Jomo Kenyatta

Revisi sejak 15 April 2020 14.04 oleh HaEr48 (bicara | kontrib) (perjelas, dan copyedit)

Jomo Kenyatta[a] (sekitar tahun 1897 – 22 Agustus 1978) adalah seorang pejuang kemerdekaan dan politikus Kenya yang menjabat sebagai Perdana Menteri dari tahun 1963 hingga 1964 dan berikutnya menjabat sebagai Presiden dari tahun 1964 hingga 1978. Ia adalah kepala pemerintahan pertama di Kenya yang memiliki latar belakang penduduk asli, dan ia berperan penting dalam mengantarkan Kenya dari yang tadinya merupakan jajahan Imperium Britania menjadi sebuah negara yang merdeka. Secara ideologi, ia menganut paham nasionalisme Afrika dan konservatisme. Ia memimpin partai Kenya African National Union (KANU) dari tahun 1961 hingga kematiannya.

Jomo Kenyatta
Presiden Kenyatta pada tahun 1966
Presiden Kenya ke-1
Masa jabatan
12 Desember 1964 – 22 Agustus 1978
Wakil PresidenJaramogi Oginga Odinga
Joseph Murumbi
Daniel arap Moi
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Dirinya sendiri
sebagai Perdana Menteri Kenya
Sebelum
Perdana Menteri Kenya ke-1
Masa jabatan
1 Juni 1963 – 12 Desember 1964
Penguasa monarkiElizabeth II
Gubernur JenderalMalcolm MacDonald (1963–1964)
GubernurMalcolm MacDonald (1963)
Pengganti
Raila Odinga (2008)
Ketua KANU
Masa jabatan
1961–1978
Informasi pribadi
Lahir
Kamau wa Ngengi

Sekitar tahun 1897
Gatundu, Afrika Timur Britania
Meninggal22 Agustus 1978
Mombasa, Kenya
MakamNairobi, Kenya
KebangsaanKenya
Partai politikKANU
Suami/istriGrace Wahu (menikah 1919)
Edna Clarke (1942–1946)
Grace Wanjiku (kematian 1950)
Mama Ngina (1951–1978)
Anak
8
AlmamaterUniversity College London, London School of Economics
KaryaFacing Mount Kenya
Find a Grave: 9907866 Modifica els identificadors a Wikidata
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kenyatta lahir dalam keluarga petani Kikuyu di Kiambu, Afrika Timur Britania. Ia mengenyam pendidikan di sebuah sekolah gereja, dan ia pernah menjalani berbagai jenis pekerjaan sebelum akhirnya ia mulai aktif di dunia politik dengan menjadi anggota Kikuyu Central Association. Pada 1929, ia pergi ke London untuk mewakili kepentingan lahan suku Kikuyu. Pada dasawarsa 1930-an, ia pernah belajar di Universitas Komunis Para Pekerja dari Timur, University College London, dan London School of Economics. Pada 1938, ia menerbitkan sebuah kajian antropologi mengenai kehidupan suku Kikuyu dan lalu menjadi buruh tani di Sussex pada masa Perang Dunia II. Akibat pengaruh dari rekannya George Padmore, ia mulai menganut gagasan antikolonialisme dan Pan-Afrikanisme, dan ia menjadi salah satu panitia Muktamar Pan-Afrika di Manchester pada 1945. Ia kembali ke Kenya pada tahun 1946 dan menjadi seorang kepala sekolah. Pada tahun 1947, ia terpilih sebagai Kepala Kenya African Union, lalu ia menuntut kemerdekaan dari Britania. Ia mendapatkan dukungan dari para penduduk asli, tetapi dimusuhi oleh orang-orang kulit putih. Pada 1952, ia ditangkap dan didakwa sebagai dalang Pemberontakan Mau Mau bersama dengan lima orang lainnya; mereka berenam dijuluki Kapenguria Six. Walaupun Kenyatta bersikeras bahwa ia tidak bersalah (dan sejarawan kelak juga membenarkan hal ini), ia pada akhirnya divonis bersalah. Ia dijebloskan ke penjara di Lokitaung hingga 1959, lalu dibuang di Lodwar hingga 1961.

Setelah dilepas, Kenyatta menjadi Ketua KANU dan berhasil mengantarkan partainya menuju kemenangan dalam pemilu tahun 1963. Sebagai Perdana Menteri, ia memimpin proses peralihan dari Koloni Kenya menjadi sebuah republik yang merdeka, dan ia lalu menjadi presiden negara baru tersebut pada tahu 1964. Ia menginginkan sebuah negara satu partai, sehingga ia menyerahkan wewenang-wewenang daerah kepada pemerintah pusat, membungkam lawan politik, dan melarang saingan KANU satu-satunya (Kenya People's Union yang dipimpin oleh Oginga Odinga) ikut dalam pemilu. Ia berupaya mendorong proses rekonsiliasi antara penduduk asli dengan minoritas kulit putih, meskipun hubungannya dengan orang India di Kenya buruk dan pasukan Kenya juga bentrok dengan gerakan separatis Somalia di Provinsi Timur Laut pada masa Perang Shifta. Pemerintahannya menerapkan kebijakan ekonomi kapitalis dan juga menjalankan "afrikanisasi" terhadap ekonomi Kenya, sehingga mereka yang bukan warga negara dilarang memegang industri-industri penting. Pada masanya, pendidikan dan layanan kesehatan ditingkatkan, sementara program redistribusi lahan yang didanai oleh Britania Raya malah menguntungkan orang-orang yang setia kepada KANU dan memperparah ketegangan antaretnis. Pada masa Kenyatta, Kenya juga bergabung dengan Organisasi Kesatuan Afrika dan Persemakmuran, dan ia menerapkan kebijakan luar negeri yang pro-Barat dan anti-komunis di tengah gencarnya Perang Dingin. Kenyatta meninggal dunia saat masih menjabat dan ia digantikan oleh Daniel arap Moi.

Kenyatta adalah sosok yang kontroversial. Sebelum Kenya meraih kemerdekaannya, banyak orang kulit putih yang menganggapnya sebagai seorang penghasut, walaupun di benua Afrika ia dihormati berkat perjuangan antikolonialnya. Pada saat ia sudah menjadi presiden, ia diberi gelar kehormatan Mzee dan dijuluki Bapak Bangsa. Ia juga mendapatkan dukungan dari penduduk kulit hitam sekaligus minoritas kulit putih berkat pesannya yang mengajak rakyat Kenya untuk "memaafkan dan melupakan". Di sisi lain, rezimnya dicap otoriter dan neo-kolonial. Ia juga dianggap telah menganakemaskan suku Kikuyu, dan korupsi merajalela pada masa pemerintahannya.

Riwayat awal

Masa kecil: sekitar tahun 1890–1914

 
Rumah tradisional Kikuyu.

Kenyatta lahir di desa Nginda dan merupakan bagian dari suku Kikuyu.[2] Suku Kikuyu tidak mencatat akta kelahiran, dan tanggal lahir Kenyatta tidak diketahui.[3] Salah satu penulis biografi Kenyatta yang bernama Jules Archer menduga bahwa ia mungkin lahir tahun 1890,[4] walaupun kajian yang dilakukan oleh Jeremy Murray-Brown memperkirakan Kenyatta lahir sekitar tahun 1897 atau 1898.[5] Ayah Kenyatta bernama Muigai, sementara ibunya adalah Wambui.[2] Mereka tinggal di dekat Sungai Thiririka dan hidup dengan bercocok tanam serta beternak domba dan kambing.[2] Muigai cukup kaya dan mampu menanggung biaya hidup beberapa istri, masing-masing tinggal di nyūmba (pondok wanita) yang terpisah.[6]

Kenyatta dibesarkan sesuai dengan adat istiadat Kikuyu, dan ia diajarkan kemampuan yang dibutuhkan oleh seorang gembala.[7] Saat masih berumur sepuluh tahun, daun telinganya ditindik untuk menandai peralihan dari masa kanak-kanak.[8] Wambui kemudian melahirkan seorang anak lelaki yang bernama Kongo[9] tak lama sebelum Muigai wafat.[10] Sesuai dengan tradisi Kikuyu, Wambui lalu menikahi adik mendiang suaminya, Ngengi.[10] Kenyatta kemudian mengambil nama Kamau wa Ngengi ("Kamau, anak Ngengi").[11] Dari pernikahan ini, Wambui melahirkan seorang anak lelaki yang juga mereka beri nama Muigai.[10] Ngengi memperlakukan ketiga anak lelaki ini dengan buruk, sehingga Wambui memutuskan untuk membawa anak bungsunya dan tinggal bersama dengan keluarga orang tuanya di utara.[10] Di tempat itu sang ibu menjemput ajalnya, dan Kenyatta yang sangat menyayangi adik bungsunya datang untuk menjemputnya.[10] Kenyatta lalu pindah ke rumah kakeknya, Kongo wa Magana, dan membantu pekerjaannya sebagai seorang dukun.[12]

Para misionaris telah melakukan banyak kebaikan karena berkat merekalah banyak orang Kikuyu mendapatkan pendidikan pertama mereka... dan bisa belajar caranya membaca dan menulis ... Juga dari sisi medis: para misionaris telah berbuat dengan sangat baik. Pada saat yang sama aku rasa para misionaris ... tidak paham nilai dari adat Afrika, dan banyak dari mereka yang mencoba membasmi beberapa adat tanpa tahu peranan yang dimainkan oleh [adat tersebut] dalam kehidupan Kikuyu ... Mereka mengganggu kehidupan orang.

— Kenyatta, dalam wawancara dengan BBC, 1963[13]

Pada November 1909, Kenyatta meninggalkan rumahnya dan menjadi murid di Misi Gereja Skotlandia di Thogoto.[14] Para misionaris di lembaga tersebut sangat giat dan mereka percaya bahwa penyebaran agama Kristen di kalangan penduduk asli Afrika Timur merupakan bagian dari misi pemberadaban Britania Raya.[15] Saat berada di tempat tersebut, Kenyatta tinggal di asrama dan mempelajari kisah-kisah Alkitab.[16] Ia juga belajar cara membaca dan menulis dalam bahasa Inggris.[17] Selain itu, ia mengerjakan berbagai tugas untuk misi tersebut, seperti mencuci piring dan menyiang.[18] Adiknya, Kongo, kemudian juga masuk asrama ini.[19] Semakin lama mereka tinggal di tempat tersebut, semakin mereka membenci sikap menggurui yang ditunjukkan oleh para misionaris Britania.[20]

Kenyatta bukanlah siswa yang berprestasi secara akademis, dan pada Juli 1912, ia berlatih untuk menjadi tukang kayu di misi tersebut.[21] Pada tahun yang sama, ia menyatakan pengabdiannya kepada agama Kristen dan mulai mengikuti katekisme.[21] Pada tahun 1913, ia menjalani ritual sunat Kikuyu; para misionaris tidak menyukai adat ini, tetapi praktik tersebut merupakan unsur penting dalam tradisi Kikuyu yang membuat Kenyatta diakui sebagai orang dewasa.[22] Saat ditanyakan nama baptis yang ia inginkan, ia pada mulanya memilih John (Yohanes) dan Peter (Petrus). Para misionaris memaksanya untuk memilih satu saja, sehingga ia memakai nama Johnstone (-stone di sini mengacu kepada Peter).[b][23] Ia lalu dibaptis dengan nama Johnstone Kamau pada Agustus 1914.[24] Sesudah itu, Kenyatta keluar dari asrama dan tinggal dengan teman-temannya.[25] Setelah menuntaskan pelatihannya sebagai tukang kayu, Kenyatta meminta agar ia diperbolehkan mengikuti pelatihan sebagai tukang batu di misi tersebut, tetapi permintaan ini ditolak.[25] Ia lalu meminta agar Misi Gereja Skotlandia memberikan rekomendasi agar ia dapat memperoleh pekerjaan, tetapi lagi-lagi permintaannya ditolak oleh kepala misionaris karena ia dituduh telah berlaku tidak jujur.[26]

Nairobi: 1914–1922

Kenyatta pindah ke Thika dan bekerja di sebuah perusahaan teknik yang dikelola oleh John Cook dari Britania Raya. Ia diberi tugas mengambil gaji para karyawan perusahaan dari sebuah bank di Nairobi yang jauhnya sekitar 25 mil.[27] Kenyatta keluar dari pekerjaan ini setelah ia jatuh sakit; ia pulih di rumah temannya di kompleks misi Presbiterian Tumutumu.[28] Pada saat yang sama, Imperium Britania sedang disibukkan oleh Perang Dunia I, dan Angkatan Darat Britania merekrut banyak orang Kikuyu. Salah satunya adalah Kongo yang hilang selama pertempuran.[29] Kenyatta tidak bergabung menjadi tentara, dan seperti orang-orang Kikuyu lainnya, ia pindah dan tinggal bersama dengan orang-orang Maasai yang menolak bertempur demi kepentingan Britania.[30] Kenyatta tinggal bersama dengan keluarga salah satu bibinya yang telah menikahi seorang kepala suku Maasai.[31] Ia mengadopsi adat Maasai dan mengenakan perhiasan Maasai, termasuk sebuah sabuk bermanik-manik yang disebut kinyata dalam bahasa Kikuyu. Pada suatu saat setelah itu, ia menyebut dirinya "Kinyata" atau "Kenyatta", dan nama ini berasal dari sabuk tersebut.[32]

Pada tahun 1917, Kenyatta pindah ke Narok dan bekerja di sektor pengangkutan ternak ke Nairobi.[31] Ia lalu pindah ke Nairobi dan bekerja di sebuah toko yang menjual peralatan pertanian dan teknik.[31] Pada sore harinya, ia masuk kelas di sebuah sekolah misionaris gereja.[31] Beberapa bulan kemudian, ia kembali ke Thika dan lalu mendapatkan pekerjaan sebagai pembangun rumah untuk Misi Thogota.[33] Ia juga sempat tinggal di Dagoretti, dan di situ ia menjadi pembantu Kioi, seorang kepala suku yang tunduk kepada kepala suku lain; pada tahun 1919, ia membantu Kioi di pengadilan Nairobi sehubungan dengan sengketa lahan yang melibatkan sang kepala suku.[34] Kenyatta menginginkan seorang istri,[35] sehingga ia mulai berhubungan dengan Grace Wahu; Grace awalnya pindah ke rumah keluarga Kenyatta,[35] dan ia lalu ikut dengan Kenyatta di Dagoretti setelah ia diusir oleh Ngengi.[35] Pada 20 November 1920, dari hubungannya dengan Kenyatta, ia melahirkan seorang anak yang bernama Peter Muigui.[36] Sementara itu, pada Oktober 1920, Kenyatta dipanggil oleh gereja dan ia tidak diperbolehkan menerima komuni karena ia telah minum minuman keras dan juga melakukan hubungan seks di luar nikah dengan Grace.[37] Gereja bersikeras bahwa pernikahan tradisional Kikuyu saja tidak cukup dan Kenyatta harus menikah sesuai dengan tata cara Kristen;[38] pernikahan ini dilangsungkan pada tanggal 8 November 1922.[39] Kenyatta awalnya menolak berhenti minum,[38] tetapi pada Juli 1923 ia secara resmi menyatakan tidak akan minum alkohol lagi, dan ia kembali diperbolehkan menerima komuni.[40]

Pada April 1922, Kenyatta mulai bekerja sebagai petugas toko dan pembaca meteran untuk Cook (yang telah diangkat sebagai pengawas air untuk dewan kota Nairobi).[41] Ia memperoleh pendapatan sebesar 250 shilling setiap bulannya, yang merupakan gaji yang besar untuk orang Afrika, alhasil ia menjadi orang yang mandiri dari segi keuangan.[42] Kenyatta tinggal di daerah Kilimani di Nairobi,[43] walaupun ia juga mendanai pembangunan rumah keduanya di Dagoretti; ia menyebut rumah keduanya ini dengan nama "Kinyata Stores", karena ia menggunakannya untuk menyimpan persediaan untuk wilayah sekitar.[44] Ia bahkan sanggup meminjamkan uang kepada para juru tulis Eropa di kantornya,[45] dan ia dapat menikmati hiburan-hiburan yang ditawarkan oleh Nairobi, seperti bioskop, pertandingan bola, dan baju-baju impor.[45]

Kikuyu Central Association: 1922–1929

Sentimen anti-imperialis pada masa itu sedang memanas di kalangan penduduk asli dan orang India di Kenya seusai Perang Kemerdekaan Irlandia dan Revolusi Oktober di Rusia.[46] Banyak penduduk asli Afrika yang membenci kebijakan yang mewajibkan mereka untuk selalu membawa dokumen identitas kipande. Para penduduk asli juga dilarang menanam kopi dan mereka harus membayar pajak meskipun mereka sama sekali tidak terwakilkan secara politik.[47] Pergolakan politik meletus di Kikuyuland (wilayah yang sebagian besar penduduknya adalah orang Kikuyu) seusai Perang Dunia I, salah satunya adalah kampanye Harry Thuku dan East African Association yang berujung pada pembantaian 21 demonstran pada Maret 1922.[48] Kenyatta tidak terlibat dalam peristiwa naas ini,[49] mungkin karena ia tidak mau merusak masa depan kariernya yang cerah.[43]

Ketertarikan Kenyatta pada politik bermula dari persahabatannya dengan James Beauttah, tokoh senior Kikuyu Central Association (KCA). Beauttah mengajak Kenyatta ikut pertemuan politik di Pumwani, walaupun kehadirannya tidak membuatnya bergabung dengan organisasi ini.[50] Pada tahun 1925 atau awal 1926, Beauttah pindah ke Uganda, tetapi masih menjalin hubungan dengan Kenyatta.[46] Saat KCA menulis surat kepada Beauttah dan memintanya pergi ke London sebagai perwakilan mereka, ia menolaknya, tetapi ia menyarankan Kenyatta (yang fasih berbahasa Inggris) sebagai penggantinya.[51] Kenyatta menerima tawaran ini, kemungkinan dengan syarat bahwa KCA memberikan gaji yang sepadan dari yang diterimanya di perusahaan.[52] Ia lalu menjadi sekretaris organisasi tersebut.[53]

Kemungkinan KCA membelikan sebuah sepeda motor untuk Kenyatta,[52] yang kemudian ia gunakan untuk mendatangi berbagai wilayah di Kikuyuland dan daerah sekitarnya yang dihuni oleh suku Meru dan Embu dengan tujuan untuk membantu mendirikan cabang-cabang KCA yang baru.[54] Pada Februari 1928, ia menjadi bagian dari kelompok KCA yang mengunjungi gedung pemerintah di Nairobi untuk memberikan bukti di hadapan Hilton Young Commission, yang saat itu tengah mempertimbangkan pembentukan sebuah federasi antara Kenya, Uganda, dan Tanganyika.[55] Pada bulan Juni, Kenyatta menjadi anggota tim KCA yang hadir di hadapan komite khusus Dewan Legislatif Kenya untuk menyampaikan kekhawatiran mereka mengenai kebijakan Badan Lahan (Land Boards). Kebijakan ini dikeluarkan oleh Gubernur Kenya Edward Grigg, dan pada dasarnya Badan Lahan akan memegang semua lahan di cagar penduduk asli yang akan diamanahkan kepada setiap kelompok suku. KCA dan Kikuyu Association menolak keberadaan Badan Lahan ini, karena lembaga tersebut menganggap lahan Kikuyu dimiliki secara bersama dan tidak mengakui kepemilikan lahan secara individual.[56] Sementara itu, pada bulan Februari, Kenyatta dikaruniai anak perempuan yang bernama Wambui Margaret.[57] Pada masa itu, ia semakin sering menggunakan nama "Kenyatta" yang lebih terkesan Afrika daripada "Johnstone".[58]

Pada Mei 1928, KCA meluncurkan majalah berbahasa Kikuyu yang bernama Muĩgwithania (secara kasar berarti "Pendamai" atau "Penyatu").[59] Tujuannya adalah untuk membantu menyatukan suku Kikuyu dan menggalang dana untuk KCA.[60] Kenyatta disebut sebagai penyuntingnya,[58] meskipun Murray-Brown merasa bahwa Kenyatta bukanlah orang yang membimbing konten majalah tersebut dan tugasnya hanya menerjemahkan ke dalam bahasa Kikuyu.[60] Setelah mendengar kabar bahwa Thuku diasingkan akibat perjuangannya, Kenyatta menggunakan pendekatan yang lebih berhati-hati. Dalam majalah Muĩgwithania, ia menyatakan dukungannya kepada gereja, komisioner distrik, dan kepala suku.[61] Ia juga memuji Imperium Britania dan berkata: "Hal pertama [tentang Imperium] adalah semua orang diperintah dengan adil, besar atau kecil - dengan setara. Hal kedua adalah tidak ada yang dianggap sebagai budak, semua orang bebas melakukan apa yang ia suka tanpa dihalangi."[60] Namun, Grigg tetap saja menulis surat ke London yang meminta izin untuk membredel majalah ini.[57]

Luar negeri

London: 1929–1931

Setelah KCA berhasil menggalang cukup dana, pada Februari 1929 Kenyatta menumpang kapal dari Mombasa ke Inggris.[62] Pemerintahan Grigg di Kenya tidak dapat menghentikan Kenyatta, tetapi mereka meminta kepada Kantor Kolonial di London untuk tidak menemuinya.[63] Ia awalnya tinggal di gedung Persatuan Mahasiswa Afrika Barat di West London, dan di situ ia bertemu dengan Ladipo Solanke.[64] Kenyatta lalu tinggal bersama dengan seorang pelacur, dan pengeluarannya juga boros.[65] Pemilik tempat tinggalnya kemudian menyita barang-barangnya akibat utang yang belum dibayar.[66] Di kota tersebut, Kenyatta bertemu dengan W. McGregor Ross di Royal Empire Society. Ross memberikan arahan kepadanya tentang cara berhadapan dengan Kantor Kolonial.[67] Kenyatta lalu bersahabat dengan keluarga Ross dan menemani mereka dalam kegiatan-kegiatan sosial di Hampstead.[68] Ia juga menghubungi kelompok dan tokoh anti-imperialis yang aktif di Inggris, seperti Liga Anti Imperialisme, Fenner Brockway, dan Kingsley Martin.[69] Grigg sedang berada di London pada saat yang sama. Meskipun ia menentang kunjungan Kenyatta, ia bersedia menemuinya di markas Rhodes Trust pada bulan April. Dalam pertemuan tersebut, Kenyatta mengangkat permasalahan mengenai lahan dan juga pengasingan Thuku. Pertemuan tersebut berlangsung dengan baik,[70] tetapi sesudah itu Grigg berhasil meyakinkan Special Branch untuk mengawasi Kenyatta.[71]

