Perasaan (Buddhisme)
Dalam Buddhisme, perasaan (Pāli dan Sanskerta: vedanā वेदना) mengacu pada perasaan[1] atau sensasi[2] menyenangkan, tidak menyenangkan, dan netral yang terjadi ketika organ indra internal seseorang berkontak dengan objek indra eksternal dan kesadaran terkait.
Terjemahan dari vedanā | |
---|---|
Indonesia | perasaan |
Inggris | feeling, sensation, feeling-tone |
Pali | vedanā |
Sanskerta | वेदना (vedanā) |
Tionghoa | 受 (shòu) |
Jepang | 受 (ju) |
Korea | 수 (su) |
Tibetan | ཚོར་བ། (Wylie: tshor ba; THL: tsorwa) |
Myanmar | ဝေဒနာ (MLCTS: wèdənà) |
Thai | เวทนา (RTGS: wetthana) |
Vietnam | 受 (thụ, thọ) |
Khmer | វេទនា (UNGEGN: vétônéa) |
Mon | ဝေဒနာ ([wètənɛ̀a]) |
Shan | ဝူၺ်ႇတၼႃႇ ([woj2 ta1 naa2]) |
Daftar Istilah Buddhis |
Bagian dari seri tentang |
Buddhisme |
---|
Perasaan diidentifikasi dalam ajaran Buddha sebagai berikut:
- Salah satu dari tujuh faktor mental universal dalam Abhidhamma Theravāda.
- Salah satu dari lima faktor mental universal dalam Abhidharma Mahāyāna.
- Salah satu dari dua belas mata rantai Kemunculan Bersebab (dalam aliran Theravāda dan Mahāyāna).
- Salah satu dari lima gugusan (dalam aliran Theravāda dan Mahāyāna).
- Salah satu objek fokus dalam praktik empat landasan perhatian-penuh.
Dalam konteks dua belas tautan (nidāna), nafsu keinginan (taṇhā) dan kemelekatan/keterikatan (upādāna) terhadap vedanā menyebabkan penderitaan; sebaliknya, perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) terhadap vedanā dapat mengarah pada kecerahan dan padamnya sebab-sebab penderitaan.
Theravāda
Penjelasan
Secara umum, Tripitaka Pali menguraikan vedanā dalam tiga "jenis" dan enam "jenis." Beberapa diskursus (sutta) membahas pencacahan alternatif yang mencakup hingga 108 jenis.
Tiga jenis dan enam jenis
Figur 1: Enam Kelompok Enam sesuai Tripitaka Pali: | |||||||||||||||
landasan indra (āyatana) | → |
perasaan ︵vedanā︶
|
→ |
nafsu kehausan ︵taṇhā︶
|
|||||||||||
organ indra "internal" |
<–> | objek indra "eksternal" |
|||||||||||||
↓ | ↓ | ||||||||||||||
↓ | kontak (phassa) | ||||||||||||||
↓ | ↑ | ||||||||||||||
kesadaran (viññāṇa) |
|||||||||||||||
| |||||||||||||||
Sumber: MN 148 (Thanissaro, 1998) rincian diagram |
Dalam seluruh diskursus kanonis (Sutta Piṭaka), Sang Buddha mengajarkan bahwa ada tiga jenis vedanā:
Di tempat lain dalam Triptaka Pali disebutkan bahwa ada enam jenis vedanā, yang berhubungan dengan sensasi yang timbul dari kontak (Pali: phassa) antara organ indra internal (āyatana; yaitu, mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin), objek indra eksternal, dan kesadaran yang terkait (Pali: viññāṇa). (Lihat Figur 1.) Dengan kata lain:
- perasaan yang timbul dari kontak mata, bentuk yang terlihat, dan kesadaran-mata
- perasaan yang timbul karena kontak telinga, suara, dan kesadaran-telinga
- perasaan yang timbul dari kontak hidung, ganda/bau-bauan, dan kesadaran-hidung
- perasaan yang timbul akibat kontak lidah, rasa, dan kesadaran-lidah
- perasaan yang timbul dari kontak tubuh, sentuhan, dan kesadaran-tubuh
- perasaan yang timbul dari kontak batin (mano), objek-batin (dhamma), dan kesadaran-batin[4]
Dua, tiga, lima, enam, 18, 36, dan 108 jenis
Dalam beberapa diskursus (sutta), banyak jenis vedanā disinggung berkisar antara dua sampai 108, sebagai berikut:
- dua jenis perasaan: fisik dan mental
- tiga jenis: menyenangkan (sukha), menyakitkan (dukkha), netral (adukkhamasukha)
- lima jenis: menyenangkan secara fisik (sukha), menyakitkan secara fisik (dukkha), menyenangkan secara batiniah (somanassa), menyakitkan secara batiniah (domanassa), dan ketenangan (upekkhā)
- enam jenis: satu untuk setiap indra (mata, telinga, hidung, lidah, tubuh, dan batin)
- 18 jenis: penjelajahan dari tiga jenis perasaan mental yang disebutkan di atas (perasaan mental yang menyenangkan, perasaan mental yang menyakitkan, perasaan tenang) masing-masing dalam konteks dari keenam indra yang disebutkan di atas
- 36 jenis: 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk kepala rumah tangga dan 18 jenis perasaan yang disebutkan sebelumnya untuk orang yang meninggalkan keduniawian.
