Shalat (pelafalan dalam bahasa Indonesia: [salat]; Arab: ٱلصَّلَاة aṣ-ṣalāh, jamak Arab: ٱلصَّلَوَات aṣ-ṣalawāt, ejaan tidak baku: shalat, sholat atau solat) adalah salah satu rukun di dalam agama Islam yang dilakukan oleh Muslim sebanyak 5 kali dalam sehari. yaitu Sholat Subuh, Dhuhur, ashar, Maghrib dan Isya. Kegiatan salat meliputi perkataan dan perbuatan yang diawali dengan gerakan takbir dan diakhiri dengan gerakan salam.[1] Kedudukan salat di dalam Islam ialah sebagai rukun Islam yang kedua.[2] Salat merupakan suatu ibadah yang istimewa di dalam Islam karena perintah pelaksanaannya diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah secara langsung.[3] Salat dijadikan sebagai penanda utama dalam status keimanan seorang muslim. Mengerjakan salat merupakan tanda awal keislaman sedangkan meninggalkan salat merupakan tanda awal kekafiran.[4]

Menurut syariat Islam, praktik salat harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad sebagai figur pengejawantahan perintah Allah.[5] Dalil mengenai kewajiban pelaksanaan salat terdapat di dalam Al-Qur'an, hadis, maupun ijmak para ulama.[6] Persyaratan yang harus dipenuhi dalam melaksanakan salat ada sembilan, yaitu Islam, berakal, mumayyiz, bersuci, menutup aurat, bersih dari najis, mengetahui waktu pelaksanaan salat, menghadap ke kiblat, dan memiliki niat. Selain itu terdapat rukun salat yang jumlahnya sebanyak empat belas macam gerakan dan ucapan, serta delapan hal yang membatalkan salat.[7]

Salat secara umum terbagi menjadi dua jenis yaitu salat fardu dan salat sunah. Salat fardu terbagi menjadi 5 waktu tertentu yang dikerjakan setiap hari dan bersifat wajib. Sementara itu, salat sunah bersifat dianjurkan untuk dikerjakan pada waktu tertentu, khususnya pada hari raya Islam.[8]

PENTINGNYA SHALAT LIMA WAKTU

Sebagai seorang Muslim wajib bagi kita untuk menjalankan sholat 5 waktu. Yaitu sholat Subuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Sholat lima waktu adalah rukun Islam yang ke 2.  Anak-anak yang sudah berusia 7 tahun,  harus sudah berlatih untuk melaksanakan sholat lima waktu. Bahkan jika diumur 10 tahun belum mau menjalankan sholat, ia boleh dipukul, dengan pukulan yang mendidik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Berikut adalah beberapa hal tentang pentingnya sholat Lima waktu:

a.    Sholat adalah Tiang agama, siapa yang meninggalkannya, dia telah merobohkan agamanya.

Maka apakah sebuah bangunan bisa berdiri jika tiangnya tidak ada. Sholat juga ibarat kepala bagi tubuh. Apakah suatu tubuh masih bisa hidup jika tanpa kepala.

b.    Sholat hukumnya wajib, termasuk rukun Islam yang ke 2 dan berdosa besar jika kita berani meninggalkannya.

c.    Di Akhirat nanti, hal yang dihisab atau diperhitungkan pertama kali adalah perkara sholatnya, jika sholatnya baik, sholatnya rajin, tidak bolong-bolong, maka baik pula amalan-amalan yang lain. Jika sholatnya jelek, bolong-bolong, malas-malasan, maka akan membuat amalan-amalan lain buruk di sisi Allah.

d.    Orang yang setiap hari sholat lima waktu akan mendapat pujian dari Allah. Dia akan dicintai oleh Rosulallah ﷺ.

e.    Sholat Adalah Amalan yang paling Utama

Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan apakah yang paling afdhol?” Jawab beliau, “Shalat pada waktunya.” (HR Bukhori Muslim)

f.     Shalat akan mencegah perbuatan keji dan Mungkar

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Ankabut: 45)

g.    Dengan melaksanakan sholat, maka itu akan menjadi cahaya bagi kita dihari kiamat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ فِى الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Berilah kabar gembira bagi orang yang berjalan ke masjid dalam keadaan gelap bahwasanya kelak ia akan mendapatkan cahaya sempurna pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud no. 561 dan Tirmidzi no. 223. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Sehingga nanti kita akan dikenali dengan mudah oleh Rosulallah ﷺ karena wajah dan badan kita bercahaya. Dengan memperbanyak sujud, dengan raji sholat lima waktu maka akan membuat kita semakin mudah untuk bersama Rosulallah ﷺ di Surga.

h.    Orang Yang sholat lima waktu akan didoakan malaikat

Seseorang rajin melaksanakan sholat lima waktu, apalagi secara berjama’ah maka akan di do’akan oleh malaikat. Para malaikat akan mendoakan, “Ya Allah, rahmatilah ia. Ya Allah, ampunilah dia. Ya Allah, terimalah taubatnya. Dan khusus bagi laki-laki, sholat wajib 5 waktu sangat dianjurkan untuk dikerjakan secara berjama’ah. Sedangkan bagi wanita, disunnahkan dikerjakan di rumah, namun jika ingin dikerjakan di masjid juga diperbolehkan. Diantara keutamaan sholat jama’ah adalah pahalannya akan dilipat gandakan hingga 27 derajat dan masih banyak lagi keutaman sholat berjama’ah yang insyaAllah akan di sampaikan pada pembahasan berikutnya.

i.      Dengan sholat lima waktu maka Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Dosa itu ibarat kotoran dalam tubuh, jika kita mandi 5 kali sehari, tentu badan kita akan sangat bersih dan bebas dari kotoran. Begitu juga dengan sholat lima waktu, bisa membersihkan dosa-dosa kita layaknya mandi 5 kali sehari.

Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan shalat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim no. 667)

Dengan sholat lima waktu, maka Allah ampuni dosa-dosa kita yang telah lalu. Sebagaimana Sabda Rosulallah ﷺ: “Tidaklah seorang muslim menghadiri shalat wajib lalu ia memperbagus wudhu dan mengerjakan shalatnya dengan khusyu’, juga ia memperbagus ruku’nya melainkan itu sebagai penghapus dosa sebelumnya selama seseorang tidak melakukan dosa besar dan ini berlaku sepanjang waktu.” (HR. Muslim no. 228).

j.      Orang yang menjaga sholat 5 waktu maka Allah berjanji akan memasukkan ia ke Surga.

Dan Allah adalah dzat yang pasti menepati janji. Sebagaimana sabda Rosulallah ﷺ:

“Shalat lima waktu, Allah telah mewajibkannya kepada para hamba-Nya, maka barang siapa yang datang dengannya dan tidak menelantarkannya sedikitpun karena menganggap ringan haknya, maka baginya janji Allah untuk memasukkannya ke dalam surga, dan barang siapa yang tidak mendirikannya maka tidak ada janji Allah kepadanya, jika Dia berkehendak akan mengadzabnya dan jika berkehendak akan dimasukkan ke dalam surga”. (Dishahihkan oleh Albani di dalam Shahih Abu Daud)

Ditegaskan dalam hadits yang lain, :

“Barang siapa yang telah menjaga shalat lima waktu, ruku’nya, sujudnya, wudhu’nya, waktunya, dan ia mengetahui bahwa semua itu adalah hak dari Allah maka akan masuk surga atau ia berkata: “Maka ia wajib masuk surga”(HR Ahmad)

           Jadi jangan sampai kita meninggalkan sholat lima waktu, karena itu jaminan kita agar bisa masuk surga.

ATURAN-ATURAN SHALAT

1.    Syarat Wajib Shalat

Seseorang diwajibkan untuk melaksanakan shalat lima waktu jika sudah memenuhi syarat-syarat berikut:

a.   Beragama Islam

b.   Berakal sehat (tidak gila)

c.   Baligh (dewasa)

d.   Telah sampai Dakwah Islam padanya

e.   Terjaga/tidak tertidur

Seseorang yang tertidur maka kewajiban sholatnya adalah ketika bangun. Dan orang yang lupa wajib baginya sholat ketika ia telah ingat. Sebagaimana Rosulallah ﷺ bersabda:

“Apabila seseorang tertidur dalam waktu sholat, atau lupa hendaklah shalat apabila telah ingat (atau telah bangun)” (HR Muslim)

2.    Syarat Sah Shalat

Sholat seseorang dinyatakan sah jika memenuhi hal-hal berikut:

a.   Suci dari Hadats (baik hadats besar maupun kecil)

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Allah tidak menerima shalat seseorang diantara kamu yang berhadats sehingga ia berwudhu” (HR Bukhari dan Muslim)

b.   Badan, pakaian, dan tempat sholat harus suci dari Najis.

Oleh karena itu, sebelum melaksanakan sholat, kita harus memperhatikan pakaian yang kita pakai, apakah ada najis atau tidak, kemudian tempat sholat harus diperhatikan kesuciannya dan apakah terdapat najis atau tidak.

c.   Menutup Aurat

Aurat laki-laki adalah dari Pusar sampai lutut, sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan.

d.   Menghadap Kiblat

Kiblat umat muslim sedunia adalah ka’bah, di kota Makkah al Mukarramah

e.   Telah tiba waktu sholat, dan tidak mendahuluinya[1]

RUKUN SHALAT

Rukun adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan dalam suatu ibadah. Jika ditinggalkan, sengaja atau tidak sengaja, maka ibadah itu batal dan harus diulangi lagi. Begitu pula dalam ibadah sholat, ada 13 rukun shalat yang harus kita ketahui dan tidak boleh ditinggalkan ketika sholat. Karena jika ditinggalkan, entah karena lupa atau tidak sengaja, maka sholatnya batal dan harus mengulangi lagi sholatnya.

Rukun-Rukun Shalat ada 13 yaitu:

1.    Niat

Niat itu adalah kehendak dalam hati untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Niat itu letaknya didalam hati, sedang melafalkannya adalah dianjurkan untuk menguatkan. Niat dilaksanakan ketika mengangkat tangan sebelum mengucapkan takbirotul Ihram.

Contoh lafal niat:

a)  Bacaan Niat Shalat Dzuhur

اُصَلِّيْ فَرْضَ الظُّهْرِ أَرْبَعَ رَكَعاَتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لله تَعَالَى


"Usholli Fardlon dhuhri Arba'a Rok'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala"

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu dhuhur 4 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini, karena Allah ta'ala"


b) Bacaan Niat Shalat Maghrib

أُصَلِّى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعاَتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لله تَعَالَ


"Usholli Fardlol Maghribi Tsalaatsa Roka'aataim Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi

ta'aala"

Artinya: "Aku niat melakukan sholat fardu maghrib 3 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini, karena Allah ta'ala"

c) Bacaan Niat Shalat Subuh


أُصَلِّى فَرْضَ الصُّبْح رَكَعتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لله تَعَالَى


"Usholli Fardlon Shubhi Rok'ataini Mustaqbilal Qiblati Adaa-an Lillahi ta'aala"


Artinya: "Aku niat melakukan shalat fardu subuh 2 rakaat, sambil menghadap qiblat, saat ini, karena Allah ta'ala"

2.    Berdiri bagi yang mampu

Shalat diwajibkan untuk berdiri bagi yang mampu, jika tak mampu berdiri maka boleh duduk, jika tak mampu maka boleh berbaring miring, jika tidak mampu maka dengan telentang, jika tidak mampu maka diperbolehkan dengan posisi yang ia mampu.

