Kanon Alkitab
Bagian dari seri |
Alkitab |
---|
Kanon Alkitab dan kitab-kitabnya |
Tanakh (Taurat · Nevi'im · Ketuvim) Kanon Alkitab Kristen · Alkitab Ibrani Perjanjian Lama (PL) · Perjanjian Baru (PB) Deuterokanonika · Antilegomena Bab dan ayat dalam Alkitab Apokrifa: (Yahudi · PL · PB) |
Perkembangan dan Penulisan |
Terjemahan dan Naskah |
Taurat Samaria Gulungan Laut Mati Teks Masorah Targum · Pesyita Septuaginta · Vulgata Alkitab Goth · Vetus Latina Alkitab Luther · Alkitab Inggris · Alkitab Indonesia |
Studi |
Kode Alkitab Novum Testamentum Graece Hipotesis dokumen Kategori PB Konsistensi internal Arkeologi · Artefak |
Tafsir |
Hermeneutika · Pesyer · Midras · Pardes · Penafsiran alegori Alkitab · Literalisme · Nubuat · Homoseksualitas |
Daftar dan Garis besar topik |
Artefak · Nama · Tokoh |
Kanon Alkitab, atau kanon Kitab Suci,[1] adalah suatu daftar kitab yang dianggap sebagai kitab suci yang berwibawa atau otoritatif oleh komunitas keagamaan tertentu. Kata "kanon" berasal dari bahasa Yunani Kuno κανών, yang berarti "mistar" atau "tongkat pengukur". Istilah tersebut pertama kali dicetuskan oleh umat Kristen untuk merujuk pada kitab suci, tetapi gagasan tersebut dikatakan berasal dari umat Yahudi.[2] Kanon Alkitab dapat juga dipahami sebagai sebuah daftar kitab yang menjadi "standar" atau "aturan" yang bersifat normatif bagi umat.[3]
Sebagian besar kanon yang tercantum dalam artikel ini dianggap sudah "ditutup", yaitu tidak ada penambahan atau pengurangan kitab lagi.[4] Sehingga mencerminkan keyakinan bahwa wahyu umum telah berakhir dan karenanya teks-teks yang terinspirasi tersebut dapat dikumpulkan menjadi suatu kanon yang lengkap dan otoritatif, yang mana Bruce M. Metzger mendefinisikannya sebagai "sebuah kumpulan yang otoritatif dari kitab-kitab". Sebaliknya, suatu "kanon terbuka", yang mana memungkinkan penambahan kitab melalui proses dari wahyu yang berkelanjutan, didefinisikan Metzger sebagai "sebuah kumpulan kitab-kitab otoritatif".[5]
Semua kanon tersebut telah dikembangkan selama berabad-abad dan melalui proses diskusi yang rumit,[6] lalu kesepakatan dibuat oleh otoritas-otoritas keagamaan dari keyakinan mereka masing-masing. Umat menganggap kitab-kitab kanonik diinspirasikan oleh Allah atau mengungkapkan sejarah yang berwibawa tentang hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Kitab-kitab seperti "Injil Kristen–Yahudi" telah dikeluarkan seluruhnya dari kanon; namun banyak kitab yang diperdebatkan, yang dianggap non-kanonik atau bahkan apokrif oleh beberapa kalangan, dipandang sebagai apokrifa Alkitab atau Deuterokanonika atau sepenuhnya kanonik oleh kalangan lainnya.
Ada perbedaan-perbedaan antara Tanakh Yahudi dan kanon Alkitab Kristen, dan antara berbagai kanon dalam denominasi Kristen yang berbeda. Perbedaan kriteria dan proses kanonisasi menentukan apa yang dianggap berbagai komunitas tersebut sebagai kitab suci yang terinspirasi. Dalam beberapa kasus di mana terdapat beragam tingkatan inspirasi kitab suci, sungguh bijak untuk membahas teks-teks yang hanya memiliki status ditinggikan di dalam suatu tradisi tertentu. Hal ini menjadi lebih kompleks ketika mempertimbangkan kanon terbuka dari berbagai aliran Orang Suci Zaman Akhir — yang dapat dipandang sebagai perluasan dari Kekristenan dan Yudaisme — dan wahyu kitab suci yang konon diberikan selama kurun waktu beberapa tahun kepada sejumlah pemimpin gerakan tersebut.
Kanon Yahudi
Yudaisme Rabinik
Bagian dari serial tentang |
Agama Yahudi |
---|
Yudaisme Rabinik (bahasa Ibrani: יהדות רבנית) mengakui 24 kitab dari Teks Masoret, dan umumnya disebut Tanakh (bahasa Ibrani: תַּנַ"ךְ) atau Alkitab Ibrani.[7] Terdapat bukti yang mendukung pendapat bahwa proses kanonisasi terjadi antara 200 SM dan 200 M, dan suatu pandangan yang populer adalah Torah (Taurat) dikanonisasi ca 200 SM, Para nabi ca 200 SM, dan Tulisan-tulisan ca 100 M[8] mungkin pada suatu konsili hipotetis di Yamnia —namun semakin banyak kritikan atas pandangan ini oleh para akademisi modern.[9][10][11][12][13]
Kitab Ulangan memuat suatu larangan untuk melakukan penambahan atau pengurangan (Ulangan 4:2, 12:32) yang mungkin saja berlaku pada kitab itu sendiri (yaitu suatu "kitab tertutup", larangan terhadap penyuntingan tulisan di kemudian hari) atau pada perintah yang diterima Musa di Gunung Sinai.[14] Kitab 2 Makabe (bukan bagian dari kanon Yahudi) menguraikan bahwa Nehemia (ca 400 SM) "menyusun sebuah perpustakaan dengan mengumpulkan berbagai buku tentang para raja dan para nabi, karangan-karangan Daud dan surat-surat para raja mengenai sumbangan-sumbangan bakti" (2 Makabe 2:13).
