Muammar Khadafi
Muammar Muhammad Abu Minyar Khadafi atau Gaddafi (bahasa Arab: معمر القذافي, translit. Muʿammar al-Qaḏḏāfī) adalah seorang tokoh revolusi dan politikus asal Libya. Ia berkuasa di Libya sebagai Kepala Revolusioner Republik Arab Libya dari tahun 1969 hingga 1977, dan kemudian sebagai "Pemimpin dan Penuntun Revolusi" Jamahiriyah Arab Libya dari tahun 1977 hingga 2011. Ia awalnya memperjuangkan nasionalisme dan sosialisme Arab, tetapi kemudian mengikuti ideologinya sendiri yang disebut Teori Internasional Ketiga.
Ia dilahirkan di Surt pada masa penjajahan Italia dalam keluarga Badawi yang miskin. Khadafi mulai menganut nasionalisme Arab saat masih mengenyam pendidikan di Sebha, dan kemudian ia masuk ke Akademi Militer Kerajaan di Benghazi. Saat berkiprah di militer, ia mendirikan sebuah kelompok revolusioner yang kemudian melengserkan pemerintahan Raja Idris selama peristiwa kudeta Libya 1969. Setelah naik ke tampuk kekuasaan, Khadafi mengubah Libya menjadi sebuah republik yang diperintah oleh Dewan Komando Revolusioner. Ia memerintah melalui dekret, mengusir orang-orang Italia, dan menutup pangkalan-pangkalan militer Barat. Ia juga memperkuat hubungannya dengan pemerintahan-pemerintahan nasionalis Arab, khususnya pemerintahan Gamal Abdel Nasser di Mesir. Ia turut memperjuangkan penyatuan negara-negara Arab, tetapi upaya ini tidak membuahkan hasil. Selain itu, ia adalah penganut modernisme Islam yang menggalakkan hukum syariah dan mendukung "sosialisme Islam". Ia menasionalisasi industri minyak bumi dan menggunakan keuntungannya untuk memperkuat militer, mendanai kelompok-kelompok revolusi di luar negeri, dan memberlakukan program-program sosial yang mementingkan pembangunan perumahan, penyediaan layanan kesehatan, dan pendidikan. Pada tahun 1973, ia memprakarsai "Revolusi Rakyat" dengan membentuk Muktamar Asasi Rakyat yang disajikan sebagai sistem demokrasi langsung, tetapi ia masih tetap mengendalikan proses pengambilan keputusan yang penting. Pada tahun yang sama, ia mulai mengemukakan Teori Internasional Ketiga-nya yang diterbitkan di dalam Buku Hijau.
Khadafi menjelmakan Libya menjadi sebuah negara sosialis yang disebut Jamahiriyah ("negara rakyat") pada tahun 1977. Walaupun ia sudah tidak memegang jabatan resmi di pemerintahan, ia mengambil peranan simbolis sebagai "Pemimpin Revolusi" dan masih menjadi panglima tertinggi militer. Ia sendiri dapat mengendalikan politik Libya lewat Komite-Komite Revolusioner. Pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, Libya terlibat dalam konflik perbatasan dengan Mesir dan Chad yang berakhir dengan kekalahan. Pada masa tersebut, Libya juga mendukung kelompok-kelompok militan asing dan mendalangi pengeboman Lockerbie di langit Skotlandia, alhasil Libya menjadi pariah di dunia internasional. Hubungan mereka dengan Amerika Serikat (AS), Britania Raya, dan Israel sangatlah buruk, sampai-sampai AS melancarkan pengeboman dari udara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengganjar sanksi ekonomi. Semenjak tahun 1999, Khadafi mulai menjauhi ideologi sosialisme Arab dan menggalakkan privatisasi ekonomi, perbaikan hubungan dengan negara-negara Barat, dan Pan-Afrikanisme. Ia bahkan pernah menjadi ketua Uni Afrika dari tahun 2009 hingga 2010. Namun, selama peristiwa kebangkitan dunia Arab pada tahun 2011, meletus demonstrasi di Libya timur yang menentang korupsi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Keadaan terus memburuk hingga Perang Saudara Libya berkecamuk, dan NATO kemudian melakukan campur tangan militer yang memihak Dewan Transisi Nasional (DTN) yang anti-Khadafi. Pada akhirnya, pemerintahan Khadafi dijatuhkan, dan Khadafi melarikan diri ke kota asalnya di Surt, tetapi di situ ia ditangkap dan dibunuh oleh para militan DTN pada 20 Oktober 2011.
Khadafi adalah tokoh yang kontroversial. Ia merajai politik Libya selama empat dasawarsa dan menjadi subjek kultus kepribadian. Ia mendapatkan berbagai penghargaan dan menuai pujian karena ia memiliki pandangan anti-imperialis dan mendukung kesatuan Arab (dan kemudian berubah menjadi kesatuan Afrika), dan ia juga telah meningkatkan taraf hidup rakyatnya. Di sisi lain, kelompok fundamentalis Islam sangat menentang reformasi sosial dan ekonominya. Selain itu, ia juga dikutuk sebagai seorang diktator yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan mendanai terorisme di luar negeri.
Kehidupan awal
Masa kecil: 1942/1943–1950
Muammar Khadafi lahir di sebuah tenda di dekat Qasr Abu Hadi, sebuah kawasan pedesaan di luar kota Surt di daerah gurun Tripolitania, Libya barat.[5][6][7] Keluarganya berasal dari kelompok suku kecil yang tak berpengaruh yang disebut Qadhadhfa,[5][6] yang merupakan orang Berber dengan budaya yang terarabisasi.[8] Ibunya bernama Aisyah (meninggal 1978), dan ayahnya, Muhammad Abdul Salam bin Hamed bin Mohammad, dikenal sebagai Abu Meniar (meninggal 1985) dan memperoleh pendapatan yang tidak seberapa sebagai seorang penggembala kambing dan unta.[5][6] Orang-orang Badawi yang hidup nomaden tidak bisa membaca dan tidak menyimpan akta kelahiran.[9][6][7] Akibatnya, tanggal lahir Khadafi tidak diketahui secara pasti, dan sumber-sumber menyebutkan tahun 1942 atau pada musim semi tahun 1943,[9][6][7] meskipun penulis biografi Khadafi, David Blundy dan Andrew Lycett, menyatakan bahwa mungkin saja ia lahir sebelum tahun 1940.[9] Khadafi adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarganya yang berhasil bertahan hidup, dan ia memiliki tiga kakak perempuan.[9][6][7] Latar belakang budaya Badawi ini kelak memengaruhi gaya hidup Khadafi hingga akhir hayatnya; ia lebih menyukai gurun daripada kota dan ia akan mendatangi daerah tersebut untuk sembahyang.[6][7]
Sedari kecil, Khadafi sudah tahu soal rongrongan para penjajah Eropa di Libya; negaranya diduduki oleh Italia, dan pada masa kampanye militer Afrika Utara selama Perang Dunia II, Libya menjadi ajang pertempuran antara pasukan Italia dan Inggris.[10][7] Berdasarkan klaim-klaim yang dibuat pada masa berikutnya, kakek Khadafi dari pihak ayah, Abdessalam Bouminyar, dibunuh oleh tentara Italia pada masa invasi Italia 1911.[11][12][13] Seusai Perang Dunia II pada tahun 1945, Libya diduduki oleh pasukan Inggris dan Prancis. Meskipun Inggris dan Prancis berniat membagi Libya untuk dijadikan jajahan mereka, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memaklumkan agar negara tersebut diberi kemerdekaan politik.[14][15][16] Pada tahun 1951, PBB mendirikan Kerajaan Bersatu Libya, sebuah negara federal di bawah kepemimpinan penguasa monarki pro-Barat, Idris, yang melarang partai-partai politik dan mendirikan sebuah pemerintahan monarki absolut.[14][15][16]
Pendidikan dan kegiatan politik: 1950–1963
Khadafi pada mulanya mengenyam pendidikan agama dari seorang ulama.[17][18] Ia kemudian pindah ke kota Surt yang tidak jauh dari tempat asalnya untuk masuk sekolah dasar, dan ia berhasil naik enam kelas dalam waktu empat tahun.[19][20][21][22] Pendidikan di Libya tidak gratis, tetapi ayah Khadafi bersedia membiayainya karena ia merasa bahwa pendidikan akan membantu masa depan putranya. Pada hari-hari biasa, Khadafi tidur di sebuah masjid, dan pada akhir pekan, ia berjalan sejauh 20 mil (32 km) untuk mengunjungi orang tuanya. Ia dirundung oleh kawan-kawannya karena ia adalah seorang Badawi, tetapi ia tetap bangga dengan identitasnya dan mengajak anak-anak Badawi lainnya agar tidak malu dengan jati diri mereka.[19][20][21][22] Dari Sirte, ia dan keluarganya berpindah ke kota pasar Sabha, Fezzan, di Libya selatan bagian tengah, dan di situ ayahnya bekerja sebagai pengurus yang mengabdi untuk seorang kepala suku, sementara Khadafi masuk sekolah menengah.[20][23][22] Khadafi adalah sosok yang populer di sekolahnya; beberapa sahabatnya di sekolah tersebut kelak diberi jabatan penting dalam pemerintahannya, terutama sahabat karibnya, Abdus Salam Jallud.[24][25]
Banyak orang Mesir yang menjadi guru di Sabha, dan di situlah Khadafi untuk pertama kalinya membaca surat kabar dan mendengarkan radio yang berhaluan pan-Arabisme, khususnya radio Voice of the Arabs yang berpusat di Kairo.[26][27][22] Seiring berjalannya waktu, Khadafi menyaksikan peristiwa-peristiwa penting di dunia Arab, yang meliputi Perang Arab-Israel 1948, Revolusi Mesir 1952, Krisis Suez 1956, dan berdirinya Republik Arab Bersatu dari tahun 1958 hingga 1961.[22] Khadafi mengagumi perubahan-perubahan politik yang dicanangkan di Republik Arab Mesir di bawah kepemimpinan sosok yang menjadi pahlawan masa mudanya, Presiden Gamal Abdel Nasser.[26][28][27][22] Nasser adalah tokoh yang mendukung nasionalisme Arab, menolak kolonialisme, neo-kolonialisme, dan Zionisme, serta menginginkan sebuah transisi dari kapitalisme menuju sosialisme. Buku Nasser yang berjudul Falsafah Revolusi sangat memengaruhi pemikiran Khadafi; buku tersebut turut menjabarkan cara menggelar sebuah kudeta yang berhasil, sehingga buku tersebut telah dikatakan sebagai "sumber inspirasi dan cetak biru revolusi [Khadafi]."[26][28][27][22]
Khadafi menyelenggarakan unjuk rasa dan menyebarkan poster-poster yang mengkritik sistem monarki.[29][27][22] Pada Oktober 1961, ia memimpin sebuah unjuk rasa yang menentang pemisahan Suriah dari Republik Arab Bersatu. Selama unjuk rasa tersebut, mereka merusak jendela-jendela sebuah hotel setempat yang dituduh menyajikan minuman keras. Mereka pun menarik perhatian pemerintah dan keluarga Khadafi akhirnya diusir dari Sabha.[29][25][22] Khadafi lalu pindah ke Misratah dan masuk ke Sekolah Menengah Misratah.[30][25][31] Khadafi masih tetap melanjutkan kegiatan nasionalisme Arabnya dan ia menolak bergabung dengan partai-partai politik terlarang yang aktif di kotanya (termasuk Gerakan Nasionalis Arab, Partai Ba'ath Sosialis Arab, dan Ikhwanul Muslimin) karena ia menolak faksionalisme.[31] Ia banyak membaca tulisan-tulisan mengenai Nasser dan Revolusi Prancis 1789, serta karya-karya pakar teori politik Suriah Michel Aflaq dan biografi-biografi Abraham Lincoln, Sun Yat-sen, dan Mustafa Kemal Atatürk.[31]
Pelatihan militer: 1963–1966
Khadafi sempat mengambil jurusan sejarah di Universitas Libya, Benghazi, sebelum akhirnya keluar untuk bergabung dengan militer.[32][33] Meskipun ia memiliki rekam jejak yang buruk di kepolisian, pada tahun 1963, ia mulai mengikuti pelatihan di Akademi Militer Kerajaan, Benghazi, bersama dengan beberapa teman yang memiliki pemikiran serupa dari Misratah. Angkatan bersenjata menjadi satu-satunya kesempatan bagi orang-orang Libya yang berada di golongan bawah pada masa itu untuk naik ke atas, dan Khadafi sendiri menganggap militer sebagai alat untuk melakukan perubahan politik.[34][35][33] Di bawah pemerintahan Raja Idris, angkatan bersenjata Libya dilatih oleh militer Inggris; hal ini membuat Khadafi marah, karena ia memandang Inggris sebagai imperialis, sehingga ia menolak mempelajari bahasa Inggris dan bersikap kasar kepada para perwira Inggris, yang menyebabkan ia gagal lulus ujian.[34] Para pelatih Inggris melaporkannya kepada pihak yang berwenang dengan tuduhan pembangkangan dan tindakan kasar, dan mereka juga menyatakan kecurigaan mereka bahwa Khadafi terlibat dalam peristiwa pembunuhan panglima akademi militer pada tahun 1963. Laporan-laporan tersebut diabaikan dan Khadafi dengan cepat menyelesaikan pelatihan-pelatihannya.[36]
Pada tahun 1964, Khadafi mendirikan Komite Pusat Gerakan Perwira Merdeka bersama dengan jumlah kader yang setia; kelompok revolusioner ini mengambil nama dari pendahulunya di Mesir yang dipimpin oleh Nasser. Di bawah kepemimpinan Khadafi, kelompok revolusioner tersebut menyelenggarakan rapat-rapat rahasia dan diorganisasikan mengikuti sistem sel bawah tanah.[37][38] Khadafi mengunjungi berbagai tempat di Libya untuk mengumpulkan informasi dan memulai hubungan dengan para simpatisan, sementara badan intelijen Libya mengabaikan Khadafi karena dianggap tidak berbahaya.[39] Khadafi akhirnya lulus pada Agustus 1965,[33] dan ia lalu menjadi petugas komunikasi dalam korps perhubungan angkatan darat.[33]
Pada April 1966, ia dikirim ke Britania Raya untuk mendapatkan pelatihan lebih lanjut; selama sembilan bulan, ia mengikuti kursus bahasa Inggris di Beaconsfield, Buckinghamshire, serta kursus instruktur perhubungan Army Air Corps di Bovington Camp, Dorset, dan kursus instruktur perhubungan infanteri di Hythe, Kent.[40][39][33] Ia tidak pernah masuk ke Akademi Militer Kerajaan Sandhurst meskipun muncul desas desus yang menyatakan hal yang sebaliknya.[39] Direktur kursus perhubungan Bovington melaporkan bahwa Khadafi berhasil melewati rintangan-rintangan dalam mempelajari bahasa Inggris. Ia juga mengamati bahwa hobi Khadafi adalah membaca dan bermain bola, dan ia merasa bahwa Khadafi adalah "seorang perwira yang menyenangkan, selalu riang, pekerja keras, dan teliti."[41] Khadafi sendiri tidak menyukai Inggris, dan ia mengklaim bahwa para perwira angkatan darat Britania melontarkan ejekan-ejekan rasis terhadapnya dan ia juga merasa sulit menyesuaikan diri dengan budaya setempat; ia bahkan berusaha menegaskan jati diri Arabnya di London dengan berjalan-jalan di Piccadilly sambil mengenakan busana tradisional Libya.[40][39][42] Ia belakangan menyatakan bahwa ia mendatangi Inggris karena ia sadar bahwa mereka lebih maju daripada Libya, tetapi ia kembali ke negaranya dengan "lebih percaya diri dan lebih bangga dengan nilai-nilai, cita-cita, dan karakter sosial kami."[40][39][42]
Republik Arab Libya
Kudeta: 1969
"Rakyat Libya! Untuk menanggapi kehendak kalian, memenuhi keinginan kalian yang paling tulus, menjawab permintaan kalian yang tiada henti akan perubahan dan pembaruan, serta kerinduan kalian akan hal-hal tersebut: dengan mendengarkan ajakan kalian untuk memberontak, angkatan bersenjata kalian telah memutuskan untuk menumbangkan rezim korup yang baunya telah memuakkan dan menakuti kita semua. Dengan satu pukulan, angkatan darat kita yang berani telah menjatuhkan para musyrik dan menghancurkan mereka. Dengan satu pukulan ia telah menerangi malam gelap yang panjang semenjak dominasi Turki dan kemudian kekuasaan Italia pertama, dan kemudian rezim yang kolot dan merosot moralnya ini yang tidak lebih dari sekadar tempat suburnya pemerasan, perselisihan, dan pengkhianatan."
