Halim Ambiya
Abdul Halim Ambiya atau biasa dikenal Halim Ambiya (lahir di Indramayu, Jawa Barat, 12 Juli 1974) adalah pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground di Indonesia. Melalui gerakan dakwah yang merangkul dan membina kaum marjinal dari kalangan punk dan jalanan ini, namanya mulai dikenal luas. Ustadz Halim Ambiya menjadikan ilmu tasawuf dan psikoterapi sebagai pendekatan untuk mendidik anak-anak punk dan jalanan di sekitar Jabodetabek agar terbebas dari bahaya narkoba dan psikotropika. Dia masuk ke kolong-kolong jembatan, stasiun, terminal, dan lokasi tempat mereka berhimpun untuk diajak mengaji dan meninggalkan sisi gelap jalanan.
Halim Ambiya | |
---|---|
Lahir | Abdul Halim Ambiya 12 Juli 1974 Indramayu, Jawa Barat, Indonesia |
Kebangsaan | Indonesia |
Pendidikan | Madrasah Ibtidaiyyah Tarbiyah wa Ta'lim, Bugis, Anjatan, Indramayu Madrasah Tsanawiyah GUPPI, Bugis, Anjatan, Indramayu Pondok Pesantren Modern Gading Kroya, Cilacap SMA Muhammadiyah Haurgeulis, Indramayu |
Almamater | Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta International Institute of Islamic Thought and Civilization, Kuala Lumpur, Malaysia |
Dikenal atas | Pengasuh Pondok Tasawuf Underground, Direktur Salima Publika |
Suami/istri | Herlina Kamba |
Anak | Mutiara Timur Baginda Saka Lintang Pangeran Fatih Bumi Paduka |
Penghargaan | People and Inspiration Awards 2022 |
Sebagai pengamal dan juru dakwah Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah (TQN) Pondok Pesantren Suryalaya, Kyai Halim Ambiya mengaku menggunakan "Konsep Inabah" yang diajarkan Guru Mursyid Syekh Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin (Abah Anom) dalam melakukan terapi rohani terhadap santrinya. Dia menggunakan metode dzikir, shalat, dan hidroterapi untuk menyadarkan anak-anak binaannya dan melepas ketergantungan mereka pada narkoba dan psikotropika.
Halim Ambiya menamakan program dakwahnya dengan istilah Pengenalan Peta Jalan Pulang.[1] Melalui program ini, santri binaannya tak hanya diajarkan pendidikan rohani melalui shalat, dzikir, pembacaan Al-Quran, dan kitab-kitab, tetapi juga dengan melakukan pemberdayaan ekonomi dan sosial. Anak-anak punk dan jalanan binaannya diberi pembekalan dan pelatihan, serta praktik kewirausahaan. Kini, Pondok Tasawuf Underground telah memiliki lini usaha kafe, laundry, sablon, bengkel motor, cucian mobil, penjualan buah-buahan, dan penjualan motor custom.[2]
Tokoh agama yang inspiratif ini mengawali kariernya sebagai wartawan dan dosen, bahkan dia pun dikenal dikenal sebagai penulis dan editor buku-buku keislaman. Di tengah kesibukannya berdakwah dan membina santri-santri punk, Halim Ambiya hingga sekarang masih menggeluti dunia penerbitan buku.
Kehidupan Pribadi
Halim Ambiya, pendakwah yang mendedikasikan ilmu dan amalnya untuk merangkul, mendidik, dan mengajar anak-anak punk dan jalanan ini terlahir dari keluarga santri. Sejak belia, putra kedua pasangan Abdul Wahid dan Muslihah ini mendapat pendidikan agama langsung dari kakek dan paman-pamannya, K.H. Abdul Muin ZA, K.H. Zaenal Arifin Said, Kyai Hasan Basyari, dan Kyai Tarmidzi.
Selain mengikuti pendidikan Sekolah Dasar (SD) di pagi hari di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, Indramayu, Halim kecil juga menempuh pendidikan agama di lembaga yang didirikan oleh sang kakek (K.H. Abdul Muin)—sebuah lembaga yang dikenal dengan "Yayasan Dewi Sartika." Di sore hari, dia pun mengikuti pelajaran agama di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyah wa Ta'lim yang didirikan keluarganya tersebut. Setelah menamatkan SD dan MI sekaligus, Halim melanjutkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) GUPPI Bugis pada yayasan serupa.
Saat ditanya mengenai keberaniannya untuk berdakwah di kalangan preman bertato, Halim menyebut bahwa keberaniannya sudah didapat dari kakek dan pamannya. "Dulu di zaman operasi Petrus, di sungai desa saya menjadi tempat pembuangan mayat para korban operasi itu, Hampir tiap minggu saya melihat mayat. Kebanyakan penjahat yang mati itu bertato. Maka, banyak preman bertato yang tidak ada sangkut pautnya dengan kejahatan berat merasa ketakutan. Nah, akhirnya ada saja preman bertato yang menjadi santri kakek saya. Jadi, saya sudah biasa bergaul dengan preman sejak kecil," aku Halim.[3]
Kecintaannya terhadap ilmu agama pun kian berlanjut. Halim Ambiya melanjutkan pendidikannya di Pondok Pesantren Gading, Kroya, Cilacap di bawah asuhan K.H. Amin Ma'mun Basya. Pesantren yang menggabungkan sistem pendidikan salaf (tradisional) dan khalaf (modern) ditempuh dari tahun 1989-1993. Halim tidak hanya mendapatkan pelajaran berbasis kurikulum ala Kulliatul Mua'limin Al-Islamiyah (KMI) Gontor, tetapi juga mendapat pengayaan pengajaran kitab-kitab thuras ala pesantren Nahdliyyin.
Di tahun 1994, Halim Ambiya mengikuti pendidikan formal di SMA Muhammadiyah, Haurgeulis, Indramayu. Bukan tanpa alasan dirinya menamatkan SMA di lembaga tersebut, sebab dirinya lahir di tengah keluarga aktivis Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Halim Ambiya sering memberi ceramah di masjid-masjid Muhammadiyah dan NU di Indramayu. "Jadi, nenek saya ketua Muslimat NU di desa, kakek pengurus NU, ada paman yang jadi Ketua Ranting Muhammadiyah, ada juga yang menjadi Kepala Sekolah Muhammadiyah, Kita asyik saja. Bisa dikatakan saya ini Muhammad NU," kata Halim.[3]
Pendidikan
Pada tahun 1994, Halim Ambiya memulai kuliahnya di Fakultas Ushuluddin, Program Sarjana (S1) Aqidah dan Filsafat Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pengenalan pada ilmu tasawuf banyak ia dapatkan di bangku kuliah. Menurutnya, di masa itu kurikulum dan silabus di jurusannya banyak memuat mata kuliah terkait tasawuf. Hampir 50 persen dari beban SKS di jurusan Aqidah dan Filsafat Islam mengajarkan mata kuliah tasawuf, akhlak, aliran-aliran pemikiran dalam Islam, tafsir dan hadis tentang tasawuf.