- 108 jenis: 36 jenis yang disebutkan tadi untuk masa lalu, masa kini, dan masa depan[5]
Dalam kepustakaan Pali yang lebih luas, dari pencacahan di atas, kitab Visuddhimagga pasca-kanonis menyoroti lima jenis vedanā: menyenangkan secara fisik (sukha); menyakitkan secara fisik (dukkha); menyenangkan secara batiniah (somanassa); menyakitkan secara batiniah (domanassa); dan, ketenangan (upekkhā).[6]
Kerangka kerja kanonis
Figur 2: Lima Gugusan (pañcakkhandha) sesuai dengan Tripitaka Pali. |
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
→ ← ← |
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Sumber: MN 109 (Thanissaro, 2001) | rincian diagram |
objek konsentrasi | pengembangan |
---|---|
empat jhāna | tempat berdiam menyenangkan (sukha-vihārāya) di kehidupan ini (diṭṭhadhamma) |
persepsi (sañña) cahaya (āloka) | perolehan pengetahuan (ñāṇa) dan penglihatan (dassana) |
munculnya, berlangsungnya, lenyapnya perasaan-perasaan (vedanā), persepsi-persepsi (saññā), dan pemikiran-pemikiran (vitakkā) | perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajaññā) |
muncul dan lenyapnya lima gugusan kemelekatan (pañc'upādāna-khandha) | hancurnya (khaya) noda-noda batin (āsava) [Arahat] |
|
Vedanā merupakan fenomena penting dalam kerangka-kerangka yang sering diidentifikasi dalam Tripitaka Pali berikut ini:
- "lima gugusan"
- dua belas kondisi (nidāna) Kemunculan Bersebab
- empat "dasar perhatian-penuh"
Gugusan batin
Vedanā adalah salah satu dari lima kelompok unsur kehidupan (Sanskerta: skandha; Pali: khandha) yang melekat (Sanskerta: upādāna; lihat Figur 2 di sebelah kanan). Dalam Tripitaka Pali, seperti yang ditunjukkan di atas, perasaan muncul dari kontak antara organ indra, objek indra, dan kesadaran.
Kondisi sentral
Dalam Kemunculan Bersebab (Sanskerta: pratītyasamutpāda; Pali: paṭiccasamuppāda), Sang Buddha menjelaskan bahwa:
- vedanā muncul dengan kontak (phassa) sebagai kondisinya
- vedanā bertindak sebagai kondisi untuk nafsu-keinginan (Pali: taṇhā; Sanskerta: tṛṣṇā).[7]
Dalam kitab Visuddhimagga pasca-kanonis yang disusun abad ke-5, perasaan (vedanā) diidentifikasikan sebagai sesuatu yang muncul secara simultan dan tak terpisahkan dari kesadaran (viññāṇa) dan batin-dan-jasmani (nāmarūpa).[8] Di sisi lain, meski teks ini mengidentifikasi perasaan sebagai faktor penentu keinginan dan akibat batiniahnya yang mengarah pada penderitaan, hubungan kondisional antara perasaan dan nafsu-keinginan tidak diidentifikasi sebagai sesuatu yang terjadi bersamaan maupun sebagai sesuatu yang diperlukan secara karma.[9]
Dasar perhatian-penuh
Di seluruh Tripitaka Pali, terdapat referensi pada empat "landasan perhatian-penuh" (satipaṭṭhāna): tubuh (kāya), perasaan (vedanā), kondisi batin/kesadaran (citta), dan fenomena batiniah (dhammā). Keempat landasan ini diakui di antara tujuh kelompok kualitas yang menunjang pencerahan (bodhipakkhiyādhammā). Penggunaan istilah vedanā dan satipaṭṭhāna lainnya dalam praktik meditasi Buddhis dapat ditemukan dalam Satipaṭṭhāna Sutta dan Ānāpānasati Sutta.