Kitab Nehemia menunjukkan bahwa Ezra (seorang imam dan ahli kitab) mengembalikan Torah dari Babilonia ke Yerusalem dan Bait Kedua pada kurun waktu yang sama. Baik Kitab 1 Makabe maupun 2 Makabe menunjukkan bahwa Yudas Makabe (ca 167 SM) juga mengumpulkan kitab-kitab suci (1 Makabe 3:42–50, 2 Makabe 2:13–15, 2 Makabe 15:6–9), karenanya beberapa akademisi berpendapat bahwa kanon Yahudi ditetapkan oleh dinasti Hashmonayim.[15] Namun sumber primer ini tidak menunjukkan kesan bahwa kanon "ditutup" pada waktu itu, dan tidak terdapat kejelasan bahwa kitab-kitab suci ini identik dengan yang kemudian menjadi bagian dari kanon tersebut.
Selain Tanakh, Yudaisme Rabinik arus utama juga memandang Talmud (bahasa Ibrani: תַּלְמוּד) sebagai teks sentral lainnya yang otoritatif. Talmud merupakan suatu catatan diskusi para rabi yang berkaitan dengan sejarah, adat istiadat, filsafat, etika, dan hukum Yahudi. Talmud terdiri dari dua komponen: Mishnah (ca 200 M), yaitu ringkasan tertulis yang pertama dari Hukum lisan Yudaisme; dan Gemara (ca 500 M) yang berisikan penjelasan dari Mishnah dan tulisan-tulisan Tannaitik terkait, yang mana seringkali bersinggungan dengan topik lainnya dan menguraikan Tanakh secara luas. Ada terdapat banyak kutipan dari Sirakh di dalam Talmud, meskipun kitab tersebut pada akhirnya tidak diterima dalam kanon Ibrani.
Talmud merupakan dasar dari semua kitab hukum rabinik dan sering dikutip dalam literatur rabinik lainnya. Kelompok Yahudi tertentu, seperti Yahudi Karait, tidak menerima Hukum lisan sebagaimana yang dikodifikasikan di dalam Talmud dan hanya memandang Tanakh sebagai satu-satunya yang berwibawa.
Beta Israel
Kaum Yahudi Ethiopia, atau Beta Israel (Ge'ez: ቤተ እስራኤል—Bēta 'Isrā'ēl), memiliki sebuah kanon kitab suci yang berbeda dengan Yudaisme Rabinik. Mäṣḥafä Kedus (Kitab-kitab Suci) adalah nama literatur keagamaan dari kaum Yahudi ini, yang mana utamanya ditulis dalam bahasa Ge'ez. Kitab tersuci mereka, Orit, terdiri dari Pentateukh, serta Yosua, Hakim-hakim, dan Rut. Kitab lainnya dari kanon Yahudi Ethiopia dianggap memiliki tingkat kepentingan kedua atau sekunder. Kanon tersebut terdiri dari kitab-kitab lainnya dari kanon Ibrani, mungkin selain Kitab Ratapan, dan berbagai kitab deuterokanonika. Kitab-kitab ini misalnya Sirakh, Yudit, Tobit, 1–2 Esdras, 1 dan 4 Barukh, tiga kitab Makabian, Yobel, Henokh, Perjanjian Abraham, Perjanjian Ishak, dan Perjanjian Yakub. Ketiga perjanjian patriarkal yang terakhir disebutkan tersebut berbeda dengan tradisi kitab suci ini.[16]
Tulisan-tulisan keagamaan tingkat ketiga yang penting bagi kaum Yahudi Ethiopia, namun tidak dianggap sebagai bagian dari kanon, antara lain meliputi: Nagara Muse (Percakapan Musa), Mota Aaron (Wafatnya Harun), Mota Muse (Wafatnya Musa), Te'ezaza Sanbat (Aturan Sabat), Arde'et (Para Murid), Apokalipsis Gorgorios, Mäṣḥafä Sa'atat (Kitab Harian), Abba Elias (Bapa Elia), Mäṣḥafä Mäla'əkt (Kitab Para Malaikat), Mäṣḥafä Kahan (Kitab Para Imam), Dərsanä Abrəham Wäsara Bägabs (Homili tentang Abraham dan Sara di Mesir), Gadla Sosna (Kisah Susana), dan Baqadāmi Gabra Egzi'abḥēr (Pada Mulanya Allah Menciptakan). Selain kitab-kitab ini, Zëna Ayhud (Josippon versi Ethiopik) dan perkataan dari berbagai fālasfā (filsuf) merupakan sumber-sumber yang belum tentu dianggap suci, tetapi tetap memiliki pengaruh yang besar.