— Khadafi, 1969[43]
Pemerintahan Raja Idris semakin tidak disukai oleh rakyat pada akhir dasawarsa 1960-an. Ia telah memperparah perpecahan di Libya dengan melakukan sentralisasi terhadap sistem federal karena ia ingin memanfaatkan kekayaan minyak bumi di negara tersebut.[44][45][46] Korupsi dan sistem patronase menghantui industri minyak bumi di Libya.[47][48] Nasionalisme Arab juga menjadi ideologi yang semakin populer, dan demonstrasi pun pecah seusai kekalahan Mesir dalam Perang Enam Hari melawan Israel pada tahun 1967. Pemerintahan Idris dianggap pro-Israel karena ia bersekutu dengan negara-negara Barat.[49][50] Kerusuhan anti-Barat merebak di Tripoli dan Benghazi, sementara para pekerja Libya menutup depot-depot minyak sebagai lambang solidaritas dengan Mesir.[49][50] Pada tahun 1969, Central Intelligence Agency (CIA) sudah memperkirakan bahwa unsur-unsur dalam angkatan bersenjata Libya akan melancarkan kudeta. Walaupun muncul klaim-klaim bahwa mereka sudah tahu soal Gerakan Perwira Merdeka yang dipimpin oleh Khadafi, CIA mengklaim bahwa mereka tidak tahu sama sekali dan mengakui bahwa mereka malah memantau pergerakan kelompok revolusioner Sepatu Hitam besutan Abdul Aziz Shalhi.[51][52][53]
Pada pertengahan tahun 1969, Raja Idris pergi ke luar negeri untuk menghabiskan musim panas di Turki dan Yunani. Gerakan Perwira Merdeka menganggapnya sebagai saat yang tepat untuk melengserkan sistem monarki, alhasil mereka melancarkan "Operasi Yerusalem".[54][55] Pada tanggal 1 September, mereka menduduki bandar udara, pos polisi, stasiun radio, dan kantor pemerintahan di Tripoli dan Benghazi. Khadafi mengambil alih kendali atas barak Berka di Benghazi, sementara Omar Meheishi menduduki barak di Tripoli, dan Jalloud merebut pertahanan udara di kota tersebut. Khweldi Hameidi dikirim untuk menahan putra mahkota Sayyid Hasan ar-Rida al-Mahdi as-Sanussi, dan sang pangeran dipaksa melepaskan klaimnya sebagai pewaris takhta.[44][56][55] Khadafi tidak menghadapi perlawanan yang berarti dan tidak banyak menggunakan kekerasan terhadap para pendukung monarki.[55]
Setelah Khadafi menjatuhkan sistem monarki, ia mengumumkan pendirian Republik Arab Libya.[57][58] Ia menyampaikan pidato kepada rakyat lewat radio dan memaklumkan akhir dari rezim "kolot dan korup", yang "baunya telah memuakkan dan menakuti kita semua."[43][44][59][55] Kudeta ini sama sekali tidak menumpahkan darah, sehingga awalnya peristiwa ini dijuluki "Revolusi Putih", tetapi kemudian namanya diganti menjadi "Revolusi Satu September" sesuai dengan tanggal kejadiannya.[60] Khadafi bersikeras bahwa kudeta yang dilancarkan olehnya merupakan suatu revolusi yang menjadi awal mula perubahan besar-besaran di Libya.[61][62] Ia mengumandangkan bahwa revolusi berarti "kebebasan, sosialisme, dan persatuan", dan pada tahun-tahun berikutnya, ia mengambil berbagai tindakan untuk mewujudkan hal-hal tersebut.[63][58][64][65]
Mengukuhkan kekuasaan: 1969–1973
Dua belas anggota komite pusat dari Gerakan Perwira Merdeka menyatakan pembentukan Dewan Komando Revolusioner (DKR) sebagai pemerintahan republik yang baru.[66][67][60] Letnan Khadafi menjadi ketua badan tersebut, alhasil secara de facto ia berperan sebagai kepala negara, dan pada saat yang sama ia juga mengangkat dirinya sebagai kolonel dan menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata.[58][64][60] Jaroud mengemban jabatan sebagai Perdana Menteri,[68] sementara Dewan Menteri yang diisi oleh orang-orang sipil (di bawah kepemimpinan Sulaiman Maghribi) dibentuk untuk memberlakukan kebijakan DKR.[69][66] Ibu kota pemerintahan Libya juga dipindah dari El-Bayda ke Tripoli.[70]
Walaupun DKR di atas kertas merupakan badan yang berlandaskan pada musyawarah-mufakat, Khadafi mendominasi badan tersebut.[60] Beberapa anggota DKR yang lain mencoba membatasi perbuatan-perbuatannya yang dianggap keterlaluan.[71] Khadafi tetap menjadi wajah pemerintahan, sementara jati diri anggota DKR lainnya baru disibak pada tanggal 10 Januari 1970.[72][67][60] Mereka semua adalah laki-laki muda berlatar belakang kelas menengah atau pekerja (biasanya dari pedesaan), dan tidak ada yang punya gelar universitas. Maka dari itu, mereka sangat berbeda dari golongan konservatif yang kaya dan berpendidikan tinggi yang sebelumnya memerintah Libya.[73][72][28][71]
Seusai kudeta ini, DKR mulai mencoba mewujudkan itikad mereka untuk mengukuhkan pemerintahan revolusioner dan memodernisasi Libya.[60] Mereka membersihkan militer dan badan pemerintahan dari segala pendukung monarki dan anggota klan Senussi. Khadafi berkeyakinan bahwa golongan elit ini bertentangan dengan kehendak rakyat Libya, dan harus dihapuskan.[74][75] "Pengadilan-pengadilan Rakyat" didirikan untuk mengadili para politikus dan jurnalis pendukung monarki, alhasil banyak yang dipenjara, walaupun tidak ada yang dihukum mati. Raja Idris sendiri dijatuhi hukuman mati in absentia.[70][76][77]
Pada Mei 1970, Seminar Cendekiawan Revolusioner digelar agar pemikiran pada cendekiawan dapat diselaraskan dengan cita-cita revolusi.[69] Pada tahun yang sama, Peninjauan dan Amendemen Legislatif menggabungkan undang-undang hukum sekuler dan keagamaan, serta memperkenalkan hukum syariah di Libya.[76] DKR sendiri merupakan sebuah pemerintahan melalui dekret, dan dengan wewenang ini mereka tetap mempertahankan pelarangan partai politik. Pada Mei 1970, mereka melarang serikat buruh, dan pada tahun 1972, mereka juga melarang unjuk rasa buruh dan memberedel koran-koran.[69][78][74][79] Pada September 1971, Khadafi mengundurkan diri karena ia menyatakan diri tidak puas dengan laju reformasi, tetapi ia kembali mengemban jabatannya dalam kurun waktu satu bulan.[68] Pada Februari 1973, ia mundur lagi, tetapi pada bulan berikutnya ia kembali lagi ke pemerintahan.[80]
Reformasi ekonomi dan sosial
Kebijakan ekonomi DKR pada awalnya berhaluan kapitalisme negara.[81] Mereka mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang membantu para wirausahawan Libya.[82] Mereka juga mencoba menambah jumlah lahan yang dapat digarap di Libya, sehingga pada September 1969, pemerintah melancarkan "Revolusi Hijau" yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan mengurangi impor makanan.[83] Lahan tidur dan lahan-lahan yang telah disita dari para pemukim Italia dibagi-bagikan kepada rakyat.[84] Selain itu, pemerintah membangun irigasi di sepanjang pesisir utara dan di sekitaran oasis-oasis di pedalaman.[85] Namun, biaya produksi masih melebihi nilai jual hasil panen, sehingga sektor pertanian Libya sangat membutuhkan subsidi dari negara.[86]
Minyak bumi merupakan komoditas ekspor utama Libya, sehingga Khadafi mencoba meningkatkan kinerja sektor tersebut.[87][88] Pada Oktober 1969, Khadafi mengancam akan mengurangi produksi minyak karena menurutnya nilai tukar perdagangannya tidak adil dan lebih menguntungkan perusahaan-perusahaan asing. Pada bulan Desember, Jalloud berhasil meningkatkan harga minyak Libya.[89][90][88] Pada tahun 1970, negara-negara OPEC lainnya mengambil langkah yang sama, sehingga harga minyak dunia pun naik.[87][88] DKR juga melakukan perundingan dengan perusahaan-perusahaan minyak asing, dan hasilnya adalah Kesepakatan Tripoli tanggal 20 Maret 1971 yang memberikan kepada pemerintah Libya pajak pendapatan, harga yang lebih baik, serta pembayaran tambahan dari perusahaan minyak untuk setiap barel yang diekspor. Berkat kesepakatan ini, Libya berhasil mendapatkan pemasukan tambahan sebesar $1 miliar pada tahun pertamanya.[91][92]
DKR mencoba memperkuat kendali negara atas sektor minyak dengan melancarkan program nasionalisasi, yang dimulai dengan penyitaan saham British Petroleum di British Petroleum-N.B. Hunt Sahir Field pada Desember 1971.[93][94][92] Pada September 1973, pemerintah Libya mengumumkan bahwa mereka akan menasionalisasi 51% dari kegiatan semua produsen minyak asing di Libya. Bagi Khadafi, tindakan ini merupakan langkah penting untuk mewujudkan sosialisme.[95][94][96][92] Tindakan ini membuahkan hasil. Produk domestik bruto Libya pada tahun 1969 tercatat sebesar $3,8 miliar, dan angka ini kemudian melejit menjadi $13,7 miliar pada tahun 1974 dan $24,5 miliar pada tahun 1979.[97] Taraf hidup orang Libya juga naik drastis pada dasawarsa pertama pemerintahan Khadafi. Pada tahun 1951, pendapatan per kapita negara tersebut hanya $40, tetapi pada tahun 1979 jumlahnya telah melejit menjadi $8.170, dan angka ini berada di atas rata-rata negara-negara maju seperti Italia dan Britania Raya.[97]
DKR juga melancarkan reformasi sosial dengan hukum syariah sebagai landasannya.[64][98][99][60] Konsumsi minuman keras dilarang, klub-klub malam dan gereja-gereja Kristen ditutup, pakaian tradisional Libya digalakkan, dan bahasa Arab dinyatakan sebagai satu-satunya bahasa yang boleh digunakan dalam komunikasi resmi dan di rambu-rambu jalan.[100][64][98][99][60] DKR melipatgandakan upah minimum, melakukan pengendalian harga lewat peraturan, dan menurunkan harga sewa sebesar 30 hingga 40%.[101] Khadafi juga ingin menghapuskan batasan-batasan sosial terhadap perempuan yang diberlakukan oleh rezim sebelumnya, sehingga pemerintah Libya mendirikan Pelatihan Perempuan Revolusioner untuk menggalakkan reformasi.[102] Pada tahun 1970, diberlakukan sebuah undang-undang yang menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan menuntut kesetaraan gaji.[103] Pada tahun 1971, Khadafi mendukung pendirian Federasi Perempuan Libya.[104] Pada tahun 1972, diberlakukan undang-undang yang mengkriminalisasi pernikahan perempuan dengan usia di bawah enam belas tahun, dan undang-undang tersebut juga memastikan bahwa perempuan hanya dapat menikah setelah ia menyatakan kesetujuannya.[103] Pemerintahan Khadafi juga menyediakan pendidikan dan pekerjaan bagi perempuan, walaupun hal ini lebih menguntungkan segelintir orang dari kelas menengah di perkotaan.[103]
Dari tahun 1969 hingga 1973, pemerintah Libya menggunakan pendapatan dari minyak bumi untuk mendanai program-program kesejahteraan sosial.[105][106] Pembangunan rumah menjadi program sosial yang diutamakan dengan tujuan untuk mengatasi tuna wisma dan menyulap kawasan-kawasan kumuh yang sebelumnya muncul akibat urbanisasi di Libya.[101] Penyediaan layanan kesehatan juga terus ditingkatkan. Pada tahun 1978, jumlah rumah sakit di Libya meningkat 50% sejak tahun 1968, sementara jumlah dokter melesat dari 700 hingga 3000 pada dasawarsa tersebut.[107] Malaria diberantas, sementara penyakit trakoma dan tuberkulosis berhasil diredam.[107] Wajib belajar 6 tahun digantikan dengan 9 tahun, dan pemerintah juga memperkenalkan program untuk meningkatkan tingkat melek huruf pada orang dewasa dan menyediakan pendidikan gratis di universitas.[73] Universitas Bayda didirikan, sementara Universitas Tripoli dan Universitas Benghazi diperbesar.[73] Dengan ini, pemerintah membantu membuka jalan bagi orang miskin untuk mendapatkan pendidikan tinggi.[108] Dengan tindakan-tindakan ini pula DKR berhasil memperluas sektor publik dan menyediakan lapangan kerja bagi ribuan orang.[105][106] Program-program sosial ini disukai oleh rakyat Libya.[109][110][106] Salah satu faktor yang mendorong popularitas ini adalah daya tarik pribadi Khadafi, mengingat ia masih muda dan memiliki status rendahan sebagai seorang Badawi, ditambah dengan retorikanya yang berusaha menggambarkannya sebagai penerus pejuang anti-Italia Omar Mukhtar.[111][110]
Untuk mengatasi perpecahan kesukuan dan kedaerahan di Libya, DKR menyebarluaskan gagasan persatuan Libya.[112] Mereka mencoba menjatuhkan nama baik para pemimpin suku dengan menggambarkan mereka sebagai kaki tangan rezim lama, dan pada Agustus 1971, pengadilan militer di Sabha mengadili banyak pemimpin suku tersebut atas tuduhan kegiatan anti-revolusi.[112] Batas-batas administratif yang sudah ada sedari dulu dirombak hingga melampaui batas-batas kesukuan, sementara tokoh-tokoh modern yang pro-revolusi menggantikan pemimpin-pemimpin tradisional, tetapi masyarakat di daerah mereka sering kali menolak mereka.[113] Setelah sadar bahwa tokoh-tokoh modern ini telah gagal, Khadafi mendirikan Persatuan Sosialis Arab pada Juni 1971, yang merupakan sebuah partai pelopor untuk mobilisasi massal dengan Khadafi sebagai ketuanya.[114][115][116][74][117] Partai ini mengakui DKR sebagai "wewenang tertinggi", dan dirancang untuk memperkuat antusiasme terhadap revolusi di Libya.[115][74][118] Namun, partai ini bersifat sangat birokratis dan gagal mengerahkan dukungan seperti yang diharapkan oleh Khadafi.[119]
Hubungan luar negeri
Pengaruh ideologi nasionalisme Arab terhadap DKR di Libya dapat terlihat dengan jelas.[121][67][31] DKR langsung diakui oleh pemerintahan-pemerintahan nasionalis Arab di Mesir, Suriah, Irak, dan Sudan,[57][122][55] dan Mesir bahkan mengirim tenaga ahli untuk membantu DKR yang masih belum berpengalaman.[123][55] Khadafi mengajukan gagasan-gagasan Pan-Arab dan menyatakan perlunya pendirian sebuah negara Arab yang terbentang di Afrika Utara dan Timur Tengah.[124][125][126][127] Pada Desember 1969, Libya menandatangani Piagam Tripoli dengan Mesir dan Sudan yang mendirikan Front Revolusioner Arab, yakni sebuah persatuan yang dimaksudkan sebagai langkah pertama menuju penyatuan politik ketiga negara tersebut.[128][125][126][127] Pada tahun 1970, Suriah menyatakan niatan mereka untuk bergabung.[124]
Nasser meninggal secara mendadak pada November 1970, dan Khadafi memainkan peranan penting dalam acara pemakamannya.[129] Nasser digantikan oleh Anwar Sadat yang mengusulkan bahwa daripada mendirikan sebuah negara kesatuan, negara-negara Arab sebaiknya mendirikan sebuah federasi politik, dan sistem ini mulai diberlakukan pada April 1971. Berkat tindakan ini, Mesir, Suriah, dan Sudan menerima uang hasil minyak dari Libya.[130][131][126][132] Pada Februari 1972, Khadafi dan Sadat menandatangani piagam penggabungan tidak resmi, tetapi piagam ini tidak pernah diberlakukan karena hubungan di antara kedua negara tersebut rusak pada tahun berikutnya. Sadat menjadi semakin khawatir dengan tindakan Libya yang semakin radikal, dan tenggat waktu pemberlakuan sistem federasi pada September 1973 berlalu tanpa adanya tindakan yang diambil oleh kedua belah pihak.[133][134]
Seusai kudeta tahun 1969, para perwakilan dari Empat Negara Besar (Prancis, Britania Raya, Amerika Serikat, dan Uni Soviet) dipanggil untuk bertemu dengan utusan DKR.[135] Britania Raya dan Amerika Serikat langsung mengakui DKR dengan harapan agar pangkalan militer mereka di Libya dapat diamankan, dan juga karena mereka tidak ingin menambah ketidakstabilan. Dengan maksud untuk mengambil hati Khadafi, pada tahun 1970, Amerika Serikat memberitahukannya soal paling tidak satu rencana kudeta balasan.[136][55][137] Upaya untuk membina hubungan dengan DKR gagal. Khadafi berniat menegaskan kedaulatan nasional Libya dan mengusir apa yang ia anggap sebagai rongrongan penjajah dan imperialis asing. Pemerintahannya bersikeras agar Amerika Serikat dan Britania Raya menarik pangkalan militer mereka dari Libya, dan Khadafi sendiri mengumandangkan bahwa "angkatan bersenjata yang bangkit untuk menyatakan revolusi rakyat [tidak akan] mau tinggal di gubuk-gubuk ketika pangkalan imperialisme berdiri di wilayah Libya." Militer Britania akhirnya hengkang pada bulan Maret, dan Amerika Serikat juga melakukan hal yang sama pada Juni 1970.[138][139][52][140]
Khadafi lalu mencoba mengurangi pengaruh Italia, dan pada Oktober 1970, semua aset yang dimiliki oleh Italia disita dan 12.000 pemukim Italia diusir dari Libya bersamaan dengan orang-orang Yahudi Libya yang jumlahnya lebih kecil. Tanggal ketika mereka harus keluar dari Libya, yaitu 7 Oktober, dijadikan sebagai hari libur nasional yang disebut "Hari Pembalasan".[100][64][141][142] Italia menganggap hal ini bertentangan dengan Perjanjian Italia-Libya 1956, tetapi PBB tidak mengeluarkan sanksi.[100] Kemudian, Khadafi mencoba melemahkan pengaruh NATO di Laut Tengah, sehingga Libya pada tahun 1971 meminta kepada Malta agar mereka tidak lagi mengizinkan NATO menggunakan wilayah Malta sebagai pangkalan militer. Sebagai kompromi, pemerintah Malta mengizinkan NATO menggunakan wilayah mereka, tetapi dengan syarat agar NATO tidak menggunakannya untuk menyerang wilayah Arab.[143][144] Dalam kurun waktu satu dasawarsa sesudahnya, pemerintah Khadafi membina hubungan politik dan ekonomi yang erat dengan pemerintahan Dom Mintoff di Malta, dan atas desakan dari Libya, Malta memutuskan untuk tidak melanjutkan keberadaan pangkalan udara Britania Raya di pulau tersebut pada tahun 1980.[145] Sementara itu, DKR berupaya memperkuat militer dengan membeli senjata dari Prancis dan Uni Soviet.[146][147] Hubungan dagang dengan Soviet semakin memperburuk hubungan dengan Amerika Serikat di tengah gencarnya Perang Dingin.[147]
Khadafi sangat kritis dengan Amerika Serikat karena Amerika mendukung Israel. Khadafi sendiri berpihak kepada Palestina. Menurutnya, pendirian Negara Israel pada tahun 1948 merupakan tindakan penjajahan oleh Barat.[148][149][150][151] Ia meyakini bahwa kekerasan yang dilancarkan oleh orang-orang Palestina terhadap Israel dan Barat dapat dibenarkan sebagai tindakan orang-orang yang tertindas untuk membebaskan tanah air mereka dari penjajahan.[152] Ia menyerukan kepada negara-negara Arab untuk mengobarkan "perang tiada henti" terhadap Israel, dan pada tahun 1970, ia mulai menggelontorkan Dana Jihad untuk mendukung kegiatan militan-militan anti-Israel.[153][154][155] Pada Juni 1972, Khadafi mendirikan Pusat Sukarelawan Nasseriyah Pertama untuk melatih gerilyawan-gerilyawan anti-Israel.[156][157]
Seperti Nasser, Khadafi lebih mendukung pemimpin Palestina Yasser Arafat dan kelompoknya, Fatah, daripada kelompok-kelompok Palestina lainnya yang lebih militan dan berhaluan Marxis.[158][159] Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan antara Khadafi dengan Arafat memburuk. Khadafi menganggapnya terlalu moderat dan ia bahkan menyerukan agar Palestina lebih banyak menggunakan kekerasan.[160][161][156][162] Sebagai gantinya, Khadafi mendukung milisi-milisi seperti Barisan Rakyat untuk Pembebasan Palestina, Barisan Rakyat untuk Pembebasan Palestina - Komando Umum, Barisan Demokratik untuk Pembebasan Palestina, As-Sa'iqa, Barisan Perjuangan Rakyat Palestina, dan Organisasi Abu Nidal.[160][163] Ia mendanai Organisasi September Hitam yang bertanggung jawab atas peristiwa pembantaian terhadap atlet-atlet Israel pada saat Olimpiade München 1972, bahkan jenazah para militan yang terbunuh selama peristiwa tersebut dibawa ke Libya untuk dimakamkan sebagai pahlawan.[152][164][165][162]
Khadafi juga mendanai kelompok-kelompok militan lainnya di berbagai belahan dunia, termasuk Black Panther Party, Nation of Islam, Tupamaros, Gerakan 19 April, Barisan Pembebasan Nasional Sandinista, Kongres Nasional Afrika dan gerakan-gerakan pembebasan anti-apartheid lainnya di Afrika Selatan, Tentara Republik Irlandia Sementara, Euskadi Ta Askatasuna, Action directe, Brigade Merah, Faksi Pasukan Merah, Angkatan Darat Rahasia Armenia, Tentara Merah Jepang, Gerakan Aceh Merdeka, dan Barisan Pembebasan Nasional Moro. Khadafi memberikan pendanaan tanpa memandang bulu, dan terkadang ia dapat dengan mudah mengalihkan dukungan dalam suatu konflik, seperti yang terjadi selama Perang Kemerdekaan Eritrea.[166][167][157] Pada dasawarsa 1970-an, kelompok-kelompok tersebut menerima bantuan keuangan dari Libya, dan Libya pun dipandang sebagai pemimpin perjuangan Dunia Ketiga melawan kolonialisme dan neokolonialisme.[168][167][157] Walaupun banyak dari antara kelompok yang didanai Khadafi yang diberi cap "teroris", Khadafi menolak hal tersebut, dan ia malah menganggap mereka sebagai pejuang revolusi yang hendak membebaskan diri mereka dari belenggu penjajahan.[169]
"Revolusi Rakyat": 1973–1977
Pada tanggal 16 April 1973, Khadafi memproklamasikan permulaan "Revolusi Rakyat" dalam pidatonya di Zuwarah.[170][80][171][172][110][173] Ia melaksanakannya dengan mengeluarkan rencana 5 butir. Butir pertama membubarkan semua hukum yang sudah ada untuk digantikan dengan undang-undang revolusioner. Butir kedua menyatakan bahwa semua musuh revolusi harus disingkirkan, sedangkan butir ketiga memprakarsai revolusi administratif yang dimaksudkan untuk menghapuskan semua unsur birokrasi dan borjuis. Butir keempat menyatakan bahwa rakyat harus membentuk Komite-Komite Rakyat dan agar mereka dipersenjatai untuk membela revolusi, sementara butir kelima mengumandangkan permulaan revolusi budaya untuk membersihkan Libya dari pengaruh-pengaruh asing.[174][175][176][110][173] Ia mulai menyampaikan kuliah mengenai tahap baru revolusi ini di Libya, Mesir, dan Prancis.[177] Dalam prosesnya, revolusi ini mirip dengan Revolusi Kebudayaan yang diberlakukan di Tiongkok.[174]
Sebagai bagian dari revolusi ini, Khadafi mengajak rakyatnya untuk mendirikan Komite-Komite Umum Rakyat untuk meningkatkan kesadaran politik. Walaupun ia tidak banyak memberikan panduan mengenai cara pendirian dewan-dewan ini, Khadafi mengklaim bahwa komite ini akan membentuk sistem partisipasi politik langsung yang lebih demokratis daripada sistem perwakilan yang berlandaskan pada partai. Ia berharap agar dewan-dewan ini akan memobilisasi dukungan rakyat terhadap DKR, mengikis kekuasaan para pemimpin tradisional dan birokrasi, dan membentuk sistem hukum baru yang dipilih oleh rakyat.[178][173] Banyak komite semacam ini yang didirikan di sekolah-sekolah dan perguruan-perguruan tinggi, dan badan-badan tersebut bertanggung jawab memeriksa para petugas, kursus, dan buku teks agar sejalan dengan ideologi revolusioner Khadafi.[174]
