | Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi | Di luar koordinasi kementerian koordinator | |
Kelompok I |
|
— | — | — | — |
Kelompok II |
|
|
|
|
— |
Kelompok III |
|
|
|
|
|
Susunan organisasi
Kementerian dipimpin oleh menteri yang tergabung dalam sebuah kabinet. Presiden juga dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu apabila terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus. Susunan organisasi kementerian adalah sebagai berikut:
- Kementerian yang menangani urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya dan/atau ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD 1945:
- unsur pemimpin: Menteri;
- unsur pembantu pemimpin: Sekretariat Jenderal;
- unsur pelaksana: Direktorat Jenderal;
- unsur pengawas: Inspektorat Jenderal;
- unsur pendukung: Badan dan/atau Pusat; dan
- unsur pelaksana tugas pokok di daerah atau Instansi Vertikal (khusus Kementerian yang menangani urusan agama, hukum, dan keuangan.
- Kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah
- Pemimpin: Menteri;
- Pembantu pemimpin: Sekretariat Kementerian;
- Pelaksana: Deputi;
- Pengawas: Inspektorat; dan
- Kementerian koordinator:
- Pemimpin: Menteri koordinator;
- Pembantu pemimpin: Sekretariat Kementerian Koordinator;
- Pelaksana: Deputi; dan
- Pengawas: Inspektorat
Sejarah
Sebagian besar kementerian yang ada sekarang telah mengalami berbagai perubahan, meliputi penggabungan, pemisahan, pergantian nama, dan pembubaran (baik sementara atau permanen). Jumlah kementerian sendiri hampir selalu berbeda-beda dalam setiap kabinet, dimulai dari yang hanya berjumlah belasan hingga pernah mencapai ratusan, sebelum akhirnya ditentukan di dalam UU No. 39 Tahun 2008, yaitu sejumlah maksimal 34 kementerian.
Dalam perjalanannya, pembentukan kementerian di Indonesia selalu mempertimbangkan kekuatan politik, ideologi, dan suku bangsa. Pada era Perjuangan Kemerdekaan dan Demokrasi Parlementer, empat partai politik, yakni Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, dan Partai Sosialis Indonesia, saling bersaing dalam memperebutkan posisi kementerian. Setelah tahun 1955, Partai Komunis Indonesia menjadi kekuatan tambahan dalam percaturan politik Indonesia.
Pada masa Orde Baru (Kabinet Pembangunan I hingga VII), hanya ada satu kekuatan politik yang dominan, yakni Golongan Karya (Golkar). Sementara itu, pada era Reformasi, macam-macam partai silih berganti berkuasa. Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Demokrat, merupakan empat partai besar yang pernah menduduki puncak pimpinan negara.
Komposisi Etnis dalam Kementerian Indonesia (1945–1970)[12] | ||
---|---|---|
Etnis | Jumlah | % |
Jawa | 392 | 60,8 |
Minangkabau | 90 | 14,0 |
Sunda | 84 | 13,0 |
Minahasa | 25 | 3,9 |
Maluku | 20 | 3,1 |
Batak | 16 | 2,5 |
Lain-lain | 18 | 2,8 |
Jika dilihat berdasarkan komposisi etnis, komposisi menteri pada periode 1945–1970 didominasi oleh Suku Jawa, yang kemudian diikuti oleh Suku Minangkabau dan Suku Sunda. Dua suku bangsa yang berasal dari Indonesia Timur, yakni Minahasa dan Maluku, juga merupakan kelompok masyarakat yang banyak mengisi Kementerian Indonesia.[12]
Sepanjang sejarahnya, kementerian menggunakan nomenklatur yang berubah-ubah. Pada masa Orde Baru, nomenklatur yang digunakan adalah "departemen", "kantor menteri negara", dan "kantor menteri koordinator". Pada tahun 1998 mulai digunakan istilah "kementerian negara" dan "kementerian koordinator", sementara istilah "departemen" tetap dipertahankan. Sejak berlakunya UU No. 39 Tahun 2008 dan Perpres No. 47 Tahun 2009, seluruh nomenklatur kementerian dikembalikan menjadi "kementerian" saja, seperti pada masa awal kemerdekaan. Proses pergantian kembali nomenklatur ini mulai dilakukan pada masa Kabinet Indonesia Bersatu II.[13][14][15]
Lihat pula
Referensi
- ^ UU 39/2008, Pasal 5 ayat (1).
- ^ UU 39/2008, Pasal 5 ayat (2).
- ^ UU 39/2008, Pasal 5 ayat (3).
- ^ UU 39/2008, Pasal 13.
- ^ UU 39/2008, Pasal 14.
- ^ UU 39/2008, Pasal 16.
- ^ UU 39/2008, Pasal 15.
- ^ UU 39/2008, Pasal 17.
- ^ UU 39/2008, Pasal 20.
- ^ UU 39/2008, Pasal 19.
- ^ UU 39/2008, Pasal 21.
- ^ a b Young, Crawford (1976). The politics of cultural pluralism. Madison: University of Wisconsin Press. ISBN 0-299-06740-8. OCLC 1601838.
- ^ 'Departemen' ke 'Kementerian' Tambah Beban Anggaran Negara
- ^ "Departemen Ganti Kementerian: Ganti Plang, Satu Huruf Beratnya 200 Kg". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-01-09. Diakses tanggal 2010-01-06.
- ^ Pemerintah Ubah Departemen Jadi Kementerian
Pranala luar
- Pemerintah Indonesia (2008), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (PDF), diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-12-24, diakses tanggal 2021-04-14
- Pemerintah Indonesia (2019), Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2019 tentang Organisasi Kementerian Negara (PDF)
- Pemerintah Indonesia (2021), Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 Tentang Organisasi Kementerian Negara (PDF)