Kanon Samaria
Ada versi lain dari Torah (Pentateukh, Taurat), dan ditulis dengan alfabet Samaria. Teks ini dikaitkan dengan orang Samaria (bahasa Ibrani: שומרונים, bahasa Arab: السامريون), suatu suku bangsa yang mana Jewish Encyclopedia mendeskripsikannya: "Sejarah mereka sebagai suatu komunitas yang berbeda dimulai dengan dikuasainya Samaria oleh orang Asyur pada tahun 722 SM." [17]
Hubungan antara Torah Samaria dengan Teks Masoret masih dalam perdebatan. Ada beberapa perbedaan kecil, seperti perbedaan usia orang-orang yang disebutkan dalam silsilah; sedangkan yang lainnya merupakan perbedaan besar, seperti adanya suatu perintah untuk bermonogami, yang mana hanya terdapat dalam versi Samaria. Yang lebih penting, teks Samaria menyimpang dari Masoretik dengan menyatakan bahwa Musa menerima Sepuluh Perintah Allah di Gunung Gerizim, bukan di Gunung Sinai, dan di atas Gunung Gerizim inilah pengorbanan kepada Allah harus dilakukan —bukan di Yerusalem. Meski demikian para akademisi tetap mencari keterangan dalam versi Samaria ini dalam upaya untuk mengetahui makna dari teks-teks Torah asli, serta untuk melacak perkembangan dari berbagai rumpun teks. Beberapa gulungan naskah di antara berbagai gulungan naskah Laut Mati telah diidentifikasi sebagai jenis teks Pentateukh proto-Samaritan.[18]
Kaum Samaria memandang Torah sebagai kitab suci yang terinspirasi (atau terilhami), tetapi tidak menerima bagian-bagian lain dari Alkitab —mungkin posisi yang sama juga dipegang oleh kaum Saduki.[19] Mereka tidak memperluas kanon mereka dengan menambahkan suatu komposisi Samaritan apa pun. Ada Kitab Yosua Samaritan, namun ini merupakan suatu kronik populer yang ditulis dalam bahasa Arab dan tidak dianggap sebagai kitab suci. Teks keagamaan Samaritan non-kanonik yang lain misalnya Memar Markah (Pengajaran Markah) dan Defter (Buku Doa) —keduanya berasal dari abad ke-4 atau kemudian.[20]
Mereka yang merupakan keturunan Samaria di Israel/Palestina zaman modern mempertahankan Taurat versi mereka sebagai kanonik sepenuhnya dan berwibawa.[21] Mereka menganggap diri mereka sebagai "para penjaga Hukum" yang sejati. Penegasan ini ditekankan kembali semata-mata oleh klaim dari komunitas Samaria di Nablus (suatu daerah yang secara tradisi dikaitkan dengan kota kuno Sikhem) untuk memiliki salinan Torah yang paling tua dan masih terlestarikan —yang mereka yakini ditulis oleh Abisha, seorang cucu Harun.[22]
Kanon Alkitab Kristen
Bagian dari seri tentang |
Kekristenan |
---|
Portal Kristen |
Gereja perdana
Komunitas Kristen tertua
Meskipun Gereja perdana menggunakan Perjanjian Lama berdasarkan kanon Septuaginta (LXX),[23] mungkin sebagaimana ditemukan dalam Daftar Bryennios atau daftarnya Melito, para Rasul tidak mewariskan suatu set ketetapan tentang kitab-kitab suci baru; sebaliknya, Perjanjian Baru berkembang dari waktu ke waktu.
Tulisan-tulisan terkait para rasul telah tersebar di kalangan komunitas-komunitas Kristen paling awal. Surat-surat Paulus beredar dalam bentuk-bentuk yang sudah terkumpulkan pada akhir abad ke-1 M. Yustinus Martir, pada awal abad ke-2, menyebutkan tentang "memoar para Rasul", yang mana umat Kristen (bahasa Yunani: Χριστιανός) menyebutnya "injil", dan secara otoritatif dianggap setara dengan Perjanjian Lama.[24]
Daftarnya Marsion
Marsion dari Sinope merupakan seorang pemimpin Kristen pertama dalam catatan sejarah (meski kemudian dipandang sesat) yang mengusulkan dan mengutarakan suatu kanon Kristen yang unik (ca 140 M).[25] Daftarnya memuat 10 surat dari Rasul Paulus, serta sebuah versi Injil Lukas yang saat ini dikenal sebagai Injil Marsion. Dengan demikian ia telah membentuk suatu cara tertentu dalam memandang teks-teks keagamaan, yang hingga kini menetap dalam pemikiran Kristen.[26]
Setelah Marsion, umat Kristen mulai memisahkan teks-teks yang selaras dengan "kanon" (tongkat pengukur) dari pemikiran teologis yang dapat diterima dan teks-teks yang memicu penyesatan. Hal ini memainkan peranan utama dalam menuntaskan struktur dari kumpulan karya-karya yang disebut Alkitab. Ada pendapat bahwa desakan awal bagi proyek kanonisasi dari kalangan Kristen proto-ortodoks berawal dari perlawanan terhadap kanon yang diusulkan oleh Marsion.[26]
Bapa Apostolik
Sebuah kanon empat injil (Tetramorf) dinyatakan oleh Ireneus dalam kutipan berikut: "Adalah tidak mungkin jumlah Injil dapat lebih banyak atau lebih sedikit dari yang ada. Sebab ada empat penjuru bumi di mana kita hidup, dan ada empat mata angin utama, sementara Gereja tersebar di seluruh dunia, serta 'pilar dan dasar' dari Gereja adalah Injil dan Roh kehidupan. Maka sudah sepatutnya Gereja memiliki empat pilar yang memberi nafas keabadian di setiap penjuru, dan memberi hidup kembali pada manusia... Oleh karenanya Injil selaras dengan hal-hal ini... Sebab makhluk hidup memiliki empat aspek dan Injil memiliki empat aspek... Karena itu semua orang yang menghancurkan bentuk Injil ini adalah sia-sia, tidak terpelajar, dan juga lancang; [yaitu] mereka yang menyatakan aspek-aspek Injil lebih banyak, atau, di pihak lain, lebih sedikit dari yang telah disebutkan sebelumnya."[27]