Keberadaan Komite Rakyat berhasil mendorong keterlibatan publik dalam proses pengambilan keputusan dalam batasan yang diizinkan oleh DKR,[179] tetapi tindakan tersebut memperparah perpecahan kesukuan.[180] Badan ini juga berfungsi sebagai sistem pengawasan yang membantu para petugas keamanan untuk mencari orang-orang yang kritis terhadap DKR, sehingga dilakukanlah penangkapan pegiat-pegiat Ba'ath, Marxis, dan Islamis.[181][175][182][179] Struktur organisasi komite-komite ini berbentuk piramida, dan landasannya adalah kelompok-kelompok kerja setempat yang mengirim anggota perwakilan terpilih ke tingkatan distrik, dan dari situ ke tingkatan nasional, yang kemudian tersebar dalam Muktamar Umum Rakyat dan Komite Umum Rakyat.[183][184] Di atas kedua badan ini, terdapat Khadafi dan DKR yang tetap bertanggung jawab dalam proses pengambilan keputusan-keputusan yang penting.[185][186] Secara keseluruhan, sistem komite ini berhasil membantu proses sentralisasi dan integrasi nasional, dan juga memperkuat kendali Khadafi terhadap aparat pemerintahan.[181]
Teori Internasional Ketiga dan Buku Hijau
Pada Juni 1973, Khadafi menciptakan sebuah ideologi politik yang menjadi landasan Revolusi Rakyat, yaitu Teori Internasional Ketiga. Berdasarkan ideologi ini, Amerika Serikat dan Uni Soviet sama-sama merupakan kekuatan imperialis, sehingga ideologi tersebut menolak kapitalisme Barat sekaligus ateisme pada komunisme blok Timur.[187][188][189] Dalam hal ini, ideologi tersebut mirip dengan Teori Tiga Dunia yang dicetuskan oleh pemimpin Tiongkok Mao Zedong.[190] Berdasarkan pemikiran Khadafi, nasionalisme dipandang sebagai kekuatan yang progresif, dan ia menganjurkan pendirian sebuah negara pan-Arab yang akan memimpin negara-negara Islam dan negara-negara Dunia Ketiga melawan imperialisme.[191] Khadafi menganggap Islam sebagai unsur penting dalam ideologi ini, dan ia menyerukan pembaharuan Islam yang kembali ke Alquran seperti semula dan menolak tafsir dan Hadis. Akibatnya, ia membuat murka para ulama Libya.[192][193][62] Pada tahun 1973 dan 1974, pemerintahnya semakin memberlakukan hukum syariah, contohnya dengan menjadikan pencambukan sebagai hukuman bagi mereka yang terbukti melakukan zina atau seks sesama jenis.[194][195]
Khadafi merangkum Teori Internasional Ketiganya dalam tiga jilid pendek yang diterbitkan antara tahun 1975 hingga 1979, yang dikenal dengan sebutan Buku Hijau. Volume pertama membahas tentang demokrasi, menjabarkan kejelekan sistem perwakilan, dan mendukung sistem partisipasi politik langsung. Volume kedua berisi tentang kepercayaan Khadafi mengenai sosialisme, sementara volume ketiga berkaitan dengan isu-isu sosial seputar keluarga dan suku. Volume pertama dan kedua mendukung reformasi yang radikal, sedangkan volume yang ketiga memiliki pandangan konservatisme sosial. Walaupun laki-laki dan perempuan dinyatakan setara, mereka dianggap memiliki ciri-ciri biologis yang dirancang untuk peranan yang berbeda dalam kehidupan.[196][197][198][199] Pada tahun-tahun sesudahnya, para pendukung Khadafi menggunakan kutipan-kutipan dari Buku Hijau sebagai slogan, contohnya adalah "Perwakilan adalah Penipuan".[200] Sementara itu, pada September 1975, Khadafi memberlakukan tindakan-tindakan lain untuk menggalakkan mobilisasi rakyat dan menetapkan misi-misi yang ingin digapai untuk memperbaiki hubungan antara dewan-dewan dengan Persatuan Sosialis Arab.[201]
Pada tahun 1975, Khadafi menyatakan bahwa perdagangan luar negeri akan dimonopoli oleh negara.[202] Reformasi yang semakin radikal dan penggelontoran uang minyak ke luar negeri memicu ketidakpuasan di Libya,[203][105] khususnya di kalangan pedagang.[204] Pada tahun 1974, terjadi pengeboman bangunan angkatan darat di Benghazi, dan ini merupakan kali pertamanya pemerintahan Khadafi mengalami serangan.[205] Sebagian besar perlawanan berpusat pada anggota Dewan Komando Revolusioner Omar Meheishi, dan bersama dengan anggota dewan lainnya, Bashir Saghir al-Hawaadi, ia mulai merencanakan kudeta terhadap Khadafi. Pada tahun 1975, rencana mereka terbongkar dan mereka pun melarikan diri ke luar negeri. Mereka lalu mendapatkan suaka dari Mesir.[204][206][203][105][201] Akibatnya, hanya lima anggota Dewan Komando Revolusioner yang tersisa, dan kekuasaan Khadafi pun semakin menguat.[207] Pada akhirnya, Dewan Komando Revolusioner dibubarkan pada Maret 1977.[201]
Pada September 1975, Khadafi membersihkan angkatan darat dari para pembangkang dengan menangkap sekitar 200 perwira senior, dan pada bulan Oktober, ia mendirikan Kantor untuk Keamanan Revolusi yang bersifat rahasia.[208] Pada April 1976, ia menyerukan kepada para pendukungnya di universitas-universitas untuk mendirikan "dewan mahasiswa revolusioner" dan agar mereka menghalau "unsur-unsur reaksioner".[209] Pada tahun yang sama, unjuk rasa mahasiswa yang menentang Khadafi meletus di universitas-universitas di Tripoli dan Benghazi, alhasil mereka bentrok dengan mahasiswa pendukung Khadafi dan polisi. Dewan Komando Revolusioner menanggapinya dengan melakukan penangkapan massal dan mewajibkan para pemuda untuk melakukan pelayanan nasional.[209][210][211][105] Pada Januari 1977, dua mahasiswa pembangkang dan sejumlah perwira angkatan darat digantung di muka umum. Amnesty International mengutuknya sebagai peristiwa pertama ketika para pembangkang dihukum mati murni hanya karena kejahatan politik di Libya pada zaman Khadafi.[212] Gerakan perlawanan juga muncul di kalangan ulama konservatif dan Ikhwanul Muslimin, yang menuduh Khadafi mencoba mendekatkan Libya dengan Marxisme dan juga menganggap penghapusan hak milik pribadi sebagai tindakan yang bertentangan dengan sunnah. Khadafi lalu menindas mereka karena dianggap anti-revolusi,[213][214][215] sementara semua perguruan tinggi dan universitas Islam swasta ditutup.[209]
Hubungan luar negeri
Setelah Anwar Sadat naik ke tampuk kekuasaan di Mesir, hubungan Libya dengan Mesir memburuk.[216][217][133] Mesir dan Libya kemudian terlibat dalam "perang dingin" mereka sendiri.[218] Sadat merasa terganggu dengan sifat Khadafi yang tidak dapat diperkirakan dan juga dengan desakan dari Khadafi agar Mesir melancarkan revolusi kebudayaan seperti di Libya.[216][217][13] Pada Februari 1973, pasukan Israel menembak jatuh Libyan Arab Airlines Penerbangan 114 yang telah melenceng dari ruang udara Mesir ke wilayah Israel selama terjadinya badai pasir. Khadafi mengamuk karena Mesir tidak berusaha cukup keras untuk mencegah peristiwa tersebut, dan sebagai balasannya Khadafi berencana menghancurkan RMS Queen Elizabeth 2, sebuah kapal Britania yang disewa oleh orang-orang Yahudi Amerika untuk mendatangi Haifa dalam rangka ulang tahun Israel yang ke-25. Khadafi memerintahkan agar kapal selam Mesir menyerang kapal tersebut, tetapi Sadat membatalkan perintah ini karena tidak ingin memperburuk keadaan.[219][131][220][221][222]
Khadafi kemudian marah karena Mesir dan Suriah merencanakan Perang Yom Kippur melawan Israel tanpa berkonsultasi dengan dirinya, dan ia juga semakin murka setelah Mesir bersedia melakukan perundingan perdamaian alih-alih meneruskan perang.[223][131][224][225] Khadafi pun secara terang-terangan bermusuhan dengan Sadat dan menyerukan agar ia dilengserkan.[224] Setelah Presiden Sudan Gaafar Nimeiry memutuskan untuk membela Sadat, Khadafi juga menyerangnya dan mengajak Angkatan Darat Pembebasan Rakyat Sudan untuk menjatuhkan Nimeiry.[226][227][228][229][230] Hubungan Libya dengan Suriah juga memburuk akibat peristiwa yang terjadi seputar Perang Saudara Lebanon. Pada awalnya, Libya dan Suriah turut mengirim tentara untuk menambah jumlah pasukan penjaga perdamaian Liga Arab. Setelah pasukan Suriah menyerang Gerakan Nasional Lebanon, Khadafi secara terbuka melayangkan tuduhan "pengkhianatan nasional" kepada Presiden Suriah Hafez al-Assad. Khadafi adalah satu-satunya pemimpin Arab yang mengkritik tindakan-tindakan Suriah.[231] Kemudian, Khadafi memusatkan perhatiannya pada Afrika, dan pada akhir tahun 1972 dan awal tahun 1973, Libya menyerang Chad untuk merebut Jalur Aouzou yang kaya akan uranium.[232][233]
Khadafi berniat menyebarkan agama Islam, sehingga pada tahun 1973, ia mendirikan Masyarakat Panggilan Islam yang kemudian membuka 132 pusat agama Islam di berbagai wilayah Afrika dalam kurun waktu satu dasawarsa.[234][235][236][127] Pada tahun 1973, ia berjaya membuat Presiden Gabon Omar Bongo masuk Islam, dan tiga tahun kemudian ia berhasil melakukan hal yang sama dengan Jean-Bédel Bokassa, Presiden Republik Afrika Tengah.[237] Antara tahun 1973 hingga 1979, Libya memberikan bantuan senilai $500 juta kepada Zaire dan Uganda, dan ia juga mendirikan perusahaan patungan di negara-negara tersebut untuk menggalakkan pembangunan dan perdagangan.[238] Khadafi juga hendak mengurangi pengaruh Israel di Afrika, dan dengan pemasokan dana ia berhasil meyakinkan delapan negara Afrika untuk memutus hubungan diplomatik dengan Israel pada tahun 1973.[239][216][240][241][242] Libya juga membina hubungan yang erat dengan Perdana Menteri Pakistan Zulfikar Ali Bhutto, dan kedua negara tersebut saling bekerja sama dalam hal penelitian nuklir dan bantuan militer. Hubungan ini berakhir setelah Bhutto dilengserkan oleh Muhammad Zia-ul-Haq pada tahun 1977.[243]
Khadafi ingin memperkuat hubungan dengan negara-negara di Arab Maghrib. Pada Januari 1974, Libya dan Tunisia mengumumkan rencana penyatuan kedua negara tersebut menjadi Republik Islam Arab. Namun, hal ini sangat ditentang di Tunisia, sehingga Presiden Tunisia Habib Bourguiba akhirnya membatalkan keputusan tersebut.[244][245][246][247] Sebagai balasan, Khadafi mendukung militan-militan anti-pemerintah di Tunisia hingga memasuki dasawarsa 1980-an.[248][247] Ia lalu mengalihkan perhatiannya pada Aljazair, dan pada tahun 1975, Libya menandatangani persekutuan pertahanan Hassi Messaoud untuk membendung "ekspansionisme Maroko", dan pada saat yang sama, Khadafi juga mendanai perjuangan Front Polisario melawan Maroko di Sahara Barat.[249][250][247] Khadafi juga ingin mendiversifikasi ekonomi Libya, sehingga pemerintahannya mulai membeli saham-saham perusahaan-perusahaan besar Eropa seperti Fiat, serta membeli properti di Malta dan Italia yang kelak akan menjadi sumber pendapatan yang penting selama anjloknya harga minyak pada dasawarsa 1980-an.[251][252]
Jamahiriyah Arab Libya
Pendirian: 1977
Pada tanggal 2 Maret 1977, Muktamar Umum Rakyat menetapkan "Deklarasi Pendirian Wewenang Rakyat" atas desakan dari Khadafi. Mereka membubarkan Republik Arab Libya dan menggantikannya dengan Jamahiriyah Arab Libya (bahasa Arab: الجماهيرية العربية الليبية الشعبية الاشتراكية, al-Jamāhīrīyah al-‘Arabīyah al-Lībīyah ash-Sha‘bīyah al-Ishtirākīyah), yang merupakan pengejawantahan "negara rakyat" yang dicetuskan oleh Khadafi.[253] Panji baru yang berwarna hijau dijadikan bendera negara yang baru.[254] Secara resmi, Jamahiriyah merupakan sebuah negara demokrasi langsung dan rakyat memerintah melalui 187 Muktamar Asasi Rakyat yang melibatkan semua orang dewasa di Libya dalam pengambilan keputusan nasional. Muktamar ini lalu mengirim perwakilan ke Muktamar Umum Rakyat yang diadakan setiap tahun dan disiarkan langsung di televisi. Pada dasarnya, Muktamar Rakyat memiliki wewenang tertinggi di Libya, dan kebijakan-kebijakan penting yang diusulkan oleh pejabat pemerintah atau oleh Khadafi sendiri harus disetujui oleh Muktamar.[255] Khadafi menjadi Sekretaris Jenderal Muktamar Umum Rakyat, walaupun ia lalu mundur dari jabatan ini pada awal tahun 1979 dan mengangkat dirinya sebagai "Pemimpin Revolusi".[256]
Walaupun secara resmi kendali politik berada di tangan Muktamar Rakyat, kenyataannya kekuasaan masih dipegang oleh kepemimpinan politik yang sudah ada sebelumnya di Libya.[254] Perdebatan masih menjadi hal yang langka, dan keputusan-keputusan besar yang terkait dengan ekonomi dan pertahanan dihindari atau dibahas secara sepintas; peran Muktamar Umum Rakyat lebih seperti "stempel" untuk kebijakan-kebijakan Khadafi.[257] Jarang-jarang Muktamar Umum Rakyat menentang kebijakan Khadafi, dan adakalanya mereka berhasil; contohnya, ketika Khadafi menyerukan agar sekolah dasar dibubarkan, karena ia merasa bahwa pendidikan di rumah lebih baik untuk anak-anak, Muktamar Umum Rakyat menentang gagasan ini.[257] Kadang-kadang Khadafi menetapkan undang-undang tanpa persetujuan Muktamar, contohnya adalah ketika ia ingin mengizinkan perempuan masuk militer.[258] Terkadang pula ia memerintahkan pengadaan pemilu setelah ia menyadari bahwa Muktamar akan menetapkan undang-undang yang ia tentang.[259] Khadafi menyatakan bahwa Muktamar memenuhi semua kebutuhan politik Libya, sehingga organisasi politik lain dianggap tidak diperlukan; semua kelompok yang tidak mendapatkan izin (termasuk partai politik, asosiasi profesional, serikat buruh, dan kelompok wanita dilarang).[260] Walaupun begitu, Ronald Bruce St. John yang merupakan seorang pakar mengenai Libya mengamati bahwa sistem Jamahiriyah masih tetap "memperkenalkan sistem perwakilan dan partisipasi dengan tingkatan yang sebelumnya tidak pernah ada di Libya."[261]
Setelah menghapuskan lembaga-lembaga hukum yang sudah ada sebelumnya, Khadafi ingin agar Jamahiriyah mengikuti Alquran sebagai landasan hukum; ia menyatakan bahwa hukum "buatan manusia" tidak alami dan bersifat diktator, dan ia hanya mengizinkan hukum Allah.[262] Ia mengubah pendiriannya dalam waktu setahun dengan mengumumkan bahwa hukum syariah tidak cocok untuk Jamahiriyah karena hukum tersebut menjamin perlindungan hak milik pribadi, sehingga bertentangan dengan sosialisme yang dikemukakan dalam Buku Hijau.[263] Akibat pendekatannya yang seolah menyetarakan posisi Buku Hijau dengan Alquran, para ulama konservatif menuduhnya syirik, sehingga semakin memperkuat perlawanan terhadap rezimnya.[264] Pada Juli 1977, meletus perang perbatasan dengan Mesir, dan Mesir berhasil mengalahkan Libya walaupun mereka kalah teknologi. Konflik ini berlangsung satu minggu sebelum akhirnya kedua belah pihak bersedia menandatangani perjanjian perdamaian yang ditengahi oleh beberapa negara Arab.[265] Mesir dan Sudan telah berhaluan dengan Amerika Serikat, sehingga Libya terdorong untuk berhaluan secara strategis (tetapi bukan secara politik) dengan Uni Soviet.[266] Sebagai pengakuan atas peningkatan hubungan dagang antara Libya dengan Uni Soviet, Khadafi diundang ke Moskwa pada Desember 1976; di situ, ia berbicara dengan Leonid Brezhnev.[267] Pada Agustus 1977, ia mengunjungi Yugoslavia, dan di situ ia bertemu dengan Josip Broz Tito yang memiliki hubungan yang lebih hangat dengannya.[243]
Komite-Komite Revolusioner dan upaya memajukan sosialisme: 1978–1980
"Apabila sosialisme didefinisikan sebagai redistribusi kekayaan dan sumber daya, revolusi sosialis jelas telah terjadi di Libya setelah tahun 1969 dan khususnya pada paruh kedua dasawarsa 1970-an. Pengaturan ekonomi menjadi semakin sosialis baik dalam tatanan niatan maupun dampaknya dengan diredistribusikannya kekayaan dalam bentuk rumah, modal, dan lahan. Usaha-usaha swasta hampir sepenuhnya dihapuskan dan digantikan oleh ekonomi yang dikendalikan dari pusat."
— Pakar politik Ronald St Bruce.[268]
Pada Desember 1978, Khadafi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal Muktamar Umum Rakyat, dan ia mengumumkan bahwa ia akan lebih memusatkan perhatiannya pada kegiatan revolusioner daripada pemerintahan; ini merupakan bagian dari pendekatan barunya yang memisahkan aparat revolusi dari pemerintahan. Walaupun ia tidak lagi memiliki jabatan resmi di pemerintahan, ia mengambil gelar "Pemimpin Revolusi" dan tetap menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata.[269] Sejarawan Dirk Vandewalle menyatakan bahwa meskipun Jamahariya dinyatakan sebagai sistem demokrasi langsung, Libya tetap memiliki "sistem politik yang eksklusif dengan proses pengambilan keputusan" yang "terbatas pada beberapa penasihat dan orang-orang kepercayaan" Khadafi.[270]
Libya juga mulai berupaya mewujudkan sosialisme. Pada Maret 1978, pemerintah mengeluarkan panduan untuk melakukan redistribusi perumahan, dan mereka berusaha memastikan agar semua orang dewasa di Libya memiliki hak milik atas rumah mereka dan tidak ada yang diperbudak hanya untuk membayar sewa. Sebagian besar keluarga dilarang memiliki lebih dari satu rumah, sementara hak-hak milik yang sebelumnya disewakan disita oleh negara dan dijual kepada penyewa dengan harga yang rendah berkat subsidi besar dari pemerintah.[271] Pada bulan September, Khadafi menyerukan kepada Komite-Komite Rakyat untuk menghapuskan "birokrasi di sektor publik" dan "kediktatoran sektor swasta"; Komite-Komite Rakyat lalu mengambil alih kendali atas ratusan perusahaan dan mengubahnya menjadi koperasi pekerja yang dikelola oleh anggota perwakilan terpilih.[272]
Pada tanggal 2 Maret 1979, Muktamar Umum Rakyat mengumumkan pemisahan pemerintahan dari revolusi, dan setelah itu revolusi akan "diwakilkan" oleh Komite-Komite Revolusioner yang baru, yang bekerja sama dengan Komite-Komite Rakyat di sekolah-sekolah, universitas-universitas, serikat-serikat pekerja, lembaga kepolisian, dan militer.[273] Komite-Komite Revolusioner didominasi oleh para pengikut fanatik revolusi, yang kebanyakan adalah pemuda; komite tersebut dikepalai oleh Mohammad Maghgoub dan sebuah Kantor Koordinasi Pusat yang berbasis di Tripoli, dan mereka bertemu dengan Khadafi setiap tahunnya.[274] Anggota Komite-Komite Revolusioner diambil dari Muktamar Asasi Rakyat.[261] Menurut Bearman, sistem komite revolusioner menjadi "mekanisme penting (jika bukan mekanisme utama) yang digunakan [Khadafi] untuk mengendalikan politik Libya."[275] Komite-Komite Revolusioner juga mengambil alih kendali pers pada Oktober 1980, dan mereka menerbitkan majalah mingguan yang berjudul Pawai Hijau (al-Zahf al-Akhdar).[273] Mereka bertanggung jawab menggalakkan semangat revolusi. Mereka juga melakukan pengawasan secara ideologis dan memiliki peranan untuk menjaga keamanan dan menangkap dan mengadili mereka sesuai dengan "hukum revolusi" (qanun al-thawra).[276] Tidak ada undang-undang tertulis ataupun jaminan hukum dalam sistem ini, sehingga sistem pengadilan revolusioner cenderung dilakukan secara sembarangan dan mengakibatkan penyalahgunaan dan penindasan kebebasan sipil yang disebut "Teror Hijau."[277]
Pada tahun 1979, komite-komite ini mulai meredistribusikan lahan di dataran Jefara, dan program ini berlangsung hingga tahun 1981.[278] Pada Mei 1980, mereka memberlakukan kebijakan yang meredistribusikan dan menyamaratakan kekayaan; apabila seseorang memiliki uang dengan jumlah yang melebihi 1000 dinar di rekening bank mereka, maka kelebihannya akan disita oleh negara.[279] Pada tahun berikutnya, Muktamar Umum Rakyat mengumumkan bahwa pemerintah akan mengambil alih kendali atas impor, ekspor, dan distribusi, dan pasar negara akan menggantikan usaha-usaha swasta; akibatnya, jumlah barang konsumen yang tersedia mengalami penurunan, dan pasar gelap malah berkembang pesat.[280] Khadafi juga merasa putus asa dengan lambatnya perkembangan reformasi yang terkait dengan perempuan, dan pada tahun 1979, ia meluncurkan Formasi Perempuan Revolusioner sebagai pengganti Federasi Perempuan Libya yang memiliki pendekatan bertahap.[281] Pada tahun 1978, ia mendirikan Akademi Militer Perempuan di Tripoli dan mengajak para wanita untuk bergabung.[282] Tindakan ini sangat kontroversial dan ditolak oleh Muktamar Umum Rakyat pada Februari 1983. Khadafi tetap kukuh, dan ketika upaya ini lagi-lagi ditolak oleh Muktamar pada Maret 1984, ia menolak mengikuti keputusan tersebut dan menyatakan bahwa "dia yang menolak pelatihan dan pemberdayaan perempuan adalah agen imperialisme."[283]
Akibat tindakan Jamahiriyah yang radikal, pemerintah Khadafi dimusuhi oleh banyak orang. Perlawanan paling sering muncul dari kaum fundamentalis Islam yang terilhami oleh Revolusi Iran 1979.[284] Pada Februari 1978, Khadafi mendapati bahwa kepala intelijen militer berencana membunuhnya, sehingga ia mulai memercayakan keamanan kepada suku Qadhadhfa yang merupakan sukunya.[285] Orang-orang yang kehilangan kekayaannya atau yang hartanya disita juga berbalik melawan pemerintahan Khadafi, dan sejumlah kelompok oposisi yang didanai oleh Barat didirikan di pengasingan. Salah satunya yang paling penting adalah Barisan Nasional untuk Keselamatan Libya yang didirikan pada tahun 1981 oleh Mohammed Magariaf, yang mengadakan serangan-serangan terhadap pemerintahan Libya.[286] Kelompok lain yang disebut al-Borkan mulai membunuh diplomat-diplomat Libya di luar negeri.[287] Khadafi memerintahkan agar "anjing-anjing liar" tersebut dibunuh, dan di bawah kepemimpinan Kolonel Younis Bilgasim, Komite-Komite Revolusioner mendirikan cabang-cabang di luar negeri untuk menindas kegiatan anti-revolusi dan menghabisi tokoh-tokoh pembangkang.[288] Walaupun negara-negara seperti Suriah dan Israel juga memiliki regu yang menyasar tokoh-tokoh tertentu, Khadafi adalah sosok yang tidak biasa karena ia berani sesumbar di muka umum bahwa pemerintahannya melakukan hal tersebut;[289] pada tahun 1980, ia memerintahkan agar semua pembangkang kembali ke tanah air jika mereka tidak ingin "dimusnahkan di manapun kalian berada."[290]
"Aku telah menciptakan Utopia di sini, di Libya. Bukan khayalan seperti yang ditulis orang di buku-buku, tetapi Utopia yang nyata."