"Alhamdulillah saya bersyukur dapat menimba ilmu dari guru-guru mulia. Saya mendapatkan mata kuliah Ilmu Tasawuf 2 semester dari Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A.. Kuliah tafsir dari Prof. Dr. H. Said Agil Husin al-Munawar, M.A., dan Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Ya'qub, M.A.. Ulumul-Quran dari Prof. Dr. K.H. Nasaruddin Umar, M.A.. Bahkan saya mendapat mata kuliah Tafsir Tasawuf dari K.H. Saifuddin Amsir. Begitu juga dengan mata kuliah Ilmu Tasawuf dan Filsafat Islam, alhamdulillah saya mendapat dari Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, dan Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer," ungkapnya.[4]
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Ciputat ini mendapat kesempatan menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di tahun 1997-1998, sebuah periode bersejarah bagi para aktivis ketika itu. Setelah meletus Reformasi '98 dan sebelum menamatkan pendidikannya, Halim Ambiya sudah memulai kariernya di dunia jurnalistik sejak tahun 1998. Dia bergabung menjadi wartawan Jawa Pos Group.
Kecintaannya pada ilmu tasawuf pun kian bertambah di akhir penyelesaian kuliahnya. Halim Ambiya merasa terpikat dengan kitab Risalah al-Laduniyyah karya Imam al-Ghazali hingga memperdalam filsafat ilmu dalam Islam pada penelitian ilmiahnya. Skripsinya yang berjudul "Epistemologi Islam: Suatu Gagasan Naquib Al-Atas tentang Islamisasi Ilmu" akhirnya menjadi jalan bagi Halim Ambiya untuk mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah Program Pascasarjana (S2) di ISTAC (International Institute of Islamic Thought and Civilization), Kuala Lumpur, Malaysia—sebuah institusi pendidikan tinggi yang didirikan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas.
Halim Ambiya mengikuti program studi Sejarah dan Kebudayaan Islam di ISTAC selama 4 tahun. "Saya benar-benar seperti masuk pesantren lagi di ISTAC. Ini kampus internasional. Tradisi thuras di kampus ini luar biasa. Dan, perpustakaan ISTAC itu lengkap sekali. Bayangkan, manuskrip-manuskrip dari Perpustakaan Nasional Bosnia saja diboyong ke kampus ini. Di samping mendapat bimbingan langsung dari Prof. Alattas dan Prof. Dr. Wan Mohammad Nor Wan Daud, kami banyak mendapat pengajaran profesor-profesor dari berbagai negara, seperti Turki, Sudan, Iran, Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat," tutur Halim.[4]
"Saya merasa banyak mendapat berkah ilmu di Kuala Lumpur. Karena itu, pengalaman saya di Kuala Lumpur ini saya abadikan dalam novel saya berjudul Sor Baujan dan Novel Indon Menjerit," ujarnya lagi. Di ISTAC ini, Halim Ambiya merasa banyak belajar dan mengkaji tentang sejarah dan kebudayaan Islam di Nusantara, hal ini tampak jelas dalam cerita novelnya. Dirinya memiliki minat yang besar terhadap manuskrip-manuskrip Melayu mengenai tasawuf dan tarekat yang terdapat di Malaysia, yang tidak didapatkan di Indonesia.[4]
Karier
Kecintaannya pada dunia penelitian dan penyuntingan buku-buku keislaman mulai berlanjut sepulang dari Malaysia. Halim Ambiya mulai terlibat dalam sejumlah penelitian, penerjemahan, dan penyuntingan buku-buku keislaman. Sejak 2007, dia bergabung sebagai freelance editor di Hikmah, Mizan Publika, Yudhistira, Rakyat Merdeka Books, Ufuk Publishing House, Penerbit Serambi, Republika Penerbit, dan Penerbit Buku Kompas.
Karya-karya penyuntingan buku-bukunya bertengger di rak-rak toko buku Gramedia, Gunung Agung, dan toko buku utama lainnya. Lebih dari 80 judul buku pernah disunting melalui kepiawaiannya. Halim Ambiya tak hanya menyunting buku-buku keislaman, namun juga buku-buku sosial-politik, ekonomi islam, psikologi, dan sejarah. Beberapa karya penyuntingannya, antara lain, Psikologi Beragama (Komaruddin Hidayat, Hikmah), Soraya Clues: Jejak-jejak Perjalanan Jiwa (Soraya Haque, Mizan Publika), Opick, Oase Spiritual dalam Senandung (Opick, Mizan Publika), Bangkit dari Terpuruk (Masriyah Amva, Penerbit Buku Kompas), Indahnya Doa Rasulullah Bagiku (Masriyah Amva, Penerbit Buku Kompas), Siklus Rezeki dengan Silva Method (Lasmono Dyar, Ufuk Publishing House), 40 Nasehat Langit (Syekh Abdul Hamid al-Anquri, Serambi), dan lainnya. Berkat kepiawaiannya dalam penyuntingan buku, di tahun 2009-2010, Halim Ambiya dipercaya menjadi Redaktur Pelaksana di Rakyat Merdeka Magazine, sebuah majalah bulanan yang memuat biografi tokoh-tokoh nasional.
Halim Ambiya pun pernah mengabdikan dirinya untuk membantu mengajar di almamaternya. Namun, tidak di fakultas dimana dia kuliah dulu. Dia menjadi asisten Prof. Dr. Salam Harun, M.A. untuk mengajar mata kuliah tafsir di jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari tahun 2007-2012.
Halim Ambiya tumbuh menjadi konsultan dan kreator buku hingga kawan-kawan penerbitan buku menjuluki dirinya sebagai "Ghost Writer" karena keahliannya dalam membuat konsep dan penyusunan buku. Dia terlibat dalam penyusunan buku-buku karya tokoh-tokoh nasional, anggota dewan, menteri dan pengambil kebijakan lainnya. Ketika ditanya, judul buku apa saja yang pernah disusunnya, Halim Ambiya menolak untuk menyebut. "Biarkan itu menjadi misteri. Namanya juga ghost writer. Nggak ada nama saya disitu," jawabnya sambil tertawa.