Kenyatta membina hubungan dengan tokoh-tokoh radikal di Partai Buruh, termasuk beberapa orang yang berpaham komunis.[72] Pada musim panas tahun 1929, ia meninggalkan London dan pergi ke Moskwa lewat Berlin sebelum akhirnya kembali ke London pada bulan Oktober.[73] Pemikiran Kenyatta sangat dipengaruhi oleh persinggahannya di Uni Soviet.[74] Sekembalinya di Inggris, ia menulis tiga artikel mengenai situasi di Kenya untuk koran Partai Komunis Britania Raya, Daily Worker dan Sunday Worker. Dalam artikel-artikelnya ini, kritiknya terhadap imperialisme Britania jauh lebih tajam daripada yang dikemukakan dalam Muĩgwithania.[75] Hubungan Kenyatta dengan kelompok komunis membuat khawatir para penyokongnya yang liberal.[72] Pada bulan Januari, Kenyatta bertemu dengan Wakil Menteri Koloni Drummond Shiels di Dewan Rakyat Britania Raya. Kenyatta memberitahukan kepada Shiels bahwa ia sama sekali tidak tergabung dalam kelompok komunis dan ia tidak mengetahui bahwa koran yang pernah menerbitkan artikelnya menganut paham semacam itu.[76] Shiels menasihati Kenyatta untuk kembali ke daerah asalnya untuk memperjuangkan partisipasi suku Kikuyu dalam proses konstitusional dan mencoba menghalangi kekerasan dan ekstremisme.[77] Setelah singgah selama delapan belas bulan di Eropa, Kenyatta kehabisan uang. Anti-Slavery Society memberikannya dana untuk melunasi utang-utangnya dan pulang ke Kenya.[78] Walaupun Kenyatta menikmati kehidupan di London dan takut ditangkap jika pulang,[79] ia naik kapal ke Mombasa pada September 1930.[80] Sekembalinya di Kenya, martabatnya meningkat di kalangan suku Kikuyu karena ia pernah menghabiskan waktu di Eropa.[81]

Ketika ia sedang berada di Inggris, khitan pada wanita telah menjadi topik perdebatan yang panas di kalangan masyarakat Kikuyu. Gereja Protestan yang didukung oleh dokter Eropa dan pemerintah kolonial mendukung penghapusan praktik tradisional ini, tetapi KCA mencoba membelanya dan mengatakan bahwa penghapusan praktik ini akan merusak struktur masyarakat Kikuyu.[82] Amarah di kedua belah pihak telah mencapai puncaknya. Beberapa gereja mengeluarkan anggota KCA dari jemaat mereka, dan konon pembunuhan misionaris Amerika Hulda Stumpf pada Januari 1930 diakibatkan oleh permasalahan ini.[83] Kenyatta selaku Sekretaris KCA bertemu dengan para perwakilan gereja. Ia menyatakan bahwa ia secara pribadi menentang khitan pada wanita, tetapi ia menganggap penghapusan praktik ini kontraproduktif, dan ia berpendapat bahwa gereja sebaiknya berupaya menghapuskan praktik ini dengan mendidik rakyat mengenai dampak buruknya terhadap kesehatan wanita.[84] Pertemuan ini diakhiri tanpa ada kompromi yang tercapai, dan kepala Gereja Skotlandia di Kenya John Arthur belakangan mengeluarkan Kenyatta dari gereja tersebut dengan alasan "ketidakjujuran" selama perdebatan ini.[85] Pada tahun 1931, Kenyatta mengeluarkan anak lelakinya dari sekolah gereja di Thogota dan memasukkannya ke dalam sekolah independen yang diakui oleh KCA.[86]

Kembali ke Eropa: 1931–1933

Dengan dukungan dari semua buruh dan petani revolusioner kita harus melipatgandakan lagi upaya kita untuk memutus tali yang mengikat kita. Kita harus menolak memberikan bantuan apapun kepada imperialis Britania baik dengan membayar pajak ataupun mematuhi hukum budak mereka! Kita bisa berjuang bersama dengan para buruh dan pekerja dari seluruh dunia, dan demi Afrika Merdeka.

— Kenyatta dalam Labour Monthly, November 1933[87]

Pada Mei 1931, Kenyatta dan Parmenas Mockerie menumpangi kapal ke Britania untuk mewakili KCA dalam Joint Committee of Parliament terkait dengan masa depan Afrika Timur.[88] Kenyatta tidak akan kembali ke Kenya selama lima belas tahun.[89] Di Britania, ia menghabiskan musim panasnya untuk mengikuti sekolah musim panas Partai Buruh Independen dan juga pertemuan-pertemuan Fabian Society.[90] Pada bulan Juni, ia berkunjung ke Jenewa, Swiss, untuk menghadiri konferensi Save the Children mengenai anak-anak Afrika.[91] Pada bulan November, ia bertemu dengan pemimpin gerakan kemerdekaan India, Mohandas Gandhi, di London.[92] Pada bulan yang sama, ia masuk Woodbrooke Quaker College di Birmingham, dan ia belajar di situ hingga musim semi tahun 1932 dan memperoleh sertifikat menulis bahasa Inggris.[93]

Di Britania, Kenyatta bersahabat dengan tokoh Marxis Afrika-Karibia, George Padmore, yang bekerja untuk Komintern yang dijalankan oleh Soviet.[94] Seiring berjalannya waktu, ia menjadi anak didik Padmore.[95] Pada akhir tahun 1932, ia ikut dengan Padmore di Jerman.[96] Sebelum tahun 1932 berakhir, mereka pindah ke Moskwa dan Kenyatta belajar di Universitas Komunis Para Pekerja dari Timur.[97] Di situ ia mempelajari aritmetika, geografi, ilmu alam, ekonomi politik, serta doktrin Marxisme-Leninisme dan sejarah pergerakannya.[98] Banyak orang Afrika yang tertarik dengan lembaga ini karena pendidikannya gratis dan juga mereka dapat belajar di lingkungan yang memperlakukan mereka dengan hormat dan bebas dari rasisme yang dihadapi oleh mereka di Amerika Serikat atau Imperium Britania.[99] Namun, Kenyatta mengeluhkan makanan dan tempat tinggal yang disediakan serta mutu pendidikan dalam bahasa Inggris yang kurang.[72] Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ia pernah bergabung dengan Partai Komunis Uni Soviet,[100] dan salah satu rekan mahasiswanya belakangan menyebutnya "reaksioner terbesar yang pernah kutemui."[101] Kenyatta juga pernah mengunjungi Siberia, kemungkinan sebagai bagian dari kunjungan resmi.[102]

Kemunculan pemerintahan Nazi di Jerman mengubah panggung perpolitikan Eropa; Uni Soviet mencoba bersekutu dengan Prancis dan Cekoslowakia,[103] sehingga mereka mengurangi dukungan mereka terhadap gerakan yang menentang penjajahan Inggris dan Prancis di Afrika.[104] Akibatnya, Komintern membubarkan Komite Serikat Buruh Internasional Pekerja Kulit Hitam; Padmore dan Kenyatta merupakan anggota komite ini. Padmore mundur dari Partai Komunis Soviet sebagai bentuk protes, dan kemudian citranya dirusak oleh media Soviet.[105] Padmore dan Kenyatta meninggalkan Uni Soviet, dan Kenyatta memutuskan untuk kembali ke London pada Agustus 1933.[106] Aparat Britania sangat mencurigai Kenyatta dan menduga bahwa ia adalah seorang Marxis-Leninis, dan sekembalinya di London, badan intelijen MI5 secara diam-diam membaca semua suratnya.[107]

Kenyatta masih terus menulis, dan karya-karyanya menunjukkan pengaruh dari Padmore.[108] Antara tahun 1931 hingga 1937, ia menulis beberapa artikel untuk surat kabar The Negro Worker dan ia juga bergabung dengan biro editorial koran tersebut pada tahun 1933.[109] Selain itu, Kenyatta menulis sebuah artikel untuk Labour Monthly edisi November 1933,[110] dan pada Mei 1934 suratnya diterbitkan di The Manchester Guardian.[111] Ia juga menulis lema mengenai Kenya dalam Negro, sebuah antologi yang disunting oleh Nancy Cunard dan diterbitkan tahun 1934.[112] Dalam artikel-artikel ini, pandangannya menjadi semakin radikal dibandingkan sebelumnya, dan ia menyerukan pembentukan pemerintahan sendiri di Kenya.[113] Dalam hal ini ia hanya sendirian; tokoh-tokoh seperti Thuku dan Jesse Kariuki memiliki tuntutan yang lebih lunak.[114] Jika ia mengemukakan pandangan pro-kemerdekaan semacam itu di Kenya, aparat kolonial tidak akan membiarkannya begitu saja.[87]

University College London dan London School of Economics: 1933–1939

Antara tahun 1935 hingga 1937, Kenyatta bekerja sebagai informan bahasa di Departemen Fonetik University College London (UCL); rekaman suaranya dalam bahasa Kikuyu membantu Lilias Armstrong menulis The Phonetic and Tonal Structure of Kikuyu.[115] Buku ini diterbitkan dengan nama Armstrong, tetapi Kenyatta mengklaim bahwa namanya seharusnya dicantumkan sebagai salah satu penulisnya.[116] Kenyatta menjadi mahasiswa di UCL, mengikuti kursus bahasa Inggris dari Januari hingga Juli 1935, dan lalu kursus fonetik dari Oktober 1935 hingga Juni 1936.[117] Berkat hibah dari International African Institute,[118] ia juga mengikuti kursus antropologi sosial di bawah bimbingan Bronisław Malinowski di London School of Economics (LSE). Kenyatta tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti kursus tersebut, tetapi Malinowski ingin meningkatkan keterlibatan penduduk asli dalam penelitian antropologi.[119] Bagi Kenyatta, gelar tinggi dapat melejitkan kedudukannya di mata orang Kenya dan juga menunjukkan kemampuannya secara intelektual kepada orang-orang kulit putih.[120] Seiring berjalannya waktu, Kenyatta dan Malinowski menjadi sahabat karib.[121] Beberapa orang yang pernah menjadi rekan Kenyatta di kelas tersebut adalah Audrey Richards, Lucy Mair, dan Elspeth Huxley.[122] Salah satu mahasiswa yang juga belajar di LSE pada masa itu adalah Pangeran Petros dari Yunani dan Denmark, yang mengundang Kenyatta untuk ikut dengannya dan ibunya, Putri Marie Bonaparte, di Paris pada musim semi tahun 1936.[123]

   
95 Cambridge Street, London, tempat yang ditinggali Kenyatta di London tahun 1933-1937.

Kenyatta kembali ke rumah yang pernah menjadi tempat tinggalnya di 95 Cambridge Street,[124] tetapi ia belum membayar sewa kepada wanita pemilik tempat tersebut selama setahun dan utangnya menunggak £100.[125] Hal ini membuat marah Ross dan menjadi salah satu faktor yang merusak pertemanan mereka.[126] Ia lalu menyewa sebuah apartemen di Camden Town dengan temannya Dinah Snock, yang ia temui dalam pawai anti-imperialis di Lapangan Trafalgar.[127] Kenyatta bergaul di Student Movement House di Lapangan Russell, dan ia sendiri sudah bergabung dengan kelompok tersebut pada tahun 1934.[128] Ia berteman dengan orang-orang Afrika yang ada di London.[129] Untuk mendapatkan uang, ia bekerja sebagai salah satu pemeran tambahan berkulit hitam dalam film Sanders of the River, dengan pengambilan gambar di Shepperton Studios pada musim gugur tahun 1934.[129] Beberapa tokoh Afrika di London mengkritiknya karena menurut mereka film tersebut merendahkan orang kulit hitam.[130] Dengan tampil di film ini, Kenyatta dapat bertemu dan berteman dengan bintangnya, Paul Robeson yang merupakan orang Afrika-Amerika.[131]

Pada tahun 1935, Italia menyerbu Etiopia (Abyssinia), dan hal ini membuat marah Kenyatta dan orang-orang Afrika lainnya di London. Kenyatta menjadi sekretaris kehormatan International African Friends of Abyssinia, sebuah kelompok yang didirikan oleh Padmore dan C. L. R. James.[132] Setelah Kaisar Etiopia Haile Selassie melarikan diri ke London, Kenyatta secara pribadi menyambutnya di Stasiun Waterloo.[133] Kelompok ini berkembang menjadi organisasi berhaluan Pan-Afrikanisme yang lebih besar, yaitu International African Service Bureau (IASB), dan Kenyatta menjadi salah satu wakil kepalanya.[134] Kenyatta mulai memberikan ceramah-ceramah anti-kolonialisme di berbagai tempat di Britania untuk kelompok-kelompok seperti IASB, Workers' Educational Association, Indian National Congress of Great Britain, dan League of Coloured Peoples.[135] Pada Oktober 1938, ia menyampaikan ceramah di hadapan Manchester Fabian Society. Dalam kesempatan ini, ia menyatakan bahwa kebijakan kolonial Britania adalah fasisme, dan ia membandingkan cara mereka memperlakukan orang-orang asli di Afrika Timur dengan cara Jerman Nazi memperlakukan orang Yahudi.[136] Akibatnya, Kantor Kolonial Britania kembali membuka berkas mengenai Kenyatta, tetapi mereka tidak mampu menemukan bukti hasutan yang dapat menyeretnya ke meja hijau.[137]

Kenyatta mengumpulkan tulisan-tulisan mengenai masyarakat Kikuyu yang ia tulis untuk kelas Malinowski, dan ia menerbitkannya dengan judul Facing Mount Kenya pada tahun 1938.[138] Dengan kata pengantar dari Malinowski,[139] buku ini melambangkan keinginan Kenyatta untuk menjadikan antropologi sebagai senjata melawan kolonialisme.[122] Dalam buku ini, Kenyatta menentang cara pandang sejarah yang berpusat kepada Eropa dengan menyajikan citra masa lalu Afrika yang jaya dalam bentuk ketertiban, kebajikan, dan kemandirian yang menurutnya dimiliki oleh masyarakat Kikuyu.[140] Dengan kerangka fungsionalisme,[141] ia menyampaikan gagasan bahwa masyarakat tradisional Kikuyu memiliki kohesi dan integritas yang lebih baik daripada sistem manapun yang ditawarkan oleh kolonialis Eropa.[142] Dalam buku ini, Kenyatta menegaskan keyakinannya bahwa hak-hak individu perlu dikurangi demi kepentingan kelompok.[143] Buku ini juga melambangkan pandangannya yang berangsur-angsur berubah mengenai sunat pada wanita; ia pernah menentangnya, tetapi pada saat buku itu diterbitkan, ia dengan jelas mendukungnya meskipun praktik tersebut berbahaya bagi wanita.[144]

Sampul buku ini menampilkan Kenyatta yang mengenakan pakaian tradisional. Salah satu bahunya tertutup oleh pakaian tersebut dan ia juga memegang sebuah tombak.[145] Buku ini diterbitkan dengan nama "Jomo Kenyatta", dan ini adalah kali pertamanya ia menggunakan nama tersebut; istilah Jomo mirip dengan kata dalam bahasa Kikuyu yang berarti menghunuskan pedang.[146] Dari segi bisnis, Facing Mount Kenya adalah buku yang gagal dan hanya terjual 517 salinan, tetapi isinya diterima dengan baik;[147] pengecualiannya adalah orang-orang kulit putih di Kenya, karena buku ini menggugat pandangan mereka mengenai orang Kikuyu yang primitif dan perlu diperadabkan.[148] Murray-Brown belakangan menyebutnya sebagai "propaganda tour de force. Tidak ada orang Afrika lain yang begitu membela integritas kesukuan tanpa kompromi."[149] Bodil Folke Frederiksen, seorang pakar kajian pembangunan, merasa bahwa karya ini "mungkin karya kecendekiawanan Afrika paling terkenal dan berpengaruh pada masanya",[150] sementara bagi pakar pascakolonialisme Simon Gikandi, buku ini adalah "salah satu teks besar mengenai apa yang kelak akan dikenal sebagai penciptaan tradisi di Afrika kolonial".[151]

Perang Dunia II: 1939–1945

Pada perang yang terakhir 300.000 rakyatku bertempur dalam Angkatan Darat Britania untuk mengusir Jerman dari Afrika Timur dan 60.000 dari mereka kehilangan nyawanya. Pada perang yang ini banyak rakyatku yang bertempur untuk menghancurkan kekuatan fasis di Afrika dan telah menanggung perlawanan yang paling sengit melawan Italia. Tentunya jika kami dianggap mampu membawa senapan kami dan bertempur bersama dengan orang kulit putih[,] kami punya hak untuk menentukan jalannya negara kami dan atas pendidikan.

— Kenyatta pada masa Perang Dunia II[152]

Setelah Britania Raya mulai terlibat dalam Perang Dunia II pada September 1939, Kenyatta dan Stock pindah ke desa Storrington di Sussex.[153] Kenyatta tetap berada di situ selama perang ini berlangsung. Ia menyewa sebuah apartemen dan sebidang lahan untuk menanam sayur-sayuran dan beternak ayam.[154] Ia menjalani kehidupan pedesaan Sussex.[155] Ia juga sering menyatroni kedai minum di desa dan ia mendapatkan julukan "Jumbo".[156] Pada Agustus 1940, ia mulai bekerja sebagai buruh tani (sehingga ia dapat menghindari wajib militer), dan lalu ia bekerja di rumah kaca tomat di Lindfield.[157] Ia mencoba bergabung dengan milisi sipil Home Guard, tetapi permintaannya ditolak.[152] Pada 11 Mei 1942, ia menikahi seorang wanita Inggris yang bernama Edna Grace Clarke di kantor catatan sipil Chanctonbury.[158] Pada Agustus 1943, putra mereka yang bernama Peter Magana lahir.[158]

Biro intelijen terus mengawasi Kenyatta dan melihat bahwa ia tidak aktif secara politik dari tahun 1939 hingga 1944.[159] Di Sussex, ia menulis sebuah esai untuk United Society for Christian Literature, My People of Kikuyu and the Life of Chief Wangombe, dan dalam esai ini ia menyerukan kemerdekaan politik untuk sukunya.[160] Ia juga mulai menulis sebuah novel yang salah satunya diilhami oleh kehidupannya, walaupun novel ini akhirnya tidak pernah diselesaikan.[161] Ia terus menyampaikan ceramah di berbagai tempat di Britania Raya, termasuk kepada para prajurit Afrika Timur yang ditugaskan di Britania.[162] Ia merasa frustrasi akibat jauhnya jarak antara dirinya dengan Kenya, dan ia memberitahukan kepada Edna bahwa ia merasa "seperti seorang jenderal yang dipisahkan sejauh 5000 mil dari pasukannya".[163] Sementara itu, pemerintah Kenya melarang organisasi KCA pada tahun 1940.[164]

Kenyatta dan anggota senior IASB lainnya mulai merencanakan Muktamar Pan-Afrika kelima, yang kemudian digelar di Manchester pada Oktober 1945.[165] Mereka dibantu oleh Kwame Nkrumah, orang dari Pantai Emas (Ghana) yang baru tiba di Britania pada tahun yang sama.[166] Kenyatta berbicara di konferensi ini, walaupun kehadirannya tidak berdampak terhadap jalannya acara.[167] Topik yang sering menjadi pembahasan di acara ini adalah apakah penduduk asli Afrika perlu meneruskan kampanye secara bertahap menuju kemerdekaan atau apakah mereka sebaiknya menyingkirkan imperialis Eropa dengan menggunakan kekuatan militer.[168] Konferensi ini diakhiri dengan sebuah pernyataan yang mengumandangkan bahwa meskipun para utusan di konferensi ini menginginkan peralihan yang damai menuju pemerintahan sendiri, orang-orang Afrika mungkin perlu menggunakan kekerasan sebagai cara terakhir untuk mewujudkan kemerdekaan.[167] Kenyatta mendukung resolusi ini, tetapi ia lebih berhati-hati daripada utusan-utusan yang lain dan tidak berkomitmen terhadap metode kekerasan.[169] Ia kemudian menulis sebuah selebaran untuk IASB yang berjudul Kenya: The Land of Conflict. Dalam selebaran ini, ia memadukan seruan kemerdekaan dengan keterangan mengenai masa lalu Afrika yang diagung-agungkan.[170]