— Muammar Khadafi.[291]
Libya mencoba memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat yang dipimpin oleh Presiden Jimmy Carter pada masa itu, salah satunya dengan mencoba menarik hati saudaranya, usahawan Billy Carter,[292] tetapi pada tahun 1979, Amerika Serikat malah memasukkan Libya ke dalam daftar "Negara Pendukung Terorisme".[293] Hubungan mereka semakin memburuk pada akhir tahun tersebut ketika para demonstran membakar kedutaan besar Amerika Serikat di Tripoli sebagai lambang solidaritas dengan para penyandera diplomat Amerika Serikat di Iran.[294] Pada tahun berikutnya, pesawat tempur Libya mulai mencegat pesawat tempur Amerika Serikat yang terbang di Laut Tengah, sehingga menjadi pertanda hancurnya hubungan di antara kedua negara.[293] Hubungan Libya dengan Lebanon dan kelompok-kelompok Syiah di berbagai belahan dunia juga memburuk akibat hilangnya imam Musa al-Sadr pada Agustus 1978 saat ia sedang mengunjungi Libya; Lebanon menuduh Khadafi telah membunuhnya atau memenjarakannya, tetapi ia menampik tuduhan tersebut.[295] Sementara itu, hubungan dengan Suriah membaik, karena Khadafi dan Hafez al-Assad memiliki musuh bersama, yaitu Israel dan Mesir di bawah kepemimpinan Sadat. Pada tahun 1980, mereka menggagas penyatuan Libya dan Suriah, dan Libya berjanji akan melunasi utang Suriah sebesar £1 miliar kepada Uni Soviet; walaupun Assad akhirnya membatalkan rencana penyatuan tersebut akibat tekanan yang ia hadapi, mereka berdua tetap menjadi sekutu.[296] Sekutu Libya lainnya adalah Uganda, dan pada tahun 1979, Khadafi mengirim 2.500 tentara untuk membantu Uganda mempertahankan rezim Presiden Idi Amin dari serangan balasan Tanzania. Misi tersebut gagal; 400 tentara Libya tewas dan sisanya terpaksa mundur.[297] Khadafi kelak menyesali persekutuannya dengan Amin, dan ia secara terbuka mengkritiknya sebagai seorang yang "fasis" dan "pamer".[298]
Konflik dengan Amerika Serikat dan sekutunya: 1981–1986
Pada awal dan pertengahan dasawarsa 1980-an, Libya menghadapi kemelut ekonomi; dari tahun 1982 hingga 1986, pendapatan tahunan Libya yang didapat dari hasil minyak turun dari $21 miliar menjadi $5,4 miliar.[299] Khadafi memusatkan perhatiannya pada proyek-proyek irigasi, dan pada tahun 1983, dimulai pembangunan proyek infrastruktur terbesar dan termahal dalam sejarah Libya, yakni Sungai Buatan Raya; walaupun proyek ini rencananya akan dituntaskan pada akhir dasawarsa tersebut, proyek ini masih belum selesai pada awal abad ke-21.[300] Belanja militer ditingkatkan, sementara anggaran pemerintahan lainnya dipotong.[301] Utang luar negeri Libya naik,[302] dan pemerintah mulai melakukan tindakan penghematan untuk mendorong kemandirian; pada Agustus 1985, Libya melakukan deportasi massal terhadap pekerja-pekerja asing, dan sebagian besar dari antara mereka berasal dari Mesir dan Tunisia.[303] Ancaman dalam negeri terus menghantui Khadafi; pada Mei 1984, sekelompok milisi gagal menyerang rumah Khadafi di Bab al-Azizia (entah milisi tersebut berkaitan dengan Barisan Nasional untuk Keselamatan Libya atau Ikhwanul Muslimin), dan sesudah peristiwa tersebut 5.000 pembangkang ditangkap.[304]
Libya telah lama mendukung milisi FROLINAT di Chad, dan pada Desember 1980, Libya kembali menyerang Chad atas permintaan dari pemerintahan GUNT yang dikendalikan oleh FROLINAT untuk membantu mereka dalam perang saudara; pada Januari 1981, Khadafi mengusulkan penyatuan Chad dengan Libya. Organisasi Kesatuan Afrika menentang hal ini dan menyerukan agar pasukan Libya ditarik dari Chad, dan Libya melakukan hal tersebut pada November 1981. Perang saudara pun berlanjut, sehingga Libya kembali mengirim pasukannya ke Chad dan bentrok dengan pasukan Prancis yang mendukung pasukan Chad di selatan.[305] Banyak negara Afrika yang sudah tidak tahan lagi dengan campur tangan Libya dalam urusan dalam negeri mereka, sehingga pada tahun 1980, sembilan negara Afrika memutus hubungan diplomatik mereka dengan Libya,[306] sementara pada tahun 1982, Organisasi Kesatuan Afrika membatalkan rencana konferensi di Tripoli agar Khadafi tidak dapat menjadi ketua.[307] Khadafi lalu mengusulkan penyatuan dengan Maroko, dan pada Agustus 1984, Khadafi dan Raja Maroko Hassan II menandatangani Perjanjian Oujda yang membentuk Persatuan Arab-Afrika; persatuan tersebut mengejutkan banyak pengamat karena kedua pemerintahan tersebut tidak hanya sudah lama bermusuhan, tetapi juga memiliki perbedaan sistem politik yang besar. Namun, hubungan di antara kedua negara tersebut tetap buruk, khususnya akibat hubungan baik Maroko dengan Amerika Serikat dan Israel; pada Agustus 1986, Hassan membubarkan persatuan tersebut.[308]
Pada tahun 1981, Presiden Amerika Serikat yang baru, Ronald Reagan, memutuskan untuk mengambil pendekatan keras terhadap Libya, dan ia membuat klaim yang salah bahwa Libya adalah boneka Uni Soviet.[309] Sebagai gantinya, Khadafi meningkatkan hubungan dagangnya dengan Uni Soviet, dan ia kembali mengunjungi Moskwa pada April 1981 dan 1985.[310] Walaupun begitu, Uni Soviet waspada dengan Khadafi karena ia dianggap sebagai seorang ekstremis yang tidak dapat diprediksi.[311] Sementara itu, Amerika Serikat memulai latihan militer di Teluk Sirte (kawasan laut yang diklaim sebagai laut teritorial Libya), dan pada Agustus 1981, mereka menembak jatuh dua pesawat Su-22 milik Libya.[312] Reagan menutup kedutaan besar Libya di Washington, D.C. dan ia memberikan nasihat kepada perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang beroperasi di Libya untuk mengurangi jumlah personil Amerika yang ditugaskan di sana.[313] Pada Maret 1982, Amerika Serikat mulai memberlakukan embargo minyak Libya,[314] dan pada Januari 1986, mereka memerintahkan agar semua perusahaan Amerika berhenti beroperasi di Libya, walaupun ratusan pekerja masih menetap di Libya setelah pemerintahan negara tersebut melipatgandakan gaji mereka.[315] Hubungan diplomatik dengan Britania juga rusak setelah diplomat-diplomat Libya dituduh membunuh Yvonne Fletcher, seorang polwan Britania Raya yang sedang bertugas di luar kedubes Libya di London, pada April 1984.[316] Pada musim semi tahun 1986, Angkatan Laut Amerika Serikat kembali melakukan latihan di Teluk Sirte; militer Libya mengambil tindakan balasan, tetapi mereka gagal karena Amerika Serikat berhasil menenggelamkan beberapa kapal Libya.[317]
Setelah Amerika Serikat menuduh Libya sebagai dalang pengeboman diskotik Berlin 1986 yang merenggut nyawa dua tentara Amerika, Reagan memutuskan untuk melakukan pembalasan secara militer.[318] CIA sangat mengkritik tindakan ini, karena mereka merasa bahwa Suriah adalah ancaman yang lebih besar dan serangan tersebut akan memperkuat reputasi Khadafi. Namun, Libya dianggap sebagai "sasaran yang lunak."[319] Reagan didukung oleh Britania Raya, tetapi ditentang oleh sekutu-sekutu Amerika di Eropa, yang merasa bahwa tindakan tersebut melanggar hukum internasional.[320] Dalam Operasi El Dorado Canyon yang dilancarkan pada 15 April 1986, pesawat-pesawat militer AS melancarkan sejumlah serangan udara di Libya. Mereka mengebom instalasi-instalasi militer di berbagai tempat dan menewaskan sekitar 100 orang Libya, termasuk beberapa warga sipil. Salah satu sasarannya adalah rumah Khadafi. Khadafi sendiri selamat, tetapi dua putranya mengalami luka-luka, dan ia mengklaim bahwa putri adopsinya yang berumur empat tahun, Hanna, tewas akibat serangan tersebut, walaupun keberadaan anak tersebut telah diragukan.[321] Sesudah peristiwa tersebut, Khadafi mundur ke wilayah gurun untuk sembahyang,[322] sementara terjadi bentrok antara pendukung Khadafi dengan perwira angkatan darat yang ingin menjatuhkan pemerintahan.[323] Walaupun tindakan Amerika Serikat menuai kecaman dari dunia internasional, popularitas Reagan melejit di dalam negeri.[324] Khadafi sendiri mencerca imperialisme Amerika di muka umum, dan reputasinya sebagai tokoh anti-imperialis semakin menguat di dalam negeri maupun di negara-negara Arab.[325]
"Revolusi di dalam Revolusi": 1987–1998
Pada akhir dasawarsa 1980-an, Libya mulai melancarkan reformasi ekonomi liberal untuk menanggulangi penurunan pendapatan dari minyak. Pada Mei 1987, Khadafi mengumumkan permulaan "Revolusi di dalam Revolusi", yang diawali dengan reformasi terhadap industri dan pertanian dan pembukaan kembali usaha-usaha kecil.[326] Kegiatan Komite-Komite Revolusioner juga mulai dibatasi; pada Maret 1988, didirikan Kementerian Mobilisasi Massal dan Kepemimpinan Revolusioner yang membatasi penggunaan kekerasan dan peran kehakiman komite-komite tersebut, sementara pada Agustus 1988, Khadafi secara terang-terangan mengkritik komite-komite ini.[327]
Pada bulan Maret, ratusan tawanan politik dibebaskan, dan Khadafi membuat klaim yang sebenarnya salah bahwa di Libya sudah tidak ada lagi tawanan politik.[328] Pada bulan Juni, pemerintah Libya mengeluarkan Piagam Hijau Agung tentang Hak Asasi Manusia pada Zaman Rakyat, dengan 27 pasal yang menjabarkan tujuan, hak, dan jaminan yang dimaksudkan untuk memperbaiki situasi hak asasi manusia di Libya, membatasi pengganjaran hukuman mati, dan menyerukan agar hukuman semacam itu pada akhirnya dihapuskan. Banyak tindakan yang diusulkan oleh piagam ini yang kemudian diberlakukan pada tahun berikutnya, tetapi yang lainnya tetap tidak diwujudkan.[329] Selain itu, pada tahun 1989, pemerintah Libya mulai menganugerahkan Penghargaan Internasional Al-Khadafi untuk Hak Asasi Manusia kepada tokoh-tokoh dari Dunia Ketiga yang telah berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme; pemenang pertamanya pada tahun tersebut adalah pegiat anti-apartheid asal Afrika Selatan, Nelson Mandela.[330] Dari tahun 1994 hingga 1997, pemerintah mulai memprakarsai komite-komite untuk memberantas korupsi, khususnya di sektor ekonomi.[331]
Seusai serangan Amerika Serikat pada tahun 1986, angkatan darat dibersihkan dari orang-orang yang diduga tidak setia,[324] dan pada tahun 1988, Khadafi mengumumkan pendirian milisi rakyat untuk menggantikan angkatan darat dan polisi.[332] Pada tahun 1987, Libya mulai memproduksi gas mustard di sebuah fasilitas di Rabta, meskipun mereka menampik bahwa mereka sedang menimbun senjata kimia.[333] Libya juga mencoba mengembangkan senjata nuklir, tetapi mereka tidak berhasil.[334] Pada masa ini, perlawanan dari kelompok Islam di dalam negeri juga semakin menguat, khususnya dari Ikhwanul Muslimin dan Kelompok Tempur Islam Libya. Sejumlah upaya untuk membunuh Khadafi berhasil digagalkan, dan kemudian pada tahun 1989, petugas keamanan menyerbu masjid-masjid yang dianggap sebagai pusat dakwah anti-revolusi.[335] Pada Oktober 1993, beberapa anggota angkatan darat melancarkan kudeta yang gagal di Misratah, sementara pada September 1995, kelompok Islamis mengobarkan pemberontakan di Benghazi, dan pada Juli 1996, kerusuhan sepak bola anti-Khadafi meletus di Tripoli.[336] Komite-Komite Revolusioner pun bangkit lagi untuk menghadapi kaum Islamis.[337]
Pada tahun 1989, Khadafi merasa bahagia setelah mendengar berita pembentukan Persatuan Maghrib Arab yang merupakan sebuah pakta ekonomi antara Libya dengan Mauritania, Maroko, Tunisia, dan Aljazair. Khadafi sendiri menganggapnya sebagai langkah awal menuju pendirian Persatuan Pan-Arab yang baru.[338] Sementara itu, Libya terus menambah dukungannya kepada militan-militan anti Barat seperti Tentara Republik Irlandia Sementara,[339] dan pada tahun 1988, Pan Am Penerbangan 103 meledak di atas Lockerbie di Skotlandia, sehingga menewaskan 243 penumpang dan 16 kru, ditambah dengan 11 orang di darat. Berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian Britania Raya, dua orang Libya yang bernama Abdelbaset al-Megrahi dan Lamin Khalifah Fhimah ditetapkan sebagai tersangka utama, dan pada November 1991, mereka meminta agar Libya menyerahkan kedua orang tersebut. Setelah Khadafi menolak dengan menggunakan Konvensi Montreal sebagai dalih, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengeluarkan Resolusi 748 pada Maret 1992 yang memulai sanksi ekonomi terhadap Libya.[340] Akibatnya, Libya diperkirakan mengalami kerugian sebesar $900 juta.[341] Libya kembali berseteru dengan Barat pada Januari 1989, setelah dua pesawat perang Libya ditembak jatuh oleh Amerika Serikat di lepas pantai Libya.[342] Banyak negara Afrika yang mengkritik sanksi yang ditetapkan oleh PBB, termasuk Mandela saat ia sedang mengunjungi Khadafi pada Oktober 1997; selama kunjungan tersebut, ia juga memuji Libya karena telah turut berjuang melawan apartheid, dan ia menganugerahkan kepada Khadafi Ordo Harapan.[343] Sanksi dari PBB sendiri baru ditangguhkan pada tahun 1998 setelah Libya menyatakan kesediannya untuk menyerahkan kedua tersangka kepada Pengadilan Skotlandia di Belanda, dan proses ini diawasi oleh Mandela.[344]
Pan-Afrikanisme, perukunan kembali, dan privatisasi: 1999–2011
Pada akhir abad ke-20, Khadafi merasa putus asa dengan kegagalan gagasan Pan-Arabisme, dan ia pun mulai berbalik menjadi pendukung Pan-Afrikanisme.[345] Dari tahun 1997 hingga 2000, Libya memprakarsai perjanjian-perjanjian kerja sama atau pemberian bantuan bilateral kepada 10 negara Afrika,[346] dan pada tahun 1999, Libya bergabung dengan Komunitas Negara-Negara Sahel-Sahara.[347] Pada Juni 1999, Khadafi mengunjungi Mandela di Afrika Selatan.[348] Satu bulan sesudahnya, ia menghadiri pertemuan puncak Organisasi Kesatuan Afrika di Aljir, dan di situ ia menyerukan peningkatan integrasi ekonomi dan politik di Afrika dan menganjurkan pendirian Perserikatan Negara-Negara Afrika.[349] Ia menjadi salah satu pendiri Uni Afrika yang diprakarsai pada Juli 2002 untuk menggantikan Organisasi Kesatuan Afrika; pada upacara pembukaannya, ia mengajak negara-negara Afrika untuk menolak bantuan bersyarat yang diberikan oleh negara-negara maju, walaupun pesan ini bertolak belakang dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[350]
Pada pertemuan puncak ketiga Uni Afrika yang diadakan di Libya pada Juli 2005, Khadafi tidak hanya menyerukan peningkatan integrasi, tetapi juga menganjurkan pembuatan paspor Uni Afrika, pembentukan sistem pertahanan bersama, serta pengeluaran mata uang tunggal, dan ia menggunakan slogan "Perserikatan Negara-Negara Afrika adalah harapan."[351] Namun, usulannya untuk membentuk Perserikatan Negara-Negara Afrika (proyek yang awalnya dicetuskan oleh Kwame Nkrumah dari Ghana pada dasawarsa 1960-an) ditolak di pertemuan puncak Majelis Kepala Negara dan Pemerintahan di Lusaka (2001) oleh pemimpin-pemimpin Afrika yang merasa bahwa hal tersebut "tidak realistis" dan "utopis".[352] Pada Juni 2005, Libya bergabung dengan kawasan perdagangan bebas COMESA,[353] dan pada Agustus 2008, Khadafi dinyatakan sebagai "Raja Diraja" oleh sebuah komite yang terdiri dari pemimpin-pemimpin tradisional Afrika.[354] Mereka memahkotainya dalam sebuah upacara di Addis Ababa, Etiopia, pada Februari 2009; pada tahun yang sama, Khadafi juga terpilih sebagai ketua Uni Afrika untuk masa jabatan selama setahun.[355]
Pada masa ini pula Libya kembali ke kancah internasional. Pada tahun 1999, Libya mulai melakukan perundingan rahasia dengan pemerintahan Britania Raya untuk menormalisasi hubungan.[356] Pada tahun 2001, Khadafi mengutuk serangan 11 September yang dilancarkan oleh al-Qaeda terhadap Amerika Serikat, dan ia mengungkapkan rasa simpatinya kepada para korban dan menyerukan agar Libya turut terlibat dalam Perang melawan Teror untuk memberantas Islamisme militan.[357] Pemerintahannya juga terus berupaya meredam Islamisme di dalam negeri, dan pada saat yang sama Khadafi menyerukan agar hukum syariah semakin ditegakkan di negaranya.[358] Libya juga memperkuat hubungan dengan Tiongkok dan Korea Utara, dan Presiden Tiongkok Jiang Zemin mengunjungi Khadafi pada April 2002.[359] Kemudian, akibat meletusnya Perang Irak, pada Desember 2003, Libya melucuti senjata pemusnah massalnya dan menghentikan program senjata nuklir dan kimianya.[360] Berkat tindakan ini, hubungan Libya dengan Amerika Serikat membaik,[361] sementara Perdana Menteri Britania Raya Tony Blair mengunjungi Khadafi pada Maret 2004;[362] mereka berdua membina hubungan yang erat.[363] Satu bulan sesudahnya, Khadafi mendatangi markas besar Uni Eropa di Brussel, dan Uni Eropa mengakhiri sanksinya terhadap Libya pada bulan Oktober.[364]
Libya memiliki peranan strategis dalam upaya Eropa untuk membendung imigrasi ilegal dari Afrika.[365] Pada Oktober 2010, Uni Eropa memberikan €50 juta kepada Libya untuk menghentikan upaya para pendatang dari Afrika untuk melakukan perjalanan ke Eropa; Khadafi mendukung tindakan ini, karena ia merasa hal tersebut diperlukan agar Eropa tidak kehilangan jati dirinya menjadi "Eropa Hitam".[366] Khadafi juga membuat perjanjian dengan pemerintah Italia yang menyatakan bahwa Italia akan menanamkan modal dalam berbagai proyek infrastruktur di Libya sebagai ganti rugi atas penjajahan yang pernah dilakukan Italia di Libya.[367] Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi menyampaikan permintaan maaf secara resmi kepada Libya pada tahun 2006.[368] Selain itu, pada tanggal 30 Agustus 2008, Khadafi dan Berlusconi menandatangani perjanjian kerja sama di Benghazi;[369][370] berdasarkan isi perjanjian tersebut, Italia akan membayar $5 miliar kepada Libya sebagai ganti rugi atas pendudukan militer yang pernah dilakukan Italia. Sebagai gantinya, Libya akan mengambil tindakan untuk menghentikan imigrasi ilegal dari pesisir Libya dan juga mereka akan menambah investasi di perusahaan-perusahaan Italia.[370][371] Pada masa jabatan mereka, Berlusconi dan Khadafi membina hubungan yang erat.[372][373]