Pada tahun 2012 akhir, Halim Ambiya mendirikan perusahaan penerbitan sendiri yang dia namakan Salima Publika, sebuah lembaga yang menerbitkan buku-buku keislaman. Diantara buku yang diterbitkan oleh penerbit ini, antara lain, Dahsyatnya Doa (Muhammad Agus Syafii), Mukjizat Huruf-Huruf Al-Qur'an (Didik Suharyo), Sunan Gunung Djati (Dadan Wildan), Sirrul Asrar: Rasaning Rasa (Syekh Abdul Qadir al-Jailani, terjemahan K.H. Zezen Zaenal Abidin Bazul Asyhab), Tafsir Al-Jailani (Syekh Abdul Qadir al-Jailani-terjemahan), Wisdom Traveler (Imam Arkananto), DISC: The Soul of Selling (Evilin Kumala Warangian), dan lainnya.
Hingga sekarang Halim Ambiya masih menjadi Direktur Salima Publika. Lembaga yang dipimpin ini tidak hanya berkutat pada dunia penerbitan dan percetakan buku, tetapi juga pada penelitian-penelitian ilmiah terkait sejarah kebudayaan Islam di Nusantara, manuskrip-manuskrip Melayu, dan kebijakan publik. Apalagi di tengah kelesuan industri penerbitan buku di Indonesia, Halim Ambiya aktif mengkampanyekan literasi digital melalui media sosial.
Karena kegelisahannya melihat fenomena budaya instan di kalangan milenial yang mengikis tradisi intelektual pesantren, pada tanggal 8 Februari 2012, Halim Ambiya mendirikan apa yang dikenal sebagai Tasawuf Underground. Didampingi sahabatnya, Ade Irfan Abdurrahman, Halim Ambiya membuat fans page di Facebook dengan nama Tasawuf Underground. Sebuah nama yang dianggap asing ketika itu. Halim Ambiya merasa terpancing untuk terlibat dalam dakwah digital melalui penyebaran karya-karya klasik Islam di media sosial, khususnya tentang ilmu tasawuf.
"Saya merasa sedih melihat media sosial yang mengumbar syahwat ilmu tanpa sumber rujukan yang jelas hingga menjadi salah kaprah. Tasawuf dianggap klenik. Bicara tasawuf tanpa rujukan. Karena itu, saya masuk mengenalkan wajah tasawuf yang ilmiah," tuturnya. Halim Ambiya mengunggah kalimat-kalimat hikmah tasawuf dari para tokoh sufi klasik, dengan mencantumkan sumber rujukan kitab yang representatif, seperti kalimat hikmah dari kitab-kitab Ihya Ulumudddin, Minhajul Abidin, Risalah al-Qusyairiyah, Al-Hikam, Sirrul Asrar, Fathu Rabbani, Matsnawi, Fihi Ma Fihi, Nashaihul 'Ibad, dan sebagainya.
Menurutnya, nama "Tasawuf Underground" adalah istilah yang pernah disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Aziz Dahlan (Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dalam sebuah sidang skripsi mahasiswa Jurusan Aqidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Halim mengungkapkan:
"Istilah Tasawuf Underground ini berasal dari Prof. Aziz Dahlan, untuk menyebut fenomena seorang tokoh yang berkiprah dalam dakwah tasawuf dengan cara sembunyi-sembunyi terhadap para preman di Tanjung Priok, Jakarta. Dia tidak dikenal di bumi, tapi dikenal di langit."
"Alhamdulillah. Mereka bisa membaca kalimat hikmah dari sumber yang jelas. Bisa dibaca di mobil, di halte, di tempat kerja, di dapur, di kantor. Mereka secara underground belajar ilmu tasawuf secara sembunyi-sembunyi melalui Facebook dan Instagram," tuturnya.
Halim Ambiya tak hanya merambah dakwahnya di media sosial. Para pecinta ilmu tasawuf melalui akun Facebook dan Instagram Tasawuf Underground pun kian bertambah. Di tahun 2016, fans page Tasawuf Underground diikuti lebih dari 300.000 followers dan di akun Instagram mencapai 60.000 lebih followers. Bahkan, Halim Ambiya akhirnya dikenal sebagai influencer ketika membuat viral puluhan lagu-lagu shalawat melalui akun Facebooknya. Jutaan viewers Facebook, Instagram, dan YouTube meramaikan video shalawat yang dikenalkannya. Grup nasyid bernama "Aleehya" yang dikenalkan Halim Ambiya pun kian dikenal oleh stasiun televisi nasional.
Dari sini, Ustadz Halim Ambiya mulai membuat pengajian secara off air. Dibantu sejumlah jemaah, dia membuka pengajian Tasawuf Underground di rumah dan kantor penerbitannya. Lalu, membuat pengajian yang disebutnya sebagai Sufi After Hours. Halim Ambiya membuka pengajian dari kafe ke kafe di Jakarta.[5] Beberapa tokoh yang menjadi narasumber pengajian tasawuf ini, antara lain, Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer, Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag., dan Dr. K.H. Ahmad Sodiq, M.A.. "Kalau di Barat, after hours itu diisi dengan nenggak minuman keras di bar. Tapi, saya buat di kafe, rumah, dan kantor agar bisa ngopi, ngobrol perkara iman. Bahkan belajar ilmu tasawuf dari profesor ilmu tasawuf dan filsafat," jelas Halim.
Di tahun 2017, Halim Ambiya mulai merambah dakwahnya ke kalangan marjinal, yakni anak-anak punk dan jalanan. Dirinya terjun langsung ke beberapa titik kelompok kalangan jalanan, seperti di perempatan Gaplek (Pondok Cabe), Pondok Aren, Tebet, Tanah Abang, Gondangdia, Kota Tua, Kebon Jeruk, Cipinang, dan lainnya.[6] Halim Ambiya mulai merangkul secara personal satu per satu anak punk dan jalanan untuk ikut dalam kegiatan pengajiannya di kantor atau rumahnya. Kedua tempat inilah yang kelak menjadi embrio pendirian Pondok Pesantren Tasawuf Underground.
Saat membuka pengajian di kolong jembatan bersama anak punk dan jalanan, di tahun 2019 inilah, Halim Ambiya dan Tasawuf Undergroud-nya menjadi viral di media sosial. Gerakan dakwahnya pun disambut banyak kalangan hingga meramaikan pemberitaan nasional dan internasional. Bahkan, setelah pendirian Pondok Tasawuf Underground di Ciputat, memancing berbagai kalangan akademik dan media untuk meneliti kiprah dakwahnya. Tercatat sudah ada 35 skripsi, 2 tesis, dan 1 disertasi yang meneliti tentang kiprah Halim Ambiya dan Tasawuf Underground. Apalagi setelah Pengasuh Pondok Tasawuf Underground ini mendirikan lini usaha milik santri, seperti kafe, usaha laundry, bengkel motor, sablon kaos, cucian mobil, dan penjualan motor custom, Halim Ambiya mendapatkan panggung yang lebih besar untuk mengembangkan dakwah di kalangan anak punk dan jalanan.