Kembali ke Kenya

Kepala Kenyan African Union: 1946–1952

Setelah Perang Dunia II berakhir dengan kemenangan Sekutu (termasuk Britania), Kenyatta diminta untuk kembali ke Kenya pada September 1946, dan ia berlayar ke negeri asalnya pada bulan yang sama.[171] Ia memutuskan untuk tidak membawa serta Edna (istri Inggrisnya yang sedang hamil dengan anak kedua),[172] karena ia sadar bahwa kehidupan mereka akan dipersulit dengan hukum ras di Kenya.[173] Setibanya di Mombasa, Kenyatta disambut oleh istri pertamanya dan anak-anak mereka.[174] Ia membangun sebuah bungalow di Gatundu di dekat tempat kelahirannya dan ia mulai bertani di lahannya yang seluas 32 ekar.[175] Kenyatta bertemu dengan Gubernur Kenya yang baru, Philip Euen Mitchell, dan pada Maret 1947 ia menerima jabatan di African Land Settlement Board dan bekerja di situ selama dua tahun.[176] Ia juga bertemu dengan Mbiyu Koinange untuk membahas masa depan Koinange Independent Teachers' College di Githunguri, dan Koinange mengangkat Kenyatta sebagai Wakil Kepala Sekolah.[177] Pada Mei 1947, Koinange pindah ke Inggris, sehingga Kenyatta menjadi Kepala Sekolah.[178] Di bawah kepemimpinannya, ia menggalang dana tambahan untuk membangun sekolah, dan jumlah murid laki-laki bertambah dari 250 menjadi 900.[179] Sekolah ini juga dihantui oleh berbagai permasalahan, seperti penurunan standar dan demonstrasi guru akibat gaji yang menunggak. Secara bertahap jumlah siswa yang terdaftar berkurang.[180] Kenyatta membina persahabatan dengan ayah Koinange, yang kemudian menawarkan salah satu dari putrinya untuk dijadikan istri ketiga Kenyatta.[177] Istri barunya ini mengandung seorang anak, tetapi anak ini meninggal saat lahir.[181] Pada tahun 1951, Kenyatta menikahi istri keempatnya, Ngina, yang merupakan salah satu dari segelintir siswi di sekolahnya; dari pernikahannya ini dia dikaruniai seorang anak perempuan.[182]

 
Pada Oktober 1951, Kenyatta memilih warna hijau, hitam, dan merah untuk dijadikan bendera KAU: hijau berarti tanah, hitam adalah warna kulit rakyatnya, dan merah adalah darah kemerdekaan.[183]

Pada Agustus 1944, Kenya African Union (KAU) didirikan; pada masa itu, KAU adalah satu-satunya wadah politik untuk penduduk asli di Kenya.[184] Saat digelarnya rapat umum tahunan pada Juni 1947, Kepala KAU James Gichuru mengundurkan diri dan Kenyatta terpilih sebagai penggantinya.[185] Mulai banyak kerumunan yang datang untuk menemui Kenyatta saat ia sedang berkelana di Kikuyuland,[186] dan media Kikuyu juga menyebutnya sebagai "penyelamat", "tetua agung", dan "pahlawan ras kita".[187] Walaupun begitu, ia sadar bahwa untuk meraih kemerdekaan, KAU perlu dukungan suku-suku dan kelompok etnis lainnya.[188] Hal ini sulit untuk dilakukan karena banyak suku Maasai dan Luo yang menganggap Kenyatta sebagai pendukung dominasi Kikuyu, dan secara tradisional mereka juga bermusuhan dengan suku Kikuyu.[189] Kenyatta bersikeras agar badan eksekutif KAU mewakili suku-suku yang lain, dan ia memastikan bahwa bahasa yang dipakai untuk membahas urusan partai adalah bahasa Swahili, lingua franca penduduk asli Kenya.[189]

Untuk mendapatkan dukungan dari orang India di Kenya, ia berhubungan dengan Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Republik India yang baru saja merdeka. Nehru mendukungnya dan mengirimkan pesan kepada minoritas India di Kenya untuk mengingatkan mereka bahwa mereka adalah tamu penduduk asli Afrika.[186] Hubungan Kenyatta dengan minoritas kulit putih masih buruk; bagi sebagian besar orang kulit putih di Kenya, Kenyatta adalah musuh utama mereka, seorang penghasut yang memiliki ikatan dengan Uni Soviet, dan yang dianggap begitu lancang hingga berani menikahi seorang wanita kulit putih.[190] Mereka juga menyerukan otonomi dari pemerintah Britania, tetapi mereka ingin agar pemerintahannya dikuasai oleh minoritas kulit putih, dan mereka juga menghendaki hubungan yang lebih erat dengan pemerintahan kulit putih di Afrika Selatan, Rhodesia Utara, dan Rhodesia Selatan. Mereka juga sangat mencurigai pemerintahan Partai Buruh yang baru saja terpilih.[191] Electors' Union yang terdiri dari orang-orang kulit putih mengajukan "Rencana Kenya" yang mengusulkan peningkatan jumlah orang kulit putih yang bermukim di Kenya, penggabungan Tanganyika ke dalam Imperium Britania, dan penggabungan wilayah tersebut dengan Dominion Afrika Timur Britania.[192] Pada April 1950, Kenyatta menghadiri pertemuan gabungan KAU dan East African Indian National Congress, dan dalam pertemuan tersebut mereka menentang Rencana Kenya.[193]

Pada tahun 1952, Kenyatta dianggap oleh banyak orang sebagai pemimpin nasional, baik oleh pendukungnya maupun musuh-musuhnya.[194] Sebagai pemimpin KAU, ia bersusah payah untuk menentang semua kegiatan ilegal, termasuk demonstrasi buruh.[195] Ia menyerukan kepada para pendukungnya untuk bekerja keras dan tidak malas, tidak mencuri, dan tidak melakukan kejahatan.[196] Ia juga bersikeras bahwa di Kenya yang merdeka, semua kelompok ras akan dijaga.[197] Pendekatan Kenyatta yang bertahap dan damai bertentangan dengan Pemberontakan Mau Mau yang semakin memanas. Kelompok gerilya bersenjata mulai menyerang orang-orang kulit putih dan orang Kikuyu yang tidak mendukung mereka. Pada tahun 1959, pemberontak Mau Mau telah menewaskan sekitar 1.880 orang.[198] Bagi banyak militan muda Mau Mau, Kenyatta adalah seorang pahlawan,[199] dan mereka memasukkan namanya dalam sumpah yang mereka nyatakan kepada organisasi; sumpah semacam ini merupakan adat Kikuyu ketika individu bersumpah setia kepada yang lain.[200] Kenyatta di hadapan umum menjauhkan dirinya dari kelompok Mau Mau.[201] Pada April 1952, ia memulai perjalanan lapangan untuk menyampaikan pidato, dan dalam pidatonya ia mengutuk kelompok Mau Mau di hadapan massa. Ia bersikeras bahwa kemerdekaan harus dicapai dengan cara-cara damai.[202] Pada bulan Agustus, ia menghadiri pertemuan massal yang menarik banyak perhatian pers di Kiambu. Di hadapan 30.000 orang, ia berseru bahwa "Mau Mau telah merusak negara. Biarkan Mau Mau hilang selamanya. Semua orang perlu mencari Mau Mau dan membunuhnya."[203] Walaupun Kenyatta secara lantang menentang Mau Mau, KAU juga menjadi semakin militan.[193] Dalam rapat umum tahunannya pada 1951, semakin banyak aktivis nasionalis militan Afrika yang mendapatkan jabatan tinggi, dan partai tersebut secara resmi menyerukan agar Kenya merdeka dalam waktu tiga tahun.[183] Pada Januari 1952, anggota KAU membentuk Komite Pusat rahasia dengan sistem sel bawah tanah.[183] Kenyatta tidak mampu mengendalikan mereka.[181] Ia merasa semakin frustrasi, dan ia juga merasa sendirian karena ia tidak punya rekan intelektual seperti di Britania.[204]

Pengadilan: 1952–1953

Kami orang Afrika adalah mayoritas [di Kenya], dan kami seharusnya punya pemerintahan sendiri. Bukan berarti kami tidak mempertimbangkan orang kulit putih, asalkan kami memegang jabatan penting. Kami ingin bersahabat dengan orang kulit putih. Kami tidak mau dikuasai oleh mereka.

— Kenyatta, dikutip oleh Daily Express, September 1952[205]

Pada Oktober 1952, Kenyatta ditangkap dan dibawa Nairobi, dan lalu ia diterbangkan ke Lokitaung, Kenya barat laut, yang merupakan salah satu tempat paling terpencil di negeri tersebut.[206] Dari situ, ia menulis surat kepada keluarganya untuk menjelaskan apa yang terjadi.[207] Aparat Kenya beranggapan bahwa dengan menahan Kenyatta, pergolakan sipil dapat diredam.[208] Banyak warga kulit putih yang ingin ia dibuang, tetapi pemerintah takut tindakan ini akan menjadikannya martir anti-kolonialisme.[209] Mereka berpikir bahwa lebih baik ia diadili dan dipenjara, walaupun pada saat itu belum ada dakwaan yang bisa dilayangkan kepadanya, sehingga mereka mulai menyelidiki berkas-berkas pribadi Kenyatta untuk mendapatkan bukti kegiatan terlarang.[208] Pada akhirnya, mereka mendakwa Kenyatta dan lima anggota senior KAU sebagai dalang Mau Mau, sebuah kelompok terlarang.[210] Sejarawan John M. Lonsdale menyatakan bahwa Kenyatta telah dijadikan "kambing hitam",[211] sementara sejarawan A. B. Assensoh belakangan mengatakan bahwa para aparat "tahu betul" Kenyatta tidak terlibat dalam kegiatan Mau Mau, tetapi mereka tetap ingin membungkam seruan kemerdekaannya.[212]

Pengadilan Kenyatta dilaksanakan di Kapenguria, sebuah daerah terpencil di dekat perbatasan dengan Uganda. Tempat ini dipilih karena aparat tidak ingin menarik perhatian ataupun kerumunan orang.[213] Orang-orang yang diadili adalah Kenyatta, Bildad Kaggia, Fred Kubai, Paul Ngei, Achieng Oneko, dan Kung'u Karumba; mereka dijuluki "Kapenguria Six".[208] Para terdakwa dibela oleh tim pengacara internasional dan multirasial yang melibatkan Diwan Chaman Lall, H. O. Davies, F. R. S. De Souza, dan Dudley Thompson, dan mereka dipimpin oleh pengacara dan anggota parlemen Britania Denis Nowell Pritt.[210] Keterlibatan Pritt menarik perhatian media;[210] selama pengadilan ini, ia ditekan oleh pemerintah dan menerima ancaman kematian.[214] Hakim yang terpilih, Ransley Thacker, baru saja pensiun dari Mahkamah Agung Kenya;[210] pemerintah tahu bahwa ia akan mendukung mereka, dan sang hakim diberikan £20.000 untuk menjalankan tugas ini.[215] Pengadilan berlangsung selama lima bulan: Rawson Macharia, saksi utama dari pihak penuntut, didapati telah bersaksi palsu.[216] Pihak penuntut gagal menemukan bukti kuat bahwa Kenyatta atau terdakwa lainnya terlibat dalam kegiatan Mau Mau.[217]

Walaupun begitu, pada April 1953, Hakim Thacker menyatakan mereka bersalah.[218] Ia menjatuhi mereka hukuman tujuh tahun kerja kasar, dan setelah menjalani hukuman, mereka dilarang meninggalkan kawasan tertentu tanpa izin.[219] Saat berbicara di hadapan pengadilan, Kenyatta mengatakan bahwa ia dan terdakwa lainnya tidak mengakui putusan hakim; mereka mengklaim bahwa pemerintah telah menjadikan mereka sebagai kambing hitam untuk membubarkan KAU.[220] Sejarawan Wunyabari O. Maloba belakangan menyebutnya "pengadilan politik yang dicurangi dengan hasil yang sudah ditentukan sedari awal".[215] Setelah putusan ini, pemerintah secara resmi melarang KAU pada Juni 1953,[221] dan kemudian menutup sebagian besar sekolah independen di Kenya, termasuk sekolah yang dikepalai Kenyatta.[221] Pemerintah juga menyita lahannya di Gatundu dan membongkar rumahnya.[222]

Kenyatta dan terdakwa lainnya dikirim kembali ke Lokitaung. Mereka ditahan di situ sembari menunggu hasil banding.[223] Pritt menyebutkan bahwa Thacker telah dipilih sebagai hakim di distrik yang salah, dan kesalahan ini dapat menihilkan seluruh proses pengadilan tersebut; Mahkamah Agung Kenya sepakat, sehingga Kenyatta dan yang lainnya dibebaskan pada Juli 1953, tetapi setelah itu mereka langsung ditangkap lagi.[223] Pemerintah membawa perkara ini ke Pengadilan Banding Afrika Timur, yang kemudian membatalkan putusan Mahkamah Agung pada bulan Agustus.[223] Proses banding berlanjut pada Oktober 1953, dan pada Januari 1954 Mahkamah Agung mempertahankan vonis bersalah kepada mereka semua kecuali Oneko.[224] Pritt akhirnya membawa perkara ini ke Privy Council di London, tetapi mereka menolak permohonannya tanpa memberikan penjelasan. Pritt belakangan mengatakan bahwa sebenarnya pembelaan yang ia berikan merupakan salah satu yang terkuat sepanjang kariernya.[225] Menurut Murray-Brown, pertimbangan yang kemungkinan menentukan hasil dari perkara tersebut adalah pertimbangan politik dan bukan pertimbangan hukum.[224]

Pemenjaraan: 1954–1961

 
Anak-anak Tanzania dengan tulisan yang menuntut pembebasan Kenyatta pada Maret 1961.

Selama proses banding, sebuah penjara telah dibangun di Lokitaung. Kenyatta dan empat orang lainnya kemudian dijebloskan ke situ.[226] Keempat tahanan lainnya dipaksa memecah batu di tengah matahari terik, tetapi Kenyatta karena sudah tua diangkat menjadi juru masak mereka. Ia setiap harinya menyiapkan makanan yang terdiri dari kacang dan mielie.[227] Pada tahun 1955, P. de Robeck diangkat menjadi District Officer, dan setelah itu Kenyatta dan para tahanan lainnya diperlakukan dengan lebih baik.[228] Pada April 1954, seorang panglima Mau Mau yang bernama Waruhiu Itote juga dijebloskan ke penjara tersebut. Kenyatta berteman dengannya dan mengajarkannya bahasa Inggris.[229] Pada tahun 1957, para tahanan telah terbagi menjadi dua kelompok yang saling berlawanan. Kenyatta dan Itote berada di satu pihak, sementara anggota KAU yang lain (yang menyebut diri mereka "Partai Demokrat Nasional" berada di pihak lain.[230] Pernah ada suatu kejadian ketika salah satu musuh Kenyatta mencoba menikamnya saat sarapan.[231] Kesehatan Kenyatta memburuk di penjara; penggunaan borgol telah membuat sakit kakinya, dan ia juga mengidap dermatitis di sekujur tubuhnya.[232]

Kenyatta sendiri menjadi martir politik di mata banyak orang Kenya.[194] Seorang pegiat antikolonial dari suku Luo, Jaramogi Oginga Odinga, adalah orang pertama yang secara terbuka menyerukan agar Kenyatta dilepas, dan hal ini juga didukung oleh tokoh-tokoh antikolonial Kenya lainnya.[233] Pada 1955, penulis Britania Montagu Slater (seorang sosialis yang bersimpati dengan Kenyatta) merilis buku The Trial of Jomo Kenyatta.[234] Pada tahun 1958, Rawson Macharia, saksi kunci dalam pengadilan Kenyatta, menandatangani pernyataan bahwa sumpahnya palsu; hal ini menarik perhatian media.[235] Pada akhir dasawarsa 1950-an, Kenyatta yang berada di penjara telah menjadi simbol nasionalisme Afrika.[236]

Setelah menjalani hukumannya, pada April 1959 Kenyatta dilepaskan dari Lokitaung.[237] Pemerintah Kenya lalu membatasi pergerakannya dan memaksanya untuk tinggal di daerah terpencil di Lodwar. Di tempat itu pun ia harus melapor kepada komisioner distrik dua kali sehari.[238] Di situ, istrinya, Ngina, juga ikut datang.[239] Pada Oktober 1961, ia melahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Uhuru, dan kemudian seorang anak perempuan yang bernama Nyokabi dan satu anak laki-laki lagi yang bernama Muhoho.[240] Kenyatta menghabiskan waktu selama dua tahun di Lodwar.[241] Gubernur Kenya Patrick Muir Renison bersikeras bahwa tindakan ini diperlukan; dalam pidatonya yang disampaikan pada Maret 1961, ia menyebut Kenyatta sebagai "pemimpin Afrika menuju kegelapan dan kematian", dan menurutnya jika ia dilepaskan, kekerasan akan merebak.[242]

   
Beberapa orang yang menuntut pembebasan Kenyatta adalah Julius Nyerere dari Tanganyika dan Kwame Nkrumah dari Ghana.

Penahanan tanpa ada batasan waktu ini dianggap oleh dunia internasional sebagai bentuk kekejaman imperialisme Britania.[243] Seruan untuk membebaskannya dilontarkan oleh pemerintah Tiongkok,[244] India di bawah kepemimpinan Nehru,[245] dan Tanganyika di bawah Julius Nyerere.[246] Kwame Nkrumah (yang kenal dengan Kenyatta sejak dasawarsa 1940-an dan pada saat itu menjabat sebagai Presiden Ghana yang baru saja merdeka) secara pribadi membahas isu ini di hadapan Perdana Menteri Harold Macmillan dan pejabat-pejabat Britania lainnya,[247] dan pemerintah Ghana menawarkan suaka kepada Kenyatta apabila ia dilepaskan.[248] Konferensi Bangsa-bangsa Seluruh Afrika yang digelar di Tunis pada tahun 1960 dan Kairo pada tahun 1961 mengeluarkan resolusi yang menyerukan pembebasannya.[236] Dari dalam negeri, seruan pembebasan Kenyatta juga disampaikan oleh Kenya Indian Congress,[249] sementara jajak pendapat yang dilakukan oleh pemerintah kolonial menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk asli kulit hitam ingin agar ia dibebaskan.[250]

Pada saat itu, pemerintah Britania sudah bisa menerima bahwa kemerdekaan Kenya sudah tak terhindarkan lagi. Britania telah kehilangan banyak jajahannya di Asia, dan MacMillan juga sudah menyampaikan pidato "Wind of Change" (Angin Perubahan).[251] Pada Januari 1960, pemerintah Britania menyatakan niatnya untuk melepaskan Kenya.[252] Mereka mengundang perwakilan-perwakilan dari gerakan antikolonial Kenya untuk membahas proses peralihan di Lancaster House, London. Mereka sepakat bahwa pemilu akan digelar untuk memilih 65 anggota Dewan Legislatif, dan 33 kursi dikhususkan untuk orang kulit hitam, 20 untuk kelompok etnis lain, dan 12 untuk "anggota nasional" yang dipilih oleh pemilih dari segala latar belakang ras.[212] Tampak jelas bagi semua orang pada saat itu bahwa Kenyatta akan menjadi tokoh penting dalam panggung perpolitikan Kenya.[253]

Setelah perundingan Lancaster House, gerakan antikolonial telah terpecah menjadi dua kelompok yaitu Kenya African National Union (KANU) yang didominasi oleh suku Kikuyu dan Luo, serta Kenya African Democratic Union (KADU) yang dipimpin oleh anggota kelompok-kelompok etnis yang lebih kecil seperti Kalenjin dan Maasai.[254] Pada Mei 1960, KANU mencalonkan Kenyatta sebagai kepalanya, tetapi pemerintah Britania memvetonya dan bersikeras bahwa Kenyatta adalah dalang di balik gerakan Mau Mau.[255] KANU lalu menyatakan bahwa mereka menolak ikut serta dalam pemerintahan kecuali jika Kenyatta dibebaskan.[256] Menjelang pemilihan umum Kenya 1961, KANU berkampanye dengan menggunakan isu penahanan Kenyatta, dan akhirnya mereka mendapatkan suara terbanyak.[257] Namun, KANU menolak membentuk pemerintahan, dan yang akhirnya bertindak adalah KADU dan partai-partai kecil lainnya.[258] Kenyatta mengamati perkembangan ini, tetapi ia menolak memihak KANU ataupun KADU[259] dan malah menginginkan agar kedua partai ini bersatu.[260]

Mempersiapkan kemerdekaan: 1961–1963

Renison memutuskan untuk melepaskan Kenyatta sebelum Kenya memperoleh kemerdekaannya. Hal ini dilakukan agar rakyat Kenya tidak memilih orang-orang yang dianggap sebagai ekstremis oleh Renison.[261] Pada April 1961, pemerintah menerbangkan Kenyatta ke Maralal. Di hadapan wartawan, ia mengatakan bahwa ia tidak bersalah, tetapi ia juga tidak menaruh dendam terhadap orang-orang yang telah menzaliminya.[262] Ia kembali menegaskan bahwa ia tidak pernah mendukung kekerasan ataupun sistem sumpah ilegal yang dilakukan oleh Mau Mau,[263] dan ia juga menampik bahwa ia pernah menjadi seorang Marxis: "Aku akan selalu tetap menjadi seorang Nasionalis Afrika hingga akhir".[264] Pada bulan Agustus, ia dipindah ke Gatundu di Kikuyuland, dan di tempat itu ia disambut oleh kerumunan sekitar 10.000 orang.[265] Pemerintah kolonial telah membangun sebuah rumah baru untuknya sebagai pengganti rumah lama yang sudah dirobohkan.[266] Kenyatta lalu pergi ke kota-kota seperti Nairobi dan Mombasa untuk tampil di muka umum.[267] Kenyatta mencoba untuk menjadikan dirinya sebagai satu-satunya calon pemimpin masa depan Kenya yang masuk di akal.[268] Pada bulan Agustus, ia bertemu dengan Renison di Kiambu,[269] dan ia diwawancarai oleh Face to Face BBC.[267] Pada Oktober 1961, Kenyatta secara resmi bergabung dengan KANU dan menerima tugas sebagai pemimpinnya.[270] Pada Januari 1962, ia terpilih sebagai anggota Dewan Legislatif dari Partai KANU untuk daerah pilih Fort Hall. Ia tidak memiliki tandingan sama sekali, dan pemilihan ini sendiri diadakan setelah anggota dewan petahana, Kariuki Njiiri, mengundurkan diri.[271]

 
Kenyatta menjadi sahabat karib Gubernur Kenya yang terakhir, Malcolm MacDonald, yang membantu mempercepat persiapan kemerdekaan Kenya.