Rasullulah bersabda:

“Shalatlah dengan berdiri, maka jika kamu tak sanggup maka dengan duduk dan jika tidak mampu maka dengan berbaring”. (HR Abu Dawud)

3.    Takbirotul Ihram (yaitu Mengucapkan Allahuakbar)

4.    Membaca Al-Fatihah

5.    Ruku’ dan Tuma’ninah (diam sebentar/minimal seperti baca satu kali tasbih)

Batas minimal ruku’ yang sah adalah merundukkan badan yang sekira-kiranya tangan bisa menyentuh lutut, meski tangan tidak menyentuh lutut, rukuk sudah sah.

6.    I’tidal (berdiri dari ruku’) dengan Tuma’ninah(diam sebentar/minimal seperti baca satu kali tasbih)

7.    Sujud dua kali dengan Tuma’ninah(diam sebentar/minimal seperti baca satu kali tasbih)

8.    Duduk diantara dua sujud dengan Tuma’ninah (diam sebentar/minimal seperti baca satu kali tasbih)

9.    Duduk Tasyahud AKhir

10. Membaca Tasyahud Akhir

11. Membaca Sholawat atas Nabi Muhammad ﷺ

12. Membaca Salam yang pertama (kekanan)

13. Tertib (berurutan)[2]

Ulangi Sholatmu, Kamu Belum Sholat

Diriwayatkan, suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk masjid, maka masuklah seseorang lalu ia melaksanakan shalat. Setelah itu, ia datang dan memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau menjawab salamnya. Beliau berkata, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.” Lalu ia pun shalat dan datang lalu memberi salam pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau tetap berkata yang sama seperti sebelumnya, “Ulangilah shalatmu karena sesungguhnya engkau tidaklah shalat.” Sampai diulangi hingga tiga kali. Orang yang jelek shalatnya tersebut berkata, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengajarinya dan bersabda, “Jika engkau hendak shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Alquran yang mudah bagimu. Lalu rukuklah dan sertai thumakninah ketika rukuk. Lalu bangkitlah dan beriktidallah sambil berdiri. Kemudian sujudlah sertai thumakninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thumakninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thumakninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari, no. 793 dan Muslim, no. 397)


[1] Syekh Salim bin Samir al hadromi, Safinatun Najah, Darul Minhaj, Hal 30

[2] M.Khamzah M.Ag, Fiqih 7, Hal 30

Hal-hal yang membatalkan shalat

Hal-hal yang membatalkan shalat adalah sesuatu yang apabila dikerjakan shalatnya batal. Oleh karena itu, wajib kita mempelajari apa saja hal-hal yang membatalkan sholat. Yaitu :

1.    Berbicara dengan sengaja sesuatu diluar bacaan shalat yang mengandung makna, meski hanya satu atau dua huruf hijaiyah namun mengandung makna selain bacaan shalat, maka sholatnya batal. Berbicara tidak sengaja namun berbicaranya banyak maka shalatnya batal

2.    Banyak bergerak (3 kali gerakan besar atau lebih secara berturut-turut)

3.    Meninggalkan atau terlupa salah satu rukun shalat

4.    Terbuka auratnya yang tidak segera ditutup

5.    Terkena Najis kering yang tidak segera dibuang. Seseorang yang terkena najis yang basah misalnya kotoran cicak atau burung, maka sholatnya batal. Namun jika ia terkena najis kering, yang ia bisa membuangnya dengan segera tanpa menyentuhnya (dikibaskan atau dengan cara apapun tanpa menyentuhnya), maka shalatnya tidak batal

6.    Merubah niat

7.    Membelakangi kiblat

8.    Makan dan minum

9.    Mendahului gerakan Imam sebanyak dua rukun

10. Tertinggal gerakan Imam sebanyak dua rukun

11. Tertawa yang terlihat jelas tertawanya

12. Murtad (keluar dari Islam)[1]

WAKTU-WAKTU SHALAT

Waktu-waktu shalat ada 5 yaitu [1] awal waktu Zhuhur adalah tergelincirnya matahari dan akhir waktunya adalah jika bayang-bayang sesuatu panjangnya sama dengan bendanya selain bayangan ketika istiwa’, [2] awal waktu Ashar adalah jika bayang-bayang sesuatu sama panjangnya dengan bendanya dan lebih sedikit, dan akhir waktunya adalah terbenamnya matahari, [3] awal waktu Maghrib adalah terbenamnya matahari dan akhir waktunya adalah hilangnya mega merah, [4] awal waktu Isya adalah hilangnya mega merah dan akhir waktunya adalah munculnya fajar shodiq, dan [5] awal waktu Shubuh adalah munculnya fajar shodiq dan akhir waktunya adalah terbitnya matahari.

SUNNAH-SUNNAH SHALAT

Sunnah sholat merupakan gerakan atau bacaan yang disunnahkan untuk  dilaksanakan didalam sholat. Sunnah adalah sesuatu yang dikerjakan akan mendapatkan pahala yang besar, namun jika ditinggalkan tidak berdosa. Sunnah-sunnah sholat dibagi menjadi dua, yaitu:

1.   Sunnah Ab’ad

Sunnah Ab’ad adalah amalan Sunnah dalam sholat yang apabila terlupakan maka hendaknya diganti dengan sujud sahwi (dua kali sujud yang dilaksanakan sebelum salam atau sesudah salam). Yang termasuk Sunnah ab’ad adalah:

a.    Tasyahud Awal

b.    Membaca Shalawat pada Tasyahud awal

c.    Membaca Shalawat atas keluarga Nabi pada Tasyahud Akhir

d.    Membaca Qunut pada shalat subuh

2.   Sunnah Hai’at

Sunnah hai’at adalah amalan disunnahkan untuk dikerjakan dalam sholat yang apabila terlupakan tidak perlu diganti dengan sujud sahwi. Yang termasuk Sunnah hai’at adalah:

a.   Mengangkat tangan ketika takbirotul ihram

b.   Meletakkan tangan kanan diatas atas tangan kiri ketika bersedekap

c.   Memandang ketempat sujud

d.    Membaca do’a iftitah

e.   Tuma’ninah (diam sejenak) sebelum atau sesudah membaca surat al fatihah

f.    Membaca lafadz “amin” sesudah membaca surah al Fatihah

g.   Membaca surat selain surah al-Fatihah setelah membaca surah al-Fatihah

h.   Memperhatikan/ mendengarkan bacaan imam

i.     Mengeraskan suara pada dua rekaat pertama shalat maghrib, isya dan subuh

j.     Membaca takbir intiqal setiap ganti gerakan kecuali ketika berdiri dari ruku’

k.   Ketika bangkit dari rukuk membaca:

سمع الله لمن حمده

Sami'allaahu liman hamidah

Artinya: "Allah maha mendengar terhadap orang yang memujinya."

l.     Membaca do’a I’tidal

m.   Duduk iftirasy (duduk dengan menegakkan kaki kanan dan membentangkan kaki kiri kemudian menduduki kaki kiri tersebut, dilakukan ketika tasyahud awal dan duduk diantara dua sujud)

n.    Duduk Tawaruk (duduk dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan kaki kiri ke depan, dibawah kaki kanan dan duduk diatas lantai, dilakukan ketika tasyahud akhir)

o.    Duduk sebentar setelah sujud kedua sebelum berdiri

p.    Membaca bacaan tasbih ketika ruku’, sebanyak 3 kali yaitu:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ

Artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung dan pujian untuk-Nya).” Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud, no. 870.)

q.    Membaca bacaan tasbih ketika sujud sebanyak 3 kali,:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

Subhana robbiyal a’laa wa bi hamdih (artinya: Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi dan pujian untuk-Nya)”. Ini dibaca tiga kali. (HR. Abu Daud no. 870, shahih)

r.     Membaca do’a duduk diantara dua sujud

s.    Mengucapkan salam yang kedua

t.      Menoleh ke kanan dan ke kiri saat salam[1]


[1] Mukhammad KHamzah, Mag, Fikih 7, 31


[1] Mukhammad KHamzah, Mag, Fikih 7, 31

Etimologi

 
Muslim di Indonesia sedang salat dalam posisi berdiri, circa 1900.

Kata salat merupakan kata serapan dalam bahasa Arab yaitu ṣalla. Kata ini merupakan turunan dari kata yuṣalli - ṣalātan.[9] Secara bahasa, kata salat berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti sebagai "doa". Dalam Surah At-Taubah ayat 103 menjadi landasan pemaknaan ini. Dalam ayat ini, kata salat dimaknai sebagai "doa". Pemaknaan salat sebagai "doa" juga diperoleh dari perbuatan dan ucapan yang diadakan selama kegiatan salat merupakan serangkaian doa.[10]

Sementara itu, secara istilah salat diartikan oleh para ulama sebagai serangkaian ucapan dan gerakan tertentu yang diawal dengan takbir dan diakhiri dengan gerakan salam. Gerakan takbir perlu didahului dengan niat dan memiliki persyaratan tertentu sebelum dilaksanakan.[11] Abu Hanifah menambahkan makna salat ini dengan memberikan ciri umum gerakannya yaitu berdiri, rukuk, dan sujud.[12]

Hakikat

Salat termasuk dalam ibadah yang tujuan pelaksanaannya hanya untuk menghambakan diri kepada Allah. Dalam pelaksanaan salat timbul suatu hubungan antara manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, dan Allah sebagai pencipta makhluk yaitu manusia. Hubungan ini disebutkan di dalam Al-Qur'an pada Surah Az-Zariyat ayat 56, Surah Yasin ayat 22, dan Surah Al-'An'am ayat 162. Pada Surah Az-Zariyat ayat 56 disebutkan bahwa manusia dan jin diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah. Surah Yasin ayat 22 merupakan perenungan bahwa manusia akan kembali kepada Tuhannya sehingga tidak ada alasan untuk tidak beribadah kepada-Nya. Sementara itu, Surah Al-'An'am ayat 162 menjelaskan bahwa salat seorang muslim hanya dipersembahkan kepada Allah yang merupakan tuhan bagi seluruh alam.[13]