Perjalanan Karier
- Wartawan Jawa Pos Group (1998-2000)
- Staf Pengajar Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (2007-2012)
- Redaktur Pelaksana Majalah Rakyat Merdeka (2009-2010)
- Freelance Editor di Mizan, Penerbit Buku Kompas, Rakyat Merdeka Books, Serambi, Ufuk Publishing House dan Republika (2007-2012)
- Direktur Salima Publika (2012-sekarang)
- Admin Tasawuf Underground (2012-sekarang)
- Pengasuh Pondok Tasawuf Underground (2018-sekarang)
Tasawuf Underground
Tasawuf Underground adalah komunitas, lembaga pendidikan dan pemberdayaan sosial, serta merupakan pondok pesantren yang didirikan Halim Ambiya pada 8 Februari 2012. Sejak awal pendiriannya, mengenalkan kampanye ilmu tasawuf di media sosial dan melakukan gerakan dakwah yang concern terhadap anak-anak punk dan jalanan. Tasawuf Underground pun tumbuh menjadi pesantren yang unik dan secara khusus mendidik kalangan marjinal dengan pendekatan ilmu tasawuf dan psikoterapi.
Komunitas Tasawuf Underground
Sebagai komunitas, Tasawuf Underground pertama kali dikenalkan oleh Halim Ambiya dan Ade Irfan Abdurahman pada tanggal 8 Februari 2012 melalui akun fans page dengan akun pribadinya di Facebook dengan nama “Tasawuf Underground”. Melalui unggahan artikel-artikel ilmiah tentang tasawuf yang ringan, inspiratif dan penuh hikmah, Halim Ambiya menyebarkan virus-virus cinta tasawuf dan dakwah yang ramah dan penuh cinta kasih.
Menurut Halim Ambiya, tujuan pendirian Tasawuf Underground untuk menjawab kegelisahan intelektualnya yang melihat miskinnya tradisi ilmiah di media sosial seperti Facebook dan Instagram. Halim Ambiya melihat lemahnya pembelajaran ilmu tasawuf melalui media sosial. Halim merasa geram ketika melihat pembahasan tasawuf berkutat pada masalah klenik dan mistis.
Sejak itu, Halim Ambiya mulai mengunggah kutipan dan kajian hikmah tasawuf yang bersumber dari kitab-kitab rujukan ilmu tasawuf seperti, kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha'illah; kitab Sirrul-Asrar, Fathu Rabbani, Al-Ghunyah, Futuhul-Ghaib, Tafsir Al-Jailani karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani; kitab Ihya Ulumuddin, Minhajul Abidin, Bidayatul Hidayah, Al-Mawaizh fi Al-Ahadis Al-Qudsiyyah karya Imam al-Ghazali; kitab Risalah Al-Qusyairiyah karya Imam Al-Qusyairi; kitab Matsnawi dan Fihi Ma Fihi karya Maulana Jalaluddin Rumi, dan kitab-kitab rujukan ilmu tasawuf lainnya. Tujuannya agar masyarakat di media sosial mendapatkan pelajaran ilmu tasawuf dari rujukan ilmu yang representatif.
Lebih dari 3.000 artikel dan kutipan mengenai tasawuf ditulis oleh Halim Ambiya dan diunggah melalui Facebook dan Instagram Tasawuf Underground. “Secara underground, jemaah saya bisa membaca kalimat-kalimat hikmah dari tokoh dan ulama tasawuf yang otoritatif sekaligus sumber kitab rujukannya. Mereka bisa membaca materi tasawuf di bus, kantor, kamar atau kampus, secara sembunyi-sembunyi, secara underground melalui Facebook dan Instagram Tasawuf Underground,” tuturnya.
Untuk mengembangkan dakwahnya, Halim Ambiya pun tak hanya menyelenggarakan pengajian online, tetapi juga pengajian off air. Dia membuat pengajian di rumah, kantor, dan dari kafe ke kafe dalam sebuah program yang disebutnya sebagai Sufi After Hours. Kebanyakan jemaahnya adalah mereka yang mengikuti Tasawuf Underground di Facebook atau Instagram. Halim Ambiya mengangkat diskusi tasawuf secara akademik dan uraian ilmiah. Hal ini merupakan langkah yang tidak biasa. Dia mengundang profesor-profesor yang mendalami ilmu tasawuf dan filsafat Islam dalam forum pengajian yang diselenggaran oleh Tasawuf Underground dalam Sufi After Hours.
Beberapa tokoh yang menjadi narasumber pengajian Sufi After Hours ini, antara lain, Prof. Dr. H. Kautsar Azhari Noer, beliau dikenal luas sebagai guru besar ilmu tasawuf yang mendalami filsafat dan tasawuf Syekh Ibnu Arabi; Prof. Dr. Rd. Mulyadhi Kartanegara, beliau bicara seputar puisi-puisi Maulana Jalaluddin Rumi, karena sang profesor adalah pakar dalam pemikiran Rumi; begitu juga Prof. Dr. Asep Usman Ismail, M.Ag., beliau adalah profesor ilmu tasawuf dan pengamal tarekat yang diberi kepercayaan mengupas tentang terminologi-terminologi tasawuf kepada majelis underground; serta Dr. K.H. Ahmad Sodiq, M.A., seorang guru tarekat sekaligus akademisi yang mengenyam tradisi pesantren yang kuat dan menjadi dosen pascasarjana. "Kalau di Barat, after hours itu diisi dengan nenggak minuman keras di bar. Tapi, saya buat di kafe, rumah, dan kantor agar bisa ngopi, ngobrol perkara iman. Bahkan belajar ilmu tasawuf dari profesor ilmu tasawuf dan filsafat," jelas Halim.
Langkah dakwah Halim Ambiya di media sosial mendapat sambut besar. Akun fans page Facebook Tasawuf Underground mencapai 343K likes dan 462K followers.[8] Sedangkan di akun Instagram mencapai 106K followers.[9] Halim Ambiya dengan Tasawuf Underground-nya berhasil viral dan menjadi perbincangan saat mengunggah video Shalawat Jaran Goyang, Shalawat Versi Despacito, Shalawat Versi Baby Shark, dan Shalawat Versi Doraemon yang dibuat oleh grup nasyid Aleehya, pimpinan Ari Zaenal.
Di tahun 2013 sampai 2015, Halim Ambiya mengabdikan dirinya untuk ikut terlibat dalam pembinaan anak-anak yatim piatu dan dhuafa di Yayasan Irtiqo Kebajikan, Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Setiap hari Minggu, dia mengajar kitab Bulughul Maram kepada mereka. Di yayasan ini, Halim Ambiya belajar tentang pemberdayaan anak yatim, anak jalanan dan anak terlantar di sekitar Jakarta.