Kenyatta juga berkunjung ke tempat-tempat lain di Afrika. Ia mendatangi Tanganyika pada Oktober 1961 dan Etiopia pada bulan November setelah ia menerima undangan dari kedua negara tersebut.[272] Isu penting yang dihadapi Kenya adalah sengketa perbatasan dengan Somalia di Provinsi Timur Laut. Orang Somalia menghuni wilayah ini dan mengklaim bahwa daerah tersebut seharusnya tidak menjadi wilayah Kenya.[273] Kenyatta tidak setuju dan bersikeras bahwa wilayah tersebut adalah wilayah Kenya.[274] Pada Juni 1962, Kenyatta mengunjungi Mogadishu untuk membahas permasalahan ini dengan pemerintah Somalia, tetapi kedua belah pihak tidak dapat mencapai kesepakatan.[275]

Kenyatta berusaha agar ia dipercayai oleh kaum kulit putih. Pada tahun 1962, minoritas kulit putih menghasilkan 80% ekspor negara dan merupakan bagian yang sangat penting dalam ekonomi Kenya, tetapi dari tahun 1962 hingga 1963 banyak dari mereka yang pergi dari Kenya dengan jumlah orang yang beremigrasi sekitar 700 orang per bulan; Kenyatta takut hal ini akan mengakibatkan pelarian modal manusia dan kekurangan tenaga kerja terampil yang dapat merusak ekonomi.[276] Ia juga sadar bahwa kepercayaan dari minoritas kulit putih sangat berdampak terhadap upaya untuk menarik penanam modal Barat.[277] Kenyatta menegaskan bahwa jika ia berkuasa, ia tidak akan memecat pegawai negeri kulit putih kecuali jika ada orang kulit hitam yang bisa menggantikan mereka.[278] Dalam upayanya ini, ia cukup berhasil sampai-sampai ada beberapa tokoh kulit putih Kenya yang mendukung KANU dalam pemilu yang berikutnya.[279]

Pada tahun 1962, Kenyatta kembali ke London untuk menghadiri salah satu konferensi di Lancaster House.[280] Di tempat tersebut, utusan KANU dan KADU bertemu dengan pejabat-pejabat Britania untuk merumuskan konstitusi yang baru.[281] KADU ingin membentuk sebuah negara federal yang didasarkan pada sistem Majimbo dengan enam pemerintahan daerah yang otonom, badan legislatif yang terdiri dari dua kamar, dan Dewan Federal Menteri-menteri di pusat yang akan memilih ketua yang berperan sebagai kepala pemerintahan untuk masa jabatan selama setahun. Pemerintah Renison dan sebagian besar dari warga kulit putih mendukung sistem ini, karena dengan ini tidak akan ada pemerintahan pusat yang dapat memaksakan kebijakan yang radikal.[282] KANU menentang Majimbo karena dianggap memenuhi kepentingan golongan tertentu dan tidak memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang di Kenya; mereka juga bersikeras agar kepala pemerintahannya dipilih rakyat.[283] Atas desakan dari Kenyatta, KANU mau memberikan ruang kepada beberapa tuntutan dari KADU; ia tahu betul bahwa ia bisa mengubah konstitusi begitu ia sudah berkuasa.[284] Konstitusi yang baru membagi Kenya menjadi enam daerah, masing-masing memiliki sebuah majelis daerah, tetapi ada juga pemerintah pusat yang kuat dengan dewan tinggi dan rendah.[281] Mereka sepakat bahwa pemerintah koalisi sementara akan didirikan pascakemerdekaan, dan beberapa politikus KANU akan mendapatkan jabatan menteri.[285] Kenyatta menerima jabatan Menteri Urusan Konstitusional dan Perencanaan Ekonomi.[286]

Pemerintah Britania merasa Renison kurang rukun dengan penduduk asli Afrika, sehingga ia digantikan oleh Malcolm MacDonald pada Januari 1963.[287] MacDonald dan Kenyatta menjadi sahabat karib;[288] MacDonald menyebut Kenyatta sebagai "calon Perdana Menteri terbijak dan mungkin terkuat serta paling populer dari suatu bangsa yang akan merdeka".[289] MacDonald mempercepat rencana untuk mewujudkan kemerdekaan Kenya, karena ia merasa bahwa jika proses ini tertunda, kaum nasionalis Afrika akan semakin radikal.[290] Penyelenggaraan pemilihan umum direncanakan untuk bulan Mei, sementara pemerintahan sendiri dibentuk pada bulan Juni, dan Kenya akhirnya memperoleh kemerdekaan secara utuh pada bulan Desember.[291]

Kepemimpinan

Perdana Menteri: 1963–1964

Dalam pemilu Mei 1963, KANU berhadapan dengan KADU, Akamba People's Party, dan calon-calon legislatif yang independen.[292] KANU berhasil memenangkan pemilu ini dan memperoleh 83 dari 124 kursi di Dewan Perwakilan Kenya;[279] pemerintah yang dikuasai oleh KANU pun menggantikan koalisi yang sebelumnya.[293] Pada 1 Juni 1963, Kenyatta disumpah sebagai perdana menteri pemerintahan Kenya yang otonom.[294] Kenya tetap menjadi sebuah monarki dengan Ratu Elizabeth II sebagai kepala negara.[295] Pada November 1963, pemerintah Kenyatta memberlakukan sebuah undang-undang yang melarang sikap tidak hormat kepada Perdana Menteri dengan pengasingan sebagai hukumannya.[296] Sosok Kenyatta menjadi aspek utama dalam pendirian negara Kenya yang baru.[296] Pada bulan Desember, Delamere Avenue di Nairobi diganti namanya menjadi Kenyatta Avenue,[297] dan patungnya yang terbuat dari perunggu didirikan di sebelah gedung Majelis Nasional.[296] Foto Kenyatta dipajang di jendela toko,[296] dan wajahnya juga muncul di mata uang yang baru.[296] Pada tahun 1964, Oxford University Press menerbitkan kumpulan pidato Kenyatta dengan judul Harambee!.[298]

 
Kenyatta awalnya sepakat untuk menggabungkan Kenya dengan Tanganyika, Uganda, dan Zanzibar untuk membentuk Federasi Afrika Timur (gambar: usulan tahun 1960-an), walaupun belakangan ia menarik kembali komitmennya.

Kabinet pertama Kenyatta tidak hanya melibatkan orang Kikuyu, tetapi juga orang Luo, Kamba, Kisii, dan Maragoli.[299] Pada Juni 1963, Kenyatta bertemu dengan Julius Nyerere dan Presiden Uganda Milton Obote di Nairobi. Mereka bertiga membahas kemungkinan untuk menggabungkan ketiga negara mereka (ditambah Zanzibar) menjadi Federasi Afrika Timur, dan mereka sepakat bahwa hal ini akan terwujud pada akhir tahun.[300] Secara pribadi, Kenyatta merasa enggan, dan pada tahun 1964 federasi ini pada akhirnya tidak dibentuk.[301] Banyak tokoh radikal di Kenya yang mendesaknya untuk melaksanakan hal ini;[302] pada Mei 1964, Kenyatta menolak resolusi di parlemen yang meminta agar federasi lebih cepat didirikan.[301] Ia menyatakan di muka umum bahwa perbincangan mengenai federasi sedari awal merupakan dalih untuk mempercepat kemerdekaan Kenya, tetapi Nyerere menampik kebenaran pernyataan ini.[301]

Kenyatta terus berupaya membina hubungan baik dengan orang-orang kulit putih, dan pada Agustus 1963 ia bertemu dengan 300 petani kulit putih di Nakuru. Ia meyakinkan mereka bahwa mereka akan tetap aman dan diterima di negara Kenya yang merdeka, dan ia juga berbicara soal memaafkan dan melupakan konflik masa lalu.[303] Walaupun ia terus berupaya mendapatkan dukungan dari kaum kulit putih, ia tidak melakukan hal yang sama untuk minoritas India di Kenya.[304] Seperti banyak penduduk asli di Kenya, Kenyatta tidak menyukai komunitas ini walaupun banyak orang India yang juga bersumbangsih dalam memperjuangkan kemerdekaan Kenya.[305] Ia juga mengajak pejuang Mau Mau yang tersisa untuk keluar dari hutan dan bergabung bersama masyarakat.[277] Pada masa kekuasaan Kenyatta, banyak dari mereka yang menganggur, dan pengangguran adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh pemerintahannya.[305]

Perayaan yang menandai kemerdekaan Kenya digelar pada 12 Desember 1963 di sebuah stadion yang dibangun secara khusus. Pada kesempatan ini, Pangeran Philip, Adipati Edinburgh sebagai perwakilan monarki Britania secara resmi menyerahkan Kenya kepada Kenyatta.[306] Tokoh-tokoh penting dari kelompok Mau Mau juga hadir dalam acara ini.[307] Dalam pidatonya, Kenyatta menyebut hari tersebut sebagai "hari terbesar dalam sejarah Kenya dan yang paling bahagia dalam hidupku."[308] Edna dan Peter juga didatangkan untuk upacara ini, dan di Kenya mereka disambut oleh istri-istri Kenyatta yang lain.[309]

Kenya masih berselisih dengan Somalia perihal wilayah sengketa di Distrik Perbatasan Timur Laut. Pada masa kekuasaan Kenyatta, Somalia menjadi salah satu ancaman terbesar bagi pemerintahannya.[310] Untuk meredam kekerasan yang dipicu oleh gerilyawan shifta Somalia, Kenyatta mengirim pasukan ke wilayah tersebut pada Desember 1963. Pada September 1964, ia memberikan kepada mereka wewenang untuk melakukan penangkapan dan menyita barang di Distrik Perbatasan Timur Laut.[311] Angkatan Darat Britania dikirim untuk membantu pasukan Kenya di kawasan tersebut.[312] Kenyatta juga menghadapi perlawanan di dalam negeri: pada Januari 1964, beberapa golongan dari angkatan darat memberontak di Nairobi, dan Kenyatta memanggil Angkatan Darat Britania untuk memadamkan pemberontakan ini.[313] Pemberontakan serupa juga meletus pada bulan yang sama di Uganda dan Tanganyika.[313] Kenyatta dibuat murka dan terguncang oleh pemberontakan ini.[314] Di hadapan umum ia mengutuk para pemberontak dan menegaskan pentingnya hukum dan ketertiban di Kenya.[315] Untuk mencegah pergolakan militer, ia meninjau kembali gaji untuk tentara, polisi, dan sipir, dan kemudian ia menaikkan gaji mereka.[314] Kenyatta juga ingin meredam perlawanan di parlemen. Atas desakan dari Kenyatta, pada November 1964 KADU secara resmi bubar dan para anggota perwakilannya bergabung dengan KANU.[316] Dua anggota senior KADU, Ronald Ngala dan Daniel arap Moi, kemudian menjadi pendukung Kenyatta yang sangat setia.[317] Semenjak itu, Kenya secara de facto menjadi negara satu partai.[318]

Kepresidenan: 1964–1978

 
Bendera kepresidenan Jomo Kenyatta yang mulai digunakan pada tahun 1970.

Pada Desember 1964, Kenya secara resmi dinyatakan sebagai sebuah republik.[319] Kenyatta menjadi presidennya,[320] dan ia memiliki peranan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.[321] Pada tahun 1965 dan 1966, ditetapkan berbagai amandemen konstitusi yang memperkuat wewenang presiden.[322] Sebagai contoh, amandemen pada Mei 1966 memberikan wewenang kepada presiden untuk memerintahkan penahanan seseorang tanpa melalui pengadilan terlebih dahulu apabila ia merasa bahwa keamanan negara sedang terancam.[323] Kenyatta berupaya mendapatkan dukungan dari kelompok etnis terbesar kedua di Kenya, yaitu suku Luo, sehingga ia mengangkat Luo Oginga Odinga sebagai wakil presiden.[324] Suku Kikuyu (yang mewakili sekitar 20% populasi Kenya) masih menjadi kelompok yang paling banyak memegang jabatan pemerintahan.[325] Hal ini menimbulkan anggapan bahwa kemerdekaan Kenya sama dengan penggantian kekuasaan elit Britania menjadi elit Kikuyu.[305]

Seruan untuk melupakan dan memaafkan masa lalu menjadi dasar pemerintahannya.[326] Ia masih mempertahankan beberapa unsur dari zaman kolonial, khususnya yang terkait dengan hukum dan ketertiban.[327] Struktur kepolisian dan militer dibiarkan utuh.[327] Orang kulit putih masih memegang jabatan senior di lembaga kehakiman, kepegawaian negeri, dan parlemen,[328] sementara tokoh kulit putih Bruce Mackenzie dan Humphrey Slade menjadi salah satu pejabat tinggi Kenyatta.[329] Walaupun begitu, pemerintahan Kenyatta menolakan gagasan yang hendak mengizinkan orang kulit putih dan India memiliki kewarganegaraan ganda, karena ia ingin agar mereka benar-benar setia kepada negara Kenya.[330] Pemerintahannya menekan klub-klub khusus orang kulit putih agar mereka melaksanakan kebijakan multirasial.[331] Kemudian, pada tahun 1964, sekolah-sekolah khusus orang Eropa juga menerima siswa Afrika dan India.[331]

Pemerintah Kenyatta meyakini bahwa mereka perlu menumbuhkembangkan budaya nasional Kenya.[332] Maka dari itu, mereka mencoba meningkatkan martabat budaya asli Afrika yang sebelumya dianggap "primitif" oleh para misionaris dan pejabat kolonial.[333] East African Literature Bureau dibentuk untuk menerbitkan karya-karya penulis dengan latar belakang penduduk asli.[334] Kenya Cultural Centre mendukung seni dan musik karya penduduk asli, sementara ratusan grup musik dan tarian tradisional dibentuk; Kenyatta secara pribadi bersikeras agar pertunjukan-pertunjukan semacam ini digelar di semua perayaan nasional.[335] Pemerintahannya berupaya melestarikan monumen sejarah dan budaya. Nama-nama jalan dari zaman kolonial juga diganti, sementara simbol-simbol kolonialisme (seperti patung pemukim Britania Hugh Cholmondeley di pusat kota Nairobi) diturunkan.[334] Pemerintah berupaya menggalakkan penggunaan bahasa Swahili sebagai bahasa nasional, walaupun bahasa Inggris tetap menjadi bahasa utama dalam debat parlemen dan juga di sekolah dan universitas.[333] Walaupun begitu, sejarawan Robert M. Maxon mengatakan bahwa "tidak ada budaya nasional yang muncul pada zaman Kenyatta"; kebanyakan karya seni dan budaya yang ada lebih menunjukkan ciri khas dari kelompok etnis tertentu, sementara budaya Barat sangat memengaruhi kelompok elit di Kenya.[336]

Kebijakan ekonomi

Ekonomi Kenya sangat dibentuk oleh penjajahan yang pernah dialaminya. Negara tersebut bertumpu kepada sektor pertanian, sementara industrinya sangat terbatas. Ekonominya juga bergantung kepada ekspor barang primer sementara mereka mengimpor barang-barang jadi.[337] Pada masa kepemimpinan Kenyatta, struktur ekonomi semacam ini tidak banyak berubah. Negara ini masih bergantung pada ekspor dan didominasi oleh perusahaan multinasional dan modal asing.[338] Kebijakan ekonomi Kenyatta bersifat kapitalis dan mendukung kewirausahaan.[339] Ia tidak benar-benar melaksanakan kebijakan sosialis;[340] fokusnya adalah pada pertumbuhan ekonomi dan bukan pada pemerataan.[341] Pemerintah menetapkan undang-undang untuk menarik modal asing, dan mereka juga mengakui bahwa Kenya membutuhkan tenaga ahli dari luar negeri untuk membantu meningkatkan pertumbuhan ekonominya.[342] Pada masa kekuasaan Kenyatta, perusahaan-perusahaan Barat menganggap Kenya sebagai tempat yang aman dan menguntungkan untuk berinvestasi;[343] dari tahun 1964 hingga 1970, investasi dan industri asing berskala besar di Kenya hampir berlipat ganda.[341]

 
Kenyatta di sebuah acara pameran pertanian pada tahun 1968.

Di sisi lain, Kenyatta di muka umum mengklaim bahwa ia akan mendirikan sebuah negara sosialis demokratik yang akan melakukan pemerataan ekonomi dan sosial.[344] Pada tahun 1965, ketika Thomas Mboya menjabat sebagai menteri perencanaan dan pembangunan, pemerintah mengeluarkan sebuah makalah berjudul "African Socialism and its Application to Planning in Kenya", yang secara resmi mengumandangkan komitmen negara terhadap model ekonomi "sosialis Afrika".[345] Makalah ini mengusulkan sebuah ekonomi campuran dengan peranan yang penting dari modal swasta,[346] sementara pemerintah Kenyatta menyatakan bahwa mereka hanya akan mempertimbangkan nasionalisasi apabila keamanan nasional memang terancam.[347] Kritikus dari sayap kiri menyerangnya karena "sosialisme Afrika" yang dikemukakan dalam dokumen tersebut tidak benar-benar beralih dari ekonomi kolonial.[348]

Sektor pertanian dan industri Kenya didominasi oleh orang kulit putih, sementara perdagangannya dikuasai oleh orang India; salah satu isu paling mendesak yang dihadapi Kenyatta adalah upaya agar ekonomi Kenya dikendalikan oleh penduduk asli.[341] Orang-orang kulit hitam semakin banyak yang tidak menyukai dominasi orang India di sektor usaha kecil,[349] dan pemerintah Kenyatta juga menekan usaha-usaha yang dimiliki oleh orang India dengan maksud untuk menggantikannya dengan usaha-usaha yang dimiliki oleh orang Afrika.[350] Sebuah makalah pemerintah dari tahun 1965 menjanjikan "afrikanisasi" terhadap ekonomi Kenya,[351] dan pemerintah juga semakin menggalakkan "kapitalisme kulit hitam".[350] Pemerintah mendirikan Industrial and Commercial Development Corporation untuk memberikan pinjaman kepada usaha milik kulit hitam,[350] dan mengamankan 51% saham di Kenya National Assurance Company.[352] Pada tahun 1965, pemerintah mendirikan Kenya National Trading Corporation agar penduduk asli dapat menguasai perdagangan komoditas-komoditas penting,[353] sementara Trade Licensing Act 1967 mengatur bahwa mereka yang bukan warga negara tidak boleh terlibat dalam perdagangan beras, gula, dan jagung.[354] Pada dasawarsa 1970-an, sektor yang juga tidak boleh dirambah oleh orang asing adalah sabun, semen, dan tekstil.[353] Orang-orang India yang memiliki kewarganegaraan Britania terkena dampak dari kebijakan ini.[355] Antara akhir tahun 1967 dan awal tahun 1968, semakin banyak orang India Kenya yang pindah ke Britania;[356] pada Februari 1968, banyak dari mereka yang pindah sebelum perubahan undang-undang di Britania Raya mencabut hak mereka untuk melakukan hal tersebut.[357] Kenyatta sendiri tidak bersimpati kepada mereka yang pergi dari Kenya.[357]

Pada masa kepemimpinan Kenyatta, korupsi merajalela di pemerintahan dan dunia usaha.[358] Kenyatta dan keluarganya terkait dengan tindakan korupsi, dan mereka memperkaya diri mereka dengan membeli properti dalam jumlah besar setelah tahun 1963.[359] Pemerolehan properti di Provinsi Pusat, Provinsi Rift Valley, dan Provinsi Pesisir telah membuat murka orang-orang Kenya yang tak memiliki lahan.[360] Keluarganya memanfaatkan jabatan presiden yang dimiliki oleh Kenyatta untuk menyingkirkan halangan administratif atau hukum demi upaya mereka untuk mendapatkan properti.[361] Keluarga Kenyatta juga menanamkan banyak modal dalam usaha hotel di pesisir, dan Kenyatta sendiri adalah pemilik Leonard Beach Hotel.[362] Usaha-usaha lain yang juga dirambah oleh keluarga Kenyatta adalah penambangan mirah delima di Taman Nasional Tsavo, usaha kasino, perdagangan arang (yang mengakibatkan penggundulan hutan), dan perdagangan gading.[363] Media Kenya (yang kebanyakan setia kepada Kenyatta) tidak menggali isu ini;[364] baru setelah Kenyatta meninggal mulai muncul laporan mengenai korupsi yang dilakukan oleh keluarganya.[365] Laporan mengenai korupsi yang dilakukan oleh keluarga Kenyatta lebih diketahui di Britania Raya pada masa itu, walaupun banyak sahabatnya di Britania (termasuk McDonald dan Brockway) yang meyakini bahwa Kenyatta tidak terlibat secara langsung.[366]

Reformasi lahan, kesehatan, dan pendidikan

 
Kenyatta bersama dengan Presiden Malawi Hastings Banda.