Dalil

Dalil di dalam Al-Qur'an

Kata salat hanya disebutkan 83 kali di dalam Al-Qur'an.[14] Perintah mengerjakan salat terdapat dalam beberapa ayat yaitu Surah Al-Hajj ayat 77, Surah Al-Baqarah ayat 43 dan 238, Surah An-Nisa' ayat 103 serta Surah Al-'Ankabut ayat 45. Surah Al-Hajj ayat 77 tidak secara langsung memberikan perintah salat, tetapi menyebutkan dua gerakan salat yaitu rukuk dan sujud. Surah Al-Baqarah ayat 43 secara langsung memerintahkan salat dengan menyebutkan salah satu gerakan salat yaitu rukuk. Ayat ini juga disertai dengan perintah untuk melaksanakan ibadah lain yaitu zakat. Surah An-Nisa' ayat 103 menjelaskan bahwa salat merupakan kewajiban bagi orang yang beriman dengan waktu pelaksanaannya telah ditentukan. Manfaat salat kemudian disebutkan dalam Surah Al-'Ankabut ayat 45 yaitu untuk mencegah manusia melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Setelah perintah dan manfaat salat disampaikan, maka dalam Surah Al-Baqarah ayat 238, Allah memerintahkan untuk memelihara salat dan melaksanakannya dengan khusyuk hanya untuk Allah.[15]

Berikut ini adalah ayat-ayat lain yang membahas tentang salat di dalam Al-Quran, kitab suci agama Islam:

  • Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: Hendaklah mereka mendirikan salat, menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan (Ibrahim 14:31).
  • Allah Subhana wata’ala berfirman: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allâh, dan Allâh akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allâh Azza wa Jallaecuali sedikit sekali [An-Nisȃ’/4:142]
  • Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji (zina) dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-‘Ankabut 29:45).
  • Allah Subhana wata’ala berfirman: {فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا (59) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلا يُظْلَمُونَ شَيْئًا (60) }Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui al ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh.” (QS. Maryam : 59-60)’ Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan, yang tempatnya sangat dalam. (Ash Sholah, hal. 31)
  • Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh-kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat, yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya (al-Ma’arij 70:19-23)
  • Allah Ta’ala berfirman: قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ. الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ. إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ. فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ. وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya. (QS Al Mukminun: 1-9)
  • Allah Subhana Wata’ala berfirman: كُلُّ نَفۡسِۭ بِمَا كَسَبَتۡ رَهِینَةٌ ۝  إِلَّاۤ أَصۡحَـٰبَ ٱلۡیَمِینِ ۝  فِی جَنَّـٰتࣲ یَتَسَاۤءَلُونَ ۝  عَنِ ٱلۡمُجۡرِمِینَ ۝  مَا سَلَكَكُمۡ فِی سَقَرَ ۝  قَالُوا۟ لَمۡ نَكُ مِنَ ٱلۡمُصَلِّینَ ۝  وَلَمۡ نَكُ نُطۡعِمُ ٱلۡمِسۡكِینَ ۝  وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ ٱلۡخَاۤىِٕضِینَ ۝  وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِیَوۡمِ ٱلدِّینِ ۝  حَتَّىٰۤ أَتَىٰنَا ٱلۡیَقِینُ “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, (38) kecuali golongan kanan, (39) berada di dalam surga, mereka saling menanyakan, (40) tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?” Mereka menjawab:“Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”.” (QS. Al Mudatstsir: 38-47)
  • Allah Ta’ala berfirman: وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى. “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.”(THaha: 132)

Dalil di dalam hadis

Perintah salat juga disampaikan di dalam hadis. Dalam periwayatan hadis dari Abdullah bin Umar, Nabi Muhammad mengatakan bahwa salah satu rukun islam adalah salat. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad. Terdapat pula sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, nabi Muhammad mengatakan bahwa salat merupakan ibadah pertama yang dihitung dalam pengadilan hari kiamat. Keberuntungan akan diperoleh oleh manusia yang melaksanakan salat dengan baik, sedangkan yang melaksanakan kerugian akan memperoleh kerugian dan kekecewaan.[16]

Nabi Muhammad juga memberikan analogi mengenai pentingnya salat bagi agama Islam dan umat muslim. Salat diumpamakan sebagai tiang yang menopang bangunan. Dalam analogi ini, bangunannya adalah Islam yang dibangun atas dasar jihad. Salat dijadikan sebagai pengokoh dasar keislaman dan penopang jalan mencapai jihad kepada Allah.[17] Berikut adalah dalil-dalil secara lengkap tentang keutamaan Sholat lima waktu.

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ، شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ البَيْتِ.

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon, dan mengerjakan haji ke Baitulloh.”(HR Bukhori Muslim)

Rosulallah ﷺ bersabda:

Amalan pertama yang akan dihisab dari seorang hamba di hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya baik, maka ia akan beruntung dan selamat. Jika shalatnya rusak, maka ia akan merugi dan binasa. Jika ada shalat fardhunya yang kurang, maka Allah tabaraka wa ta’ala akan berkata: lihatlah apakah hamba-Ku ini memiliki amalan shalat sunnah? Kemudian disempurnakanlah yang kurang dari shalat fardhunya. Dan ini berlaku pada seluruh amalan lainnya” (HR. At Tirmidzi no. 413).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” فَرَضَ اللَّهُ عَلَى أُمَّتِي خَمْسِينَ صَلَاةً، فَرَجَعْتُ بِذَلِكَ، حَتَّى آتِيَ عَلَى مُوسَى، فَقَالَ مُوسَى: مَاذَا افْتَرَضَ رَبُّكَ عَلَى أُمَّتِكَ؟ قُلْتُ: فَرَضَ عَلَيَّ خَمْسِينَ صَلَاةً، قَالَ: فَارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ، فَرَاجَعْتُ رَبِّي، فَوَضَعَ عَنِّي شَطْرَهَا، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى فَأَخْبَرْتُهُ، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَإِنَّ أُمَّتَكَ لَا تُطِيقُ ذَلِكَ فَرَاجَعْتُ رَبِّي، فَقَالَ: هِيَ خَمْسٌ وَهِيَ خَمْسُونَ، لَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ، فَرَجَعْتُ إِلَى مُوسَى، فَقَالَ: ارْجِعْ إِلَى رَبِّكَ، فَقُلْتُ: قَدِ اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي.”

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah memerintahkan umatku sholat lima puluh kali, kemudian aku kembali dengan perintah itu, hingga aku bertemu dengan Musa. Musa bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Apa yang Allah perintahkan padamu?” Aku menjawab: “Aku diperintahkan untuk melaksanakan lima puluh kali sholat salam sehari semalam.” Musa berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu, sungguh umatmu tak kan mampu (menunaikan) hal itu.” Kenudian aku kembali menghadap Rabb-ku, Lalu Dia mengurangi separuhnya dariku. Kemudian aku kembali kepada Musa dan mengabarkan hal itu. Dia lantas berkata: Kembalilah menghadap Rabb-mu. Sunggguh, umatmu tidak akan mampu menunaikannya.’ Kemudian aku kembali menghadap Rabb-ku, lalu Dia berfirman, ‘Ia adalah lima dan ia adalah lima puluh. Ucapan (ketetapan) dari-Ku tidak dapat diganti lagi.’ Kemudian aku kembali kepada Musa, lalu berkata,’Kembalilah menghadap Rabb-mu.’ Aku lantas menjawab,’Aku sudah malu kepada Rabb-ku.’” (HR Ibnu Majah)

Rosulallah ﷺ bersabda:

“Bagaimana menurut kalian jika di depan rumah kalian ada sungai lalu kalian mandi di sana lima kali sehari. Apakah ada kotoran di badan yang tersisa? Para sahabat menjawab: tentu tidak ada kotoran lagi yang tersisa. Nabi bersabda: Maka demikianlah shalat-shalat fardhu yang lima, Allah menghapuskan kesalahan-kesalahan manusia dengan shalat-shalat tersebut” (HR. Bukhari no. 528, Muslim no. 667).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ، ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مَنْ بُيُوتِ اللهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ، كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً، وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً.

Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu ia berjalan menuju salah satu rumah Allâh untuk menunaikan salah satu shalat fardhu yang yang Allâh wajibkan, maka salah satu langkah kakinya akan menghapuskan kesalahan dan langkah kaki yang lainnya meninggikan derajat. (HR Muslim)

عَنْ جَابِرٍ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهْرٍ جَارٍ، غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ، يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ.

Dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Permisalan shalat yang lima waktu itu seperti sebuah sungai yang mengalir melimpah di dekat pintu rumah salah seorang di antara kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.”(HR Muslim)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Barangsiapa pergi ke masjid di waktu pagi hari dan sore hari, maka Allâh Azza wa Jalla menyiapkan untuknya hidangan dari surga setiap kali ia pergi di pagi atau sore hari.” (HR Bukhori dan Muslim)

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ، وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لَا يَنْصِبُهُ إِلَّا إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ، وَصَلَاةٌ عَلَى أَثَرِ صَلَاةٍ لَا لَغْوَ بَيْنَهُمَا كِتَابٌ فِي عِلِّيِّينَ.

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa keluar dari rumahnya dalam keadaan sudah bersuci menuju shalat wajib, maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji yang sedang berihram. Barangsiapa keluar untuk menunaikan shalat Dhuha, ia tidak merasakan lelah kecuali karena melaksanakan shalat tersebut, maka pahalanya seperti pahala orang berumrah.” (HR Abu Dawud)

عَنْ ثَوْبَانِ مَوْلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَخْبِرْنِي بِعَمَلٍ أَعْمَلُهُ يُدْخِلُنِي اللهُ بِهِ الْجَنَّةَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ، فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً، إِلَّا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً.

Dari Tsauban, maulanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: ‘Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Beritahukan kepadaku amalan yang dapat memasukkanku ke surga? Maka Rasulullah shallallhu ‘alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah engkau memperbanyak sujud! Karena engkau tidaklah sujud kepada Allah dengan sekali sujud melainkan Allah akan meninggikan derajatmu dan akan menghapuskan satu kesalahan dengan sebab sujud itu.” (HR Muslim)

أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللهُ بِهِ الْخَطَايَا، وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ؟» قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ، وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ، وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَذَلِكُمُ الرِّبَاطُ

“Maukah aku tunjukan kepada kalian tentang perkara yang Allah menghapus dosa-dosa denganya dan mengangkat derajat?”. Mereka (para sahabat) berkata, “Tentu wahai Rasulullah”. Nabi berkata, “(Tetap) menyempurnakan wudhu meski dalam kondisi yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid, menunggu sholat setelah sholat ditunaikan, maka itulah ar-Ribaath (Berjaga didaerah perbatasan)” (HR Muslim)

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنهَا، قَالَتْ: كَانَ مِنْ آخِرِ وَصِيَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ، وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ” حَتَّى جَعَلَ نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُلَجْلِجُهَا فِي صَدْرِهِ، وَمَا يَفِيصُ بِهَا لِسَانُهُ.