Pada awal abad ke-3, teolog Kristen seperti Origen dari Aleksandria mungkin telah menggunakan (atau setidaknya telah akrab dengan) 27 kitab yang sama dengan yang terdapat dalam edisi-edisi Perjanjian Baru modern, meskipun masih ada pertentangan atas kanonisitas beberapa tulisan tersebut (lihat pula Antilegomena).[28] Demikian pula dari sekitar abad ke-2, fragmen Muratori menunjukkan bahwa ada satu set tulisan-tulisan Kristen yang agak mirip dengan apa yang sekarang menjadi Perjanjian Baru, yang mana mencakup keempat Injil dan menentang keberatan atasnya.[29] Jadi, sementara ada suatu ukuran yang baik tentang perdebatan dalam Gereja perdana atas kanon Perjanjian Baru, tulisan-tulisan penting tersebut telah diterima oleh hampir semua kalangan Kristen pada pertengahan abad ke-3.[30]
Gereja Timur
Bapa Gereja Aleksandria
Origen dari Aleksandria (184/5-253/4), salah seorang cendekiawan mula-mula yang terlibat dalam kodifikasi kanon Alkitab, memiliki latar belakang pendidikan yang baik dalam teologi Kristen maupun filsafat paganisme, namun secara anumerta dikutuk dalam Konsili Konstantinopel II tahun 553. Kanon yang diajukan Origen mencakup semua kitab dalam kanon Katolik saat ini kecuali empat kitab: Surat Yakobus, Surat Petrus yang Kedua, Surat Yohanes yang Kedua dan Ketiga.[31]
Ia juga memasukkan Gembala Hermas yang mana kemudian ditolak. Bruce M. Metzger, seorang akademisi keagamaan, menjelaskan upaya yang dilakukan Origen dengan mengatakan, "Proses kanonisasi yang direpresentasikan oleh Origen dilanjutkan dengan cara seleksi, beranjak dari banyak kandidat untuk disertakan lebih sedikit."[32] Hal ini merupakan upaya besar pertama untuk menyusun berbagai surat dan kitab tertentu sebagai ajaran yang terinspirasi dan berwibawa bagi Gereja perdana pada saat itu, meskipun tidak ada kejelasan apakah Origen menganggap daftarnya berwibawa bagi dirinya sendiri.
Dalam surat Paskah yang ditulisnya pada tahun 367, Patriark Athanasius dari Aleksandria memberikan sebuah daftar kitab yang persis sama dengan apa yang menjadi 27 kitab protokanonik Perjanjian Baru,[33] dan menggunakan ungkapan "yang dikanonisasi" (kanonizomena) berkenaan dengan kitab-kitab tersebut.[34] Athanasius juga memasukkan Kitab Barukh dan Surat Nabi Yeremia dalam kanon Perjanjian Lama yang diajukannya. Namun ia mengeluarkan Kitab Ester dari kanon ini.
Kanon Timur
Gereja-gereja Timur secara umum memiliki firasat yang lebih lemah dibandingkan dengan Barat berkenaan dengan kebutuhan untuk membuat suatu gambaran yang jelas terkait kanon Alkitab. Mereka lebih sadar akan adanya tingkatan kualitas rohaniah di antara kitab-kitab yang mereka terima (misalnya klasifikasi dari Eusebius; lihat pula Antilegomena) dan lebih jarang menegaskan bahwa kitab-kitab yang mereka tolak tidak memiliki kualitas rohaniah sama sekali. Sebagai contoh Konsili Quinisextum tahun 692, yang mana ditolak oleh Paus Sergius I[35] (lihat pula Pentarki), mengesahkan kanonisitas daftar-daftar tulisan berikut ini: Kanon Para Rasul (ca 385), Konsili Laodikia (ca 363), Konsili Kartago yang Ketiga (ca 397), dan Surat Paskah Athanasius yang ke-39 (367).[36] Dan selanjutnya daftar-daftar ini tidak disepakati. Demikian pula kanon-kanon Perjanjian Baru dari Gereja Suriah, Armenia, Georgia, Koptik Mesir, dan Ethiopia memiliki beberapa perbedaan kecil antara satu dengan yang lainnya.[37] Wahyu kepada Yohanes dikatakan sebagai salah satu kitab yang paling tidak pasti; kitab tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Georgia sampai dengan abad ke-10, dan tidak pernah dimasukkan dalam leksionari resmi Gereja Ortodoks Timur sejak zaman Bizantium hingga saat ini.
Gereja Barat
Bapa Gereja Latin
Konsili pertama yang memberlakukan kanon Katolik seperti yang sekarang ini (Kanon Trente) mungkin adalah Sinode Hippo, di Afrika Utara, pada tahun 393; namun riwayat selengkapnya dari konsili ini telah hilang. Sebuah ringkasan singkat tentang riwayat konsili tersebut dibacakan dan diberlakukan oleh Konsili Kartago pada tahun 397 dan 419.[38] Konsili-konsili ini berada di bawah otoritas Agustinus dari Hippo, yang menganggap kanon tersebut ditutup sejak saat itu.[39] Konsili Roma tahun 382 di bawah otoritas Paus Damasus I, di mana Decretum Gelasianum dianggap berkaitan dengan konsili ini, mengeluarkan sebuah kanon Alkitab yang identik dengan yang disebutkan di atas,[33] atau, jika tidak, daftar tersebut sekurang-kurangnya merupakan kompilasi dari abad ke-6.[40] Selain itu Paus Damasus juga mengesahkan edisi Vulgata berbahasa Latin dari Alkitab, ca 383, yang mana memiliki peranan penting dalam penetapan kanon di Barat.[41]
Pada tahun 405, Paus Innosensius I mengirimkan sebuah daftar kitab-kitab suci tersebut kepada Eksuperius, seorang uskup dari Toulouse. Ketika para uskup dan konsili ini berbicara tentang hal tersebut, mereka dipandang tidak mendefinisikan sesuatu yang baru, melainkan "mengesahkan apa yang telah menjadi pemikiran Gereja."[42] Dengan demikian, sejak abad ke-4, telah ada suara bulat di Kekristenan Barat mengenai kanon Perjanjian Baru (sebagaimana adanya saat ini),[43] dan pada abad ke-5 di Kekristenan Timur, dengan sedikit pengecualian, telah menerima Kitab Wahyu dan karenanya, sehubungan dengan kanon Perjanjian Baru, berada dalam keselarasan.[44]
Kanon Luther
Martin Luther (1483–1546) berupaya mengeluarkan kitab Ibrani, Yakobus, Yudas, dan Wahyu dari kanon (sebagian karena alasan bahwa kitab-kitab tersebut dianggap bertentangan dengan doktrin Protestan tertentu seperti sola scriptura dan sola fide),[45] tetapi hal ini tidak diterima secara luas di kalangan para pengikutnya.