Isu kepemilikan lahan menjadi salah satu keluhan terbesar rakyat Kenya terhadap penjajah Britania.[367] Sebagai bagian dari perundingan di Lancaster House, pemerintah Britania bersedia memberikan £27 juta kepada Kenya untuk membeli lahan orang kulit putih dan kemudian membagikannya kepada penduduk asli.[368] Untuk memudahkan proses peralihan ini, Kenyatta menjadikan McKenzie (seorang petani kulit putih) sebagai Menteri Pertanian dan Lahan.[368] Pemerintahan Kenyatta mendukung pendirian perusahaan pembeli lahan swasta yang sering kali dikepalai oleh seorang politikus.[369] Pemerintah menjual atau menyewakan lahan kepada perusahaan-perusahaan ini, yang kemudian dibagi-bagi oleh para pemilik sahamnya.[369] Dengan cara ini, program redistribusi lahan pada masa Kenyatta menguntungkan para pendukung utama partai penguasa.[370] Kenyatta sendiri memperluas lahan yang ia miliki di Gatundu.[305] Orang Kenya yang mengklaim lahan atas dasar kepemilikan oleh nenek moyang mendapati bahwa lahan tersebut malah diserahkan kepada orang lain.[370] Maka orang-orang mulai mengutuk program redistribusi ini; pada tahun 1969, seorang anggota parlemen yang bernama Jean-Marie Seroney mengecam penjualan lahan milik suku Nandi di daerah Rift Valley kepada pihak yang bukan Nandi, dan ia menyebut hal ini sebagai "penjajahan Kenyatta di daerah Rift".[371]

Pada masa pemerintahan Kenyatta, semakin banyak orang desa yang pindah ke kota, salah satunya akibat tingkat pengangguran yang tinggi di pedesaan.[372] Akibatnya, tingkat pengangguran di daerah perkotaan semakin memburuk. Jumlah perumahan di kota juga tidak cukup untuk menampung mereka, alhasil muncul permukiman-permukiman kumuh dan tingkat kejahatan juga meningkat.[373] Kenyatta mencoba menghentikan perpindahan dari desa ke kota, tetapi upaya ini tidak membuahkan hasil.[374] Pemerintahan Kenyatta sangat ingin mengendalikan serikat buruh di Kenya karena mereka takut serikat-serikat ini dapat mengganggu jalannya ekonomi.[352] Untuk itu, pemerintah menekankan pentingnya skema-skema kesejahteraan sosial alih-alih lembaga industri tradisional,[352] dan pada tahun 1965 pemerintah mengubah Kenya Federation of Labour menjadi Central Organization of Trade (COT), sebuah lembaga yang sangat dikendalikan oleh pemerintah.[375] Mogok kerja tidak boleh dilakukan di Kenya tanpa izin dari COT.[376] Pemerintah juga mengambil tindakan untuk mengafrikanisasi para pegawai negeri, dan pada pertengahan tahun 1967 persentase pegawai negeri yang berasal dari penduduk asli Afrika sudah mencapai 91%.[377] Pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an, sektor publik berkembang lebih cepat daripada sektor swasta.[378] Pertumbuhan sektor publik membantu mendorong pertumbuhan kelas menengah dari kalangan penduduk asli di Kenya.[379]

 
Universitas Nairobi, lembaga pendidikan tinggi pertama di Kenya, didirikan pada masa pemerintahan Kenyatta.

Pada masa pemerintahan Kenyatta, fasilitas pendidikan juga terus ditingkatkan.[380] Pada Juni 1963, Kenyatta memerintahkan kepada Komisi Ominda untuk menentukan kerangka yang dapat memenuhi kebutuhan pendidikan Kenya.[381] Laporan yang dihasilkan menetapkan tujuan jangka panjang untuk mewujudkan pendidikan dasar yang gratis untuk semua, tetapi lembaga ini juga menyatakan bahwa pemerintah perlu memusatkan perhatiannya pada pendidikan menengah dan tinggi untuk memfasilitasi pelatihan penduduk asli Afrika yang dapat mengisi jabatan pegawai negeri dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang memerlukan pendidikan tinggi.[382] Antara tahun 1964 hingga 1966, jumlah sekolah dasar di Kenya bertambah 11,6%, dan jumlah sekolah menengah bertambah 80%.[382] Pada saat Kenyatta menjemput ajalnya, universitas pertama Kenya (Universitas Nairobi dan Universitas Kenyatta) sudah didirikan.[383] Walaupun Kenyatta meninggal sebelum dapat mewujudkan pendidikan dasar yang gratis untuk semua, negara ini telah mengalami kemajuan dalam hal tersebut: 85% anak-anak Kenya menerima pendidikan dasar, dan dalam waktu satu dasawarsa setelah kemerdekaan, sekolah-sekolah Kenya telah melatih cukup banyak penduduk asli Afrika untuk mengisi jabatan pegawai negeri.[384]

Hal lain yang menjadi prioritas bagi pemerintah Kenyatta adalah layanan kesehatan.[385] Tujuan jangka panjang pemerintahan Kenyatta adalah mendirikan sistem layanan medis yang gratis untuk semua.[386] Dalam jangka pendek, pemerintah ingin meningkatkan jumlah dokter dan perawat sembari mengurangi jumlah tenaga medis dari luar negeri.[385] Pada tahun 1965, pemerintah menyediakan layanan medis gratis untuk pasien rawat jalan dan anak-anak.[386] Pada saat Kenyatta meninggal dunia, sebagian besar orang Kenya dapat mengakses layanan kesehatan yang lebih baik bila dibandingkan dengan zaman kolonial.[386] Sebelum Kenya merdeka, rata-rata harapan hidup di negara tersebut hanya 45, tetapi pada akhir dasawarsa 1970-an angkanya sudah meningkat menjadi 55, yang merupakan angka harapan hidup tertinggi kedua di Afrika Sub-Sahara.[387] Berkat layanan medis yang semakin baik, tingkat kematian juga menurun sementara tingkat kelahiran tetap tinggi, akibatnya jumlah penduduk Kenya tumbuh pesat; dari tahun 1962 hingga 1979, pertumbuhan penduduk Kenya hampir mencapai 4% dalam setahun, yang merupakan tingkat pertumbuhan tertinggi di dunia pada masa itu.[388] Hal ini memberatkan pelayanan sosial; pemerintah Kenyatta berupaya menggalakkan program keluarga berencana untuk menekan angka kelahiran, tetapi upaya ini tidak terlalu berhasil.[389]

Kebijakan luar negeri

 
Kenyatta bertemu dengan delegasi Amerika dari Congress of Racial Equality, termasuk di antaranya adalah Roy Innis.

Akibat usianya yang sudah tua, Kenyatta jarang pergi ke luar Afrika Timur.[390] Pada masa pemerintahan Kenyatta, Kenya tidak banyak terlibat dalam urusan negara lain, termasuk negara yang tergabung dalam Komunitas Afrika Timur.[240] Walaupun ia tidak sepakat dengan pendirian Federasi Afrika Timur, pada Juni 1967 ia menandatangani Perjanjian Kerja Sama Afrika Timur.[391] Pada bulan Desember, ia menghadiri pertemuan dengan perwakilan dari Tanzania dan Uganda untuk membentuk Komunitas Ekonomi Afrika Timur.[391] Ia juga berperan sebagai mediator selama Krisis Kongo dan mengepalai Komisi Konsiliasi Kongo yang dibentuk oleh Organisasi Kesatuan Afrika.[392]

Di tengah tekanan Perang Dingin,[393] Kenyatta secara resmi melaksanakan kebijakan positive non-alignment.[394] Kenyataannya, kebijakannya pro-Barat dan khususnya pro-Britania.[395] Kenya menjadi anggota Persemakmuran,[396] dan ia menjadikannya sebagai alat untuk menekan rezim apartheid di Afrika Selatan dan Rhodesia.[397] Britania tetap menjadi mitra dagang terdepan bagi Kenya, dan bantuan dari Britania kepada Kenya juga merupakan salah satu yang tertinggi di Afrika.[394] Pada tahun 1964, Kenya dan Britania Raya menandatangani nota kesepahaman,[394] sementara Special Air Service Britania secara khusus melatih penjaga pribadi Kenyatta.[398] Para komentator berpendapat bahwa hubungan Britania dengan Kenya pada masa Kenyatta merupakan bentuk neokolonialisme.[399] Walaupun begitu, Poppy Cullen menyatakan bahwa tidak terdapat "kendali neo-kolonial yang diktatorial" di Kenya pada masa Kenyatta.[394]

 
Jomo Kenyatta dan anaknya bertemu dengan Presiden Jerman Barat Heinrich Lübke pada tahun 1966.

Walaupun ada banyak orang kulit putih di Kenya yang menerima kekuasaan Kenyatta, kelompok kanan jauh tetap menentangnya. Saat ia berada di London untuk menghadiri Konferensi Perdana Menteri Persemakmuran 1964, ia diserang oleh Martin Webster, seorang neo-Nazi dari Britania.[400] Sementara itu, hubungan Kenyatta dengan Amerika Serikat terbilang hangat; United States Agency for International Development (USAID) berperan penting dalam menanggulangi kekurangan jagung di Kambaland pada tahun 1965.[401] Kenyatta juga membina hubungan baik dengan Israel meskipun negara-negara Afrika Timur lainnya bermusuhan dengan negara Yahudi tersebut;[402] sebagai contoh, Kenyatta mengizinkan pesawat-pesawat Israel mengisi bahan bakar di Kenya dalam perjalanan kembali dari Operasi Entebbe.[403] Di sisi lain, pada tahun 1976, Israel memperingatkan Kenyatta bahwa Tentara Pembebasan Palestina berencana membunuhnya, dan Kenyatta menganggap serius ancaman ini.[404]

Kenyatta dan pemerintahannya menentang komunisme.[405] Pada Juni 1965, ia memperingatkan: "Naif untuk berpikir bahwa tidak ada bahaya imperialisme dari Timur. Dalam perpolitikan dunia[,] Timur memiliki banyak rencana untuk memanfaatkan kita seperti halnya Barat dan [mereka] ingin memenuhi kepentingan mereka sendiri. Itulah kenapa kami menolak komunisme."[406] Pemerintahannya sering dikritik oleh kaum komunis dan tokoh-tokoh kiri lainnya, dan beberapa bahkan mengecapnya sebagai seorang fasis.[343] Saat pejabat Tiongkok Zhou Enlai mengunjungi Dar es Salaam, pernyataannya bahwa "Afrika siap untuk revolusi" jelas-jelas diarahkan kepada Kenya.[343] Pada tahun 1964, Kenyatta menyita persenjataan Tiongkok yang dikirim secara rahasia melalui wilayah Kenya ke Uganda. Obote secara pribadi mengunjungi Kenyatta untuk meminta maaf.[407] Pada Juni 1967, Kenyatta menyatakan Kuasa Usaha Tiongkok di Kenya sebagai persona non grata dan ia juga menarik duta besar Kenya di Beijing.[343] Hubungannya dengan Uni Soviet juga buruk; Kenyatta menutup Lembaga Lumumba (sebuah organisasi pendidikan yang mengambil nama dari pejuang kemerdekaan Kongo, Patrice Lumumba) karena lembaga tersebut dianggap sebagai cara Soviet untuk memengaruhi Kenya.[408]

Perlawanan dan negara satu partai

 
Kenyatta menghadiri Pameran Pertanian Eldoret tahun 1968.

Kenyatta dengan jelas menunjukkan keinginannya untuk menjadikan Kenya sebagai negara satu partai, karena menurutnya hal ini lebih baik untuk mempertahankan persatuan nasional bila dibandingkan dengan sistem multipartai.[409] Selama lima tahun pertama kemerdekaan Kenya, Kenyatta memperkuat kekuasaan pemerintah pusat,[410] dan ia menghilangkan otonomi provinsi-provinsi Kenya untuk mencegah terbentuknya basis kekuatan etnis tertentu.[411] Ia berpendapat bahwa kendali dari pusat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan daerah yang semakin tinggi dan juga membantu mendorong pembangunan ekonomi.[411] Pada tahun 1966, pemerintahan Kenyatta mendirikan sebuah komisi untuk mengkaji reformasi pemerintah daerah.[411] Pada tahun 1969, pemerintah mengesahkan Transfer of Functions Act, yang mengakhiri pemberian hibah kepada pemerintah daerah dan menyerahkan tanggung jawab atas penyediaan berbagai pelayanan utama dari provinsi ke pusat.[412]

Fokus utama Kenyatta selama tiga setengah tahun pertama kemerdekaan Kenya adalah perpecahan di dalam tubuh KANU.[413] Mulai muncul perlawanan terhadap pemerintahan Kenyatta, terutama setelah terjadinya peristiwa pembunuhan Pio Pinto pada Februari 1965.[305] Kenyatta mengutuk pembunuhan politikus sayap kiri tersebut, walaupun badan intelijen Britania Raya meyakini bahwa penjaga pribadi Kenyatta adalah dalang pembunuhan ini.[414] Hubungan antara Kenyatta dengan Odinga memburuk; ketika konferensi partai digelar pada Maret 1966, jabatan wakil ketua partai yang dipegang oleh Odinga dibagi kepada delapan politikus yang berbeda, sehingga kekuasaan Odinga pun dibatasi dan ia tidak lagi menjadi orang yang akan langsung menggantikan Kenyatta.[415] Antara tahun 1964 hingga 1966, Kenyatta dan tokoh-tokoh konservatif KANU lainnya dengan sengaja mencoba menekan Odinga agar ia mundur dari partai.[416] Akibat tekanan yang semakin menguat, pada tahun 1966 Odinga mengundurkan diri dari jabatan sebagai wakil presiden. Ia mengklaim bahwa Kenya telah gagal mewujudkan kemandirian ekonomi dan perlu menerapkan kebijakan sosialis. Dengan dukungan dari tokoh-tokoh senior KANU lainnya dan para anggota serikat buruh, ia menjadi ketua Kenya People's Union (KPU).[417] KPU mengumandangkan bahwa mereka akan mewujudkan "kebijakan sosialis yang sesungguhnya", seperti nasionalisasi terhadap utilitas publik; mereka mengklaim bahwa pemerintahan Kenya "ingin mendirikan sistem kapitalis seperti kapitalisme Barat tetapi terlalu malu atau tidak jujur untuk dapat menyebutnya begitu."[418] KPU diakui sebagai oposisi yang resmi,[419] sehingga Kenya kembali menjadi negara dua partai.[420]

Partai baru ini merupakan bentuk perlawanan terhadap kekuasaan Kenyatta,[420] dan ia sendiri menganggapnya sebagai rencana komunis untuk melengserkannya.[421] Tak lama setelah KPU didirikan, Parlemen Kenya mengamandemen konstitusi untuk memastikan bahwa anggota parlemen dari partai KANU yang telah membelot tidak boleh mempertahankan kursi mereka dan harus mengikuti pemilu lagi.[422] Hasilnya adalah pemilu yang digelar pada Juni 1966.[423] Suku Luo semakin banyak yang mendukung KPU.[424] KPU sendiri menghadapi kesulitan dalam melakukan kampanye akibat kekerasan di tingkat daerah, walaupun pemerintah Kenyatta secara resmi menentang penggunaan kekerasan.[425] KANU didukung oleh semua koran nasional dan radio dan stasiun televisi milik pemerintah.[426] Dari 29 orang yang membelot, hanya 9 yang terpilih kembali sebagai perwakilan dari KPU;[427] Odinga adalah salah satu orang yang terpilih setelah ia berhasil mempertahankan kursinya di Nyanza Tengah dengan perbedaan suara yang besar.[428] Jabatan wakil presiden sendiri diserahkan kepada Joseph Murumbi,[429] yang kemudian akan digantikan oleh Daniel arap Moi.[430]

Warta berita Britania dari tahun 1973 yang membahas tentang pemerintahan Kenyatta.

Pada Juli 1969, Thomas Mboya (politikus KANU berlatar belakang Luo yang populer) dibunuh oleh seorang Kikuyu.[431] Kenyatta konon merasa khawatir bahwa Mboya (jika didukung oleh Amerika Serikat) dapat menyingkirkannya dari tampuk kekuasaan.[432] Maka muncul kecurigaan bahwa pemerintah Kenyatta adalah dalang dari peristiwa pembunuhan ini.[429] Peristiwa ini pun memicu ketegangan antara suku Kikuyu dengan kelompok etnis lainnya di Kenya,[433] dan kerusuhan juga merebak di kota Nairobi.[424] Pada Oktober 1969, Kenyatta mengunjungi Kisumu (yang terletak di wilayah Luo) untuk membuka sebuah rumah sakit. Begitu ia disambut oleh kerumunan yang meneriakkan semboyan-semboyan KPU, Kenyatta kehilangan kesabarannya. Saat kerumunan melempari batu ke arah Kenyatta, penjaga pribadinya mulai menembakkan peluru yang akhirnya menewaskan dan melukai beberapa orang.[434] Untuk meredam kebangkitan KPU, Kenyatta mulai memberlakukan "penyumpahan", yaitu tradisi budaya Kikuyu ketika orang-orang datang ke Gatundu untuk bersumpah setia kepadanya.[435] Jurnalis diminta untuk tidak melaporkan soal sistem ini, dan beberapa dari mereka dideportasi setelah mencoba melakukan hal tersebut.[436] Banyak orang Kenya yang ditekan atau dipaksa untuk bersumpah, dan hal ini dikutuk oleh gereja.[437] Akibat penolakan yang semakin menguat, sistem penyumpahan dihapuskan pada September 1969,[438] dan Kenyatta mengundang pemimpin-pemimpin dari kelompok etnis lainnya untuk menghadiri pertemuan di Gatundu.[439]

Pemerintah Kenyatta mengambil tindakan-tindakan yang tidak demokratik untuk meredam oposisi.[440] Mereka menggunakan undang-undang mengenai penahanan dan deportasi untuk memperkuat kekuasaan.[441] Pada tahun 1966, pemerintah Kenyatta mengesahkan Public Security (Detained and Restricted Persons) Regulations, yang mengizinkan aparat menangkap dan menahan siapapun "demi pemeliharaan keamanan umum" tanpa perlu melalui proses pengadilan terlebih dahulu.[442] Pada Oktober 1969, pemerintah Kenya melarang KPU,[443] dan kemudian aparat menangkap dan menahan Odinga.[444] Setelah berhasil menyingkirkan KPU, Kenya kembali menjadi negara satu partai secara de facto dari tahun 1969.[445] Pemilu yang digelar pada Desember 1969 hanya menyajikan calon-calon dari KANU, dan hasilnya Kenyatta tetap memegang tampuk kekuasaan, tetapi banyak anggota pemerintahannya yang dikalahkan oleh pesaing di dalam partai.[446] Seiring berjalannya waktu, aparat Kenya menahan atau memenjarakan banyak tokoh politik dan intelektual yang dianggap berbahaya bagi kekuasaan Kenyatta, seperti Seroney, Chelagat Mutai, George Anyona, Martin Shikuku, dan Ngũgĩ wa Thiong'o.[447] Tokoh-tokoh politik lainnya yang mengkritik pemerintahan Kenyatta (seperti Ronald Ngala dan Josiah Mwangi Kariuki) tewas dalam insiden-insiden yang diduga didalangi oleh pemerintah.[448]

Penyakit dan kematian

 
Kenyatta pada tahun terakhir kehidupannya.

Selama bertahun-tahun Kenyatta sudah mengalami gangguan kesehatan. Ia terserang stroke ringan pada tahun 1966,[449] dan ia kembali mengalaminya pada Mei 1968.[450] Ia mengidap pirai dan memiliki gangguan jantung, dan semua masalah ini ia sembunyikan dari muka umum.[451] Pada tahun 1970, ia menjadi semakin lemah dan pikun.[452] Menurut Maloba, pada tahun 1975, ia sudah tidak lagi memerintah secara aktif.[453] Terdapat empat politikus Kikuyu yang menjadi bagian dari lingkar dalamnya, yaitu Koinange, James Gichuru, Njoroge Mungai, dan Charles Njonjo; Kenyatta biasanya muncul di muka umum dengan salah satu dari mereka.[454] Kelompok ini menghadapi perlawanan dari anggota parlemen KANU yang dikepalai oleh Kariuki; pada Maret 1975, Kariuki diculik, disiksa, dan dibunuh, dan jasadnya dibuang di Perbukitan Ngong.[455] Seusai peristiwa ini, Maloba menyatakan bahwa dukungan terhadap Kenyatta dan pemerintahannya telah merosot.[456] Semenjak itu, ketika presiden berbicara di muka umum, penonton tak lagi bertepuk tangan.[457]

Pada tahun 1977, Kenyatta kembali mengalami stroke dan gangguan jantung.[451] Pada 22 Agustus 1978, ia menjemput ajalnya akibat serangan jantung di State House, Mombasa.[458] Pemerintah Kenya sudah melakukan persiapan paling tidak sejak Kenyatta terkena stroke pada tahun 1968; mereka telah meminta bantuan dari Britania untuk menggelar pemakaman kenegaraan karena Britania Raya sangat berpengalaman dalam hal ini.[459] McKenzie ditugaskan sebagai penengah,[450] dan pemakaman ini dengan sengaja meniru pemakaman kenegaraan Perdana Menteri Britania Winston Churchill.[460] Dengan ini, tokoh-tokoh politik senior Kenya ingin menggambarkan negara mereka sebagai negara modern.[450] Pemakaman dilangsungkan di Gereja Santo Andreas, Nairobi, enam hari setelah kematian Kenyatta.[461] Putra mahkota Britania Pangeran Charles menghadiri acara ini, dan hal ini menunjukkan bagaimana Britania menghargai hubungannya dengan Kenya.[462] Kepala-kepala negara Afrika juga datang, termasuk Nyerere, Idi Amin, Kenneth Kaunda, dan Hastings Banda, ditambah dengan Morarji Desai dari India dan Muhammad Zia-ul-Haq dari Pakistan.[463] Jenazah Kenyatta disemayamkan di dalam sebuah mausoleum di kompleks parlemen.[464]

Semenjak kemerdekaan, sudah muncul perdebatan mengenai siapa yang akan menggantikan Kenyatta,[465] dan Kenyatta tidak pernah mengangkat seorang penerus.[450] Kelompok Kikuyu di sekelilingnya ingin mengamandemen konstitusi agar Daniel arap Moi (yang merupakan orang Kalenjin dan bukan Kikuyu) tidak dapat langsung menjadi pelaksana tugas presiden, tetapi upaya mereka gagal akibat penolakan dari parlemen dan rakyat.[466] Setelah kemangkatan Kenyatta, peralihan kekuasaan berlangsung mulus,[465] dan hal ini mengejutkan banyak pengamat internasional.[467] Moi disumpah sebagai pelaksana tugas presiden selama 90 hari.[468] Pada bulan Oktober, ia terpilih sebagai Ketua KANU dengan suara bulat dan kemudian ia dinyatakan sebagai Presiden Kenya yang baru.[469] Moi menegaskan kesetiaannya kepada Kenyatta: "Saya mengikuti dan setia kepadanya hingga hari terakhirnya, bahkan ketika rekan-rekan terdekatnya meninggalkannya", dan banyak yang memperkirakan bahwa ia akan meneruskan kebijakan-kebijakan Kenyatta.[470] Walaupun begitu, Moi mengkritik korupsi, perampasan lahan, dan etos kapitalistik yang menjadi ciri khas pemerintahan Kenyatta, dan ia menunjukkan kecenderungan-kecenderungan populis dengan menyatakan keprihatinan dan kepeduliannya kepada rakyat miskin.[471] Pada tahun 1982, ia akan mengamandemen Konstitusi Kenya yang menjadikan Kenya sebagai negara satu partai secara de jure.[472]

Ideologi politik

Kenyatta disukai rakyat dan memiliki kemampuan memimpin yang hebat. Ia pada dasarnya adalah seorang moderat yang mencoba mewujudkan revolusi radikal berupa kemenangan nasionalis di sebuah masyarakat kolonialis, dan ketidakjelasan sikapnya terhadap banyak isu baiknya dianggap sebagai tindakannya untuk meredam atau memanfaatkan pengikut-pengikut militannya - dan ia punya banyak pengikut seperti ini. Mereka tidak sabaran dan ingin melihat tindakan yang efektif. Kenyatta tentunya tahu bagaimana caranya memanfaatkan sentimen Afrika.