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: “Wasiat terakhir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah ‘Perhatikanlah sholat, perhatikanlah sholat, dan perhatikanlah budak-budak kalian’. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengulang-ulangnya di dalam dadanya, namun lidah beliau tidak mampu mengungkapkannya dengan jelas.(HR Ahmad)

Robiáh bin Káab al-Aslami radhiallahu ánhu berkata :

كُنْتُ أَبِيتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَتَيْتُهُ بِوَضُوئِهِ وَحَاجَتِهِ فَقَالَ لِي: «سَلْ» فَقُلْتُ: أَسْأَلُكَ مُرَافَقَتَكَ فِي الْجَنَّةِ. قَالَ: «أَوْ غَيْرَ ذَلِكَ» قُلْتُ: هُوَ ذَاكَ. قَالَ: «فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ»

“Aku menginap bersama Nabi shallallahu álaihi wasallam, lalu aku mendatangkan bagi beliau air wudhu beliau dan keperluan beliau. Maka Nabi berkata kepadaku, “Mintalah !”. Aku berkata, “Aku memohon untuk menemanimu di surga”. Nabi berkata, “Tidakah engkau meminta permintaan yang lain?”. Aku berkata, “Itulah permintaanku”. Maka Nabi berkata, “Maka bantulah aku untuk terkabulkannya keinginanmu dengan banyak sujud kepada Allah”. (HR Muslim)

Nabi ﷺ bersabda :

وَالمَلاَئِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ، اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ، اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ، مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ، وَقَالَ: أَحَدُكُمْ فِي صَلاَةٍ مَا كَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ

“Dan para malaikat mendoakan salah seorang dari kalian selama ia tetap di tempat sholatnya yang ia sholat di situ. (Malaikat berkata) Ya Allah ampunilah dia, ya Allah rahmatilah dia selama ia tidak berhadats”. Dan Nabi berkata, “Salah seorang dari kalian tetap dalam sholat selama sholat yang menahannya (sehingga tidak pulang)” (HR Bukhori)

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ.”

Dari Abu Umamah Al-Bahiliy radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Sungguh tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Tali yang paling awal terputus adalah “hukum”, dan yang terakhir adalah “shalat”.”(HR Ahmad)

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا

“Barang siapa yang berwudhu lalu membaguskan wudhunya, kemudian keluar lalu ia mendapati orang-orang telah selesai sholat maka Allah tetap memberikan kepadanya seperti pahala orang-orang yang sholat dan hadir ikut sholat berjamaáh, dan tidak mengurangi pahala mereka sama sekali”(HR Abu Dawud)

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ العَاص رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: ذَكَرَ النَّبِّي ﷺ الصَّلَاةَ يَوْمًا بَيْنَ أَصْحَابِهِ فَقَالَ: مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا، كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورُ، وَلَا بُرْهَانُ، وَلَا نَجَاةُ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma berkata: Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat menyebutkan tentang shalat seraya berkata: “Barang siapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan bainya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan juga tidak mendapatkan keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga shalatnya itu akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf. (HR Ahmad)

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ، وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ، وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ.

Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allâh.  (HR. Tirmidzi no. 2825.)

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلَآَنِ – أَوْ تَمْلَأُ – مَا بَيْنَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَالصَّلَاةُ نُورٌ، وَالصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ

Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, bersuci merupakan bagian dari iman, Alhamdulillah (segala puji milik Allah) memenuhi timbangan, Subhanallah (Maha suci Allah) dan Alhamdulillah (Segala puji milik Allah) keduanya memenuhi antara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah petunjuk, sabar adalah sinar.(HR Muslim)]

Nabi Muhammad ﷺ bersabda :

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظُّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan di kegelapan (misalnya untuk sholat isya dan subuh berjamaáh-pen) menuju masjid-masjid bahwa mereka mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat” (HR Abu Dawud)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا، وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ.

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perintahkan anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah tempat-tempat tidur mereka.” (HR Abu Dawud)

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا.

“Barangsiapa yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia ingat.” (HR Muslim)

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: سَأَلْتُ النَّبِيَّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –: أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إلَى اللَّهِ؟ قَالَ: الصَّلاةُ عَلَى وَقْتِهَا.

Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Amalan apakah yang paling dicintai Allah?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Shalat pada waktunya.” (HR Bukhori)

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:إِنَّمَا حُبِّبَ إِلَـيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ: اَلنِّسَاءُ وَالطِّيْبُ، وَجُعِلَتْ قُرَّةُ عَيْنِـيْ فِـي الصَّلَاةِ.

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat.” (HR Baihaqi)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ: الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at berikutnya, diantara Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di antara semua itu selama tidak dilakukan dosa besar.” (HR Muslim)

BAHAYA MENINGGALKAN SHOLAT LIMA WAKTU

Rosulallah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرٍو بْنِ العَاص رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: ذَكَرَ النَّبِّي ﷺ الصَّلَاةَ يَوْمًا بَيْنَ أَصْحَابِهِ فَقَالَ: مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا، كَانَتْ لَهُ نُورًا، وَبُرْهَانًا، وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا، لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورُ، وَلَا بُرْهَانُ، وَلَا نَجَاةُ، وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ، وَفِرْعَوْنَ، وَهَامَانَ، وأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ.

Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma berkata: Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersama para sahabat menyebutkan tentang shalat seraya berkata: “Barang siapa yang menjaga shalat lima waktu, maka shalat itu akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan bainya pada hari kiamat. Dan barang siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan juga tidak mendapatkan keselamatan. Dan pada hari kiamat, orang yang tidak menjaga shalatnya itu akan bersama Qarun, Fir’aun, Haman dan Ubay bin Khalaf. (HR Ahmad)

1.    Orang yang meninggalkan sholat adalah dosa besar, yang dosanya lebih besar dari dosa Zina.

2.    Orang yang menyia-nyiakan sholat Akan dikumpulkan bersama Fir’aun dan Hamman (perdana mentrinya firaun)

3.    Disiksa di neraka Saqor

مَا سَلَكَكُمْ فِيْ سَقَرَ - قَالُوْا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّيْنَۙ -

Artinya: ”Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?”. Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan salat. (QS Al Mudatsir: 42-45)

4.    Tidak mendapat jaminan Surga oleh Allah

Rosulallah ﷺ bersabda, “Janganlah engkau tinggalkan sholat dengan sengaja, Karena siapa yang meninggalkan sholat dengan sengaja maka ia tidak mendapat jaminan dari Allah”(HR Tabrani)

5.    Namanya ditulis dipintu neraka

“Rosulallah ﷺ bersabda, “Siapa yang meninggalkan sholat dengan sengaja, Allah akan menulis namanya dipintu neraka sebagai orang yang memasukinya” (HR Abu Nu’aim)

6.    Seperti kehilangan keluarga dan hartanya

Rosulallah ﷺ bersabda, “Barangsiapa meninggalkan sholat, seakan-akan ia kehilangan harta dan keluarganya” (HR Ibnu Hibban)

7.    Amal sholeh yang dikerjakanya Sia-Sia

Rosulallah ﷺ bersabda, “Barangsiapa meninggalkan sholat ashar dengan sengaja hingga lewat waktunya, maka telah sia-sia amalnya” (HR Ahmad)

8.    Orang Yang meremehkan sholat akan mendapatkan 14 hukuman

Yaitu, Lima didunia, tiga saat kematian, Tiga didalam kubur, tiga ketika keluar dari kubur. Adapun lima hukuman didunia adalah Dicabut keberkahan umurnya, dihapus tanda orang sholeh dari wajahnya, setiap amalnya tidak diberi pahala oleh Allah, doanya tidak diangkat ke langit (tidak dikabulkan), Tidak mendapatkan bagian atas do’a orang-orang sholeh.

Adapun tiga hukuman yang menimpanya disaat kematian ialah mati dalam keadaan hina, mati dalam keadaan lapar, dan mati dalam keadaan haus. Adapun yang menimpanya dikuburnya, yang pertama ialah kuburnya menyempit atasnya hingga bercerai-berai tulang rusuknya. Yang kedua ialah dinyalakan api diatas kuburnya hingga ia berbaring bolak-balik diatas bara api diwaktu malam dan siang. Dan yang ketiga adalah, ialah dijadikan atasnya seekor ular yang menyiksanya dikuburnya. Matanya dari api, kukunya dari besi, suaranya bagai Guntur yang menggelegar.

Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)

Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata,  “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan  -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar. Oleh karena itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27)

Hukum meninggalkan sholat

Asy Syaukani -rahimahullah- mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya. Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).

JIka meninggalkan sholat karena malas. mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam Ahmad

Dosa Yang Lebih Besar Dari Zina Dan Membunuh

Dikisahkan, ada seorang wanita bani Israel yang datang kepada Nabi Musa as, yang semoga sholawat selalu dilimpahkan kepada Nabi kita dan kepada nabi-nabi yang lainnya.  Perempuan itu berkata, “Ya Nabi Allah, aku telah berbuat dosa besar dan aku telah bertaubat kepada Allah Ta’ala.  Maka doakan kepada Allah agar mengampuni dosaku dan menerima Taubatku”.

“Apa dosamu?” tanya nabi Musa as. “Ya Nabi Allah, aku telah berzina, hamil dan melahirkan anak kemudian membunuhnya” jawab wanita itu. Mendengar cerita itu, Nabi Musa marah dan berkata, “keluarlah wahai wanita pelacur, jangan sampai turun api dari langit kepada kita dan membakar kita disebabkan kesialanmu.” Wanita itupun keluar dengan membawa hati yang sangat sedih.

Maka turunlah Jibril alaihis salam, “Hai Musa, Ar-Rabb Yang Maha Tinggi berkata kepadaku, ‘mengapa engkau menolak wanita yang bertaubat? Hai Musa, tidakkah engkau menemukan yang lebih jahat darinya?”. “Hai Jibril, siapa yang lebih jahat daripada dirinya?” Tanya Nabi Musa heran.

“Orang Yang Meninggalkan Sholat dengan sengaja” jawab jibril alahis salam (Mukasyafatul Qulub,  Imam Al Ghazali,  Hal 461-462)

SHOLAT DALAM KEADAAN DARURAT

Sholat adalah tiang agama, sholat juga merupakan bagian dari rukun Islam. Oleh karena itu, meski dalam keadaan darurat seperti ketika sedang sakit, diperjalanan, bahkan dipeperangan pun tetap wajib kita untuk sholat. Hal ini karena orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja atau kelalaiannya maka berarti dia telah berbuat dosa Besar. Jadi tidak boleh bagi siapapun meninggalkan sholat karena alasan capek, gak sholat karena tengah sakit atau sedang dalam perjalanan. Bahkan ketika sakit sangat parah sekalipun, semua badan lumpuh, asal kita masih sadar, maka tetap wajib untuk sholat.  Namun Islam adalah agama rahmah, agama kasih sayang, sehingga islam memberikan rukhsyah (keringanan) dalam menjalankan sholat bagi orang yang tengah dalam kondisi darurat. Berikut adalah tatacaranya:

1.      Tata cara sholat ketika Sakit

Ketika kita sedang tertimpa musibah sakit atau keluarga kita ada yang sedang sakit, maka Sholat tetap wajib dilakukan. Karena sakit bukanlah alasan untuk meninggalkan sholat. Apalagi sakit yang sudah sangat parah dan rentan meninggal dunia, maka dia harus tetap sholat. Kita sebagai keluarga yang sehat harus mengajaknya untuk tetap melaksanakan sholat, Karena jangan sampai dia wafat dalam keadaan meninggalkan sholat, naudzubillah min dzalik.