Pada 2016, Halim Ambiya mulai membuka kelas pengajian Tasawuf Underground di rumahnya dan mengajak keterlibatannya dalam aksi nyata sosial-kemanusiaan. Dia merangkul anak jalanan untuk dibina dan dilatih kewirausahaan. Halim Ambiya membuka pelatihan pembuatan kertas dari gedebong pisang dan eceng gondok di pekarangan rumahnya di Bukit Cirendeu, Ciputat Timur. Kertas daur ini kemudian digunakan untuk menjadi sampul Mushaf Al-Qur'an. Dibantu dengan beberapa relawan, kegiatan mengkaryakan puluhan anak jalanan hingga menjadikan rumahnya tempat berkumpul anak jalanan.
Merangkul Anak Punk dan Jalanan
Halim Ambiya melihat bahwa agama terlalu melangit bila hanya dipelajari di dunia maya, tidak down to earth.[10] Dari pemikiran itu, dia mencoba untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan secara pribadi. Di akhir tahun 2016, Halim Ambiya mulai merangkul anak-anak punk dan jalanan di sekitar Jabodetabek dengan lebih intensif. Awalnya, Halim mendekati mereka di perempatan Gaplek, Pondok Cabe, Kota Tangerang Selatan dengan cara berkawan. “Di awal kita ngopi bareng. Lambat laun mereka sendiri yang mau belajar ngaji dan shalat,” tuturnya.[11] Halim tidak mengenalkan dirinya sebagai Ustadz atau Kyai di hadapan anak-anak punk dan jalanan, melainkan hadir sebagai sahabat, datang sebagai guru, serta menjadi ayah ideologis bagi mereka.[12] Halim Ambiya mengungkapkan:
"Rasulullah tidak memanggil Abu Bakar, Utsman, Umar, Ali sebagai 'tilmid' atau 'thalib', tapi memanggilnya sebagai 'shohib', sebagai sahabat. Jadi, konsep persahabatan adalah metodologi dakwah yang paling pas. Karenanya, perlu mendekati anak punk dan jalanan itu dengan sebuah konsep persahabatan."[12]
Melalui kegiatan nyata sosial, kemanusiaan dan keagamaan, Halim Ambiya ingin agar pengamalan ilmu tasawuf dapat dirasakan dampaknya bagi masyarakat luas. Salah satu model dakwah tasawuf yang dia lakukan adalah dengan pemberdayaan anak punk dan jalanan, baik secara agama, ekonomi, dan sosial. “Agama kalau hanya dipelajari saja tanpa amal yang nyata, agama menjadi terlalu kering, terlalu melangit, tidak dihunjamkan ke bumi,"[13] kata Halim. "Tasawuf bukan hanya ilmu langit, tapi juga ilmu bumi. Ilmu yang penerapannya vertikal dan horizontal, habblum minallah wa hablum minannas,” tuturnya lagi.
Halim Ambiya menjelaskan bahwa tujuannya merangkul anak punk dan jalanan sebagai anak binaan adalah karena masyarakat marjinal ini tak tersentuh oleh para juru dakwah pada umumnya. Ini adalah program yang sangat menantang bagi Halim Ambiya. “Sebab, ilmu tasawuf boleh dikatakan sebagai bagian dari psikologi dan psikoterapi dalam Islam, maka saatnya saya mempraktikkannya untuk merangkul anak punk dan jalanan. Sebagian besar dari mereka berlatar belakang keluarga broken home, terpapar narkoba, pergaulan dan seks bebas, kenakalan remaja, dan kriminalitas lainnya, maka menjadi ranah dakwah yang jarang disentuh. Dari situ, akhirnya ada upaya berbagi cerita, berbagi berkah, dan berbagi ilmu. Mereka sendiri yang ingin ikut bergabung dengan saya, ikut mengaji, dan belajar shalat,”[14] lanjutnya.
Menurutnya, anak punk dan jalanan itu unik. Cara mereka berpakaian, gaya rambut, dan gaya hidup mereka pun berbeda dan sangat mencolok. Hobi musiknya pun berbeda, cara berpikir dan ideologi mereka yang anti kemapanan dan selalu melakukan pemberontakan terhadap keluarga dan masyarakat menjadikan mereka dicap negatif oleh masyarakat luas. Stigma masyarakat seperti itu yang sedang ditentang oleh Halim Ambiya melalui serangkaian dakwah yang merangkul dan bukan memukul. “Bagi saya, punk itu bukan kriminal,[15] tapi hanya sekadar gaya hidup dan aliran musik yang patut dihargai. Maka, tugas kita adalah membawa mereka ke jalur yang benar, menjauhkan dari narkoba dan tindak kriminal lainnya,” ungkap Halim.
Secara organisatoris, Tasawuf Underground sebagai komunitas dan pondok pesantren berada di bawah Yayasan Bahjatun-Nufus. Akta Notaris Nomor 03 Tanggal 10 Maret, Syafiuddin Zuhri, SH, MKn. SK Kemenkumham RI Nomor AHU-0003650.AH.01.04 Tahun 2015. Namun, Halim Ambiya tidak menjadikan yayasan, lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau jabatan apa pun sebagai 'baju' yang melekat pada dirinya untuk melakukan pendekatan terhadap anak punk dan jalanan. Dia hadir sebagai Halim Ambiya secara pribadi untuk meyakinkan anak-anak binaanya. Halim Ambiya mengatakan:
"Tasawuf Underground itu bukan komunitas punk, tapi komunitas orang belajar ilmu tasawuf di dunia maya secara underground. Lalu, komunitas ini melakukan pemberdayaan terhadap anak punk dan jalanan."[16]
Pengajian di Kolong Jembatan
Pada tahun 2018, Komunitas Tasawuf Underground yang dipimpin oleh Ustadz Halim Ambiya menggelar pengajian di beberapa titik sekitar Jabodetabek, seperti di Ciputat, Sawangan, Parung, Pondok Ranji, Tebet, Gondangdia, Tanah Abang, Cipinang, Tanjung Priok, dan Kebon Jeruk. Terdapat sekitar 120 anak punk dan jalanan binaan Tasawuf Underground di seluruh Jabodetabek. Pada November 2018, Halim Ambiya secara khusus membuat pengajian di kolong jembatan Tebet, setiap hari Jumat dan Sabtu pukul 14.00-17.00 WIB.[17] Terdapat sekitar 40 anak punk dan jalanan binaan yang mulai mengaji di sana.[18]
Dibantu oleh para relawan, puluhan anak punk dan jalanan belajar membaca Iqro hingga Al-Qu'ran, tata cara wudhu, memahami makna bacaan shalat beserta makna geraknya, dan bimbingan konseling. Relawan ini adalah pengikut akun media sosial Tasawuf Underground dari Facebook dan Instagram yang merasa terpanggil untuk membantu gerakan dakwah Halim Ambiya. Mereka hadir dengan suka rela hingga menawarkan pekerjaan kepada anak-anak punk dan jalanan. Relawan ini dari berbagai macam profesi, seperti dokter, mahasiswa, notaris, pengacara, pengusaha, tentara, dan sebagainya.[10]
Langkah ini membuat kegiatan Tasawuf Underground menjadi viral di media sosial. Media cetak dan elekronik serta media dari dalam dan luar negeri pun semakin meramaikan kegiatan dakwahnya kolong jembatan, di depan Stasiun Tebet. Namun, Halim Ambiya tak terjebak pada euforia karena viral di media sosial. "Gara-gara viral jadi bikin masalah. Saya buat pengajian di kolong jembatan itu bukan untuk meramaikan kolong jembatan. Tapi, untuk mengajak mereka pulang," tegas Halim Ambiya.