Praktik kebijaksanaan
Setiap jenis vedanā disertai oleh kecenderungan atau obsesi yang mendasarinya (anusaya). Kecenderungan yang mendasari vedanā yang menyenangkan adalah kecenderungan ke arah nafsu, untuk vedanā yang tidak menyenangkan, kecenderungan ke arah kebencian, dan untuk vedanā yang tidak menyenangkan maupun tidak menyenangkan, kecenderunganya ke arah ketidaktahuan.[10]
Dalam Tripitaka Pali, disebutkan bahwa bermeditasi dengan konsentrasi (samādhi) pada vedanā dapat menuntun pada perhatian-penuh (sati) dan pemahaman jernih (sampajañña) (lihat Tabel di sebelah kanan).[11] Dengan pengembangan ini, seseorang dapat mengalami langsung di dalam dirinya sendiri realitas ketidakkekalan (anicca) dan sifat kemelekatan/keterikatan (upādāna). Hal ini pada akhirnya dapat mengarah pada pembebasan batin (nibbāna).
Hubungan dengan "emosi"
Bhikkhu Bodhi mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Bhikkhu Bodhi menulis:
- “Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya adalah sebuah fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral.”[12]
Tradisi Abhidhamma
Bagian dari Abhidhamma Theravāda |
52 Faktor Mental |
---|
Buddhisme Theravāda |
Dalam terjemahannya untuk kitab Abhidhammatthasaṅgaha, Bhikkhu Bodhi menyatakan:
- Perasaan adalah faktor mental yang merasakan objek. Ini adalah mode afektif ketika objek dialami. Kata Pali vedanā tidak menandakan emosi (yang nampaknya merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai faktor mental yang menyertainya), namun kualitas afektif semata dari sebuah pengalaman, yang bisa menyenangkan, menyakitkan, atau netral....[12]
Nina van Gorkom menyatakan:
- Ketika kita mempelajari Abhidhamma, kita belajar bahwa 'vedanā' tidak sama dengan apa yang kita maksud dengan "perasaan" dalam bahasa konvensional. Perasaan adalah nāma, ia mengalami sesuatu. Perasaan tidak pernah muncul sendirian; ia menyertai citta dan cetasika lainnya dan dikondisikan oleh mereka. Jadi, perasaan adalah nāma yang terkondisi. Citta tidak merasakan, ia mengenali objek dan vedanā merasakan...
- Semua perasaan memiliki fungsi mengalami rasa, aroma suatu objek (Aṭṭhasālinī, I, Bagian IV, Bab I, 109). Kitab Aṭṭhasālinī menggunakan perumpamaan untuk menggambarkan bahwa perasaan mengalami rasa suatu objek dan bahwa citta serta cetasika lain yang muncul bersama dengan perasaan mengalami rasa tersebut hanya sebagian saja. Seorang juru masak yang telah menyiapkan makanan untuk raja hanya mencicipi makanan tersebut dan kemudian menawarkannya kepada raja yang menyukai rasanya:
- ... dan sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan apa pun yang disukainya, begitu pula sekadar mencicipi makanan oleh si juru masak bagaikan kenikmatan sebagian dari objek tersebut oleh dhamma-dhamma yang tersisa (citta dan berbagai cetasika lainnya), dan seperti halnya si juru masak mencicipi sebagian makanan, maka dhamma-dhamma yang tersisa menikmati sebagian dari objek tersebut, dan seperti halnya sang raja, sebagai tuan, ahli, dan majikan, memakan makanan sesuai keinginannya, demikian pula perasaan, sebagai tuan, ahli, dan majikan, menikmati rasa dari objek tersebut, dan oleh karena itu dikatakan bahwa kenikmatan atau pengalaman adalah fungsinya.