Saat ini kitab-kitab tersebut berada pada urutan terakhir dalam Alkitab Luther berbahasa Jerman.[45] Selain itu Luther memindahkan kitab-kitab yang kemudian disebut Deuterokanonika ke suatu bagian terpisah yang disebutnya Apokrifa.
Kanon Protestan
Gereja-gereja Protestan memandang bahwa tidak ada kriteria pasti yang dapat dijadikan sebagai acuan kanonisitas Perjanjian Lama. Namun, menurut Yonky Karman, terdapat konsensus di kalangan para ahli yang menyebutkan empat hal yang dapat dijadikan sebagai dasar kanonisitas Perjanjian Lama:[3]
- Kanonisitas dikaitkan dengan nubuat
- Kanonisitas dikaitkan dengan perjanjian (covenant)
- Kananositas Perjanjian Lama diteguhkan melalui referensi-referensi Perjanjian Baru terhadapnya
- Kanonisitas Perjanjian Lama diteguhkan oleh pemakaiannya dalam ibadah yang dilakukan umat Israel.
Sementara, menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi dasar kanonisitas Perjanjian Baru yaitu:[3]
- Dekat dengan tradisi kerasulan
- Diterima secara umum di kalangan jemaat (katolisitas)
- Bergantung pada ortodoksi
Kanon dari berbagai tradisi Kristen
Penetapan secara dogmatis atas kanon-kanon Alkitab belum dilakukan hingga Konsili Trente tahun 1546 (bagi Katolik Roma),[46] 39 Artikel tahun 1563 (bagi Gereja Inggris), Pengakuan Iman Westminster tahun 1647 (bagi Calvinisme), dan Sinode Yerusalem tahun 1672 (bagi Ortodoks Yunani). Tradisi lainnya, meskipun juga memiliki kanon-kanon tertutup, mungkin tidak dapat disebutkan waktunya secara tepat sehubungan dengan kapan kanon mereka masing-masing dianggap lengkap atau terselesaikan. Tabel-tabel di bawah ini menerminkan keadaan saat ini dari beragam kanon Kristen.
Perjanjian Lama
Semua tradisi Kristen utama menerima kewibawaan dan inspirasi ilahi dari seluruh kitab protokanon Ibrani. Selain itu, dari semua tradisi ini, kecuali Protestan, juga menambahkan berbagai kitab Deuterokanonika. Dalam beberapa Alkitab Protestan, terutama Alkitab Luther dan Alkitab Raja James berbahasa Inggris, mempertahankan banyak dari kitab Deuterokanonika ini sebagai bagian dari tradisi Gereja di dalam suatu bagian khusus yang disebut "Apokrifa".
Beberapa kitab yang tercantum di sini, seperti Perjanjian Kedua Belas Patriark bagi Gereja Apostolik Armenia, mungkin pernah menjadi suatu bagian penting dari tradisi Alkitab, yang mungkin masih memiliki posisi kehormatan, tetapi sudah tidak lagi dianggap sebagai bagian dari Alkitab. Kitab lainnya, seperti Doa Manasye bagi Gereja Katolik Roma, mungkin dimasukkan dalam naskah-naskah, tetapi tidak pernah meraih suatu tingkat kepentingan yang tinggi dalam tradisinya. Tidak ada kejelasan seputar tingkat kepentingan secara tradisi bagi kitab tertentu lainnya, seperti Mazmur 152–155 dan Mazmur dari Salomo dari Kekristenan Suriah.
Seandainya kanon Alkitab Tewahedo Ortodoks dipertimbangkan juga, perlu dibuat beberapa pokok kejelasan. Kitab Ratapan, Yeremia, dan Barukh, termasuk Surat Nabi Yeremia dan 4 Barukh, semuanya dipandang kanonik oleh Gereja-gereja Tewahedo Ortodoks. Namun tidak selalu jelas bagaimana penyusunan atau pembagian tulisan-tulisan ini. Dalam beberapa daftar, semuanya mungkin dimuat dengan judul "Yeremia", sedangkan yang lain membaginya dengan berbagai cara ke dalam kitab-kitab terpisah. Kemudian Kitab Amsal dibagi menjadi dua kitab, yaitu Messale (Amsal 1–24) dan Tägsas (Amsal 25–31).