Setelah Libya dikeluarkan dari daftar negara pendukung terorisme oleh Amerika Serikat pada tahun 2006,[374] Khadafi masih meneruskan retorika anti-Baratnya, dan pada Pertemuan Puncak Afrika-Amerika Selatan Kedua yang digelar di Venezuela pada September 2009, ia menyerukan pembentukan persekutuan militer di Afrika dan Amerika Latin untuk menyaingi NATO.[375] Pada bulan yang sama, ia menyampaikan pidato di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York untuk pertama kalinya, dan ia menggunakan kesempatan tersebut untuk mengutuk "agresi Barat".[376][377] Pada musim semi tahun 2010, Khadafi mengumandangkan jihad melawan Swiss setelah polisi Swiss menuduh dua anggota keluarganya terlibat dalam kegiatan kriminal, sehingga hubungan di antara kedua negara tersebut pun rusak.[366]
Pada masa ini pula ekonomi Libya terus mengalami privatisasi; walaupun tokoh-tokoh pemerintahan menolak kebijakan-kebijakan sosialis yang menasionalisasi industri seperti yang dianjurkan dalam Buku Hijau, mereka menegaskan bahwa mereka sedang menciptakan "sosialisme rakyat" dan bukan kapitalisme.[378] Khadafi menyambut reformasi ini, dan menyerukan privatisasi besar-besaran dalam pidatonya pada Maret 2003.[379] Pada tahun 2003, banyak industri minyak yang dijual kepada perusahaan swasta,[380] dan pada tahun 2004, jumlah investasi asing langsung di Libya tercatat sebesar $40 miliar, peningkatan sebesar enam kali lipat dari tahun 2003.[381] Terdapat beberapa golongan yang menentang reformasi ini dan melakukan unjuk rasa,[382] dan pada Maret 2006, kelompok revolusioner garis keras menguasai kabinet Muktamar; walaupun mereka memperlambat laju perubahan, mereka tidak menghentikannya.[383] Pada tahun 2010, mulai digodok rencana yang hendak melakukan privatisasi terhadap setengah ekonomi Libya dalam kurun waktu satu dasawarsa.[384]
Meskipun Khadafi tidak mengiringi perubahan ini dengan liberalisasi politik dan ia masih mengendalikan pemerintahan Libya,[385] pada Maret 2010, pemerintah mulai memberikan kekuasaan kepada dewan-dewan munisipal.[386] Semakin banyak tenaga ahli berhaluan reformis yang mendapatkan jabatan di pemerintahan; salah satunya adalah anak Khadafi sendiri dan calon penerusnya, Saif al-Islam Khadafi, yang kritis terhadap rekam jejak hak asasi manusia di Libya. Ia memimpin kelompok yang mengusulkan perumusan konstitusi baru, tetapi hal ini tidak pernah terwujud.[387] Saif ingin menggalakkan industri pariwisata, sehingga ia mendirikan beberapa media yang dikelola swasta pada tahun 2008, tetapi media-media tersebut dinasionalisasi pada tahun 2009 setelah berani mengkritik pemerintah.[388] Pada Oktober 2010, Khadafi meminta maaf kepada para pemimpin Afrika atas perbudakan yang pernah dilakukan oleh puak Arab terhadap orang-orang Afrika.[389]
Perang Saudara Libya
Perang bermula dan berkecamuk: Februari–Agustus 2011
Setelah dimulainya peristiwa kebangkitan dunia Arab pada tahun 2011, Khadafi menyatakan dukungannya kepada Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang saat itu terancam lengser. Ia merasa bahwa rakyat Tunisia akan puas jika Ben Ali memberlakukan sistem Jamahiriyah di negaranya.[390] Libya sendiri berusaha mencegah kerusuhan di dalam negeri dengan menurunkan harga pangan, membersihkan tampuk kepemimpinan angkatan darat dari orang-orang yang mungkin akan berkhianat, serta dengan melepaskan beberapa tawanan Islamis.[391] Tindakan-tindakan ini tidak berhasil, dan pada tanggal 17 Februari 2011, merebak demonstrasi besar yang menentang pemerintahan Khadafi. Tidak seperti di Tunisia atau Mesir, Libya cukup seragam secara keagamaan dan tidak memiliki pergerakan Islamis yang kuat, tetapi banyak yang tidak puas dengan korupsi dan sistem patronase di negara tersebut, sementara tingkat pengangguran telah mencapai 30%.[392]
Khadafi melemparkan tuduhan bahwa para pemberontak telah diberikan "narkoba" yang membuat mereka "berhalusinasi", dan ia juga menuding mereka memiliki hubungan dengan al-Qaeda. Khadafi sendiri menyatakan bahwa ia lebih baik mati syahid daripada meninggalkan Libya.[393] Ketika ia mengumumkan bahwa para pemberontak akan "diburu dari jalan ke jalan, rumah ke rumah, dan lemari ke lemari",[394] angkatan darat mulai menembaki para demonstran di Benghazi dan menewaskan ratusan orang.[395] Akibatnya, sejumlah politikus senior mengundurkan diri atau membelot ke pihak demonstran.[396] Pemberontakan langsung merebak di wilayah timur Libya yang secara ekonomi tidak semaju wilayah barat.[397] Pada akhir bulan Februari, kota-kota di timur seperti Benghazi, Misratah, El-Bayda, dan Tobruk telah dikendalikan oleh para pemberontak,[398] dan Dewan Transisi Nasional (DTN) yang berpusat di Benghazi dibentuk sebagai perwakilan mereka.[399]
Pada awal konflik ini, Khadafi tampak akan menang, terutama mengingat bahwa mereka memiliki kekuatan militer yang lebih besar.[397] Kedua belah pihak sama-sama mengabaikan hukum perang dan melakukan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk dengan melakukan penangkapan secara sembarangan, penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, dan serangan balas dendam.[400] Pada tanggal 26 Februari, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan Resolusi 1970 yang menangguhkan Libya dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB, memberlakukan sanksi, dan menyerukan kepada Mahkamah Pidana Internasional untuk menyelidiki pembunuhan warga tak bersenjata.[401] Pada bulan Maret, Dewan Keamanan PBB mengumumkan zona larangan terbang untuk melindungi warga sipil dari pengeboman yang dilancarkan dari udara, dan dewan tersebut juga menyerukan kepada negara-negara lain untuk memberlakukannya; dewan ini juga secara khusus melarang pendudukan wilayah Libya oleh pasukan asing.[402] Qatar mengabaikan seruan tersebut dengan mengirim ratusan tentara untuk mendukung para pembangkang, dan bersama dengan Prancis dan Uni Emirat Arab, mereka menyediakan persenjataan dan pelatihan kepada DTN.[403] NATO mengumumkan bahwa mereka akan menegakkan zona larangan terbang.[404] Pada tanggal 30 April, serangan udara yang dilancarkan oleh NATO menewaskan anak laki-laki keenam Khadafi dan tiga cucu lelakinya di Tripoli.[405]
Pada bulan Juni, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan Khadafi, anaknya Saif al-Islam, dan saudara iparnya Abdullah Senussi (yang menjabat sebagai kepala keamanan negara), atas tuduhan kejahatan terhadap kemanusiaan.[406] Pada bulan yang sama, Amnesty International menerbitkan laporan mereka yang menyatakan bahwa tentara Khadafi bertanggung jawab atas berbagai macam kejahatan perang, tetapi pada saat yang sama, mereka juga mendapati bahwa banyak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang lain yang tidak memiliki bukti tepercaya dan mungkin merupakan karangan pasukan pemberontak yang disebarkan oleh media Barat.[407] Pada bulan Juli, lebih dari 30 pemerintahan di dunia mengakui DTN sebagai pemerintahan Libya yang sah; Khadafi sendiri mengajak pendukungnya untuk "Menginjak-injak pengakuan tersebut, injak-injaklah mereka di bawah kaki kalian... Mereka sama sekali tidak berguna."[2] Pada bulan Agustus, Liga Arab mengakui DTN sebagai "perwakilan sah negara Libya".[4]
Dengan perlindungan udara yang diberikan oleh NATO, para milisi pemberontak terus mendesak ke barat, mengalahkan pasukan pro-Khadafi, dan mengamankan wilayah tengah Libya.[408] Setelah mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok Amazigh (Berber) di Pegunungan Nafusa yang telah lama ditindas karena mereka bukanlah penutur bahasa Arab, pasukan DTN mengepung pasukan pendukung Khadafi di beberapa wilayah penting di Libya barat.[408] Pada bulan Agustus, para pemberontak merebut Zliten dan Tripoli.[409]
Penangkapan dan kematian: September–Oktober 2011
Tinggal sedikit kota di Libya barat yang tetap menjadi benteng pendukung Khadafi, yaitu Bani Walid, Sebha, dan Surt.[409] Setelah jatuhnya ibu kota Libya, Khadafi mundur ke Surt,[410] dan ia menyatakan kesediannya untuk berunding perihal penyerahan kekuasaan kepada pemerintahan transisi, tetapi usulan ini ditolak mentah-mentah oleh DTN.[410] Khadafi terus menerus berpindah tempat untuk menghindari penembakan oleh DTN, dan menghabiskan waktunya untuk berdoa dan membaca Alquran.[411] Pada tanggal 20 Oktober, Khadafi keluar dari Distrik 2 Surt di dalam sebuah konvoi gabungan sipil-militer dengan harapan agar ia dapat mengungsi ke Lembah Jarref.[412][1] Sekitar pukul 8:30 pagi, pesawat pengebom NATO beraksi dan menghancurkan paling tidak 14 kendaraan dan menewaskan setidaknya 53 orang.[1][413] Konvoi tersebut pun terpencar, dan Khadafi dan orang-orang terdekat dengannya melarikan diri ke sebuah villa terdekat yang kemudian ditembaki oleh milisi pemberontak dari Misratah. Khadafi lalu melarikan diri ke sebuah situs konstruksi dan bersembunyi di dalam pipa drainase, sementara para pengawalnya bertarung melawan pemberontak; selama kejadian tersebut, Khadafi mengalami luka di kepala akibat ledakan granat, sementara menteri pertahanan Abu-Bakr Yunis Jabr tewas terbunuh.[1][414]
Para milisi Misratah menawan Khadafi dan mengakibatkan luka-luka berat saat mereka mencoba menangkapnya; peristiwa ini direkam oleh sebuah ponsel. Sebuah video menunjukkan anus Khadafi sedang disodok atau ditusuk "dengan sejenis tongkat atau pisau"[415] atau mungkin sebuah bayonet.[416] Ia ditarik ke depan sebuah truk, dan ia terjatuh saat truk tersebut bergerak. Tubuhnya yang setengah telanjang dan tidak bergerak lalu dibawa ambulans ke Misratah; setibanya di sana, ia didapati sudah meninggal.[417] Berdasarkan klaim resmi DTN, Khadafi meninggal akibat luka peluru yang ditimbulkan saat ia berada di tengah baku tembak.[1] Berdasarkan pengakuan saksi lainnya, para pemberontak menembak Khadafi di perutnya.[1] Anak Khadafi, Mutassim, yang juga berada di konvoi tersebut, turut ditangkap dan ditemukan telah meninggal beberapa jam kemudian, kemungkinan karena dibunuh.[418] Sekitar 140 orang yang setia dengan Khadafi di konvoi tersebut ditangkap; jenazah 66 orang dari antara mereka kemudian ditemukan di Hotel Mahari, dan mereka merupakan korban pembunuhan di luar hukum.[419] Kepala patologis forensik Libya, Othman al-Zintani, melakukan otopsi terhadap jenazah Khadafi, putranya, dan Jabr, beberapa hari setelah kematian mereka; walaupun ia memberitahukan kepada media bahwa Khadafi telah meninggal akibat luka tembakan di kepalanya, laporan otopsi tersebut tidak diterbitkan.[420]
Pada siang hari setelah Khadafi meninggal, Perdana Menteri DTN Mahmoud Jibril mengumumkan kabar tersebut.[1] Jenazah Khadafi ditempatkan di sebuah lemari es di pasar bersama dengan jenazah Yunis Jabr dan Mutassim; jenazah-jenazah mereka dipamerkan selama empat hari, dan orang Libya dari berbagai tempat datang untuk menyaksikannya.[421] Video kematian Gaddafi disiarkan di saluran-saluran media internasional.[422] Untuk menanggapi seruan dari dunia internasional, pada tanggal 24 Oktober, Jibril mengumumkan bahwa akan ada sebuah komisi yang menyelidiki kematian Khadafi.[423] Pada tanggal 25 Oktober, DTN mengumumkan bahwa jenazah Khadafi telah dikubur di sebuah tempat rahasia di gurun.[424] Untuk membalas pembunuhan Khadafi, para pendukungnya melukai dan menyiksa salah satu orang yang telah menangkap Khadafi, yaitu Omran Shaaban yang berumur 22 tahun, selama beberapa hari di dekat Bani Walid pada September 2012, dan ia akhirnya meninggal di Prancis.[425]
Ideologi politik
"Kami menyebutnya Teori [Internasional] Ketiga untuk menunjukkan bahwa ada jalan baru bagi semua yang menolak kapitalisme materialis dan komunisme ateis. Jalan ini untuk semua orang di dunia yang membenci konfrontasi yang berbahaya antara persekutuan militer Warsawa dengan Atlantik Utara. Jalan ini untuk mereka yang percaya bahwa semua bangsa di dunia itu bersaudara di bawah kekuasaan ilahi."
— Muammar Khadafi.[426]
Ideologi Khadafi dibentuk oleh latar belakangnya, khususnya jati dirinya sebagai seorang Muslim dan Badawi serta rasa bencinya terhadap tindakan para penjajah Eropa di Libya.[427] Saat masih sekolah, Khadafi mulai memeluk ideologi nasionalisme Arab dan sosialisme Arab, dan ia sangat dipengaruhi oleh Nasserisme sampai-sampai Khadafi menganggap Nasser sebagai pahlawan.[428] Pada awal dasawarsa 1970-an, Khadafi merumuskan pendekatannya sendiri mengenai nasionalisme dan sosialisme Arab yang disebut Teori Internasional Ketiga, yang telah digambarkan sebagai perpaduan "sosialisme utopis, nasionalisme Arab, dan teori revolusioner Dunia Ketiga yang populer pada masa itu."[429] Ia menganggap sistem ini sebagai sebuah alternatif dari model kapitalisme Barat dan Marxisme-Leninisme.[430] Ia menjabarkan isi teorinya dalam tiga volume Buku Hijau, dan di situ ia berupaya "menjelaskan struktur masyarakat idaman."[431]
Ronald Bruce St. John menganggap nasionalisme Arab sebagai "nilai primordial" Khadafi.[432] Khadafi menyerukan kepada dunia Arab untuk meraih kembali martabatnya dan menjadi pemain utama di kancah dunia, dan ia menganggap kekuasaan Utsmaniyah, imperialisme Eropa, serta monarki-monarki yang korup dan penindas sebagai penyebab keterbelakangan di negara-negara Arab.[433] Dengan menganut pandangan nasionalisme Arab, Khadafi pun memeluk ideologi Pan-Arabisme yang percaya bahwa dunia Arab perlu disatukan menjadi satu negara.[434] Untuk mewujudkan hal tersebut, ia telah mengusulkan penyatuan politik dengan lima negara Arab tetangga pada tahun 1974, walaupun upaya ini tidak membuahkan hasil.[435] Pandangan Khadafi yang berkaitan dengan bangsa Arab telah digambarkan sebagai bentuk nativisme.[436] Sementara itu, Khadafi menganggap sistem Jamahiriyah yang ia telurkan sebagai teladan untuk orang-orang Arab, Islam, dan negara-negara non-blok,[437] dan dalam pidato-pidatonya, ia menyatakan bahwa Teori Internasional Ketiga pada akhirnya akan memandu seluruh dunia.[438] Namun demikian, ia kurang berhasil menyebarkan ideologinya ke luar Libya.[439]
Selain berpandangan nasionalis, anti-imperialisme juga menjadi ciri yang penting pada masa-masa awal pemerintahan Khadafi. Ia berjuang menentang imperialisme dan kolonialisme Barat di negara-negara Arab, termasuk ekspansionisme Barat yang menurutnya diejawantahkan dalam bentuk Israel.[440] Selama bertahun-tahun anti-Zionisme menjadi bagian yang mendasar dalam ideologi Khadafi. Ia berkeyakinan bahwa negara Israel tidak seharusnya ada, dan baginya kompromi dengan pemerintah Israel merupakan tindakan pengkhianatan terhadap bangsa Arab.[441] Khadafi membenci Amerika Serikat salah satunya karena mereka mendukung Israel, tetapi alasan penting lainnya adalah karena negara tersebut dianggap sebagai imperialis dan "perwujudan kejahatan".[442] Ia melawan orang Yahudi dalam pidato-pidatonya, dan Blundy dan Lycett mengklaim bahwa anti-Semitisme yang dianut Khadafi "hampir seperti Hitler".[443] Namun, pandangannya pada akhirnya berubah; pada tahun 2009, ia berujar bahwa "Orang Yahudi telah ditawan, dibantai, dirugikan dengan berbagai macam cara yang ada... [mereka] menginginkan dan pantas menerima tanah air mereka." Ia mengajak orang Yahudi dan Palestina agar "bergerak melampaui konflik lama dan memandang masa depan yang bersatu berdasarkan budaya bersama dan penghormatan", sehingga membentuk satu negara yang ia sebut "Isratin".[444]
Modernisme dan sosialisme Islam
Khadafi menolak pendekatan sekuler terhadap nasionalisme Arab seperti yang diterapkan di Suriah.[445] Ia malah merasa bahwa Arab dan Islam "satu dan tak terpisahkan",[446] dan ia menyerukan kepada minoritas Kristen di negara-negara Arab untuk masuk Islam.[447] Ia bersikeras agar hukum Islam menjadi landasan hukum negara, sehingga menghilangkan segala pemisahan antara agama dan negara.[448] Ia menginginkan kesatuan di dunia Islam,[449] dan mendorong penyebaran agama tersebut ke wilayah lainnya; dalam kunjungannya ke Italia pada tahun 2010, ia memberikan bayaran kepada perusahaan model untuk mencari 200 perempuan muda Italia untuk menghadiri kuliah yang ia sampaikan untuk mengajak mereka masuk Islam.[450] Menurut penulis biografi Khadafi Jonathan Bearman, saat sedang bersentuhan dengan Islam, Khadafi sebenarnya adalah seorang modernis dan bukan fundamentalis, karena ia menundukkan agama di bawah sistem politik dan tidak pernah mencoba mengislamkan negara seperti yang biasanya dilakukan oleh kaum Islamis.[451] Ia merasa terdorong oleh "misi ilahi", percaya bahwa ia menjadi penyalur kehendak Allah, dan ia juga berpendirian teguh untuk mewujudkan misi-misinya.[452] Namun, penafsirannya terhadap Islam bisa dibilang tidak biasa,[451] dan ia berseteru dengan ulama-ulama konservatif Libya. Banyak yang mengkritik upayanya untuk mendorong perempuan masuk ke bidang-bidang yang sebelumnya didominasi oleh lelaki, misalnya sebagai tentara. Khadafi ingin meningkatkan harkat perempuan, tetapi ia merasa bahwa laki-laki dan perempuan itu "terpisah namun setara", sehingga ia berkeyakinan bahwa perempuan sebaiknya tetap menjalankan peran-peran tradisional.[453]
"Tujuan masyarakat sosialis adalah kebahagiaan manusia, yang hanya dapat diwujudkan lewat kebebasan material dan spiritual. Pencapaian kebebasan semacam itu tergantung pada cakupan penguasaan manusia akan kebutuhannya, penguasaan yang bersifat pribadi dan dijamin, atau dalam kata lain, kebutuhanmu tidak boleh dimiliki orang lain dan juga tidak boleh dirampas oleh unsur masyarakat lainnya."