Halim Ambiya benar, dirinya membuat pengajian di kolong jembatan justru untuk membuat program Pengenalan Peta Jalan Pulang. Dia ingin mengajak anak-anak punk dan jalanan agar meninggalkan jalanan dan ketergantungannya pada narkoba dan psikotropika. Melalui pendidikan rohani yang pernah didapatnya di Pondok Pesantren Suryalaya, Halim Ambiya berusaha keras mengajak mereka agar bisa menikmati shalat dan dzikir bersamanya. Karena itu, selain tetap menyelenggarakan pengajian di hari Jumat dan Sabtu, Halim Ambiya mulai mengenalkan konsep dzikir dan hidroterapi kepada anak binaannya. Dibantu oleh relawan, Halim Ambiya menyewa hotel atau guest house untuk menampung anak-anak binaannya agar bisa berdzikir dan mandi di kolam renang. Halim Ambiya mulai mengenalkan dzikir jahr, dzikir kohfi, dan hidroterapi seperti yang dilakukan di Inabah Pondok Pesantren Suryalaya kepada mereka.
Selain itu, Halim Ambiya juga selalu mencari cara agar anak-anak binaannya meninggalkan kolong jembatan dan tidak mengamen di jalanan agar mereka terbebas dari kekerasan dan kegelapan Ibukota. Halim Ambiya pun mulai mengajak satu per satu dari mereka untuk "mondok" di kantornya yang berada di Ciputat. Dia menyediakan kantor pribadinya untuk menampung 10 sampai 15 anak punk dan jalanan untuk menginap. Mereka disediakan tempat tinggal, makanan, serta fasilitas seperti alat sablon dan komputer agar mereka bisa berkarya.
Pondok Tasawuf Underground
Seperti umumnya, pendirian pondok atau pesantren di Nusantara, lembaga pendidikan ini lahir dari gagasan dan kiprah seorang Kyai di suatu tempat, lalu santri datang untuk belajar ilmu agama kepadanya. Setelah itu, semakin hari semakin banyak santri yang datang menimba ilmu darinya. Hal ini pun terjadi pada Pondok Tasawuf Underground. Halim Ambiya sebagai pendiri, merancang pendirian pesantren melalui strategi panjang perjalanan dakwahnya.
Halim Ambiya menyusun konsep pemberdayaan dan pendidikan dalam sebuah street base—mengumpulkan anak-anak punk dan jalanan di tempat dimana mereka berkumpul. Mengajarkan ilmu agama layaknya pesantren, dari alif-ba-ta hingga pelajaran fiqih, tafsir, hadis hingga tasawuf. Pada saat yang sama, Halim Ambiya juga membuat community base—membuat jaringan relawan dari komunitas dan jemaah online maupun offline yang dikembangkan oleh Halim Ambiya sendiri. Komunitas yang dihimpunnya ini kemudian membantu kebutuhan pendirian pondok pesantren sebagai central base.
Pondok Pesantren ini menjadi sentral perekrutan santri, sekaligus menjadi tempat pendidikan dan pemberdayaan anak-anak punk dan jalanan untuk dididik secara rohani, dengan pendekatan ilmu tasawuf dan psikoterapi, serta diberdayakan secara ekonomi dan sosial.
Uniknya, santri yang didik di Pondok Tasawuf Underground mayoritas dari kalangan anak-anak punk dan jalanan, Maka, lembaga pendidikan ini memiliki metode pembelajaran dan kurikulum berbeda dengan pondok pesantren pada umumnya. Pondok ini tidak memiliki kalender akademik yang formal, karena setiap saat bisa menerima santri kapan pun.
Di pondok ini, dipelajari ilmu baca tulis Al-Qur’an, bahasa Arab, fiqih, tauhid, sejarah Islam, hadis, tafsir, dan tasawuf. Metode pengajarannya seperti pondok pesantren Nahdliyyin, yakni dengan menggunakan kitab-kitab kuning. Santri-santri Tasawuf Underground mengikuti kajian kitab Safinatun-Najah karya Syekh Salim bin Abdullah al-Hadrami, kitab Bulughul Maram karya Syekh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, kitab Aqidatul Awam karya Syekh Sayyid Ahmad Marzuqi, Tafsir Jalalain karya Syekh Jalaluddin Al-Mahalli dan Syekh Jalaluddin As-Suyuthi, kitab Nashaihul ‘Ibad karya Syekh Nawawi Al-Bantani, kitab Arbain Nawawi karya Imam Nawawi, kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha’illah, kitab Sirrul Asrar, kitab Fathu Rabbani, dan kitab Futuhul Ghaib karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani, kitab Minhajul Abidin, kitab Al-Mawa’izh fi Al-Ahadis Al-Qudsiyyah, dan kitab Ihya Ulumuddin karya Imam al-Ghazali.
Santri Pondok Tasawuf Underground tidak dikenakan biaya sepeser pun. Semua pembiayaan ditanggung oleh pondok pesantren yang dikelola oleh Yayasan Bahjatun-Nufus. Kyai Halim Ambiya sebagai sentral figur, pendiri dan pengasuh Pondok Tasawuf Underground menjadi pengajar utama bagi para santri, terutama pada mata pelajaran tauhid, fiqih, dan tasawuf.
Beberapa pengajar di pondok ini, antara lainnya, Ustadz M. Yusni Amru Ghazali, M.Si., Ustadz Tata Septa Yudha, M.Si., Ustadz Ibnu Sina, M.Si., Ustadz Ade Irfan Abdurrahman, M.Si., Ustadz Abdul Hamid Mahmudi S.Ag., Ustadz Rizqi Suripto dan Ustadz Fakhruddin, serta tim pengajar metode Amtsilati Korwil Jabodetabek.