Selain itu, sementara Kitab Yobel dan Henokh cukup dikenal di kalangan akademisi Barat, tetapi tidak demikian halnya dengan 1–3 Makabian. Ketiga kitab Makabian tersebut seringkali disebut "Makabe Ethiopia", tetapi isinya sangat berbeda dengan Kitab Makabe yang dikenal dan/atau dikanonisasi dalam tradisi-tradisi lainnya. Yang terakhir, Kitab Joseph ben Gurion, atau Pseudo-Yosefus, merupakan suatu kisah sejarah orang-orang Yahudi yang diduga berdasarkan pada tulisan-tulisan Yosefus.[47] Versi Ethiopianya (Zëna Ayhud) memiliki 8 bagian dan termasuk dalam kanon yang lebih luas dari Tewahedo Ortodoks.[48][49]
Perjanjian Baru
Kanonisasi Perjanjian Baru dimulai sekitar tahun 200.[50] Pada saat itu mulai disusun daftar-daftar kitab suci yang kurang lebih resmi. Misalnya pada tahun 190 di Roma muncul sebuah daftar yang disebut Kanon Muratori. Kanon Muratori merupakan kanon tertua yang disimpan sebagai sebuah fragmen dalam sebuah naskah salinan dari abad VIII. Nama Muratori merupakan nama seorang pustakawan Milano, L.A. Muratori yang menemukan fragmen tersebut dan menerbitkannya pada tahun 1740.[51] Kanon ini berisi daftar kitab-kitab yang dipakai jemaat di Roma dan sejumlah karangan yang dianggap "palsu". Pada tahun 254, Origenes dari Alexandria juga menyusun sebuah daftar kitab. Tahun 303 Eusebius dari Kaisarea juga membuat daftar kitab. Tahun 367, Uskup Aleksandria Athanasius menyusun daftar Alkitab Perjanjian Baru dengan jumlah 27 kitab. Daftar itu kemudian diterima oleh umat di bagian Timur. Sedangkan di bagian barat, umat menerima daftar yang disusun oleh Athanasius. Paus Innosensius I mengirim daftar itu ke Perancis pada tahun 419. Daftar ke 27 kitab itu kembali diperteguh dalam konsili Florence (1441), konsili Trente (1546) dan Konsili Vatikan I (1870).
Lihat pula
Referensi
- ^ (Inggris) McDonald, L. M. & Sanders, J. A., eds. (2002). The Canon Debate. "The Notion and Definition of Canon." pp. 29, 34. (In the article written by Eugene Ulrich, "canon" is defined as follows: "...the definitive list of inspired, authoritative books which constitute the recognized and accepted body of sacred scripture of a major religious group, that definitive list being the result of inclusive and exclusive decisions after serious deliberation." It is further defined as follows: "...the definitive, closed list of the books that constitute the authentic contents of scripture.")
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders, editors of The Canon Debate, 2002, The Notion and Definition of Canon by Eugene Ulrich, page 28: "The term is late and Christian ... though the idea is Jewish"; also from the Introduction on page 13: "We should be clear, however, that the current use of the term "canon" to refer to a collection of scripture books was introduced by David Ruhnken in 1768 in his Historia critica oratorum graecorum for lists of sacred scriptures. While it is tempting to think that such usage has its origins in antiquity in reference to a closed collection of scriptures, such is not the case." The technical discussion includes Athanasius's use of "kanonizomenon=canonized" and Eusebius's use of kanon and "endiathekous biblous=encovenanted books" and the Mishnaic term Sefarim Hizonim (external books).
- ^ a b c Yonky Karman (2005). Bunga Rampai Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm 5-13.
- ^ (Inggris) Athanasius Letter 39.6.3: "Let no man add to these, neither let him take ought from these."
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders, page 32–33: Closed list; page 30: "But it is necessary to keep in mind Bruce Metzger's distinction between "a collection of authoritative books" and "an authoritative collection of books."
- ^ Van den End (2009). Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm 40-42.
- ^ (Inggris) Darshan, G. “The Twenty-Four Books of the Hebrew Bible and Alexandrian Scribal Methods,”, in: M.R. Niehoff (ed.), Homer and the Bible in the Eyes of Ancient Interpreters: Between Literary and Religious Concerns (JSRC 16), Leiden: Brill 2012, pp. 221–244.
- ^ McDonald & Sanders, page 4
- ^ (Inggris) W. M. Christie, The Jamnia Period in Jewish History (PDF), Biblical Studies.org.uk
- ^ (Inggris) Jack P. Lewis (April 1964), "What Do We Mean by Jabneh?", Journal of Bible and Religion, 32, No. 2, Oxford University Press, hlm. 125-132
- ^ (Inggris) Anchor Bible Dictionary Vol. III, pp. 634–7 (New York 1992).
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders, editors, The Canon Debate, 2002, chapter 9: Jamnia Revisited by Jack P. Lewis.
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders, The Canon Debate, 2002, page 5, cited are Neusner's Judaism and Christianity in the Age of Constantine, pages 128–145, and Midrash in Context: Exegesis in Formative Judaism, pages 1–22.
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders, ed., The Canon Debate, page 60, chapter 4: The Formation of the Hebrew Canon: Isaiah as a Test Case by Joseph Blenkinsopp.
- ^ (Inggris) Philip R. Davies in The Canon Debate, page 50: "With many other scholars, I conclude that the fixing of a canonical list was almost certainly the achievement of the Hasmonean dynasty."
- ^ Because of the lack of solid information on this subject, the exclusion of Lamentations from the Ethiopian Jewish canon is not a certainty. Furthermore, some uncertainty remains concerning the exclusion of various smaller deuterocanonical writings from this canon including the Prayer of Manasseh, the traditional additions to Esther, the traditional additions to Daniel, Psalm 151, and portions of Säqoqawä Eremyas.
- ^ (Inggris) Jewish Encyclopedia: Samaritans
- ^ (Inggris) The Canon Debate, McDonald & Sanders editors, 2002, chapter 6: Questions of Canon through the Dead Sea Scrolls by James C. VanderKam, page 94, citing private communication with Emanuel Tov on biblical manuscripts: Qumran scribe type c.25%, proto-Masoretic Text c. 40%, pre-Samaritan texts c.5%, texts close to the Hebrew model for the Septuagint c.5% and nonaligned c.25%.