— Muammar Khadafi.[454]
Khadafi menyebut pendekatan ekonominya dengan istilah "sosialisme Islam".[455] Menurutnya, masyarakat sosialis dapat didefinisikan sebagai masyarakat dengan manusia yang dapat mengendalikan kebutuhan mereka sendiri, baik itu melalui kepemilikan pribadi ataupun bersama.[454] Meskipun kebijakan-kebijakan pertama yang diberlakukan oleh pemerintahannya tergolong sebagai kebijakan kapitalisme negara, pada tahun 1978, ia percaya bahwa kepemilikan alat produksi oleh swasta bersifat eksploitatif, sehingga ia mencoba menjauhkan Libya dari kapitalisme dan mendekatkannya dengan sosialisme.[456] Masih diperdebatkan sejauh mana Libya menjadi sosialis pada zaman Khadafi. Bearman mengatakan bahwa walaupun Libya mengalami "revolusi sosial yang mendalam", ia merasa bahwa "masyarakat sosialis" tidak pernah terwujud di Libya.[457] Di sisi lain, St. John berpendapat bahwa "Apabila sosialisme didefinisikan sebagai redistribusi kekayaan dan sumber daya, revolusi sosialis jelas telah terjadi di Libya" di bawah kekuasaan Khadafi.[268]
Khadafi adalah sosok yang sangat menentang Marxisme,[458] dan pada tahun 1973, ia mengumandangkan bahwa "setiap Muslim wajib melawan" Marxisme karena dianggap menyebarkan ateisme.[459] Menurutnya, ideologi seperti Marxisme dan Zionisme adalah ideologi yang asing bagi dunia Islam dan merupakan ancaman bagi umat.[460] Walau demikian, Blundy dan Lycett mengamati bahwa sosialisme Khadafi memiliki "landasan Marxis yang ganjil",[461] dan pakar politik Sami Hajjar berpendapat bahwa sosialisme Khadafi merupakan penyederhanaan yang berlebihan terhadap teori Karl Marx dan Friedrich Engels.[462] Sementara itu, Bearman mengakui pengaruh Marxisme terhadap pemikiran Khadafi, tetapi ia mengatakan bahwa Khadafi menolak asas dasar Marxisme, yaitu perjuangan kelas sebagai penggerak perubahan sosial.[463] Ia tidak pernah menganut pandangan Marxis bahwa masyarakat sosialis muncul dari perjuangan kelas antara kaum proletariat dan borjuis, tetapi ia malah percaya bahwa sosialisme akan tercapai dengan memutarbalikkan kapitalisme yang "tidak alami" dan dengan mengembalikan masyarakat kepada "kesetimbangan alami"nya.[463] Dengan ini, ia mencoba menggantikan ekonomi kapitalis dengan ekonomi yang didasarkan pada idealisme akan masa lalu sebelum munculnya kapitalisme.[464] Hal ini sangat berkaitan dengan kepercayaan dalam agama Islam bahwa hukum Allah telah menghasilkan keteraturan di alam semesta.[465]
Kehidupan pribadi
Khadafi adalah sosok yang gemar merenung dan menyukai ketenangan, dan ia dapat menjadi orang yang tertutup.[466] Wartawan Mirella Bianco mewawancarai ayah Khadafi yang berujar bahwa anaknya "selalu serius, bahkan pendiam", dan juga pemberani, cerdas, saleh, dan mementingkan keluarga.[467] Teman-temannya memberitahukan kepada Bianco bahwa Khadafi adalah laki-laki yang setia dan pemurah.[468] Namun, pengamat dari luar menganggapnya "aneh, tidak rasional, atau terlalu idealis sampai-sampai tidak realistis".[469] Bearman mengamati bahwa Khadafi memiliki temperamen yang buruk,[466] dan CIA meyakini bahwa ia mengalami depresi klinis.[470] Khadafi menggambarkan dirinya sebagai "seorang revolusioner biasa" dan "Muslim saleh" yang dipanggil oleh Allah untuk meneruskan kerja Nasser.[471] Khadafi memang adalah penganut Islam yang taat,[472] tetapi menurut Vandewalle, penafsirannya terhadap agama Islam "sangatlah pribadi dan tidak biasa".[270] Ia juga merupakan seorang penggemar sepak bola,[473] dan ia suka memainkan olahraga tersebut dan juga berkuda.[474] Ia adalah penggemar Beethoven, dan ia berkata bahwa novel-novel favoritnya adalah Uncle Tom's Cabin, Roots, dan The Outsider.[473]
Khadafi menganggap penampilan pribadi sebagai suatu hal yang penting;[474] Blundy dan Lycett menyebutnya sebagai orang yang "sangat tinggi hati".[475] Khadafi memiliki lemari pakaian yang besar, dan kadang-kadang ia mengganti bajunya beberapa kali dalam sehari.[475] Ia menyukai seragam militer atau pakaian tradisional Libya, dan ia cenderung menjauhkan diri dari busana bergaya Barat.[474] Ia menganggap dirinya sebagai seorang ikon fashion, dan berkata bahwa "Apapun yang aku kenakan menjadi mode. Aku mengenakan pakaian tertentu dan tiba-tiba semua orang memakainya."[475] Setelah naik ke tampuk kekuasaan, Khadafi pindah ke barak Bab al-Azizia yang terletak tidak jauh dari Tripoli. Rumah dan kantornya di Azizia adalah sebuah bunker yang dirancang oleh insinyur-insinyur Jerman Barat, sementara anggota keluarganya yang lain menetap di sebuah bangunan dua lantai yang besar. Di dalam barak tersebut, terdapat pula dua lapangan tenis, sebuah lapangan bola, beberapa kebun, unta-unta, dan tenda Badawi yang dipakai untuk menghibur tamu.[476] Pada dasawarsa 1980-an, gaya hidupnya dianggap sederhana bila dibandingkan dengan para pemimpin Arab lainnya.[477]
Ia sangat mementingkan keamanannya; ia sering berpindah tempat tidur dan kadang-kadang memerintahkan agar semua pesawat didaratkan saat ia sedang terbang.[264] Khadafi melayangkan permintaan-permintaan khusus saat sedang melawat negara-negara lain. Saat sedang mengunjungi Roma, Paris, Madrid, Moskwa, dan New York City,[478][479] ia tidur di dalam tenda yang kebal peluru.[478][480] Khadafi dikenal bersifat konfrontasional dengan negara-negara asing,[481] dan ia acap kali menghindari para duta besar dan diplomat Barat, karena ia berkeyakinan bahwa mereka adalah mata-mata.[470]
Khadafi telah digambarkan sebagai seorang penggoda wanita.[482] Pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, muncul laporan bahwa ia telah menggoda wartawati-wartawati dan anggota rombongannya.[482] Semenjak dasawarsa 1980-an, ia berkelana dengan Garda Amazon yang hanya beranggotakan perempuan, yang konon telah bersumpah akan hidup berselibat.[195] Setelah kematian Khadafi, psikolog Libya Seham Sergewa (yang merupakan bagian dari regu yang menyelidiki kejahatan-kejahatan seksual yang terjadi selama perang saudara) menyatakan bahwa lima anggota garda mengaku telah diperkosa oleh Khadafi dan pejabat-pejabat senior.[483] Setelah kematian Khadafi, wartawati Prancis Annick Cojean menerbitkan sebuah buku yang menuduh Khadafi memiliki berbagai hubungan dengan wanita; beberapa masih remaja, dan wanita-wanita ini konon dipilih khusus untuknya.[484] Salah satu wanita yang diwawancarai Cojean (yang bernama Soraya) mengklaim bahwa Khadafi telah memenjarakannya di ruang bawah tanah selama enam tahun, dan ia berulangkali memerkosanya, mengencinginya, serta memaksanya menonton film porno, menengguk minuman keras, dan menghisap kokain.[485] Khadafi juga pernah mempekerjakan beberapa perawat dari Ukraina untuk mengurusnya; salah satu dari mereka berkata bahwa Khadafi adalah orang yang baik dan perhatian, dan ia merasa terkejut dengan munculnya tuduhan-tuduhan miring terhadap mantan majikannya.[486]
Khadafi menikahi istri pertamanya, Fatiha al-Nuri, pada tahun 1969. Ia adalah anak Jenderal Khalid, tokoh senior di pemerintahan Raja Idris, dan berasal dari golongan kelas menengah. Walaupun mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang bernama Muhammad Khadafi (kelahiran 1970), hubungan mereka akhirnya kandas dan mereka pun bercerai pada tahun 1970.[487] Istri kedua Khadafi adalah Safia Farkash (lahir dengan nama belakang el-Brasai), mantan perawat dari suku Obeidat yang lahir di El-Bayda.[488] Mereka bertemu pada tahun 1969 setelah Khadafi berkuasa ketika ia masuk rumah sakit akibat penyakit usus buntu; ia mengklaim bahwa mereka jatuh cinta pada pandangan pertama.[487] Keduanya menjadi suami istri hingga kematian Khadafi. Mereka dikaruniai tujuh anak yang merupakan darah daging mereka sendiri:[474] Saif al-Islam Khadafi (lahir 1972), Al-Saadi Khadafi (lahir 1973), Mutassim Khadafi (1974–2011), Hannibal Muammar Khadafi (lahir 1975), Ayesha Khadafi (lahir 1976), Saif al-Arab Khadafi (1982–2011), dan Khamis Khadafi (1983–2011). Ia juga mengadopsi dua anak, yakni Hanna Khadafi dan Milad Khadafi.[489]
Citra
Menurut Vandewalle, Khadafi "mendominasi kehidupan politik [Libya]" pada masanya.[490] Pakar sosiologi Raymond A. Hinnebusch berkata bahwa ia "mungkin adalah contoh politik kepemimpinan karismatik yang paling luar biasa pada zamannya", dan ia menunjukkan semua sifat wewenang karismatik seperti yang dijabarkan oleh sosiolog Max Weber.[491] Menurut Hinnebusch, wewenang karismatik pada diri Khadafi di Libya berakar dari restu yang diberikan oleh Nasser ditambah dengan "pencapaian-pencapaian nasionalis"nya seperti pengusiran pangkalan militer asing, penetapan harga minyak yang lebih tinggi untuk Libya, dan dukungannya yang lantang terhadap Palestina dan perjuangan-perjuangan anti-imperialis lainnya.[492]
Pada masa kekuasaan Khadafi, terdapat kultus kepribadian terhadap dirinya di Libya.[493] Gambar-gambar wajahnya dapat ditemui di berbagai tempat di negara tersebut, termasuk di prangko, jam tangan, dan tas sekolah.[494] Kutipan-kutipan dari Buku Hijau dipasang di berbagai macam tempat, dari tembok jalanan hingga bandar udara dan pena, dan juga dimasukkan ke dalam lirik musik pop.[494] Khadafi mengklaim bahwa ia tidak menyukai kultus kepribadian ini, tetapi ia membiarkannya karena ia merasa bahwa orang Libya menyukainya.[494] Kultus ini memiliki peranan politik, karena sosok Khadafi menjadi pemersatu bagi negara Libya.[466]
Beberapa pengamat dan penulis biografi menganggap Khadafi sebagai seorang populis.[495] Ia suka datang ke pertemuan panjang yang mengundang orang-orang untuk mengajukan pertanyaan kepadanya; pertemuan-pertemuan ini sering kali disiarkan di televisi.[496] Di Libya, kerumunan pendukungnya muncul di acara-acara publik yang didatangi olehnya. Hal ini disebut-sebut sebagai "demonstrasi spontan" oleh pemerintah, tetapi telah tercatat kejadian ketika kelompok-kelompok tertentu dipaksa datang atau merupakan kelompok bayaran.[497] Khadafi biasanya terlambat datang dan kadang-kadang bahkan tidak muncul sama sekali.[498] Walaupun Bianco merasa bahwa ia memiliki "bakat dalam berpidato",[467] ia dianggap sebagai orator yang buruk oleh Blundy dan Lycett.[120] Penulis biografi Daniel Kawczynski mengamati bahwa Khadafi dikenal akan pidato-pidatonya yang "panjang dan kemana-mana",[499] yang biasanya mencerca Israel dan Amerika Serikat.[498] Wartawati Ruth First berpendapat bahwa pidato-pidato Khadafi memiliki "alur yang tiada habisnya", "dimaksudkan untuk mengajarkan, kadang-kadang secara tidak jelas", "dibumbui dengan penggalan pendapat yang baru terbentuk sebagian", berisi "keterangan yang tidak tepat atau setengah-setengah", menyampaikan "teguran" dan "rasa percaya diri", dan adakalanya juga menunjukkan "akal sehat", walaupun pidatonya juga mengandung "prasangka".[500]
Tanggapan dan peninggalan sejarah
Menurut Bearman, sosok Khadafi memicu tanggapan yang saling bertolak belakang: di satu sisi, ia dipuja oleh para pendukungnya, tetapi di sisi lain, ia dibenci oleh musuh-musuhnya.[501] Bearman menambahkan bahwa "di sebuah negara yang sebelumnya menderita akibat penjajahan asing, anti-imperialisme [pada diri Khadafi] terbukti disukai banyak orang".[502] Kepopuleran Khadafi di dalam negeri bermula dari tindakannya yang melengserkan sistem monarki, mengusir para pemukim Italia sekaligus menutup pangkalan udara Amerika dan Britania dari Libya, serta meredistribusikan lahan di Libya dengan adil.[502] Para pendukungnya memuji Khadafi karena dianggap telah menciptakan masyarakat yang hampir tanpa kelas.[503] Mereka menegaskan bahwa pemerintahan Khadafi telah berhasil memberantas tuna wisma, menjamin ketersediaan pangan dan air minum, dan juga memperbaiki sistem pendidikan negara; pada masa Khadafi, tingkat melek huruf melejit dan pendidikan digratiskan hingga tingkat universitas.[503] Pendukungnya juga memuji-memuji pencapaiannya dalam bidang kesehatan, karena ia telah menyediakan layanan kesehatan yang gratis untuk semua, penyakit-penyakit seperti kolera dan tifoid juga ditanggulangi, dan angka harapan hidup terus meningkat.[503]
Blundy dan Lycett berkeyakinan bahwa kehidupan orang-orang Libya pada dasawarsa pertama kekuasaan Khadafi "tidak diragukan lagi telah membaik" karena kekayaan negara terus meningkat,[97] sementara Lillian Craig Harris yang merupakan seorang pakar mengenai Libya mengamati bahwa pada tahun-tahun pertama pemerintahan Khadafi, "kekayaan nasional dan pengaruh [Libya] di dunia internasional melejit, dan taraf hidup nasional juga meningkat drastis."[504] Taraf kehidupan rakyat Libya mengalami kemunduran pada dasawarsa 1980-an akibat kemandekan ekonomi;[505] pada masa inilah jumlah orang yang menentang Khadafi bertambah.[506] Khadafi mengklaim bahwa sistem Jamahiriyah yang ia ciptakan adalah sebuah "utopia yang nyata", dan bahwa ia telah diangkat berdasarkan "persetujuan rakyat".[507] Keberaniannya dalam menantang negara-negara Barat membuatnya dihormati banyak orang dari golongan kanan jauh di Eropa dan Amerika,[508] dan Barisan Nasional di Britania Raya bahkan menyerap unsur-unsur dari Teori Internasional Ketiga pada dasawarsa 1980-an.[509] Pandangan anti-Baratnya juga membuat dirinya menuai pujian dari kaum kiri jauh; pada tahun 1971, Uni Soviet menganugerahi Ordo Lenin kepadanya, walaupun kecurigaan Khadafi terhadap Marxisme membuatnya tidak menghadiri upacara penganugerahannya di Moskwa.[459] Ruth First juga mengamati bahwa pada awal dasawarsa 1970-an, berbagai mahasiswa di Universitas Paris 8 memuji Khadafi sebagai "satu-satunya pemimpin Dunia Ketiga yang berani berjuang."[510]
Gerakan anti-Khadafi di Libya menyatukan berbagai macam kelompok dengan tujuan dan motif yang beraneka ragam pula.[506] Gerakan ini terdiri dari para pendukung monarki dan anggota kelompok elit pada zaman pra-Khadafi, kaum nasionalis konservatif yang mendukung agenda nasionalis Arab tetapi menentang reformasi ekonomi berhaluan kiri, teknokrat yang merasa dirusak masa depannya akibat kudeta, kaum fundamentalis Islam yang menentang reformasi radikalnya,[511] serta kaum sosialis tandingan seperti kelompok Ba'athis dan Marxis.[512] Para pengkritik Khadafi menganggapnya sebagai sosok yang "despotik, kejam, angkuh, tinggi hati, dan bodoh".[513] Ia menjadi semacam hantu bagi pemerintahan Barat,[501] yang menggambarkannya sebagai "diktator kejam atas rakyat yang tertindas".[507] Reagan menjulukinya "anjing gila dari Timur Tengah".[514] Menurut para pengkritiknya, rakyat Libya hidup di bawah ketakutan pada masa Khadafi, karena pemerintahnya memata-matai rakyatnya sendiri.[515] Libya pada masa Khadafi telah digambarkan oleh para pengamat dari Barat sebagai sebuah negara polisi[516] dan otoriter.[440] Pemerintahannya juga dikritik oleh musuh-musuh politiknya serta kelompok-kelompok hak asasi manusia semacam Amnesty International karena dianggap telah melanggar hak asasi manusia, termasuk penindasan terhadap para pembangkang, penghukuman mati di muka umum, dan penahanan ratusan lawan politik secara sembarangan; beberapa mengaku telah disiksa.[517] Salah satu contohnya yang paling dikenal adalah pembantaian yang terjadi di penjara Abu Salim pada Juni 1996; Human Rights Watch memperkirakan bahwa 1.270 tawanan telah dibantai.[518][519] Khadafi sendiri mencap para pembangkang di luar negeri sebagai "anjing liar"; selain itu, Khadafi mengancam akan membunuh mereka dan kadang-kadang beberapa dari antara mereka dicabut nyawanya oleh agen-agen pemerintah.[520]
Akademisi Yash Tandon berujar bahwa Khadafi "mungkin adalah penentang Imperium [maksudnya negara-negara Barat] yang paling kontroversial dan berani", tetapi pada akhirnya ia tidak dapat terlepas dari bayang-bayang neo-kolonialisme.[521] Namun, pegiat-pegiat HAM mengkritik bagaimana pemerintahannya memperlakukan orang-orang yang bukan Arab; suku Berber yang merupakan penduduk asli, orang Italia, Yahudi, dan para pekerja asing mengalami penindasan di Libya pada masa Khadafi.[522] Kelompok-kelompok HAM juga mengkritik perlakuan pemerintahan Khadafi terhadap para pendatang, termasuk para pengungsi yang melewati wilayah Libya untuk mendatangi Eropa.[523] Menurut wartawati Annick Cojean dan psikolog Seham Sergewa, Khadafi dan pejabat-pejabat senior telah memerkosa dan memenjarakan ratusan perempuan muda dan konon juga memerkosa beberapa pengawal wanitanya.[483][485] Selain itu, tindakan Khadafi yang mendukung kelompok-kelompok militan asing dianggap oleh Amerika Serikat sebagai campur tangan terhadap urusan negara lain dan dukungan aktif terhadap terorisme.[524]
Penilaian setelah kematian
Dunia internasional memiliki tanggapan yang berbeda-beda terhadap kematian Khadafi. Presiden Amerika Serikat Barack Obama berkata bahwa kematiannya telah "menghilangkan bayang-bayang tirani",[525] sementara Perdana Menteri Britania Raya David Cameron menyatakan "rasa bangga"nya terhadap negaranya karena telah membantu melengserkan "diktator lalim ini".[526] Di sisi lain, mantan Presiden Kuba Fidel Castro mengatakan bahwa dengan melawan para pemberontak, Khadafi akan "memasuki sejarah sebagai salah satu tokoh terbesar di negara-negara Arab",[527] sementara Presiden Venezuela Hugo Chávez menyebutnya sebagai seorang "pejuang yang hebat, revolusioner, dan martir".[528] Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela mengungkapkan rasa kesedihannya setelah mendengar kabar kematian Khadafi, dan ia memuji kiprah Khadafi dalam menentang apartheid "pada saat-saat terpelik perjuangan kami".[529] Banyak pula yang menganggap Khadafi sebagai pahlawan di Afrika Sub-Sahara;[530] contohnya, Daily Times of Nigeria mengatakan bahwa Khadafi memang adalah seorang diktator, tetapi ia adalah diktator yang paling budiman di kawasan yang penuh dengan diktator, dan ia adalah "orang hebat yang memedulikan rakyatnya dan membuat orang lain di Afrika iri."[531] Koran Nigeria Leadership melaporkan bahwa banyak orang Libya dan Afrika yang berkabung atas kematian Khadafi, tetapi hal ini diabaikan oleh media Barat dan mungkin akan dibutuhkan waktu selama 50 tahun bagi sejarawan untuk menentukan apakah ia adalah seorang "martir atau penjahat".[532]
Setelah kekalahannya dalam Perang Saudara Libya, sistem pemerintahan yang diciptakan oleh Khadafi dibubarkan dan digantikan oleh pemerintahan sementara DTN, yang kemudian melegalkan serikat dagang dan kebebasan pers. Pada Juli 2012, diadakan pemilu untuk membentuk Kongres Nasional Umum, yang secara resmi mengambil alih pemerintahan dari DTN pada bulan Agustus. Kongres ini memilih Mohammed Magariaf sebagai presiden kongres tersebut dan Mustafa A.G. Abushagur sebagai perdana menteri; setelah Abushagar gagal mendapatkan persetujuan dari kongres, yang dipilih sebagai penggantinya adalah Ali Zeidan.[533] Pada Januari 2013, kongres secara resmi mengganti nama Jamahiriyah menjadi "Negara Libya".[534] Kelompok pro-Khadafi yang tersisa di Libya kemudian dikenal dengan sebutan Gerakan Hijau, dan kemudian diresmikan dalam bentuk Gerakan Nasional Rakyat Libya yang didirikan oleh Khuwaildi al-Hamidi. Pemerintah Libya tidak memperbolehkan partai ini turut serta dalam pemilu parlemen pada tahun 2012 dan juga melarang penggunaan simbol-simbol Khadafi.[535] Para pendukung Khadafi lalu mendirikan partai baru yang bernama Al Fateh Al Jadeed; dua anggotanya, yakni Subah Mussa dan Ahmed Ali, melakukan pembajakan terhadap Afriqiyah Airways Penerbangan 209 pada Desember 2016.[536]
Catatan penjelas
- ^ Di artikel ini, tanggal kematian Khadafi (20 Oktober 2011)[1] dianggap sebagai akhir kekuasaannya. Mungkin ada tanggal lain yang digunakan oleh sumber lain:
- Pada tanggal 15 Juli 2011, dalam sebuah pertemuan di Istanbul, lebih dari 30 pemerintahan (termasuk Amerika Serikat) mencabut pengakuan terhadap pemerintahan Khadafi dan mengakui Dewan Transisi Nasional sebagai pemerintahan Libya yang sah.[2]
- Pada tanggal 23 Agustus 2011, selama Pertempuran Tripoli, Khadafi tidak lagi memiliki kendali politik dan militer atas Tripoli setelah pangkalannya jatuh ke tangan pemberontak.[3]
- Pada tanggal 25 Agustus 2011, Liga Arab menyatakan Dewan Transisi Nasional sebagai "perwakilan sah negara Libya".[4]
Rujukan
- ^ a b c d e f g "Muammar Gaddafi: How he died". BBC News. 22 October 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 February 2013. Diakses tanggal 22 October 2011.