- Jadi, semua perasaan memiliki kesamaan, yakni mengalami 'rasa' suatu objek. Citta dan cetasika pendamping lainnya juga mengalami objek tersebut, namun perasaan mengalaminya dengan caranya sendiri yang merupakan ciri khasnya.[13]
Mahāyāna
Definisi
Mipham Rinpoche menyatakan:[14]
- Perasaan/sensasi diartikan sebagai kesan.
- Agregat perasaan/sensasi dapat dibagi menjadi tiga: menyenangkan, menyakitkan, dan netral. Atau, ada lima: kesenangan jasmani, kesenangan mental, kesakitan jasmani, kesakitan mental, dan perasaan/sensasi netral.
- Dalam hal dukungan, ada enam perasaan/sensasi yang dihasilkan dari kontak...
Alexander Berzin menguraikan faktor mental ini sebagai perasaan (tshor-ba, Skt. vedanā) suatu tingkat kebahagiaan. Dia menyatakan:[15]
- Ketika kita mendengar kata "perasaan" dalam konteks Buddhisme, yang dimaksud di sini hanyalah: merasakan tingkat kebahagiaan atau kebahagiaan tertentu, di suatu tempat dalam spektrum tersebut. Jadi, atas dasar kesadaran kontak yang menyenangkan—yang mudah terlintas dalam pikiran—kita merasa bahagia. Kebahagiaan adalah: kami ingin itu terus berlanjut. Dan, atas dasar kesadaran kontak yang tidak menyenangkan—yang tidak mudah datang ke pikiran, pada dasarnya kita ingin menyingkirkannya—kita merasa tidak bahagia. “Ketidakbahagiaan” adalah kata yang sama dengan “penderitaan” (mi-bde-ba, Skt. duḥkha). Ketidakbahagiaan adalah: Saya tidak ingin meneruskan ini; Saya ingin berpisah dari ini.
- Dan kesadaran kontak netral. Kami merasa netral tentang hal itu—tidak ingin meneruskannya atau menghentikannya...
Tradisi Abhidharma
Kitab Abhidharma-samuccaya menyatakan:
- Apakah ciri khusus vedanā yang mutlak? Yaitu untuk mengalami. Dengan kata lain, dalam pengalaman apapun, apa yang kita alami adalah kematangan individu dalam setiap tindakan positif atau negatif sebagai hasil akhirnya.[16]
Hubungan dengan "emosi"
Chögyam Trungpa Rinpoche mengklarifikasi hubungan antara vedanā (sering diterjemahkan sebagai "perasaan") dan gagasan Barat tentang "emosi". Chögyam Trungpa Rinpoche menulis:
- "Dalam kasus [yakni dalam ajaran Buddha] 'perasaan' bukanlah pengertian perasaan yang biasa kita pahami. Perasaan ini bukanlah perasaan yang kita anggap serius, seperti, misalnya, ketika kita berkata, 'Dia menyakiti perasaanku.' Perasaan seperti ini yang kita anggap serius termasuk dalam skandha keempat dan kelima dari saṅkhāra dan kesadaran."[17]
Terjemahan alternatif
Terjemahan alternatif untuk istilah vedanā adalah:
- Perasaan (Nina van Gorkom, Bhikkhu Bodhi, Alexander Berzin)
- Merasakan tingkat kebahagiaan tertentu (Alexander Berzin)
- Nada-perasaan (Herbert Guenther)
- Sensasi (Erik Kunsang)
Lihat juga
- Afektivitas (psikologi)
- Landasan indra (Pali: saḷāyatana)
- Satipaṭṭhāna (Pali; Sanskerta: smṛtyupasthāna)
- Gugusan (Pali: khandha)
- Valensi (psikologi)
Referensi
- ^ Secara umum, vedanā dianggap tidak mencakup "emosi" secara penuh. Lihat pada bagian "Hubungan dengan "emosi"".
- ^ Lihat, misalnya, Rhys Davids & Stede (1921-25), hlm. 648, entri untuk "Vedanā" (diakses 2008-01-09 dari "University of Chicago" di http://dsal.uchicago.edu/cgi-bin/philologic/getobject.pl?c.3:1:2277.pali), yang awalnya mendefinisikan kata Pali ini secara sederhana sebagai "perasaan (feeling), sensasi (sensation)."