Sholat dalam keadaan sakit tentu saja berbeda dengan sholat ketika sehat. Islam memberikan rukhsyah (keringanan) bagi orang yang sedang sakit dalam menjalankan sholat, yaitu sebagai berikut:

a.   Boleh untuk tidak berjamaah di masjid.

Orang yang sehat segar bugar, apalagi ia laki-laki, maka dia sangat dianjurkan untuk sholat jama’ah dimasjid. Namun jika sedang sakit, maka boleh dia tidak berjamaah dimasjid.

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu mengatakan:

لقد رَأيتُنا وما يتخلَّفُ عن الصَّلاةِ إلا منافقٌ قد عُلِمَ نفاقُهُ أو مريضٌ

Aku melihat bahwa kami (para sahabat) memandang orang yang tidak shalat berjama’ah sebagai orang munafik, atau sedang sakit” (HR. Muslim no. 654).

b.    Boleh Dengan duduk jika tak mampu berdiri

Yaitu duduk dengan menghadap kiblat, dengan catatan sujud harus lebih rendah merunduknya dibanding ketika ruku’. Boleh duduk dengan cara apapun, namun yang lebih utama adalah bersila. Duduk dikursi juga diperbolehkan.

c.    Jika tak Mampu duduk, Boleh dengan tidur miring

Yaitu dengan tidur miring, dimana badan menghadap kiblat, dia rukuk dan sujud dengan isyarat kepala semampunya.

d.    Jika tak mampu dengan tidur miring, maka dengan berbaring terlentang

Yaitu dimana kaki mengarah kiblat, dan kepala agak ditinggikan dengan bantal dan mengarah kiblat jika memungkinkan, kalau tidak bisa tidak mengapa tidur terlentang seperti biasa. Dia sujud dan ruku dengan kepala, dimana sujud lebih rendah dibanding ruku, atau dengan semampunya.

e.    Sholat dengan semampunya.

Jika memang ia sakit sangat parah boleh sholat dengan isyarat mata dalam perubahan gerakan jika memang tubuhnya tidak memungkinkan untuk digerakkan. Namun jika mata juga tidak bisa, Selama dia masih sadar, maka dia boleh sholat dengan hati.

2.      Tata Cara Sholat ketika Di atas Kendaraan

Bepergian adalah kegiatan yang biasa dilakukan oleh setiap manusia. Ada yang bepergian dalam jarak yang jauh ataupun dekat. Ada berbagai keperluan yang mengharuskan seseorang untuk bepergian seperti bekerja, wisata, silaturahim dan lain sebagainya. Bepergian dalam jarak yang jauh ataupun dekat akan lebih mudah dan cepat menggunakan berbagai macam kendaraan seperti unta, kuda, mobil, pesawat, bus dan lain sebagainya.

Meski bepergian, bukan berarti bisa menjadi alasan untuk meninggalkan sholat. Karena sholat harus selalu ditegakkan dimanapun kita berada dan apapun kondisinya. Karena yang membuat seseorang boleh meninggalkan sholat hanya ketika ia koma, Gila atau sudah Mati.  Namun islam memberikan panduan-panduan tentang tatacara sholat diatas kendaraan, yaitu sebagai berikut:

a.    Sholat Sunnah

Sholat diatas kendaraan untuk sholat sunnah memiliki tatacara yang berbeda dibanding dengan sholat wajib. Untuk sholat sunnah, menurut imam Abu Bakar al Hisni dalam kitabnya Kifayatul Akhyar, menyebutkan bahwa:

“Diperbolehkan bagi seorang yang sedang melakukan perjalanan baik berkendara atau berjalan kaki untuk melakukan shalat sunah dengan menghadap ke arah tempat tujuannya, di dalam perjalanan yang panjang (yang diperbolehkan mengqashar shalat) dan di dalam perjalanan yang pendek (yang tidak diperbolehkan mengqashar shalat) menurut pendapat yang dipegangi madzhab (Syafi’i).” (Abu Bakar Al-Hishni, Kifâyatul Akhyâr [Damaskus: Darul Basyair], 2001, juz I, hal. 125)

Hal ini sesuai dengan sabda Rosulallah ﷺ berikut:

Artinya: “Dari Jabir bin Abdillah radliyallâhu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW shalat (sunnah) di atas kendaraannya menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila beliau hendak shalat fardhu, maka beliau turun dan shalat menghadap kiblat.” (HR. Bukhari)

b. Sholat Fardhu

        Dalam melaksanakan fardhu, ada beberapa ketentuan yaitu sebagai berikut:

1)    Bila ia menggunakan kendaraan Pribadi, maka ia harus berhenti ketika waktunya tiba dan sholat diatas tanah atau masjid sebagaimana mestinya. Dan disunnahkan dilakukan dengan menjama’ atau mengqashar jika sudah terpenuhi syarat-syaratnya.

2)    Bila ia menumpang kendaraan umum, seperti pesawat, Bus, Kereta api, Kapal laut, yang mana ia bisa melakukan sholat dengan sempurna, seperti berdiri, bisa rukuk dan sujud dengan sempurna, bisa menghadap Kiblat, maka dia diperbolehkan sholat diatas kendaraan.

3)    Namun jika ia menumpang kendaraan umum yang tidak memungkinkan untuk sholat dengan sempurna, tidak bisa sujud atau ruku, tidak bisa menghadap kiblat maka dia bisa sholat ketika kendaraan tersebut berhenti atau istirahat. Namun jika waktu berhenti dan istirahat tidak dapat dipastikan, dan jika menunggu itu sampai membuat dia terlambat untuk melaksanakan sholat fardhu, maka dia wajib untuk melaksanakan sholat diatas kendaraan sebisa yang ia lakukan. Sholat ini dinamakan sholat li hurmatil waqti, yaitu sholat untuk menghormati waktu. Namun ia masih punya kewajiban untuk mengqadha atau menggantinya dilain waktu ketika sudah berada pada kondisi yang mana ia bisa sholat dengan sempurna.

PRAKTEK BACAAN DAN GERAKAN SHOLAT MAGHRIB

Sholat Maghrib adalah sholat tiga rekaat yang dilaksanakan pada sore hari setelah tenggelamnya matahari. Setelah kita mempelajari tentang wudhu, syarat dan rukun sholat, menghafalkan bacaan-bacaan sholat. Mari kita belajar untuk mempraktekan tersebut pada sholat Maghrib. Berikut adalah tatacara sholat Maghrib yang baik dan benar:

1.    Berwudhu dengan wudhu yang sempurna

2.    Memastikan bahwa diri dan tempat sholat telah memenuhi syarat untuk melaksanakan sholat, seperti Islam, suci dari hadats dan najis, menutup aurat dan telah datang waktu sholat maghrib

3.    Merapatkan shof jika sholat berjamaah

4.    Berdiri, menghadap kiblat, kemudian menghadirkan niat dalam hati untuk melaksanakan sholat maghrib, dan disunnahkan dilafalkan untuk memantapkan hati dan menghilangkan was-was. Berikut lafal niat sholat Maghrib:

أُصَلِّى فَرْضَ المَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعاَتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً (مَأْمُوْمًا/إِمَامًا) لله تَعَالَى

Usholli fardhol maghribi tsalaatsa raka'aatin mustaqbilal qiblati adaa,an makmuman/imaman lillaahi ta'aala.

Artinya: "Aku niat melakukan salat fardhu maghrib 3 rakaat sambil menghadap kiblat, pada waktunya (menjadi makmum/imam) karena Allah Ta'ala,"

5.    Melafalkan Takbirotul ihram, dan tidak boleh dibatin, yaitu ٱللَّٰهُ أَكْبَرُ sambil mengangkat kedua tangan, boleh sampai depan dada, atau ibu jari sampai sejajar dengan daun telinga yang paling bawah.

6.    Bersedekap, dimana tangan kanan diletakkan diatas tangan kiri. Ada beberapa cara yang diperbolehkan dalam bersedekap ketika sholat yaitu:

a.    Meletakkan tangan kanan pada telapak atau pergelangan, atau pada lengan tangan kiri

b.    Tangan kanan menggenggam tangan kiri

c.    Kemudian dalam meletakkan tangan bisa didada, diatas pusar dibawah dada ataupun dibawah pusar semuanya boleh dilakukan, asal tangan kanan diatas tangan kiri.

7.    Pandangan mata kearah tempat sujud kemudian Dilanjutkan membaca Do’a Iftitah dengan shiir, yaitu mulut tetap digerakkan yang sekiranya bisa mendengarkan adalah diri sendiri. Bacaan sholat tidak boleh dibaca dalam bathin. Yaitu:

Contoh bacaan do’a Iftitah:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Atau:

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ، إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ، اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ


8.    Membaca ta’awud dengan siir atau perlahan:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

9.    Membaca Surah Al-Fatihah, jika sholat sendiri, maka bisa langsung membaca surah al fatihah. Jika menjadi makmum, dengarkan dulu imam membaca Al-Fatihah dengan seksama, baru al-Fatihah dibaca setelah imam selesai membaca al-Fatihah

10. Mengucapkan amiin bersama dengan imam dengan suara keras

11. Membaca surah yang mudah dibaca. Jika sholat sendiri, Lebih afdhol membaca satu surah penuh, namun diperbolehkan juga membaca potongan surah. Jika sholat jamaah, lebih afdhol jika mendengarkan bacaan imam.

12. Mengangkat tangan dan bertakbir intiqol kemudian ruku’ dengan tumakninah. Punggung hingga kepala lurus, tangan memegang lutut.


13.  Membaca bacaan Ruku’, disunnahkan sebanyak 3 kali:

سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِه (ثلاث مرات)

14. Bangun dari ruku’ dengan mengangkat tangan, menurunkannya kemudian membaca do’a I’tidal:

سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُرَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

15. Bertakbir intiqal (pergantian) kemudian Bersujud dengan tuma’ninah dengan sujud yang sempurna, yaitu bersujud bersama 7 anggota badan, yaitu Dahi, Dua telapak tangan, dua telapak kaki, dan dua lutut. Untuk lebih jelasnya, lihat gambar berikut:

Sumber: https://akuislam.com/panduan/cara-sujud/

Kemudian kaki ketika sujud rapat satu sama lain sebagaimana gambar berikut:

sumber: abisjatuhbangunlagi.files.wordpress.com

16. Membaca Bacaan Sujud, disunnahkan sebanyak 3 kali, dan disunnahkan memperbanyak do’a ketika sujud:    

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ

17. Bertakbir Intiqal sambil Bangun dari sujud, kemudian duduk diantara dua sujud dengan duduk iftirasy, yaitu:

18. Membaca Do’a duduk diantara dua sujud:

19. Bertakbir intiqol kemudian bersujud kembali, sebagaimana sujud yang pertama.

20. Bertakbir intiqol kemudian berdiri tanda bahwa rekaat pertama sudah selesai dilakukan. Dan berlanjut kepada rekaat yang kedua dengan cara yang sama dengan rekaat yang pertama. Hanya pada rekaat yang kedua setelah sujud kedua tidak langsung berdiri, namun dilanjutkan dengan duduk tasyahud awal.