— Penulis biografi Kenyatta Guy Arnold[473]

Kenyatta adalah seorang nasionalis Afrika,[474] dan ia ingin agar penjajahan Eropa di Afrika diakhiri.[475] Seperti tokoh-tokoh antikolonial lainnya, ia percaya bahwa para penjajah menggunakan sumber daya alam dan manusia Afrika hanya untuk memperkaya diri mereka sendiri dan tanah air mereka di Eropa.[475] Bagi Kenyatta, kemerdekaan bukan sekadar memerintah sendiri, tetapi juga mengakhiri batasan-batasan yang berlandaskan warna kulit dan juga perilaku rasis dari minoritas kulit putih Kenya.[476] Menurut Murray-Brown, "falsafah dasar" Kenyatta adalah keyakinan bahwa "semua manusia punya hak untuk berkembang dengan damai sesuai dengan keinginan mereka sendiri".[477] Kenyatta mengungkapkan hal ini dalam pernyataannya bahwa "Saya selama ini selalu berjuang untuk martabat manusia dalam bentuk kebebasan, dan untuk nilai-nilai toleransi dan perdamaian."[478] Pendekatan ini mirip dengan ideologi "humanisme Afrika" yang dicetuskan oleh Presiden Zambia Kenneth Kaunda.[477]

Murray-Brown menyatakan bahwa "Kenyatta selalu membiarkan dirinya terbebas dari komitmen ideologi",[327] sementara sejarawan William R. Ochieng mengamati bahwa "Kenyatta tidak mengemukakan falsafah sosial tertentu".[479] Assensoh juga berpendapat bahwa Kenyatta "tidak tertarik dengan falsafah dan semboyan sosial".[480] Beberapa pengamat dan penulis biografi menyebutnya sebagai seorang konservatif,[481] dan sudut pandang ideologis ini kemungkinan diperkuat oleh pelajaran yang ia ikuti dalam bidang antropologi fungsionalis.[482] Menurut Maloba, ia mengamalkan "konservatisme yang beriringan dengan kekuatan imperial dan bermusuhan dengan politik radikal".[483]

Seorang penulis biografi Kenyatta yang bernama Guy Arnold menyebut pemimpin Kenya ini sebagai seorang "pragmatis" dan "moderat", dan ia juga menambahkan bahwa satu-satunya "radikalisme" yang ada dalam dirinya adalah "serangan nasionalis"-nya terhadap imperialisme.[484] Arnold juga menyatakan bahwa Kenyatta "banyak mengambil pendekatan politik Britania: pragmatisme, hanya berurusan dengan masalah jika sudah menjadi krisis, [dan] toleransi selama pihak lain hanya berbicara saja".[485] Donald Savage mengatakan bahwa Kenyatta percaya akan "pentingnya otoritas dan tradisi', dan ia menunjukkan "pandangan yang sungguh konsisten mengenai pengembangan melalui kemandirian dan kerja keras".[486] Kenyatta juga adalah seorang elitis dan mendorong kemunculan kelompok elit di Kenya.[487] Ia harus bergumul dengan ketidaksesuaian antara keinginannya untuk memperbaharui adat tradisional dengan hasratnya untuk menerima modernitas dari Barat.[488] Ia juga mengalami pergumulan dalam upaya untuk merukunkan identitas kesukuan Kikuyu dengan nasionalisme Kenya yang tidak memandang suku.[488]

Pandangan tentang Pan-Afrikanisme dan sosialisme

Saat berada di Britania, Kenyatta telah bersekutu secara politik dengan orang-orang yang menganut aliran Marxisme dan Pan-Afrikanisme radikal;[489] beberapa pengamat telah menggolongkan Kenyatta sebagai seorang Pan-Afrikanis.[490] Maloba mengamati bahwa pada masa penjajahan, Kenyatta telah menerima "aktivisme Pan Afrika radikal" yang sangat berbeda dari pandangan konservatif yang ia kemukakan saat menjadi pemimpin Kenya.[491] Setelah menjadi penguasa Kenya, Kenyatta menerbitkan dua jilid kumpulan pidatonya: Harambee dan Suffering Without Bitterness.[492] Isinya dipilih secara teliti agar tidak menyebutkan radikalisme yang pernah ia tunjukkan saat masih berada di Britania pada dasawarsa 1930-an.[493]

Kenyatta juga telah berkenalan dengan gagasan-gagasan Marxisme-Leninisme melalui persahabatannya dengan Padmore dan persinggahannya di Uni Soviet,[494] tetapi ia juga mengalami langsung pemerintahan demokrasi liberal ala Barat selama ia tinggal di Britania.[327] Ia tampaknya tidak lagi terlibat dengan gerakan komunis setelah tahun 1934.[495] Sebagai pemimpin Kenya, ia merasa bahwa Marxisme bukanlah kerangka yang bermanfaat untuk menganalisis keadaan sosial dan ekonomi di negaranya.[496] Akademisi Bruce J. Berman dan John M. Lonsdale berpendapat bahwa kerangka-kerangka Marxis telah memengaruhi beberapa kepercayaan Kenyatta, seperti pandangannya bahwa kolonialisme Britania harus dihancurkan dan tidak sekadar direformasi.[497] Namun demikian, Kenyatta tidak setuju dengan pandangan Marxisme bahwa tribalisme itu terbelakang;[498] pandangannya yang positif terhadap masyarakat kesukuan membuat frustrasi beberapa rekan Kenyatta yang berhaluan Pan-Afrikanisme sekaligus Marxisme di Britania, contohnya adalah Padmore, James, dan T. Ras Makonnen yang menganggap tribalisme sempit dan tidak progresif.[499]

Assensoh berpendapat bahwa Kenyatta awalnya memiliki kecenderungan sosialis, tetapi belakangan "menjadi korban keadaan kapitalis";[500] di sisi lain, Savage menyatakan bahwa Kenyatta tidak mengarahkan negaranya untuk mewujudkan masyarakat sosialis yang baru,[501] dan Ochieng malah menyebutnya sebagai seorang "kapitalis Afrika".[479] Saat sedang berkuasa, Kenyatta menunjukkan kepeduliannya kepada hak lahan untuk individu dan mbari, dan hal ini bertentangan dengan kolektivisasi yang berorientasi sosialis.[501] Menurut Maloba, pemerintah Kenyatta "mencoba menjadikan kapitalisme sebagai ideologi Afrika, dan komunisme (atau sosialisme) sebagai [ideologi yang] asing dan berbahaya".[502]

Kehidupan pribadi dan kepribadian

 
Jomo Kenyatta bersama dengan Apa Pant and Achieng Oneko.

Kenyatta adalah sosok yang flamboyan[503] dengan kepribadian yang extrovert.[31] Menurut Murray-Brown, ia senang menjadi pusat perhatian[504] dan menyukai "kenikmatan duniawi".[505] Kenyatta gemar berpakaian bagus; pada saat ia sudah dewasa, ia mengenakan cincin-cincin, sementara saat ia belajar di London, ia memakai topi fez dan jubah. Ia juga membawa tongkat hitam dengan perak di bagian atasnya.[504] Ia mulai menggunakan nama belakang "Kenyatta", yang mengambil nama dari sabuk manik-manik yang sering ia pakai pada awal kehidupannya.[506] Saat sudah menjadi presiden, ia mengumpulkan berbagai jenis mobil mahal.[305]

Murray-Brown menyatakan bahwa Kenyatta memiliki kemampuan untuk menyembunyikan niatannya yang sesungguhnya, contohnya ketika ia menyembunyikan hubungannya dengan kaum komunis dan Uni Soviet dari anggota Partai Buruh Britania dan tokoh-tokoh Kikuyu di tanah airnya.[507] Hal ini kadang dianggap sebagai bentuk ketidakjujuran oleh mereka yang telah bertemu dengannya.[508]

Simon Gikandi berpendapat bahwa Kenyatta (seperti rekan-rekannya yang tergabung dalam gerakan Pan-Afrika) adalah seorang "Afro-Victorian", yang berarti bahwa jati dirinya telah dibentuk "oleh budaya kolonialisme dan lembaga kolonial", khususnya dari era Victoria.[509] Pada dasawarsa 1920-an dan 1930-an, Kenyatta menumbuhkan citranya sebagai "pria kolonial";[510] di Inggris, ia memiliki pribadi yang menyenangkan, dan ia juga fleksibel dalam menghadapi keadaan perkotaan yang berbeda dari tempat asalnya.[511] A. R. Barlow, anggota Misi Gereja Skotlandia di Kikuyuland, bertemu dengan Kenyatta di Britania, dan belakangan ia bercerita bahwa ia kagum dengan cara Kenyatta bercampur dengan orang Eropa walaupun ia terhalang dari segi pendidikan ataupun sosial.[512] Peter Abrahams yang berasal dari Afrika Selatan juga pernah bertemu dengan Kenyatta di London, dan ia berpendapat bahwa dari semua orang kulit hitam yang terlibat dalam gerakan Pan-Afrika di London, Kenyatta adalah "yang paling santai, canggih, dan 'kebarat-baratan'".[513] Saat sudah menjadi presiden, Kenyatta sering mengenang masa-masanya di Inggris, dan kadang-kadang ia menyebutnya sebagai "rumah"-nya.[240] Berman dan Lonsdale menggambarkan kehidupan Kenyatta sebagai upaya untuk merukunkan modernitas Barat dengan jati diri Kikuyu yang tak dapat ia buang begitu saja.[514]

Kenyatta juga telah digambarkan sebagai seorang orator dan penulis ulung.[514] Ia memiliki kecenderungan untuk berkuasa sewenang-wenang,[515] dan juga memiliki watak yang mudah marah dan terkadang bahkan mengamuk.[516] Murray-Brown menyatakan bahwa Kenyatta bisa "cukup jahat, bahkan brutal" dalam memanfaatkan orang lain untuk memperoleh apa yang ia mau,[517] tetapi ia tidak pernah melakukan kekejaman secara fisik.[518] Kenyatta tidak berlaku rasis terhadap orang kulit putih, seperti yang bisa dilihat dari pernikahannya dengan seorang wanita Inggris.[518] Ia memberitahukan putrinya, "Enak tinggal bersama dengan orang Inggris di Inggris."[485] Ia mau menerima dukungan dari orang kulit putih asalkan dukungan tersebut diberikan tanpa pamrih. Ia juga pernah berkata soal Kenya yang menerima orang asli maupun orang Eropa, Arab, dan India; di negara tersebut mereka bisa menganggap diri mereka sebagai orang Kenya, dan juga hidup berdampingan dan rukun.[519] Walaupun begitu, ia tidak menyukai orang India, karena ia merasa bahwa mereka mengeksploitasi penduduk asli di Kenya.[520]

Aku tidak merasa bahwa aku adalah—dan [aku] tidak pernah menjadi—musuh orang Eropa ataupun orang kulit putih, karena aku telah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun di Inggris atau di Eropa, dan bahkan hari ini aku punya banyak teman di berbagai negara.

— Kenyatta, April 1961[521]

Kenyatta memiliki tiga istri.[522] Ia melihat monogami dari sudut pandang antropologi sebagai fenomena Barat yang menarik, tetapi ia tidak mengamalkan hal tersebut dan malah pernah berhubungan seks dengan banyak wanita pada masa hidupnya.[518] Murray-Brown menganggap Kenyatta sebagai ayah yang sayang kepada anak-anaknya, tetapi jarang hadir di rumah.[57] Kenyatta punya dua anak dari pernikahannya dengan Grace Wahu: Peter Muigai Kenyatta (kelahiran 1920) yang kelak menjadi wakil menteri, serta Margaret Kenyatta (kelahiran 1928). Margaret menjabat sebagai Wali Kota Nairobi dari tahun 1970 hingga 1976 dan lalu menjadi Duta Besar Kenya untuk Perserikatan Bangsa-bangsa dari tahun 1976 hingga 1986.[523] Dari semua anaknya, Margaret adalah orang kepercayaan terdekatnya.[524]

Saat Kenyatta sedang diadili, ia menyebut dirinya sebagai orang Kristen,[525] dan ia berkata bahwa "Saya tidak mengikuti denominasi tertentu. Saya percaya kepada Kekristenan secara utuh."[526] Arnold berkata bahwa saat Kenyatta berada di Inggris, ia bukanlah seorang Kristen yang taat.[527] Saat berada di London, Kenyatta tertarik dengan para pembicara ateis di Speakers' Corner di Hyde Park,[528] sementara upaya seorang teman Muslim Irlandia untuk mengajaknya masuk Islam tidak berhasil.[528] Saat berada di penjara, Kenyatta membaca buku-buku tentang Islam, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu.[529] Diplomat Israel Asher Naim mengunjunginya pada masa ini, dan ia berkata bahwa meskipun Kenyatta bukan seseorang yang religius, ia menghargai Alkitab.[530] Sementara itu, meskipun Kenyatta menyebut dirinya sebagai seorang Kristen, ia tidak menyukai banyak misionaris Eropa, terutama sikap mereka yang langsung menganggap buruk segala sesuatu yang berbau Afrika.[531] Dalam buku Facing Mount Kenya, Kenyatta menentang sikap para misionaris terhadap pemujaan nenek moyang yang amat meremehkan, dan ia menyebut praktik ini sebagai "komuni nenek moyang".[532] Kenyatta bahkan mempersembahkan buku ini untuk "roh nenek moyang" sebagai bagian dari "perjuangan demi kemerdekaan Afrika".[533]

Tinggalan sejarah

 
Patung Kenyatta didirikan di kompleks Kenyatta International Convention Centre di Nairobi.

Di Kenya, Kenyatta dianggap sebagai "Bapak Bangsa".[534] Ia diberi gelar tak resmi Mzee, yang dalam bahasa Swahili berarti "lelaki tua agung".[535] Semenjak tahun 1963 hingga kematiannya, muncul kultus kepribadian terhadap dirinya,[536] dan kultus ini dengan sengaja menghubungkan nasionalisme Kenya dengan sosok Kenyatta.[536] Penggunaan sosok Kenyatta sebagai simbol negara semakin diperkuat oleh kemiripan nama Kenyatta dengan Kenya.[537] Ia dianggap sebagai figur bapak oleh orang Kikuyu, orang Kenya, dan juga orang-orang Afrika.[538]

Maloba berpendapat bahwa setelah tahun 1963, Kenyatta telah menjadi pemimpin Afrika yang dikagumi di kancah dunia, dan negara-negara Barat juga memujinya sebagai "negarawan tua yang dicintai."[539] Pendapat Kenyatta dihargai oleh politikus konservatif Afrika sekaligus pemimpin-pemimpin Barat.[540] Setelah menjadi pemimpin Kenya, pandangan anti-komunisnya disukai oleh Barat,[541] dan beberapa pemerintahan pro-Barat juga memberinya penghargaan; sebagai contoh, pada tahun 1965 ia mendapatkan medali dari Paus Paulus VI dan juga dari pemerintah Korea Selatan.[542]

Pada tahun 1974, Arnold menyebut Kenyatta sebagai "salah satu pemimpin luar biasa Afrika yang ada saat ini", seseorang yang telah disamakan dengan negara Kenya sendiri.[543] Ia menambahkan bahwa Kenyatta telah menjadi "salah satu politikus paling cerdik" di Afrika.[515] Kenneth O. Nyangena menganggapnya sebagai "salah satu sosok terbesar pada abad kedua puluh", yang telah menjadi "pijar" dan harapan bagi orang-orang Kenya untuk "memperjuangkan hak-hak mereka, keadilan, dan kemerdekaan", dengan "kecemerlangan yang memberikan kekuatan dan ilham bagi orang-orang di luar Kenya".[544] Pada tahun 2018, Maloba menyebutnya sebagai "salah satu pelopor legendaris nasionalisme Afrika modern".[545] Setelah mengkaji tulisan-tulisan Kenyatta, Berman dan Lonsdale menganggapnya sebagai "pelopor" karena merupakan salah satu orang Kikuyu pertama yang pernah menulis dan menerbitkan bukunya.[546]

Pengaruh di Kenya dan peninjauan sejarah

 
Mausoleum Kenyatta di Nairobi, tempat jenazahnya disemayamkan.

Maxon mengatakan bahwa di bidang pendidikan dan kesehatan, Kenya pada masa Kenyatta telah mengalami lebih banyak kemajuan dalam waktu 15 tahun bila dibandingkan dengan pemerintah kolonial yang telah menguasai Kenya selama enam dasawarsa.[547] Pada saat Kenyatta menjemput ajalnya, Kenya memiliki angka harapan hidup yang lebih besar daripada sebagian besar negara-negara lainnya di Afrika Sub-Sahara.[547] Pendidikan dasar, menengah, dan tinggi mengalami kemajuan, dan Maxon mengatakan bahwa Kenya telah mengambil langkah besar dalam upayanya untuk mewujudkan pendidikan dasar untuk semua.[547] Kenyatta juga berhasil meruntuhkan sistem segregasi ras dari zaman kolonial di sekolah, fasilitas umum, dan klub sosial tanpa menggunakan kekerasan.[547]

Para pemukim kulit putih di Kenya menganggap Kenyatta sebagai seorang penghasut;[548] bagi mereka, Kenyatta adalah sosok yang mencerminkan kebencian dan ketakutan.[539] Arnold berkata bahwa tidak ada sosok lain di wilayah Afrika Britania (selain Nkrumah) yang menimbulkan amarah dan kebencian yang begitu besar dari pemukim kulit putih dan aparat kolonial.[549] Sejarawan Keith Kyle bahkan mengamati bahwa orang-orang kulit putih Kenya menganggap Kenyatta sebagai "penjelmaan iblis".[550] Kebencian ini mencapai puncaknya pada tahun 1950 hingga 1952.[551] Pada tahun 1964, citra ini sudah berubah, dan banyak orang kulit putih yang menjulukinya "Good Old Mzee".[552] Murray-Brown berpendapat bahwa bagi banyak orang, pesan Kenyatta untuk "memaafkan dan melupakan" mungkin adalah sumbangsih terbesarnya bagi Kenya.[478]

Bagi Ochieng, Kenyatta merupakan pengejawantahan kekuatan konservatif di Kenya.[479] Menjelang akhir masa jabatannya sebagai presiden, banyak anak muda di Kenya yang menganggapnya sebagai seorang reaksioner, meskipun mereka masih menghargai perannya dalam mewujudkan kemerdekaan.[553] Mereka yang menginginkan perubahan besar di Kenya sering kali menganggap Kenyatta tidak sebaik Julius Nyerere di Tanzania.[554] Kritik yang disampaikan oleh tokoh kiri seperti Odinga mirip dengan kritik cendekiawan Frantz Fanon terhadap para pemimpin pascakolonial di Afrika.[555] Sebagai contoh, Jay O'Brien menggunakan teori Marxisme untuk mengemukakan argumen bahwa Kenyatta berkuasa sebagai perwakilan borjuis Afrika yang ingin menggantikan para penjajah Britania dan "borjuis dagang Asia". Ia juga melayangkan tuduhan bahwa Britania mendukung Kenyatta karena ia dianggap mampu menanggulangi pergolakan petani dan buruh, dan juga karena ia dirasa akan meneruskan dominasi neokolonial.[556]

Penulis Ngũgĩ wa Thiong'o yang beraliran Marxisme juga berkata, "Inilah Musa kulit hitam yang telah dipanggil oleh sejarah untuk memimpin rakyatnya ke tanah terjanji yang bebas dari eksploitasi, bebas dari penindasan, tetapi gagal untuk bangkit pada kesempatannya."[557] Ngũgĩ menganggap Kenyatta sebagai "sosok abad kedua puluh yang tragis: ia sebenarnya bisa menjadi Lenin, Mao Tse-Tung, atau Ho Chi Minh; tetapi ia malah berakhir sebagai Chiang Kai-Shek, Park-Chung Hee, atau Pinochet."[558] Ngũgĩ merupakan salah satu pengkritik dari Kenya yang mengklaim bahwa Kenyatta mengabaikan para veteran Mau Mau, sehingga banyak dari mereka yang miskin dan tidak punya lahan, sementara Kenyatta berusaha untuk menyingkirkan mereka dari dunia politik.[559] Di bidang lain, pemerintah Kenyatta juga telah menuai kritik; sebagai contoh, hak-hak perempuan di Kenya tidak mengalami banyak kemajuan pada masanya.[560]

 
Tugu peringatan Jomo Kenyatta di Nairobi.