- ^ a b Vela, Justin (16 July 2011). "West prepares to hand rebels Gaddafi's billions". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 May 2012. Diakses tanggal 16 July 2011.
- ^ Staff (23 Agustus 2011). "Libya Live Blog: Tuesday, 23 Agustus 2011 – 16:19". Al Jazeera. Dijangkau 23 Agustus 2011.
- ^ a b "Arab League gives its full backing to Libya's rebel council". The Taipei Times. 26 August 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 March 2016. Diakses tanggal 1 September 2011.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 33.
- ^ a b c d e f g Kawczynski 2011, hlm. 9.
- ^ a b c d e f St. John 2012, hlm. 135.
- ^ Harris 1986, hlm. 45.
- ^ a b c d Blundy & Lycett 1987, hlm. 35.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 35–37.
- ^ Bianco 1975, hlm. 4.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 37.
- ^ a b Kawczynski 2011.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 38–39.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 7–9, 14.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 108.
- ^ Bianco 1975, hlm. 5.
- ^ St. John 2012, hlm. 135–136.
- ^ a b Bianco 1975, hlm. 5–6, 8–9.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 39.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 10.
- ^ a b c d e f g h i St. John 2012, hlm. 136.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 10–11.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 39–40.
- ^ a b c Kawczynski 2011, hlm. 11.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 40.
- ^ a b c d Kawczynski 2011, hlm. 11–12.
- ^ a b c Vandewalle 2008, hlm. 10.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 42–43.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 44.
- ^ a b c d St. John 2012, hlm. 137.
- ^ Harris 1986, hlm. 46–47.
- ^ a b c d e St. John 2012, hlm. 138.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 45.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 12.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 46, 48–49.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 47–48.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 12–13.
- ^ a b c d e Kawczynski 2011, hlm. 13.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 49–50.
- ^ St. John 2012, hlm. 138–139.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 139.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 54.
- ^ a b c Harris 1986, hlm. 14.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 52.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 15–16.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 51.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 136.
- ^ a b Vandewalle 2006, hlm. 70.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 16–17.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 53.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 19.
- ^ St. John 2012, hlm. 139–140.
- ^ Bearman 1986, hlm. 52.
- ^ a b c d e f g Kawczynski 2011, hlm. 18.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 57–59.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 55.
- ^ a b c Harris 1986, hlm. 15.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 59–60.
- ^ a b c d e f g h St. John 2012, hlm. 134.
- ^ Bearman 1986, hlm. 56.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 159.
- ^ Bearman 1986, hlm. 62.
- ^ a b c d e Blundy & Lycett 1987, hlm. 64.
- ^ St. John 2012, hlm. 148.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 63.
- ^ a b c Vandewalle 2008, hlm. 9.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 91–92.
- ^ a b c Harris 1986, hlm. 17.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 71.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 20.
- ^ a b Vandewalle 2006, hlm. 79.
- ^ a b c Harris 1986, hlm. 38.
- ^ a b c d Vandewalle 2008, hlm. 11.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 21–23.
- ^ a b Harris 1986, hlm. 16.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 62.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 63–64.
- ^ St. John 2012, hlm. 153.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 85.
- ^ Bearman 1986, hlm. 124.
- ^ Bearman 1986, hlm. 123.
- ^ Bearman 1986, hlm. 128.
- ^ Bearman 1986, hlm. 129.
- ^ Bearman 1986, hlm. 130–132.
- ^ Bearman 1986, hlm. 132.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 66–67.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 145–146.
- ^ Bearman 1986, hlm. 80–88.
- ^ Blundy & Lycett 1987.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 15.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 147.
- ^ Bearman 1986, hlm. 90.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 68.
- ^ Bearman 1986, hlm. 91.
- ^ St. John 1987, hlm. 116.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 107.
- ^ a b Vandewalle 2008, hlm. 31.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 21.
- ^ a b c Bearman 1986, hlm. 72.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 73.
- ^ Bearman 1986, hlm. 196.
- ^ a b c Bearman 1986, hlm. 198.
- ^ Bearman 1986, hlm. 197.
- ^ a b c d e Kawczynski 2011, hlm. 23.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 149.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 74.
- ^ Bearman 1986, hlm. 74–75.
- ^ Harris 1986, hlm. 19.
- ^ a b c d Kawczynski 2011, hlm. 22.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 31–32.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 154.
- ^ St. John 2012, hlm. 154–155.
- ^ Bearman 1986, hlm. 136–137.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 91.
- ^ Vandewalle 2006, hlm. 83.
- ^ St. John 2012, hlm. 155.
- ^ St. John 2012.
- ^ Bearman 1986, hlm. 138.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 18.
- ^ Vandewalle 2006, hlm. 79–80.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 60.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 62–63.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 96.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 75.
- ^ a b c Kawczynski 2011, hlm. 65.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 186.
- ^ Bearman 1986, hlm. 64.
- ^ Bearman 1986, hlm. 66.
- ^ Bearman 1986, hlm. 97.
- ^ a b c Harris 1986, hlm. 87.
- ^ St. John 2012, hlm. 151–152.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 66.
- ^ St. John 2012, hlm. 182.
- ^ St. John 2012, hlm. 140.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 65.
- ^ St. John 2012, hlm. 140–141.
- ^ Bearman 1986, hlm. 76–77.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 61.
- ^ St. John 2012, hlm. 141–143.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 21–22.
- ^ St. John 2012, hlm. 142.
- ^ St. John 1987, hlm. 87–88.
- ^ St. John 2012, hlm. 150–151.
- ^ Bearman 1986, hlm. 117.
- ^ St. John 1987, hlm. 74–75.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 144–145.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 70–71.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 34.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 64.
- ^ St. John 2012, hlm. 150–152.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 114.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 71.
- ^ St. John 1987, hlm. 36.
- ^ St. John 2012, hlm. 185.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 37.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 151.
- ^ Bearman 1986, hlm. 64–65.
- ^ St. John 1987, hlm. 37.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 116.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 69–70.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 178.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 150.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 78.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 38.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 78–81, 150, 185.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 34–35, 40–53.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 78–81, 150.
- ^ Harris 1986, hlm. 55.
- ^ Bearman 1986, hlm. 139.
- ^ Vandewalle 2006, hlm. 82.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 12.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 156.
- ^ a b c Bearman 1986, hlm. 140.
- ^ a b Harris 1986, hlm. 18.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 85–86.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 93–94.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 86.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 157.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 103–104.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 141.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 116.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 104.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 26.
- ^ harris 1986, hlm. 64.
- ^ St. John 2012, hlm. 163.
- ^ Bearman 1986, hlm. 150.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 86—87.
- ^ St. John 2012, hlm. 157–158.
- ^ Harris 1986, hlm. 58.
- ^ St. John 2012, hlm. 158.
- ^ Harris 1986, hlm. 49.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 122.
- ^ Bearman 1986, hlm. 163.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 112.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 96–100.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 19.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 24.
- ^ St. John 2012, hlm. 161–165.
- ^ St. John 2012, hlm. 162.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 165.
- ^ Bearman 1986, hlm. 145–146.
- ^ a b Vandewalle 2008, hlm. 18.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 146.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 114.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 118.
- ^ Bearman 1986, hlm. 147.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 118–119.
- ^ a b c Bearman 1986, hlm. 148.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 119—120.
- ^ Vandewalle 2008.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 121—122.
- ^ Bearman 1986, hlm. 162.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 122—123.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 29—30.
- ^ a b c Harris 1986, hlm. 88.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 74, 93–94.
- ^ Bearman 1986, hlm. 166–167.
- ^ Bearman 1986, hlm. 114–115.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 82–83.
- ^ St. John 1987, hlm. 55.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 66–67.
- ^ Bearman 1986, hlm. 99–100.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 67.
- ^ St. John 2012, hlm. 182–183.
- ^ Bearman 1986, hlm. 167.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 185.
- ^ St. John 1987, hlm. 62.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 79–80.
- ^ St. John 2012, hlm. 191.
- ^ Bearman 1986, hlm. 165–166.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 181.
- ^ St. John 2012, hlm. 187.
- ^ Bearman 1986, hlm. 106–107.
- ^ Harris 1986, hlm. 103–104.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 93, 122.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 77–78.
- ^ St. John 1987, hlm. 96.
- ^ Bearman 1986, hlm. 107–109.
- ^ St. John 1987, hlm. 94.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 77.
- ^ St. John 2012, hlm. 184.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 169.
- ^ Bearman 1986, hlm. 100–101.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 76.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 71–72.
- ^ a b c St. John 2012, hlm. 183.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 72.
- ^ Bearman 1986, hlm. 170.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 71.
- ^ Harris 1986, hlm. 114.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 199–201.
- ^ Bearman 1986, hlm. 154–155; Blundy & Lycett 1987, hlm. 105; Kawczynski 2011, hlm. 26–27; St. John 2012, hlm. 166–168.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 155.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 29; St. John 2012, hlm. 166–168; Vandewalle 2008, hlm. 19–20.
- ^ St. John 1987, hlm. 13.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 29.
- ^ Harris 1986, hlm. 67–68.
- ^ St. John 1987, hlm. 133–134.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 27; St. John 2012, hlm. 166–168.
- ^ a b St. John 1987, hlm. 134.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 27–28; St. John 2012, hlm. 167.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 28.
- ^ a b Harris 1986, hlm. 50.
- ^ Bearman 1986, hlm. 170–171; Blundy & Lycett 1987, hlm. 105; Vandewalle 2008, hlm. 35; Kawczynski 2011, hlm. 67–68; St. John 2012, hlm. 183.
- ^ Bearman 1986, hlm. 168.
- ^ Bearman 1986, hlm. 169; St. John 1987, hlm. 76; St. John 2012, hlm. 180.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 173.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 26; Kawczynski 2011, hlm. 3; St. John 2012, hlm. 169.
- ^ a b Vandewalle 2006, hlm. 6.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 111; Kawczynski 2011, hlm. 221; St. John 2012, hlm. 171–172.
- ^ Bearman 1986, hlm. 191; Blundy & Lycett 1987, hlm. 110–111; St. John 2012, hlm. 168.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 116–117, 127; Vandewalle 2008, hlm. 25–26; Kawczynski 2011, hlm. 31; St. John 2012, hlm. 169–171.
- ^ Bearman 1986, hlm. 187–189; Blundy & Lycett 1987, hlm. 116–117, 127; Vandewalle 2008, hlm. 25–26; Kawczynski 2011, hlm. 31; St. John 2012, hlm. 169–171.
- ^ Bearman 1986, hlm. 189.
- ^ Bearman 1986, hlm. 189; Blundy & Lycett 1987, hlm. 116–117, 127; Vandewalle 2008, hlm. 25–26; Kawczynski 2011, hlm. 31; St. John 2012, hlm. 169–171.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 117; Vandewalle 2008, hlm. 28; St. John 2012, hlm. 174.
- ^ Bearman 1986, hlm. 275; St. John 2012, hlm. 172.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 128; Kawczynski 2011, hlm. 221; St. John 2012, hlm. 172.
- ^ Bearman 1986, hlm. 195; Blundy & Lycett 1987, hlm. 28; Vandewalle 2008, hlm. 21; Kawczynski 2011, hlm. 220; St. John 2012, hlm. 172.
- ^ Bearman 1986, hlm. 199.
- ^ Bearman 1986, hlm. 241.
- ^ Bearman 1986, hlm. 241–243.
- ^ Bearman 1986, hlm. 246.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 127–128; Vandewalle 2008, hlm. 19.
- ^ Bearman 1986, hlm. 247–248; Harris 1986, hlm. 79; Vandewalle 2008, hlm. 32; St. John 2012, hlm. 173–174.
- ^ Bearman 1986, hlm. 248–249; Harris 1986, hlm. 79; Blundy & Lycett 1987, hlm. 156.
- ^ Bearman 1986, hlm. 246; Blundy & Lycett 1987, hlm. 133–137; Vandewalle 2008, hlm. 27; St. John 2012, hlm. 171.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 138.
- ^ Bearman 1986, hlm. 246; Blundy & Lycett 1987, hlm. 138.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 26.
- ^ Bearman 1986, hlm. 227–228.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 179.
- ^ Bearman 1986, hlm. 228; Blundy & Lycett 1987, hlm. 197–198; Kawczynski 2011, hlm. 115; St. John 2012, hlm. 179.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 41; St. John 1987; Kawczynski 2011, hlm. 70–71; St. John 2012, hlm. 239.
- ^ St. John 1987, hlm. 61–62; Kawczynski 2011, hlm. 68–69.
- ^ Bearman 1986, hlm. 112; Blundy & Lycett 1987, hlm. 185–186; Kawczynski 2011, hlm. 78–79; St. John 2012, hlm. 189.
- ^ Bearman 1986, hlm. 112–13; Harris 1986, hlm. 105.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 31; Vandewalle 2008, hlm. 23; Kawczynski 2011, hlm. 104; St. John 2012, hlm. 192.
- ^ Bearman 1986, hlm. 274; Harris 1986, hlm. 119; Kawczynski 2011, hlm. 224; St. John 2012, hlm. 249.
- ^ Harris 1986, hlm. 116; Vandewalle 2008, hlm. 35.
- ^ St. John 1987, hlm. 121.
- ^ St. John 1987, hlm. 122.
- ^ Bearman 1986, hlm. 250; Harris 1986, hlm. 70; Blundy & Lycett 1987, hlm. 178.
- ^ Bearman 1986, hlm. 211–222; Blundy & Lycett 1987; Vandewalle 2008, hlm. 35; St. John 2012, hlm. 189–190.
- ^ St. John 1987, hlm. 101; St. John 2012, hlm. 189.
- ^ Harris 1986, hlm. 103; St. John 1987, hlm. 102; Kawczynski 2011, hlm. 81; St. John 2012, hlm. 190–191.
- ^ Bearman 1986, hlm. 261–262; Blundy & Lycett 1987, hlm. 214; St. John 1987, hlm. 66–67; Kawczynski 2011, hlm. 72–75; St. John 2012, hlm. 216.
- ^ Bearman 1986, hlm. 228–229; St. John 1987, hlm. 81; Kawczynski 2011, hlm. 115–116, 120; St. John 2012, hlm. 179–180.
- ^ Harris 1986, hlm. 98–99; St. John 1987, hlm. 71, 78; Kawczynski 2011, hlm. 115; St. John 2012, hlm. 210–211.
- ^ Harris 1986, hlm. 97; Blundy & Lycett 1987, hlm. 183; St. John 1987, hlm. 77–78.
- ^ Bearman 1986, hlm. 230–231; St. John 1987, hlm. 84; Vandewalle 2008, hlm. 36; Kawczynski 2011, hlm. 118–119.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 37; Kawczynski 2011, hlm. 117–118; St. John 2012, hlm. 180.
- ^ Bearman 1986, hlm. 231; Blundy & Lycett 1987, hlm. 207–208; Vandewalle 2008, hlm. 37; Kawczynski 2011, hlm. 117-18; St. John 2012, hlm. 181.
- ^ Bearman 1986, hlm. 294; Blundy & Lycett 1987, hlm. 27, 208; Kawczynski 2011, hlm. 117–118; St. John 2012, hlm. 176.
- ^ Bearman 1986, hlm. 250; Blundy & Lycett 1987, hlm. 175–178; Vandewalle 2008, hlm. 37; St. John 2012, hlm. 209.
- ^ Bearman 1986, hlm. 294–295; Kawczynski 2011, hlm. 121–122.
- ^ Bearman 1986, hlm. 287; Blundy & Lycett 1987, hlm. 4–5; Kawczynski 2011, hlm. 122.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 5–6.
- ^ Harris 1986, hlm. 102; Kawczynski 2011, hlm. 123–125.
- ^ Bearman 1986, hlm. 287; Blundy & Lycett 1987, hlm. 2–3, 7–12; Vandewalle 2008, hlm. 37; Kawczynski 2011, hlm. 127–129.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 13, 210; Kawczynski 2011, hlm. 130.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 12.
- ^ a b Kawczynski 2011, hlm. 130.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 15; St. John 2012, hlm. 196.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 225; St. John 2012, hlm. 194.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 29; St. John 2012, hlm. 194–195, 199–200.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 45; St. John 2012, hlm. 222.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 45–46; St. John 2012, hlm. 197–198.
- ^ St. John 2012, hlm. 199.
- ^ St. John 2012, hlm. 197–198.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 38; St. John 2012, hlm. 200.
- ^ St. John 2012, hlm. 201–204.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 180–181.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 166–167, 236; St. John 2012, hlm. 221–222.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 166; St. John 2012, hlm. 223.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 29.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 188; St. John 2012, hlm. 216–218.
- ^ St. John 2012, hlm. 197.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 39; Kawczynski 2011, hlm. 133–140; St. John 2012, hlm. 205–207.
- ^ Vandewalle 2008, hlm. 42.
- ^ St. John 2012, hlm. 202.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 147; St. John 2012, hlm. 205–206.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 146–148; St. John 2012, hlm. 206.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 142; St. John 2012, hlm. 227.
- ^ St. John 2012, hlm. 229.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 189.
- ^ St. John 2012, hlm. 226.
- ^ St. John 2012, hlm. 227–228.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 190; St. John 2012, hlm. 229.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 190–191; St. John 2012, hlm. 230.
- ^ Martin 2002, hlm. 280.
- ^ St. John 2012, hlm. 231.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 188; St. John 2012, hlm. 270–271.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 190; St. John 2012, hlm. 272.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 215.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 220; Kawczynski 2011, hlm. 176; St. John 2012, hlm. 243.
- ^ St. John 2012, hlm. 254.
- ^ St. John 2012, hlm. 235.