Pendidikan di Pondok Tasawuf Underground tertuang dalam beberapa aspek penting, diantaranya:
Pertama, Pendidikan Rohani. Penggemblengan pendidikan rohani ini dimulai sejak awal rekrutmen. Para santri diajarkan pentingnya pengetahuan fardhu ain dan fardhu kifayah, terutama belajar dan praktik wudhu, thaharah, shalat, dan dzikir. Tasawuf Underground menggunakan model Inabah Pondok Pesantren Suryalaya. Hal ini disadari karena peserta didik di pesantren ini adalah anak-anak punk dan jalanan yang terpapar narkoba dan psikotropika. Karena itu, masa 3 bulan pertama berfokus pada pelepasan mental jalanan dan menghilangkan ketergantungan terhadap obat-obatan berbahaya dengan menggunakan metode shalat, dzikir dan hidroterapi. Peserta didik diarahkan untuk mengikuti kegiatan pesantren yang dipantau selama 24 jam.
Kedua, Pendidikan Agama Islam. Pada tahap kedua pembelajaran, para santri mulai dikenalkan dengan pelajaran bahasa Arab, tauhid, fiqih, aqidah akhlak, tafsir, hadis, dan tasawuf. Karena masing-masing santri berbeda umur, berbeda kemampuan, dan jenjang pendidikan di awal masuk Pondok Tasawuf Underground, maka mereka dipisahkan dalam beberapa kelas dan pengajian kitab yang berbeda-beda.
Ketiga, Pendidikan Kewirausahaan. Seluruh santri mendapatkan peluang yang sama untuk mengikuti pelatihan-pelatihan kewirausahaan sesuai dengan bidang minat dan bakat yang diinginkannya, antara lain, pelatihan sablon, pelatihan komputer, desain grafis, pelatihan barista, pelatihan perbengkelan motor, pelatihan laundry sepatu, dan sebagainya. Para santri juga berkesempatan untuk magang dan bekerja di lini usaha milik pondok, seperti kafe, laundry, bengkel motor, cucian mobil, kios buah-buahan, dan penjualan motor custom.
Keempat, Pendidikan Seni dan Kebudayaan. Pondok Tasawuf Underground menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kesenian dan kebudayaan yang sangat menunjang bagi mental dan spiritual para santri, antara lain, pelatihan teater, musik, dan fotografi jurnalistik.
Kelima, Pendidikan Formal. Seluruh santri diarahkan untuk melanjutkan jenjang pendidikan formal. Karena sebagian besar anak-anak punk dan jalanan adalah mereka yang putus sekolah, maka Pondok Tasawuf Underground bekerja sama dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mengadakan kegiatan belajar paket A, B, dan C untuk para santri. Bahkan, santri yang berprestasi mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan jejang pendidikan di perguruan tinggi.
Saat ini, Pondok Tasawuf Underground berada di Komplek Ruko Ciputat, Jalan RE Martadinata Blok C No. 27, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Indonesia. Di ruko tiga lantai inilah kegiatan Tasawuf Underground berpusat. Di lantai satu dijadikan lini usaha kafe dan laundry, di lantai dua digunakan untuk tempat belajar dan pengajian, dan di lantai tiga digunakan sebagai asrama para santri. Terdapat puluhan anak punk dan jalanan yang mondok di pesantren ini. Mereka tinggal di sana sekaligus mengaji layaknya di pondok pesantren.[19] Selain itu, kegiatan ekonomi santri juga mendapatkan wadahnya di 513 KM Carwash, yang beralamat di Jalan KH Dewantara No. 6, RT00/012, Sawah Lama, Ciputat, Kota Tangerang Selatan. Di lokasi ini menjadi pusat bisnis para santri, bengkel motor dan penjualan motor custom, penjualan buah-buahan dan coffee shop, serta cucian mobil dan motor.
Peta Jalan Pulang
Konsep Pengenalan Peta Jalan Pulang adalah sebuah metode dakwah yang diinisiasi oleh Ustadz Halim Ambiya dalam melakukan pendekatan terhadap anak-anak punk dan jalanan binaannya.[10] Jalan pulang yang dimaksud adalah jalan pulang kepada Allah SWT dan jalan pulang kepada keluarga, kembali kepada orang tua. Jalan pulang kepada Allah SWT yakni melalui pendidikan rohani, shalat, dzikir, dan hidroterapi. Jalan pulang kepada keluarga yakni melakukan pemberdayaan sosial dan ekonomi dengan memberikan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan hobi dan potensi mereka masing-masing.
Terapi dzikir dan hidroterapi menjadi cara yang digunakan Pondok Tasawuf Underground untuk menyadarkan mental dan spiritual anak didik agar memahami tugas kehambaan seorang makhluk kepada Tuhannya. Dengan dzikir, seseorang akan menyadari tentang kekeliruan dan kesalahannya di masa lalu, serta menyadarkannya untuk mendekat dan terus mendekat kepada Allah SWT. Shalat dan dzikir akan menjadi terapi yang sangat bermanfaat bagi jiwa dan raga. Nantinya, setelah lepas dari kecanduan narkotika, anak tersebut akan diajak bicara tentang apa saja keahlian mereka yang bisa dilakukan untuk menjalani hidup.[20]
"Kalau saya hanya mengajarkan shalat dan dzikir, mengajarkan mereka mengaji dan baca kitab, lalu mereka tetap mengamen di jalanan, apa jadinya? Mereka bisa mabok maning, mabok maning. Maka, harus dibekali kemampuan bekerja dan berwirausaha. Agar dia bisa pulang ke rumahnya, menjadi pribadi baru yang bermartabat," jelas Halim Ambiya.
Halim Ambiya tidak menggunakan istilah "hijrah" dalam syiar dakwahnya. Hal ini bukan karena ingin berbeda dengan tren kaum milenial yang sedang marak sekarang. Namun, lebih karena alasan mendasar dari konsep dakwah yang digelutinya. "Kadang tidak tepat dikatakan hijrah. Misalnya, saya berhasil menyadarkan ahli tato untuk meninggalkan pekerjaannya mentato tubuh, karena melanggar syariat. Lalu, saya mengajarkannya desain grafis, melukis di kanvas, dan desain interior. Akhirnya beralih pekerjaan barunya menjadi pelukis dan desainer. Keahliannya melukis tetap dipertahankan, tetapi diubah dari melukis tubuh beralih ke melukis kanvas dan dinding. Lalu, dia hanya butuh tekad bertobat dan mencari pekerjaan halal. Dia bahkan tak perlu meninggalkan jalanan," tuturnya.