- ^ Lihat, misalnya, SN 36.5, Daṭṭhabba Sutta (Nyanaponika, 1983). Dalam kitab Visuddhimagga 460, terdapat tiga pencacahan yang serupa namun berbeda: baik (kusala), tidak baik (akusala), dan tidak-tentu (avyākata) (Rhys Davids & Stede, 1921–25, ibid).
- ^ Lihat, misalnya, Chachakka Sutta (MN 148) yang mengaitkan kata-kata berikut ini dengan Sang Buddha:
- "'The six classes of feeling should be known.' Thus was it said. In reference to what was it said? Dependent on the eye & forms there arises consciousness at the eye. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the ear & sounds there arises consciousness at the ear. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the nose & aromas there arises consciousness at the nose. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the tongue & flavors there arises consciousness at the tongue. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the body & tactile sensations there arises consciousness at the body. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. Dependent on the intellect & ideas there arises consciousness at the intellect. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition there is feeling. 'The six classes of feeling should be known.' Thus was it said...." (Thanissaro, 1998.)
- ^ Dua sutta yang hampir identik yang hanya menyinggung berbagai jumlah vedanā adalah MN 59 (Thanissaro, 2005b) dan SN 36.19 (Thanissaro, 2005c). Berbagai jenis vedanā ini dijabarkan dalam SN 36.22 (Thanissaro, 2005a). Lihat juga Hamilton (2001), hlm. 43-6.
- ^ Visuddhimagga 461 (Rhys Davids & Stede, 1921-25, hlm. 648, entri untuk "Vedanā."; lihat juga entri ini mengenai perbedaan antara "mode" dan "type" dari vedanā (dalam terjemahan di Wikipedia Indonesia, digunakan istilah "jenis" untuk keduanya, tidak dibedakan).
- ^ Lihat, misalnya, SN 12.1 ff.
- ^ Secara eksplisit, dalam konteks bahasa Abhidhamma, kitab Visuddhimagga (XVII, 201-228) mengidentifikasi bahwa kondisi (nidāna) kesadaran, batin-jasmani, enam indra, kontak, dan perasaan saling terkait (paccaya) melalui kemunculan bersamaan, saling mendukung, saling melengkapi, hasil kamma, nutrisi, asosiasi, dan kehadiran. (Perhatikan bahwa perasaan tidak terkait melalui disosiasi dengan pendahulunya.)
- ^ Secara khusus, Visuddhimagga XVI, 238 mengidentifikasi satu-satunya hubungan antara perasaan dan nafsu-keinginan untuk menjadi "dukungan yang menentukan."
- ^ Chachakka Sutta ("Tujuh Kelompok-Tujuh," MN 148). Lihat misalnya pernyataan berikut yang dikaitkan dengan Sang Buddha (terj. Thanissaro, 1998):
- 'Dependent on the eye & forms there arises consciousness at the eye. The meeting of the three is contact. With contact as a requisite condition, there arises what is felt either as pleasure, pain, or neither pleasure nor pain. If, when touched by a feeling of pleasure, one relishes it, welcomes it, or remains fastened to it, then one's passion-obsession gets obsessed. If, when touched by a feeling of pain, one sorrows, grieves, & laments, beats one's breast, becomes distraught, then one's resistance-obsession gets obsessed. If, when touched by a feeling of neither pleasure nor pain, one does not discern, as it actually is present, the origination, passing away, allure, drawback, or escape from that feeling, then one's ignorance-obsession gets obsessed....'
- ^ AN 4.41: untuk Pali, lihat SLTP (tak tertanggal); untuk terjemahan bahasa Inggris, lihat Nyanaponika & Bodhi (1999), hlm. 88-89, Thanissaro (1997a), Upalavanna (tidak tertanggal).
- ^ a b Bodhi, Bhikkhu (6 November 2012). Bhikkhu Bodhi (2003), hlm. 80 (PDF). ISBN 9781938754241.
- ^ Gorkom (2010), Definition of Feeling
- ^ Kunsang (2004), hlm. 21.
- ^ "Overview of Buddha-Nature". studybuddhism.com.
- ^ Guenther (1975), Kindle Loc. 329-331.
- ^ Trungpa (2001), hlm. 32.
Daftar pustaka
- Berzin, Alexander (2006), Primary Minds and the 51 Mental Factors
- Bodhi, Bhikkhu (ed.) (2000). A Comprehensive Manual of Abhidhamma: The Abhidhammattha Sangaha of Ācariya Anuruddha. Seattle, WA: BPS Pariyatti Editions. ISBN 1-928706-02-9.