- ^ Vandewalle 2006, hlm. 8; Vandewalle 2011, hlm. 217; Kawczynski 2011, hlm. 162, 184; St. John 2012, hlm. 244.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 178–179; St. John 2012, hlm. 245.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 240–241; St. John 2012, hlm. 240–241.
- ^ Zoubir 2009, hlm. 412.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 175; St. John 2012, hlm. 237.
- ^ Zoubir 2009, hlm. 408.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 274.
- ^ Zoubir 2009, hlm. 410.
- ^ Zoubir 2009, hlm. 410–411.
- ^ "Ratifica ed esecuzione del Trattato di amicizia, partenariato e cooperazione tra la Repubblica italiana e la Grande Giamahiria araba libica popolare socialista, fatto a Bengasi il 30 agosto 2008" (dalam bahasa Italian). Parlemen Italia press release. 6 Februari 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 Juni 2009. Diakses tanggal 10 Juni 2009.
- ^ a b "Gaddafi to Rome for historic visit". ANSA. 10 Juni 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Juni 2009. Diakses tanggal 10 Juni 2009.
- ^ "Italia-Libia, firmato l'accordo" (dalam bahasa Italian). La Repubblica. 30 Agustus 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 Desember 2013. Diakses tanggal 10 Juni 2009.
- ^ Berluscon da Gheddafi, firmato l'accordo sull'immigrazione
- ^ La lettera a Berlusconi: "Basta bombe, uccidono i bambini"
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 176.
- ^ "Gaddafi proposed the creation of a South Atlantic military alliance". MercoPress. 28 September 2009. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 February 2010. Diakses tanggal 13 July 2017.
- ^ St. John 2012, hlm. 276.
- ^ MacFarquhar, Neil (23 September 2009). "Libyan Leader Delivers a Scolding in U.N. Debut". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 June 2017. Diakses tanggal 28 June 2012.
- ^ St. John 2012, hlm. 250.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 224.
- ^ St. John 2012, hlm. 247.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 180; St. John 2012, hlm. 248.
- ^ St. John 2012, hlm. 248.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 228; St. John 2012, hlm. 249–250.
- ^ St. John 2012, hlm. 263–264.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 231.
- ^ St. John 2012, hlm. 257.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 225; St. John 2012, hlm. 249–269.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 216, 227–228.
- ^ "Gaddafi apologizes for Arab slave traders". Press TV. 11 Oktober 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Juli 2017. Diakses tanggal 26 Agustus 2013.
- ^ St. John 2012, hlm. 278.
- ^ St. John 2012, hlm. 282–283.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 231; St. John 2012, hlm. 279–281.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 242.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 242–243.
- ^ St. John 2012, hlm. 283.
- ^ St. John 2012, hlm. 284; Vandewalle 2011, hlm. 236.
- ^ a b Vandewalle 2011, hlm. 236.
- ^ St. John 2012, hlm. 284.
- ^ St. John 2012, hlm. 286; Human Rights Watch 2012, hlm. 16.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 17–18.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 236; St. John 2012, hlm. 284; Human Rights Watch 2012, hlm. 16.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 236; Human Rights Watch 2012, hlm. 16.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 16.
- ^ Vandewalle 2011, hlm. 236; St. John 2012, hlm. 284.
- ^ Denyer, Simon; Fadel, Leila (30 April 2011). "Gaddafi's youngest son killed in NATO airstrike; Russia condemns attack". Washington Post. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 Juli 2017. Diakses tanggal 21 Januari 2012.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 257; St. John 2012, hlm. 286.
- ^ Cockburn, Patrick (24 June 2011). "Amnesty questions claim that Gaddafi ordered rape as weapon of war". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 February 2017. Diakses tanggal 26 June 2011.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 285.
- ^ a b St. John 2012, hlm. 286.
- ^ a b Human Rights Watch 2012, hlm. 20.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 21–22.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 23.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 24–25.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 26–27.
- ^ "GlobalPost: Qaddafi apparently sodomized after capture". CBS. 24 October 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 February 2017. Diakses tanggal 13 July 2017.
- ^ Chulov, Martin (28 October 2011). "Gadafy's killers will be tried, claims NTC". The Irish Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 July 2015. Diakses tanggal 13 July 2017.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 28–29.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 32–33.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 34–40.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 43.
- ^ "Report: Libyan militias executed dozens, possibly including Gadhafi". CNN. 17 October 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 26 January 2013. Diakses tanggal 18 October 2012.
- ^ Karniel, Lavie-Dinur & Azran 2015, hlm. 171, 176.
- ^ Human Rights Watch 2012, hlm. 44.
- ^ "Muammar Gaddafi 'buried in desert grave at dawn'". BBC News. 21 October 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 November 2011. Diakses tanggal 3 February 2017.
- ^ "Libyan behind Gaddafi capture dies in France". Al Jazeera. 26 September 2012. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 June 2017. Diakses tanggal 17 June 2013.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 87.
- ^ Harris 1986, hlm. 43.
- ^ Harris 1986, hlm. 43; Blundy & Lycett 1987, hlm. 18.
- ^ Bazzi, Mohamad (27 Mei 2011). "What Did Qaddafi's Green Book Really Say?". The New York Times. Diakses tanggal 28 Oktober 2011.
- ^ St. John 1987, hlm. 28.
- ^ Harris 1986, hlm. 57.
- ^ St. John 1987, hlm. 21.
- ^ St. John 1987, hlm. 26–27.
- ^ Harris 1986, hlm. 59; St. John 1987, hlm. 19, 49.
- ^ St. John 1987, hlm. 58.
- ^ Hinnebusch 1984, hlm. 63.
- ^ Harris 1986, hlm. 54.
- ^ St. John 1987, hlm. 34.
- ^ St. John 1987, hlm. 29.
- ^ a b Zoubir 2009, hlm. 402.
- ^ Harris 1986, hlm. 54; Blundy & Lycett 1987, hlm. 18.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 19, 197.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 25.
- ^ Gaddafi, Muammar (22 Januari 2009). "The One-State Solution". The New York Times. Diakses tanggal 28 April 2017..
- ^ St. John 1987, hlm. 30.
- ^ Bearman 1986, hlm. 161.
- ^ Bearman 1986, hlm. 161; St. John 1987, hlm. 30.
- ^ First 1974, hlm. 25.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 19.
- ^ "Europe should convert to Islam: Gaddafi". The Times of India. 31 Agustus 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 Januari 2011. Diakses tanggal 30 Agustus 2010.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 164.
- ^ Harris 1986, hlm. 45, 50.
- ^ Harris 1986, hlm. 33, 53.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 157.
- ^ First 1974, hlm. 255; Harris 1986, hlm. 48.
- ^ Hinnebusch 1984, hlm. 69.
- ^ Bearman 1986, hlm. xvii.
- ^ Bearman 1986, hlm. 104.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 105.
- ^ Bearman 1986, hlm. 104–105.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 98.
- ^ Hajjar 1982.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 158.
- ^ Bearman 1986, hlm. 159.
- ^ Bearman 1986, hlm. 160.
- ^ a b c Bearman 1986, hlm. 284.
- ^ a b Bianco 1975, hlm. 7.
- ^ Bianco 1975, hlm. 10–12.
- ^ St. John 1987, hlm. 11.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 21.
- ^ Harris 1986, hlm. 48.
- ^ St. John 1987, hlm. 145; Vandewalle 2006, hlm. 6.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 22.
- ^ a b c d Bearman 1986, hlm. 285.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 24.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 1.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 32.
- ^ a b "Moammar Gadhafi Won't Stay in Bedford Tent After All". ABC. 23 September 2009. Diakses tanggal 28 Februari 2011.
- ^ O'Connor, Anahad (29 Agustus 2009). "Qaddafi Cancels Plans to Stay in New Jersey". The New York Times. Diakses tanggal 28 Februari 2011.
- ^ "When in Rome, Gaddafi will do as the Bedouins". Sydney Morning Herald. 11 Juni 2009. Diakses tanggal 14 Februari 2010.
- ^ Harris 1986, hlm. 51.
- ^ a b Harris 1986, hlm. 53–54; Blundy & Lycett 1987, hlm. 22–23.
- ^ a b Micallef, Mark (28 August 2011). "Gaddafi 'raped' his female bodyguards". Times of Malta. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 February 2012.; Squires, Nick (29 August 2011). "Gaddafi and his sons 'raped female bodyguards'". The Telegraph. Diarsipkan dari versi asli tanggal 21 March 2017. Diakses tanggal 15 June 2013.
- ^ Cojean 2013.
- ^ a b Sanai, Leyla (25 October 2013). "Book review: Gaddafi's Harem, oleh Annick Cojean, terjemahan karya Marjolijn de Jager". The Independent. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 March 2016. Diakses tanggal 25 October 2013.
- ^ "Gadhafi's Ukrainian nurse talks about life with 'Daddy'". CNN. 4 September 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 February 2013. Diakses tanggal 8 September 2011.
- ^ a b Harris 1986, hlm. 53; Blundy & Lycett 1987, hlm. 22.
- ^ "Libya's first lady owns 20 tons of gold: reports". Al Arabiya News. 6 March 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 9 March 2011. Diakses tanggal 13 July 2017.
- ^ "The Gaddafi Family Tree". BBC News. 20 October 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 April 2016. Diakses tanggal 13 July 2017.
- ^ Vandewalle 2006, hlm. 5.
- ^ Hinnebusch 1984, hlm. 59.
- ^ Hinnebusch 1984, hlm. 62.
- ^ Bearman 1986, hlm. 283; Blundy & Lycett 1987, hlm. 20.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 20.
- ^ Hinnebusch 1984, hlm. 61; Blundy & Lycett 1987, hlm. 20.
- ^ First 1974, hlm. 22–23.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 16.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 17.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 191.
- ^ First 1974, hlm. 23.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. xvi.
- ^ a b Bearman 1986, hlm. 283.
- ^ a b c Blundy & Lycett 1987, hlm. 19; Kawczynski 2011, hlm. 196–200.
- ^ Harris 1986, hlm. 63.
- ^ Harris 1986, hlm. 68.
- ^ a b St. John 1987, hlm. 140.
- ^ a b Blundy & Lycett 1987, hlm. 15.
- ^ Gardell, Matthias (2003). Gods of the Blood: The Pagan Revival and White Separatism. Durham and London: Duke University Press. hlm. 325. ISBN 978-0822330714.
- ^ Sykes, Alan (2005). The Radical Right in Britain: Social Imperialism to the BNP. Basingstoke and New York: Palgrave Macmillan. hlm. 119–120. ISBN 978-0333599242.
- ^ First 1974, hlm. 13.
- ^ St. John 1987, hlm. 139–140.
- ^ Dishon 1986, hlm. 583.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 31.
- ^ Bearman 1986, hlm. xvi; Kawczynski 2011, hlm. 115–116, 120; St. John 2012, hlm. 179–180.
- ^ Harris 1986, hlm. 68; Blundy & Lycett 1987, hlm. 29; Kawczynski 2011, hlm. 196, 208.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 28; Simons 2003, hlm. 102.
- ^ Simons 2003, hlm. 102, 103–104.
- ^ "Libya: Free All Unjustly Detained Prisoners". Human Rights Watch.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 210–212.
- ^ Blundy & Lycett 1987, hlm. 133–138; Vandewalle 2008, hlm. 27; St. John 2012, hlm. 171.
- ^ Tandon 2011, hlm. 12.
- ^ Kawczynski 2011, hlm. 202–203, 209.
- ^ Zoubir 2009, hlm. 409.
- ^ St. John 1987, hlm. 82–83.
- ^ Jackson, David (20 Oktober 2011). "Obama: Gadhafi regime is 'no more'". USA Today. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Juni 2013. Diakses tanggal 20 Oktober 2011.
- ^ "Gaddafi death hailed by David Cameron". The Independent. 20 Oktober 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 16 Juni 2013. Diakses tanggal 16 Juni 2013.
- ^ "Fidel Castro: If Gaddafi resists he will enter history as one of the great figures of the Arab nations". Panorama. 29 April 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 February 2016. Diakses tanggal 1 September 2011.
- ^ Romo, Rafael (22 October 2011). "Gadhafi's friend to the death, Chavez calls Libyan leader 'a martyr'". CNN. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 March 2016. Diakses tanggal 16 June 2013.
- ^ Chothia, Farouk (21 October 2011). "What does Gaddafi's death mean for Africa?". BBC News. Diarsipkan dari versi asli tanggal 31 January 2017. Diakses tanggal 29 October 2011.
- ^ Kron, Josh (22 October 2011). "Many in Sub-Saharan Africa Mourn Qaddafi's Death". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2 January 2012. Diakses tanggal 29 June 2012.
- ^ Nwonwu, Chiagozie (27 Oktober 2011). "Remembering Gaddafi the hero". Daily Times of Nigeria. Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 Juni 2013. Diakses tanggal 29 Oktober 2011.
- ^ "Nigeria: Muammar Gaddafi, 1942–2011 – a Strong Man's Sad End". AllAfrica. 21 Oktober 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 Maret 2016. Diakses tanggal 16 Juni 2013.
- ^ Zaptia, Sami (20 Oktober 2012). "On the first anniversary of Qaddafi's death – is Libya better off a year on?". Libya Herald. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 Desember 2013. Diakses tanggal 17 Juli 2013.
- ^ Zaptia, Sami (9 January 2013). "GNC officially renames Libya the "State of Libya" – until the new constitution". Libya Herald. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 March 2013. Diakses tanggal 9 January 2013.
- ^ Prashad, Vijay (28 December 2016). "Don't Look Now, But Gaddafi's Political Movement Could be Making a Comeback in Libya". AlterNet. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 March 2017. Diakses tanggal 22 March 2017.
- ^ Walsh, Declan (23 December 2016). "Hijacking Ends Peacefully After Libyan Airliner Lands in Malta". The New York Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 23 December 2016. Diakses tanggal 22 March 2017.
Daftar pustaka
- Human Rights Watch (2012). Death of a Dictator: Bloody Vengeance in Sirte. ISBN 978-1-56432-952-3.
- Bearman, Jonathan (1986). Qadhafi's Libya. London: Zed Books. ISBN 978-0-86232-434-6.
- Bianco, Mirella (1975). Gadafi: Voice from the Desert. Margaret Lyle (penerjemah). London: Longman. ISBN 978-0-582-78062-0.
- Blundy, David; Lycett, Andrew (1987). Qaddafi and the Libyan Revolution. Boston and Toronto: Little Brown & Co. ISBN 978-0-316-10042-7.
- Cojean, Annick (2013). Gaddafi's Harem: The Story of a Young Woman and the Abuses of Power in Libya. New York: Grove Press. ISBN 978-1-611-85610-1.
- First, Ruth (1974). Libya: The Elusive Revolution. Harmondsworth: Penguin. ISBN 978-0-14-041040-2.
- Hajjar, Sami G. (1982). "The Marxist Origins of Qadhafi's Economic Thought". The Journal of Modern African Studies. 20 (3): 361–375. doi:10.1017/s0022278x00056871. JSTOR 160522.
- Harris, Lillian Craig (1986). Libya: Qadhafi's Revolution and the Modern State. Boulder, Colorado: Westview Press. ISBN 978-0-8133-0075-7.
- Hinnebusch, Raymond A. (1984). "Charisma, Revolution, and State Formation: Qaddafi and Libya". Third World Quarterly. 6 (1): 59–73. doi:10.1080/01436598408419755.
- Kawczynski, Daniel (2011). Seeking Gaddafi: Libya, the West and the Arab Spring. London: Biteback. ISBN 978-1-84954-148-0.
- Martin, Guy (2002). Africa in World Politics: A Pan-African Perspective. Trenton, NJ: Africa World Press. ISBN 978-0-865-43858-3.
- Simons, G. (1996). Libya: The Struggle for Survival (edisi ke-2 (bergambar)). Springer. ISBN 978-0-23038-011-0.
- Simons, Geoff (2003). Libya and the West: From Independence to Lockerbie. Oxford: Centre for Libyan Studies. ISBN 978-1-86064-988-2.
- St. John, Ronald Bruce (1987). Qaddafi's World Design: Libyan Foreign Policy, 1969–1987. London: Saqi Books. ISBN 978-0-86356-161-0.
- ⸻ (2012). Libya: From Colony to Revolution. Oxford: Oneworld. ISBN 978-1-85168-919-4.
- Dishon, Daniel (editor) (1986). Middle East Contemporary Survey, Vol. 8, 1983-84. The Moshe Dayan Center. hlm. 583. ISBN 978-9652240064.
- Tandon, Yash (2011). "Whose Dictator is Qaddafi? The Empire and its Neo-Colonies". Insight on Africa. 3 (1): 1–21. doi:10.1177/0975087814411129.
- Vandewalle, Dirk (2006). A History of Modern Libya. Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-61554-9.
- ⸻ (2008), "Libya's Revolution in Perspective: 1969–2000", Libya Since 1969: Qadhafi's Revolution Revisited, London: Palgrave Macmillan, hlm. 9–53, ISBN 978-0-230-33750-3
- ⸻ (2011), "From International Reconciliation to Civil War: 2003–2011", Libya Since 1969: Qadhafi's Revolution Revisited (edisi ke-revised), London: Palgrave Macmillan, hlm. 215–239, ISBN 978-0-230-33750-3
- Zoubir, Yahia H. (2009). "Libya and Europe: Economic Realism at the Rescue of the Qaddafi Authoritarian Regime". Journal of Contemporary European Studies. 17 (3): 401–415. doi:10.1080/14782800903339354.
Bacaan lanjut
- Castro, Jose Esteban (2011). "Gaddafi and Latin America". Soc. 48: 307–311. doi:10.1007/s12115-011-9442-7.
- Cooley, John K. (1983). Libyan Sandstorm. London: Sidgwick & Jackson. ISBN 978-0-283-98944-5.
- Davis, Brian Lee (1990). Qaddafi, Terrorism, and the Origins of the U.S. Attack on Libya. New York: Praeger. ISBN 0-275-93302-4.
- Davis, J. (1982). "Qaddafi's Theory and Practice of Non-Representative Government". Government and Opposition. 17 (1): 61–79. doi:10.1111/j.1477-7053.1982.tb00679.x.
- El-Khawas, Mohamed (1984). "The New Society in Qaddafi's Libya: Can It Endure?". Africa Today. 31 (3): 17–44. JSTOR 4186243.
- El-Khawas, Mohamad A. (1986). Qaddafi: His Ideology in Theory and Practice. Amana. ISBN 978-0-915597-24-6.
- Forte, Maximilian (2012). Slouching Towards Sirte: NATO's War on Libya and Africa. Baraka Books. ISBN 978-1926824529.
- Haynes, Jeff (1990). "Libyan Involvement in West Africa: Qadhaffi's "Revolutionary" Foreign Policy". Paradigms. 4 (1): 58–73. doi:10.1080/13600829008442987.
- Hilsum, Lindsey (2012). Sandstorm: Libya in the Time of Revolution. London: Faber and Faber. ISBN 978-0-571-28803-8.
- Kamel, Amir M. (2016). "Trade and Peace: The EU and Gaddafi's Final Decade". International Affairs. 92 (3): 683–702. doi:10.1111/1468-2346.12602.
- Karniel, Yuval; Lavie-Dinur, Amit; Azran, Tal (2015). "Broadcast Coverage of Gaddafi's Final Hours in Images and Headlines: A Brutal Lynch or the Desired Death of a Terrorist?". The International Communication Gazette. 77 (2): 171–188. doi:10.1177/1748048514562686.
- Monti-Belkaoui, Janice; Monti-Belkaoui, Ahmed (1996). Qaddafi: The Man and His Policies. Avebury. ISBN 978-1-85972-385-2.
- Pargeter, Alice (2012). Libya: The Rise and Fall of Qaddafi. New Haven: Yale University Press. ISBN 978-0-300-13932-7.
- Ramutsindela, Maano (2009). "Gaddafi, Continentalism and Sovereignty in Africa". South African Geographical Journal. 91 (1): 1–3. doi:10.1080/03736245.2009.9725324.
- St. John, Ronald Bruce (1983). "The Ideology of Muammar al-Qadhdhafi: Theory and Practice". International Journal of Middle East Studies. 15 (4): 471–490. JSTOR 163557.
- St. John, Ronald Bruce (2008). "Redefining the Libyan Revolution: The Changing Ideology of Muammar al-Qaddafi". The Journal of North African Studies. 13 (1): 91–106. doi:10.1080/13629380701742819.
Pranala luar
Cari tahu mengenai Muammar Khadafi pada proyek-proyek Wikimedia lainnya: | |
Gambar dan media dari Commons | |
Berita dari Wikinews | |
Kutipan dari Wikiquote |
- (Indonesia) Muammar Khadafi di situs Kompas
- (Inggris) Karya atau profil mengenai Muammar Khadafi di perpustakaan (katalog WorldCat)
- (Inggris) Muammar Khadafi - Kumpulan berita dan komentar di Al Jazeera English
- (Inggris) The Muammar Gaddafi story di BBC Online
- (Inggris) "Kumpulan berita dan komentar tentang Muammar Khadafi". The Guardian.
- (Inggris) Muammar Khadafi - Berita dan komentar di The New York Times
- (Inggris) Pidato Khadafi di Dewan Keamanan PBB pada tahun 2009 di YouTube