- ^ (Inggris) Jewish Encyclopedia: Sadducees: "With the destruction of the Temple and the state the Sadducees as a party no longer had an object for which to live. They disappear from history, though their views are partly maintained and echoed by the Samaritans, with whom they are frequently identified (see Hippolytus, "Refutatio Hæresium," ix. 29; Epiphanius, l.c. xiv.; and other Church Fathers, who ascribe to the Sadducees the rejection of the Prophets and the Hagiographa; comp. also Sanh. 90b, where "Ẓadduḳim" stands for "Kutim" [Samaritans]; Sifre, Num. 112; Geiger, l.c. pp. 128–129), and by the Karaites (see Maimonides, commentary on Ab. i. 3; Geiger, "Gesammelte Schriften," iii. 283–321; also Anan ben David; Karaites)."
- ^ (Inggris) Samaritan Documents, Relating To Their History, Religion and Life, translated and edited by John Bowman, Pittsburgh Original Texts & Translations Series Number 2, 1977.
- ^ (Inggris) JewishEncyclopedia.com – SAMARITANS
- ^ (Inggris) Crown, Alan D. (October 1991). "The Abisha Scroll – 3,000 Years Old?" in Bible Review.
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders's 2002 The Canon Debate, page 259: "the so-called Septuagint was not in itself formally closed." — attributed to Albert Sundberg's 1964 Harvard dissertation.
- ^ (Inggris) Everett Ferguson, "Factors leading to the Selection and Closure of the New Testament Canon," in The Canon Debate. eds. L. M. McDonald & J. A. Sanders (Hendrickson, 2002) pp. 302–303; cf. Justin Martyr, First Apology 67.3.
- ^ (Inggris) Bruce Metzger's The canon of the New Testament, 1997, Oxford University Press, page 98: "The question whether the Church's canon preceded or followed Marcion's canon continues to be debated. ...Harnack...John Knox..."
- ^ a b (Inggris) von Harnack, Adolf (1914). Origin of the New Testament.
- ^ (Inggris) (Adv. Haer., iii. x. 8 & 9) Everett Ferguson, "Factors leading to the Selection and Closure of the New Testament Canon," in The Canon Debate. eds. L. M. McDonald & J. A. Sanders (Hendrickson, 2002) pp. 301; cf. Irenaeus, Adversus Haereses 3.11.8
- ^ (Inggris) Mark A. Noll, Turning Points, (Baker Academic, 1997) pp 36–37
- ^ (Inggris) H. J. De Jonge, "The New Testament Canon," in The Biblical Canons. eds. de Jonge & J. M. Auwers (Leuven University Press, 2003) p. 315
- ^ (Inggris) The Cambridge History of the Bible (volume 1) eds. P. R. Ackroyd and C. F. Evans (Cambridge University Press, 1970) p. 308
- ^ (Inggris) Prat, Ferdinand. "Origen and Origenism" The Catholic Encyclopedia. Vol. 11. New York: Robert Appleton Company, 1911. 31 July 2008According to Eusebius' Church History 6.25: a 22 book OT [though Eusebius doesn't name Minor Prophets, presumably just an oversight?] + 1 DeuteroCanon ["And outside these are the Maccabees, which are entitled S<ph?>ar beth sabanai el."] + 4 Gospels but on the Apostle "Paul ... did not so much as write to all the churches that he taught; and even to those to which he wrote he sent but a few lines."
- ^ (Inggris) Bruce Manning Metzger, "The canon of the New Testament: its origin, development, and significance", p. 141.
- ^ a b (Inggris) Lindberg, Carter (2006). A Brief History of Christianity. Blackwell Publishing. hlm. 15. ISBN 1-4051-1078-3.
- ^ (Inggris) David Brakke, "Canon Formation and Social Conflict in Fourth Century Egypt: Athanasius of Alexandria's Thirty Ninth Festal Letter," in Harvard Theological Review 87 (1994) pp. 395–419.
- ^ (Inggris) Andrew J. Ekonomou (2007), Byzantine Rome and the Greek Popes, Lexington Books, ISBN 978-0-73911977-8, p. 222.
- ^ (Inggris) Philip Schaff, Henry Wace (ed.), "Council in Trullo", Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 14
- ^ (Inggris) Metzger, Bruce M. (1987). The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance. Oxford: Clarendon Press.
- ^ (Inggris) McDonald & Sanders' The Canon Debate, Appendix D-2, note 19: "Revelation was added later in 419 at the subsequent synod of Carthage."
- ^ (Inggris) Everett Ferguson, "Factors leading to the Selection and Closure of the New Testament Canon," in The Canon Debate. eds. L. M. McDonald & J. A. Sanders (Hendrickson, 2002) p. 320; F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Intervarsity Press, 1988) p. 230; cf. Augustine, De Civitate Dei 22.8
- ^ (Inggris) F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Intervarsity Press, 1988) p. 234
- ^ (Inggris) F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Intervarsity Press, 1988) p. 225
- ^ (Inggris) Everett Ferguson, "Factors leading to the Selection and Closure of the New Testament Canon," in The Canon Debate. eds. L. M. McDonald & J. A. Sanders (Hendrickson, 2002) p. 320; Bruce Metzger, The Canon of the New Testament: Its Origins, Development, and Significance (Oxford: Clarendon, 1987) pp. 237–238; F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Intervarsity Press, 1988) p. 97
- ^ (Inggris) F. F. Bruce, The Canon of Scripture (Intervarsity Press, 1988) p. 215
- ^ (Inggris) The Cambridge History of the Bible (volume 1) eds. P. R. Ackroyd and C. F. Evans (Cambridge University Press, 1970) p. 305; cf. the Catholic Encyclopedia, Canon of the New Testament
- ^ a b http://www.bibelcenter.de/bibel/lu1545/ [pranala nonaktif] note order: ... Hebräer, Jakobus, Judas, Offenbarung; see also (Inggris) German Bible Versions, www.bible-researcher.com
- ^ (Inggris) Catholic Encyclopedia, Canon of the New Testament.