21. Duduk tasyahud awal yaitu dengan duduk iftirasy. Kemudian membaca do’a tasyahud:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

Kemudian dilanjutkan membaca Sholawat singkat:

اللّهُمَّ صَلِّ عَلَ مُحَمَّدٍ

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5: 73-74), “Berisyarat dengan jari telunjuk dimulai dari ucapan “illallah” dari ucapan syahadat. Berisyarat dengan jari tangan kanan, bukan yang lainnya. Jika jari tersebut terpotong atau sakit, maka tidak digunakan jari lain untuk berisyarat, tidak dengan jari tangan kanan atau pun jari tangan kiri. Disunnahkan pandangan mengarah pada isyarat jari tadi karena ada hadits shahih disebutkan dalam sunan Abi Daud yang menerangkan hal ini. Isyarat tersebut dengan mengarah kiblat. Isyarat tersebut sebagai pertanda tauhid dan ikhlas.”

22. Bangun dari duduk, bertakbir intiqol dan mengangkat kedua tangan seperti ketika takbirotul ihram. Kemudian memulai rekaat yang ketiga, dengan bacaan siir (pelan tapi tidak dibatin) sebagaiman ketika rekaat yang pertama dan kedua, hingga setelah sujud kedua, dilanjutkan dengan duduk tasyahud akhir.

23. Duduk tasyahud akhir adalah dengan duduk Tawarruk, Yaitu:

Sumber: www.gurumurid.id


24. Membaca do’a tasyahud akhir:


التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلَّهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ ، وَمِنْ عَذَابِ القَبْرِ ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالْمَمَاتِ ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ


Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5: 73-74), “Berisyarat dengan jari telunjuk dimulai dari ucapan “illallah” dari ucapan syahadat. Berisyarat dengan jari tangan kanan, bukan yang lainnya. Jika jari tersebut terpotong atau sakit, maka tidak digunakan jari lain untuk berisyarat, tidak dengan jari tangan kanan atau pun jari tangan kiri. Disunnahkan pandangan mengarah pada isyarat jari tadi karena ada hadits shahih disebutkan dalam sunan Abi Daud yang menerangkan hal ini. Isyarat tersebut dengan mengarah kiblat. Isyarat tersebut sebagai pertanda tauhid dan ikhlas.”

25. Mengucapkan salam dan menoleh kearah kanan dan kekiri dengan pipi sekiranya terlihat oleh orang yang dibelakangnya.

اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اَللَّهِ Atau dengan: اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اَللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Pensyariatan

Allah memerintahkan pelaksanaan salat pada para nabi yang diutusnya antara lain Ibrahim, Ismail, Musa, Isa, dan Muhammad.[14] Setiap nabi dan rasul yang diutus oleh Allah telah diberi perintah untuk mengerjakan salat dengan hukum wajib untuk dilaksanakan. Tata cara dan aturan dalam pelaksanaan salat oleh tiap nabi dan rasul kemungkinan berbeda-beda sesuai dengan perintah Allah. Salat telah dilaksanakan sejak masa kenabian Adam hingga masa kenabian Muhammad. Penyempurnaan aturan, bacaan dan gerakan salat diadakan ketika Nabi Muhammad mengalami peristiwa Isra Mikraj menuju ke Sidratulmuntaha.[18] Perintah salat juga diberikan kepada Bani Israil,[19] dan seluruh Ahli Kitab.[20]

Nabi Adam dan keturunannya

Keterangan mengenai perintah dan pelaksanaan salat oleh Adam dan keturunannya tertera pada Surah Maryam ayat 59. Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa adam dan keturunannya bersujud dan menangis ketika dibacakan ayat-ayat Allah.[21]

Nabi Ibrahim

Keterangan mengenai pelaksanaan salat oleh Nabi Ibrahim terdapat dalam Surah Ibrahim ayat 37. Dalam ayat ini, diketahui bahwa nabi Ibrahim memindahkan anak dan keturunannya ke sebuah lembah yang tandus dan tidak ditumbuhi oleh tumbuhan. Di tempat tersebut, Ibrahim membangun Ka'bah sebagai tempat pelaksanaan salat bagi dirinya dan anak keturunannya.[22]

Nabi Ishaq dan Ya'kub

Di dalam Al-Qur'an juga disiratkan akan salat yang dilakukan oleh nabi Ishak dan Yakub:[23]

"...dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshaq dan Ya'qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami), dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh. Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah."

Nabi Muhammad

Sejak awal diutusnya Nabi Muhammad, umat muslim telah diperintahkan oleh Allah untuk melaksanakan salat. Perintah ini disampaikan langsung di dalam Al-Qur'an. Salat lima waktu baru diwajibkan setelah terjadinya peristiwa Isra Mikraj. Dalam Isra Mikraj tersebut disebutkan bahwa Nabi Muhammad salat terlebih dahulu di Al-Jami' Al-Aqsha sebelum naik ke langit dan berjumpa dengan para nabi yang lainnya. Nabi Muhammad juga bertemu dengan Nabi Musa dan dia menceritakan bahwa umatnya yaitu Bani Israil, tidak mampu melakukan salat lima puluh waktu dalam sehari.

Kiblat

 
Seorang Muslim berdoa ke arah Ka'bah, kiblat umat Islam, di Masjidil Haram.

Kiblat merupakan salah satu ciri utama ibadah di dalam Islam yang tidak ditemukan pada agama lain. Ibadah pada agama lain tidak menetapkan satu lokasi tertentu yang menjadi pusat peribadatan. Sementara dalam Islam, setiap muslim hanya dibolehkan melaksanakan salat menghadap suatu tempat yang sama dan berlaku secara universal.[24] Kiblat tidak menandakan tempat yang menjadi keberadaan Allah. Dalam konsep Islam, Allah selalu berada di tempat manapun. Tujuan penetapan kiblat hanya sebagai simbol persatuan umat muslim di seluruh dunia.[25] Kiblat tidak dikenal oleh agama Abrahamik lainnya, yaitu Yahudi dan Kristen.[26]

Makkah, Madinah, dan Yerusalem

Pada awal mulanya salat umat muslim berkiblat ke Al-Jami' al-Aqsha di Yerusalem sebelum akhirnya diperintah Allah untuk berpindah kiblat ke bangunan yang didirikan Nabi Ibrahim dan Ismail yaitu Ka'bah yang berada di dalam Masjidil Haram.[27] Pengalihan arah kiblat ini terjadi ketika Nabi Muhammad dan para pengikutnya sedang melaksanakan salat di Madinah. Posisi salat pada saat itu menghadap ke utara sesuai dengan posisi dari Al-Jami' al-Aqsha. Setelah perubahan arah kiblat diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad, maka kiblat salat berikutnya dialihkan ke arah selatan menghadap ke Ka'bah di Makkah. Proses pengalihan ini mulai dilakukan di penghujung hari, sehingga di permulaan hari, arah kiblat masih menghadap ke Al-Jami' al-Aqsha.[28]

Ayat Al-Qur'an yang memperjelas status Ka'bah sebagai kiblat umat Islam adalah Surah Al-Baqarah ayat 144, 149, dan 150. Ketiga ayat ini berisi perintah untuk memalingkan wajah ke arah Masjidil Haram.[29] Pewahyuan ketiga ayat ini berlangsung pada bulan Rajab atau Syakban tahun ke-2 Hijriyah (624 Masehi).[30]

Posisi menghadap kiblat memiliki tiga tingkatan yang menjadi syarat penunaian salat secara benar. Masing-masing ialah ketetapan hati, perasaan diawasi oleh Allah, dan pemaknaan terhadap kalam Allah. Ketetapan hati berkaitan dengan penjagaan hati dan pikiran yang dapat mengurangi pahala salat. Pikiran dan hati selama salat dijaga dari hawa nafsu dan keraguan berlebihan. Perasaan diawasi oleh Allah ialah melaksanakan salat dengan pikiran selalu meyakini bahwa Allah mengetahui, mengamati dan mengawasi ibadah salat. Sedangkan pemaknaan terhadap kalam Allah berarti bahwa salat dilaksanakan dengan mengetahui makna bacaannya, serta makna ubudiahnya.[31]

Hukum

Dalam Islam, salat merupakan suatu kewajiban yang dihukumi fardu ain bagi muslim yang telah baligh. Tiap muslim wajib melaksanakan salat selama ia masih hidup. Dalil mengenai kewajiban salat terdapat di dalam Al-Qur'an maupun hadis.[32] Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka meninggalkan salat wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafir[33] dan mereka yang meninggalkan salat maka pada hari kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti Qarun, Fir'aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.[34]

Hukum salat secara umum terbagi menjadi dua yaitu wajib dan sunah. Salat yang wajib dikerjakan disebut salat fardu, sedangkan yang sunah untuk dikerjakan disebut salat sunah.[35]

Kondisi khusus

Dalam situasi dan kondisi tertentu kewajiban melakukan salat diberi keringanan tertentu. Misalkan saat seseorang sakit dan saat berada dalam perjalanan. Bila seseorang dalam kondisi sakit hingga tidak bisa berdiri maka ia dibolehkan melakukan salat dengan posisi duduk, sedangkan bila ia tidak mampu untuk duduk maka ia diperbolehkan salat dengan berbaring. Bila dengan berbaring ia tidak mampu melakukan gerakan tertentu ia dapat melakukannya dengan isyarat. Sedangkan bila seseorang sedang dalam perjalanan, ia diperkenankan menggabungkan (jamak) atau meringkas (qashar) salatnya. Menjamak salat berarti menggabungkan dua salat pada satu waktu yakni salat zuhur dengan salat asar atau salat magrib dengan salat isya. Mengqasar salat berarti meringkas salat yang tadinya 4 rakaat (zuhur, asar, isya) menjadi 2 rakaat.

Persyaratan

Syarat-syarat salat adalah hal-hal yang harus dipenuhi sebelum salat ditunaikan. Jenis syarat dalam salat dibagi berdasarkan kemampuan dari dalam diri individu maupun pengamatan dari luar diri individu. Syarat yang harus dimiliki di dalam diri individu meliputi beragama Islam, baligh, berakal sehat, dan mengetahui rukun salat. Sementara syarat yang berasal dari luar individu ialah kebersihan dan kesucian dari hadas dan najis, ketepatan waktu pelaksanaan salat serta posisi salat menghadap kiblat.[36]

Beragama Islam

Syarat sahnya salat yang paling pertama adalah pelaksananya harus meyakini kebenaran agama Islam. Salat seseorang dianggap tidak sah ketika dirinya menjadi kafir. Orang kafir yang kembali beragama Islam wajib mengqada salat-salatnya agar dapat kembali menjadi sah. Keterangan ini diperoleh dari Surah Al-Baqarah ayat 217.[37] Sebaliknya, mualaf tidak diwajibkan mengqada salat yang ditinggalkannya selama masih menjadi kafir. Dosa-dosa selama masih menjadi kafir diampuni oleh Allah sesuai keterangan pada Surah Al-Anfal ayat 38.[38]

Balig

Tanda balig bagi manusia adalah sama dengan tanda memasuki masa pubertas. Bagi laki-laki, tanda ini berupa terjadinya mimpi basah. Sementara bagi wanita, tanda balig adalah terjadinya menstruasi. Sebelum mencapai usia balig, salat belum berstatus sebagai kewajiban, tetapi setelah mencapai usia balig maka status salat menjadi wajib.[39] Anak yang belum mencapai masa pubertas dibebaskan dari kewajiban melaksanakan salat. Hal ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Muhammad bin Isa at-Tirmidzi dan Muhammad bin Ismail al-Bukhari.[40]

Wudhu

 
Tiga orang yang sedang berwudu di tempat wudhu.