Menurut Halim Ambiya, istilah Peta Jalan Pulang sebenarnya adalah pemahaman makna dan pelaksanaan pertobatan.[21] "Karena tawbah atau inabah sebenarnya berarti 'kembali' atau 'pulang' ke pangkal jalan. Tapi kan tidak mungkin saya ketemu anak punk dan jalanan, lalu teriak "Ayo tobat, Bro!"" tegasnya. Jadi, penggunakan istilah "Jalan Pulang" bukan hanya sekadar eufemisme, tetapi lebih pada pertimbangan metodologis.[16]
"Dalam tasawuf, tobat adalah maqam pertama. Pertobatan adalah stasiun pertama yang harus dilalui seorang salik dalam menjalankan laku spiritual. Konsep ini tertuang dalam kitab Sirrul Asrar karya Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Seluruh nabi dan rasul saja mencontohkan konsep pertobatan. Rasulullah saja beristigfar sampai 100 kali setiap hari. Maka pertobatan adalah bahan bakar utama untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik," jelas Halim Ambiya.[22]
Penghargaan
Juli 2022, Halim Ambiya meraih penghargaan People and Inspiration Awards 2022 dalam kategori pendidikan oleh BeritaSatu Media Holdings (BSMH).[23] Para pemenang yang dipilih dalam ajang People and Inspiration Awards 2022 telah melalui proses penilaian yang ketat dari lima orang juri yang berkompeten, yakni Ketua Dewan Juri People and Inspiration Awards 2022, Prof. Komaruddin Hidayat selaku akademisi dan budayawan, dengan jajaran anggota Primus Dorimulu (Direktur Pemberitaan BeritaSatu Media Holdings), Dr. Alexander Sonny Keraf (Menteri Lingkungan Hidup RI periode 1999-2001), Triawan Munaf (Kepala Bekraf periode 2015-2019), dan Sha Ine Febriyanti (Penggiat Seni).[24]
Referensi
- ^ Pradana, Anindita; Hajid, Silvano (15 Mei 2020). "Tasawuf Underground: Hijrah anak jalanan kala bertahan di tengah pandemi Covid-19". BBC News Indonesia (Video). Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ Fikri, Luthfi Khairul (24 Maret 2022). "Ustaz Halim Ambiya Ciptakan Lapangan Pekerjaan untuk Anak Jalanan". GenPI.co. Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ a b Wawancara dengan Ustadz Halim Ambiya, tanggal 28 Juli 2023 di Pondok Tasawuf Underground.
- ^ a b c Wawancara dengan Ustadz Halim Ambiya, tanggal 30 Juli 2023 di Pondok Tasawuf Underground.
- ^ Tohir, Jaisy Rahman (25 April 2021). "Tasawuf Underground, Pesantren Anak Punk Menuju Kemapanan". TribunJakarta.com. Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ Teo, Angie (3 Mei 2021). "Preacher's boarding school gets youths off the street and into Islam". Reuters. Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ "Tasawuf Underground". www.facebook.com. Diakses tanggal 2023-07-29.
- ^ "Tasawuf Underground". www.facebook.com. Diakses tanggal 2023-07-29.
- ^ "Halim Ambiya (@tasawufunderground) • Foto dan video Instagram". www.instagram.com. Diakses tanggal 2023-07-29.
- ^ a b c "HALIM AMBIYA, PENDIRI TASAWUF UNDERGROUND | HITAM PUTIH (31/05/19) PART 2". TRANS7 OFFICIAL (Video). 31 Mei 2019. Diakses tanggal 29 Juli 2023 – via YouTube.
- ^ Khoiri, Ilham; Suwarna, Budi (11 Januari 2021). "Halim Ambiya, Ustadnya Anak Jalanan". kompas.id. Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ a b "Halim Ambiya Sempat Risih Dipanggil Ustadz, Apa Alasannya? | E-Talkshow tvOne". tvOneNews (Video). 9 April 2021. Diakses tanggal 29 Juli 2023 – via YouTube.
- ^ Setyorini, Virna P; Pradipta, Galih (10 Mei 2019). "Jalan pulang anak-anak yang terabaikan". ANTARA News. Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ Celesta, Nada (28 Agustus 2022). "Kisah Ustaz 'Punk', Dirikan Pesantren untuk Punkers Jalanan". detikNews. Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Widhana, Dieqy Hasbi (8 Mei 2019). "Anak Punk Hijrah: 'Sedikit-Sedikit Bidah itu Bahaya'". tirto.id. Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ a b "TASAWUF UNDERGROUND: BUKAN KOMUNITAS ANAK PUNK!". Froyonion. 21 Juni 2023. Diakses tanggal 2 Agustus 2023 – via YouTube.
- ^ Ridwan, Taufik; Firmansyah, Asep (18 Maret 2019). "Tasawuf Underground, melawan stigma negatif anak "punk"". ANTARA News. Diakses tanggal 2 Agustus 2023.
- ^ Saputra, Andrian (2 Desember 2020). "Apa Jadinya Jika Anak-Anak Punk Mengaji di Kolong Jembatan". Republika. Diakses tanggal 27 Juli 2023.
- ^ Nurmansyah, Rizki (22 April 2021). "Mengenal Tasawuf Underground, Pesantrennya Anak Punk Jalanan di Tangsel". suarajakarta.id. Diakses tanggal 28 Juli 2023.
- ^ Asmail, Megiza (15 Desember 2018). "Mencari peta jalan pulang dari bawah kolong jembatan". Anadolu Agency Turki. Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Muaz, Abdul; Ahmad, Adang Darmawan (2019-12-14). "PSYCHO-SUFISTIC THERAPY OF UNDERGROUND SUFISM MOVEMENT:A HEALING METHOD AGAINST PUNK COMMUNITY IN JAKARTA". Teosofia: Indonesian Journal of Islamic Mysticism (dalam bahasa Inggris). 8 (2): 131–144. doi:10.21580/tos.v8i2.5302. ISSN 2540-8186.
- ^ Abdurahman, Ade Irfan; Saputra, Faisal Tomi (2021-10-01). "Communication Strategy of Tasawuf Underground Community in Da'wah Towards Punk Community". KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi (dalam bahasa Inggris). 15 (2): 173–190. doi:10.24090/komunika.v15i2.4595. ISSN 2548-9496.
- ^ Situmorang, Hendro D (14 Juli 2022). "Ini Para Peraih Penghargaan People and Inspiration Awards 2022". BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Diakses tanggal 29 Juli 2023.
- ^ Fikri, Chairul (14 Juli 2022). "BeritaSatu Media Holdings Sukses Gelar People and Inspiration Awards 2022". BeritaSatu Media Holdings (BSMH). Diakses tanggal 27 Juli 2023.