- ^ Josephus's The Jewish War and Antiquities of the Jews are highly regarded by Christians because they provide valuable insight into 1st century Judaism and early Christianity. Moreover, in Antiquities, Josephus made two extra-Biblical references to Jesus, which have played a crucial role in establishing him as a historical figure.
- ^ The Orthodox Tewahedo broader canon in its fullest form—which includes the narrower canon in its entirety, as well as nine additional books—is not known to exist at this time as one published compilation. Some books, though considered canonical, are nonetheless difficult to locate and are not even widely available in Ethiopia. While the narrower canon has indeed been published as one compilation, there may be no real emic distinction between the broader canon and the narrower canon, especially in so far as divine inspiration and scriptural authority are concerned. The idea of two such classifications may be nothing more than etic taxonomic conjecture.
- ^ (Inggris) Ethiopian Orthodox Tewahedo Church. 2003. "The Bible". 20 January 2012.
- ^ (Indonesia)C. Groenen.2006. "Pengantar ke dalam Perjanjian Baru". Yogyakarta: Kanisius.
- ^ (Indonesia)Willi Marxsen.2006. "Pengantar Perjanjian Baru". Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Pustaka
- Anchor Bible Dictionary
- Ante-Nicene Fathers, Eerdmans Press
- Apostolic Fathers, Lightfoot-Harmer-Holmes, ISBN 978-0-8010-5676-5
- Encyclopedia of the Early Church, Oxford
- Beckwith, R.T. OT Canon of the NT Church ISBN 978-0-8028-3617-5
- Brakke, David. "Canon formation and social conflict in fourth century Egypt," in Harvard Theological Review 87:4 (1994) pp. 395–419. Athanasius' role in the formation of the N.T. canon.
- Bruce, F.F., Canon of Scripture ISBN 978-0-8308-1258-5
- Davis, L.D. First Seven Ecumenical Councils ISBN 978-0-8146-5616-7
- Ferguson Encyclopedia of Early Christianity
- Fox, Robin Lane. The Unauthorized Version. 1992.
- Gamble. NT Canon ISBN 1-57910-909-8
- Hennecke-Schneemelcher. NT Apocrypha
- Jurgens, W.A. Faith of the Early Fathers ISBN 978-0-8146-5616-7
- Metzger, Bruce. Canon of the NT ISBN 978-0-19-826180-3
- Noll, Mark A. Turning Points. Baker Academic, 1997. ISBN 978-0-8010-6211-7
- John Salza, Scripture Catholic, Septuagint references
- Sundberg. OT of the Early Church Harvard Press 1964
Bacaan Lanjutan
- Barnstone, Willis (ed.) The Other Bible: Ancient Alternative Scriptures. HarperCollins, 1984, ISBN 978-0-7394-8434-0.
- Childs, Brevard S., The New Testament as Canon: An Introduction ISBN 0-334-02212-6
- Gamble, Harry Y., The New Testament Canon: Its Making and Meaning ISBN 0-8006-0470-9
- McDonald, Lee Martin, Forgotten Scriptures. The Selection and Rejection of Early Religious Writings, 2009, ISBN 978-0-664-23357-0
- McDonald, Lee Martin, The Formation of the Christian Biblical Canon ISBN 0-687-13293-2
- McDonald, Lee Martin, Early Christianity and Its Sacred Literature ISBN 1-56563-266-4
- McDonald, Lee Martin, The Biblical Canon: Its Origin, Transmission, and Authority ISBN 978-1-56563-925-6
- McDonald, Lee Martin, and James A. Sanders (eds.) The Canon Debate ISBN 1-56563-517-5
- Metzger, Bruce Manning, The Canon of the New Testament: Its Origin, Development, and Significance ISBN 0-19-826180-2
- Souter, Alexander, The Text and Canon of the New Testament, 2nd. ed., Studies in theology; no. 25. London: Duckworth (1954)
- Stonehouse, Ned Bernhard, The Apocalypse in the Ancient Church: A Study in the History of the New Testament Canon, 1929
- Taussig, Hal A New New Testament: A Bible for the 21st Century Combining Traditional and Newly Discovered Texts, 2013
- Wall, Robert W., The New Testament as Canon: A Reader in Canonical Criticism ISBN 1-85075-374-1
- Westcott, Brooke Foss, A General Survey of the History of the Canon of the New Testament, 4th. ed, London: Macmillan (1875)
Pranala luar
- The Canon of Scripture — contains multiple links and articles
- The Canons of the Old Testament and New Testament Through the Ages
- Cross Wire Bible Society
- The Development of the Canon of the New Testament – includes very detailed charts and direct links to ancient witnesses
- Catholic Encyclopedia: Canon of the New Testament
- Scholarly articles on the Protestant Biblical Canon from the Wisconsin Lutheran Seminary Library
- Jewish Encyclopedia: Bible Canon
- What's in Your Bible? – a chart comparing Jewish, Orthodox, Catholic, Syriac, Ethiopian, and Protestant canons (Bible Study Magazine, November–December 2008.)
- Lectures on Faith (1844 edition of Doctrine and Covenants, Latter Day Saint)
- Biblical Canon of the Orthodox Christian Church