Sebelum melaksanakan salat, tiap muslim wajib melakukan wudu. Caranya adalah dengan membersihkan bagian tubuh tertentu menggunakan air. Wudu mejadi syarat wajib sebelum melaksanakan salat wajib maupun salat sunah. Syarat pelaksanaan wudu adalah berislam, berakal sehat, menggunakan air suci, dan tidak berpenghalang. Makna berakal sehat ialah mampu membedakan antara hal yang baik dengan hal yang buruk. Sementara itu, air suci adalah air yang belum pernah digunakan untuk kegunaan lain, misalnya air hujan, air laut, air sungai, salju yang mencair, dan air dari tangki atau kolam besar. Penghalang di dalam wudu adalah najis atau hadas. Penghalang ini terbagi menjadi dua yaitu penghalang lahir dan penghalang biologis. Penghalang lahir misalnya kotoran yang menempel di sela-sela kuku, sedangkan penghalang biologis misalnya haid dan nifas bagi wanita. Syarat tambahan diberikan kepada orang dengan penyakit yang membuatnya selalu berhadas. Bagi penderita penyakit selalu berhadas, wudu dilakukan setiap memasuki waktu salat. Penyakit berhadas ini misalnya keputihan dan tidak mampu menahan buang air kecil.[41]

Wudu dimulai dengan niat dan kemudian dilanjutkan dengan membasuh kedua telapak tangan. Selanjutnya yang dibasuh adalah bagian muka, kedua telapa tangan hingga mencapai siku, mengusap bagian kepala dan membasuh kedua telapak kaki hingga tumit. Pelaksanaan wudu ini dilakukan secara berurutan.[42]

Wudu dapat menjadi batal akibat beberapa hal. Penyebab paling umum adalah keluarnya kotoran dari anus atau alat kelamin. Penyebab berikutnya adalah tidur dengan posisi tubuh tengkurap atau kaki terangkat. Wudu juga dapat batal akibat orang yang berwudu kehilangan akal sehat akibat mabuk, sakit, epilepsi, atau gila. Batalnya wudu juga disebabkan karena bersentuhan langsung antara kulit dengan kulit pada orang yang bukan mahram. Keberadaan atau ketidakberadaan hawa nafsu tidak mempengaruhi pembatalan wudu. Kondisi terakhir yang dapat membatalkan wudu adalah menyentuh lubang anus sendiri maupun orang lain baik dalam keadaan hidup atau telah meninggal.[43]

Rukun shalat

Rukun salat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat salat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka salat pun tidak sah berdasarkan syariat Islam dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.[44]

  1. Berdiri bagi yang mampu.[45]
  2. Niat dalam hati.
  3. Takbiratul ihram.[46]
  4. Membaca surat Al Fatihah pada tiap rakaat.[47]
  5. Rukuk dan thuma’ninah.[48][49]
  6. I'tidal setelah rukuk dan thuma'ninah.[49][50]
  7. Sujud dua kali dengan tumakninah.[49][51]
  8. Duduk antara dua sujud dengan tumakninah.[49][52]
  9. Duduk tasyahud akhir
  10. membaca tasyahud akhir.[53]
  11. Membaca salawat nabi pada tasyahud akhir.[54]
  12. Membaca salam yang pertama.[55]
  13. Tertib melakukan rukun secara berurutan.[56]

Takbir

Pengucapan kata "akbaaar" atau di panjangkan di dalam takbir ketika salat tidaklah diperbolehkan. Larangan ini berlaku secara mutlak serta berlaku pula di dalam azan. Pemanjangan ucapan "akbaaar" dapat mengubah arti dari kata tersebut. Kata akbar ketika dipanjangkan menjadi akbâr akan berarti sejenis tanaman atau bedug yang hanya punya satu sisi pukul. Selain itu, imam salat yang memanjangkan kata "akbar" dapat membuat makmum mendahuluinya dalam rukun salat. Makmum dalam artian ini menyelesaikan pengucapan takbir sebelum imam, sehingga melanggar rukun salat.[57]

Jenis

Berdasarkan hukumnya

Salat nawafil

Salat nawafil adalah salat tambahan selain salat fardu. Salat nawafil ini terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu salat sunah, salat mustahab dan salat tathawwu'. Ketiga tingkatan ini sering disatukan menjadi satu yaitu salat sunah, tetapi ketiganya tetap memiliki perbedaan.[58] Salat sunah merupakan salat tambahan yang pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya secara terus-menerus. Salat mustahab adalah salat yang diketahui pelaksanaanya di dalam hadis, tetapi pelaksanaannya secara terus-menerus tidak terdapat di dalam hadis. Sementara itu, salat tathawwu' merupakan salat yang tidak terdapat dalam hadis maupun dicontohkan oleh para sahabat, tabiin dan tabi'ut tabi'in. Salat tathawwu' hanya dikerjakan sebagai bentuk pendekatkan diri seorang hamba kepada Allah. Kesalahan dalam penyebutan ketiga jenis salat nawafil ini tidak membuat seorang muslim berdosa selama mereka memahami makna dari ketiganya.[59]

Salat sunah adalah salat-salat yang dianjurkan untuk dikerjakan, akan tetapi tidak diwajibkan. Seorang muslim tidak berdosa ketika tidak melaksanakan salat sunah, sedangkan melaksanakannya berarti memperoleh pahala. Salat sunah terbagi lagi menjadi dua, yaitu salah sunah muakkad dan salat sunah ghairu muakkad. Salat sunah muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib), seperti salat dua hari raya dan salat tarawih. Sedangkan salat sunah ghairu muakkad adalah salat sunah yang dianjurkan tanpa anjuran dengan penekanan yang kuat.[60] Contoh salat sunah ghairu muakkad yaitu salat rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil (tergantung waktu dan keadaan, seperti salat kusuf/khusuf hanya dikerjakan ketika terjadi gerhana).

Salat fardu

  • Fardu, Salat fardhu ialah salat yang diwajibkan untuk mengerjakannya. Salat fardhu terbagi lagi menjadi dua, yaitu:
    • Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh orang lain, seperti salat lima waktu dan salat Jumat (fardu 'ain untuk pria).
    • Fardu kifayah adalah kewajiban yang diwajibkan kepada mukalaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan, seperti salat jenazah.

Salat berjamaah

 
Salat berjamaah
 
Sebuah infografik mengenai posisi salat berjamaah sesuai sunnah dari Nabi Muhammad.

Salat tertentu dianjurkan untuk dilakukan secara bersama-sama (berjamaah). Dalam pelaksanaannya setiap Muslim diharuskan mengikuti apa yang telah Nabi Muhammad ajarkan, yaitu dengan meluruskan dan merapatkan barisan, antara bahu, lutut dan tumit saling bertemu.[61][62][63][64]

Pada salat berjamaah seseorang yang dianggap paling kompeten akan ditunjuk sebagai imam salat, dan yang lain akan berlaku sebagai makmum.

Berikut ini adalah jenis-jenis hukum salat berjamaah:[65][66][catatan 1]

Salat fardu

Salat yang mula-mula diwajibkan bagi Nabi Muhammad dan para pengikutnya adalah salat malam, yaitu sejak diturunkannya Surat al-Muzzammil (73) ayat 1-19. Setelah beberapa lama kemudian, turunlah ayat berikutnya, yaitu ayat 20:

"Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu, dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik, dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya, dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dengan turunnya ayat ini, hukum salat malam hukumnya menjadi sunnah. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, "Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban salat malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam.

Kemakruhan dan keharaman

Waktu dan tempat

 
Waktu-waktu salat dalam sehari

Waktu salat yang diberi hukum terlarang adalah pada salat sunnah, dengan pengecualian. Larangan salat ini dikarenakan meniru perbuatan orang munafik. Waktu pelaksanaannya ada beberapa yaitu:[67]

  1. Setelah salat subuh hingga matahari terbit
  2. Saat matahari terbit hingga baru mencapai sepenggalah
  3. Posisi matahari tepat berada di atas tubuh, sehingga bayang-bayang tepat berada di bawah tubuh. Kemakruhan ini dikecualikan untuk hari Jumat.
  4. Setelah shalat asar hingga matahari terbenam.
  5. Saat matahari terbenam hingga langit gelap sempurna.

Pengecualian terhadap waktu terlarang cukup banyak. Beberapa salat yang boleh didirikan dalam waktu terlarang tersebut antara lain ketika seseorang lupa, salat dua rakaat tawaf, salat jenazah, salat tahiyat masjid, salat gerhana, atau saat akan mengganti salat fardu yang terlewat (qadha).[67]

Keharaman juga berlaku pada tempat salat. Terdapat beberapa tempat salat yang membuat hukum salat menjadi haram. Berdasarkan kelayakannya sebagai tempat ibadah, haram melaksanakan salat berlaku di pemandian,[68] tempat berganti pakaian,[69] dan peternakan.[70] Salat haram didirikan di tempat yang memiliki banyak najis seperti tempat penyembelihan hewan, kakus, dan tempat pembuangan akhir.[70][68] Ada pula tempat yang juga dimakruhkan atau bahkan diharamkan untuk salat karena mengganggu publik atau dimurkai oleh Allah. Tempat salat yang haram akibat mengganggu publik adalah di jalan raya yang masih digunakan, lembah yang rawan banjir, pasar, atau di muka publik.[69][68] Adapun tempat salat yang dimurkai Allah adalah di tempat ibadah umat nonmuslim atau di tempat maksiat.[69]

Salat haram dilakukan di pemakaman karena menurut tradisi Islam, salat di atasnya dianggap menyembah kubur. Pengecualian haramnya salat di pemakaman berlaku untuk salat jenazah, jika jenazah akan segera dikuburkan setelahnya.[71][72] Salat juga haram dilakukan di bagian atap Ka'bah, karena bagian tersebut dianggap tanpa arah. Akan tetapi salat dianggap sah jika dilakukan di dalamnya.[68]

Tempat salat yang dianggap makruh adalah tempat yang banyak dipajang gambar atau lukisan. Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, seorang ulama klasik Islam, menganggap bahwa tempat yang seperti ini layak dimakruhkan daripada kamar mandi. Bahkan gambar-gambar diyakini, menurut tradisi Islam, adalah sumber perbuatan syirik.[73]