Assensoh berpendapat bahwa kehidupan Kenyatta banyak miripnya dengan Nkrumah.[561] Simon Gikandi berkata bahwa seperti Nkrumah, Kenyatta dikenang karena telah "memulai pebincangan dan proses yang merancang narasi kemerdekaan Afrika", tetapi pada saat yang sama keduanya "sering kali dikenang akan kekuasaan presidensial mereka yang sembrono, kediktatoran satu partai, etnisitas, dan kroniisme. Mereka dikenang karena telah mewujudkan mimpi kemerdekaan Afrika dan karena telah menciptakan keotoriteran pascakolonial."[562] Pada tahun 1991, pengacara dan pegiat hak asasi manusia Kenya Gibson Kamau Kuria menyatakan bahwa tindakan Kenyatta yang menghapuskan sistem federal, melarang calon independen maju dalam pemilu, mendirikan badan legislatif yang terdiri dari satu kamar, dan meringankan syarat untuk menetapkan keadaan darurat telah menjadi "landasan" bagi Moi untuk meningkatkan kekuatan diktatorialnya di Kenya pada akhir dasawarsa 1970-an dan awal dasawarsa 1980-an.[563]

Komisi Kebenaran, Keadilan, dan Rekonsiliasi Kenya dalam laporan yang dikeluarkannya pada tahun 2013 melayangkan tuduhan bahwa Kenyatta telah menggunakan wewenangnya sebagai presiden untuk mengalokasikan lahan yang luas untuk dirinya sendiri dan juga untuk keluarganya.[564] Keluarga Kenyatta adalah salah satu pemilik tanah terbesar di Kenya.[565] Selain itu, pada dasawarsa 1990-an, banyak kelompok etnis yang merasa tidak puas, khususnya suku-suku di Kabupaten Nandi, Nakuru, Uasin-Gishu, dan Trans-Nzoia. Pada masa pemerintahan Kenyatta, mereka tidak mendapatkan kembali lahan yang telah diambil oleh pemukim Eropa, dan banyak lahan mereka yang malah dijual kepada suku-suku lain di Kenya.[566] Banyak yang meminta keadilan pada tahun 1991, dan pada tahun 1992 terjadi serangan terhadap orang-orang yang telah memperoleh lahan di wilayah tersebut. Kekerasan masih berlanjut secara sporadis hingga tahun 1996, dan diperkirakan di wilayah Rift Valley terdapat 1.500 korban tewas dan 300.000 orang yang terpaksa mengungsi.[567]

Buku-buku karya Jomo Kenyatta

Tahun penerbitan Judul Penerbit
1938 Facing Mount Kenya Secker and Warburg
1944 My People of Kikuyu and the Life of Chief Wangombe United Society for Christian Literature
1944 Kenya: The Land of Conflict International African Service Bureau
1968 Suffering Without Bitterness East African Publishing House
1971 The Challenge of Uhuru: The Progress of Kenya, 1968 to 1970 East African Publishing House

Catatan penjelas

  1. ^ bahasa Inggris: pengucapan: /ˈm kɛnˈjɑːtə/; pelafalan bahasa Kikuyu[⁽ᶮ⁾dʒɔ̄mɔ̄ kéɲàːtà]. Menurut Lilias E. Armstrong dalam The Phonetic and Tonal Structure of Kikuyu, buku yang melibatkan Kenyatta dalam proses pembuatannya, "Mr. Kenyatta memilih untuk mengeja namanya seperti yang ditunjukkan di sini, tanpa n yang mendahului j [dalam kata Jomo]. Nj sebenarnya lebih konsisten, tetapi menghilangkan n dapat dibenarkan karena bunyi nasal kadang-kadang tidak terdengar di posisi awal kata."[1]
  2. ^ Stone dalam bahasa Inggris berarti "batu", dan dalam Injil Matius 16:18 tertulis: "Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Dan, aku juga mengatakan kepadamu bahwa kamu adalah Petrus."

Rujukan

  1. ^ Armstrong 1940, hlm. xi.
  2. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 34; Assensoh 1998, hlm. 38.
  3. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 33; Arnold 1974, hlm. 11; Assensoh 1998, hlm. 38.
  4. ^ Archer 1969, hlm. 11.
  5. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 323.
  6. ^ Archer 1969, hlm. 11, 14–15.
  7. ^ Archer 1969, hlm. 13–14, 16; Murray-Brown 1974, hlm. 35–36.
  8. ^ Archer 1969, hlm. 17.
  9. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 35.
  10. ^ a b c d e Murray-Brown 1974, hlm. 37.
  11. ^ Archer 1969, hlm. 11; Murray-Brown 1974, hlm. 42; Arnold 1974, hlm. 15.
  12. ^ Archer 1969, hlm. 18; Murray-Brown 1974, hlm. 38.
  13. ^ Archer 1969, hlm. 32.
  14. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 40, 43.
  15. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 46.
  16. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 45.
  17. ^ Archer 1969, hlm. 28; Murray-Brown 1974, hlm. 45.
  18. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 43.
  19. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 50.
  20. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 49.
  21. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 48.
  22. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 50–51; Assensoh 1998, hlm. 39.
  23. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 52.
  24. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 52; Assensoh 1998, hlm. 39.
  25. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 53.
  26. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 71.
  27. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 71; Assensoh 1998, hlm. 40–41.
  28. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 71–72; Assensoh 1998, hlm. 41.
  29. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 73.
  30. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 73; Assensoh 1998, hlm. 41.
  31. ^ a b c d e Murray-Brown 1974, hlm. 74.
  32. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 75.
  33. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 74–75.
  34. ^ Archer 1969, hlm. 38–39; Murray-Brown 1974, hlm. 79, 80.
  35. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 79.
  36. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 79, 96; Assensoh 1998, hlm. 42.
  37. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 91; Assensoh 1998, hlm. 42.
  38. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 92.
  39. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 93.
  40. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 93–94.
  41. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 94–95; Assensoh 1998, hlm. 42.
  42. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 94, 95.
  43. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 95.
  44. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 95, 96; Assensoh 1998, hlm. 42.
  45. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 96.
  46. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 103.
  47. ^ Arnold 1974, hlm. 18–19.
  48. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 90; Arnold 1974, hlm. 19–20.
  49. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 90.
  50. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 101.
  51. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 105.
  52. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 106.
  53. ^ Assensoh 1998, hlm. 42–43.
  54. ^ Archer 1969, hlm. 43, 46; Murray-Brown 1974, hlm. 110.
  55. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 105, 106.
  56. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 107–108.
  57. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 110.
  58. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 107.
  59. ^ Archer 1969, hlm. 46; Murray-Brown 1974, hlm. 107, 109; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 17.
  60. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 109.
  61. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 109; Maloba 2018, hlm. 9.
  62. ^ Archer 1969, hlm. 48; Murray-Brown 1974, hlm. 111–112; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 23; Maloba 2018, hlm. 9.
  63. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 111–112.
  64. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 114.
  65. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 118–119.
  66. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 119.
  67. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 115–116.
  68. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 125–126.
  69. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 117; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 24.
  70. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 116–117.
  71. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 117.
  72. ^ a b c Berman & Lonsdale 1998, hlm. 27.
  73. ^ Beck 1966, hlm. 318; Murray-Brown 1974, hlm. 118–119, 121; Maloba 2018, hlm. 27.
  74. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 120.
  75. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 119, 120; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 17; Assensoh 1998, hlm. 44.
  76. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 121–122, 124; Maloba 2018, hlm. 22–23.
  77. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 122.
  78. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 131.
  79. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 125.
  80. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 142; Maloba 2018, hlm. 29.
  81. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 144; Maloba 2018, hlm. 29.
  82. ^ Beck 1966, hlm. 312; Murray-Brown 1974, hlm. 135–137; Frederiksen 2008, hlm. 25.
  83. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 134, 139.
  84. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 143–144; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 25.
  85. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 145–146; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 25.
  86. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 148.
  87. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 178.
  88. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 149–151; Arnold 1974, hlm. 26; Maloba 2018, hlm. 31.
  89. ^ Archer 1969, hlm. 51; Murray-Brown 1974, hlm. 151.
  90. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 153.
  91. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 153; Assensoh 1998, hlm. 51.
  92. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 157.
  93. ^ Archer 1969, hlm. 51; Murray-Brown 1974, hlm. 155; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 26; Maloba 2018, hlm. 59.
  94. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 163–165; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 17; Assensoh 1998, hlm. 44.
  95. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 171.
  96. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 166.
  97. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 167; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 27; Maloba 2018, hlm. 69–71.
  98. ^ Maloba 2018, hlm. 70.
  99. ^ Maloba 2018, hlm. 71.
  100. ^ Maloba 2018, hlm. 72.
  101. ^ Maloba 2018, hlm. 73.
  102. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 168; Assensoh 1998, hlm. 45.
  103. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 169–170; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 27.
  104. ^ Polsgrove 2009, hlm. 6.
  105. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 171; Assensoh 1998, hlm. 45.
  106. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 171, 174; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 27.
  107. ^ Maloba 2018, hlm. 74–75.
  108. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 176.
  109. ^ Maloba 2018, hlm. 66, 68.
  110. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 177.
  111. ^ Maloba 2018, hlm. 64.
  112. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 176; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 28; Maloba 2018, hlm. 62.
  113. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 175–176.
  114. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 179.
  115. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 180; Assensoh 1998, hlm. 46.
  116. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 180.
  117. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 181; Assensoh 1998, hlm. 46.
  118. ^ Archer 1969, hlm. 55; Murray-Brown 1974, hlm. 181; Arnold 1974, hlm. 28; Assensoh 1998, hlm. 46.
  119. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 180–181; Arnold 1974, hlm. 28; Maloba 2018, hlm. 59.
  120. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 30.
  121. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 187; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 30.
  122. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 189.
  123. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 187; Frederiksen 2008, hlm. 31.
  124. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 181.
  125. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 182.
  126. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 181, 182.
  127. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 199–200; Maloba 2018, hlm. 63.
  128. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 183.
  129. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 185.
  130. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 186.
  131. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 187.
  132. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 196–197; Assensoh 1998, hlm. 53; Maloba 2018, hlm. 55–56.
  133. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 198; Maloba 2018, hlm. 58.
  134. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 199; Maloba 2018, hlm. 47–48.
  135. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 203; Maloba 2018, hlm. 49, 53–55.
  136. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 203.
  137. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 204.
  138. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 189–190; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 30; Maloba 2018, hlm. 59.
  139. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 190; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 32.
  140. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 190–191.
  141. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 30, 31; Frederiksen 2008, hlm. 36.
  142. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 191.
  143. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 193.
  144. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 47; Assensoh 1998; Frederiksen 2008, hlm. 27.
  145. ^ Archer 1969, hlm. 56; Murray-Brown 1974, hlm. 194; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 31.
  146. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 194, 196.
  147. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 195.
  148. ^ Bernardi 1993, hlm. 168–169.
  149. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 192.
  150. ^ Frederiksen 2008, hlm. 36.
  151. ^ Gikandi 2000, hlm. 10.
  152. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 211.
  153. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 209; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 35; Maloba 2018, hlm. 81.
  154. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 210; Maloba 2018, hlm. 81.
  155. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 214; Maloba 2018, hlm. 81.
  156. ^ Archer 1969, hlm. 58; Arnold 1974, hlm. 30; Maloba 2018, hlm. 81.
  157. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 211; Arnold 1974, hlm. 30; Maloba 2018, hlm. 81.
  158. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 214; Maloba 2018, hlm. 84.
  159. ^ Maloba 2018, hlm. 85.
  160. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 212; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 35; Lonsdale 2006, hlm. 95.
  161. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 211; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 35.
  162. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 211; Maloba 2018, hlm. 83–84.
  163. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 216–217.
  164. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 209–210.
  165. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 219; Assensoh 1998, hlm. 54; Maloba 2018, hlm. 85.
  166. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 219; Assensoh 1998, hlm. 53.
  167. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 220–221.
  168. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 220.
  169. ^ Murray-Brown 1974; Assensoh 1998, hlm. 54–55.
  170. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 221; Berman & Lonsdale 1998, hlm. 37.
  171. ^ Archer 1969, hlm. 61; Murray-Brown 1974, hlm. 222–223; Maloba 2018, hlm. 106.
  172. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 223; Maloba 2018, hlm. 106.
  173. ^ Archer 1969, hlm. 60.
  174. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 222–228.
  175. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 230.
  176. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 232; Archer 1969, hlm. 69; Arnold 1974, hlm. 91; Maloba 2018, hlm. 114.
  177. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 229–230.
  178. ^ Archer 1969, hlm. 69; Murray-Brown 1974, hlm. 230.
  179. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 230–231.
  180. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 231.
  181. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 243.
  182. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 247; Archer 1969, hlm. 67.
  183. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 242.
  184. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 226; Maloba 2018, hlm. 113.
  185. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 233; Archer 1969, hlm. 70; Arnold 1974, hlm. 99; Maloba 2018, hlm. 117.
  186. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 233.
  187. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 234.
  188. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 225.
  189. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 226.
  190. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 227.
  191. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 226–227.
  192. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 237.
  193. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 241.
  194. ^ a b Arnold 1974, hlm. 181.
  195. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 229.
  196. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 244; Maloba 2018, hlm. 119.
  197. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 244.
  198. ^ Leman 2011, hlm. 32.
  199. ^ Lonsdale 2006, hlm. 98.
  200. ^ Maloba 2018, hlm. 123.
  201. ^ Maloba 2018, hlm. 121.
  202. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 243; Arnold 1974, hlm. 115, 118; Assensoh 1998, hlm. 58; Maloba 2018, hlm. 123.
  203. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 248–249.
  204. ^ Maloba 2018, hlm. 124–125.
  205. ^ Maloba 2018, hlm. 120–121.
  206. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 253–254, 257.
  207. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 257.
  208. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 258.
  209. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 257; Arnold 1974, hlm. 60.
  210. ^ a b c d Murray-Brown 1974, hlm. 259.
  211. ^ Lonsdale 1990, hlm. 403.
  212. ^ a b Assensoh 1998, hlm. 62.
  213. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 258; Arnold 1974, hlm. 134.
  214. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 260; Arnold 1974, hlm. 142.
  215. ^ a b Maloba 2018, hlm. 129.
  216. ^ Anderson 2005, hlm. 65.
  217. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 262.
  218. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 274; Arnold 1974, hlm. 143; Maloba 2018, hlm. 129.
  219. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 276; Arnold 1974, hlm. 143; Maloba 2018, hlm. 129.
  220. ^ Slater 1956, hlm. 14; Murray-Brown 1974, hlm. 274.
  221. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 255.
  222. ^ Maloba 2018, hlm. 136.
  223. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 278.
  224. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 279.
  225. ^ Slater 1956, hlm. 26, 252; Murray-Brown 1974, hlm. 279; Arnold 1974, hlm. 140; Maloba 2018, hlm. 135.
  226. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 280; Maloba 2018, hlm. 135.
  227. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 280; Maloba 2018, hlm. 136.
  228. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 283–284.
  229. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 283, 284; Maloba 2018, hlm. 139.
  230. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 291; Maloba 2018, hlm. 138.
  231. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 294–295.
  232. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 289; Maloba 2018, hlm. 137.
  233. ^ Arnold 1974, hlm. 93, 199.
  234. ^ Arnold 1974, hlm. 145; Leman 2011, hlm. 27, 34.
  235. ^ Maloba 2018, hlm. 161.
  236. ^ a b Arnold 1974, hlm. 96.
  237. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 296; Maloba 2018, hlm. 140.
  238. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 296; Maloba 2018, hlm. 140, 143.
  239. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 296.
  240. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 320.
  241. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 297.
  242. ^ Maloba 2018, hlm. 153–154.
  243. ^ Maloba 2018, hlm. 144.
  244. ^ Maloba 2018, hlm. 145–146.
  245. ^ Maloba 2018, hlm. 155–156.
  246. ^ Arnold 1974, hlm. 204; Maloba 2018, hlm. 152.
  247. ^ Maloba 2018, hlm. 147–149.
  248. ^ Maloba 2018, hlm. 147.
  249. ^ Arnold 1974, hlm. 169.
  250. ^ Maloba 2018, hlm. 176.
  251. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 287–288.
  252. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 299.
  253. ^ Arnold 1974, hlm. 51.
  254. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 300; Assensoh 1998, hlm. 59; Maloba 2018, hlm. 204.
  255. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 300.
  256. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 303.
  257. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 303; Kyle 1997, hlm. 49.
  258. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 303; Arnold 1974, hlm. 184; Kyle 1997, hlm. 50; Assensoh 1998, hlm. 59.
  259. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 304.
  260. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 304; Arnold 1974, hlm. 185.
  261. ^ Maloba 2018, hlm. 182.
  262. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 304–305; Kyle 1997, hlm. 50; Maloba 2018, hlm. 182–183.
  263. ^ Kyle 1997, hlm. 50.
  264. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 304–305.
  265. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 306; Kyle 1997, hlm. 51; Maloba 2018, hlm. 191.
  266. ^ Maloba 2018, hlm. 186.
  267. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 307.
  268. ^ Arnold 1974, hlm. 149.
  269. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 307; Arnold 1974, hlm. 152; Maloba 2018, hlm. 191.
  270. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 308; Arnold 1974, hlm. 159; Maloba 2018, hlm. 209.
  271. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 308; Arnold 1974, hlm. 151–152.
  272. ^ Maloba 2018, hlm. 192–193.
  273. ^ Arnold 1974, hlm. 175; Kyle 1997, hlm. 52.
  274. ^ Arnold 1974, hlm. 174–175.
  275. ^ Arnold 1974, hlm. 176.
  276. ^ Arnold 1974, hlm. 66.
  277. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 309.
  278. ^ Arnold 1974, hlm. 187.
  279. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 308.
  280. ^ Arnold 1974, hlm. 159; Kyle 1997, hlm. 55.
  281. ^ a b Arnold 1974, hlm. 152.
  282. ^ Maloba 2018, hlm. 209–213.
  283. ^ Maloba 2018, hlm. 215.
  284. ^ Arnold 1974, hlm. 152; Maloba 2018, hlm. 217–218.
  285. ^ Maloba 2018, hlm. 220.
  286. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 308; Arnold 1974, hlm. 159; Kyle 1997, hlm. 56; Maloba 2018, hlm. 220.
  287. ^ Maloba 2018, hlm. 222–223.
  288. ^ Maloba 2018, hlm. 230.
  289. ^ Maloba 2018, hlm. 234.
  290. ^ Maloba 2018, hlm. 239.
  291. ^ Maloba 2018, hlm. 240.
  292. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 308; Kuria 1991, hlm. 120.
  293. ^ Maloba 2018, hlm. 244.
  294. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 308; Arnold 1974, hlm. 156; Kyle 1997, hlm. 58; Maloba 2018, hlm. 244, 245.
  295. ^ Lonsdale 2006, hlm. 99.
  296. ^ a b c d e Murray-Brown 1974, hlm. 315.
  297. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 315; Arnold 1974, hlm. 155.
  298. ^ Assensoh 1998, hlm. 24.
  299. ^ Arnold 1974, hlm. 155.
  300. ^ Arnold 1974, hlm. 173; Assensoh 1998, hlm. 55; Kyle 1997, hlm. 58.
  301. ^ a b c Arnold 1974, hlm. 174.
  302. ^ Ochieng 1995, hlm. 95.
  303. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 309; Arnold 1974, hlm. 65, 67; Maloba 2018, hlm. 258–259.
  304. ^ Arnold 1974, hlm. 153.
  305. ^ a b c d e f Murray-Brown 1974, hlm. 316.
  306. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 309–310; Assensoh 1998, hlm. 63.
  307. ^ Kyle 1997, hlm. 60.
  308. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 311.
  309. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 310–311.
  310. ^ Maloba 2017, hlm. 153–154.
  311. ^ Maloba 2017, hlm. 154.
  312. ^ Maloba 2017, hlm. 155.
  313. ^ a b Arnold 1974, hlm. 157; Maloba 2017, hlm. 51.
  314. ^ a b Maloba 2017, hlm. 52.
  315. ^ Arnold 1974, hlm. 157.
  316. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 314–315; Arnold 1974, hlm. 160; Maloba 2018, hlm. 265–266.
  317. ^ Arnold 1974, hlm. 160.
  318. ^ Gertzel 1970, hlm. 34; Arnold 1974, hlm. 160.
  319. ^ Gertzel 1970, hlm. 34.
  320. ^ Arnold 1974, hlm. 166; Kyle 1997, hlm. 60.
  321. ^ Gertzel 1970, hlm. 34; Murray-Brown 1974, hlm. 314–315; Assensoh 1998, hlm. 63.
  322. ^ Gertzel 1970, hlm. 35.
  323. ^ Ochieng 1995, hlm. 94; Gertzel 1970, hlm. 152.
  324. ^ Assensoh 1998, hlm. 20.
  325. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 316; Maloba 2017, hlm. 340.
  326. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 313; Assensoh 1998, hlm. 63.
  327. ^ a b c d Murray-Brown 1974, hlm. 312.
  328. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 312–313; Assensoh 1998, hlm. 63.
  329. ^ Arnold 1974, hlm. 168; Ochieng 1995, hlm. 93; Assensoh 1998, hlm. 63.
  330. ^ Maxon 1995, hlm. 112.
  331. ^ a b Maxon 1995, hlm. 115.
  332. ^ Maxon 1995, hlm. 138.
  333. ^ a b Maxon 1995, hlm. 139.
  334. ^ a b Maxon 1995, hlm. 140.
  335. ^ Maxon 1995, hlm. 141.
  336. ^ Maxon 1995, hlm. 142.
  337. ^ Ochieng 1995, hlm. 83.
  338. ^ Ochieng 1995, hlm. 90, 91.
  339. ^ Arnold 1974, hlm. 84; Maxon 1995, hlm. 115; Maloba 2017, hlm. 6.
  340. ^ Arnold 1974, hlm. 208.
  341. ^ a b c Ochieng 1995, hlm. 85.
  342. ^ Arnold 1974, hlm. 157–158.
  343. ^ a b c d Arnold 1974, hlm. 177.
  344. ^ Ochieng 1995, hlm. 91.
  345. ^ Ochieng 1995, hlm. 83; Assensoh 1998, hlm. 64; Maloba 2017, hlm. 77.
  346. ^ Savage 1970, hlm. 520; Ochieng 1995, hlm. 84.
  347. ^ Ochieng 1995, hlm. 84; Assensoh 1998, hlm. 64.
  348. ^ Ochieng 1995, hlm. 96.
  349. ^ Arnold 1974, hlm. 171.
  350. ^ a b c Savage 1970, hlm. 521.
  351. ^ Assensoh 1998, hlm. 64–65.
  352. ^ a b c Savage 1970, hlm. 522.
  353. ^ a b Assensoh 1998, hlm. 64.
  354. ^ Savage 1970, hlm. 521; Ochieng 1995, hlm. 85; Maxon 1995, hlm. 114; Assensoh 1998, hlm. 64.
  355. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 316; Arnold 1974, hlm. 170.
  356. ^ Arnold 1974, hlm. 114.
  357. ^ a b Arnold 1974, hlm. 172.
  358. ^ Maloba 2017, hlm. 215–216.
  359. ^ Maloba 2017, hlm. 236–237.
  360. ^ Maloba 2017, hlm. 241.
  361. ^ Maloba 2017, hlm. 238.
  362. ^ Maloba 2017, hlm. 242.
  363. ^ Maloba 2017, hlm. 242–244.
  364. ^ Maloba 2017, hlm. 236.
  365. ^ Maloba 2017, hlm. 237–238.
  366. ^ Maloba 2017, hlm. 246–247, 249.
  367. ^ Arnold 1974, hlm. 195.
  368. ^ a b Arnold 1974, hlm. 196.
  369. ^ a b Boone 2012, hlm. 81.
  370. ^ a b Boone 2012, hlm. 82.
  371. ^ Boone 2012, hlm. 85; Maloba 2017, hlm. 251.
  372. ^ Maxon 1995, hlm. 124–125.
  373. ^ Maxon 1995, hlm. 125–126.
  374. ^ Maxon 1995, hlm. 126.
  375. ^ Savage 1970, hlm. 523; Maloba 2017, hlm. 91.
  376. ^ Savage 1970, hlm. 523.
  377. ^ Maxon 1995, hlm. 113.
  378. ^ Maxon 1995, hlm. 118.
  379. ^ Maxon 1995, hlm. 120.
  380. ^ Maxon 1995, hlm. 110.
  381. ^ Maxon 1995, hlm. 126–127.
  382. ^ a b Maxon 1995, hlm. 127.
  383. ^ Maxon 1995, hlm. 127; Assensoh 1998, hlm. 147.
  384. ^ Maxon 1995, hlm. 128.
  385. ^ a b Maxon 1995, hlm. 132.
  386. ^ a b c Maxon 1995, hlm. 133.
  387. ^ Maxon 1995, hlm. 134.
  388. ^ Maxon 1995, hlm. 122.
  389. ^ Maxon 1995, hlm. 123–124.
  390. ^ Arnold 1974, hlm. 167.
  391. ^ a b Arnold 1974, hlm. 175.
  392. ^ Arnold 1974, hlm. 178.
  393. ^ Arnold 1974, hlm. 188.
  394. ^ a b c d Cullen 2016, hlm. 515.
  395. ^ Cullen 2016, hlm. 515; Maloba 2017, hlm. 96.
  396. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 313.
  397. ^ Arnold 1974, hlm. 167–168.
  398. ^ Maloba 2017, hlm. 54.
  399. ^ Cullen 2016, hlm. 514.
  400. ^ Arnold 1974, hlm. 296.
  401. ^ Maloba 2017, hlm. 63–65.
  402. ^ Naim 2005, hlm. 79–80.
  403. ^ Naim 2005, hlm. 79–80; Maloba 2017, hlm. 190–193.
  404. ^ Maloba 2017, hlm. 172–173.
  405. ^ Arnold 1974, hlm. 167; Assensoh 1998, hlm. 147.
  406. ^ Savage 1970, hlm. 527; Maloba 2017, hlm. 76.
  407. ^ Arnold 1974, hlm. 177; Maloba 2017, hlm. 59–60.
  408. ^ Arnold 1974, hlm. 160; Maloba 2017, hlm. 93–94.
  409. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 314.
  410. ^ Boone 2012, hlm. 84.
  411. ^ a b c Assensoh 1998, hlm. 18.
  412. ^ Assensoh 1998, hlm. 19.
  413. ^ Gertzel 1970, hlm. 32.
  414. ^ Maloba 2017, hlm. 68.
  415. ^ Arnold 1974, hlm. 161; Maloba 2017, hlm. 105–106.
  416. ^ Maloba 2017, hlm. 70–71.
  417. ^ Gertzel 1970, hlm. 32; Savage 1970, hlm. 527; Murray-Brown 1974, hlm. 317; Arnold 1974, hlm. 164; Assensoh 1998, hlm. 67; Maloba 2017, hlm. 108.
  418. ^ Ochieng 1995, hlm. 99, 100.
  419. ^ Gertzel 1970, hlm. 146.
  420. ^ a b Gertzel 1970, hlm. 144.
  421. ^ Ochieng 1995, hlm. 98.
  422. ^ Gertzel 1970, hlm. 35; Maloba 2017, hlm. 110–111.
  423. ^ Gertzel 1970, hlm. 35; Maloba 2017, hlm. 111.
  424. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 318.
  425. ^ Gertzel 1970, hlm. 147.
  426. ^ Maloba 2017, hlm. 119.
  427. ^ Savage 1970, hlm. 527; Maloba 2017, hlm. 125.
  428. ^ Arnold 1974, hlm. 164.
  429. ^ a b Assensoh 1998, hlm. 67.
  430. ^ Assensoh 1998, hlm. 67; Maloba 2017, hlm. 138.
  431. ^ Savage 1970, hlm. 529; Murray-Brown 1974, hlm. 317; Arnold 1974, hlm. 166; Ochieng 1995, hlm. 102; Assensoh 1998, hlm. 67; Maloba 2017, hlm. 135.
  432. ^ Ochieng 1995, hlm. 101.
  433. ^ Savage 1970, hlm. 529; Maloba 2017, hlm. 137.
  434. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 319; Maloba 2017, hlm. 140–143.
  435. ^ Savage 1970, hlm. 529–530; Murray-Brown 1974, hlm. 317; Ochieng 1995, hlm. 101–102; Maloba 2017, hlm. 138.
  436. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 317.
  437. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 318; Maloba 2017, hlm. 139.
  438. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 319; Maloba 2017, hlm. 139.
  439. ^ Savage 1970, hlm. 531; Maloba 2017, hlm. 140.
  440. ^ Assensoh 1998, hlm. 21.
  441. ^ Assensoh 1998, hlm. 23.
  442. ^ Assensoh 1998, hlm. 22, 67; Maloba 2017, hlm. 129.
  443. ^ Savage 1970, hlm. 531; Arnold 1974, hlm. 191; Assensoh 1998, hlm. 67; Maloba 2017, hlm. 145.
  444. ^ Arnold 1974, hlm. 191; Assensoh 1998, hlm. 67; Maloba 2017, hlm. 145.
  445. ^ Savage 1970, hlm. 531; Tamarkin 1979, hlm. 25; Boone 2012, hlm. 84.
  446. ^ Savage 1970, hlm. 531; Murray-Brown 1974, hlm. 319.
  447. ^ Ochieng 1995, hlm. 103–104; Assensoh 1998, hlm. 67.
  448. ^ Assensoh 1998, hlm. 68.
  449. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 320; Maloba 2017, hlm. 238.
  450. ^ a b c d Cullen 2016, hlm. 516.
  451. ^ a b Maloba 2017, hlm. 239.
  452. ^ Ochieng 1995, hlm. 103.
  453. ^ Maloba 2017, hlm. 282.
  454. ^ Ochieng 1995, hlm. 102.
  455. ^ Ochieng 1995, hlm. 103; Maloba 2017, hlm. 264–265.
  456. ^ Maloba 2017, hlm. 274.
  457. ^ Maloba 2017, hlm. 274–275.
  458. ^ Tamarkin 1979, hlm. 30; Kuria 1991, hlm. 121; Maloba 2017, hlm. 305.
  459. ^ Cullen 2016, hlm. 514, 517; Maloba 2017, hlm. 311.
  460. ^ Cullen 2016, hlm. 524.
  461. ^ Cullen 2016, hlm. 518.
  462. ^ Cullen 2016, hlm. 524, 526; Maloba 2017, hlm. 314.
  463. ^ Maloba 2017, hlm. 316.
  464. ^ Maloba 2017, hlm. 311–312.
  465. ^ a b Tamarkin 1979, hlm. 22.
  466. ^ Ochieng 1995, hlm. 104; Maloba 2017, hlm. 279, 281.
  467. ^ Assensoh 1998, hlm. 29.
  468. ^ Kuria 1991, hlm. 121; Assensoh 1998, hlm. 67; Cullen 2016, hlm. 521; Maloba 2017, hlm. 308, 309.
  469. ^ Tamarkin 1979, hlm. 30–31.
  470. ^ Tamarkin 1979, hlm. 33–34.
  471. ^ Tamarkin 1979, hlm. 34.
  472. ^ Kuria 1991, hlm. 117.
  473. ^ Arnold 1974, hlm. 105.
  474. ^ Assensoh 1998, hlm. 26.
  475. ^ a b Assensoh 1998, hlm. 27.
  476. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 306.
  477. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 321.
  478. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 322.
  479. ^ a b c Ochieng 1995, hlm. 93.
  480. ^ Assensoh 1998, hlm. 25.
  481. ^ Savage 1970, hlm. 537; Arnold 1974, hlm. 156; Assensoh 1998, hlm. 147; Nyangena 2003, hlm. 8; Lonsdale 2006, hlm. 89.
  482. ^ Lonsdale 2006, hlm. 94.
  483. ^ Maloba 2017, hlm. 209.
  484. ^ Arnold 1974, hlm. 33.
  485. ^ a b Arnold 1974, hlm. 32.
  486. ^ Savage 1970, hlm. 537.
  487. ^ Arnold 1974, hlm. 190, 208.
  488. ^ a b Berman & Lonsdale 1998, hlm. 38.
  489. ^ Maloba 2018, hlm. 47.
  490. ^ Assensoh 1998, hlm. 27; Nyangena 2003, hlm. 10.
  491. ^ Maloba 2017, hlm. 201.
  492. ^ Maloba 2018, hlm. 3.
  493. ^ Maloba 2018, hlm. 3–4.
  494. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 312; Assensoh 1998, hlm. 6.
  495. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 29.
  496. ^ Maloba 2017, hlm. 83.
  497. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 28.
  498. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 28–29.
  499. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 34.
  500. ^ Assensoh 1998, hlm. 4.
  501. ^ a b Savage 1970, hlm. 535.
  502. ^ Maloba 2017, hlm. 6.
  503. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 232.
  504. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 184.
  505. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 144.
  506. ^ Arnold 1974, hlm. 17.
  507. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 165.
  508. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 215, 216.
  509. ^ Gikandi 2000, hlm. 3.
  510. ^ Gikandi 2000, hlm. 9.
  511. ^ Beck 1966, hlm. 317.
  512. ^ Beck 1966, hlm. 316.
  513. ^ Gikandi 2000, hlm. 5.
  514. ^ a b Berman & Lonsdale 1998, hlm. 19.
  515. ^ a b Arnold 1974, hlm. 209.
  516. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 215; Arnold 1974, hlm. 209.
  517. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 215.
  518. ^ a b c Murray-Brown 1974, hlm. 216.
  519. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 223.
  520. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 188–189.
  521. ^ Arnold 1974, hlm. 65.
  522. ^ Maloba 2017, hlm. 23.
  523. ^ Otieno, Samuel; Muiruri, Maina (6 April 2007). "Wahu Kenyatta Mourned". The Standard. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 June 2008. 
  524. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 110; Maloba 2018, hlm. 137.
  525. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 265.
  526. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 269.
  527. ^ Arnold 1974, hlm. 27.
  528. ^ a b Murray-Brown 1974, hlm. 130.
  529. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 285; Maloba 2018, hlm. 138.
  530. ^ Naim 2005, hlm. 77.
  531. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 25.
  532. ^ Bernardi 1993, hlm. 175.
  533. ^ Arnold 1974, hlm. 70.
  534. ^ Murray-Brown 1974, hlm. 315; Arnold 1974, hlm. 166; Bernardi 1993, hlm. 168; Cullen 2016, hlm. 516.
  535. ^ Jackson & Rosberg 1982, hlm. 98; Assensoh 1998, hlm. 3; Nyangena 2003, hlm. 4.
  536. ^ a b Maloba 2018, hlm. 4.
  537. ^ Jackson & Rosberg 1982, hlm. 98.
  538. ^ Arnold 1974, hlm. 192, 195.
  539. ^ a b Maloba 2018, hlm. 2.
  540. ^ Maloba 2017, hlm. 196.
  541. ^ Maloba 2017, hlm. 26.
  542. ^ Maloba 2017, hlm. 25.
  543. ^ Arnold 1974, hlm. 9.
  544. ^ Nyangena 2003, hlm. 4.
  545. ^ Maloba 2018, hlm. 1.
  546. ^ Berman & Lonsdale 1998, hlm. 17.
  547. ^ a b c d Maxon 1995, hlm. 143.
  548. ^ Arnold 1974, hlm. 46.
  549. ^ Arnold 1974, hlm. 37.
  550. ^ Kyle 1997, hlm. 43.
  551. ^ Arnold 1974, hlm. 197–198.
  552. ^ Arnold 1974, hlm. 180.
  553. ^ Arnold 1974, hlm. 192–193.
  554. ^ Savage 1970, hlm. 519–520.
  555. ^ Savage 1970, hlm. 518.
  556. ^ O'Brien 1976, hlm. 92–93.
  557. ^ Maloba 2017, hlm. 354.
  558. ^ Maloba 2017, hlm. 355.
  559. ^ Maloba 2017, hlm. 350–351, 353.
  560. ^ Assensoh 1998, hlm. 65.
  561. ^ Assensoh 1998, hlm. 3.
  562. ^ Gikandi 2000, hlm. 4.
  563. ^ Kuria 1991, hlm. 120–21.
  564. ^ "Kenyatta Led Elite in Land Grabbing". Daily Nation. 11 May 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 August 2017. Diakses tanggal 12 December 2017. 
  565. ^ Njoroge, Kiarie (20 January 2016). "Kenyatta Family Seeks Approval To For Its Dream City Outside Nairobi". Business Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 November 2017. Diakses tanggal 12 December 2016. 
  566. ^ Boone 2012, hlm. 86.
  567. ^ Boone 2012, hlm. 86–87.