- Bhikkhu Bodhi (2003), A Comprehensive Manual of Abhidhamma, Pariyatti Publishing
- Dalai Lama (1992). The Meaning of Life, translated and edited by Jeffrey Hopkins, Boston: Wisdom.
- Guenther, Herbert V. & Leslie S. Kawamura (1975), Mind in Buddhist Psychology: A Translation of Ye-shes rgyal-mtshan's "The Necklace of Clear Understanding" Dharma Publishing. Kindle Edition.
- Kunsang, Erik Pema (penerjemah) (2004). Gateway to Knowledge, Vol. 1. North Atlantic Books.
- Nina van Gorkom (2010), Cetasikas, Zolag
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997). Paticca-samuppada-vibhanga Sutta: Analysis of Dependent Co-arising, Access to Insight
- Hamilton, Sue (2001). Identity and Experience: The Constitution of the Human Being according to Early Buddhism. Oxford: Luzac Oriental. ISBN 1-898942-23-4.
- Nyanaponika Thera (terj.) (1983). Datthabba Sutta: To Be Known (SN 36.5). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn36/sn36.005.nypo.html.
- Nyanaponika Thera & Bhikkhu Bodhi (trans.) (1999). Numerical Discourses of the Buddha: An Anthology of Suttas from the Anguttara Nikaya. Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society. ISBN 0-7425-0405-0.
- Rhys Davids, T.W. & William Stede (eds.) (1921-5). The Pali Text Society’s Pali–English Dictionary. Chipstead: Pali Text Society. Mesin pencari daring umum untuk PED tersedia di http://dsal.uchicago.edu/dictionaries/pali/.
- Sri Lanka Buddha Jayanti Tipitaka Series (SLTP) (n.d.). Samādhibhāvanāsuttaṃ (AN AN 4.1.5.1, in Pali). Diakses 2007-06-08 dari "MettaNet-Lanka" di: http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/4Anguttara-Nikaya/Anguttara2/4-catukkanipata/005-rohitassavaggo-p.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997a). Samadhi Sutta: Concentration (AN 4.41). Diakses pada 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/an/an04/an04.041.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1997b). Sattatthana Sutta: Seven Bases (SN 22.57). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn22/sn22.057.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (1998). Chachakka Sutta: The Six Sextets (MN 148). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.148.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2004). Vedana Sutta: Feeling (SN 25.5). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn25/sn25.005.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2005a). Atthasata Sutta: The One-hundred-and-eight Exposition (SN 36.22). Diakses 2008-03-31 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn36/sn36.022.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (trans.) (2005b). Bahuvedaniya Sutta: Many Things to be Experienced (MN 59). Diakses 2008-03-31 dari "Access to Insight" di http://www.accesstoinsight.org/tipitaka/mn/mn.059.than.html.
- Thanissaro Bhikkhu (terj.) (2005c). Pañcakanga Sutta: With Pañcakanga (SN 36.19). Diakses 2008-03-31 dari "Access to Insight" dihttp://www.accesstoinsight.org/tipitaka/sn/sn36/sn36.019.than.html.
- Trungpa, Chögyam (2001). Glimpses of Abhidharma. Boston: Shambhala. ISBN 1-57062-764-9.
- Upalavanna, Sister (tak tertanggal). Samādhibhāvanāsuttaṃ – Developments of concentration (AN AN 4.5.1). Diakses 2007-06-08 dari "MettaNet-Lanka" di: http://www.metta.lk/tipitaka/2Sutta-Pitaka/4Anguttara-Nikaya/Anguttara2/4-catukkanipata/005-rohitassavaggo-e.html.
Pranala luar
- Nyanaponika Thera (ed., terj.) (1983). Contemplation of Feeling: The Discourse-Grouping on the Feelings (Vedana-Samyutta) (The Wheel, No. 303/304). Kandy, Sri Lanka: Buddhist Publication Society. Ditranskripsi oleh Joe Crea (1995). Diakses 2007-06-08 dari "Access to Insight" di: http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/nyanaponika/wheel303.html.
Didahului oleh: Phassa |
Duabelas Nidāna Vedanā |
Diteruskan oleh: Taṇhā |