Pakaian

Dalam salat, baik laki-laki maupun perempuan diharamkan menggunakan pakaian yang ketat. Pelarangan ini dikarenakan pakaian ketat membuat aurat terlihat melalui lekuk tubuh.[74]

Manfaat

Memelihara kesehatan tubuh manusia

Salat merupakan sebuah ibadah yang memiliki gerakan-gerakan tertentu. Setiap gerakan salat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Gerakan wudu sebelum salat serta pelaksanaan salat membuat akupunktur dan pemijatan alami bagi tubuh manusia melalui sentuhan. Daerah akupunktur ini terbagi menjadi 12 titik di telapak tangan, 24 titik pada wajah, 8 titik pada lengan, 24 titik pada kepala, dan 13 titik pada kaki. Gerakan-gerakan salat juga mencegah beberapa penyakit timbul pada manusia. Gerakan berdiri setelah sujud atau rukuk membuat saraf pada bagian otak dan punggung manusia terkendurkan. Hal ini membuat tubuh manusia lebih sulit terkena penyakit yang berkaitan dengan ruas tulang punggung. Pada posisi sujud, terjadi kontraksi pada otot-otot dan terjadi pemijatan pada bagian pembuluh darah dan saraf di bagian kelenjar getah bening serta mencegah pengerutan pada bagian pembuluh darah. Sementara itu, pada gerakan duduk tasyahud, terjadi pemijatan pada bagian pusat otak ruas tulang punggung, bahu, mata, dan jari kaki. Sedangkan pada gerakan salam, terjadi penguatan otot leher dan kepala selama kepala menoleh ke kanan dan ke kiri.[75]

Lihat pula

Catatan

  1. ^ Setiap madzhab berbeda pendapat tentang hukum salat berjamaah. Selebihnya bisa membaca artikel Hukum Shalat Berjamaah Adalah Bervariasi, Fardu Ain, Mubah, Sunah? oleh Abdul Hadi.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Ar-Rahbawi 2017, hlm. 175.
  2. ^ Hambali, Muh. (2017). Rusdianto, ed. Panduan Muslim Kaffah Sehari-Hari: Dari Kandungan hingga Kematian. Yogyakarta: Laksana. hlm. 19. ISBN 978-602-407-185-1. 
  3. ^ Al-Mahfani dan Hamdi 2016, hlm. 81.
  4. ^ al-Basuruwani 2018, hlm. 58.
  5. ^ Rasulullah ﷺ bersabda, Salatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya. Hadits riwayat Imam Bukhari no. 628, 7246 dan Imam Muslim no. 1533.
  6. ^ Sarwat 2019, hlm. 9.
  7. ^ Adil 2018, hlm. 75.
  8. ^ Ar-Rahbawi 2017, hlm. 177.
  9. ^ Al-Mahfani dan Hamdi 2016, hlm. 80.
  10. ^ Syarbini 2011, hlm. 2.
  11. ^ Sarwat 2019, hlm. 4.
  12. ^ Sarwat 2019, hlm. 4-5.
  13. ^ al-Basuruwani 2018, hlm. 53.
  14. ^ a b Syarbini 2011, hlm. 4.
  15. ^ Al-Mahfani dan Hamdi 2016, hlm. 82-83.
  16. ^ Al-Mahfani dan Hamdi 2016, hlm. 84.
  17. ^ Sarwat 2019, hlm. 7.
  18. ^ Sarwat 2019, hlm. 9-10.
  19. ^ "Surah Al-Baqarah - 83". quran.com. Diakses tanggal 27 September 2021. 
  20. ^ "Surah Al-Baqarah - 3-4". quran.com. Diakses tanggal 27 September 2021. 
  21. ^ Sarwat 2019, hlm. 10.
  22. ^ Sarwat 2019, hlm. 10-11.
  23. ^ "Surah Al-Anbya - 72-73". quran.com. Diakses tanggal 2021-09-27. 
  24. ^ Usmani 2015, hlm. 23.
  25. ^ Usmani 2015, hlm. 26.
  26. ^ Usmani 2015, hlm. 25.
  27. ^ "Surah Al-Baqarah - 144". quran.com. Diakses tanggal 2021-09-27. 
  28. ^ Usmani 2015, hlm. 22.
  29. ^ Bashori 2015, hlm. 97–98.
  30. ^ Bashori 2015, hlm. 104.
  31. ^ bin Sa'ad, Abu Abdirrahman Adil (2018). Ensiklopedi Shalat. Diterjemahkan oleh Mujtahid, Umar. Jakarta Timur: Ummul Qura. hlm. 58. ISBN 978-602-7637-03-0. 
  32. ^ Al-Mahfani dan Hamdi 2016, hlm. 82.
  33. ^ Muhammad ﷺ bersabda: "Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkan salat, maka berarti dia telah kafir." Hadis riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi.
  34. ^ Muhammad ﷺ bersabda: "Barangsiapa yang menjaga salat maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari kiamat dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan pada hari kiamat ia akan bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf." Hadis shahih riwayat Imam Ahmad, Ath-Thabrani dan Ibnu Hibban.
  35. ^ Watiniyah 2019, hlm. 19.
  36. ^ Sya'roni, M., dan Mathroni, M. (2006). Risalah Bimbingan Salat. Semarang: Aneka Ilmu. hlm. 25-26. ISBN 978-979-7361-43-3. 
  37. ^ Maulana dan Jinaan 2017, hlm. 2-3.
  38. ^ Maulana dan Jinaan 2017, hlm. 3.
  39. ^ Maulana dan Jinaan 2017, hlm. 3-4.
  40. ^ Maulana dan Jinaan 2017, hlm. 4.
  41. ^ Syafril 2018, hlm. 2.
  42. ^ Syafril 2018, hlm. 3-4.
  43. ^ Syafril 2018, hlm. 9.
  44. ^ https://rumaysho.com/1723-rukun-rukun-shalat-1.html
  45. ^ “Salatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.” HR Bukhari no. 1117, dari ‘Imron bin Hushain.
  46. ^ “Pembuka salat adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar salat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.” HR Abu Daud no. 618, Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 301.
  47. ^ “Tidak ada salat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.” HR Bukhari no. 756 dan Muslim no. 394, dari ‘Ubadah bin Ash Shomit.
  48. ^ “Kemudian ruku’lah dan thuma’ninahlah ketika ruku’.” HR Bukhari no. 793 dan Muslim no. 397.
  49. ^ a b c d “Salat tidaklah sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.” HR Ad-Darimi no. 1329. Syaikh Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
  50. ^ “Kemudian tegakkanlah badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”
  51. ^ “Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud.”
  52. ^ “Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika sujud.”
  53. ^ “Jika salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam salat, maka ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”.” HR Bukhari no. 831 dan Muslim no. 402, dari Ibnu Mas’ud.
  54. ^ “Jika salah seorang di antara kalian hendak salat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi ﷺ, lalu berdo’a setelah itu semau kalian.” Riwayat ini disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Fadh-lu Salat ‘alan Nabi, hal. 86, Al Maktabah Al Islamiy, Beirut, cetakan ketiga 1977.
  55. ^ “Yang mengharamkan dari hal-hal di luar salat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.” HR Abu Daud no. 618, Tirmidzi no. 3, Ibnu Majah no. 275. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Al Irwa’ no. 301.
  56. ^ Pembahasan rukun salat ini banyak disarikan dari penjelasan Syaikh Abu Malik dalam kitab Shahih Fiqh Sunnah terbitan Al Maktabah At Taufiqiyah.
  57. ^ bin Sa'ad, Abu Abdirrahman Adil (2018). Ensiklopedi Shalat. Diterjemahkan oleh Mujtahid, Umar. Jakarta Timur: Ummul Qura. hlm. 553. ISBN 978-602-7637-03-0. 
  58. ^ Watiniyah 2019, hlm. 20.
  59. ^ Watiniyah 2019, hlm. 21.
  60. ^ Watiniyah 2019, hlm. 19-20.
  61. ^ Rasulallah ﷺ bersabda, “Luruskan shaf-shaf kalian, karena meluruskan shaf termasuk kesempurnaan salat.” (Hadits riwayat Bukhari, dalam Fath al-Bari’ No.723)
  62. ^ Rasulallah ﷺ bersabda, “Benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan membuat berselisih di antara wajah-wajah kalian.” (Hadits riwayat Bukhari 717, Imam Muslim 127, Lafadz ini dari Imam Muslim). Berkata Al-Imam An-Nawawi, “Makna hadits ini adalah akan terjadi di antara kalian permusuhan, kebencian dan perselisihan di hati.”
  63. ^ Rasulallah ﷺ bersabda, “Luruskan shaf kalian, jadikan setentang di antara bahu-bahu, dan tutuplah celah-celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara kalian dan jangan kalian meninggalkan celah-celah bagi setan. Barangsiapa menyambung shaf maka Allah menyambungkannya dan barangsiapa yang memutuskannya maka Allah akan memutuskannya.” (Hadits riwayat Bukhari, Abu Dawud 666. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Shahih Sunan Abu Dawud)
  64. ^ Dari Abu Qosim Al-Jadali berkata, “Saya mendengar Nu’man bin Basyir berkata, ‘Rasulallah ﷺ menghadapkan wajahnya kepada manusia dan bersabda, ‘Luruskan shaf-shaf kalian! Luruskan shaf-shaf kalian! Luruskan shaf-shaf kalian! Demi Allah benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih.’ Nu’man berkata, ‘Maka saya melihat seseorang melekatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, mata kaki dengan mata kaki kawannya.’’” (Hadits riwayat Abu Dawud 662, Ibnu Hibban 396, Ahmad 4272. Dishahihkan Syaikh Al-Albany dalam As-Shahihah no.32)
  65. ^ Hadi, Abdul. "Hukum Shalat Berjamaah Adalah Bervariasi, Fardu Ain, Mubah, Sunah?". tirto.id. Diakses tanggal 2023-04-03. 
  66. ^ Faizin, Muhammad. "Keutamaan dan Hukum Shalat Berjamaah". nu.or.id. Diakses tanggal 2023-04-03. 
  67. ^ a b al-Fauzan 2019, hlm. 186-190.
  68. ^ a b c d Sabiq 2015, hlm. 449.
  69. ^ a b c Watiniyah 2019, hlm. 28.
  70. ^ a b al-Fauzan 2019, hlm. 43.
  71. ^ al-Fauzan 2019, hlm. 41.
  72. ^ Sabiq 2015, hlm. 446.
  73. ^ al-Fauzan 2019, hlm. 44.
  74. ^ Salman, Masyhur Hasan (2016). Ensiklopedi Kesalahan dalam Shalat. Jakarta: Pustaka Imam Syafi'i. hlm. 27. ISBN 978-602-9183-46-7. 
  75. ^ Usmani 2015, hlm. 21.

Daftar pustaka

Pranala luar