Daftar pustaka

Anderson, David (2005). Histories of the Hanged: Britain's Dirty War in Kenya and the End of Empire. London: Weidenfeld & Nicolson. ISBN 978-0297847199. 
Archer, Jules (1969). African Firebrand: Kenyatta of Kenya. New York: Simon and Schuster. ISBN 978-0671320621. 
Armstrong, Lilias E. (1940). The Phonetic and Tonal Structure of Kikuyu. London: International Africa Institute. OCLC 386522. 
Arnold, Guy (1974). Kenyatta and the Politics of Kenya. London: Dent. ISBN 978-0460078788. 
Assensoh, A. B. (1998). African Political Leadership: Jomo Kenyatta, Kwame Nkrumah, and Julius K. Nyerere. Malabar, Florida: Krieger Publishing Company. ISBN 978-0894649110. 
Beck, Ann (1966). "Some Observations on Jomo Kenyatta in Britain: 1929–1930". Cahiers d'Études Africaines. 6 (22): 308–329. doi:10.3406/cea.1966.3068. JSTOR 4390930. 
Berman, Bruce J.; Lonsdale, John M. (1998). "The Labors of Muigwithania: Jomo Kenyatta as Author, 1928–45". Research in African Literatures. 29 (1): 16–42. JSTOR 3820530. 
Bernardi, Bernardo (1993). "Old Kikuyu Religion Igongona and Mambura: Sacrifice and Sex: Re-reading Kenyatta's Ethnography". Africa: Rivista Trimestrale di Studi e Documentazione Dell'Istituto Italiano Perl'Africa e l'Oriente. 48 (2): 167–183. JSTOR 40760779. 
Boone, Catherine (2012). "Land Conflict and Distributive Politics in Kenya". African Studies Review. 55 (1): 75–103. doi:10.1353/arw.2012.0010. JSTOR 41804129. 
Cullen, Poppy (2016). "Funeral Planning: British Involvement in the Funeral of President Jomo Kenyatta" (PDF). The Journal of Imperial and Commonwealth History. 44 (3): 513–532. doi:10.1080/03086534.2016.1175737. 
Frederiksen, Bodil Folke (2008). "Jomo Kenyatta, Marie Bonaparte and Bronislaw Malinowski on Clitoridectomy and Female Sexuality". History Workshop Journal. 65 (65): 23–48. doi:10.1093/hwj/dbn013. 
Gertzel, Cherry (1970). The Politics of Independent Kenya. London: Heinemann. ISBN 978-0810103177. 
Gikandi, Simon (2000). "Pan-Africanism and Cosmopolitanism: The Case of Jomo Kenyatta". English Studies in Africa. 43 (1): 3–27. doi:10.1080/00138390008691286. 
Kuria, Gibson Kamau (1991). "Confronting Dictatorship in Kenya". Journal of Democracy. 2 (4): 115–126. doi:10.1353/jod.1991.0060. 
Kyle, Keith (1997). "The Politics of the Independence of Kenya". Contemporary British History. 11 (4): 42–65. doi:10.1080/13619469708581458. 
Jackson, Robert H.; Rosberg, Carl Gustav (1982). Personal Rule in Black Africa: Prince, Autocrat, Prophet, Tyrant. Berkeley, Los Angeles, and London: University of California Press. ISBN 978-0520041851. 
Leman, Peter (2011). "African Oral Law and the Critique of Colonial Modernity in The Trial of Jomo Kenyatta". Law and Literature. 23 (1): 26–47. doi:10.1525/lal.2011.23.1.26. 
Lonsdale, John (1990). "Mau Maus of the Mind: Making Mau Mau and Remaking Kenya". The Journal of African History. 31 (3): 393–421. doi:10.1017/S0021853700031157. hdl:10539/9062. 
Lonsdale, John (2006). "Ornamental Constitutionalism in Africa: Kenyatta and the Two Queens". The Journal of Imperial and Commonwealth History. 34 (1): 87–103. doi:10.1080/03086530500412132. 
Maloba, W. O. (2017). The Anatomy of Neo-Colonialism in Kenya: British Imperialism and Kenyatta, 1963–1978. London: Palgrave Macmillan. ISBN 978-3319509648. 
Maloba, W. O. (2018). Kenyatta and Britain: An Account of Political Transformation, 1929–1963. London: Palgrave Macmillan. ISBN 978-3319508955. 
Maxon, Robert M. (1995). "Social and Cultural Changes". Dalam B. A. Ogot and W. R. Ochieng (eds.). Decolonization and Independence in Kenya 1940–93. Eastern African Series. London: James Currey. hlm. 110–147. ISBN 978-0821410516. 
Murray-Brown, Jeremy (1974) [1972]. Kenyatta. New York City: Fontana. ISBN 978-0006334538. 
Naim, Asher (2005). "Perspectives—Jomo Kenyatta and Israel". Jewish Political Studies Review. 17 (3): 75–80. JSTOR 25834640. 
Nyangena, Kenneth O. (2003). "Jomo Kenyatta: An Epitome of Indigenous Pan-Africanism, Nationalism and Intellectual Production in Kenya". African Journal of International Affairs. 6: 1–18. 
O'Brien, Jay (1976). "Bonapartism and Kenyatta's Regime in Kenya". Review of African Political Economy. 3 (6): 90–95. doi:10.1080/03056247608703293. JSTOR 3997848. 
Ochieng, William R. (1995). "Structural and Political Changes". Dalam B. A. Ogot and W. R. Ochieng (eds.). Decolonization and Independence in Kenya 1940–93. Eastern African Series. London: James Currey. hlm. 83–109. ISBN 978-0821410516. 
Polsgrove, Carol (2009). Ending British Rule in Africa: Writers in a Common Cause. Manchester: Manchester University Press. ISBN 978-0719089015. 
Savage, Donald C. (1970). "Kenyatta and the Development of African Nationalism in Kenya". International Journal. 25 (3): 518–537. doi:10.1177/002070207002500305. JSTOR 40200855. 
Slater, Montagu (1956). The Trial of Jomo Kenyatta. London: Secker and Warburg. ISBN 978-0436472008. 
Tamarkin, M. (1979). "From Kenyatta to Moi: The Anatomy of a Peaceful Transition of Power". Africa Today. 26 (3): 21–37. JSTOR 4185874. 

Bacaan lanjutan

  • Delf, George (1961). Jomo Kenyatta: Towards Truth about "The Light of Kenya". New York: Doubleday. ISBN 978-0-8371-8307-7. 
  • Elkins, Caroline (2005). Imperial Reckoning: The Untold Story of Britain's Gulag in Kenya. New York City: Henry Holt and Co. ISBN 978-0-8050-7653-0. 
  • Lonsdale, John (2000). "KAU's Cultures: Imaginations of Community and Constructions of Leadership in Kenya after the Second World War". Journal of African Cultural Studies. 13 (1): 107–124. doi:10.1080/713674307. JSTOR 1771859. 
  • Savage, Donald C. (1969). "Jomo Kenyatta, Malcolm MacDonald and the Colonial Office 1938–39 Some Documents from the P. R. O.". Canadian Journal of African Studies. 3 (3): 615–632. doi:10.2307/483910. JSTOR 483910. 
  • Macharia, Rawson (1991). The Truth about the Trial of Jomo Kenyatta. Nairobi: Longman. ISBN 978-9966-49-823-6. 
  • Muigai, Githu (2004). "Jomo Kenyatta and the Rise of the Ethno-nationalist State in Kenya". Dalam Berman, Bruce; Eyoh, Dickson; Kymlicka, Will. Ethnicity and Democracy in Africa. James Currey. hlm. 200–217. ISBN 978-1-78204--792-6. 
  • Watkins, Elizabeth (1993). Jomo's Jailor — Grand Warrior of Kenya. Mulberry Books. ISBN 978-0-9528952-0-6. 

Pranala luar

Jabatan politik
Posisi baru Perdana Menteri Kenya
1963–1964
Lowong
Jabatan dihapuskan
Selanjutnya dijabat oleh
Raila Odinga
Presiden Kenya
1964–1978
Diteruskan oleh:
Daniel arap Moi